Anda di halaman 1dari 23

PRAKTIKUM II

Topik : Kemelimpahan dan Keanekaragaman Insekta Malam


Tujuan : Untuk Mendeskripsikan Kemelimpahan, Keanekaragaman Jenis
dan Jumlah Insekta Malam
Hari/ Tanggal : Sabtu-Minggu/ 3-4 April 2021
Tempat : Lingkungan Desa Sungai Bakau, Kecamatan Takisung,
Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan

I. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Light trap
2. Termometer
3. Higrometer
4. Anemometer
5. Lux meter
6. Plastik gula
7. Plastik sampel
8. Kertas label
9. Larutan sabun
10. Karet gelang
11. Karet ban

B. Bahan
1. Jenis-jenis insekta malam yang terjerat dalam perangkap jerat sinar

II. CARA KERJA


1. Menentukan tempat pengambilan sampel daerah yang cocok dan banyak
tumbuhannya dan jauh dari cahaya.
2. Memasang alat jerat sinar mulai pukul 21.00 WITA dan mengambilnya
pukul 00.00 dan 06.00 WITA.
3. Mengukur parameter lingkungan seperti suhu, kelembaban dan
kecepatan angin dan intesitas cahaya pada daerah pengambilan sampel.
4. Mengamati serangga yang terjebak menggunakan loupe lalu
mengidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi.
5. Mencatat data yang dihasilkan dalam tabel pengamatan.
6. Menganalisis data yang diperoleh.

Untuk menghitung kemelimpahan dapat menggunakan rumus nilai penting


yang dikemukakan oleh Soerianegara dan Indrawan (1978) yaitu :
Nilai penting (NP) = FR + KR
Keterangan :
Frekuensi suatu spesies
Frekuensi Relatif (FR) = x 100 %
Total frekuensi seluruh spesies
Kerapatan suatu spesies
Kerapatan Relatif (KR) = x 100 %
Total kerapatan seluruh spesies

Untuk pengujian menghitung indeks keanekaragaman digunakan rumus


yang dikemukakan oleh Shannon – Wiener dalam Odum (1993) sebagai
berikut :

H’ = - Σ Pi ln Pi

Dimana Pi = ni/N

ni = Jumlah individu jenis ke-i, N = Jumlah individu keseluruhan

III. TEORI DASAR


Insekta merupakan kelompok binatang yang tersebar didunia, kira-kira
lebih dari 1.000.000 spesies yang telah ditemukan dan diberi nama.
Diperkirakan masih ada 1.000.000 spesies lagi yang masih perlu diberi nama
(Waluyo, 1982). Kelompok hewan ini menarik untuk diamati karena selain
jenisnya cukup banyak juga karena peranannya dalam kehidupan. Menurut
Harahap (1994) di dalam ekosistem baik alami maupun buatan insekta dapat
memainkan peranan penting antara lain : pemakan tumbuhan, parasitoid dan
predator pada insekta lain, parasit pada hewan lain, pengurai penyerbukan
serta penghasil bahan-bahan berguna bagi manusia.
Suatu perkebunan insekta bisa datang sendiri untuk mencari makan,
tetapi kehadirannya itu dapat pula terbawa oleh hewan lain seperti burung.
Pada mulanya memang jumlahnya sedikit kemudian menjadi besar manakala
kondisi lingkungan sesuai dengan yang diinginkan insekta tadi (Dharmono,
2021).
Menurut Soemarwoto, J, et al (1990) semua organisme mempunyai
tingkah laku iriabilitas yaitu daya menanggapi, agaknya merupakan salah 1
sifat utama makhluk hidup. Daya ini memungkinkan organisme
menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya, betapapun
sederhananya organisme tadi. Rangsangan dalam bentuk cahaya akan
mempengaruhi kegiatan insekta malam. Cahaya juga memberikan informasi
vitalo tentang lingkungannya kepada binatang (Cromer,A.H.1994).
Insekta adalah makhluk hidup yang paling banyak didunia, karena itu
tak mengherankan bila dimanapun kita berada selalu menemukan mereka.
Banyak jenis diantara insekta yang merupakan pengganggu dilingkungan
kita akan tetapi tidak sedikit pula yang menguntungkan (Kuncoro,1984).
Menurut Yasin (1984) insekta merupakan invertebrata yang hidup ditempat
kering dengan sayapnya dapat terbang, kemampuan terbang menolong
insekta dalam mencari makan, bertemu lawan jenis dan dapat
menghindarkan diri dari musuh.
Tubuh insekta yang kecil juga memberikan keuntungan yang besar
sebab dengan tubuhnya yang kecil mereka dapat mengirit makanan. Sebutir
gula sudah mampu menghidupi sekelompok semut. Keuntungan yang lain
adalah insekta mampu berkembang biak (reproduksi) dengan cepat dan
kebanyakan dari mereka mempunyai siklus hidup yang pendek (Putra,1994).
IV. HASIL PENGAMATAN
A. Tabel Hasil Pengamatan dan Perhitungan
1. Tabel Hasil Pengamatan dan Perhitungan

∑ ∑
Waktu
Ind cup
No Nama
11 12 13 14 15 16 17 18 19
. Spesies
3:0 6:0 3:0 6:0 3:0 6:0 3:0 6:0 3:0 6:0 3:0 6:0 3:0 6:0 3:0 6:0 3:0 6:0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 Apis florae 1 1 1           1   1   1           6 6
Dysdercus
2 1                       1   1 1     4 4
cingulatus
3 Culex sp       2       1 4 1       1         9 5
Blaberus
4               1                     1 1
discoidalis
Mxya
5             1                       1 1
serville
Musca
6             1                       1 1
domestica
Ischnura
7               1                     1 1
senegalensis
Valanga
8                 1                   1 1
nigricornis
Scotinophar
9         1                           1 1
a coarcata
10 Camponotus         1                           1 1
sp
Chironomus
11         1                           1 1
sp
12 Apis sp         1                           1 1
13 Plodia sp           1                         1 1
Limnephilus
14           1                         1 1
centralis
Charidotella
15                 1                   1 1
sp
Anobium
16                                 1 1 2 2
punctatum
∑ 2 1 1 2 4 2 2 3 7 1 1 0 2 1 1 1 1 1 33 29

pi
K
KR% F (Cuplikan/titik) FR% NP Pi Ln H'
(Individu/titik)
pi
38.87 0.18 2.361
0.333 18.182 0.333 20.690 0.310
1 2
25.91 0.12
0.222 12.121 0.222 13.793 0.256
4 1
44.51 0.27
0.500 27.273 0.278 17.241 0.354
4 3
0.03
0.056 3.030 0.056 3.448 6.479 0.106
0
0.056 3.030 0.056 3.448 6.479 0.03 0.106
0
0.03
0.056 3.030 0.056 3.448 6.479 0.106
0
0.03
0.056 3.030 0.056 3.448 6.479 0.106
0
0.03
0.056 3.030 0.056 3.448 6.479 0.106
0
0.03
0.056 3.030 0.056 3.448 6.479 0.106
0
0.03
0.056 3.030 0.056 3.448 6.479 0.106
0
0.03
0.056 3.030 0.056 3.448 6.479 0.106
0
0.03
0.056 3.030 0.056 3.448 6.479 0.106
0
0.03
0.056 3.030 0.056 3.448 6.479 0.106
0
0.03
0.056 3.030 0.056 3.448 6.479 0.106
0
0.03
0.056 3.030 0.056 3.448 6.479 0.106
0
12.95 0.06
0.111 6.061 0.111 6.897 0.170
7 1
1.00
1.833 100 1.611 100 200 2.361
0

Kesimpulan: Jadi, Kemelimpahan dan Keanekaragaman Insecta Malam Tergolong sedang karena 1 < H' < 3 yaitu 2,361
Indeks Keanekaragaman
H' < 1 Rendah
1 ≤ H' < 3 Sedang
H' > 3 Tinggi
2. Contoh Perhitungan untuk Apis florae

∑ Cuplikan 6
F = = = = = 0,333 Cup/waktu
∑ Waktu 38

F Suatu spesies 0,333


FR = x 100% = x 100% = 20,690 %
∑ F seluruh spesies 1,611

∑ Ind suatu spesies 6


K = = = 0,333 Ind/waktu
∑ Waktu 38

K Suatu spesies 0,333


KR = x 100% = x 100% = 18,182%
∑ K seluruh spesies 1,833

NP =
FR + DR

= 20,690 + 18,182 = 38,871

n
Pi = N

Pi = 6 = 0,182
33
-pi ln pi = (-0,182) ln (0,182) = 0,310

B. Tabel Parameter Lingkungan

Pengulangan
Nama alat Pengukuran Kisaran
1 2 3
pH 6 5.5 6 5,5-6
Soil tester Kelembaban 30-
100% 100% 30%
(%) 100%
Termometer 27˚C 26˚C 25˚C 25-30
Suhu
(˚C) 30˚C 29˚C 30˚C ˚C
Min 0% 0% 0% 0%
Hygrometer (%)
Max 43% 45% 45% 43-45%
0,7 0,4 0,3
Min
Anemometer m/s m/s m/s 0,3-2,2
(m/s) 0,5 2,2 1,4 m/s
Max
m/s m/s m/s
4280 6080 14290
Min 4280-
lux lux lux
Luxmeter (Lux) 19800
11480 8500 19800 lux
Max
lux lux lux
Altimeter 1
  1 mdpl 1 mdpl 1 mdpl
(mdpl) mdpl

C. Foto Pengamatan dan Literatur

No. Nama Nama Foto Pengamatan Foto Literatur


Indonesia Ilmiah
1 Lebah
Madu
Kerdil

Apis florae

(Sumber : Dok. (Sumber: Yodi,


Kelas, 2021) 2015)
2 Bapak
Pucung

Dysdercus
cingulatus

(Sumber : Dok. (Sumber:


Kelas, 2021) Niansyah, 2011)
3 Nyamuk
Culex

Culex sp

(Sumber : Dok. (Sumber: Farof,


Kelas, 2021) 2014)
4 Kecoa
Diskoid

Blaberus
discoidalis

(Sumber : Dok. (Sumber:


Kelas, 2021) Rahmadi, 2018)
5 Belalang
Hijau

Oxya serville

(Sumber : Dok. (Sumber: Akbar,


Kelas, 2021) 2017)
6 Musca (Sumber : Dok.
domestica Kelas, 2021)
7 Capung
jarum

Ischnura
senegalensis

(Sumber : Dok. (Sumber: Anthony,


Kelas, 2021) 2018)
8 Belalang Valanga
nigricornis
(Sumber : Dok. (Sumber:
Kelas, 2021) Dwiputra, 2018)
9 Kepiding

Scotinophar
a coarcata

(Sumber : Dok. (Sumber: Padil,


Kelas, 2021) 2019)
10 Semut
kayu

Camponotus
sp

(Sumber : Dok. (Sumber: Supriati,


Kelas, 2021) 2019)
11 Lalat
Midge

Chironomus
sp

(Sumber : Dok. (Sumber:


Kelas, 2021) Burroughs, 2016)
12 Lebah
madu
raksasa

Apis sp

(Sumber : Dok. (Sumber:


Kelas, 2021) Redearth, 2019)
13 Ngengat

Plodia sp

(Sumber : Dok. (Sumber: John,


Kelas, 2021) 2009)
14 Ngengat
coklat

Limnephilus
centralis

(Sumber : Dok. (Sumber: Oomen,


Kelas, 2021) 2020)
15 Kumbang
kura perak

Charidotella
sp

(Sumber : Dok. (Sumber:


Kelas, 2021) Christine, 2013)

16 Kumbang
penggerek

Anobium
punctatum

(Sumber : Dok. (Sumber: Kerbtier,


Kelas, 2021) 2015)
V. ANALISIS DATA
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap kemelimpahan dan
keanekaragaman insekta malam yang bertujuan untuk mendeskripsikan
kemelimpahan, keanekaragaman jenis dan jumlah insekta malam. Metode
yang digunakan adalah perangkap cahaya (Light Trap) digunakan untuk
menangkap serangga yang respon terhadap cahaya pada malam hari
(nocturnal). Pemasangan perangkap dilakukan pada batang pohon di sekitar
pepohonan dengan sampel yang ditentukan. Pemasangan alat ini dilakukan
pada pukul 00.00 WITA. Lokasi pemantauan pemasangan perangkap
dilakukan dengan sistem diagonal dengan dengan waktu pengamatan 2 kali
pemantauan yaitu pada pukul 03.00 dan 06.00 WITA. Perangkap ini
menggunakan lampu headlamp sebagai sumber cahaya. Lampu diletakkan
didalam perangkat light trap, pada ujung corong diberi plastik gula dan
diikat dengan karet ban yang sudah berisi larutan sabun agar serangga yang
sudah terperangkap tidak bisa keluar lagi.
Serangga malam merupakan golongan hewan yang menghabiskan
sebagian besar hidupnya untuk beraktivitas pada malam hari. Menurut
Odum (1993) bahwa kelompok organisme memperlihatkan pola kegiatan
yang sinkron dalam satu daur hidup siang maupun malam. Dalam
aktifitasnya, serangga malam memerlukan sedikit cahaya sebagai penunjuk
jalannya dalam beraktivitas. Serangga malam sangat tertarik dengan cahaya
yang agak terang karena serangga beranggapan bahwa warna lampu tersebut
sesuai dengan warna makanannya (Salurapa et al., 2017). Serangga
nokturnal merupakan kebalikan dari serangga diurnal yaitu serangga yang
membutuhkan intensitas cahaya rendah sehingga aktif pada malam hari dan
tidak aktif pada siang hari (Kautsar, 2012).
Menurut Michael (1995) dalam Edi dan Rudi (2016) ada 3 kriteria
keanekaragaman jenis serangga yaitu, bila H`<1 berarti keanekaragaman
serangga tergolong rendah, bila H’=1-3 berarti keanekaragaman serangga
tergolong sedang, bila H`>3 berarti keanekaragaman serangga tergolong
tinggi. Nilai indeks keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk
mengetahui pengaruh gangguan terhadap lingkungan atau untuk mengetahui
tahapan suksesi dan kestabilan dari komunitas tumbuhan pada suatu lokasi
(Odum, 1996).
Berdasarkan hasil pengamatan sesuai dengan kriteria indeks
keanekaragaman Shannon-Wienner, maka indeks keanekaragaman insekta
malam yang terdapat pada lampu merah termasuk kategori sedang karena
sedang karena 1 ≤ H' ≤ 3 yaitu 2,361. Pada lampu dengan cahaya putih ini
kami menemukan 16 spesies yaitu Apis florae, Dysdercus cingulatus, Culex
sp, Blaberus discoidalis, Mxya servile, Musca domestica, Ischnura
senegalensis, Valanga nigricornis, Scotinophara coarcata, Camponotus sp,
Chironomus sp, Apis sp, Plodia sp, Limnephilus centralis, Charidotella sp,
dan Anobium punctatum.
Berdasarkan perhitungan nilai penting untuk mengetahui dominansi
suatu spesies ini yang memiliki NP tertinggi adalah Culex sp dengan nilai
44,514%. Hal ini membuktikan bahwa Culex sp mempunyai peran yang
sangat penting bagi semua aktivitas, baik dalam menguasai area maupun
dalam adaptasinya, spesies ini juga memiliki kerapatan relatif yang paling
tinggi yaitu 0,354% yang berarti bahwa spesies ini paling banyak menguasai
area tersebut. Keanekaragaman jenis adalah suatu sifat komunitas yang
memperlihatkan tingkat tingkat keragaman spesies organisme yang
dinyatakan dengan indeks keanekaragaman. Keanekaragaman jenis serangga
nokturnal di lokasi penelitian dapat dilihat melalui beberapa parameter, yaitu
kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dan indeks nilai penting (INP)
dan indeks keanekaragaman jenis (‘H) (Kautsar, 2012).
Kerapatan relatif menunjukan persentase kerapatan jenis terhadap
kerapatan dari seluruh jenis. Memperlihatkan bahwa kerapatan relatif
tertinggi ditempati oleh Culex sp. Frekuensi menggambarkan tingkat
penyebaran spesies dalam habitat yang dipelajari, meskipun belum dapat
menggambarkan tetang pola penyebarannya. Indeks nilai penting (INP)
menggambarkan pentingnya peranan suatu spesies dalam ekosistem
(Kautsar, 2012).
Menurut Soemarwot, J. et al (1990) semua organism mempunyai
tingkah laku iritabilitas yaitu daya menanggapi, agaknya merupakan salah
satu sifat utama makhluk hidup. Daya ini memungkinkan organisme
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, betapa pun sederhananya
organisme tadi. Rangsangan dalam bentuk cahaya akan mempengaruhi
kegiatan insekta malam. Cahaya juga memberikan informasi vital tentang
lingkungannya kepada binatang. Serangga khususnya serangga malam selalu
tertarik pada cahaya, sebab cahaya membantu mereka sebagai penunjuk
jalan.
Serangga dapat melihat gelombang cahaya yang lebih panjang
daripada manusia dan dapat memilah panjang gelombang cahaya yang
berbeda beda. Serangga dapat melihat panjang gelombang cahaya dari 300-
400 nm (mendekati ultraviolet) sampai 600-650 nm (orange). Diduga bahwa
serangga tertarik pada ultraviolet karena cahaya itu merupakan cahaya yang
diabsorbsi oleh alam terutama oleh daun (Jumar, 2000). Menurut Sunjaya
(1970) ada beberapa faktor yang mempengaruhi hidup serangga, di
antaranya adalah faktor fisis yang dibedakan menjadi dua yaitu iklim dan
topografi.
Faktor fisis lain yang mempengaruhi aktifitas serangga adalah cahaya,
ada beberapa serangga yang peka terhadap cahaya matahari sehingga hidup
di tempat-tempat yang gelap, dan juga terbang di malam hari, mereka
tertarik pada cahaya lampu. Faktor lain yang menyebabkan serangga kecil
lebih banyak dibandingkan dengan hewan lainnya yaitu bahwa semua jenis
serangga yang terjebak adalah jenis serangga yang tertarik pada cahaya
lampu dan cahaya lampu tersebut membuat hewan-hewan ini mendekat dan
akhirnya terjebak di dalam ember yang sudah di rendami air agar hewan
tersebut tidak bisa terbang kembali, pada saat meletakan lampu kapal
menggunakan batang pohon dan juga suasana cuaca pada saat melakukan
praktikum harinya mendung mau turun hujan, kemungkinan besar cuaca
yang mendung sangat disukai oleh serangga kecil untuk keluar mencari
makanan, perlu diketahui bahwa serangga kecil banyak yang memilih
bersarang di tanah, ada yang di celah-celah kayu, ada pula yang di antara
dedaunan pohon. Ada semut yang aktif di malam hari sehingga dengan
mudah serangga hewan terperangkap pada jebakan Light trap, dan ada pula
yang aktif di siang hari.
Ternyata lebih banyak dijumpai serangga pada jebakan lampu
berwarna putih dan kuning. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hadi
(2009) yang menyatakan bahwa serangga malam sangat tertarik dengan
cahaya yang agak terang karena serangga beranggapan bahwa warna lampu
tersebut sesuai dengan warna makanannya. Begitu pula dengan penelitian
yang pernah dilakukan oleh Pinandita (2009) dalam Candra et al., (2013)
yang menggunakan variasi warna cahaya merah, kuning, hijau, biru, dan
putih terhadap hama wereng pada area tanaman padi. Berdasarkan hasil
tersebut didapat bahwa penggunaan perangkap warna putih berhasil
menangkap hama wereng paling banyak yaitu sebesar 27%. Setiap cahaya
yang terpancar memiliki satuan intensitas tertentu. Intensitas cahaya ini
dapat mempengaruhi perilaku serangga (Alim, 2009). Itulah sebabnya hanya
lampu yang memiliki intensitas cahaya yang sesuai atau disukai yang dapat
menarik datangnya serangga. Selain karena faktor warna lampu, faktor
lingkungan juga sangat mempengaruhi keberadaan serangga malam. Pada
kondisi lingkungan yang optimum serangga akan melakukan
perkembangbiakan dengan maksimal sehingga populasinya akan meningkat
(Masaroh, 2016). Selain itu menurut Harmoko (2012) dalam Candra et al.,
(2013). bahwa intensitas kunjungan serangga menurun ketika rerata suhu
lingkungan rendah.
Keberadaan serangga dapat digunakan sebagai indikator keseimbangan
ekosistem. Apabila di dalam ekosistem tersebut keanekaragaman serangga
tinggi maka, dapat dikatakan lingkungan ekosistem tersebut seimbang atau
stabil. Keanekaragaman serangga yang tinggi akan menyebabkan proses
jaring-jaring makanan berjalan secara normal, begitu pula sebaliknya apabila
di dalam ekosistem keanekaragaman serangga rendah maka lingkungan
ekosistem tersebut tidak seimbang dan stabil. Jumlah jenis serangga yang
terdapat pada suatu tempat tertentu memiliki keanekaragaman jenis.
Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukan bahwa suatu komunitas
memiliki kompleksitas yang tinggi dan interaksi akan melibatkan transfer
energi (jaring makanan), predasi, kompetisi, dan pembagian relung. Odum
(1971) menjelaskan bahwa keanekaragaman jenis cenderung akan rendah
dalam ekosistem yang secara fisik terkendali yaitu yang memiliki faktor
pembatas fisik kimia yang kuat dan akan tinggi dalam ekosistem yang diatur
secara alami (Alrazik et al., 2017).
Keanekaragaman sangat dipengaruhi oleh jumlah jenis dan jumlah
total individu jenis pada suatu komunitas. Untuk mengetahui
keanekaragaman suatu komunitas ditentukan oleh kelimpahan spesies yang
terdapat pada komunitas tersebut. Menurut Soetjipta (1993) suatu komunitas
dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi karena komunitas
itu disusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies yang
sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh
beberapa spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies rendah,
maka keanekaragaman jenisnya rendah. Keanekaragaman ini erat kaitannya
dengan pola aktivitas serangga pada kondisi keterikatan dengan faktor
lingkungan. Hal ini sejalan dengan pendapat Aditama dan Kurniawan (2013)
yang menyatakan bahwa keberadaan serangga di alam dipengaruhi oleh
keberadaan faktor abiotik atau unsur iklim sebagai komponen suatu
ekosistem meliputi suhu, intensitas cahaya, kelembaban udara (Alrazik et
al., 2017).
Serangga memiliki pigmen visual yang dapat menyerap panjang
gelombang cahaya yang berbeda. Berdasarkan hasil keseluruhan perlakuan
warna cahaya, yang menunjukkan respon serangga nokturnal paling banyak
adalah perlakuan warna cahaya biru dan putih. Hal ini sesuai dengan Sodiq
(2009) yang menyatakan, kebanyakan serangga memberikan respon
terhadap cahaya dengan panjang gelombang anatar antara 300-400 nm
(maksimum). Sedangkan diantara perlakuan warna cahaya jika dilihat
berdasarkan panjang gelombang warna cahaya merah, serangga tidak
mampu melihat pada panjang gelombang dari warna merah, sebab warna
merah memiliki panjang gelombang paling panjang diantara warna lainnya
sekitar 650 nm, sedangkan untuk warna hijau 510 nm, dan warna kuning
570 nm (Masaroh et al., 2016).
Keberadaan serangga nokturnal dalam alam dipengaruhi oleh
keberadaan faktor abiotik atau unsur iklim sebagai komponen suatu
ekosistem. Pengamatan yang diamati meliputi suhu, intensitas cahaya,
kelembaban udara dan curah hujan. Karakteristik biologis dari serangga
dipengaruhi terutama oleh suhu dan kelembaban relatif. Intensitas cahaya
juga mempengaruhi keberadaan serangga dalam alam. Cahaya yang diukur
berasal dari penggunaan metode Light trap dalam menangkap serangga yang
ada dalam areal pertanian organik, berbeda dengan kelompok serangga
diurnal yang memanfaatkan cahaya matahari. Organ penglihatan serangga
dipengaruhi oleh keberadaan intensitas cahaya disekitar. Cahaya tersebut
masuk dalam mata faset yang dimiliki oleh suatu serangga dan diterima oleh
reseptor.
Salah satu faktor yang mempengaruhi indeks keanekaragaman adalah
kondisi lingkungan biotik dan abiotik. Kondisi lingkungan biotik yang
mempengaruhi keanekaragaman serangga nokturnal adalah jenis tumbuhan
dan hewan yang terdapat di kawasan. Kondisi lingkungan abiotik yang
mempengaruhi keanekaragaman serangga nokturnal dikawasan adalah suhu,
kelembaban dan intensitas cahaya serta kecepatan angin.Tinggi rendahnya
tingkat keanekaragaman serangga sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan biotik dan abiotik.
a. Suhu Udara
Pada pengamatan suhu udara, pengukuran berkisar antara 25-30˚C.
Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana serangga dapat hidup,di
luar kisaran suhu tersebut serangga akan kedinginan atau kepanasan
sehingga menyebabkan kematian. Pengaruh suhu ini jelas terlihat pada
proses fisiologi serangga. Suhu tertentu aktivitas serangga tinggi, akan
tetapi pada suhu yang lain akan berkurang (menurun). Kisaran suhu yang
efektif untuk aktifitas serangga adalah: suhu minimum 15°C, suhu
optimum 25°C,dan suhu maksimum 45°C. Umumnya kisaran suhu yang
efektif bagi serangga adalah suhu minimum 15ºC, suhu optimum 25ºC
dan suhu maksimum 45ºC. Suhu udara pada lokasi penelitian pada
malam hari berkisar antara 24oC-28oC. Hal ini menunjukkan bahwa suhu
udara di lokasi penelitian merupakan suhu optimum bagi perkembangan
serangga. Suhu efektif serangga dalam perkembangan hidup adalah
antara 15-45oC, dengan kisaran suhu optimum yang digunakan untuk
berkembang biak adalah suhu 25oC. Suhu dapat berpengaruh terhadap
suatu ekosistem karena suhu merupakan komponen yang diperlukan
organisme untuk berlangsungnya hidup (Candra et al., 2013).
b. Kelembapan
Pengukuran kelembaban udara pada saat pemasangan memiliki
kisaran 0% (minimal), 43-45% (maksimal). Kondisi kelembaban yang
sesuai akan mempengaruhi daya tahan serangga terhadap suhu ekstrem.
Serangga pada umumnya kisaran toleransi terhadap kelembaban udara
yang optimum terletak didalam titik maksimum 73-100 %. Kelembaban
sangat berpengaruh terhadap kehidupan serangga. Hal ini sesuai dengan
pernyataaan Nenet (2005), secara umum kelembaban udara dapat
mempengaruhi pembiakan, pertumbuhan, perkembangan dan keaktifan
serangga baik langsung maupun tidak langsung. Kemampuan serangga
bertahan terhadap keadaan kelembaban udara sekitarnya sangat berbeda
menurut jenisnya.
Kelembaban udara berkisar antara antara 82-95%. Kelembaban
udara merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
distribusi, kegiatan dan perkembangan serangga. Kelembaban udara
yang paling sesuai bagi serangga yaitu antara 73-100%. Pengaruh
kelembaban pada perkembangan serangga berbeda menurut kadar air
tubuhnya. Bila kadar air dalam tubuh serangga bertahan pada taraf
optimum sedangkan kelembaban tinggi, maka proses metabolisme
serangga akan cepat dan perkembangannya jauh lebih pendek. Tetapi
bila kadar air tubuhnya berkurang dan kelembaban rendah maka akan
menghambat proses metabolisme yang berarti memperlambat
perkembangannya (Pracaya, 2009).
c. Intensitas Cahaya
Untuk intensitas cahaya pada saat pemasangan memiliki kisaran
4.280 lux (minimal), 19.800 lux (maksimal). Beberapa aktivitas
serangga dipengaruhi oleh responnya terhadap cahaya, sehingga timbul
jenis serangga yang aktif pada pagi, siang, sore, atau malam hari. Cahaya
matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi lokalnya. Cahaya
adalah faktor lingkungan abiotik yang besar pengaruhnya terhadap
serangga seperti terhadap lamanya hidup, cara bertelur, berubah arah
terbang, karena banyak serangga yang mempunyai reaksi positif
terhadap cahaya. Serangga ada yang bersifat diurnal yakni aktif pada
siang hari mengunjungi bunga, meletakkan telur atau makan pada
bagian-bagian tanaman, dan lain-lain.
Serangga-serangga aktif pada malam hari dinamakan bersifat
nokturnal, misalnya ulat grayak. Sejumlah serangga juga ada yang
tertarik terhadap cahaya lampu atau api, seperti sering terjadi pada
malam hari, misalnya Scirpophaga Innotata. Selain tertarik terhadap
cahaya, ditemukan juga serangga yang tertarik oleh warna seperti warna
hijau dan kuning. Sesungguhnya serangga memiliki prefersi (kesukaan)
tersendiri terhadap warna dan bau, seperti terhadap warna-warna bunga.
Sebagai contoh kupu-kupu, Pieris Brassicae dalam mencari makanan
memperlihatkan preferensi yang nyata terhadap warna bunga biru dan
ungu, disusul oleh bunga-bunga yang berwarna merah dan hijau,
sedangkan terhadap bunga yang warna hijau kebiruan dan kelabu kurang
bereaksi. Intensitas cahaya sangat berpengaruh terhadap kedatangan
serangga Hal ini sesuai dengan pernyataaan Natawigena (1990),
menyatakan bahwa cahaya adalah faktor ekologi yang besar
pengaruhnya terhadap serangga seperti terhadap lamanya hidup, cara
bertelur, berubah arah terbang, karena banyak serangga yang mempunyai
reaksi positif terhadap cahaya.
d. Kecepatan Angin
Kecepatan angin pada saat pemasangan memiliki kisaran 0,3 m/s
(minimal), 2,2 m/s (maksimal). Angin dapat berpengaruh terhadap
proses penguapan badan serangga dan dapat ikut berperan dalam
penyebaran suatu hama dari tempat satu ke tempat yang lain tapi angin
yang kencang dapat membunuh beberapa serangga seperti kupu-kupu.
Angin berperan dalam membantu penyebaran serangga, terutama bagi
serangga yang berukuran kecil misalnya Apid sampai terbang terbawa
angin sampai sejauh 1.300 km.

VI. KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan pada lampu berwarna putih
sebanyak 16 spesies, yaitu Apis florae, Dysdercus cingulatus, Culex sp,
Blaberus discoidalis, Mxya servile, Musca domestica, Ischnura
senegalensis, Valanga nigricornis, Scotinophara coarcata, Camponotus
sp, Chironomus sp, Apis sp, Plodia sp, Limnephilus centralis,
Charidotella sp, dan Anobium punctatum.
2. Berdasarkan hasil pengamatan sesuai dengan kriteria indeks
keanekaragaman Shannon-Wienner, maka indeks keanekaragaman
insekta malam yang terdapat pada lampu biru termasuk kategori sedang
karena sedang karena 1 ≤ H' ≤ 3 yaitu 2,361.
3. Berdasarkan perhitungan nilai penting untuk mengetahui dominansi
suatu spesies ini yang memiliki NP tertinggi adalah Culex sp dengan
nilai 44,514%.
4. Kemelimpahan dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang mendukung
setiap organisme tersebut hidup yang paling berpengaruh adalah suhu
dan kelembaban udaranya serta factor sumber daya berupa makanan dan
tempat berteduh.
5. Cahaya berpengaruh terhadap serangga dengan membagi jam aktivitas
serangga tersebut ada pagi hari (diurnal), sore hari (karpeskular), dan
malam hari (nokturnal).

VII. DAFTAR PUSTAKA


Adianto. (1993). Biologi Pertanian Pupuk Kandang, Pupuk Organik Nabati
dan Insektisida. Bandung: Penerbit Alumni.

Akbar. (2017). Belalang Hijau. Diakses melalui https://jenis.net/belalang-


hijau/ Pada tanggal 15 April 2021.

Alrazik, Muhammad Uksim., Jahidin., Damhuri. (2017). Keanekaragaman


Serangga (Insecta) Subkelas Pterygota Di Hutan Nanga-Nanga
Papalia. Jampibi, 2(1), 1-10.

Anthony. (2018). Ischnura senegalensis. Diakses melalui


https://singaporeodonata.wordpress.com/ Pada tanggal 15 April
2021.

Burroughs. (2016). Chironomus sp. Diakses melalui


https://petehillmansnaturephotography.wordpress.com/chironomus-sp/.
Pada tanggal 15 April 2021.

Candra., Aditama Rudi., Nia Kurniawan. (2013). Struktur Komunitas


Serangga Nokturnal Areal Pertanian Padi Organik pada Musim
Penghujan di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Jurnal
Biotropika, 1(4), 186-190.

Dharmono., Hardiansyah., Mahrudin., Riefani., Utami. (2021). Penuntun


Praktikum Ekologi Hewan. Banjarmasin: Batang PMIPA FKIP ULM.

Dwiputra. (2018). Valanga nigricornis. Diakses melalui


https://www.dreamstime.com/ Pada tanggal 15 April 2021.

Farof. (2014). Tinjauan Pustaka Nyamuk Culex sp.


Diakses melalui http://repostory.um.ac.id/ Pada tanggal 15 April
2021.

John. (2009). Plodia interpunctella. Diakses melalui


https://www.discoverlife.org/mp/20q?search=Plodia+interpunctella
Pada tanggal 15 April 2021.

Jumar. (2000). Entomologi Pertanian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


Kautsar, M. Alvin. (2012). Keanekaragaman Jenis Serangga Nokturnal Di
Kebun Botani Kampus Fkip Universitas Sriwijaya Indralaya Dan
Sumbangannya Pembelajaran Biologi Di SMA. Jurnal Pembelajaran
Biologi, 2(2), 124-136.

Kerbtier. (2015). Luperomorphaxanthodera. Diakses melalui


https://www.kerbtier.de/ Pada tanggal 15 April 2021.

Niansyah, (2011). Klasifikasi Ilmiah Dysdercus cingulatus. Diakses


melalui https://bangnian.ac.id/ Pada tanggal 15 April 2021.

Odum, E. (1993). Dasar-Dasar Ekologi. UGM Press. Yogyakarta.

Oomen. (2020). Limnephilus centralis. Diakses melalui


http://vilkenart.se/Art.aspx?Namn=Limnephilus%20centralis pada
tanggal 15 April 2021.

Padil. (2013). Kepinding Tanah Rice Blackbug Scotinophora coarctata.


Diakses melalui https://serangga.id/kepinding-tanah-rice-blackbug-
scotinophara- coarctata/. Pada tanggal 15 April 2021.

Rahmadi. (2018). Blaberus Discoidalis. Diakses melalui


https://www.sites.google.com/ Pada tanggal 15 April 2021.

Redearth, C. (2019). Giant Honey Bee (Apis dorsata). Diakses melalui


https://www.inaturalist.org/photos/48356222 Pada tanggal 28 April
2021.

Supriati, Rochmah et al. (2019). Identifikasi Jenis Semut Famili Formicdae


Di kawasan Taman Wisata Alam Pantai Panjang Pulau Baai Kota
Bengkulu. Jurnal Konservasi Hayati Vol. 10 hlm 1-9.

Yodi. (2015). Image Apis florae. Diakses melalui


https://id.depositphotos.com/ Pada tanggal 15 April 2021.

Anda mungkin juga menyukai