Anak muda kalau rajin beramal di waktu mudanya, maka akan jadi amalan tak
terputus hingga waktu tuanya. Inilah faedah dari surat At-Tiin yang kita kaji kali
ini.
Allah Ta’ala berfirman,
سفَ َل ْ ) ثُ َّم َر َد ْدنَاهُ َأ4( يم َ ْ) لَقَ ْد خَ لَ ْقنَا اِإْل ْنسَانَ فِي َأح3( ين
ٍ س ِن تَ ْق ِو ِ ) َوهَ َذا ْالبَلَ ِد اَأْل ِم2( َور ِسينِين ِ ُ) َوط1( ون َّ ين َو
ِ ُالز ْيت ِ َِّوالت
َأ هَّللا
ْس ُ بِ حْ ك َِم َأ
َ ) لَي7( ِّين ِّ
ِ ) فَ َما يُ َكذبُكَ بَ ْع ُد بِالد6( ون ٍ ُغيْرُ َم ْمن َأ
َ ٌت فَلَه ُْم جْ ر ِ صالِ َحا ُ َآ َّ اَّل
َ ) ِإ ال ِذينَ َمنُوا َو5( َسافِلِين
َّ ع ِملوا ال َ
)8( َْال َحا ِك ِمين
“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota
(Mekah) ini yang aman. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah
(adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah Hakim yang seadil-
adilnya?” (QS. At-Tiin: 1-8)
Keutamaan Nabi Ulul ‘Azmi
Allah telah bersumpah dengan tiga tempat diutusnya para Nabi Ulul ‘Azmi yaitu
Tempat adanya buah tiin dan zaitun, yaitu Baitul Maqdis, tempat diutusnya Nabi
‘Isa ‘alaihis salam.
Bukit Sinai yaitu tempat Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa bin ‘Imran
‘alaihis salam.
Negeri Mekah yang penuh rasa aman, tempat diutus Nabi kita Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 601)
Sumpah dengan tiga hal di atas menunjukkan kemuliaan Nabi Ulul ‘Azmi –
semoga bagi mereka shalawat dan salam-.
Tafsiran pertama dari ayat di atas, manusia diciptakan dalam bentuk sebaik-
baiknya yang sempurna. Kemudian ia akan masuk dalam neraka. Demikian yang
dikatakan oleh Mujahid, Abul ‘Aliyah, Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu Zaid dan
selainnya. Ia masuk neraka dikarenakan ia tidak mau taat pada Allah Ta’ala dan
enggan mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang selamat dari
neraka adalah orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka pahala yang
tiada putus-putusnya. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 601)
Tafsiran kedua dari ayat di atas, manusia diciptakan dalam keadaan kuat ketika
muda lalu dikembalikan di usia tua dalam keadaan lemah. Tafsiran kedua ini
disebutkan dari Ibnu ‘Abbas dan ‘Ikrimah. Pendapat ini juga dianut oleh Ibnu
Jarir.
Namun menurut Ibnu Katsir, ayat di atas sama seperti maksud ayat,
ِ اصوْ ا بِالصَّ ب
3 ْر ِّ اصوْ ا بِ ْال َح
َ ق َوت ََو َ ت َوت ََو َ ) ِإاَّل الَّ ِذينَ َآ َمنُوا َو2( ْر
ِ ع ِملُوا الصَّالِ َحا ٍ خس ِ َْو ْال َعص
ُ ) ِإ َّن اِإْل ْنسَانَ لَفِي1( ر
“Seluruh manusia dan umat berada dalam kerugian dan keadaan yang serendah-
rendahnya kecuali orang beriman dan beramal shalih.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 2:
5)
Karena kalau diartikan keadaan yang rendah (jelek) dalam surat At-Tiin adalah
keadaan di waktu harom (waktu tua), sebenarnya orang beriman pun ada yang
merasakan sulit beramal di waktu tuanya. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 601)
Jika seseorang sulit beramal di waktu tua padahal waktu mudanya gemar
beramal, maka ia tetap dicatat seperti keadaannya di waktu muda. Sama halnya
keadaannya seperti orang yang sakit dan bersafar. Dalam hadits Abu Musa,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ ب لَهُ ِم ْث ُل َما َكانَ يَ ْع َم ُل ُمقِي ًما
ص ِحيحً ا َ ْض ْال َع ْب ُد َأو
َ ِ ُكت، سافَ َر ِ ِإ َذا َم
َ ر
“Jika seorang hamba sakit atau bersafar, maka dicatat baginya semisal keadaan
ketika ia beramal saat mukim atau sehat.” (HR. Bukhari no. 2996)
Berlindung dari Keadaan Jelek di Waktu Tua
Jadi, usia muda adalah masa fit (semangat) untuk beramal. Oleh karena itu,
manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Janganlah disia-siakan. Mintalah juga
perlindungan kepada Allah dari usia tua yang jelek sebagaimana do’a yang Nabi
kita shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa meminta perlindungan
dengan do’a,
َوَأعُو ُذ ِبكَ ِمنَ ْالب ُْخ ِل، َوَأعُو ُذ بِكَ ِمنَ ْالهَ َر ِم، ْن
ِ َوَأعُو ُذ بِكَ ِمنَ ْالجُ ب، س ِل
َ اللَّهُ َّم ِإنِّى َأعُو ُذ بِكَ ِمنَ ْال َك
“Allahumma inni a’udzu bika minal kasl wa a’udzu bika minal jubn, wa a’udzu
bika minal harom, wa a’udzu bika minal bukhl
[artinya: Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari rasa malas, aku
meminta perlindungan pada-Mu dari lemahnya hati, aku meminta perlindungan
pada-Mu dari usia tua (yang sulit untuk beramal) dan aku meminta perlindungan
pada-Mu dari sifat kikir (pelit)].” (HR. Bukhari no. 6371)
Ada empat hal yang diminta dilindungi dalam doa di atas:
1- Sifat al-kasal, yaitu tidak ada atau kurangnya dorongan (motivasi) untuk
melakukan kebaikan padahal dalam keadaan mampu untuk melakukannya. Inilah
sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah.
Bedanya dengan kasal dan ‘ajz, ‘ajz itu tidak ada kemampuan sama sekali,
sedangkan kasal itu masih ada kemampuan namun tidak ada dorongan untuk
melakukan kebaikan.
2- Sifat al-jubn, artinya berlindung dari rasa takut (lawan dari berani), yaitu
berlindung dari sifat takut untuk berperang atau tidak berani untuk beramar
ma’ruf nahi mungkar. Juga do’a ini bisa berarti meminta perlindungan dari hati
yang lemah.
3- Sifat al-harom, artinya berlindung dari kembali pada kejelekan umur (di masa
tua). Ada apa dengan masa tua? Karena pada masa tua, pikiran sudah mulai
kacau, kecerdasan dan pemahaman semakin berkurang, dan tidak mampu
melakukan banyak ketaatan.
4- Sifat al-bukhl, artinya berlindung dari sifat pelit (kikir). Yaitu do’a ini berisi
permintaan agar seseorang bisa menunaikan hak pada harta dengan benar,
sehingga memotivasinya untuk rajin berinfak (yang wajib atau yang sunnah),
bersikap dermawan dan berakhlak mulia. Juga do’a ini memaksudkan agar
seseorang tidak tamak dengan harta yang tidak ada padanya. (Lihat Syarh Shahih
Muslim, 17: 28-30)
Sumber https://rumaysho.com/12210-tafsir-surat-at-tiin-pahala-yang-tidak-
terputus-hingga-tua.html