PAI II B Pascasarjana IAI Tribakti Kediri TANTANGAN PENDIDIKAN KEISLAMAN DI ERA PANDEMI “Multidisiplin, Interdisiplin dan Transdisiplin, sebagai Metode Kajian di Era Kontemporer” Oleh : Prof. Dr. M. Amin Abdullah (Guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) Acara seminar ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 2021 via online melalui aplikasi zoom. Beliau berkata, ini merupakan bedah buku yang ke-26 dan buku ini dalam 3 bulan sudah 3 kali cetak. Acara dibuka dengan sambutan oleh Bapak Dr. H. Abbas Shofwan MF, LLM selaku Direktur Pascasarjana IAI Tribakti Kediri dan Kaprodi Pasca PGMI Ibu Marita Lailia Rahman, M.Pd.I. Buku Multidisiplin, Interdisiplin dan Transdisiplin, sebagai Metode Kajian di Era Kontemporer muncul sebagai respon beliau atas perubahan dunia yang begiu kompleks agar kajian ilmu-ilmu sosial dan humaniora seharusnya juga berubah dan beradaptasi secara tepat. Di era covid 19, saat ini istilah multidisplin, interdisiplin dan transdisiplin terangkat kembali tidak hanya dalam satu disipin ilmu, tapi disemua disiplin ilmu. Ilmu pengetahuan harus saling ada relasi antar satu dengan yang lainnya agar menciptakan pemahaman yang kompleks. Sebab monodisplinnanti efeknya akan membuat orang sempit pengetahuan dan paradigm terlebih dalam ilmu agama nanti yang ada perpecahan. Sehingga mereka akan kesulitan melihat islam secara utuh. Kaidah fiqh untuk kemaslahatan manusia yang berbentuk maqosidussyariah merupakan bentuk dari multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin. Dalam maqosidussayariah membahas segala lini dalam kehiduan manusia tidak satu focus saja sehingga apabila terdapat sesuatu masalaha maka dapat dilihat dari bebrbagai sudut pandang agar dapat mengambil kebijakan yang tepat. Tadakhulul ma’arif merupakan multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin Sekarang bukan hanya problem solving yang berfokus satu masalah satu pendapat, tetapi complext problem yang memuat berbagai masalah dengan ribuan penyelesaian disetiap masalah. Salah satu contoh problematika kehidupan yang sedang dihadapi adalah covid 19. Dari covid ini benar-benar menyadarkan kita mengenai arti dari hubungan kemasyarakatan dengan berbaia disiplin lain seperti ilmu kesehatan, pendidikan bahka ekonomi dunia. hal tersebut merupakan contoh complext problem solving. Sekarang tidak bisa hanya mengandalkan keilmuan sarjana pada bidangnya saja. Tetapi sudah kompleks dan pendidik harus bisa memahami long life education. Yaitu ilmu yang melingkup banyak aspek kehidupan. Sejak covid, runtuhlah semua disiplin ilmu. Meskipun mengejar keilmuan juga hal yang penting tetapi bagaimana menyelesaikan masalah yang lebih nyata jauh lebih penting. kita harus bisa menyampaikan kepada anak didik best practices untuk bisa menyadari dan memahami permasalahan yang real. Segala permasalahan dan anjuran tentang keamanan covid merupakan bagian dari sains, bukan agama. 3M merupakan bagian dari sains, begitu juga tentang masalah pengurusan jenazah covid. Meskipun jika kita melihat secara agama budaya kita sebelumnya adalah gemar untuk berkerumun. Jika dikaitkan dengan ekonomi maupun sosial juga pasti berhubungan. Maka hal ini harus betul-betul bisa dipahami dan disadari oleh semua orang. Sehingga tidak ada lagi yang merasa bahwa covid merupakan konspirasi global. Contoh pemahaman dan pelaksanaan “annadhooofatumminal iimaan” tidak bisa hanya dimulai dari diri sendiri tetapi seluruh lingkungan masyarakat juga harus ikut andil. Sebab akan percuma bila dilakukan secara individu sedangkan lingkungan tidak mendukung. Bagaimana hubungan antar agama dan intra umat Islam? Hal ini sangat sulit dijawab. Karena intra agama Islam saat ini sangat akut. Karena saat ini banyak sekali ajaran Islam dan membentuk golongan-golongan. Mengapa di era saat ini banyak yang meremehkan gender wanita ? fiqhunnisa wal mu’aasir,, yang saat ini di Indonesia disebut dengan KDRT. Masalah ini juga termasuk complext problem solving yang memerlukan MIT. Termasuk juga masalah stanting juga masalah pernikahan anak di Indonesia. Kita harus menerapkan long life education atau belajar terus menerus. Bagaimana statemen Menteri Pendidikan Nadiem Makarim tentang merdeka belajar adalah bagaimana anak didik bisa mempelajari diluar disiplin keilmuannya. Dan tidak cukup hanya satu disiplin ilmu saja. Ilmu Adil juga merupakan complext problem solving sebagaimana yang disebutkan dalam Al Qur’an Surat An-Nisa’, karena akan mempengaruhi berbagai aspek, baik psikologi anak, budaya dan lainnya. Sehingga saat ini saat kita membaca Al Quran harus menggunakan pendekatan MIT. Perlu adanya pusat studi dengan pendekatan Multidisiplin, supaya dalam melihat keilmuan itu dari berbagai disiplin ilmu. Sehingga dalam melihat keilmuan dapat diperoleh secara utuh dan kompleks. Terutama bagi kita seorang pendidik. Karena tanggung jawab kita terhadap hasil output Pendidikan Bekal penting yang harus diberikan kepada anak-anak ada 3 yaitu : (1) new learn skill (kemampuan belajar yang baru) perlu fiqih baru, terutama dalam mempelajari akhlaq. (2) Interface learning atau new approces, anak-anak dikenalkan dengan pendekatan-pendekatan baru supaya mampu menghadapi berbagai problem dunia saat ini, (3) anak-anak harus dibekali pengetahuan-pengetahuan baru tentang saat ini, anak-anak harus dibekali daya tahan yang kuat dan Tangguh (tahan banting).
Sesi Tanya Jawab :
1. Bagaimana membentuk mental mahasiswa yang kretaif dan produktif ? Kuliah sejatinya hanya sebagai pengakuan dan bukti bahwa kita pernah sekolah saja. Supaya menjadi seorang yang kreatif dan produktif yaitu kita harus multidisplin. Tidak bisa hanya monoreferences. Kita harus mengembangkan pemikiran, memahami berbagai disiplin ilmu. Wahyu tidak boleh di obrak abrik, tetapi pemikiran tentang wahyu boleh di obrak abrik. Sebagai seorang pendidik kita harus melakukan perubahan.