Anda di halaman 1dari 10

Review Video Pemanenan Kelapa Sawit

Toni Wijaya (201911062)


Teknik dan waktu pemanenan yang tepat diperlukan untuk mencapai produktivitas
yang baik di industri kelapa sawit. Kegiatan panen sawit secara umum masih dilakukan
secara manual mengandalkan tenaga manusia yang tergolong cukup sulit dan beresiko tinggi
dalam hal keselamatan kerja dan gangguan muskuloskeletal (MSD). Tujuan dari kajian ini
adalah untuk menganalisis kegiatan panen-muat kelapa sawit di beberapa perkebunan sawit
dengan pendekatan ergonomi dan mekanisme kerja yang optimal, baik dari sudut pandang
efektivitas maupun keselamatan kerja.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan penghasil minyak yang
potensial. Menurut FAO (2002) dengan yield yang tinggi, kelapa sawit dapat menghasilkan
lebih dari 20 ton tandan buah segar (TBS)/ha setiap tahunnya di bawah pengelolaan ideal
yang sama dengan 5 ton minyak/ha/tahun. Proses budidaya berperan sangat penting untuk
menghasilkan produk akhir, baik kuantitas maupun kualitas.
Panen merupakan kegiatan penting dalam kegiatan budidaya dan pengelolaan kelapa
sawit. Keberhasilan pemanenan akan menunjang pencapaian produktivitas tanaman (Pusat
Penelitian Kelapa Sawit, 2007).Dewasa ini, alat dan sistem yang digunakan untuk panen dan
muat sawit pada umumnya adalah secara manual oleh petani dengan menggunakan alat dodos
dan egrek untuk panen serta gerobak atau angkong untuk angkut muat. Beberapa jenis alat
atau teknologi sudah banyak diintrodusir dan digunakan saat ini, untuk sebagian kondisi
alat/teknologi tersebut cukup efektif, tetapi untuk beberapa kondisi lainnya sulit atau pun
kurang ekonomis untuk diaplikasikan.
Kegiatan pemanenan secara manual juga berpotensi untuk menimbulkan permasalahan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Hasil penelitian Hendra dan Rahardjo (2009) tentang
keluhan Musculoskeletal Disorders (MSD) pada pemanen kelapa sawit menyatakan bahwa
resiko pekerjaan pemanenan (panen dan muat) mempunyai kategori tinggi (skor 8-10)
berdasarkan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA). Oleh karena itu, kegiatan panen
yang secara umum masih mengandalkan kerja manual perlu dikaji secara ergonomi,
direncanakan dan diorganisir sehingga metode dan kapasitas panen yang optimal dapat
ditentukan sesuai dengan kapasitas tenaga panen dan kaidah-kaidah keselamatan dan
kesehatan kerja.
Menurut Barnes (1980), study gerak (motion study) merupakan salah satu cabang
dalam kajian ergonomi yang lazim dilakukan guna mendesain suatu metode atau prosedur
atau cara kerja yang efektif – yaitu dengan effort sekecil mungkin untuk mendapatkan hasil
sebaik mungkin – dimana prosedur atau metode kerja tersebut juga harus sesuai dengan
karakteristik orang yang melakukannya. Oleh karena itu, motion study boleh juga dimaknai
sebagai work method design. Lebih lanjut, Barnes (1980) mengungkapkan bahwa studi gerak
yang dilakukan bersamaan dengan studi waktu (motion and time study) merupakan
pendekatan yang lazim digunakan untuk: (1) mendesain metode atau prosedur kerja yang
sesuai, (2) standardisasi suatu operasi (pekerjaan), (3) menentukan waktu standar dari suatu
pekerjaan, (4) training bagi operator dari suatu pekerjaan. Dalam kaitannya dengan penelitian
ini, studi gerak dilakukan untuk mengevaluasi dan mendesain prosedur kerja yang lebih baik
pada proses pemanenan sawit di lokasi studi.
Penggunaan egrek jauh lebih dominan dibandinkan dodos untuk memanen secara
umum. Egrek diunakan untuk memanen pohon > 3 m. Hasil analisis gerak membuktikan
bahwa pemanenan dengan menggunakan egrek (CuE) relatif lebih sulit dan beresiko
dibandingkan panen dengan dodos (CuD). Gambar 4 menunjukkan analisis selang alami
gerak pada elemen kerja cutting dengan egrek saat gerakan posisi awal saat egrek sudah siap
untuk ditarik yang berarti pisau egrek sudah dalam posisi mengait tandan kelapa sawit atau
pelepah gerakan menarik egrek yang pertama dan yang terakhir adalah gerakan menarik
egrek yang kedua sampai tandan kelapa sawit atau pelepah berhasil terpotong.
Jarak Kerja yang Aman
Pada kegiatan cutting dengan egrek, resiko ergonomi tergolong tinggi sehingga
memerlukan perbaikan prosedur kerja. Salah satu perbaikan prosedur kerja yaitu dengan cara
membuat simulasi jarak kerja yang aman sehingga menghasilkan panduan prosedur jarak
pemanenan yang aman. Simulasi jarak kerja yang aman dibuat dari informasi tingkat dan
distribusi resiko gerakan setiap bagian tubuh pemanen, model manekin pemanen dan data
dimensi alat.
Masalah yang selalu dihadapi di perkebunan kelapa sawit adalah kehilangan hasil
produksi selama proses pemanenan. Menurut Miranda (2009) Kehilangan produksi adalah
salah satu hal yang harus dihindari dalam mencapai kuantitas dan kualitas produksi yang
optimal. Produksi yang optimal hanya dapat dicapai apabila losses (kehilangan) produksi
minimal. Dengan demikian pengertian menaikkan produksi adalah memperkecil losses
produksi. Sumber losses produksi di lapangan yaitu : 1) Buah mentah yang terpanen, 2) Buah
masak tinggal di pohon (tidak dipanen), 3) Brondolan tidak dikutip, 4) Brondolan di tangkai
janjang. Standar toleransi kebun untuk kualitas buah yaitu tidak ada buah mentah yang
dipanen dan buah masak tidak dipanen. Pemotongan buah mentah tidak boleh dilakukan
karena kebun akan mendapatkan kerugian yaitu kehilangan sebagian potensi produksi minyak
kelapa sawit (MKS), sehingga produktivitas MKS menurun (Lubis, 1992). Pencapaian
produktivitas kelapa sawit yang tinggi dan minyak yang berkualitas dihasilkan oleh
manajemen yang baik, mulai dari persiapan panen hingga pengangkutan TBS ke pabrik serta
penentuan dalam tenaga panen. sehingga penulis memilih manajemen panen agar dapat
mempelajari lebih banyak mengenai manajemen yang baik untuk memperoleh hasil kelapa
sawit yang berkualitas
Cara panen buah kelapa sawit dilakukan dengan memotong tandan buah segar (TBS)
dan memotong pelepah daun yang menghalangi proses pemotongan TBS. Saat ini Indonesia
menggunakan 2 jenis alat panen tradisional, yaitu: dodos dan egrek. Pemanenan dengan
metode dodos menggunakan pisau dengan bentuk chisel sedangkan egrek menggunakan
pisau bentuk sickle atau arit. Dodos pada umumnya digunakan untuk pohon kelapa sawit
dengan ketinggian 2-5 m, sedangkan egrek, untuk pohon kelapa sawit dengan ketinggian 5 m
atau lebih. Kedua alat ini membutuhkan tenaga yang besar dari pemanen karena memotong
TBS dilakukan gerakan menusuk untuk dodos dan gerakan menarik untuk egrek (Fauzi,
2012).
Pemanenan menggunakan alat tradisional dodos dan egrek manual menghasilkan
sikap kerja berbeda dan mempengaruhi postur tubuh pemanen. Postur tubuh dalam
melakukan pemanenan dengan posisi berdiri, merupakan suatu totalitas perilaku kesiagaan
dalam menjaga keseimbangan fisik dan mental (Kuswana, 2014).
Kontraksi otot tulang belakang yang kuat dalam waktu lama mengakibatkan kelelahan
(fatique). Posisi berdiri membungkuk juga lebih membebani otot rangka tulang belakang.
Perlawanan terhadap suatu beban momen tubuh mengakibatkan otot mengalami kelelahan
dan menyebabkan produktivitas pemanen menurun. Produktivitas kerja merupakan rasio
jumlah keluaran yang dihasilkan per total tenaga kerja yang dipekerjakan. Peningkatan
produktivitas kerja dapat terlihat dari meningkatnya hasil keluaran kerja per jam ataupun
waktu yang telah dihabiskan (Wignjosoebroto, 2006). Pengelolaan tenaga kerja yang baik
dapat mengurangi tingkat kesalahan tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas (Lubis,
1992). Faktor yang memengaruhi produktivitas yaitu kelelahan. Kelelahan secara langsung
memengaruhi performansi kerja. Kecenderungan tingkat performansi kerja yang tinggi
menunjukkan produktivitas yang tinggi, namun sebaliknya performansi kerja yang tidak
memenuhi kriteria perusahaan maka akan mempunyai produktivitas yang rendah (Tarwaka,
2004).
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa K3 mempengaruhi produktivitas.
Ningsih (2014), menyatakan bahwa K3 lebih dominan mempengaruhi produktivitas di bagian
produksi pada PT. Sawit Asahan Indah dibandingkan dengan disiplin kerja. Novianti (2017),
menyatakan bahwa 76,7% pemanen kelapa sawit mengalami keluhan musculoskeletal
disorders (MSDs). Selain karakteristik pekerja, kelelahan juga berhubungan dengan cara
kerja khususnya memotong TBS dan pelepah Mentari (2012)
Pada umumnya umur ekonomis tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan adalah 25
tahun, tetapi dewasa ini umur ekonomis tanaman bisa mencapai lebih dari 25 tahun. Pada
umur diatas umur ekonomis tanaman sudah tinggi sehingga sulit dipanen, tandannya sudah
jarang sehingga secara perhitungan tidak ekonomis lagi (Fadli, 2006). Menurut Fadli (2006),
usia kelapa sawit 3-8 tahun dikelompokkan sebagai muda, usia 9-13 tahun dikelompokkan
sebagai remaja, usia 14-20 tahun dikelompokkan sebagai dewasa, dan usia kelapa sawit
diatas 20 tahun dikelompokkan sebagai tua. Sedangkan pengelompokan berdasarkan masa
berbuah, usia 0-3 tahun dikelompokkan sebagai TBM (Tanaman Belum Menghasilkan), usia
kelapa sawit diatas 3 tahun dikelompokkan sebagai TM (Tanaman Menghasilkan).
Sistem pemanen kelapa sawit. Hasil panen utama dari tanaman kelapa sawit adalah
buah kelapa sawit yang disebut tandan buah segar (TBS). Tanaman kelapa sawit mulai
berbunga dan membentuk buah pada umur 2-3 tahun. Panen harus dilakukan pada saat
kematangan buah optimum, agar diperoleh tingkat kandungan minyak dalam daging buah
yang maksimum dan dengan mutu yang baik. Tandan buah dinyatakan matang jika
brondolannya telah lepas atau jatuh secara alami dari tandannya (Mangoensoekarjo , 2003).
Panen dilakukan 6 hari dalam seminggu, 1 hari untuk pemeliharaan alat. Tingkat
produksi dipengaruhi kualitas tanaman, kesuburan tanah, keadaan iklim, umur tanaman,
pemeliharaan tanaman dan serangan hama penyakit. Menurut Fadli (2006), panen
memerlukan teknik tertentu agar mendapatkan hasil panen yang berkualitas.
Persiapan panen. Persiapan panen merupakan pekerjaan yang mutlak
dilakukan untuk memutuskan tanaman belum menghasilkan (TBM) menjadi tanaman
menghasilkan (TM). Persiapan panen yang baik akan menjamin tercapainya target
produksi dengan biaya yang seminimal mungkin, kegiatan persiapan tediri dari
kesiapan kondisi areal, penyediaan tenaga panen, pembagian seksi potong buah,
penyediaan alat-alat kerja. Kegiatan persiapan panen kelapa sawit yang dilakukan
adalah:
a. tanaman kelapa sawit mencapai ketinggian 8 meter 60% pohon telah
menghasilkan tandan matang panen
b. berat TBS rata-rata ≥ 22,15 kg

c. membuat jalan pikul

d. membuat tempat pengumpulan hasil (TPH).

e. menyiapkan peralatan panen diantaranya egrek yang terbuat dari fiber (2


batang), kampak, tojok, keranjang atau karung goni, gancu, ember, dan angkong.
Cara pelaksanaan panen. Proses kerja memanen kelapa sawit meliputi pekerja
memotong tandan buah segar (TBS), memungut brondolan, menumpuk- kan pelepah daun
yang di potong secara teratur dengan cara ditelungkupkan dan mengangkut dari pohon ke
tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Pelaksanaan panen dan pengangkutan ke
pabrik tidak dilakukan secara sem- barangan, tetapi perlu dilakukan dengan baik sehingga
diperoleh buah dengan rendemen minyak yang tinggi dengan kualitas minyak yang baik
(Fadli, 2006).
Rotasi panen. Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir
sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Dalam pemanenan kelapa sawit umumnya
menggunakan rotasi 7 hari. Artinya satu areal panen harus dimasuki (diancak) pemanen tiap
7 hari. Rotasi panen dianggap baik bila buah tidak lewat matang, yaitu dengan menggunakan
sistem 6/7, artinya dalam satu minggu terdapat 6 hari panen dan masing-masing ancak panen
diulang 7 hari berikutnya (Fadli, 2006).
Penanganan buah selepas panen. Penanganan buah selepas panen yang perlu
mendapat perhatian adalah pengangkutan buah dari pohon ke tempat pe- ngumpulan hasil
(TPH), selanjutnya pengangkutan ke pabrik. Penanganan buah yang baik akan dapat menjaga
rendemen minyak tetap tinggi (Fadli, 2006).
Pengangkutan tandan buah segar (TBS) ke pabrik. Tandan buah segar harus segera
diangkut ke pabrik untuk diolah. Buah yang tidak segera diolah akan mengalami kerusakan.
Alat angkut yang dapat digunakan dari kebun ke pabrik diantaranya adalah truk. Setelah
tandan buah segar (TBS) sampai di pabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan
penting dilakukan terutama untuk mendapatkan angka-angka yang berkaitan dengan
produksi, pembayaran upah pekerja dan perhitungan rendemen minyak sawit (Fadli, 2006).

Metode Pemanenan Kelapa Sawit

Metode pemanenan diklasifikasikan berdasarkan jenis pisau yang digunakan pemanen


untuk pemotongan tandan buah segar (TBS). Pisau pemanen sawit dapat
diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu pisau dodos dan pisau egrek. Penggunaan alat
ini tergantung dari umur atau ketinggian pohon sawit. Berdasarkan tinggi tanaman ada
2 cara panen yang umum di lakukan oleh perkebunan kelapa sawit:

a. Untuk tanaman yang berumur kurang dari 7 tahun cara pemanenannya dengan
menggunakan alat dodos dengan gagang pipa besi atau tongkat kayu.
b. Untuk tanaman yang berumur lebih dari 7 tahun pemanenannya menggunakan
egrek yang disambung dengan pipa alumunium atau batang bambu.
Dodos merupakan salah satu alat pertanian yang digunakan untuk memanen
kelapa sawit. Dodos berfungsi untuk memanen buah kelapa sawit yang berumur di
bawah 8 tahun dengan ketinggian pohon sawit maksimal 5 meter. Bentuk mata pisau
dodos menyerupai kapak. Dodos merupakan alat yang penting untuk menunjang proses
pemanenan kelapa sawit (Fuadi, 2015).
Egrek merupakan salah satu alat yang digunakan untuk proses pemanenan
kelapa sawit. Alat ini berfungsi untuk memanen buah kelapa sawit dengan ketinggian
tanaman diatas 6 meter. Sama halnya dodos, egrek merupakan salah satu alat yang
penting untuk menunjang proses pemanenan di perkebunan sawit (Fuadi, 2015).
Menurut Fauzi (2012), cara panen buah kelapa sawit dilakukan dengan
memotong tandan buah segar (TBS) dan memotong pelepah daun yang menghalangi
proses pemotongan TBS. Saat ini Indonesia menggunakan 2 jenis alat panen
tradisional, yaitu: dodos dan egrek. Dodos menggunakan pisau dengan bentuk chisel
yang disambung dengan pipa panjang, sedangkan egrek mengguna- kan pisau dengan
bentuk sickle atau arit yang disambung dengan pipa panjang. Dodos pada umumnya
digunakan untuk pohon kelapa sawit dengan ketinggian 2-
5 m, sedangkan egrek digunakan untuk pohon kelapa sawit dengan ketinggian 5 atau
lebih. Alat tradisional ini membutuhkan tenaga yang besar dari pengguna karena untuk
memotong TBS dilakukan gerakan menusuk untuk dodos dan gerakan menarik untuk
egrek.
Menurut Sudianto (2014), pemanenan tandan kelapa sawit di Indonesia saat
ini masih dilakukan dengan alat-alat sederhana, yaitu dodos dan egrek. Dodos adalah
pisau yang digunakan untuk memotong pelepah maupun tandan dengan cara
disodok, sedangkan egrek merupakan pisau berbentuk sabit yang berfungsi sebagai alat
untuk memotong pelepah maupun tandan dengan cara ditarik. Proses pemanenan
dengan cara ini membutuhkan tenaga besar dan waktu kerja yang lama, sehingga
mengakibatkan susut panen yang cukup tinggi.
Menurut Akiyat (2007), Peralatan panen yang umum digunakan dalam kegiatan
panen adalah dodos besar dan kecil dengan lebar kurang lebih 10-12,5 cm, di sambung
dengan pipa besi atau tongkat kayu dengan diameter kurang lebih
4 cm untuk tanaman yang berumur < 6 tahun. Egrek yang disambung dengan
galah allumunium atau bambu untuk tanaman yang berumur > 6 tahun kemudian piring
plastik atau allumunium dan karung bekas untuk pengumpulan brondolan di TPH.
Kapak kecil atau parang untuk memotong tangkai TBS batu asah untuk mengasah
peralatan supaya tajam kereta dorong atau alat lainnya yang bertujuan untuk
mempermudah pengangkutan TBS, jaring panen atau alat untuk mengangkut
buah ke dalam truk lalu tojok atau gancu sebagai alat untuk mempermudah
pengangkutan TBS ke dalam truk dan jaring untuk mengamankan buah di truk agar
tidak jatuh.

Alat Pelindung Diri

Sehubungan dengan program RSPO maka setiap pekerja di kebun kelapa


sawit dan perkebunan lainnya diwajibkan memakai APD (alat pelindung diri) hal
ini bertujuan untuk menjaga keselamatan pekerja saat melakukan aktivitas kerja.
Alat pelindung diri yang digunakan disesuaikan dengan bagian badan yang
beresiko mengalami kecelakaan kerja mulai dari kepala sampai ke kaki, seperti:
1. Helm : untuk melindungi kepala dari benturan

2. Kaca mata : untuk melindungi mata dari serbuk halus

3. Ear plug : untuk mengurangi kebisingan

4. Masker : untuk melindungi masuknya benda kimia dan debu ke dalam


tubuh melalui hidung
5. Apron : baju untuk melindungi tubuh terpapar bahan kimia

6. Sarung tangan : untuk menghindari tangan mengalami luka dan


terpapar bahan kimia
7. Sepatu boot : untuk melindungi kaki terkena benda tajam dan benturan
Berikut adalah alat pelindung diri untuk berbagai jenis pekerjaan di
perkebunan kelapa sawit :
1. Pembukaan lahan :

a. Mandor : helm, sepatu boot

b. Operator sin saw : helm, ear plug, kaca mata, sarung tangan, sepatu boot
c. Operator alat berat : helm, sepatu boot
2. Pembibitan

Mandor : topi, sepatu boot b. Karyawan : topi, sepatu boot

3. Tanaman belum menghasilkan (TBM)

a. Mandor : helm, sepatu boot

b. Karyawan manual : topi, sepatu boot

c. Karyawan kimia (oles anak kayu) : topi, apron, sarung tangan, kaca
mata, sepatu boot, masker
4. Tanaman menghasilkan (TM)

a. Mandor : helm, sepatu boot

b. Karyawan manual : topi, sepatu boot

c. Karyawan kimia (semprot) : topi, apron, sarung tangan, kaca mata,


sepatu boot, masker
d. Pemanen kelapa sawit: helm, kaca mata, sarung tangan, sepatu boot

e. Pemupuk : topi, kaca mata, masker, sarung tangan, apron, sepatu boot

Sikap Kerja

Menurut Anies (2014), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dengan
sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu:
1. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau berdiri secara
bergantian.
2. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini
tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil.

3. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak membebani, tetapi
dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang tidak dipakai untuk
bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha).

Gambaran Metode Panen dengan Produktivitas

Cara panen buah kelapa sawit dengan menggunakan alat panen tradisional
dodos dan egrek membutuhkan tenaga yang besar dari pengguna karena untuk
memotong TBS dilakukan gerakan menusuk untuk dodos dan gerakan menarik
untuk egrek (Fauzi, 2012).
Pada sikap kerja berdiri berat tubuh manusia akan ditopang oleh kaki, aliran
beban berat tubuh ditambah lagi peralatan kerja yang digunakan akan menuju
kearah kaki dikarenakan faktor gravitasi (Mentari, 2012). Beban yang tertumpu
pada kaki dapat menyebabkan kelelahan dikarenakan otot dipaksa untuk tetap
bekerja akibatnya terjadi penumpukan asam laktat sehingga dapat menimbulkan
kelelahan otot jika sikap kerja ini berlangsung dalam durasi yang lama (Astuti,
2007).
Sementara berdasarkan hasil survey pendahuluan, modifikasi pada alat
panen seperti dodos mesin dan egrek mesin yang diharapkan dapat meringankan
pekerjaan saat kegiatan pemanenan berlangsung justru tidak terlalu memberikan
dampak, dikarenakan beratnya alat, hasil potong yang tidak sesuai, dan tidak
terbiasanya pekerja dalam menguasai alat. Sehingga metode pemanenan secara
tradisional masih menjadi primadona dalam hal pemanenan kelapa sawit.
Landasan Teori
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman sejenis palma berakar
serabut atau monokotil. Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomis
adalah buah. Buah kelapa sawit tersusun dalam sebuah tandan yang disebut TBS
(Tandan Buah Segar). Satu tandan tanaman dewasa beratnya mencapai 20-35 kg,
bahkan ada yang mencapai diatas 40 kg, tergantung pada perawatan dan
pemupukan tanaman. Tandan tersusun dari 200-600 buah yang berkisar 20-35 gram
per buahnya (Fauzi, 2012).
Menurut Sudianto (2014), pemanenan tandan kelapa sawit di Indonesia
saat ini masih dilakukan dengan alat-alat sederhana, yaitu dodos dan egrek. Dodos
adalah pisau yang digunakan untuk memotong pelepah maupun tandan dengan
cara disodok, sedangkan egrek merupakan pisau yang berbentuk sabit yang
berfungsi sebagai alat untuk memotong pelepah maupun tandan dengan cara
ditarik. Proses pemanenan dengan cara ini membutuhkan tenaga besar dan waktu
kerja yang lama, sehingga mengakibatkan susut panen yang cukup tinggi.
Menurut Tarwaka (2004), sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja
yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya
pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan
sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka
semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal.
Menurut Harrianto (2009), nyeri pinggang (low back pain) adalah keluhan
rasa nyeri, ketegangan otot, atau rasa kaku di daerah pinggang dan terjadi akibat
stress fisik yang berlebihan pada sum-sum tulang belakang yang normal, atau stress
fisik yang normal pada sum-sum tulang belakang yang abnormal.
Produktivitas merupakan suatu ukuran kinerja seberapa baik sumber daya
produksi manusia dan sumber daya produksi dimanfaatkan untuk mendapatkan
hasil kerja yang ingin dicapai oleh suatu individu, organisasi atau perusahaan.
(Tarwaka, 2004).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu faktor yang
mendukung produktivitas kerja, dengan tindakan yang aman dan nyaman saat
bekerja akan mengurangi tingkat kecelakaan dan meningkatkan hasil produksi
perusahaan serta produktivitas kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja berarti
proses merencanakan dan mengendalikan situasi yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja melalui persiapan prosedur standar yang menjadi acuan dalam
bekerja (Hadiguna, 2009).
Angka kerapatan panen (AKP) adalah perbandingan antara buah matang
dengan jumlah tanaman pada luasan sampel yang akan dipanen. AKP didapatkan
dari kegiatan taksasi panen yang dilakukan satu hari sebelum panen. AKP akan
mengetahui estimasi produksi yang akan didapatkan.
Pelaksanaan panen yang baik ditentukan oleh alat panen yang tersedia
dengan baik. Perusahaan telah menyediakan alat-alat untuk menunjang pelaksanaan
panen sesuai standar dan dibagikan pada setiap pemanen. Setiap alat panen yang
disediakan oleh perusahaan memiliki spesifikasi dan kegunaanya masing-masing
Kapasitas panen adalah kemampuan pemanen dalam menurunkan buah
dalam satu hari panen. Prestasi dan penghasilan pemanen dapat diukur melalui
pencapaian kapasitas panen dan basis. Pemanen divisi 2 memiliki kapasitas panen
yang berbeda. Pengamatan dilakukan terhadap 30 pemanen untuk melihat kapasitas
panen per hari dan pencapaian basis pada setiap pemanen
Alat–alat dalam kegiatan potong buah memiliki fungsinya masing-masing.
Penggolongan alat kerja panen dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat untuk memotong TBS,
alat untuk bongkar muat TBS, dan alat untuk membawa TBS ke TPH (Pahan, 2008). Alat
untuk memotong buah terdiri dari dodos dan egrek. Dalam SOP BGA penggunaan dodos
digunakan untuk panen pada tanaman kelapa sawit berusia 5 - 8 tahun dengan ketinggian
kurang dari 6 m, sedangkan penggunaan egrek digunakan pada tanaman kelapa sawit
berusia 9 tahun ke atas dengan ketinggian lebih dari 6 m. Alat untuk membawa TBS ke
TPH terdiri dari angkong, gancu, kapak dan karung. Alat untuk bongkar muat TBS yaitu
tojok.

Anda mungkin juga menyukai