Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIK

PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Oleh Kelompok 10

Alghifari mushtofan (1610611310054)

Ependi Ginting (1810611210042)

Fitria Azizah (1810611220041)

Ibnu Dwi Thousand (1810611210046)

Rr Diella Kartika Putri (1810611320042 )

Tania Agustiana (1710611320039)

Hartinah H (1810611220006)

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2021

PRAKATA
Puji serta syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

nikmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Pengelolaan Daerah Aliran

sungai demi memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Tujuan dari

penyusunan laporan ini juga untuk menambah wawasan tentang pengetahuan yang terkait

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Ir. H.

Muhammad Ruslan M.S, Dr. Badaruddin S.Hut.,M.P, Dr. Ir. Eko Rini Indrayatie M.P., Dr. Ir. H.

Syarifuddin Kadir M.Si, selaku dosen pengampu pada mata kuliah ini, dan juga telah

membimbing kegiatan praktik di lapangan. Pembuatan laporan ini juga tidak luput dari

kesalahan, baik dalam kata kata maupun dalam penyusunan, maka dari itu kami sangat

mengapresiasi teruntuk yang penyampaian kata-kata kritik yang membangun demi membantu

laporan ini agar lebih baik lagi. Semoga dengan dibuatnya laporan ini dapat memberikan

manfaat serta dapat menambah wawasan kepada kita semua sebagai bahan informasi.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Debit adalah volume air yang mengalir per satuan waktu. Waktu konsentrasi adalah

waktu yang diperlukan limpasan air hujan dari titik terjauh menuju titik kontrol yang ditinjau.

Pengukur kecepatan aliran air dapat dijadikan sebagai sebuah alat untuk memonitor dan

mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumber daya air permukaan

yang ada.

Debit adalah satuan besaran air yang keluar dari Daerah Aliran Sungai (DAS). Satuan

debit

yang digunakan adalah meter kubik per detik (m3/s). Debit aliran adalah laju aliran air (dalam

bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu

(Asdak,2002). Secara umum, debit erat kaitannya dengan ilmu hidrologi dan merupakan

sejumlah besar dari volume air yang mengalir termasuk sedimen padatan (pasir), mineral terlarut

(magnesium klorida), dan bahan biologis lainnya seperti alga secara bersama – sama mengalir

melalui luas penampang melintang tertentu. Sedangkan debit air dapat diartikan sebagai ukuran

dari banyaknya volume air yang mampu melewati suatu tempat ataupun yang dapat ditampung di

dalam sebuah tempat per satuan waktu.

Perubahan volume debit air dan tinggi muka air sering terjadi terutama pada saat musim

hujan, banyaknya curah hujan dapat mempengaruhi jumlah volume air yang mengalir dari anak

sungai ke sungai utama. Hal ini dapat mengakibatkan volume air bisa kapan saja meningkat, oleh

karena perlu dilakukan penelitian tentang hubungan debit air dan tinggi muka air pada aliran

sungai pada bagian hilir daerah aliran sungai Maluka.


B. Tujuan

Tujuan dari parktik Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ialah

1. Mengetahui perhitungan debit aliran menggunkan metode pelampung dan menggunakan

currentmeter.

2. Menganalisis upaya yang dapat dilakukan untuk mengedalikan banjir pada bagian hilir

daerah aliran sungai Maluka

3. Mengetahui pengambilan sampel tanah porositas dan tanah terganggu

4. Mengetahui besaran sedimentasi yang terdapat pada DAS Maluka


HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Perhitungan debit air menggunakan currentmeter dan pelampung

Perubahan volume debit air dan tinggi muka air sering terjadi terutama pada saat musim

hujan, banyaknya curah hujan dapat mempengaruhi jumlah volume air yang mengalir dari anak

sungai ke sungai utama. Hal ini dapat mengakibatkan volume air bisa kapan saja meningkat, oleh

karena perlu dilakukan penelitian tentang hubungan debit air dan tinggi muka air pada aliran

sungai pada bagian hilir daerah aliran sungai Maluka di Desa Kiram. Tujuan dari praktik ini ialah

untuk mengetahui pengaruh dari volume debit air terhadap kejadian banjir di bagian hilir dari

DAS Maluka.

Pengukuran debit air dilakukan pada bagian hilir dari DAS Maluka. Pengukuran tersebut

menggunkan dua alat yang berbeda yaitu menggunkana pelampung dan juga currentmeter.

Penampang basah sungai dibagi dalam 3 segmen. Berikut tallysheet pengukuran menggunakan

currentmeter.

TALLY SHEET PENGUKURAN MENGGUNAKAN CURRENT METER


Jarak dari
titik Segme H
Lebar Q (m3/s) Keterangan Cuaca
n
awal (cm)
1 139 1,1
2 81 0,7
3 8 0,3
14,3 7,15       Cerah/ kemudian mendung
     
Jumlah 2,2
Rata-rata 0,7
Perhitungan debit sungai menggunakan pelampung sederhana:

Diketahui

Lebar sungai : 14,30 m

Panjang Sungai : 28,6 m

Fk : 0,7

Tabel. Hasil Pengukuran debit air

Segmen Luas Penampang (m2 ) Waktu Rata-Rata (s) Kecepatan Rata-


Rata (m/s)
I 4,96 m2 65,3s 0,43 m/s
II 7,86 m2 51,6s 0,55 m/s
III 3,17 m2 72,3s 0,39 m/s
Jumlah 15,93 - 1,37 m/s
Rata-rata 5,31 - 0,45 m/s

Perhitungan :
S.I : t 1 = 68 s S.II: t 1 = 46,64s S.III: t 1 = 74s
t 2 = 61 s t 2 = 55,52s t 2 = 73s
t 3 = 67 s t 3 = 52,83 s t 3 = 70s
t rata-rata = 65,3s t rata-rata = 51,6s t rata-rata = 72,3s

Luas Penampang :
Sketsa sungai
14,30 m

7,15m 7,15m 7,15m

A3a 8 cm
A1 A2a 81 cm
A3b
139 cm

A2b

A1 =½axt A2a =pxl A3a =pxl


= ½ 7,15 x 1,39 = 7,15 x 0,81 = 7,15 x 0,08

= 4,96 m2 = 5,79 m2 = 0,57 m2


A2b =½axt A3b =½axt
= ½ 7,15 x 0,58 = ½ 7,15 x 0,73

= 2,07 m2 = 2,60 m2
A total = 7,86 m2 A total = 3,17 m2

Kecepatan rata-rata :

V1 S V2 S V3 S
= = =
t1 t2 t3

28,6 m 28,6 m 28,6 m


= = =
65,3 s 51,6 s 72,3 s

= 0,43 m/s = 0,55 m/s = 0,39 m/s

Q = A.V.FK

= 5,31 x 0,45 x 0,7

= 1,67 m3/s
= 1670 L

Maryono (2005) berpendapat ada lima faktor penting penyebab banjir di Indonesia, yaitu

faktor hujan, faktor hancurnya retensi DAS, kesalahan perencanaan pembangunan alur sungai,

pendangkalan sungai, dan faktor kesalahan tata wilayah serta pembangunan sarana-prasarana.

Dari beberapa factor yang disebutkan, hal yang paling memungkinkan terjadinya banjir pada

bagian hilir DAS Maluka ialah karena terjadinya pendangkalan pada sungai serta kurangnya

jumlah vegetasi yang berperan untuk penyerapan di sempadan sungai, sehingga apabila curah

hujan yang tinggi maka air permukaan akan meluap.

a. Infiltrasi Tanah

Proses masuknya air hujan atau air irigasi ke dalam tanah dikenal sebagai infiltrasi (Jury

dan Horton, 2004), sebagai salah satu komponen siklus air di bumi. Selain diambil akar dan

organisme tanah, air bergerak perlahan-lahan secara vertikal (deep percolation) dan horisontal

(seepage) menjadi komponen air tanah yang terkumpul pada zona air tanah (ground water, perch

water) ataupun keluar sebagai mata air (spring). Air dalam tanah ini yang menjamin ketersediaan

air bagi makhluk hidup sepanjang musim.

Tanah yang diambil merupakan sampel tanah terusik dan sampel tanah porositas dari

lapisan atas dengan kedalam 0-30 cm. Lokasi pengambilan sampel tanah ialah dibawah tegakan

karet dengan topografi datar. Untuk sampel tanah porositas di gunakan ring sampel, tanah yang

diambil hanya tanah yang berada di dalam ring sampel yang telah ditekan kedalam tanah.

Sedangkan untuk pengambilan sampel tanah terusik dilakukan menggunakan bor tanah. Prosedur

pengambilan tanah terusik ialah, dengan membuat titik awal, kemudian dilakukan pengeboran

sebanyak dua kali dengan kedalaman kurang lebih 30 cm. kemudian ambil jarak ke arah kanan,
kiri, depan dan belakang sejauh 5 meter, kemudian kembali dilakukan pengeboran tanah dengan

kedalaman kurang lebih 30 cm. seluruh tanah yang berada didalam bor tanah di satukan dalam

sebuah wadah, kemudian di campur. Setelah itu ambil sampel tanah dari tanah yang telah

dicampur tersebut kurang lebih 1 kg, sampel tanah selanjutnya dapat dibawa ke laboratorium

untuk uji sifat fisik.

Erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-

tumbuhan (vegetasi), dan manusia terhadap tanah (Arsyad, 1989) yang dinyatakan dengan rumus

sebagai berikut :

E = f ( i.r.v.t.m )

Keterangan :

E = Erosi f = fungsi

i = Iklim r = Topografi

v = Vegetasi t = Tanah

m = Manusia
Begitu besarnya bahaya erosi yang pada akhirnya merugikan kehidupan manusia, oleh

karena itu beberapa ahli membagi faktor-faktor yang menjadi penyebab erosi dan berupaya untuk

menanggulanginya. Menurut (Rahim, 2000) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi erosi

adalah

Energi, yang meliputi hujan, air limpasan, angin, kemiringan dan panjang lereng, Ketahanan;

erodibilitas tanah (ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah), dan Proteksi, penutupan tanah

baik oleh vegetasi atau lainnya serta ada atau tidaknya tindakan konservasi. Morgan (1979)

dalam Nasiah (2000) menyatakan bahwa kemampuan mengerosi, agen erosi, kepekaan erosi dari
tanah, kemiringan lereng, dan keadaan alami dari tanaman penutup tanah merupakan faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap erosi tanah.

Erosi yang terjadi di bawah tegakan karet dapat dikatakan rendah, karena adanya

tumbuhan bawah yang akan mengurangi pengikisan pada saat terjadinya hujan. Serta kondisi

topografi yang datar juga memperlambat terjadinya run off atau aliran permukaan yang

membawa permukaan tanah menuju ke tempat rendah.

Sedimentasi

Sedimentasi merupakan pengendapan material yang dibawah oleh angin, air, atau gletser.

Semua hasil erosi akan diendapkan disuatu tempat, baik di sungai, lembah, lereng pegunungan

ataupun dasar laut yang dangkal. Kadang kala hasil sedimentasi kembali mengalami erosi. Jika

ini terjadi, akan terbentuk peneplain. Tipe sedimentasi berdasarkan pada jenis partikel dan

kemampuan pertikel untuk berinteraksi, sedimentasi dapat diklasifikasikan kedalam 4 tipe, yaitu:

 Settling tipe I: merupakan pengendapan partikel diskret, partikel mengendap secara

individual dan tidak ada interaksi antar-partikel.

 Settling tipe II: merupakan pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar-partikel

sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah.

 Settling tipe III: merupakan pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar-

partikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap.

 Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikelyang telah mengendap yang tejadi karena

berat partikel.

Proses terjadinya sedimentasi berdasarkan tempat pengendapan dan tenaga yang

mengendapkannya, proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:


1. Sedimentasi fluvial, merupakan proses pengendapan materi yang diangkut oleh sungai dan

diendapkan disepanjang aliran sungai , danau, waduk, atau muara sungai. Hasil bentuknya antara

lain delta dan bantaran sungai.

2. Sedimentasi eolis ( sedimentasi teresterial ) merupakan proses pengendapan materi yang

diangkut oleh angin. Bentuknya antara lainberupa gugus pasir (sand dunes) atau gundukan pasir

yang seringkali ditemukan di pantai.

3. Sedimentasi laut (marine sedimentation), merupakan hasil abrasi pantai yang kemudian

diendapkan kembali disepanjang pantai. Contoh hasil bentukannya, antara lain endapan puing

karang (beach), endapan gosong pasir (bar), dan endapan pasir yang menghubungkan dua pulau

(tombolo).

Sedimen di dalam sungai, terlarut atau tidak terlarut, merupakan produk dari pelapukan

batuan induk yaitu partikel-partikel tanah. Begitu sedimen memasuki badan sungai, maka

berlangsunglah pengangkutan sedimen. Kecepatan pengangkutan sedimen merupakan fungsi dari

kecepatan aliran sungai dan ukuran partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti tanah

liat dan debu dapat diangkut aliran air dalam bentuk terlarut (wash load). Pasir halus bergerak

dengan cara melayang (suspended load), sedang partikel yang lebih besar antara lain, pasir kasar

cenderung bergerak dengan cara melompat (saltation load). Partikel yang lebih besar dari pasir,

misalnya kerikil (gravel) bergerak dengan cara merayap atau menggelinding di dasar sungai (bed

load). Karena bed load senantiasa bergerak, maka permukaan dasar sungai kadang-kadang naik

(agradasi), tetapi kadang-kadang turun (degradasi) dan naik turunnya dasar sungai disebut

alterasi dasar sungai (river bed alterasion). Wash load dan suspended load tidak berpengaruh

pada alterasi dasar sungai, tetapi dapat mengendap di dasar-dasar waduk atau muara-muara
sungai. Penghasil sedimen terbesar adalah erosi permukaan lereng pegunungan, erosi sungai

(dasar dan tebing alur sungai) dan bahan-bahan hasil letusan gunung berapi yang masih aktif.

Proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu proses sedimentasi

geologis dan proses sedimentasi yang dipercepat. Sedimentasi secara geologis merupakan proses

erosi tanah yang berjalan secara normal, artinya proses pengendapan yang berlangsung masih

dalam batas-batas yang diperkenankan atau dalam keseimbangan alam dari proses degradasi dan

agradasi pada perataan kulit bumi akibat pelapukan. Sedimentasi yang dipercepat merupakan

proses terjadinya sedimentasi yang menyimpang dari proses secara geologi dan berlangsung

dalam waktu yang cepat, bersifat merusak atau merugikan dan dapat mengganggu keseimbangan

alam atau kelestarian lingkungan hidup. Kejadian tersebut biasanya disebabkan oleh kegiatan

manusia dalam mengolah tanah. Cara mengolah tanah yang salah dapat menyebabkan erosi tanah

dan sedimentasi yang tinggi. Proses pengangkutan sedimen (sediment transport) adalah sebagai

berikut :

a. Pukulan air hujan (rainfall detachment) terhadap bahan sedimen yang terdapat diatas tanah

sebagai hasil dari erosi percikan (splash erosion) dapat menggerakkan partikelpartikel tanah

tersebut dan akan terangkut bersama-sama limpasan permukaan (overland flow).

b. Limpasan permukaan (overland flow) juga mengangkat bahan sedimen yang terdapat di

permukaan tanah, selanjutnya dihanyutkan masuk kedalam alur-alur (rills), dan seterusnya

masuk kedalam selokan dan akhirnya ke sungai.

c. Pengendapan sedimen, terjadi pada saat kecepatan aliran yang dapat mengangkat (pick up

velocity) dan mengangkut bahan sedimen mencapai kecepatan pengendapan (settling velocity)

yang dipengaruhi oleh besarnya partikel-partikel sedimen dan kecepatan aliran.


Besarnya ukuran sedimen yang terangkut aliran air ditentukan oleh interaksi faktor-faktor

sebagai berikut: ukuran sedimen yang masuk ke badan sungai, karakteristik saluran, debit dan

karakteristik fisik partikel sedimen. Besarnya sedimen yang masuk sungai dan besarnya debit

ditentukan oleh faktor iklim, topografi, geologi, vegetasi dan cara bercocok tanam di daerah

tangkapan air yang merupakan asal datangnya sedimen. Sedang karakteristik sungai yang

penting, terutama bentuk morfologi sungai, tingkat kekasaran dasar sungai dan kemiringan

sungai. Interaksi dari masing-masing faktor tersebut akan menentukan jumlah dan tipe sedimen

serta kecepatan pengangkutan sedimen.

Hasil dari sedimentasi

a. Pengendapan oleh air

1. Meander

Meander merupakan sungai yang berkelok-kelok yang terbentuk karena adanya

pengendapan. Proses berkelok-keloknya sungai dimulai dari sungai bagian hulu. Pada bagian

hulu, volume air kecil dan tenaga yang terbentuk juga kecil. Akibatnya, sungai mulai

menghindari penghalang dan mencari rute yang paling mudah dilewati. Sementara itu, pada

bagian hulu belum terjadi pengendapan. Pada bagian tengah, yang wilayahnya mulai datar aliran

air mulai lambat dan membentuk meander. Proses meander terjadi pada tepi sungai, baik bagian

dalam maupun tepi luar. Di bagian sungai yang alirannya cepat akan terjadi pengikisan,

sedangkan bagian tepi sungai yang lamban alirannya akan terjadi pengendapan. Apabila hal itu

berlangsung secara terus-menerus, akan membentuk meander. Meander biasanya terbentuk pada

sungai bagian hilir, di mana pengikisan dan pengendapan terjadi secara berturut-turut. Proses

pengendapan yang terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan kelokan sungai terpotong dan

terpisah dari aliran sungai, sehingga terbentuk oxbox lake.


2. Delta

Ketika aliran air mendekati muara, seperti danau atau laut kecepatan alirannya menjadi

lambat. Akibatnya, terjadi pengendapan sedimen oleh air sungai. Pasir akan diendapkan

sedangkan tanah liat dan lumpur akan tetap terangkut oleh aliran air. Setelah sekian lama, akan

terbentuk lapisan-lapisan sedimen. Akhirnya lapisan-lapisan sedimen membentuk dataran yang

luas pada bagian sungai yang mendekati muaranya dan membentuk delta. Pembentukan delta

memenuhi beberapa syarat. Pertama, sedimen yang dibawa oleh sungai harus banyak ketika akan

masuk laut atau danau. Kedua, arus panjang di sepanjang pantai tidak terlalu kuat. Ketiga, pantai

harus dangkal. Contoh bentang alam ini adalah delta Sungai Musi, Kapuas, dan Kali Brantas.

Contoh lain dari delta, yaitu Delta runcing, contoh: delta sungai tiber di pantai Italia, Delta

cembung atau delta busur seperti kipas. Contoh : delta sungai Nil di Mesir, Delta pengisi

estuarium. Estuarium adalah muara sungai yang berbentuk corong. Contoh: delta sungai seine di

Prancis, Delta kaki burung atau delta lobben. Contoh: delta sungai Mississippi di teluk Meksiko.

3. Dataran banjir dan tanggul alam

Apabila terjadi hujan lebat, volume air meningkat secara cepat. Akibatnya, terjadi banjir dan

meluapnya air hingga ke tepi sungai. Pada saat air surut, bahan-bahan yang terbawa oleh air

sungai akan terendapkan di tepi sungai. Akibatnya, terbentuk suatu dataran di tepi sungai.

Timbulnya material yang tidak halus (kasar) terdapat pada tepi sungai. Akibatnya, tepi sungai

lebih tinggi dibandingkan dataran banjir yang terbentuk. Bentang alam itu disebut tanggul alam.

b. Pengendapan oleh Air Laut

Batuan hasil pengendapan oleh air laut disebut sedimen marine. Pengendapan oleh air laut

dikarenakan adanya gelombang. Bentang alam hasil pengendapan oleh air laut, antara lain,

pesisir, spit, tombolo, dan penghalang pantai. Pesisir merupakan wilayah pengendapan di
sepanjang pantai. Biasanya terdiri atas material pasir. Ukuran dan komposisi material di pantai

sangat bervariasi tergantung pada perubahan kondisi cuaca, arah angin, dan arus laut.

Arus pantai mengangkut material yang ada di sepanjang pantai. Jika terjadi perubahan arah, arus

pantai akan tetap mengangkut material-material ke laut yang dalam. Ketika material masuk ke

laut yang dalam, terjadi pengendapan material. Setelah sekian lama, terdapat akumulasi material

yang ada di atas permukaan laut. Akumulasi material itu disebut tepi. Jika arus pantai terus

berlanjut, spit akan semakin panjang. Kadangkadang spit terbentuk melewati teluk dan

membentuk penghalang pantai (barrier beach). Apabila di sekitar spit terdapat pulau, biasanya

spit akhirnya tersambung dengan dataran, sehingga membentuk tombolo.

c. Pengendapan oleh Angin

Sedimen hasil pengendapan oleh angin disebut sedimen aeolis. Bentang alam hasil

pengendapan oleh angin dapat berupa gumuk pasir (sand dune). Gumuk pantai dapat terjadi di

daerah pantai maupun gurun. Gumuk pasir terjadi jika terjadi akumulasi pasir yang cukup

banyak dan tiupan angin yang kuat. Angin mengangkut dan mengendapkan pasir di suatu tempat

secara bertahap sehingga terbentuk timbunan pasir yang disebut gumuk pasir (sand dunes).

Bentukan alam hasil pengendapan angin selain dari gumuk pasir, antara lain tanah Loss, yaitu

debu yang dibawah oleh angin dari gurun yang mengendap disekitarnya, barchan yaitu gumuk

pasir yang berbentuk seperti tapal kuda. Terdapat disekitar Pantai Parangritis Yogyakarta, Beach

ridge yaitu beting pantai yang berupa gundukan pasir atau puing-puing batu karang di sekitar

Pantai Cliff, dan Moraine, kettles, esker, dan drumline yaitu gundukan batuan yang tertinggal

diujung gletser.

d. Pengendapan oleh Gletser


Sedimen hasil pengendapan oleh gletser disebut sedimen glasial. Bentang alam hasil

pengendapan oleh gletser adalah bentuk lembah yang semula berbentuk V menjadi U. Pada saat

musim semi tiba, terjadi pengikisan oleh gletser yang meluncur menuruni lembah. Batuan atau

tanah hasil pengikisan juga menuruni lereng dan mengendap di lembah. Akibatnya, lembah yang

semula berbentuk V menjadi berbentuk U.

Material-material yang dibawah dari wilayah kikisan akan diendapkan pada wilayah-

wilayah pengendapan. Hal ini terjadi karena tenaga yang membawah hasil kikisan telah

berkurang, sehingga sebagia atau seluruh material yang dibawahnya diendapkan. Tentu saja

material-material yang berukuran lebih besar akan diendapkan terlebih dahulu disbanding

material yang lebih halus. Ciri-ciri wilayah endapan adalah sebagai berikut:

1. Daerah cekungan dan daratan merupakan daerah endapan dari bentuk muka bumi

disekitarnya yang lebih tinggi.

2. Berdasarkan hal tersebut, maka lungkungan tertentu dapat menjadi petunjuk bahwa daerah

tersebut merupakan wilayah endapa. Misalnya danau, kipas alluvial, dataran sekitar sungai

(dataran alluvial), bukit pasir (barkhan), dan ujung gletser. Di daerah sekitar pesisir ditemukan

beberapa wilayah endapan, seperti delta, laut dangkal, laguna, dan dataran pasang.

3. Karena material tanah banyak diendapkan pada wilayah endapan, maka wilayah ini memiliki

kedalaman tanah relatif tebal atau dalam.

4. Biasanya, tanah yang dibawa dari wilayah kikisan merupakan tanah yang subur. Akibatnya,

pada wilayah endapan akan terbentuk endapan tanah yang subur pula.

5. Biasanya ditemukan struktur pelapisan atau stratifikasi pada lapisan tanahnya sebagai akibat

dari pengendapan material yang tidak sama ukurannya atau karena proses pemilihan (butiran

kasar berada di bawah butiran halus).


6. Kadang ditemukan fosil makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan yang terkubur pada

saat pengendapan.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut, dapat kita sebutkan beberapa bentukan hasil proses pengendapan,

antara lain berupa delta, tanggul sungai, tanggul pantai, beting, gosong, meander, dan sungai

mati.

 Delta merupakan hasil pengendapan sungai. Adanya delta juga menunjukkan aliran air di

daerah tersebut adalah tenang.

 Tanggul sungai, terdapat di tepi sungai dan arahnya sejajar dengan sungai.

 Tanggul pantai, merupakan hasil pengendapan material yang dibawaoleh sungai tetapi

dibantu oleh arus laut dengan arah tegak lurus terhadap tanggul sungai.

 Beting, merupakan endapan di tengah sungai. Atau di muara karena menurunnya daya

angkut air sungai dengan tiba-tiba.

 Gosong sama dengan beting, hanya saja permukaan gosong kadang-kadang tampak di

permukaan air, kadang-kadang tidak.

 Meander, merupakan belokan sungai hingga 180 derajat atau lebih.

 Sungai mati (oxbow lake), yaitu bagian sungai yang terpotong yang berbentuk bulan sabit

dan merupakn sungai mati, sehingga tampak seperti danau.

Cara pengendalian sedimen yang terbaik adalah pengendalian sedimen yang dimulai dari

sumbernya, yang berarti merupakan pengendalian erosi. Upaya pengendalian sedimen untuk

memperkecil akibat-akibatnya antara lain berupa:

 Pengendalian sungai (river training)

 Perencanaan bangunan inlet yang baik untuk penyadapan air ke saluran

 Pemilihan lokasi bendungan yang tepat


 Pembangunan Bangunan Pengendali Sedimen (chek dam) di hulu waduk

 Membuat alur pintas atau sudetan

 Perencanaan outlet waduk yang baik

 Perencanaan bangunan (structures) yang baik.

Sedimentasi pada DAS Maluka dilakukan dengan beberapa prosedur yaitu diawali

dengan mendata lebar sungai pada DAS Maluka sebagai objek sebesar 14,30 m kemudian

dilakukan pembagian lebar sungai menjadi 2 bagian sehingga lebar sungai tiap segmennya

adalah 7,15 m. Posisi pengamat berada pada bagian kiri, tengah dan kanan sungai. Setiap segmen

terdapat beberapa pengamat dengan cara pengambilan sedimentasi dilakukan sebanyak 9 kali

dengan pengambilan titik sampel di kiri, tengah dan kanan sungai dengan tiap-tiap titik diambil 3

posisi pengambilan yaitu di permukaan sungai, pertengahan sungai dan dasar sungai. Cara

pengambilan sampel pada bagian permukaan adalah langsung mengambil air sungai sampel

sebagaimana lazimnya, berbeda dengan bagian tengah dan dasar sungai dilakukan dengan cara

menutup botol terlebih dahulu dimana setelah mencapai titik pengambilan yang dianggap relevan

pengambilan sampel dapat dilakukan. Pengambilan air sungai pada tiap posisi sungai dalam

suatu titik sampel selanjutnya akan dijadikan satu dalam ember dan dijadikan sebagai satu

sampel bagian titik sampel terkait. Posisi pengamat saat pengambilan sampel adalah dengan

berlawanan arah arus sungai dimana diupayakan agar sedimentasi dari pengamat tidak terikut

dalam sampel atau bisa dikatakan agar menghindari bias sampel. Hasil yang didapat adalah

warna pada bagian kanan dan kiri sungai memiliki perbedaan warna yang tidak berbeda

signifikan, sedangkan warna pada bagian tengah sungai lebih pekat dibandingkan keduanya.

Perbedaan warna sedimen tersebut kemungkinan terjadi akibat adanya perbedaan kandungan

yang ada didalamnya. Kandungan mineral yang ada akan mempengaruhi kenampakan fisik
sedimen. Menurut Giosan et al. (2002), warna merupakan parameter fisik yang mudah diamati.

Warna sedimen biasanya menggambarkan kandungan mineral atau zat besi yang ada

didalamnya. Mineral tanah liat dan kandungan karbonat dapat mencerahkan warna sedimen. Hal

tersebut juga diperkuat oleh Debret et al. (2011),.

Warna sedimen merupakan penilaian kualitatif yang penting untuk dilakukan. Warna

sedimen merupakan parameter yang digunakan untuk menggambarkan dan membedakan tipe

sedimen yang hubungannya dengan mineralogi dan komposisi kimia. Kandungan organik,

karbon, dan besi biasanya mempengaruhi warna sedimen. Warna kemerahan atau kekuningan

menggambarkan adanya kandungan Ferit (Fe3+), sedangkan warna hijau keabu-abuan

menunjukkan adanya zat besi (Fe2+). Kandungan bahan organik tinggi akan menghasilkan

warna gelap. Warna yang paling sering ditemui yaitu coklat muda hingga hitam. Faktor yang

mungkin mempengaruhi warna sedimen, antara lain kedalaman, ukuran butir, dan jenis

kandungan yang ada didalamnya. Hal tersebut diperkuat oleh Riyanto et al. (2012), warna hitam

pada sedimen umumnya mengindikasikan kandungan bahan organik yang meliputi residu

tanaman dan humus. Hal ini juga diperkuat oleh Voroney (2007), warna sedimen yang gelap

sampai kehitaman memiliki jumlah kandungan bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan

dengan sedimen yang memiliki warna coklat.


PENUTUP

KESIMPULAN

1. Diketahui hasil pengukuran debit menggunakan pelampung sebesar 1,67 m3/s dan

menggunakan currentmeter Sebesar 0,7 m3/s

2. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan agar banjir pada bagian hilir dapat terkendali

ialah dengan melakukan Tindakan yang dapat mencegah terjadinya erosi seperti

melakukan Tindakan vegetative seperti melakukan penanaman di sempadan sungai.

Tanaman yang digunakan sebagai penutup tanah sebaiknya mudah diperbanyak,

mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman

pokok, tetapi mempunyai sifat sebagai pengikat tanah yang baik. Selain itu tidak

mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, tumbuh cepat, banyak menghasilkan

daun dan tidak berubah menjadi gulma.

3. Pengambilan sampel tanah terusik dapat dilakukan menggunakan bor tanah dengan

kedalaman pengeboran yaitu 30 cm, pengeboran tanah dilakukan sebanyak 2 kali dengan

pengambilan sampel pada 5 titik berbeda. Pengambilan sampel tanah porositas dapat

dilakukan dengan menggunakan alat ring sampel yang di tekan kedalam tanah, dengan

kedalaman 10 cm. Tanah yang di ambil hanya tanah yang berada didalam ring sampel.

4. Besarnya sedimentasi pada DAS Maluka dapat dilihat dari hasil lab, namun pada praktek

kali ini tidak dilakukan pengujian lab sehingga tidak dapat diketahui secara pasti mengenai

besaran sedimentasi pada DAS Maluka.

Anda mungkin juga menyukai