Modul IX Hidrologi
Modul IX Hidrologi
REKAYASA HIDROLOGI
Modul 11 :
Banyak cara untuk memperoleh besaran aliran air sungai atau debit sungai
diantaranya adalah besaran debit sungai berdasarkan pengukuran di lapangan,
perhitungan rumus impiris dan perhitungan debit sungai berdasarkan besaran curah
hujan yang jatuh di daerah tangkapan air sungai atau daerah aliran sungai (Catchment
Area). Di dalam bab ini akan diuraikan perhitungan debit aliran air sungai
berdasarkan tinggi curah hujan yang jatuh di daerah tangkapan air sungai dengan
berbagai parameter yang mempengaruhi.
Perhitungan besaran debit sungai pada suatu tempat secara umum bisa dirumuskan
sebagai berikut :
t
Q= f
t
Dimana :
Q = debit
= koefisien pengaliran (run of coefisien)
= koefisien reduksi
t = intensitas relatif hujan untuk jangka waktu t
t = jangka waktu t yang dipandang
f = luas daerah pematusan
Kalau dipakai satuan-satuan, untuk :
f ialah km2
R ialah mm/24 jam
t
Q= x 106 x f
t
t
= R 1000 f m3 / d
t
‘13 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning
2
Ir.Hadi Susilo http://www.mercubuana.ac.id
Kalau untuk R diambil Rmaksimum, maka :
t
R maks . 1000 f
t
Tidak lain daripada banyaknya hujan maksimum yang jatuh dalam m3 tiap detik-tiap
km2 (atau q m3/dt/km2), jadi bisa dinyatakan :
Q=qf m3 / d
rumus yang dipakai sebagai dasar perhitungan debit sungai berdasar atas curah hujan
antara lain Melchior, der Weduwen dan Haspers.
t
R 103 adalah tidak lain daripada intensitas hujan r selama-lamanya hujan
t
(duration) t dan dengan memakai harga t = 1 jam atau 3600 detik perumusan debit
berubah menjadi :
r
Q= f.
3,6
= 0,42 – 0,62, angka ini adalah berdasarkan atas keadaan sebelum perang dunia
kedua, harga-harga ini untuk keadaan yang telah diubah harus diperbesar.
4,1
Der Weduwen - = 1 – , menurut perumusan ini adalah tergantung
q+7
daripada koefisien reduksi dan q m3/km2/d
1 + 0,012 . f . 0,7
Haspers - =
1 + 0,075 . f . 0,7
Perumusan ini didasarkan atas data-data debit sungai Kumisik, Waluh, Pekalen,
Cianten, Cimanuk, Citarum, Cibuni, Citatik.
1970
Melchior : F = – 3960 + 1720
– 0,12
Perumusan ini didasarkan atas pengamatan di Jakarta dan sekitarnya pada tanggal 1
Maret sampai 1 Januari 1925.
Haspers mengajukan :
t Rt
q= m3 / km2 / d
3,6 t
R – rencana Rx R dalam
R1 mm / 24 jam
5 kali per-tahun R0,2 0,58 57
4 kali per-tahun R0,25 0,64 68
3 kali per-tahun R1/3 0,71 70
2 kali per-tahun R0,5 0,82 81
1
R100 = x 253 = 98 mm / 24 jam
2,57
11.5. Intensitas Relatif Berjangka Waktu
Untuk mengintensikan besarnya hujan berjangka waktu kurang dari t < 24 jam,
dipakai pengamatan yang dikerjakan di Jakarta (dari tahun 1866 – 1894) yang
hasilnya adalah :
Hasil ini dilukiskan dengan kurva menjadi Gambar No. 11.1, gambar dilengkapi
dengan hujan maksimum untuk berbagai luas daerah tertentu.
Contoh :
F = km2
R24 = 240 mm
Ditanyakan :
R30 menit
Untuk F = 50 km2 dan t = 30 menit = 18%
Hingga :
18
R30 = menit = x 240 = 43,2 mm
100
t Rt
q=
3,6 t
43,2
q= = 24 m3 / km2 / d
3,6 x 1 / 2
t R24
Rt =
t + 1 – 0,0008 (260 – R24) (2 – t)2
t R24
Rt =
t+1
Rt = 0,707 R24 1 + t
t
a. t =
t + 1 – 0,0008 (260 – R24) (2 – t)2
t
b. t =
t=1
c. t = 0,707 1 + t
a. Buat t kecil berlaku, hujan rata-rata yang besar, hingga q m 3/km+2/d adalah
besar, contoh:
b. Tiap bagian dari daerah pematusan akan turut serta dalam menentukan besarnya
debit pada ujung daerah pematusan, kalau lamanya hujan t sama atau lebih besar
daripada lamanya hujan memusat (duration sama atau lebih bear dari time or
concentration).
c. Kalau t < T, maka ini berarti bahwa hujan telah berhenti sebelum air hujan yang
terjauh mencapai ujung daerah pematusan.
d. Debit yang maksimum dicapai kalau t > T.
Mechior :
1000 L
T=
3600 V
H
Untuk I diambil : I=
0,9 L
Jadi tidak diambil panjang palung sungai seluruhnya, tetapi bagian paling atas
sepanjang 0,1 L diabaikan (miring tidak seimbang), H adalah perbedaan tinggi mulut
daerah pengaliran sampai titik 0,1 L dari permukaan sungai.
Dengan Q = q t
Rumus berubah menjadi :
Q
q f=
Dengan = 0,52
Q
V 1,31 5 xI 2
0,52
V 1,493 5 Q I 2
L
Rational Jepang, memakai : T = T = 0,0138 L I-0,6
0,6
72 I
Dengan telah ditentukan perumusan harga -t, , t dan R, maka bisa ditentukan
harga-harga q.
t = 28%
– tR
q =
3,6 t
0,28 x 240
q= =
3,6 x 1
18 m3 / km2 / d
Der Wedumen berdasar atas t = 2 T, untuk t < 24 jam dengan mempergunakan hasil
pengamatan di observatorium Jakarta dari tahun 1866 – 1985, seperti daftar di Tabel
No. 11.5 sebagai berikut :
t Rt Rt t Rt Rt
Jam mm dlm % Jam mm dlm %
R24 R24
1 - - 13 173 89,5
2 - - 14 174 90
3 - - 15 174 90
4 147 76 16 174 90
67,65
q=
t + 1,45
Perhitungan :
Cara Melchior :
F adalah luas bidang elips yang mengelilingi daerah pematusan dengan sumbu
pendek > 2/3 b sumbu panjang elips.
Perhitungan dijalankan dengan cara pendekatan dan untuk ini dimisalkan harga q
adalah q0, pendekatan dijalankan sebagai berikut :
1. Dengan q0, I yang telah dihitung f yang telah diukur dan yang telah dihitung-
hitung V dengan rumus :
V = 1,31 5 q f I2
q1 = qi-1
Q = qi-1 f (1 + ) m3 / d
Untuk korelasi ini Melchior memberikan angka-angkanya seperti pada Tabel No.
11.6 dan untuk keperluan penafsiran harga q pertama bisa dipakai Tabel No. 11.7.
Catatan :
Sebaiknya untuk pendekatan pertama dipakai angka bulat, setidak-tidaknya hanya
satu angka dibelakang koma.
Untuk keperluan ini diambil harga 200 mm/24 jam. Penyusunannya dikerjakan
sebagai berikut :
1. Untuk luas elips tertentu dengan harga R = 200 mm/24 jam dan harga T tertentu
dihitung harga q, cara perhitungan ini diulangi untuk berbagai harga T dan
terdapat pula berbagai harga T dan terdapat pula berbagai harga q untuk luas elips
sama, kalau harga T dan q ini dalam salib sumbu, mendatar harga T dan tegak
harga q dan kemudian titik-titik ini dihubungkan maka terdapat lengkung
hubungan antara T dan q buat F tertentu.
Nomogram B
Nomogram B ini memberikan hubungan antara f q dengan I buat berbagai harga dari
V, dengan memakai perumusan :
V = 1,31 5 q f I2
V0 = 1,31 5 q0 f I02
V0 = 1,31 5 q1 f I12
V0 = 1,31 5 q2 f I22
Dengan memakai cara ini hanya bisa dihitung besarnya debit dari daerah pematusan
tidak lebih dari 100 km2 dan dengan cara ini tidaklah dihitung Q yang tertinggi, tetapi
Q maksimum yang secara ekonomis masih bisa dipertanggungjawabkan.
Q= q f
67,65
q =
t + 1,45
(harga ini berlaku untuk Jakarta dimana R = 240 mm/d tinggi hujan yang sekali
dalam 70 tahun dilampaui R70 = 240 mm/d).
t+1
120 + f
‘13 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning
14
Ir.Hadi Susilo http://www.mercubuana.ac.id
t+9
=
120 + f
4,1
=1–
q+7
0,476 f3/8
t=
( q )1/8 I1/4
Perhitungan dari Q maksimum ini diselesaikan dengan cara mencoba dan yang
sederhana ialah dengan memisalkan harga t untuk menghitung harga q, dan dan
harga-harga ini dimasukkan dalam rumus :
0,476 f3/8
t= dan
( q) 1/8
I 1/4
dari sini misalnya terdapat t1, maka seharusnya t = t 1; kalau ini belum tercapai maka
diusahakan dengan t1, harga q, dan dan dihitung, t2 dan hitungan ini berlangsung
terus hingga akhirnya : ti = ti – 1.
Perhitungan dijalankan untuk I yang sama, tetapi F berlainan dan kemudian
perhitungan dijalankan pula untuk I yang lain dengan berbagai harga F. Untuk I der
Weduwen mengambil 14 buah harga antara I = 0,1 dan I = 0,0001.
Hasil dilukiskan menjadi nomogram der Weduwen, mendatar harga F dalam km 2 dan
tegak harga q .
250
R20 = = 308 mm / 24 jam
0,811
Penyelesaian :
q = 9,16 m3 / d/ km2
R25 = 211 mm/24 jam
R70 = 250 mm / 24 jam, hingga untuk R20 terdapat m = 0,845
Q20 = 61,2 x 9,16 x 0,845 = m3 / d
Untuk R100 terdapat m = 1,094
Q100 = 61,2 x 9,16 x 1,0,94 = m3 / d
Catatan :
Kalau R70 adalah 140 mm/24 jam, maka :
140
5 x tiap tahun – m = x 0,238 = 0,139
240
‘13 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning
16
Ir.Hadi Susilo http://www.mercubuana.ac.id
140
1 x tiap tahun – m = x 0,40 = 0,239
240
140
1 x tiap tahun – m = x 0,602 = 0,351
240
140
1 x dalam 20 tahun – m = x 0,811 = 0,608
240
Disamping cara Melchior dan der Weduwen, perhitungan dapat pula dengan
memakai perumusan-perumusan :
r f
a. Q = (m3 / dt)
3,6
b. dihitung menurut daftar
c. Rt dihitung menurut Iwai Kadoya
R
d. r = rumus Dr. Monobe (mm/jam)
24
L
e. t = (jam)
V
Dimana :
r = intensitas hujan selama waktu pemusatan (time of concentration, dalam mm/jam)
R = hujan per etmal dalam mm
T = lamanya hujan / waktu pemusatan dalam jam
L = panjang sungai dalam km
V = kecepatan perambatan banjir dalam km/jam
H = beda tinggi antara titik terjauh dari mulut daerah pematusan dalam km
Sebagai contoh diambil kutipan data-data hujan seperti termuat dalam majalah
Pekerjaan Umum no. 3 tahun XIII April 1976.
5 48 6 Rb=70—Rc=24
6 46 5 Rb=70—R,=20
7 32 4
8 25 3
9 24 2
10 20 1
1 n = 10
2. Perumusan : log R = log Ri (5)
N i=1
No Hujan R1 Log Ri
1 92 1,9638
n 10
3. m = ;m= 1 (3)
10 10
1 m
5. b = bi
m i 1
1 n 10
6. y log ( Ri b)
n i 1
y 2
(1,59166) 2 2,5334
2 25,8289
y = 2,58289 2,5829
10
1 2n
7. 2,5829 2,5334 1 0,11
a 10 1 a
= 0,332
Hingga :
1
log (Rt + b) = y z
a
Menjadi :
log (R100 + 2,6) = 1,5917 + 0,332 x 1,6450
F = 100 km2
L = 10 km
H = 10 m = 0,010 km
0,75 0,85
1. 0,80
2
0,6
0,01
2. V = 72 1,141 km / 1 jam
10
2/3
R 24
4. r
24 t
2/3
140 24
r
24 8,8
r = 11 mm/jam
= 244 m3 /d
11.8. Istilah-istilah