kandungan ayat, terlebih dulu kita sebaiknya mengetahui isi kandungan Surah ini.
Surah Al-Mu’minun ini termasuk kelompok surah Makkiyyah dan terdiri atas 118
ayat. Surah ini diawali dengan penetapan kemenangan bagi orang-orang Mukmin
yang kemudian dilanjutkan dengan keterangan tentang ciri dan sifat-sifat mereka.
Dalam hal ini Allah meminta mereka agar menjawab sesuai dengan fitrahnya yang
menetapkan dan menegaskan keberadaan-Nya sebagai Tuhan. Setelah itu, surat ini
menerangkan keadaan manusia pada hari kiamat, bahwa mereka akan diperhitungkan
dan dibalas secara adil.
Surah ini kemudian diakhiri dengan keterangan tentang keagungan Allah dan
peringatan kepada Rasulullah untuk meminta ampunan dan kasih sayang dari Allah
Yang Mahapenyayang.]] Kemenangan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah
dan ajaran-ajaran yang dibawa rasul-rasul- Nya telah tercapai. Cita-cita mereka telah
menjadi kenyataan.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: َقَ ْد أَ ْفلَ َح ا ْل ُمؤْ ِمنُون (“Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman”) maksudnya mereka telah mendapatkan kemenangan,
kebahagiaan, serta memperoleh keberuntungan. Mereka itulah orang-orang Mukmin
yang bersifat dengan sifat-sifat berikut ini,
Tafsir Kemenag: Beriman kepada Allah dan rukun iman yang enam. Dalam ayat ini
Allah menjelaskan bahwa sungguh berbahagia dan beruntung orang-orang yang
beriman, dan sebaliknya sangat merugi orang-orang kafir yang tidak beriman, karena
walaupun mereka menurut perhitungan banyak mengerja-kan amal kebajikan, akan
tetapi semua amalnya itu akan sia-sia saja di akhirat nanti, karena tidak berlandaskan
iman kepada-Nya.
Tafsir Quraish Shihab: Kemenangan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah
dan ajaran-ajaran yang dibawa rasul-rasul- Nya telah tercapai. Cita-cita mereka telah
menjadi kenyataan.
“Kekhusyu’an mereka itu berada di dalam hati mereka, sehingga karenanya mereka
menundukkan pandangan serta merendahkan diri mereka.” Khusyu’ dalam shalat
hanya dapat dilakukan oleh orang yang mengkonsentrasikan hati padanya serta
melupakan berbagai aktifitas selain shalat, serta mengutamakan shalat atas aktifitas
yang lain.
Pada saat itulah akan terwujud ketenangan dan kebahagiaan baginya. Sebagaimana
yang disabdakan Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan an-Nasa-i, dari Anas, dari Rasulullah saw., dimana beliau bersabda:
“Diberikan kepadaku kecintaan terhadap wanita dan wangi-wangian, dan shalat
dijadikan untukku sebagai amalan yang paling menyenangkan.” (HR Ahmad dan an-
Nasa-i).
Tafsir Kemenag: Khusyuk dalam salat. Dalam ayat ini Allah menjelaskan sifat yang
kedua, yaitu seorang mukmin yang beruntung, jika salat benar-benar khusyuk dalam
salatnya, pikirannya selalu mengingat Allah, dan memusatkan semua pikiran dan
panca inderanya untuk bermunajat kepada-Nya.
Dia menyadari dan merasakan bahwa orang yang salat itu benar-benar sedang
berhadapan dengan Tuhannya, oleh karena itu seluruh anggota tubuh dan jiwanya
dipenuhi kekhusyukan, kekhidmatan dan keikhlasan, diselingi dengan rasa takut dan
diselubungi dengan penuh harapan kepada Tuhannya. Untuk dapat memenuhi syarat
kekhusyukan dalam salat, harus memperhati-kan tiga perkara, yaitu:
a) Paham apa yang dibaca, supaya apa yang diucapkan lidahnya dapat dipahami dan
dimengerti, sesuai dengan ayat: Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an ataukah
hati mereka sudah terkunci? (Muhammad/47: 24)
b) Ingat kepada Allah, sesuai dengan firman-Nya: Dan laksanakanlah salat untuk
mengingat Aku. (thaha/20: 14)
c) Salat berarti munajat kepada Allah, pikiran dan perasaan orang yang salat harus
selalu mengingat dan jangan lengah atau lalai. Para ulama berpendapat bahwa salat
yang tidak khusyuk sama dengan tubuh tidak bernyawa. Akan tetapi ketiadaan
khusyuk dalam salat tidak membatalkan salat, dan tidak wajib diulang kembali.
Terjemahan: dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tiada berguna,
Tafsir Kemenag: Menjauhkan diri dari setiap perbuatan atau perkataan yang tidak
berguna. Dalam ayat ini Allah menjelaskan sifat yang ketiga, yaitu bahwa seorang
mukmin yang bahagia itu ialah yang selalu menjaga waktu dan umurnya supaya
jangan sia-sia. Sebagaimana ia khusyuk dalam salatnya, berpaling dari segala sesuatu
kecuali dari Tuhan penciptanya, demikian pula ia berpaling dari segala perkataan yang
tidak berguna bagi dirinya atau orang lain.
Tafsir Jalalain: َ َوالَّ ِذينَ ُه ْم لِل َّز َكا ِة فَا ِعلُون (Dan orang-orang yang terhadap zakat mereka
menunaikannya) membayarnya.
ساهَا َ قَ ْد أَ ْفلَ َح َمن زَ َّكاهَا َوقَ ْد َخ (“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan
َّ اب َمن َد
jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams: 9-10)
wallaaHu a’lam.
Tafsir Kemenag: Menunaikan zakat wajib dan derma yang dianjurkan. Dalam ayat
ini Allah menerangkan bahwa sifat keempat dari orang mukmin yang beruntung itu,
ialah suka mengeluarkan zakat dan memberi derma yang dianjurkan, yang oleh
mereka dipandang sebagai usaha untuk membersihkan harta dan dirinya dari sifat
kikir, tamak serakah, hanya mengutamakan diri sendiri (egois), dan juga untuk
meringankan penderitaan hamba-hamba Allah yang kekurangan, sesuai dengan
firman-Nya: Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu). (asy-
Syams/91: 9).
Tafsir Quraish Shihab: Mereka juga selalu mengeluarkan zakat kepada orang-orang
yang berhak menerima. Dengan begitu, mereka memadukan antara ibadah fisik dan
ibadah harta, antara penyucian jiwa dan penyucian kekayaan.
Zakat diwajibkan untuk mempererat hubungan sosial di antara umat Islam, agar
masing-masing anggota masyarakat Muslim merasakan dan bertanggung jawab atas
kemiskinan yang diderita oleh anggota lainnya. Dengan begitu, ia dapat melakukan
sesuatu yang dapat meringankan pedihnya kemiskinan.
Dampak positif zakat tampak pada sikap si miskin yang tidak lagi merasa iri atau
dengki terhadap si kaya. Sebaliknya, masing-masing merasa sebagai satu keluarga
yang harus saling menolong dengan berpegang teguh pada ajaran Allah. Di sisi lain,
orang yang berutang mempunyai harapan untuk menerima bagian zakat yang dapat
membantu melunasi utang-utangnya. Selain itu, orang yang sedang berperang demi
membela agama dan memerdekakan Tanah Air, tidak harus patah semangat oleh
upaya mencari bantuan materi yang dibutuhkan guna mencapai kemenangan.
Seorang musafir atau seorang yang asing di negeri orang, yang membutuhkan bantuan
karena jauh dari keluarga, tidak harus kehilangan bantuan bekal agar dapat digunakan
untuk kembali ke Tanah Airnya. Di samping itu semua, zakat juga merupakan sarana
yang efektif untuk memerdekakan budak dan menghapus perbudakan. Untuk
mencapai tujuan-tujuan sosial dan universalnya, Islam tidak hanya berhenti sampai di
situ.
Islam membolehkan pemberian zakat kepada orang kafir jika hal itu memang
diperlukan untuk menarik hati mereka. Begitu juga orang-orang yang bertugas
mengumpulkan, menghitung dan mendistribusikan zakat, budak-budak yang
melakukan perjanjian bebas dengan tuannya jika mampu membayar tebusan dalam
jumlah tertentu, orang yang sedang berada dalam perjalanan, orang yang mempunyai
tanggungan utang demi mendamaikan orang yang bertengkar, dan orang yang
membela Islam dalam perang.
Sedang tujuan zakat yang bersifat ekonomis adalah pengentasan kemiskinan di mana
saja, dan membantu orang-orang yang memerlukan bantuan seperti telah disinggung
di muka.
Tafsir Kemenag: Menjaga kemaluan dari perbuatan keji. Dalam ayat ini Allah
menerangkan sifat kelima dari orang mukmin yang berbahagia, yaitu suka menjaga
kemaluannya dari setiap perbuatan keji seperti berzina, mengerjakan perbuatan kaum
Lut (homoseksual), onani, dan sebagainya. Bersanggama yang diperbolehkan oleh
agama hanya dengan istri yang telah dinikahi dengan sah atau dengan jariahnya
(budak perempuan) yang di-peroleh dari jihad fisabilillah, karena dalam hal ini
mereka tidak tercela.
Akan tetapi, barangsiapa yang berbuat di luar yang tersebut itu, mereka itulah orang-
orang yang melampaui batas. Dalam ayat ini dan yang sebelumnya Allah menjelaskan
bahwa kebahagiaan seorang hamba Allah itu tergantung kepada pemeliharaan
kemaluannya dari berbagai penyalahgunaan supaya tidak termasuk orang yang tercela
dan melampaui batas.
Menahan ajakan hawa nafsu, jauh lebih ringan daripada menanggung akibat dari
perbuatan zina itu. Allah telah memerintahkan Nabi-Nya supaya menyampaikan
perintah itu kepada umatnya, agar mereka menahan pan-dangannya dan memelihara
kemaluannya dengan firman:
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah
Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (an-Nur/24: 30).
Tafsir Quraish Shihab: Mereka juga adalah orang-orang yang selalu menjaga diri
agar tidak berhubungan dengan wanita.
Ayat 5 -7 surat al-Mu’minun ini berkaitan erat dengan beberapa ayat di awal surat al-
Nur. Ayat-ayat itu semua mengisyaratkan dampak negatif yang dapat ditimbulkan
oleh perzinaan. Dari segi sosial, zina dapat berakibat tidak diketahuinya asal
keturunan anak secara pasti.
Sedangkan dari segi kesehatan, efek negatif zina dapat dibagi ke dalam dua hal.
Pertama, secara fisik, zina dapat mengakibatkan penyakit gonore, sipilis (raja singa)
dan luka. Dalam keadaan gawat, gonore dapat mengakibatkan komplikasi pada
saluran kencing, persendian atau trakhoma yang dapat mengakibatkan kebutaan.
Sedangkan sipilis dapat menyerang seluruh tubuh, sel-sel dan urat saraf.
Pada puncaknya, hal itu dapat mengakibatkan kegilaan. Di samping itu, penyakit ini
juga dapat berpengaruh pada keturunan. Bayi yang lahir dari orang yang menderita
sipilis akan mudah mati atau cacat. Kedua, secara mental, zina dapat menimbulkan
perasaan bersalah dan berdosa yang pada akhirnya dapat berakibat lemahnya saraf.
Akibat pemborosan, orang dapat terkena kegilaan.
Terjemahan: kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki;
maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
Tafsir Jalalain: إِاَّل َعلَى أَ ْز َوا ِج ِه ْم (Kecuali terhadap istri-istri mereka) ْأَ ْو َما َملَ َكت
أَ ْي َمانُ ُه ْم (atau terhadap budak yang mereka miliki) yakni hamba sahaya wanita yang
mereka tawan dari peperangan َفَإِنَّ ُه ْم َغ ْي ُر َملُو ِمين (maka sesungguhnya mereka dalam hal
ini tiada tercela) bila mereka mendatanginya.
Tafsir Ibnu Katsir: َاج ِه ْم أَ ْو َما َملَ َكتْ أَ ْي َمانُ ُه ْم فَإِنَّ ُه ْم َغ ْي ُر َملُو ِمين
ِ إِاَّل َعلَى أَ ْز َو ( kecuali terhadap
istri-istri merek atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam
hal ini tiada tercela.) Dan mereka tidak mendekati kecuali istri-istri mereka sendiri
yang telah dihalalkan oleh Allah bagi mereka atau budak-budak yang mereka miliki.
Barangsiapa yang mengerjakan apa yang dihalalkan oleh Allah, maka tidak ada cela
dan dosa baginya. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: َفَإِنَّ ُه ْم َغ ْي ُر َملُو ِمين.
Tafsir Kemenag: Menjaga kemaluan dari perbuatan keji. Dalam ayat ini Allah
menerangkan sifat kelima dari orang mukmin yang berbahagia, yaitu suka menjaga
kemaluannya dari setiap perbuatan keji seperti berzina, mengerjakan perbuatan kaum
Lut (homoseksual), onani, dan sebagainya. Bersanggama yang diperbolehkan oleh
agama hanya dengan istri yang telah dinikahi dengan sah atau dengan jariahnya
(budak perempuan) yang di-peroleh dari jihad fisabilillah, karena dalam hal ini
mereka tidak tercela.
Akan tetapi, barangsiapa yang berbuat di luar yang tersebut itu, mereka itulah orang-
orang yang melampaui batas. Dalam ayat ini dan yang sebelumnya Allah menjelaskan
bahwa kebahagiaan seorang hamba Allah itu tergantung kepada pemeliharaan
kemaluannya dari berbagai penyalahgunaan supaya tidak termasuk orang yang tercela
dan melampaui batas.
Menahan ajakan hawa nafsu, jauh lebih ringan daripada menanggung akibat dari
perbuatan zina itu. Allah telah memerintahkan Nabi-Nya supaya menyampaikan
perintah itu kepada umatnya, agar mereka menahan pan-dangannya dan memelihara
kemaluannya dengan firman:
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah
Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (an-Nur/24: 30).
Tafsir Quraish Shihab: Kecuali dengan cara perkawinan yang sah atau pemilikan
budak. Mereka tidak dilarang melakukan hal itu.
Terjemahan: Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang
yang melampaui batas.
Tafsir Jalalain: َفَ َم ِن ا ْبتَ َغى َو َرا َء َذلِك (Barang siapa menginginkan yang selain itu) selain
istri-istri sendiri dan sahaya wanita tawanan mereka untuk pelampiasan hajat
biologisnya, seumpamanya melakukan masturbasi َفَأُولَئِ َك ُه ُم ا ْل َعادُون (maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas) yakni melampaui batas halal dan melakukan hal-
hal yang diharamkan bagi mereka.
Tafsir Ibnu Katsir: Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: َفَ َم ِن ا ْبتَ َغى َو َرا َء َذلِك (“Maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik
itu.”) maksudnya selain istri dan budak. َفَأُولَئِ َك ُه ُم ا ْل َعادُون (“Maka mereka itulah orang-
orang yang melampaui batas.”) wallaaHu a’lam.
Imam asy-Syafi’i dan orang-roang yang sejalan dengannya telah menggunakan ayat
berikut ini untuk mengharamkan onani: ْاج ِه ْم أَ ْو َما َملَ َكت
ِ وج ِه ْم َحافِظُونَ إِاَّل َعلَى أَ ْز َو
ِ َوالَّ ِذينَ ُه ْم لِفُ ُر
أَ ْي َمانُ ُه ْم (“Dan orang-orang yang menjaga kemaluaannya, kecuali terhadap istri-istri
merek atau budak yang mereka miliki”) dia mengatakan: “Pelaku perbuatan ini di luar
dari kedua bagian tersebut. Dan Allah Ta’ala berfirman: ك ُه ُمLَ ِفَ َم ِن ا ْبتَ َغى َو َرا َء َذلِكَ فَأُولَئ
َا ْل َعادُون (“Barangsiapa yang mencari dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas.”) wallaaHu a’lam.
Tafsir Kemenag: Menjaga kemaluan dari perbuatan keji. Dalam ayat ini Allah
menerangkan sifat kelima dari orang mukmin yang berbahagia, yaitu suka menjaga
kemaluannya dari setiap perbuatan keji seperti berzina, mengerjakan perbuatan kaum
Lut (homoseksual), onani, dan sebagainya. Bersanggama yang diperbolehkan oleh
agama hanya dengan istri yang telah dinikahi dengan sah atau dengan jariahnya
(budak perempuan) yang di-peroleh dari jihad fisabilillah, karena dalam hal ini
mereka tidak tercela.
Akan tetapi, barangsiapa yang berbuat di luar yang tersebut itu, mereka itulah orang-
orang yang melampaui batas. Dalam ayat ini dan yang sebelumnya Allah menjelaskan
bahwa kebahagiaan seorang hamba Allah itu tergantung kepada pemeliharaan
kemaluannya dari berbagai penyalahgunaan supaya tidak termasuk orang yang tercela
dan melampaui batas.
Menahan ajakan hawa nafsu, jauh lebih ringan daripada menanggung akibat dari
perbuatan zina itu. Allah telah memerintahkan Nabi-Nya supaya menyampaikan
perintah itu kepada umatnya, agar mereka menahan pan-dangannya dan memelihara
kemaluannya dengan firman:
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah
Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (an-Nur/24: 30).
Tafsir Quraish Shihab: Maka, orang yang berhubungan dengan wanita di luar dua
cara yang dibolehkan ini, berarti telah melanggar batas yang telah ditentukan oleh
agama.
Tafsir Quraish Shihab: Di samping itu, orang-orang Mukmin selalu menjaga apa
saja yang diamanatkan kepadanya, baik harta, perkataan (pesan) atau perbuatan dan
sebagainya. Juga selalu menepati janji mereka kepada Allah dan janji antara sesama
mereka. Mereka tidak mengkhianati amanat dan juga tidak melanggar janji.
Tafsir Kemenag: Memelihara salat yang lima waktu. Dalam ayat ini Allah
menerangkan sifat yang ketujuh, yaitu orang mukmin yang berbahagia itu selalu
memelihara dan memperhatikan salat lima waktu secara sempurna, tepat waktu, dan
memenuhi persyaratan dan rukun-rukun.
Ayat ini tidak sama dengan ayat kedua di atas, sebab di sana disebutkan bahwa
mereka khusyuk dalam salatnya, sedangkan di sini disebutkan, bahwa mereka selalu
memelihara salat dengan tertib dan teratur. Kelompok ayat-ayat ini dimulai dengan
menyebutkan salat dan disudahi pula dengan menyebut salat, hal ini memberi
peringatan betapa pentingnya salat yang telah dijadikan tiang agama.
Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang mendirikan salat sungguh ia telah
mendirikan agama dan barang siapa yang meninggalkan salat, sungguh ia telah
merobohkan agama.” Berikut penjelasan hadis mengenai keutamaan salat:
Dari Abdullah bin Mas’ud berkata, saya bertanya kepada Rasulullah, amalan apa yang
paling dicintai Allah, Nabi menjawab, salat pada waktunya, kemudian apa? Nabi
menjawab, birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua). Kemudian apa lagi?
Nabi bersabda, jihad di jalan Allah. (Riwayat asy-Syaikhan)
Tersebut pula dalam sebuah hadis Nabi saw: Dari sauban, Nabi bersabda,
“Istiqamahlah kamu dan jangan menghitung-hitung. Ketahuilah bahwa perbuatanmu
yang paling baik ialah salat, dan tidak ada orang yang menjaga salat melainkan orang
yang beriman. (Riwayat Ahmad, al-hakim dan al-Baihaqi).
Tafsir Quraish Shihab: Mereka juga selalu melaksanakan salat dengan khusyuk,
tepat pada waktunya dan lengkap dengan rukun-rukunnya, hingga benar-benar
melaksanakannya sesuai tujuan salat, yaitu mencegah kejahatan dan kemungkaran.
Tafsir Jalalain: َأُولَئِ َك ُه ُم ا ْل َوا ِرثُون (Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi)
bukan selain mereka.
Tafsir Ibnu Katsir: Setelah Allah mensifati mereka dengan sifat-sifat terpuji dan
berbagai perbuatan mulia, Dia berfirman: َأُولَئِكَ ُه ُم ا ْل َوا ِرثُون (“Mereka itulah orang-orang
yang akan mewarisi, [yakni] yang akan mewarisi) dalam kitab ash-Shahihain
disebutkan, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:
“Jika kalian meminta surga kepada Allah, maka mintalah surga Firdaus kepada-Nya,
karena sesungguhnay Firdaus adalah surga yang paling tengah-tengah dan paling
tinggi. Diperlihatkan kepadaku di atasnya terdapat ‘Arsy Rabb yang Mahapemurah.”
(HR Al-Bukhari dan Muslim)
Tafsir Kemenag: Memelihara salat yang lima waktu. Dalam ayat ini Allah
menerangkan sifat yang ketujuh, yaitu orang mukmin yang berbahagia itu selalu
memelihara dan memperhatikan salat lima waktu secara sempurna, tepat waktu, dan
memenuhi persyaratan dan rukun-rukun.
Ayat ini tidak sama dengan ayat kedua di atas, sebab di sana disebutkan bahwa
mereka khusyuk dalam salatnya, sedangkan di sini disebutkan, bahwa mereka selalu
memelihara salat dengan tertib dan teratur. Kelompok ayat-ayat ini dimulai dengan
menyebutkan salat dan disudahi pula dengan menyebut salat, hal ini memberi
peringatan betapa pentingnya salat yang telah dijadikan tiang agama.
Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang mendirikan salat sungguh ia telah
mendirikan agama dan barang siapa yang meninggalkan salat, sungguh ia telah
merobohkan agama.” Berikut penjelasan hadis mengenai keutamaan salat:
Dari Abdullah bin Mas’ud berkata, saya bertanya kepada Rasulullah, amalan apa yang
paling dicintai Allah, Nabi menjawab, salat pada waktunya, kemudian apa? Nabi
menjawab, birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua). Kemudian apa lagi?
Nabi bersabda, jihad di jalan Allah. (Riwayat asy-Syaikhan)
Tersebut pula dalam sebuah hadis Nabi saw: Dari sauban, Nabi bersabda,
“Istiqamahlah kamu dan jangan menghitung-hitung. Ketahuilah bahwa perbuatanmu
yang paling baik ialah salat, dan tidak ada orang yang menjaga salat melainkan orang
yang beriman. (Riwayat Ahmad, al-hakim dan al-Baihaqi).
Tafsir Quraish Shihab: Mereka yang memiliki ciri-ciri seperti itu akan memperoleh
semua kebaikan dan akan menerimanya di hari kiamat.
Terjemahan: (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.
Tafsir Jalalain: س َ الَّ ِذينَ يَ ِرثُونَ ا ْلفِ ْرد َْو (Yakni yang akan mewarisi surga Firdaus) yaitu
surga yang tempatnya paling tinggi. َ ُه ْم فِي َها َخالِدُون (Mereka kekal di dalamnya) di
dalam ayat-ayat yang telah lalu terkandung isyarat yang menunjukkan tempat kembali
di akhirat. Hal ini sangat relevan bila disebutkan hal-hal yang menyangkut masalah
permulaan atau asal kejadian, sesudah pembahasan tadi.
Tafsir Ibnu Katsir: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. dia
bercerita, Rasulullah saw. bersabda: “Tidak seorang pun dari kalian melainkan
mempunyai dua kedudukan. Satu kedudukan di surga dan satu kedudukan di neraka.
jika dia mati dan masuk neraka, maka kedudukannya di surga diwarisi oleh penghuni
surga. Dan itulah makna firman-Nya: ‘Mereka itulah orang-orang yang akan
mewarisi.’” (HR Ibnu Majah)
Dan yang lebih mendalam dari hal itu adalah apa yang ditegaskan dalam shahih
Muslim, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, dari ayahnya, dari Nabi, beliau bersabda:
“Pada hari kiamat kelak, akan datang beberapa orang dari kaum Muslimin dengan
membawa dosa sebesar gunung, lalu Allah memberikan ampunan kepada mereka dan
meletakkannya kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani.”
Dan dalam lafadz yang juga milik Muslim, Rasulullah saw. bersabda: “Jika hari
kiamat tiba, Allah menyodorkan kepada setiap Muslim seorang Yahudi atau Nasrani,
lalu dikatakan: ‘Inilah pembebas [tebusan]mu dari Neraka.’” (HR Muslim).
Maka ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz pernah meminta kepada Abu Burdah untuk bersumpah
dengan menyebut: “Demi Allah yang tiada Ilah (Yang haq) selain Dia,” sebanyak tiga
kali, bahwa ayahnya pernah menyampaikan hadits dari Rasulullah saw. tentang hal
itu. Maka Abu Burdah pun bersumpah kepadanya.
Perlu saya (Ibnu Katsir) katakan: “Ayat ini senada dengan firman Allah Ta’ala berikut
ini, “Itulah surge yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu
bertakwa.” (QS. Maryam: 63). Wallahu a’lam.
Tafsir Kemenag: Mereka yang memiliki tujuh sifat mulia itu akan mewarisi surga,
disebabkan amal kebajikan mereka selama hidup di dunia, yaitu surga Firdaus yang
paling tinggi, yang di atasnya berada `Arsy Allah Yang Maha Pemurah, dan mereka
kekal di dalamnya. Umar meriwayatkan sebuah hadis, dimana Rasulullah saw
bersabda:
Dari Umar bin al-Khattab, Rasulullah bersabda, “Telah diturunkan kepadaku sepuluh
ayat: Barang siapa yang menegakkannya akan masuk surga, lalu ia membaca sepuluh
ayat ini dari permulaan Surah al-Mu`minun. (Riwayat at-Tirmidzi).
Tafsir Quraish Shihab: Mereka akan memperoleh anugerah surga Firdaus dari Allah
subhanahu wa ta’ala, sebuah tempat tertinggi di dalam surga. Di sana mereka
bersenang-senang, tanpa ada orang lain bersama mereka.