Lebih Berkah
By
Muchlisin BK
-
0
Salah satu bentuk interaksi terhadap Al Quran adalah membacanya. Tilawah. Selain
kurangnya intensitas, kadang kita juga abai terhadap adab membaca Al Quran.
Salah satu bentuk interaksi yang wajib dilakukan oleh umat Islam terhadap Al Quran
adalah membacanya (tilawah). Bahkan dalam sebuah hadits diungkapkan bagaimana
kebiasaan yang dianjurkan Rasulullah dalam membaca Al-Qur’an; yakni khatam Al-
Qur’an tidak lebih dari satu bulan dan tidak kurang dari tiga hari.
Berikut ini 11 adab membaca Al Quran yang jika diamalkan insya Allah tilawah menjadi
lebih khusyu’ dan barokah:
1. Suci Badan
Di antara adab tilawah adalah suci badan ( )طهارة البدن. Al Quran merupakan firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala; wahyu yang dimuliakan. Maka kurang pantas jika kita tilawah Al
Quran sementara badan kita dalam kondisi kotor, apalagi terkena najis.
2. Wudhu
Adab membaca Al Quran yang kedua adalah wudhu ()الوضوء. Hendaknya kita mengambil
air wudhu terlebih dahulu sebelum tilawah Al-Qur’an, karena pada saat kita tilawah kita
menyentuh mushaf Al-Qur’an Al-Karim. Hendaknya kita sadari bahwa Al-Qur’an ini
tidak sama dengan buku-buku, majalah atau koran yang seenaknya kita perlakukan.
Di antara dalil yang sering dipakai dalam adab ini adalah firman Allah SWT:
َ ال َي َم ُّس ُه ِإال ْالم
َُط َّهرُون
Tetapi membawa ayat itu dalam konteks wudhu sebelum tilawah adalah pengambilan
dalil yang kurang tepat, sebab yang dimaksud dengan orang-orang yang disucikan (
)المطهرونdalam ayat di atas adalah para malaikat. Bukan manusia yang memiliki wudhu.
Sebagaimana Al Quran yang dimaksud dalam ayat itu adalah Al Quran yang ada di lauh
mahfudz. Bukan mushaf Al Quran yang kita pegang saat tilawah.
Dalil yang tepat dalam adab ini adalah hadits yang dibawakan Dr. Yusuf Qardhawi
dalam buku Berinteraksi dengan Al-Qur’an:
Al Quran tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang sudah suci. (HR. An-Nasai,
Daruquthni, Baihaqi)
3. Bersih Tempat
Termasuk bagian dari adab tilawah adalah tempat yang bersih/tepat ()نظافة المكان. Tidak
boleh bagi kita membaca Al Quran di tempat-tempat yang tidak pantas, seperti tempat
pembuangan sampah. Dan larangan yang lebih besar membawa mushaf atau membaca
Al Quran di WC.
4. Khusyu’
Adab membaca Al Quran berikutnya adalah khusyu’ ()الخشوع. Yakni menghadirkan hati
saat membaca ayat-ayat Allah.
Jika kita membaca surat dari orang yang kita cintai saja demikian penuh perhatian dan
tidak melewatkan satu kata pun, meresapi maknanya, dan jiwa terbawa karenanya,
maka Al Quran seharusnya lebih dari itu bagi jiwa kita saat membacanya. Demikian
pula, jika kita membaca surat dari pemimpin atau atasan kita kita begitu perhatian dan
konsentrasi sehingga paham betul apa isi surat itu, tilawah Al Quran seharusnya lebih
berkualitas dari itu.
Bukankah ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dzat yang telah menciptakan
kita? Bukankah ini adalah petunjuk hidup kita? Menghadirkan hati dan merasa bahwa
ayat-ayat itu ditujukan secara khusus buat kita adalah jalan mencapai khusyu’.
َمنْ ِإ َذا سَ مِعْ تَ قِرَ ا َء َت ُه رَ َأيْتَ َأ َّن ُه ي َْخ َشى هَّللا َ عَ َّز َوجَ َّل: آن ؟ َقا َل ِ َمنْ َأحْ سَ نُ ال َّن: سُِئ َل ال َّن ِبيُّ صَ لَّى هَّللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم
ِ ْاس صَ ْو ًتا ِب ْالقُر
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya: “Siapa yang paling bagus suaranya dengan
Al-Qur’an?” Beliau bersabda: “Orang yang apabila kalian mendengar ia membaca Al-
Qur’an, kalian lihat ia takut kepada Allah Azza Wa Jalla” (HR. Thabrani, hadits semakna
diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan Ibnu Abi Syaibah)
Di antara indikasi khusyu’ adalah menangis saat membaca Al-Qur’an, terlebih ketika
menjumpai ayat-ayat adzab. Karenanya kita tidak saja dianjurkan menangis, bahkan
bagi yang tidak mampu menangis supaya berusaha menangis; tangis-tangiskanlah.
Bacalah Al-Qur’an dan menangislah, jika kalian tidak dapat menangis, maka tangis-
tangiskanlah (berusahalah untu menangis) (HR. Abu Iwanah, Hadits semakna
diriwayatkan oleh Hakim dan Ibnu Majah)
ُالَّذِينَ َآ َم ُنوا َو َت ْطمَِئنُّ قُلُو ُب ُه ْم ِبذ ِْكرِ هَّللا ِ َأاَل ِبذ ِْكرِ هَّللا ِ َت ْطمَِئنُّ ْالقُلُوب
Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar
Ra’du : 28)
Lebih jauh lagi Allah Subhanahu wa Ta’ala menghubungkan antara khusyu’ dalam adab
tilawah sebelumnya dengan ketenangan dan keterteraman dalam adab tilawah kali ini
dalam firman-Nya:
ْث ِك َتابًا ُم َت َش ِابهًا َم َثانِيَ َت ْق َشعِرُّ ِم ْن ُه جُلُو ُد الَّذِينَ ي َْخ َش ْونَ رَ َّب ُه ْم ُث َّم َتلِينُ جُلُو ُد ُه ْم َوقُلُو ُب ُه ْم ِإلَى ذ ِْك ِر هَّللا ِ َذلِكَ هُدَ ى هَّللا ِ َي ْهدِي ِب ِه َمن
ِ هَّللا ُ َن َّز َل َأحْ سَ نَ ْالحَ دِي
َي َشا ُء َو َمنْ يُضْ ل ِِل هَّللا ُ َفمَا لَ ُه مِنْ هَا ٍد
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa
(mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang
takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya
seorang pemimpinpun. (QS. Az-Zumar : 23)
6. Bersiwak Sebelum Mulai
Hendaknya kita bersiwak terlebih dahulu sebelum membaca Al Quran ( )اإلستاك قبل البدء.
Dengan begitu, bau mulut kita menjadi harum saat melantunkan ayat-ayat Ilahi.
Sebaliknya, tidak sepantasnya kita tilawah sementara mulut kita bau tidak sedap,
apalagi bau jengkol yang tidak disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
ج ِيم
ِ َّان الر َ َفِإ َذا َقرَ ْأتَ ْالقُرْ َآنَ َفاسْ َتع ِْذ ِباهَّلل ِ مِنَ ال َّشي
ِ ْط
Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah
dari syaitan yang terkutuk. (QS. An-Nahl : 98)
Umumnya, sikap orang yang membaca Al Quran terhadap adab ini ada
empat. Pertama, mampu tapi tidak mau. Yaitu mereka yang sebenarnya bisa membaca
tartil, juga menguasai tajwid, tapi tidak menggunakannya. Entah karena alasan buru-
buru mengejar “setoran buku putih” atau karena salah paham dalam memahami pahala
membaca Al Quran ditentukan oleh kuantitas bacaan, atau karena “ditarget” oleh
lingkungan seperti orang-orang khataman Qur’an.
Kedua, mau tapi tidak mampu. Mereka sudah berusaha belajar tajwid dengan sungguh-
sungguh. Mereka bahkan ikut dalam program tahsin, diantaranya. Tetapi masih saja
belum mampu untuk tilawah dengan tartil sesuai tajwid. Jika golongan ini memang
sudah berusaha belajar dan tetap semangat tilawah Al Qur’an, maka Rasulullah
memiliki kabar gembira buat mereka :
ُأ ٌ ُأ
ِ َ َفلَ ُه َأجْ ر، َو َم َث ُل الَّذِى َي ْقرَ ْالقُرْ آنَ َوهْ َو َي َتعَ ا َه ُدهُ َوهْ َو عَ لَ ْي ِه َشدِي ٌد، َم َث ُل الَّذِى َي ْقرَ ْالقُرْ آنَ َوهْ َو حَ افِظ لَ ُه مَعَ ال َّس َفرَ ِة ْالكِرَ ِام
ان
Orang yang membaca Al Quran dan mahir, maka akan bersama para malaikat, pesuruh
Allah yang mulia. Sedangkan orang yang membaca Al Qur’an dengan terbata-bata dan
merasa berat, maka ia akan dapat dua pahala. (HR. Bukhari)
Ketiga, tidak mampu dan tidak mau. Yaitu mereka yang tidak mampu membaca
dengan tartil, tidak mau untuk berusaha belajar, sekaligus tidak memiliki kemauan
untuk membaca Al Quran dengan tartil.
Keempat, mau dan mampu. Maka, beruntunglah golongan yang keempat ini. Merekalah
yang mendapat kabar gembira pertama dalam hadits riwayat Imam Bukhari di atas.
Dan seyogyanya, semua kader tarbiyah berupaya menjadi golongan keempat ini.
Masuk juga dalam adab ini adalah melagukan Al Quran. Jadi tartilnya bukan sekedar
membaca sesuai kaidah tajwid, tetapi juga dilagukan dengan indah. Kalau kita
mendengar tilawahnya Syaikh Sudais, Syaikh Shuraim, Al-Mathrud, Al-Mishary, dan
ulama-ulama lain hati kita mudah tersentuh karena mereka membaca Al-Qur’an tidak
hanya tartil tetapi juga memiliki lagu-lagu khas yang menyentuh hati.
Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur’an (HR. Bukhari,
Abu Dawud, Ad-Darimi, Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim, Baihaqi, Thabrani)
Perindahlah Al-Qur’an dengan suara kalian (HR. Bukhari, Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu
Majah, Ad-Darimi, Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim)
ُ ْب يَا َو ْيلِى – ُأمِرَ ابْنُ آدَ َم ِبال ُّسجُو ِد َفسَ جَ دَ َفلَ ُه ْالجَ َّن ُة َوُأمِر
ت ٍ ْطانُ َي ْبكِى َيقُو ُل يَا َو ْيلَ ُه – َوفِى ِر َوا َي ِة َأ ِبى ُكرَ ْي
َ ِإ َذا َقرَ َأ ابْنُ آدَ َم السَّجْ دَ َة َفسَ جَ دَ اعْ َت َز َل ال َّشي
ُ ِبال ُّسجُو ِد َفَأ َبي
ْت َفلِىَ ال َّنا ُر
Ketika Anak Adam membaca ayat-ayat sajdah lalu bersujud, syaitan menangis sambil
mengatakan: “Celakalah aku, anak Adam diperintah bersujud maka mereka bersujud
dan memperoleh surga, sementara aku diperintah bersujud, lalu aku mendurhakai,
maka aku mendapatkan neraka”. (HR. Muslim)
11. Tadabbur
Termasuk adab tilawah juga adalah tadabbur ()التدبر. Yakni memikirkan ayat yang
dibaca, berusaha secara sistematis untuk memahami Al Qur’an, sehingga dapat
melakukan petunjuk Al Quran dalam kehidupan sehari-hari.
Di antara buah dari tadabur adalah bertambahnya keimanan orang yang membaca Al
Quran. Sebagaimana firman Allah:
ََت عَ لَي ِْه ْم َآيَا ُت ُه َزادَ ْت ُه ْم ِإيمَا ًنا َوعَ لَى رَ ب ِِّه ْم َي َت َو َّكلُون
ْ ت قُلُو ُب ُه ْم َوِإ َذا ُتلِي ِ ِإ َّنمَا ْالمُْؤ ِم ُنونَ الَّذِينَ ِإ َذا ُذكِرَ هَّللا ُ َو
ْ َجل
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman
mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS. Al-Anfal :
2)