Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Panen Kelapa Sawit


Panen kelapa sawit merupakan kegiatan pengelolaan pemanenan sawit agar
tercapai hasil produksi yang maksimal dan menguntungkan. Untuk mendapatkan
hasil produksi yang optimal, dibutuhkan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi produktivitas tanaman kelapa sawit. Faktor-faktor manajemen
panen harus benar-benar dimengerti oleh pimpinan kebun, agar hasil produksi
yang berkualitas dapat tercapai. Beberapa faktor tersebut adalah sistem panen,
taksasi panen, seksi panen, rotasi panen, kriteria matang panen, kebutuhan tenaga
kerja, peralatan panen, pelaksanaan panen, transportasi panen, premi panen, dan
denda panen (Sukamto, 2008).

2.1.1 Kriteria Matang Panen


Menurut Sunarko (2009) kriteria matang panen merupakan beberapa klasifikasi
tandan buah kelapa sawit untuk menentukan apakah TBS tersebut siap dipanen
atau tidak. Kriteria matang panen dapat ditentukan pada saat kandungan rendemen
minyak kelapa sawit dalam keadaan maksimal. Buah kelapa sawit dikatakan
masak apabila terjadi perubahan pada warna kulit, buah akan berubah menjadi
warna merah jingga ketika masak.

Adapun kriteria panen yang dipakai adalah 2 brondolan (sudah ada 2 buah lepas
dari tandannya atau jatuh kepiringan pohon) untuk tiap kg tandan. Untuk tandan
lebih dari 10 kg dipakai 1 brondolan harus sudah ada yang jatuh ditanah. Namun
kondisi ini perlu disesuaikan dengan kondisi setempat misalnya untuk areal rawan
pencurian kriteria tersebut dapat diperkecil untuk mengurangi resiko pencurian.
Dengan adanya brondolan yang jatuh ke tanah maka pemanen tidak perlu melihat
ke atas (Lubis, 1992).

Menurut Tim Bina Karya Tani (2009) penentuan saat panen sangat mempengaruhi
kandungan asam lemak bebas (ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila

5
pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang
dihasilkan mengandung asam lemak bebas (ALB) dalam persentase tinggi (lebih
dari 5%). Sebaliknya, bila pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum
matang, selain kadar ALB nya rendah, rendemen minyak yang diperoleh juga
rendah.

Sumber : http://wskj.mpob.gov.my Gambar 2.1. Buah Matang

Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa tingkatan dari tandan buah segar (TBS)
yang dipanen. Tingkatan TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen,
termasuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan.

Tabel 2.1 Tingkatan TBS yang dipanen.

Tingkat Jumlah Brondolan Kematangan

0. 1-12,5% buah luar membrondol Mentah

1. 12,5-25& buah luar membrondol Kurang matang

2. 25-50% buah luar membrondol Matang I

3. 50-75% buah luar membrondol Matang II

4. 75-100% buah luar membrondol Lewat matang I

5. Buah dalam juga membrondol, dan ada buah yang busuk Lewat matang II
Sumber : Pusat Penelitian Marihat, 1983

6
Jadi, berdasarkan tingkat TBS yang dipanen tersebut di atas, maka derajat
kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada tingkat 1,2,
dan 3.

Secara ideal dengan mengikuti ketentuan dan kriteria matang panen dan
terkumpulnya brondolan serta pengangkutan yang lancar, maka dalam suatu
panenan akan diperoleh komposisi tingkat tandan segar sebagai berikut.
a. Jumlah brondolan di pabrik sekitar 25% dari berat tandan seluruhnya.
b. Tandan yang terdiri atas tingkat kematangan 2 dan 3 minimal 65% dari jumlah
tandan.
c. Tandan yang terdiri atas tingkat kematangan 4 dan 5 maksimal 15% dari
jumlah tandan.

Penetapan matang panen juga dapat dilihat secara fisiologi dan visual. Secara
fisiologi tandan buah yang sudah masak akan menjatuhkan beberapa buahnya ke
piringan atau gawangan, hal ini diakibatkan karena rendemen minyak yang
terkandung dalam buah sudah mencapai maksimal sehingga buah tidak dapat
menempel pada tandannya. Selain itu, secara fisiologi buah yang sudah masak
memiliki daging buah yang lemah atau kenyal sehingga apabila ditusuk dengan
benda tajam akan mudah melukai permukaan buah kelapa sawit. Secara visual,
tandan buah yang masak mengalami perubahan warna pada buahnya, buah yang
masak ditandai dengan perubahan warna kulit buah menjadi jingga.

2.1.2 Persiapan Panen


Kegiatan panen dimulai dari lingkaran pagi oleh mandor panen kepada tenaga
panen. Dalam lingkaran pagi, mandor memberikan evaluasi kegiatan panen yang
berlangsung pada hari sebelumnya, selain itu mandor juga membagikan hancak
kepada pemanen dan memberikan arahan. Lingkaran pagi berlangsung selama 15-
20 menit dimulai pada pukul 06.00. Selepas itu, pemanen bersiap-siap menuju
hancak dengan membawa seluruh peralatan panen. Setelah di hancak, pemanen
mencari buah yang masak dengan melihat 10 brondolan atau lebih di piringan,

7
apabila menjumpainya maka pemanen wajib memotong buah yang ada di pokok
tanaman.

Pemotongan TBS sebisa mungkin tidak memotong pelepah, hal ini dimaksudkan
untuk menjaga jumlah pelepah agar tidak terjadi over pruning yang
mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis. Namun, apabila tidak
memungkinkan untuk tidak memotong TBS tanpa memotong pelepah, maka
pemanen dianjurkan untuk memotong pelepah dan menyusunya di gawangan mati
Setelah dua pasar rintis dipotong maka pemanen akan mengutip seluruh brondolan
yang berada di piringan, gawangan mati, jalan rintis dan yang berada pada pokok.
Brondolan tersebut dimasukkan ke dalam karung berondolan.

Selain mengutip brondolan, pemanen juga mengangkut TBS yang sudah di potong
ke Tempat Pengumpul Hasil (TPH) dengan menggunakan angkong. Di TPH,
pemanen memotong gagang panjang pada TBS, pemotongan gagang panjang
membentuk v-cut. Hal ini bertujuan untuk mengurangi penyerapan minyak kelapa
sawit terhadap gagang, sehingga pemotongan gagang secara v-cut merupakan
tindakan maksimal untuk mengurangi kerugian. Pemanen disarankan untuk
mengantrikan buah di TPH pada pukul 08.00, karena diharapkan proeses
pengangkutan kelapa sawit ke pabrik dapat berlangsung secara cepat sehingga
tidak menimbulakan buah restan. Setelah TBS diperiksa oleh kerani cek sawit,
maka TBS diangkut dan diantar ke pabrik kelapa sawit (Sunarko, 2009).

2.1.3 Taksasi Produksi


Taksasi produksi atau yang biasa disebut dengan taksasi panen merupakan
kegiatan untuk memperkirakan hasil panen yang akan dilaksanakan pada kegiatan
panen berikutnya. Taksasi panen dilakukan pada sore hari sebelum besoknya
dilakukan pemanen pada areal yang sama, kegiatan taksasi panen ini dilakukan
oleh mandor panen. Tujuan dilaksanakan taksasi panen adalah untuk menentukan
jumlah tenaga kerja panen, menentukan jumlah transportasi pengangkut hasil
panen, kemudian untuk memudahkan penentuan pengerjaan pengolahan TBS
pada pabrik kelapa sawit. Hal-hal yang sangat dibutuhkan dalam taksasi adalah

8
informasi Berat Janjang Rata-rata (BJR), jumlah pokok setiap hektar, jumlah
pokok sampel, jumlah pokok yang masak dan basis borong/HK untuk menentukan
kebutuhan tenaga kerja panen (Pahan, 2008).

Untuk menentukan taksiran produksi dengan sistem perhitungan tandan buah


yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Perkiraan tandan buah, menentukan sampel dalam satu field (5%) dengan cara
setiap 20 baris tanaman diambil 1 baris tanaman sebagai sampelnya.
b. Pengambilan contoh janjangan, pengambilan contoh janjang ini dikerjakan
dengan prestasi kerja 0,01 HK/Ha (Khairina, 1996).
2.2. Rotasi dan Sistem Panen
2.2.1 Sistem Panen
Umumnya dikenal dua sistem ancak panen, yaitu ancak giring dan ancak tetap.
Pada sistem panen ancak giring pemanen diberi ancak sempit dan setelah selesai
pindah ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor. Sistem ini baik
digunakan untuk areal yang rata. Kelebihan sistem ini adalah memudahkan
pengawasan pekerjaan panen dan hasil panen lebih cepat sampai ke TPH untuk
diangkut ke TPS. Sedangkan pada sistem panen ancak tetap pemanen diberikan
ancak yang tetap setiap rotasi panen di areal tersebut. Sistem ini baik digunakan
pada areal yang sempit, daerah rendahan atau daerah berbukit dan pada areal
tahun tanam yang berbeda. Pada sistem ini mandor lebih mudah membagi ancak,
tetapi buah lebih lambat keluar, sehingga lambat juga sampai ke pabrik (Fauzi,
2012).

Pada manajemen panen sawit juga dikenal istilah sistem organisasi panen. Sistem
organisasi panen yang dikenal ada dua macam yaitu :
a. Block Harvesting System Non Division Of Labour (BHS Non DOL) ,dan
b. Block Harvesting System by Division Of Labour (BHS by DOL).

BHS Non DOL adalah sistem panen yang menerapkan dengan satu pemanen saja
yang melakukan kegiatan pemotongan tandan buah masak di pokok, mengutip
brondolan sampai dengan mengantar tandan buah masak ke tempat pengumpul

9
hasil. Sedangkan BHS by DOL adalah sistem panen yang menerapkan dengan
beberapa orang untuk melakukan pemotongan tandan buah masak pada pokok,
mengutip brondolan, dan mengantar TBS ke tempat pengumpul hasil. BHS by
DOL terbagi atas dua macam, yaitu :
a. BHS by DOL 2 ,dan
b. BHS by DOL 3.
BHS by DOL-2 adalah sistem panen yang menggunakan 2 tenaga kerja/hancak
panen untuk melakukan kegiatan potong buah dan pengutipan brondolan,
sedangkan BHS by DOL-3 menggunakan 3 tenaga pemanen/hancak panen untuk
melakukan kegiatan potong buah, pengutipan berondolan dan mengantar tandan
buah segar ke tempat pengumpul hasil (Sukamto, 2008).

2.2.2 Rotasi Panen/Pusingan Panen


Rotasi panen atau yang biasa disebut dengan “pusingan panen” adalah waktu
yang diperlukan antara panen terakhir sampai dengan panen berikutnya pada areal
atau hancak yang sama. Penetapan rotasi panen berguna untuk menentukan
produksi TBS, kualitas/mutu buah dan mutu transport. Pada umumnya,
perkebunan kelapa sawit di Indonesia menggunakan rotasi panen 7 hari. Tiap
areal panen dapat dibagi menjadi 3 atau 4 hari panen, namun rotasi panen harus
tetap 7 hari. Dalam keadaan normal, panen setidaknya dilakukan seebanyak 5 kali
dalam seminggu atau biasa disebut dengan sistem panen 5/7 yaitu hari senin
sampai dengan hari jumat. Rotasi panen dapat dirubah 9-12 hari pada panen
rendah dan puncak panen 5/7 hari (Semangun,2005).

Menurut Semangun (2005) pusingan panen dapat dikatakan normal apabila


memenuhi beberapa hal yaitu :
a. 7 hari pusingan panen mencapai, artinya dibutuhkan waktu 7 hari untuk
memanen seluruh seksi panen.
b. Satu seksi panen diselesaikan dalam satu/dua hari, lebih dari itu maka pusingan
panen tidak bisa dikatakan normal.
c. Apabila mengulang rotasi panen, pelaksanaan panen terjadi pada hari yang
sama dan areal yang sama.

10
Pusingan yang tinggi (>7 hari) disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
a. Tenaga panen tidak tercukupi, tenaga panen yang ada dialihkan ke kegiatan
teknis yang lainnya sehingga berakibat pusingan panen lebih dari 7 hari.
b. Tingkat ketidak hadiran pemanen tinggi, sehingga berakibat tidak adanya
tenaga panen untuk melaksanakan kegiatan potong buah pada hancak si
pemanen tersebut.
c. Panen puncak, mengakibatkan pemanen kewalahan untuk melakukan potong
buah karena kondisi buah yang sedang banyak, sehingga dibutuhkan waktu 1
atau 2 hari untuk menyelesaikan hancak dalam satu seksi.
d. Curah hujan tinggi, kondisi curah hujan yang tinggi apalagi hujan pada saat
jam kerja memaksa pemanen memutuskan untuk tidak bekerja dan melanjutkan
pada esok hari, sehingga berakibat penyelesaian satu seksi panen lebih dari 1
atau 2 hari.

Pusingan yang tinggi tersebut dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu :


a. Munculnya buah over ripe atau buah terlalu matang, hal ini dikarenakan
pemanen tidak mampu mengejar pusingan yang tinggi sehingga buah lambat
dipanen.
b. Buah restan atau buah tidak dianta ke pabrik selama 24 jam, kondisi buah yang
banyak mengakibatkan sistem pengangkutan tidak mampu mengangkut TBS ke
pabrik.
c. Potensi losses atau kerugian tinggi, banyaknya TBS dan brondolan di hancak
memungkinkan pemanen tidak mengutip dan membawanya ke TPH karena
kondisi buah yang banyak sehingga biasanya terjadi buah tidak dipanen dan
brondolan tinggal.
d. Kenaikan asam lemak bebas pada hasil olahan kelapa sawit yaitu CPO, adanya
buah restan, buah terlalu masak dan terangkutnya brondolan yang sudah
membusuk mengakibatkan tingginya asam lemak bebas pada CPO.
2.2.3 Kerapatan Panen
Menurut Pahan (2008) angka kerapatan panen (AKP) adalah suatu kegiatan untuk
menghitung jumlah buah yang sudah siap panen di lapangan, dimana kriteria buah

11
sawit yang sudah layak untuk di panen ialah antara lain : sudah berwarna merah
atau orange dan brondolan yang jatuh berjumlah lima biji atau lebih (Fraksi 5 ke
atas). Kegiatan menghitung AKP ini biasanya dilakukan sehari sebelum kegiatan
pemanenan di lakukan yang bertujuan untuk mengetahui jumlah tros yang dapat
di panen di lapangan esok hari sehingga dapat di tentukan jumlah produksi yang
akan di hasilkan, jumlah truk yang di perlukan untuk mengangkut TBS yang di
panen, dan berapa harian kerja (HK) yang di perlukan untuk memanen area
tersebut.

Cara kerja dalam kegiatan AKP ini, pertama-tama kita harus mengambil sampel
yang akan mewakili seluruh populasi pohon sawit yang ada, biasanya jumlah
sampel yang diambil bervariasi tergantung kebijakan pimpinan namun biasanya
yang paling sering digunakan ialah 3% atau 5% dari jumlah populasi, pemilihan
sampel dilapangan di lakukan secara acak dimana sampel yang diambil harus lah
yang dapat mewakili dari keseluruhan jumlah populasi.

2.2.4 Kebutuhan Tenaga Panen


Dalam proses pemanenan, tenaga panen menjadi faktor penting dalam
menyukseskan kegiatan panen. Dimana tenaga panen berhubungan langsung
dengan aspek teknis pemanenan. Oleh karena itu, kebutuhan tenaga panen yang
berkualitas sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil produksi yang berkualitas
dan dapat diterima oleh pasar.

Dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja panen, seorang pemimpin kebun harus
mempertimbangkan luas areal dan kemampuan pekerja agar pekerjaan panen
dapat terselesaikan dengan baik. Pada umumnya, perusahaan kelapa sawit di
Indonesia menetapkan rasio tenaga kerja berkisar 1:18, artinya setiap pemanen
memiliki areal/hancak yang harus dipanen sebanyak 18 hektar selama satu
rotasi/pusingan panen.

Kebutuhan tenaga pemanen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :


a. Kerapatan panen,
b. Luas hancak panen,

12
c. Kapasitas pemanen,
d. Berat janjang rata-rata, serta
e. Populasi pohon dalam setiap blok (Semangun, 2005).
Berikut perhitungan kebutuhan tenaga panen :
Kebutuhan tenaga panen = AxBxCxD/E
Keterangan : A= Luas hancak yang akan dipanen (ha)
B= Kerapatan panen (%)
C= Berat Janjang Rata-rata (kg)
D= Populasi tanaman (pohon/ha)
E= Kapasitas pemanen / HK

2.3. Premi Panen


Premi tidak lepas kaitannya dengan basis, basis merupakan hasil standar kerja
yang ditetapkan oleh perusahaan. Premi panen sangat berpengaruh terhadap
kinerja dan kepuasan kerja karyawan. Pada dasarnya, pembuatan premi panen
berhubungan dengan biaya potong buah per kg TBS sesuai anggaran tahun
berjalan dan sistem premi sebelumnya. Besaran premi harus sesuai dengan
anggaran namun premi tersebut dapat menarik perhatian tenaga kerja agar
terciptanya semangat kerja yang tinggi. Di indonesia, perkebunan perkebunan
kelapa sawit menggunakan dua jenis sistem premi panen yang diterapkan, yang
pertama adalah premi potong buah berdasarkan jumlah janjang buah/TBS yang
didapat kemudian yang kedua premi panen ditentukan dari jumlah berat (kg)
buah/TBS yang didapat setelah ditimbang dari pabrik (Pahan 2008).

Biasanya basis panen yang harus dicapai seorang pemanen adalah 1300 kg pada
hari biasa, sedangkan pada hari Jumat 930 kg. Premi akan diberikan kepada
pemanen apabila pemanen tersebut mampu mencapai basis atau melebihi basis.
Premi di bagi atas dua macam yaitu, premi siap borong dan premi lebih borong.
Premi siap borong merupakan premi yang diberikan kepada pemanen apabila
sudah mencapai basis, sedangkan premi lebih borong diberikan kepada pemanen
jika pemanen melebihi basis yang sudah ditentukan pada hari tersebut. Sistem
premi tidak hanya diperuntukan bagi tenaga kerja pemanen, premi juga diberikan

13
kepada mandor, kerani cek sawit dan mandor 1.Walaupun sitem premi ini
diberikan kepada seluruh organisasi panen terkecuali asisten divisi, besaran premi
setiap jabatan berbeda-beda. Hal ini tentu saja disebabkan oleh kapasitas tanggung
jawab yang dimiliki setiap jabatan berbeda. Contoh, pada premi yang diberikan
kepada mador 1 didapat dari total jumlah premi hari ini dibagi dengan jumlah
tenaga kerja yang masuk kemudian di kalikan dengan 125%. Angka ini lebih
besar dari premi yang didapatkan dari seorang mandor panen yang dikalikan 150
%, hal ini tentu saja berhubungan dengan kapasitas tanggung jawab seorang
mandor panen lebih besar dari mandor 1 (Fauzi, 2012). Berikut penjelasan lebih
lanjut mengenai basis dan premi panen.
V Basis
a. Basis borong = 1300 kg
= 930 kg pada hari jumat
b. Basis lebih borong =>1300 kg
=> 930 kg pada hari jumat
c. Basis borong pemanen = Rp 13.500,-/basis borong

V Premi
a. Premi lebih borong pemanen = Rp 45,-/kg
b. Premi mandor panen = Total jumlah premi hari ini / jumlah HK
panen x 150%
c. Premi krani cek sawit = Total jumlah premi hari ini / jumlah HK
panen x 125%
d. Premi mandor 1 = Total jumlah premi hari ini / jumlah HK
panen x 125%

V Premi brondolan
a. Premi pemanen = Rp 140,-/kg
b. Premi mandor panen = Total seluruh berondolan yang didapat x
Rp 5,-/kg
c. Premi krani brondolan = Total seluruh brondolan yang didapat x Rp
8,-/kg

14
d. Premi mandor 1 = Total seluruh brondolan yang didapat x Rp
2,-/kg.
Menurut Nugroho (2011) adapun tujuan dari penetapan premi panen adalah :
a. Premi panen diberikan untuk lebih menggairahkan pemanen sehingga pemanen
terangsang untuk dapat berproduksi lebih tinggi, baik kualitatif maupun
kuantitatif dan diberikan tidak statis.
b. Untuk meningkatkan disiplin kerja dan sasaran perusahaan secara optimal
c. Meningkatkan pendapatan karyawan dan saling menguntungkan kepada kedua
belah pihak (karyawan dan perusahaan).
d. Premi dapat ditinjau kembali sejalan dengan perkembangan upah karyawan
harian tetap, perkembangan harga CPO/inti, ekonomi dan kondisi harga
perusahaan.
2.4 Kinerja dan Kepuasan Kerja
Ada berbagai pengertian tentang kepuasan kerja, antara lain :
a. Tiffin mengatakan bahwa kepuasan kerja sebagai sikap dari karyawan terhadap
pekerjaannya sendiri sendiri, situasi kerja, dan kerja sama antara pimpinan
dengan sesama karyawan.
b. Blum berpendapat kepuasan kerja sebagai sikap umum yang merupakan hasil
dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri,
dan hubungan sosial individu di luar kerja.
c. Sedangkan Fathoni menyatakan “kepuasan kerja adalah sikap emosional yang
menyenangi dan mencintai pekerjaannya”.

Dari beberapa pengertian tentang kepuasan kerja, dapat disimpulkan bahwa


kepuasan kerja merupakan perasaan ataupun sikap positif karyawan terhadap
pekerjaannya. Dimana sikap ini dipengaruhi dari berbagai macam faktor, baik itu
faktor internal pekerjaan (situasi kerja dan hubungan dengan pemimpin atau
sesama karyawan) dan faktor eksternal pekerjaan (hubungan sosial diluar
lingkungan kerja).

Menurut Umar (1998), tugas manajemen sumber daya manusia adalah untuk
mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan

15
pekerjaannya. Tugas manajemen sumber daya manusia dapat dikelompokkan atas
tiga fungsi yaitu :
a. Fungsi manajerial : perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian.
b. Fungsi operasional : pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja.
c. Kedudukan manajemen sumber daya manusia dalam pencapaian tujuan
organisasi secara terpadu.

Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi, dan
kepuasan kerja para karyawan adalah melalui kompensasi. Kompensasi dapat
diartikan sebagai sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja
mereka. Menurut Mathis dan Jackson (2006) kompensasi terdiri atas :
a. Kompensasi langsung, yang terdiri dari gaji pokok (upah dan gaji) dan
penghasilan tidak tetap (bonus, insentif, opsi saham).
b. Kompensasi tidak langsung, yang terdiri dari tunjangan (asuransi
kesehatan/jiwa,cuti berbayar, dana pensiun).
Program kompensasi yang efektif dalam sebuah organisasi memiliki empat tujuan,
yaitu :
a. Kepatuhan pada hukum dan peraturan yang berlaku
b. Efektifitas biaya bagi organisasi
c. Keadilan internal, eksternal, dan individu bagi karyawan
d. Peningkatan kinerja bagi organisai.

Apabila seorang karyawan diberikan tambahan pendapatan ataupun hal-hal yang


bertujuan untuk memotivasi karyawan, maka karyawan akan merasa puas dan
meningkatkan kinerjanya. Tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit karyawan yang
tidak berprilaku seperti halnya pernyataan tersebut. Ada berbagai faktor lain yang
menyebabkan karyawan berprilaku positif ataupun negatif terhadap sistem
peningkatan motivasi tersebut.
Motivasi kerja akan menghasilkan kinerja yang positif terhadap karyawan, kinerja
sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas

16
kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah
apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa kinerja merupakan hasil dari kegiatan yang harus ataupun tidak harus
dilakukan karyawan yang berupa kualitas maupun kuantitas yang sesuai dengan
tanggung jawabnya dan norma-norma yang berlaku pada perusahaan dalam
jangka waktu tertentu (Mathis dan Jackson, 2006).

Adapun elemen-elemen kinerja pada umumnya menurut Mathis dan Jackson


(2006), terdiri dari lima elemen yaitu :
a. Kualitas dari hasil
b. Kuantitas dari hasil
c. Ketepatan waktu dan hasil
d. Kehadiran
e. Kemampuan bekerja sama

Kinerja itu sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor utama antara lain :


a. Kemampuan untuk melakukan pekerjaan (ability)
b. Usaha yang diberikan/dicurahkan (effort)
c. Dukungan organisasi

17

Anda mungkin juga menyukai