Kondisi lingkungan internal Kuta Lombok merupakan segala hal yang dapat
menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi
pariwisata. Diantaranya :
Kelebihan :
• Kegiatan yang bisa dilakukan beraneka ragam, seperti berenang sepuasnya , bahkan di
pinggir pantai terdapat kursi dan payung untuk bersantai menikmati suara merdu deburan
ombak memecah terumbu karang. Di sekitar pantai kuta lombok tengah juga terdapat
banyak terumbu karang yang bisa menjadi latar menarik foto selfie. Bahkan, kita bisa
berselancar di pantai ini di bagian tengah karena ombaknya cukup besar, fasilitas yang
cukup lengkap seperti hotel dan penginapan , restoran dan cafe .
• Adanya upacara adat Bau Nyale yang diselenggarakan setiap bulan Februari atau Maret,
dan oleh-oleh khas seperti Kain tenun dan songket , hiasan dinding atau pernak-pernik
dan gantungan kunci serta kaos Lombok.
Kekurangan :
• Jarak dari pantai ke akomodasi (hotel) lunayan jauh -sulit di jangkau angkutan umum
Peluang (Opportunities :
Ancaman (Threats)
munculnya pesaing
kerusakan lingkungan akibat aktivitas wisata
keadaan sosial di lombok yang masih sering terjadi kerusuhan (tidak aman
Untuk dapat merumuskan strategi pengembangan yang tepat terhadap suatu destinasi pariwisata
maka, perlu diketahui fase-fase atau siklus hidup area wisata. Sesuai dengan teori yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu teori siklus hidup destinasi yang diadaptasi dari Butler
(1980), terdapat tujuh fase-fase dalam siklus evolusi destinasi pariwisata
yaitu: exploration (penemuan), involvement (keterlibatan), development (pembangunan), consol
idation (konsolidasi), stagnation (stagnasi), decline (penurunan),
dan rejuvenation (peremajaan).
Mengingat bahwa strategi dapat dikatakan masih dalam bentuk langkah–langkah umum, oleh
sebab itu sesuai dengan hirarki perencanaan maka, perumusan strategi sebaiknya diikuti oleh
suatu rencana yang kongkrit yaitu yang disebut program. Dengan program tersebut jika nantinya
tersedia anggaran yang cukup dan memungkinkan untuk direalisasikan menjadi program aksi
(action) atau proyek. Adapun program–program yang dapat dirumuskan dari setiap strategi
tersebut adalah diantaranya sebagai berikut;
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai
destinasi pariwisata berkelanjutan terdapat strategi pengembangan destinasi sebagai langkah
awal untuk pengembangannya seperti penataan destinasi dengan sebaik mungkin
Pengembangan daya tarik wisata sangat perlu dilakukan untuk mendukung pengembangan Kuta
Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan. Salah satu langkah yang dapat diterapkan
dalam pengembangan daya tarik wisata yaitu dengan program inventarisasi (pendataan) daya
tarik wisata yang ada di Kuta Lombok. Dengan inventarisasi daya tarik tersebut kemudian
langkah selanjutnya adalah pengembangan produk wisata.
Upaya pengembangan suatu daerah atau kawasan menjadi destinasi pariwisata berkelanjutan
maka harus memperhatikan hal–hal terkait dengan upaya meminimalkan kelemahan untuk dapat
memanfaatkan peluang. Dengan demikian, segala kelemahan yang mungkin dapat mengehambat
pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan dapat diminimalisir
dengan memanfaatkan peluang yang ada
Kelemahan dan ancaman merupakan hal yang bisa menghambat pengembangan Kuta Lombok
sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan. Namun, kedua hal tersebut harus disiasati dengan
strategi yang dapat meminimalisir kelemahan untuk menghindari ancaman atau disebut dengan
strategi weakness–threat (W–T). Dari strategi tersebut dapat dirumuskan dua strategi yaitu; (1)
Strategi pengembangan sumber daya manusia, dan (2) Strategi pengembangan kelembagaan dan
manajemen destinasi.
Dengan karakteristik pembangunan pariwisata yang bersifat multisektoral dan multi dimensi
maka destinasi wisata yang ideal seharusnya terdiri dari pemangku-pemangku kepentingan
berupa organisasi-organisasi yang bidang kerjanya satu dengan yang lainnya saling melengkapi.
Organisasi-organisasi tersebut antara lain: Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata; Pemerintah Daerah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tingkat Provinsi,
Kabupaten dan Kota; Asosiasi Perusahaan Pariwisata; Asosiasi Profesi Pariwisata, Lembaga
Swadaya Masyarakat; Perguruan Tinggi; Masyarakat; Investor/Developer; Pers dan Media
massa.
Dalam setiap lokalitas, terdapat sejumlah institusi dan organisasi yang merupakan pemangku
kepentingan yang memiliki kepentingan dan pengaruh. Selama ini para pemangku kepentingan
berada pada sistem yang terfragmentasi. Oleh sebab itu, perlunya integrasi dan kerjasama dari
masing-masing pemangku kepentingan untuk membentuk DMO yang efektif. Maka
pengembangan perlu melibatkan secara aktif seluruh pemangku kepentingan terutama dalam
tahap perencanaan pembentukan DMO; merumuskan visi, misi, dan strategi perencanaan DMO
dan menyosialisasikannya kepada para pemangku kepentingan yang terlibat agar proses berjalan
seirama dengan dinamika pemahaman terhadap konsep DMO yang telah disepakati.
Kemitraan
Pengembangan DMO menuntut adanya ciri kepemimpinan pada masing-masing pihak yang
memungkinkan terbangunnya kemitraan diantara pemangku kepentingan. Kemitraan adalah
hubungan kerjasama atas dasar kepercayaan, kemandirian dan kesetaraan untuk mencapai tujuan
bersama.
Pengembangan DMO didasari atas kepentingan dan tujuan bersama. Para pemangku kepentingan
memiliki kepentingan beragam, keragaman kepentingan ini menjadi tanggungjawab pelaku
DMO untuk mengakomodasinya. Kepentingan yang muncul baik dari individu maupun
gabungan individu adalah komponen tujuan yang nantinya akan menjadi tujuan bersama. Maka
salah satu fungsi DMO adalah menjaga dan mengakomodir kepentingan-kepentingan para
pemangku kepentingan sekaligus menjaga kepentingan bersama.
Bagian penting dalam pengembangan DMO adalah evaluasi atas pelaksanaan rencana yang telah
ditetapkan. Evaluasi dilakukan untuk mengenali sejak dini mengenai penyimpangan-
penyimpangan pelaksanaan dari rencana yang telah ditetapkan dan kemudian dapat dirumuskan
langkah-langkah perbaikan yang tepat sasaran dan tepat waktu. Evaluasi dilakukan dengan
melalui penetapan indikator kinerja. Kerangka penetapan indikator kinerja meliputi masukan
(input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Penetapan
capaian kinerja juga perlu disusun untuk mengetahui dan menilai capaian indikator kinerja
pelaksanaan kegiatan, program dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh DMO.