Anda di halaman 1dari 41

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas penghasil minyak nabati di
Indonesia. Minyak nabati kelapa sawit dapat dijadikan sebagai minyak goreng,
bahan keperluan industri kimia, bahan kosmetik, dan lain-lain. Pada tahun 2014
luas total lahan sawit di Indonesia mencapai 10.956.231 ha. Pada awal 2001-
2004 luas areal kelapa sawit dan produksi masing-masing tumbuh dengan laju
3.97% dan 7.25% per tahun, sedangkan ekspor meningkat 13.05% per tahun.
Tahun 2010 produksi Crude Palm Oil(CPO) diperkirakan akan meningkat antara
5-6% sedangkan untuk periode 2010-2020, pertumbuhan produksi diperkirakan
berkisarantara 2-4% (Nasution et al., 2014).
Melihat begitu besarnya potensi yang dimiliki oleh kelapa sawit maka perlu
dilakukan peningkatan produksi pada komoditas ini. Langkah yang dapat diambil
untuk meningkatkan produksi salah satunya dengan melakukan penanganan
yang baik pada setiap proses produksi kelapa sawit. Salah satunya adalah
proses pemanenan kelapa sawit. Proses pemanenan kelapa sawit yang
dilakukan oleh perusahaan perkebunan masih dilakukan secara manual dengan
menggunakan pengait untuk memanen kelapa sawit. Apabila pada proses
pemanenan tidak dilakukan dengan hati-hati maka akan terdapat kehilangan
(looses) pada tandan buah segar (TBS) atau brondolan yang tidak terambil.
Menurut Dja’far (1992), rata-rata brondolan yang tidak diambil adalah 3
butir/tandan. Berdasarkan jumlah brondolan yang tidak terambil tersebut
tentunya sangat perlu untuk dilakukan penanganan. Beberapa penanganan
terhadap brondolan yang telah dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit adalah
masih menggunakan tenaga kerja manual dengan mengambil setiap buah
kelapa sawit yang jatuh (Error: Reference source not found). Tentunya hal tersebut
memiliki kelemahan seperti membutuhkan biaya tenaga kerja yang besar dan
waktu yang lama. Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan
alat yang dapat mengambil brondolan buah kelapa sawit, diharapkan dengan
menggunakan alat tersebut akan meminimalkan biaya tenaga kerja dan waktu.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Perlu pengkajiansifat fisik dan mekanik brondolan buah kelapa sawit.
2. Bagaimana menentukan desain alat pengutip brondolan kelapa sawit dikaji
dari aspek teknis yang baik, efektif, dan efisien?
3. Bagaimana mengetahui hasil kinerja alat pengutip brondolan kelapa sawit?
4. Bagaimana mengevaluasi aspek ergonomika alat pengutip brondolan kelapa
sawit?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Merancang bangun prototipe alat pengutip brondolan kelapa sawit.
2. Menganalisis kinerja alat pengutip brondolan kelapa sawit.

1.4 Manfaat Penelitian


Penguntip berondolan kelapa sawit ini untuk mempermudah petani kelapa
sawit untuk mengambil berondolan kelapa sawit yang tercecer ditanah setelah
proses pengambilan dari pohon.

2
II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit


Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak,
minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Sistematika klasifikasi tanaman
kelapa sawit adalah sebagai berikut:

Divisi : Embryophyta siphonagama


Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Arecaceae (Dahulu Palmae)
Sub-famili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : E. guineensis Jacq

Varietas kelapa sawit tenera ( gambar 1) merupakan hasil silangan antara


dura dan pisifera sehingga mempunyai karakteristik gabungan antara dura dan
pisifera. Kernel berukuran sedang dengan cangkang lebih tipis (0.5 – 4 mm),
tetapi bunga betina tetap fertile. Proporsi mesokarp tinggi (60% – 95%) dan
kadar minyak 22% – 25%, bahkan ada yang mencapai 28%. Dengan demikian,
maka hibrida tenera menjadi varietas yang digunakan dalam budidaya komersial,
sedangkan dura dan pisifera terus digunakan untuk menemukan varietas unggul
baru. Gambar Varietas kelapa sawit tenera dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Varietas kelapa sawit tenera


(sumber: http://ptalam.com)

3
Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras, menempel dan bergerombol
pada tandan buah. Jumlah per tandan dapat mencapai 1.600 yang berbentuk
lonjong sampai membulat. Panjang buah 2-5 cm, beratnya 15-30 gram.
Bagian-bagian buah terdiri atas kulit buah (exocarp), sabut dan biji (mesocarp).
Eksokarp dan mesokarp disebut perikarp. Biji terdiri atas cangkang (endocarp)
dan inti (kernel), sedangkan untuk inti sendiri terdiri atas endosperm atau putih
lembaga dan embrio. Dalam embrio terdapat bakal daun (plumula), bakal akar
(radicula) dan haustorium. Bagian dalam buah kelapa sawit dapat dilihat pada
gambar 2.

Gambar 2 Bentuk penampang melintang dan membujur buah kelapa sawit


(Sastrosayono, 2003)

2.2 Pemanenan Kelapa Sawit


Menurut hasil penelitian Lamade et al. (2006) tanaman normal dengan umur
8-13 tahun menghasilkan 20-22 tandan pertahun sedangkan jumlah tandan buah
pada tanaman tua dengan umur lebih dari 13 tahun menghasilkan 12-14
tandan.Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat
dipengaruhi oleh perlakuan sejak awal panen.Faktor penting yang cukup
berpengaruh adalah kematangan buah dan tingkat kecepatan pengangkutan
buah ke pabrik. Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan ALB
minyak sawit yang dihasilkan. Penentuan kriteria matang panen sangat penting
bagi mutu produk akhir karena terkait dengan tingkat kematangan buah.
Kandungan minyak maksimal dengan mutu yang baik hanya akan terjadi pada
saat buah benar-benar dalam keadaan matang. Panen sebaiknya dilakukan
pada saat buah berumur 15-17 minggu karena selain sudah menurunnya kadar
lemak, juga tidak terjadi peningkatan asam lemak bebas. Apabila pemanenan
buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan

4
mengandung ALB dalam persentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya jika
pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, selain kadar ALB
rendah, rendemen minyak yang diperoleh juga rendah. ada beberapa tingkatan
atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat
mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan.
Berdasarkan fraksi TBS tersebut, derajat kematangan yang baik adalah jika
tandan-tandan yang dipanen berada pada fraksi 1, 2, dan 3 (kiswanto ,2008).
Pada kegiatan pemanenan ada satu tahap yang sangat penting yakni
pemungutan atau pengutipan brondolan yang jatuh sebelum pemanenan
maupun dalam tahap pemanen. Pengutipan brondolan merupakan satu kegiatan
yang penting untuk dilakukan karena dalam mendapatkan standar kematangan
buah kelapa sawit ditentukan berdasarkan jumlah brondolan yang berada di
permukaan tanah di sekitar pohon kelapa sawit. Proses pengutipan brondolan
membutuhkan waktu yang lama karena dikerjakan secara manual oleh tukang
Brondolan (TB). Proses pengutipan brondolan secara manual berpotensi
menyebabkan gangguan kesehatan seperti gangguan otot rangka
(musculosceletal disorders), cedera dari sistem muskuloskeletal dan saraf
(repetitive strain injury), timbul seperti sakit di pergelangan tangan (carpal tunnel
syndrome).Proses pengutipan brondolan kelapa sawit dilakukan secara manual
dengan sebuah karung kemudian dibawa ke Tempat Pengumpulan Hasil (TPH).
Proses pengutipan brondolan kelapa sawit dilakukan dengan postur jongkok,
membungkuk dan kemudian berdiri secara berulang-ulang hampir selama 6 jam
tiap harinya. Kondisi jongkok yang berulang-ulang menyebabkan pekerja
cenderung mengalami sakit pinggan dan sebagainya. Hal ini terlihat dari
seringnya tukang brondolan mengurut pinggang dan lamanya tukang brondolan
untuk berdiri tegak dari posisi jongkok atau membungkuk (Dja’far, 1992).
Kriteria Pemanenan ditentukan berdasarkan jumlah buah yang membrondol
(lepas) dari tandan. Tandan yang beratnya < 10 kg (2 brondolan/kg tandan)
sedangkan tandan yang beratnya >10 kg (1 brondolan/kg tandan). Fraksi
kematangan buah kelapa sawit disajikan pada Tabel 1.

5
Tabel 1 Fraksi kematangan buah
No Fraksi Buah Sifat Buah Jumlah Brondolan

1 Fraksi 00 Sangat mentah Tidak ada

2 Fraksi 0 Mentah

3 Fraksi 1 Kurang matang 12,5-25% buah luar

4 Fraksi 2 Matang 1 25%-50% buah luar

5 Fraksi 3 Matang 2 50%-75% buah luar

6 Fraksi 4 Lewat matang 1 75%- 100% buah luar

7 Fraksi 5 Lewat matang 2 Buah dalam ikut membrondol

Sumber : PPKS 2006

2.3 Perkembangan Alat Pengutip Brondolan


2.3.1 Pengutip Brondolan Tipe Kawat
Pengutip brondolan ini menggunakan kawat fleksibel yang tersusun
seperti sebuahsangkar (Gambar ).Mekanisme pengutipan dari alat ini adalah alat
didorong di atas tumpukan rontokan buah sawit kemudian sangkar kawat akan
melebar dan buah sawit masuk dan terjebak di dalam sangkar kawat. Jika
sangkar sudah penuh makabrondolan yang terjebakdipindahkan ke dalam wadah
pengumpul.Kelemahan dari alat iniadalah dalam kegiatan pengutipan perlu
dilakukan berulang-ulang karena dalam satu kali mendorong tidak semua
brondolan masuk dan tertampung dalam sangkar kawatnya dan kapasitas
sangkarnya juga kecil. gambar Pengutip brondolan tipe kawatdapat dilihat di
gambar 3.

Gambar 3 Pengutip brondolan tipe kawat


(sumber: www.lelong.com)

6
2.4 Evaluasi Ergonomi
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan
informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia
merancang suatu sistem kerjasehingga manusia dapat hidup dan bekerja pada
sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan dengan efektif,
aman dan nyaman. Fokus dari ergonomi adalah manusia dan interaksinya
dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur, lingkungan dan pekerja serta
kehidupan sehari-hari dimana penekanannya adalah pada faktor manusia
(Nasution et al., 2014).
RULA (Rapid Upper Limb Assessment) merupakan suatu metode yang
berbentuk survei untuk mengidentifikasikan pekerjaan yang menyebabkan resiko
cedera kumulatif (Cummulative Trauma Disorders/CTD) melalui analisis postur,
gaya dan penggunaan otot. Hasil analisis akan mengindikasikan derajat
kencenderungan pekerja mangalami resiko tersebut dan menyediakan metode
untuk prioritas kerja untuk membantu dalam investigasi pekerjaan lebih lanjut.
Alat ini tidak memberikan rekomendasi yang spesifik terhadap modifikasi
pekerjaan. RULA merupakan alat untuk mngevaluasi faktor-faktor risiko postur,
konstraksi otot statis, gerakan repetitif dan gaya yang digunakan untuk suatu
pekerjaan tertentu. Setiap faktor memiliki konstribusi masing-masing terhadap
suatu nilai yang dihitung. Nilai-nilai tersebut dijumlah dan diterapkan pada table
untuk menentukan Grand Score. Grand Score menunjukkan sejauh mana
pekerja terpapar faktor-faktor risiko di atas dan berdasarkan nilai tersebut. dapat
disarankan tindakan yang perlu diambil (Nasution et al., 2014).

7
III.METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat


Waktu perancangan dan pembuatan prototipe berlangsung pada bulan
Agustus-September 2018. Waktu pengujian dilaksanakan pada bulan September
2018. Jadwal kegiatan desain dan pengujian alat pengutip brondolan kelapa
sawit disajikan pada
Desain dan pembuatan prototipe dilaksanakan di Laboratorium Mekatronika
Universitas Brawijaya Malang. Pengujian prototipe dilaksanakan di Laboratorium
Mekatronika Universitas brawijaya Malang.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: peralatan penelitian
pendahuluan (rheometer,paku); peralatan perancangan (aplikasi komputer
Solidworks); peralatan pembuatan prototipe (mesin bubut, mesin gerinda duduk
dan tangan, mesin bor duduk dan tangan, mesin las listrik dan LPG, alat ukur
perbengkelan dan peralatan bengkel lainnya); peralatan untuk pengujian kinerja
(kamera, stopwatch, pita ukur).
Bahan yang digunakan untuk pembuatan prototipe terdiri dari: kayu, fiber, besi
plat, besi siku, besi silinder pejal dan besi pipa. Bahan yang digunakan dalam
kegiatan pengujian kinerja adalah brondolan kelapa sawit.

3.3 Metode Penelitian


Dalam penelitian ini ada beberapa tahapan yang dilakukan agar penelitian
berjalan dengan baik. Tahapan - tahapan tersebut dapat dilihat dalam diagram
alir pada gambar 4.

Analisis desain
Mulai Identifika Analisis sifat Konseptualisasi -fungsional
si fisik & desain -struktural
masalah mekanik
brondolan
Uji
Selesai Evaluasi Ya kinerja Pembuatan
ergonomi prototipe

Tidak

Modifikasi

8
Gambar 4 Diagram alir penelitian
3.4 Identifikasi Masalah
Permasalahan yang timbul akibat brondolan tidak terambil adalah dapat
menurunkan produksi CPO karena kandungan minyak secara kualitas dan
kuantitas terdapat pada buah sawit yang mem-brondol. Pengambilan secara
manual juga menimbulkan cidera/ gangguan kesehatan pada para pekerja
pemungut brondolan. Brondolan dalam jumlah yang banyak tetapi dengan lokasi
yang tersebar luas sulit untuk dipungut cepat dan menghabiskan banyak waktu
dan biaya. Hal ini akan lebih baik jika serasah itu dapat dikembalikan Oleh
karena itu dibutuhkan suatu alat yang dapat memungut brondolan dan dapat
digerakkan dengan tenaga manusia.
Analisa sifat fisik dan mekanik brondolan buah kelapa sawit merupakan faktor
yang sangat penting untuk merancang alat ini. Sifat fisik yang akan diukur pada
penelitian ini meliputi panjang, lebar, tebal buah, tebal mesocarp dan massa.
Pada penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 5 buah brondolan kelapa
sawit. Persiapan sampel brondolan kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 5 Persiapan sampel brondolan kelapa sawit

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata panjang, lebar, tebal buah,


tebal mesocarp dan massa brondolan buah kelapa sawit secara berurutan
adalah 44.5 mm, 30.72 mm, 27.9 mm, 7 mm dan 20.24 g (Tabel 2). Sifat mekanik
brondolan buah sawit yang diukur pada penelitian ini adalah nilai kuat tekan.
Parameter tersebut berkaitan erat dengan kemampuan gaya yang dibutuhkan
untuk menjepit brondolan kelapa sawit. Pada Tabel 3 terlihat rata-rata dibutuhkan
9.03 kg/cm2atau 0.09 kg/mm2untuk menjepit brondolan kelapa sawit dengan
kedalaman 5 mm. Hasil pengujian sifat fisik brondolan buah kelapa sawit dapat
dilihat di tabel 2 dan Data perhitungan sifat fisik brondolan kelapa sawit disajikan
pada Lampiran .

9
Tabel 2 Hasil pengujian sifat fisik brondolan buah kelapa sawit
Sifat Fisik
Sampel Panjang Lebar Tebalbuah Tebal Mesocarp Massa
(mm) (mm) (mm) (mm) (g)
1 40.2 33.1 36.6 8.40 29.50
2 44.4 34.4 31.0 7.40 22.52
3 49.4 28.8 27.2 7.10 20.10
4 46.5 32.3 24.4 8.90 18.64
5 42.0 25.0 20.3 3.20 10.47
Mean 44.5 30.72 27.9 7.00 20.24

Tabel 3 Hasil pengujian sifat fisik buah kelapa sawit


Kekuatan Tekan (Kg/cm2) Rata – Rata
Sampel
Sisi 1 Sisi 2 Sisi 3 (Kg/cm2)
9.79 9.54 11.22 10.19
1
8.87 7.91 6.93 7.91
2
10.61 9.43 8.21 9.42
3
10.76 8.21 8.26 9.08
4
10.25 7.55 7.85 8.55
5
rata – rata 9.03

3.5 Konseptualisasi Desain


3.5.1 Kriteria Desain
Dalam memunculkan suatu konsep desain, ditentukan beberapa
kriteriadesain dari alat pengutip brondolan yang akan dibangun yaitu: unit
pengutip mudah dibangun dalam proses pabrikasi; sumber tenaga menggunakan
tenaga maunusia; kontainer brondolan saat penuh terisi kurang 5 kg; kapasitas
pengutipan menggunakan alat pengutip dapat lebih tinggi daripada pengutipan
dengan menggunakan manual; dan alat pengutip layak secara ergonomika.
3.5.2 Konsep Desain
Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, maka diperoleh dua konsep
desain alat pengutip brondolan bertipe penjepit dan penusuk. Mekanisme dari
kedua tipe ini secara garis besar adalah sama, yaitu menggunakan separator
untuk memisahkan brondolan yang terjebak terangkut ke atas. Perbedaannya
hanya pada mekanisme saat brondolan diangkut dari permukaan tanah ke
kontainer/ wadah.

10
3.5.3 Tipe Penjepit
Mekanisme tipe penjepit ini mirip dengan alat pengutip bola golf (golf ball
picker). Terdapat dua jenis penjepit yaitu: tipe silinder dan tipe sisir gambar 7.

(a) penjepit tipe silinder (b) penjepit tipe sisir fleksibel


(sumber: http://www.rangeservant.us) (sumber: http://baganut.com)
Gambar 7 Alat pengutip bola golf

Kelemahan mekanisme ini jika dipakai untuk mengutip brondolan antara lain:
sampah dan batu mudah terbawa, kehandalan di lahan sawit rendah,
kemungkinan berondolan telepas lebih besar, sulit berkembang di daerah remote
area karena sulit untuk dipabrikasi, petani tidak bisa mereplikasi alat. Sedangkan
kelebihannya adalah tidak terjadi kerusakan fisik pada brondolan.

3.5.4 Tipe Penusuk


Mekanisme ini mirip dengan pengutip buah apel yang jatuh yang akan
diproses menjadi wine. Kelemahan dari tipe ini adalah terjadi kerusakan pada
berondolan. Sedangkan kelebihannya antara lain: berondolan sudah pasti
terbawa karena tertusuk, pabrikasi mudah.
Berdasarkan kelebihan dan kelemahan serta persyaratan dari kriteria desain,
maka konsep yang terpilih adalah pengutip tipe penusuk. Kelemahan terjadinya
kerusakan pada brondolan masih dapat diterima dengan syarat tepat waktu
pengiriman brondolan ke pabrik. Menurut Kiswanto et al. (2008) TBS hasil
panenan harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut. Pada buah
yang tidak segera diolah, maka kandungan ALB semakin meningkat.

3.5.5 Rancangan Fungsional

11
Berdasarkan fungsinya. alat pengutip brondolan kelapa sawit berfungsi
untuk mengumpulkan buah kelapa sawit yang lepas (brondolan) dan berserakan
di permukaan tanah. Alat ini dibuat untuk mempermudah petani kelapa sawit
untuk mengumpulkan brondolan kelapa sawit yang diambil secara manual akan
embutuhkan waktu yang cukup lama. Pengambilan secara manual dilakukan
secara terus menerus dengan jngka waktu yang panjang akan menimbukalan
kelelahan tulang belakang dab kram.

3.5.6 Cara Kerja


Cara kerja alat penguntip berondolan kelapa sawit ini adalah dengan
menggunakan penjepit yang terbuat dari fiber. Fiber tersebut tertancap pada
silinder penjepit yang tertancap di kayu. Kemudian silinder tersebut apabila
didorong akan berputar, dan berondolan kelapa sawit tersebut akan masuk
kedalam rongga-rongga fiber yang berukuran 2 cm. Kemudian brondolan yang
terjepit tersebut akan dijatuhkan oleh separator. Brondolan kelapa sawit tersebut
akan jatuh menuju kedalam kontainer atau bak penampung brondolan kelapa
sawit. Apabila kontainer tersebut penuh, brondolan kelapa sawit tersebut diambil
dari kontainer dan alat tersebut dapat digunakan kembali.

3. 6 Rancangan Struktural
Analisis struktural dilakukan untuk memperhitungkan bentuk. ukuran dan
bahan masing-masing komponen sehingga memenuhi kriteria kekuatan bahan
dan fungsional seperti yang diharapkan. Sketsa rangkaian komponen dan gaya
yang bekerja pada alat pengutip disajikan pada gambar 8 dan gambar 9.

Tabel 4 Rancangan Fungsional


Fungsi Alat/
Subfungsi Mekanisme/proses
utama komponen

Mengutip Mengambil brondolan di Penjepit Brondolan terjepit karena tertekan


brondolan permukaan tanah diantara penjepit yang diputar dan
yang permukaan tanah
berserakan Membawa brondolan roda penjepit Roda penjepit beputar sesuai
di yang terjepit ke atas putaran roda traksi
permukaan
Memutar roda penjepit Roda traksi Putaran roda traksi didapat dari

12
tanah tenaga dorong manusia

Menyatukan putran roda Poros Roda traksi dan roda penjepit


dan silinder penjepit berada dalam satu poros yang
ditopang oleh bantalan

Memisahkan brondolan Sparator Brondolan yang terjebak dalam


yang terjepit jepitan akan dibebaskan oleh
sparator yang menghimpit
diantara jalur/jejak fiber penjepit

Menampung hasil Kontainer Brondolan yag telah melewati


pengutipan sparator akan terlempar masuk ke
dalam kontainer

Mendudukan Rangka Menyatukan sistem roda. silinder


komponen-komponen utama penjepit. sparator dan kontainer

Mengemudikan alat Batang Batang kemudi dipegang dengan


kemudi dua tangan sekaligus sebagai
transmisi daya dorong tenaga
manusia

Batang kemudi rodapenusuk

sparator

rangka

kontainer
Roda traksi

Gambar 8 Sketsa rangkaian komponen pada alat pengutip brondolan

13
v

F
d

W
Permukaan tanah
Frr
Fr
h
F Fr
rv
Gambar 9 Skema gaya-gaya yang bekerja pada alat pengutip brondolan

Dinamika roda traksi agar dapat bergerak maka disyaratkan gaya reaksi tanah
vertikal (Frv) pada roda mampu mengatasi bobot alat pengutip (W) dan gaya
reaksi tanah horizontal (Frh) mampu mengatasi resultan beban dorong alat(Fd)dan
tahanan guling roda traksi. Dalam hal ini syarat rancangannya adalah:
Frv  W (1)
Frh  Fd  Frr (2)
Gaya tahanan guling dihitung dengan persamaan:
Frr  WCrr (3)
dimanaCrr adalah koefisien tahanan guling.

3.6.1 Roda Penjepit

14
Roda penjepit terdiri dari komponen batang penjepit. velgroda penjepit dan
poros. Batang penjepit terdiri fiber penjepit dan dudukan fiber penjepit (gambar
10).

Batang penjepit

fiber penjepit

Velg roda Dudukan fiber penjepit


penjepit

poros

Gambar 1 Komponen-komponen pada roda penjepit

Fiber penjepit berukuran diameter 2 mm dan panjang 40 mm. Dudukan fiber


penjepit berdimensi panjang 290 mm. lebar 30 mm dan tinggi15 mm. Konfigurasi
fiber penjepit didesain zig-zag agar brondolan dapat dipastikan terjebak oleh fiber
penjepit dimanapun posisi brondolan tersebut. Oleh karena ini akan terdapat dua
jenis batang penjepit dengan jumlah fiber penjepit yang berbeda yaitu jumlah 8
buah dan 9 buah. Jarak antar fiber penjepit dalam satu batang penjepit adalah 30
mm. Diameter luar velg roda penjepit (Dvp) dirancang 453 mm. Jumlah batang
penjepit (Jp) dirancang 44 buah. Jarak antar batang penjepit (Lp) dihitung dengan
persamaan:
 Dvp   453 mm 
Lp    32.3 mm
Jp 44
(4)
Dari posisi zig-zag tersebut akan didapatkan jarak horizontal antar fiber penjepit
dalam konfigurasi roda penjepit 15 mm (Gambar ). Dimensi rata-rata dari
brondolan adalah panjang 44.5 mm. lebar 30.72 mm. tebal 27.9 mm. Dari
dimensi brondolan dan konfigurasi fiber penjepit maka dapat dipastikan tidak ada
brondolan yang lolos. Untuk memenuhi konfigurasi tersebut dibutuhkan 990 buah
fiber penjepit. Gambar konfigurasi fiber penjepit dapat dilihat di gambar 11.

15
1
5
m
m
Gambar 11 Konfigurasi fiber penjepit

3.6.2 Sparator
Sparator tersusun dari beberapa komponen yaitu batang silinder. dudukan
sparator dan pengarah samping (Gambar ). Batang sparator berukuran diameter 3
mm dan panjang 200 mm. Antara jejak melingkar dari paku sparator akan diisi
batang sparator. Gambar separator dapat dilihat di gambar 12.

Batang Pengarah
sparator samping

Dudukan batang
sparator

Gambar 12 Komponen separator

3. 6.3 Roda Traksi


Ukuran roda traksi ditentukan oleh batasan ruang pada sistem alat
pengutip. yaitu roda penjepit dan permukaan tanah. Roda dirancang untuk
memutar silinder penjepit. Roda bertipe pejal yang dilengkapi sepatu. bukan tipe
tube. hal ini untuk menghidari perubahan jarak antar unjung fiber penjepit dengan
permukaan tanah. Kecepatan maju alat dirancang sesuai dengan kecepatan rat-
rata manusia berjalan normal yaitu 5 km/jam atau 1.36 m/detik. Roda traksi
berputar dengan memanfaatkan gayadorong tenaga manusia yang bergesekan
dengan permukaantanah. Roda traksi dan roda penjepit berada pada satu poros
sehingga putaran roda akan menyebabkan silinder penjepit juga akan ikut
berputar. Gambar roda traksi dapat dilihat di gambar 13.

16
sepatu
pillowbloc
k

Velg roda traksi

Gambar 13 Komponen roda traksi

Jari-jari roda traksi (Rt) merupakan jarak dari ujung sepatu terluar ke pusat
lingkaran. ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut: gambar Skema
roda traksi dapat dilihat di gambar 14.
Rt  H c  H p
(5)
dimana:Hc = ground clearence (jarak antara ujung fiber penjepit ke permukaan
tanah); Hp = jari-jari virtual roda penjepit (jarak antara ujung fiber penjepit ke
pusat lingkaran). Jika tb adalah tebal brondolan rata-rata dan syarat minimal
kedalaman penjepitan brondolan agar tidak terlepas saat terangkut (berdasarkan
penelitian pendahuluan) adalah 5 mm. maka syarat rancangannya adalah:
Hc = tb - 5 (6)
Nilai tb adalah 27.9 mm. maka:
Hc =27.9 – 5 = 22.9 mm (7)
Untuk kepastian penjepitan maka dirancang Hc sebesar 10 mm. Nilai Hp adalah
266.5 mm. maka:
Rt  10  266.5  276.5 mm (8)

17
Poros
(pusat lingkaran)

Hp Rt

Hc Permukaan tanah

F
b
Gambar 14 Skema roda traksi
Dinamika penjepit agar dapat menjepit brondolan dengan baik maka
disyaratkan gaya reaksi brondolan pada ujung penjepit (Fb) mampu diatasi oleh
bobot alat pengutip (W) dan beban dorong alat (arah horizontal) Lihat Gambar .
Dalam hal ini syarat rancangannya adalah:
W  Fb (9)

Hasil dari pengujian kekuatan retak brondolan didapatkan nilai rata-rata 0.903
kg/mm2. Jika dalam satu barisan batang penjepit kemungkinan terbanyak 9 buah
brondolan yang tertusuk (berdasarkan jumlah paku penusuk dalam satu batang
penusuk).dan luas penampang fiber penjepit yang berdiameter 2 mm adalah π
mm2. Maka total gaya maksimal yang dibutuhkan untuk dapat menusuk
brondolan adalah
Fb _ total  9 buah  0.903 kg/mm 2   mm 2  25.5 kg
(10)

Angka ini adalah angka maksimal. jadi bobot total alat akan dirancang cukup 25
kg.

3.6.4 Rangka
Rangka terdiri rangka utama. batang kemudi. dan rangka kontainer Gambar .
Kemiringan batang kemudi terhadap rangka utama dirancang 30°. Hal ini
dimaksudkan agar resultan gaya dorong tenaga manusia lebih besar
dibandingkan jika kemiringan lebih dari 45°. Gambar rangka dapat dilihat di

18
gambar 15, dan gambar Ukuran kelayakan ergonomika pada rangka dapat dilihat
di gambabar 16.

Batang kemudi

Rangka utama

Rangka kontainer

Gambar 15 Komponen rangka

30° 88.1 cm

58 cm

Gambar 16 Ukuran kelayakan ergonomika pada rangka

Kemiringan ini juga untuk keperluan kelayakan ergonomika agar tenaga


manusia yang digunakan sebagai tenaga dorong alat dapat seefisien mungkin
tersalurkan sehingga tingkat kelelahan dapat diminimalisasi. Jarak batang
kemudi ke permukaan tanah disesuaikan dengan data anthropometri laki-laki
tinggi pinggang persentil kelima yaitu 88.1 cm (Syuaib, 2015). Jarak antara
bagian belakang rangka utama dengan batang kemudi harus dirancang memiliki
ruang untuk kaki melangkah yaitu lebih dari jarak rata-rata orang melangkah (50
cm).

3.7 Pengujian Kinerja

19
3.7.1Kapasitas Efektif Alat
Tahapan pengukuran hasil pengutipan dimulai dengan meletakkan sebanyak
20. 40. 60. dan 80 brondolan kelapa sawit pada suatu petakan lahan. Luas
petakan lahan yang akan diterapkan pada pengujian memiliki lebar 40 cm dan
panjang 4 meter. Berikut pada 17 adalah desain pengujian lapang alat pengutip
brondolan kelapa sawit.

Gambar 17 Pengujian lapang alat pengutip brondolan kelapa sawit

Parameter pengamatan yang diukur pada penelitian ini adalah waktu dan
jumlah brondolan yang terkumpul. Rancangan percobaan perlakuan pengujian
lapang dapat dilihat pada tabel 5.
Metode
Manual (A0) Alat (A1)
Jumlan Brondolan
J1 (20 Butir) J1A0 J1A1
J2 (40 Butir) J2A0 J2A1
J3 (60 Butir) J3A0 J3A1
J4 (80 Butir) J4A0 J4A1

Selanjutnya. kapasitas efektif alat (KEA) dapat dilakukan dengan cara


membagi jumlah brondolan yang terambil (n) dengan waktu yang diperlukan (t).
n
KEA 
t (11)

3.7.2 Efisiensi pengutipan


Tahapan pengukuran efisiensi pengutipan dimulai dengan meletakkan
sebanyak 80 brondolan kelapa sawit melingkar pada sebuah pohon sawit

20
(Gambar ). Waktu yang ditetapkan adalah selama 1 menit. Efisiensi pengutipan
(Ef) dihitung dengan rumus:
nawal  nakhir
Ef  100%
nawal (12)

Dimana: n awal= jumlah brondolan awal pengukuran (butir) dan n akh ir = jumlah
brondolan akhir pengukuran (butir). Untuk menghitung efisiensi pengutipan
ditetapkan menggunakan dua metode pengutipan brondolan yakni dengan
metode manual dan menggunakan alat pengutip brondolan.

Gambar 18 Pengujian efisiensi pengutipan

3.7.3 buah yang terluka karena alat


Proses pengambilan buah kelapa sawit dengan mengunakan alat ini
mengakibatkan buah kelapa sawit lecet Karen proses penjapitan yang dilakukan
oleh fiber. Fiber yang di disain untuk menjapit dibuat secara tumpul dan tidak
dapat menusuk atau melukai buah brondolan kelapa sawit. Apabiala buh kelapa
sawit terluka mengkibatkan PH dari brondolan kelapa sawit itu menjadi tinggi.
Apabila PH sudah tinggi brondolan kelapa sawit yang terluka tersebut kualitsnya
akan tidak bagus

3.7.4 Analisis Ergonomika


Metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment) merupakan suatu metode
yang memaparkan analisis postur kerja bagian tubuh atas pekerja. Metode ini
digunakan untuk mengambil nilai postur kerja dengan cara mangambil sampel
postur dari satu siklus kerja yang dianggap mempunyai resiko berbahaya bagi
kesehatan si pekerja. lalu diadakan penilaian/scoring. Setelah didapat hasil dari
penilaian tersebut. kita dapat mengetahui postur pekerja tersebut telah sesuai

21
dengan prinsip ergonomi atau belum. jika belum maka perlu dilakukan langkah-
langkah perbaikan. Metode ini menggunakan diagram body postures dan tiga
tabel penilaian (tabel A, B, dan C) yang disediakan untuk mengevaluasi postur
kerja yang berbahaya dalam siklus pekerjaan tersebut. Melalui metode ini akan
didapatkan nilai batasan maksimum dan berbagai postur pekerja. nilai batasan
tersebut berkisar antara nilai 1 – 7.
3.7.5 Penentuan Metode Terbaik
Untuk menentukan metode terbaik antara pengutipan brondolan kelapa sawit
secara manual dan alat digunakan metode indeks efektivitas dengan prosedur
pembobotan sebagai berikut:
1. Menggunakan hasil parameter sebagai dasar pembobotan.
2. Memberikan bobot nilai (BN) pada setiap parameter masing - masing
kelompok. Bobot nilai yang diberikan sesuai dengan kepentingan setiap
parameter. Persamaan pembobotan adalah sebagai berikut:
Np
BN 
TN (13)

Di mana: Np= nilai perlakuan; TN = jumlah total bobot.

3. Menghitung nilai efektivitas (NE) dengan rumus:


N p  N tj
NE 
N tb  N tj
(14)

Di mana: Ntj= nilai terjelek; Ntb = nilai terbaik.

4. Menghitung nilai produk (NP). dengan rumus:


Nilai produk dari semua parameter pada masing-masing kelompok
dijumlahkan. Perlakuan yang memiliki nilai NP tertinggi adalah kelompok
terbaik dalam kelompok parameter. Perlakuan terbaik dipilih dari kombinasi
yang memiliki nilai perlakuan (NP) tertinggi. NP dihitung dengan rumus:
NP  NE  BN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Pembangunan Prototipe

22
Pembangunan prototipe alat pengutip brondolan dilakukan secara bertahap
dan dimulai dari poros roda sebagai pusat acuan. Tahapan pembuatan
komponen dan perakitannya dilakukan secara simultan. Persiapan dimulai dari
poros yang berdimensi diameter 18 mm panjang 530 mm dipasangkan dengan
sepasang velg roda penjepit. Bagian melingkar plat strip dari velg roda penjepit
dibor ukuran 5 mm sebanyak 44 lubang. Lubang ini sama dengan lubang yang
dibuat pada dudukan fiber penjepit, yaitu di sebelah kanan dan kiri. Dudukan
fiber penjepit perlu dibuat awal karena untuk kemudahan dalam pengelasan velg
roda penjepit pada poros. Gambar menunjukkan dudukan fiber penjepit yang
sudah dirakit, tetapi belum dilakukan pengelasan antara velg roda penjepit
dengan poros. Setelah velg roda penjepit tepat berada di tengah-tengah poros
maka pengelasan dapat dilanjutkan. Gambar Perakitan velg roda penjepit pada
poros dapat di lihat di gambar 19.

Gambar 19 Perakitan velg roda penjepit pada poros

Pekerjaan dilanjutkan dengan perakitan velg roda traksi pada poros.Pekerjaan ini
memerlukan ketelitian tinggi karena jika pengelasannya miring maka alat tidak
dapat berjalan lurus.

Gambar Pengelasan velg roda traksi pada poros dapat dilihat di gambar 20.

23
Gambar 20 Pengelasan velg roda traksi pada poros

Komponen sepatu roda traksi dibentuk dari besi siku ukuran 5x5 cm yang
dipotong menggunakan gerinda potong sepanjang 6 cm, sebanyak 44 buah
untuk satu pasang roda. Setelah sepatu dilas melingkari velg roda traksi, maka
pekerjaan selanjutnya adalah merakit rangka.
Pembangunan rangka dimulai dari rangka utama yang disusun dari dari besi
siku ukuran 5x5 cm mengelilingi roda traksi. Sebelum dilakukan pengelasan,
perlu dibuat lubang baut ukuran 10 mm sebagai dudukan bantalan roda.
Sesudah rangka utama terbentuk maka dirakit batang kemudi. Faktor penting
yang harus diperhatikan adalah kemiringan rangka batang kemudi yang telah
direncanakan jangan sampai kurang atau lebih karena akan berakibat pada
ketinggian operasional alat. Hal ini terkait dengan kelayakan ergonomika yang
akan terganggu. Pada bagian sambungan titik kritis antara rangka batang kemudi
dengan rangka utama diberi penguat berupa besi siku ukuran 3x3 cm. Rangka
kontainer dibuat sesuai dengan ukuran kontainer yang telah direncanakan,
menggunakan besi siku ukuran 3x3 cm, kemudian dilas pada bagian depan
rangka utama.
Pekerjaan selanjutnya adalah pembuatan sparator. Kendala yang dihadapi
saat pengelasan batang sparator pada dudukan sparator adalah batang sparator
selalu habis terkena api listrik dari las listrik karena dimensi yang cukup kecil.
Kendala tersebut dapat diatasi setelah mengganti batang sparator dengan
dimensi yang lebih besar. Selanjutnya pada bagian samping kanan kiri sparator
dipasang plat pengarah brondolan dan plat penahan brondolan di bagian bawah
sparator. Pengelasan hanya dilakukan dengan las titik karena plat cukup tipis
dan tidak memerlukan kekuatan yang lebih.
Pekerjaan terakhir dalam perakitan adalah pemasangan fiber penjepit pada
dudukan fiber penjepit Sebelum dilakukan pemakuan, dudukan fiber penjepit
dipasang terlebih dahulu pada velg roda penjepit. Kemudian dengan cara
diputar, dudukan fiber tersebut diberi tanda pada jejak arah masing-masing

24
batang sparator. Hal ini dilakukan agar nantinya tidak terjadi tabrakan antara
batang sparator dengan fiber penjepit. Gambar prototipe alat pengutip brondolan
kelapa sawit tipe penjepit dapat dilihat di gambar 21.

Gambar 21 Prototipe alat pengutip brondolan kelapa sawit tipe penjepit

Setelah semua komponen sudah dirakit, maka dilakukan proses pengecatan.


Pengecatan ini penting dilakukan, selain untuk kepentingan tampilan,
pengecatan juga akan menghindarkan alat dari pengkaratan mengingat sebagian
besar komponen alat ini terbuat dari besi. Proses pembuatan dan pengujian alat
penguntip brondolan kelapa sawit ini dilakukan di Laboratorium Mekatronika
Universitas Brawijaya Malang.

4.2 Evaluasi Kinerja


Proses pengambilan brondolan kelapa sawit ini dengan menggunakan system
yang sangat sederhana, dimana brondolan kelapa sawit tersebut yang
berceceran di atas tanah tersebut dilintasi oleh alat penguntip brondolan kelapa
sawit, dan brondolan tersebut akan langsung terjepit diantara fiber penjepit
karena kuat tekan dari alat tersebut dan jarak antara fiber tersebut yang sudah di
disain yaitu 2 cm antara fiber yang satu dengan yang lain. Kemudian setelah
terjepit akan terangkat ke atas dan kemudian separator yang akan mengeluarkan
brondoln tersebut dari himpitan fiber tersebut. Setelah keluar dari himpitn
brondolan akan jatuh kedalam container.
Hasil evaluasi kinerja alat pengutip brondolan kelapa sawit menunjukkan
bahwa rata-rata brondolan yang terangkut secara berurutan pada brondolan awal
sejumlah 20, 40, 60, dan 80 buah adalah 13, 27, 37 dan 50 buah (65%, 67,5%,
61.7% dan 62,5%). dengan bertambahnya jumlah brondolan maka jumlah
brondolan yang terangkut akan semakin besar. Pada saat hasil pengutipan
brondolan kelapa sawit dengan menggunakan alat terdapat brondolan yang lolos
dari separator yakni total 14 buah (lihat Lampiran ). Hal ini dikarenakan batang

25
sparator masih relatif lentur dan terjadi perubahan posisi (terjadi kemiringan
batang sparator). Kondisi lahan yang relatif kurang datar juga memberikan
pengaruh terhadap tidak terambilnya brondolan kelapa sawit. Gambar rata-rata
berondolan yang terangkut dapat di lihat di gambar 22.

Rata - Rata Be ro ndo lan Te ran gkut (Buti r)


60 50.33
50
40 37
30 27.67
20 13
10
0
20 40 60 80
Brondolan Awal (Butir)

Gambar 22 Rata-rata brondolan terangkut

1. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengambil brondolan dengan


menggunakan alat dan manual secara berurutan adalah 19.095 detik dan
38.295 detik (Lampiran ). Pada Gambar , terlihat semakin banyak
brondolan di lahan maka waktu yang dibutuhkan semakin meningkat.
Kebutuhan waktu untuk mengambil brondolan dengan menggunakan alat
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan metode manual, yakni
19.2 detik lebih cepat. Kecepatan maju alat dirancang sesuai dengan
kecepatan rata-rata manusia berjalan normal yaitu 5 km/jam atau 1.36
m/detik. Maksimal kapasitas alat dapat menampung berondolan
sebanyak 5 kg. Gambar waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan
brondolan dapat dilihat di gambar 23.
60 51.89
50 44.94
37.19
Waktu (detik)

40
30 26.15
19.16 18.81 20.81
20 Alat
10.61
10 Manual
0
20 40 60 80
Brondolan Awal (Butir)

Gambar 23 Waktu yang dibutuhkan untuk mengambil brondolan

Proses pengambilan brondolan kelapa sawit ecara manual ataupun secara


dengan menggunakan alat ini tidak bias terambil sempurna, karena disini

26
menggunakan waktu dan perbandingan antara pengambilan brondolan kelapa
sawit dengan secara manual dan dengan alat.

4.3 Kapasitas Efektif


Kapasitas efektif merupakan jumlah brondolan yang terambil per detik. Pada
Gambar menunjukkan bahwa kapasitas efektif dengan menggunakan alat pada
jumlah brondolan 20, 40, 60 dan 80 butir adalah sebesar 1.225; 1.471; 1.778;
dan 1.92 buah/detik. Sedangkan kapasitas efektif secara manual 20, 40, 60 dan
80 buah adalah sebesar 1.044; 1.076; 1.335; dan 1.542 buah/detik. Panjang
sebaran brondolan kelapa sawit adalah 4 meter, dan lebar sebaran adalah 0,4
m. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar proses pemungutan secara manual
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan alat.
Gambar perbandingan kapasitas efektif antara manual dan alat dapatr dilihat di
gambar 24.
Kapasitas Efektif Alat (Butir/detik)

2.500

2.000 Manual Alat 1.925


1.778
1.471 1.542
1.500 1.225 1.335
1.044 1.076
1.000

0.500

0.000
20 40 60 80
Jumlah Brondolan (Butir)

Gambar 24 Perbandingan kapasitas efektif antara manual dan alat

4.3.1 Efisiensi Hasil Pengutipan


Pengukuran efisiensi pengutipan dimulai dengan meletakkan sebanyak 80
brondolan kelapa sawit melingkar pada sebuah pohon sawit. Waktu yang
ditetapkan adalah selama 1 menit. Hasil efiensi pengutipan menunjukkan bahwa
dengan menggunakan alat memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan
secara manual yakni 53.75% dan dengan menggunakan alat yaitu 83.75%.

27
Perbandingan efisiensi pengutipan antara manual dan alat dapat dilihat pada
gambar 25.

83.75

Efesiensi pengutipan (%)


80
60 53.75

40
20
0
Manual Alat
Metode pengutipan

Gambar 25 Perbandingan efisiensi pengutipan antara manual dan alat

Hal ini dikarenakan pada saat proses pengambilan brondolan. alat pengutip
brondolan kelapa sawit mengalami kesulitan untuk berbelok atau berputar.
Selain itu peran operator yang belum terlatih juga dapat memberikan hasil
efisiensi pengutipan yang berbeda. Pada pengujian lapang operator belum
diadakan latihan menggunakan alat pengutip brondolan sama sekali.

4.3.2 Evaluasi Ergonomika


Evaluasi ergonomika pada penelitian ini menggunakan metode RULA
(Rapid Upper Limb Assessment) sebagai metode yang memaparkan analisis
postur kerja bagian tubuh atas pekerja. Metode ini menggunakan diagram body
postures dan tiga tabel penilaian (tabel A, B, dan C) yang disediakan untuk
mengevaluasi postur kerja yang berbahaya dalam siklus pekerjaan tersebut
dapat dilihat di lampiran 4 .

28
Gambar Evaluasi ergomika pengutipan dengan alat dan Evaluasi
ergonomika pada pengutipan secara manual dapat diliat di gambar 26.

(a) (b)
Gambar 26 (a) Evaluasi ergomika pengutipan dengan alat; (b) Evaluasi ergonomika pada
pengutipan secara manual

Berdasarkan perhitungan hasil evaluasi ergonomika pada Lampiran


menunjukkan bahwa dengan menggunakan alat memiliki nilai akhir 3 yang berarti
perubahan pada alat agar sesuai dengan postur tubuh mungkin diperlukan.
Sedangkan analisa ergonomi pada pengutipan secara manual memiliki nilai akhir
7 yang berarti harus dilakukan perubahan. Hasil perbandingan evaluasi
ergonomika secara manual dan alat dapat dilihat pada gambar 2. Gambar hasil
perbandingan evaluasi secara manual dan alat dapat dilihat di gambar 27.

8
7
7
Skor evaluasi ergonomika

6
5
4
3
3
2
1
0
Alat Manual
Metode Pengutipan

Gambar 27 Hasil perbandingan evaluasi ergonomika secara manual dan alat

Perubahan yang dapat dilakukan adalah menerapkan alat pengutip


brondolan. Hal ini dikarenakan pengutipan secara manual akan mengakibatkan

29
kelelahan otot, keram dan kelelahan. Dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan alat untuk mengambil brondolan memberikan hasil kelayakan
ergonomi yang lebih baik dibandingkan pengutipan secara manual.

4.4 Pemilihan Metode Terbaik (Manual dan Alat)

Pada penelitian ini perlakuan terbaik ditentukan dengan menggunakan


metode Indeks Efektivitas atau metode De Garmo & Sullivan. Data
perhitungannya disajikan pada Lampiran 2. Berikut adalah hasil perhitungan nilai
produk pada masing-masing metode.

Tabel 6 Nilai Produk (NP)


Metode Kapasitas Efisiensi Evaluasi Total Nilai
Pengutipan efektif alat pengutipan Ergonomika Produk

Alat 0.364 0.000 0.309 0.673

Manual 0.000 0.327 0.000 0.327

Nilai Produk (NP) yang paling besar menunjukkan metode yang terbaik.
Sehingga metode terbaik pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
pengutipan dengan menggunakan alat pengutip brondolan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

30
5.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1 Prototipe alat pengutip brondolan kelapa sawit sudah memenuhi aspek
fungsional untuk mengutip brondolan kelapa sawit. Kecepatan maju alat
dirancang sesuai dengan kecepatan rata-rata manusia berjalan normal
yaitu 5 km/jam atau 1.36 m/detik. Maksimal kapasitas alat dapat
menampung berondolan sebanyak 5 kg. Pengutip brondolan kelapa sawit
menunjukkan bahwa rata-rata brondolan yang terangkut secara berurutan
pada brondolan awal sejumlah 20, 40, 60, dan 80 buah adalah 13, 27, 37
dan 50 buah (65%, 67,5%, 61.7% dan 62,5%).
2. Hasil kinerja alat menunjukkan bahwa dengan menggunakan alat
pengutip brondolan kelapa sawit memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan secara manual. Kebutuhan waktu untuk mengambil
brondolan dengan menggunakan alat 19.2 detik lebih cepat dibandingkan
secara manual. Prosentase dan kapasitas efektif alat pengutip brondolan
kelapa sawit menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah brondolan
kelapa sawit maka semakin efektif dan efisien alat tersebut yaitu 20, 40,
60, dan 80 buah adalah 13, 27, 37 dan 50 buah (65%, 67,5%, 61.7% dan
62,5%) untuk prosentase dan 1.044,1.076,1.335 dan 1,542 buah/detik
untuk kapasitas efektif. Analisa ergonomika menunjukkan bahwa dengan
menggunakan dengan menggunakan alat dapat mengurangi risiko
kelelahan otot, keram dan kelelahan.

5.2 Saran
Protopipe alat penguntip brondolan kelapa sawit ini perlu
ditingkatkan lagi untuk mempermudahkan para petani kelapa sawit untuk
mengambil brondolan kelapa sawit yang tercecer di tanah. Disini harus
mementingkan dari segi kesehatan, kenyamanan dan efisiensi alat
tersebut agar para petani kelapa sawit dapat meningkatkan produktifitas
dan tidak mengganggu kesehatan operator. Karena semakin cepat
proses pengambilan kelapa sawit akan meningkatkan produktifitas dan
kualitas dari kelapa sawit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

31
Dja’far D. 1992. Pengaruh pengutipan brondolan kelapa sawit terhadap
pendapatan petani. Berita Penelitian Perkebunan. 2(1):33-381

Kiswanto, Purwanta JH, B Wijayanto. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit.


Bogor (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung.

Lamade E,Eko R, G Purba, S Simangunsong, G Girard, M Jaleh , G Hill, Cornic.


2006. Application of carbon isotope discrimination on sugars and organic
matter for identifying leaf rank physiological differences in sink-source
metabolism for oil palm. International Oil Palm Conference. 19-23 Juni 2006.
Nusa Dua-Bali.

Nasution SH,C Hanum, J Ginting. 2014. Pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis
GuineensisJacq.) pada berbagai perbandingan media tanam solid
decanter dan tandan kosong kelapa sawit pada sistem single stage.
Jurnal Online Agroekoteknologi.2(2):691-701

[PPKS] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2006. Pedoman Norma Kerja Perkebunan
Kelapa Sawit pada Lahan Mineral. Medan (ID): PPKS.

Sastrosayono S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit: Kiat Mengatasi Maasalah


Praktis. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Syuaib MF. 2015. Anthropometric study of farm workers on Java Island


.Indonesia .and its implications for the design of farm tools and
equipment. Applied Ergonomics.51(2015):222–235.
Doi:10.1016/j.apergo.2015.05.007.
[DJP] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia
Komoditas Kelapa Sawit 2013 - 2015. Jakarta (ID): DJP.

32
Lampiran 1 Data anthropometri (Syuaib. 2015)

33
Lampiran 2 Data perhitungan sifat mekanik brondolan kelapa sawit

Kekuatan Retak
Sampel Rata - Rata
Sisi 1 Sisi 2 Sisi 3
1 1.92 1.87 2.2 1.997
2 1.74 1.55 1.36 1.550
3 2.08 1.85 1.61 1.847
4 2.11 1.61 1.62 1.780
5 2.01 1.48 1.54 1.677

Luas permukaan penusuk pada rheometer


Diameter = 5 mm
1
L= π . r 2
4
1 2
L= 3.14 . 5
4
L=19.6 mm 2

Jika F = 1.997 kg

kg
¿ 1.997
19.6 mm 2
kg
¿ 1.019
mm 2
kg
¿ 10.189
cm2

Sampel Kekuatan Retak (Kg/cm2) Rata – Rata


Sisi 1 Sisi 2 Sisi 3 (Kg/cm2)
1 9.795918 9.540816 11.22449 10.19

2 8.877551 7.908163 6.938776 7.91

3 10.61224 9.438776 8.214286 9.42

4 10.76531 8.214286 8.265306 9.08

5 10.2551 7.55102 7.857143 8.55

34
Lampiran 1 Lembar kerja RULA

35
Lampiran 3 Hasil pengujian lapang

Jumlah Brondolan (Butir)


20 40 60 80
Ulangan Metode
Waktu Jumlah Lepas Waktu Jumlah Lepas Waktu Jumlah Lepas Waktu Jumlah Lepas
(s) (butir) (butir) (s) (butir) (butir) (s) (butir) (butir) (s) (butir) (butir)
Alat 9.58 13 15.47 27 16.89 37 1 22.68 51
Ulangan 1
Manual 18.71 20 36.47 40 44.26 60 53.31 80
Alat 10.62 14 1 20.21 31 1 23.6 35 25.83 53 3
Ulangan 2
Manual 19.37 20 46.24 40 52.12 60 48.88 80
Alat 11.64 12 20.75 25 3 21.93 39 1 29.95 47 4
Ulangan 3
Manual 19.4 20 28.85 40 38.44 60 53.47 80
Alat 10.61 13.00 18.81 27.67 20.81 37.00 26.15 50.33
Rata - rata
Manual 19.16 20.00 37.19 40.00 44.94 60.00 51.89 80.00

36
Lampiran 4 (lanjutan)

A. Kapasitas Efektif
Jumlah brondolan yang diambil butir
Kapasitas efektif alat= ( )
Waktu yang dibutuhkan detik

Faktor Jumlah Buah Awal Rata - rata


20 40 60 80
Manual M1 M2 M3 M4 X
Alat A1 A2 A3 A4 Y

Perlakuan Jumlah yang Waktu yang dibutuhkan Kapasitas efektif


terambil rata-rata (detik) alat (butir/detik)
(butir)
M1 20.00 19.16 1.044
M2 40.00 37.19 1.076
M3 60.00 44.94 1.335
M4 80.00 51.89 1.542
A1 13.00 10.61 1.225
A2 27.67 18.81 1.471
A3 37.00 20.81 1.778
A4 50.33 26.15 1.925

Sehingga :

Jumlah Buah Awal Rata – rata


Faktor
20 40 60 80 (butir/detik)
1.07
Manual 1.044 1.335 1.542 1.249
6
1.47
Alat 1.225 1.778 1.925 1.600
1

B. Efisiensi Pengutipan

37
( n ¿ ¿ awal−nakhir )
Ef = x 100 % ¿
n awal
Waktu : 1 menit
Jumlah brondolan : 80 Butir

Faktor Jumlah Jumlah brondolan evaluasi hasil


brondolan tdk terambil pengutipan
terambil
Manual 67 13 83.75
Alat 43 37 53.75

Lampiran 5 Hasil perhitungan analisa ergonomika

38
Langkah Posisi Bagian tubuh Alat Manual

1 Upper arm 2 3

2 locate lower arm 1 2

3 locked wrist position 1 3

4 wrist twist 1 2

5 Look up posture score in table A 2 4

6 Add muscle use score 1 1

7 Add force/load score 0 0

8 Find rown in table C 3 5

9 Locate neck position 1 3

10 locate trunk position 1 4

11 Legs 1 1

12 Look up posture score in table B 1 5

13 Add muscle use score 1 1

14 Add force/load score 0 0

15 Find rown in table C 2 6

Final Score 3 7

Keterangan :
1–2 : Postur badan dapat diterima
3–4 : Investigasi lebih lanjut. perubahan mungkin dibutuhkan
5–6 : Investigasi lebih lanjut. perubahan harus dilakukan segera
7 : Harus dilakukan investigasi dan perubahan alat

39
Lampiran 2 Perhitungan Perlakuan Terbaik

1. Parameter
Pembobotan
kapasitas efektif alat : 1
efisiensi pengutipan : 0.9
evaluasi ergonomi : 0.85
Total : 2.75
2. Menghitung Bobot Nilai (BN)
kapasitas efektif alat : 0.364
efisiensi pengutipan : 0.327
evaluasi ergonomi : 0.309

3. Menghitung Nilai Efektivitas (NE)


semakin tinggi nilai kapasitas semakin baik
semakin tinggi nilai efisiensi pengutipan semakin baik
semakin rendah evaluasi ergonomi semakin baik

Kapasitas efektif alat nilai SORTING NE BN NP

alat 1.600 1.249 1.0000 0.364 0.364

manual 1.249 1.600 0.0000 0.364 0.000

Efisiensi pengutipan nilai SORTING NE BN NP

alat 53.75 53.75 0.0000 0.327 0.000

manual 83.75 83.75 1.0000 0.327 0.327

Ergonomika nilai SORTING NE BN NP

alat 3 3 1.0000 0.309 0.309

manual 7 7 0.0000 0.309 0.000

Metode Total NP

40
Alat 0.673

Manual 0.327

41

Anda mungkin juga menyukai