Anda di halaman 1dari 5

Faktor kehilangan pada kelapa sawit

Pendahuluan
Indonesia adalah negara dengan luas perkebunan kelapa sawit dan sebagai produsen
Crude Palm Oil (CPO) nomor satu di dunia, yakni sekitar 24 juta ton (Wahyudi 2012). Produksi
CPO Indonesia selain menjadi sumber pendapatan negara, juga sekaligus memenuhi 47%
kebutuhan minyak nabati dunia (Wiyono 2013). Manfaat lain dari adanya perkebunan kelapa
sawit yaitu terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang hidup di sekitar
perkebunan, yang diharapkan dapat mendongkrak perekonomian dan taraf hidup masyarakat
secara berkelanjutan. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Berasal dari Nigeria,
Afrika Barat. Namun, ada sebagian pendapat yang justru menyatakan bahwa kelapa sawit
berasal dari kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil.

Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup penting di


Indonesia dan masih memiliki prospek pembangunan yang cukup cerah. Komoditas kelapa
sawit, baik merupakan bahan mentah maupun hasil olahannya, menduduki peringkat ketiga
penyumbang devisa non migas terbesar bagi Negara Indonesia, selain Karet dan Kopi (Wahyudi
2012).
Panen adalah pemotongan tandan buah dari pohon sampai dengan pengangkutan ke
pabrik yang meliputi kegiatan pemotongan tandan buah matang, pengutipan brondolan,
pemotongan pelepah, pengangkutan hasil ke TPH, dan pengangkutan hasil ke pabrik (PKS).
Berdasarkan tinggi tanaman ada dua cara panen yang umum dilakukan oleh perkebunan kelapa
sawit untuk tanaman yang berumur kurang dari 7 tahun cara panen menggunakan alat dodos
dengan gagang pipa besi atau tongkat kayu. Sedangkan tanaman berumur 7 tahun atau lebih
pemanenan menggunakan egrek yang disambung dengan pipa aluminium atau batang bambu.
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang sekarang ini banyak
diusahakan baik oleh petani perkebunan maupun perusahaan. Hasil panen utama dari tanaman
kelapa sawit adalah buah kelapa sawit yang disebut tandan buah segar. Tanaman kelapa sawit
mulai berbunga dan membentuk buah pada umur 2-3 tahun. Memanen kelapa sawit merupakan
suatu kegiatan yang sangat penting pada pengelolaan kelapa sawit. Keberhasilan panen akan
menunjang pencapaian produktivitas tanaman, sebaliknya kegagalan panen akan menghambat
pencapaian produktivitas tanaman kelapa sawit. Cara yang tepat akan mempengaruhi kuantitas
produksi, sedangkan waktu yang tepat akan mempengaruhi kualitas produksi. Pemanenan yang
dapat menghasilkan produksi kelapa sawit yang maksimal meliputi, kriteria matang panen,
taksasi produksi, rotasi panen, cara panen, kebutuhan tenaga panen, transportasi panen, dan
premi panen.
Faktor-Faktor Susut Pasca Panen

1) Tandan matang tidak dipanen


Tandan matang tidak terpanen itu biasanya karena kurang telitinya pemanen itu sendiri,
buah yang seharusnya sudah masak kriteria matang panen tetapi tidak dipanen biasanya dilihat
oleh mandor atau asisten maka pemanen tersebut diharuskan kembali ke blok tersebut dan
mengambil buah yang tadinya tidak terpanen.
2) Tandan dipanen tidak dikumpulkan di TPH
Di perusahaan tersebut biasanya krani atau asisten lapangan mendapatkan tandan yang
sudah dipanen tetapi tidak dikumpulkan ke TPH itu biasanya di lahan yang jurang atau yang
susah dilewati kendaraan karena kondisi medan jalan yang memang sulit dan rusak parah
apalagi cuaca hujan tidak menentu .
3) Perhitungan buah di TPH
Perhitungan buah dilakukan oleh krani panen tujuan agar mempermudah dalam
pengangkutan dan mengetahui jumlah buah panen pada hari itu yang dikirim ke pabrik
pengolahan dan krani panen ingin mengetahui berapa hasil yang dicapai satu orang karyawan
dalam 1 hari kerja karena perusahaan sudah menentukan target dalam 1 hari kerja harus
mencapai 110 tandan buah segar persatu karyawan panen.
4) Tandan busuk
Tandan busuk biasanya dijumpai di blok-blok tertentu saja yang kondisi jalannya
memang rusak parah dan curah hujan yang tidak menentu akibatnya buah yang sudah lama
dipanen tidak terangkut
karena kondisi jalan
5) Brondolan yang tertinggal di piringan atau pasar pikul
Brondolan yang tertinggal di piringan atau pasar pikul disebabkan oleh kurangnya
tenaga kerja dan pengawasan oleh pihak mandor, biasanya sering ditemukan oleh asisten
lapangan brondolan yang tidak dikumpulkan di TPH biasanya di daerah jurang

Sumber-Sumber Loss Post-Harvest Tandan Buah Segar (TBS)

Kegiatan pasca panen kelapa sawit merupakan salah satu kegiatan yang sangat
mempengaruhi kuantitas produksi TBS. TBS kelapa sawit akan melewati beberapa tahap sampai ke
pabrik kelapa sawit (PKS), tahapan yang dilalui tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa
Pagaruyung tersebut yaitu di lahan sawit, di tempat pengumpul hasil (TPH), di transpotrasi (mobil
angkutan/truck) dan di pabrik kelapa sawit (PKS).
Kegiatan pasca panen kelapa sawit merupakan salah satu kegiatan yang sangat mempengaruhi
kuantitas produksi TBS. TBS kelapa sawit akan melewati beberapa tahap sampai ke pabrik kelapa sawit
(PKS), tahapan yang dilalui tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Pagaruyung tersebut yaitu di
lahan sawit, di tempat pengumpul hasil (TPH), di transpotrasi (mobil angkutan/truck) dan di pabrik
kelapa sawit (PKS). kehilangan hasil produksi berupa brondolan yang tertinggal di bak truck sangat
kecil yaitu 10-20 butir brondolan, sedangkan kapasitas truck angkutan TBS adalah 8-10 ton.
Jika disapu sampai bersih sehingga tidak adanya brondolan yang tertinggal di bak truck, maka
kehilanagan produksi pada tahapan di transportasi dianggap tidak ada. Berdasarkan uraian tersebut,
maka loss post-harvest TBS kelapa sawit di Desa Pagaruyung terdapat pada : 1. Di lahan kelapa sawit
(brondolan tertinggal) 2. TPH (pengecekan TBS mentah dan brondolan tertinggal) 3. Pabrik kelapa sawit
(PKS) (proses sortasi TBS) Tahapan-tahapan yang dilalui TBS kelapa sawit tersebut terdapat sumber
risiko yang mengakibatkan hilangnya hasil produksi tandan buah segar (TBS) di Desa Pagaruyung
Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar. 1. Kehilangan Hasil Produksi di Lahan Kehilangan produksi
TBS yang terjadi di lahan kelapa sawit adalah berbentuk brondolan yang terlepas dari tandan sawit yang
berada disekitar piringan pohon dan TBS mentah yang terpanen, namun TBS mentah terpanen ini akan
diketahui ketika semua TBS sudah diangkut ke TPH, hilangnya brondolan TBS yang ada di area lahan
petani disebabkan oleh beberapa sumber sebagai berikut: a) Tinggi tanaman; Tanaman kelapa sawit di
Desa Pagaruyung berumur 30 tahun dengan ketinggian lebih 12 meter sehingga pemanen cukup sulit
dalam melakukan pemanenan dan jarak jatuh tandan tersebut akan mengakibatkan banyaknya brondolan
yang terlepas dari tandannya. b) waktu panen; Selang waktu panen pertama ke panen berikutnya adalah
selama 14 hari, kondisi ini juga akan berakibat pada hilangnya produksi kelapa sawit Desa Pagaruyung,
karena ada buah yang ketika panen pertama belum terlalu matang yang berakibat kepada buah mentah
terpanen atau buah tersebut akan terlalu matang ketika dipanen pada 14 hari berikutnya yang akan
berakibat kepada membrondolnya buah kelapa sawit. c) SDM pemanen dan teknik panen; Kemampuan,
ketelitian dan pengetahuan pemanen pemanen dalam melihat kondisi buah sangat menentukan hasil
panen. Jika Pemanen tidak mampu mengetahui karakteristik buah yang matang akan menyebabkan TBS
mentah terpanen, sebaliknya ketika tidak dipanennya buah yang seharusnya dipanen, akibatnya adalah
buah matang yang tidak terpanen tersebut akan menjadi buah kelewat matang dan buah akan
membrondol cukup banyak ketika priode panen berikutnya. d) Kebersihan piringan pohon; kebersihan
piringan berfungsi melaksanakan standar pasca panen kelapa sawit dalam hal ini adalah memudahkan
petani dalam mengutip brondolan yang berserakan dilahan, Namun kondisi dilapangan piringan
tanaman kelapa sawit di Desa Pagaruyung masih terdapat gulma dan ilalang di sekitar piringan, sehingga
sukar dalam mengutip brondolan yang tertutup gulma dan lalang tersebut. 2. Kehilangan Hasil di Tempat
Pengumpulan Hasil (TPH) Tempat pengumpulan hasil (TPH) merupakan tahapan yang terdapat dua
jenis kegiatan yaitu pengecekan TBS mentah dan penimbangan TBS satu hari setelah pemanenan,
masing-masing kegiatan tersebut akan menimbulkan risiko kehilangan produksi berupa buah mentah
terpanen dan brondolan yang tertinggal di TPH. Kehilangan produksi di TPH disebabkan oleh TPH yang
tidak bersih yang mengakibatkan sulit dalam mengutip brondolan, namun TPH di Desa Pagaruyung
sangat bersih sehingga memungkinkan semua brondolan yang berserakan di TPH dikutip dan diangkut,
namun petani sengaja meninggalkan sebagian brondolan yang berserakan di TPH untuk masyarakat
yang mengutip brondolan tersebut. 3. Kehilangan produksi di Pabrik (Sortasi TBS) Kehilanagn produksi
di tempat sortasi pabrik adalah persentase potongan produksi yang diterima petani berupa buah yang
ditolak karena tidak sesuai dengan kriteria pabrik, persentase potongan tersebut tentukan berdasarkan
pengamatan petugas sortasi pabrik oleh beberapa aspek yaitu tangkai tandan yang masih panjang,
janjang kosong dan buah mentah.
Faktor-faktor susut pasca panen

1) Tandan matang tidak dipanen


Tandan matang tidak terpanen itu biasanya karena kurang telitinya pemanen itu sendiri,
buah yang seharusnya sudah masak kriteria matang panen tetapi tidak dipanen biasanya dilihat
oleh mandor atau asisten Afdeling maka pemanen tersebut diharuskan kembali ke
blok tersebut dan mengambil buah yang tadinya tidak terpanen.
2) Tandan dipanen tidak dikumpulkan di TPH
Di perusahaan tersebut biasanya krani atau asisten lapangan mendapatkan tandan yang
sudah dipanen tetapi tidak dikumpulkan ke TPH itu biasanya di lahan yang jurang atau yang
susah dilewati kendaraan karena kondisi medan jalan yang memang sulit dan rusak parah
apalagi cuaca hujan tidak menentu .
3) Perhitungan buah di TPH
Perhitungan buah dilakukan oleh krani panen tujuan agar mempermudah dalam
pengangkutan dan mengetahui jumlah buah panen pada hari itu yang dikirim ke pabrik
pengolahan dan krani panen ingin mengetahui berapa hasil yang dicapai satu orang karyawan
dalam 1 hari kerja karena perusahaan sudah menentukan target dalam 1 hari kerja harus
mencapai 110 tandan buah segar persatu karyawan panen
4) Tandan busuk
Tandan busuk biasanya dijumpai di blok-blok tertentu saja yang kondisi jalannya
memang rusak parah dan curah hujan yang tidak menentu akibatnya buah yang sudah lama
dipanen tidak terangkut
karena kondisi jalan
5) Brondolan yang tertinggal di piringan atau pasar pikul
Brondolan yang tertinggal di piringan atau pasar pikul disebabkan oleh kurangnya
tenaga kerja dan pengawasan oleh pihak mandor, biasanya sering ditemukan oleh asisten
lapangan brondolan yang tidak dikumpulkan di TPH biasanya di daerah jurang

Pengaruh mutu buah yang buruk

Mutu buah yang buruk dapat meningkatkan kadar FFA secara signifikan saat buah
tersebut diolah menjadi CPO secara bersamaan. kadar FFA dalam CPO akan meningkat sebesar
0.04% setiap pengolahan 1% buah buah bermutu buruk.
Pengolahan buah busuk 1% akan meningkatkan kandungan FFA sebesar 0.064%.
Apabila dianalisis secara parsial, buah busuk dan atau janjang kosong(empty bunch)adalah
mutu buah yang memiliki pengaruh terbesar dalam peningkatan kandungan FFA dalam CPO.
Setidaknya ada dua hal yang menyebabkan munculnya empty bunch, pertama terpanennya
empty buncholeh pemanen dan kemudian diangkut truk buah hingga ke loading ramp PKS.
Kedua adalah karena buah yang dipanen tidak dapat segera diolah pada hari yang sama
(terlambat angkut) sehingga mengalami penundaan olah atau penimbunan baik di kebun
maupun di loading ramp PKS. Peristiwa terpanen dan terangkutnya empty bunch hingga ke
PKS terjadi karena rotasi panen yang tinggi (≥6/9) sehingga buah matang pada tanaman kelapa
sawit telah berubah menjadi over ripe dan empty bunch, tergantung umur kematangan buah.
Rotasi panen yang tinggi dapat meningkatkan produksi buah dengan kematangan yang buruk
atau terlalu tua bahkan sampai mengalami pembusukan. Setiap kenaikan persentase blok
dengan rotasi tinggi 1% akan menyebabkan peningkatkan persentase buah busuk 0.33%.
Kenaikan FFA dalam CPO Akibat Buah Luka. Luka buah dapat timbul karena
penanganan buah (panen dan pasca panen) yang kasar; kontaminasi patogen (buah sakit); dan
kerusakan struktur buah karena hama tikus. Luka pada buah yang diiringi pembentukan FFA
berasal dari pelukaan selama pengumpulan dan pengangkutan ke PKS atau buah membusuk.
Selain itu pada proses panen, pengangkutan ke PKS sampai dengan pergerakan buah di dalam
PKS adalah sumber buah memar atau luka yang dapat meningkatkan kandungan FFA dalam
CPO.
Pembentukan FFA dalam buah dimulai dengan pecahnya dinding sel yang mengandung
minyak, sehingga enzim lipolitik yang terdapat pada protoplasma bekerja menghidrolisis lemak
dan asam lemak akhirnya dibebaskan (FFA terbentuk). Reaksi tersebut akan berlangsung sangat
cepat, akan tetapi pada buah yang tidak luka FFA hanya naik 0.2% selama 4 hari. Enzim
lipolitik akan dinonaktifkan pada suhu 60oC sewaktu perebusan buah di PKS, dengan begitu
dapat dikatakan bahwa proses pengumpulan dan pengangkutan buah di kebun atau sebelum
diolah di PKS merupakan titik kritis timbulnya luka pada buah yang dapat mempercepat
terbentuknya FFA di lapangan.
Penggunaan alat panen yang kurang bijak adalah salah satu penyebab buah luka karena
penanganan panen yang kasar. Kelapa sawit yang semakin tinggi akan menyulitkan
penggunaan dodos dalam menjangkau buah sehingga potensi adanya buah luka lebih besar.
Ketinggian kelapa sawit tergantung pada tahun tanam, semakin tua maka semakin tinggi
jangkauan panennya.
Umur tanaman berdasarkan tahun tanam di TSE 1 talah mencapai 6−8 tahun, yang
berdampak pada sudut panen dengan dodos akan lebih kecil dari 45o. Penggunaan dodos
dengan sudut >45o akan menguras tenaga pemanen yang bekerja selama 7 jam setiap harinya.
Tenaga yang terkuras akan berdampak pada konsentrasi pemanen yang menurun sehingga
potensi pelukaan buah karena terkena pisau dodos lebih besar. Penggunaan egrek atau sabit
sebagai alat panen dengan kondisi seperti ini adalah pilihan yang lebih bijak bila diterapkan.
Salat satu tujuannya adalah memudahkan tenaga panen dalam memotong buah sekaligus
minimalisasi adanya buah luka karena alat panen.
Buah luka juga diakibatkan karena buah yang busuk atau sakit. Buah sakit disebabkan
karena aktivitas mikroorganisme seperti bakteri dan cendawan. Salah satu penyakit tanaman
kelapa sawit adalah busuk tandan yang disebabkan oleh cendawan Marasmius palmivorius.
Tandan buah yang terserang berat oleh penyakit ini dapat meningkatkan FFA dalam minyak .
Secara perlahan aktivitas bakteri dan cendawan mengakibatkan kerusakan pada minyak dalam
buah, salah satunya kenaikan kadar FFA dalam minyak melalui reaksi oksidasi.
Buah rusak atau buah tidak utuh dapat disebabkan salah satunya oleh serangan hama
tikus. Serangan tikus (Rathus tiomanicus)dewasa adalah dengan mengonsumsi daging buah
(mesocarp)antara5.94−13.70 gramhari-1ekor-1atau setara dengan kehilangan minyak (CPO)
berkisar antara 327.96−962.38 kg ha-1 per tahun. Serangan hama ini sudah pasti akan merusak
dinding sel buah yang selanjutnya akan memicu terjadinya reaksi hidrolisis dan oksidasi yang
merugikan,
Penanganan yang diperlukan dalam mengendalikan aktivitas OPT (Organisme
Pengganggu Tanaman) setidaknya dengan melakukan pemeliharaan sanitasi lingkungan
tanaman kelapa sawit dan merawat tanaman sehingga terhindar dari serangan hama dan
penyakit yang merusak buah.

Daftar pustaka
Wahyudi, A. 2012. Produksi CPO Indonesia Terbesar di Dunia [Internet]; [diunduh pada: 2013
Oktober 11] . Berita. Tersedia pada: http://www.bumn.go.id/ptpn8/
publikasi/berita/produksi-cpo-indonesia-terbesar-di-dunia/
Wiyono. 2013. Hasrat menguasai pasar minyak sawit. Info Sawit. 7(1):12-15.

Anda mungkin juga menyukai