Anda di halaman 1dari 35

BANJIR RANCANGAN

Pengertian Umum
Dalam kaitannya dengan rencana pembuatan bangunan air, besaran rancangan yang
harus didapatkan malalui kegiatan analisis hidrologi secara umum dapat berupa debit banjir
rancangan (design flood) atau debit andalan (dependable flow). Banjir rancangan adalah
besarnya debit banjir yang ditetapkan sebagai dasar penentuan kapasitas dan mendimensi
bangunan-bangunan hidraulik (termasuk bangunan di sungai), sedemikian hingga kerusakan
yang dapat ditimbulkan baik langsung maupun tidak langsung oleh banjir tidak boleh terjadi
selama besaran banjir tidak terlampaui (Sri Harto, 1993). Banjir rancangan ini dapat berupa
debit puncak, volume banjir, ataupun hidrograf banjir. Debit andalan merupakan informasi
menyangkut jumlah ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan dengan tingkat resiko tertentu
sesuai dengan tetapan rancangan. Seringkali sebuah bangunan air memerlukan kedua
besaran rancangan tersebut untuk keperluan desain bangunan maupun penetapan pola
operasi penggunaan air yang optimal. Pada diktat ini akan diuraikan hal-hal terkait dengan
penentuan banjir rancangan. Untuk masalah debit andalan, uraian tentang analisis hidrologi
yang lebih detil menyangkut simulasi proses pengalihrgaman hujan menjadi aliran yang
umumnya menggunakan model hidrologi.
Besarnya banjir rancangan dinyatakan dalam debit banjir sungai dengan kala ulang
tertentu. Kala ulang debit adalah suatu kurun waktu berulang dimana debit yang terjadi
menyamai atau melampaui besarnya debit banjir yang ditetapkan (banjir rancangan).
Sebagai contoh adalah apabila ditetapkan banjir rancangan dengan kala ulang T tahun, maka
dapat diartikan bahwa probabilitas kejadian debit banjir yang sama atau melampaui dari
debit banjir rancangan setiap tahunnya rata-rata adalah sebesar 1/T. pernyataan tersebut
dapat pula dikatakan bahwa periode ulang rata-rata kejadian debit banjir sama atau
melampaui debit banjir rancangan adalah sekali setiap T tahun.

Pemilihan Kala Ulang Banjir Rancangan


Pemilihan besarnya kala ulang banjir rancangan untuk setiap jenis bangunan tidak
terdapat kriteria dan pedoman yang definitif. Kala ulang tersebut harus dapat menghasilkan
rancangan yang memuaskan (Sri Harto, 1993), dalam arti bahwa bangunan hidraulik yang
dibangun masih harus dapat berfungsi dengan baik minimal selama waktu yang ditetapkan,
1
baik struktural maupun fungsional. Pengambilan keputusan dalam menetapkan kala ulang
banjir rancangan paling tidak harus didasrkan pada hasil analisis ekonomi (benefit cost
analysis) sebagai salah satu pertimbangan non-teknis. Umumnya debit banjir rancangan
ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan berikut:
a. ukuran dan jenis proyek,
b. ketersediaan data,
c. ketersediaan dana,
d. kepentingan daerah yang dilindungi,
e. resiko kegagalan yang dapat ditimbulkan,
f. kadang bahkan juga kebijaksanaan politik.

Apabila dikaitkan dengan faktor resiko kegagalan, maka dapat digunakan rumus
sederhana berikut ini.

R = 1 − (1 − 1 / T )L

dengan: R = resiko kegagalan,


T = kala ulang (tahun),
L = umur bangunan/proyek (tahun).

Secara umum banjir rancangan ditetapkan berdasarkan pertimbangan hidro-ekonomi,


yaitu terkait dengan hal-hal berikut ini.
a. Urgensi bangunan air terkait dengan resiko kegagalan fungsi bangunan.
b. Ekonomi dengan memperhatikan kemampuan penyediaan dana untuk pembuatan
bangunan air yang dirancang.
Untuk membuat bangunan air dengan resiko kegagalan minimal berarti antisipasi
terhadap penyebabnya (termasuk banjir) akan menunjuk pada nilai besaran rancangan yang
besar. Konsekuensinya tentu saja biaya pembangunan bangunan air tersebut mahal, karena
harus menyediakan fasilitas antisipasi kerusakan/kegagalan fungsi bangunan dengan
dimensi atau kekuatan yang cukup besar. Akan tetapi bangunan tersebut mempunyai resiko
kerugian/dampak akibat kegagalan yang kecil.
Terkait dengan pengertian resiko kegagalan, besarnya banjir rancangan secara
hidrologi ditunjukkan dengan nilai kala ulang (return period). Pengertian kala ulang banjir

2
dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut ini.
Misal diketahui debit banjir di sungai X untuk kala ulang T tahun adalah Q m 3/dt.
Pernyataan ini berarti bahwa probabilitas nilai rerata rentang waktu perulangan kejadian
dimana debit sungai X lebih besar atau sama dengan Q m 3/dt adalah T tahun. Secara grafis
penjelasan tentang pengertian kala ulang tersebut dapat dilukiskan dengan gambar di bawah
ini.

1 2 3 2 2 1 3 1 2 1 1

QT Q = 50 m3/dt

1 2 3 . . . . 18 19 20
Tahun ke
QT = 50 m3/dt.
T = [ 1+2+3+2+2+1+3+1+2+1+1] / 11 = 1,73 tahun.

Grafik ilustrasi pengertian kala ulang


Dalam praktek perancangan bangunan air, penetapan nilai T dapat mengikuti standar
perancangan yang berlaku. Apabila belum tersedia pedoman yang spesifik dan
pertimbangan ekonomi dipandang lebih dominan, maka pembuat keputusan dapat
menempuh pendekatan analisis ekonomi teknik dengan masukan hitungan hidrologi. Sajian
grafis di bawah ini merupakan ilustrasi sedehana tentang penetapan nilai kala ulang banjir
rancangan dengan pendekatan tersebut.

Grafik ilustrasi penentuan kala ulang secara hidro-ekonomi

3
Sebagai gambaran lebih lanjut, berikut disajikan tabel yang memuat beberapa nilai
kala ulang banjir rancangan yang digunakan Departeman Pekerjaan Umum untuk berbagai
bangunan di sungai (Srimoerni Doelchomid, 1987).

Tabel kala ulang banjir rancangan untuk bangunan di sungai

Jenis Bangunan Kala Ulang Banjir Rancangan (tahun)

Bendung sungai besar sekali 100

Bendung sungai sedang 50

Bendung sungai kecil 25

Tanggul sungai besar/daerah penting 25

Tanggul sungai kecil/daerah kurang penting 10

Jembatan jalan penting 25

Jembatan jalan tidak penting 10

Definisi dan pengertian kala ulang seperti yang diuraikan di atas juga berlaku untuk
besaran hujan rancangan. Pengertian ini biasanya diterapkan pada analisis hidrologi untuk
menghitung debit banjir berdasarkan data hujan. Dalam hal ini ditetapkan terlebih dahulu
besarnya hujan rancangan. Prosedur tersebut berarti menggunakan anggapan bahwa kala
ulang hujan akan sama dengan kala ulang debit banjir yang terjadi akibat adanya hujan yang
besarnya sama dengan hujan rancangan yang ditetapkan. Meskipun anggapan ini tidak
selalu benar, akan tetapi cara tersebut dalam praktek masih dapat digunakan. Penelitian
menyangkut hubungan kedua besaran hidrologi tersebut sampai sekarang belum dapat
memberikan hasil yang dapat digunakan sebagai pedoman.
Besarnya debit banjir rancangan ini akan menentukan besaran-besaran rancangan yang
lain, seperti tinggi muka air banjir dan elevasi dasar jembatan. Pada prinsipnya informasi
tersebut diperlukan untuk dapat menetapkan dimensi rancangan dan tata letak dari
konstruksi jembatan kereta api agar aman terhadap pengaruh negatif dari peristiwa banjir
serta pengaruh lain akibat proses morfologi sungai yang akan terjadi pada lokasi dimana
jembatan kereta api akan dibangun. Untuk itu, selain debit banjir juga diperlukan besaran
debit dominan sungai, yaitu besarnya debit sungai yang diperkirakan akan menyebabkan
adanya angkutan sedimen maksimum. Hal ini dikaitkan dengan proses perubahan geometri
4
sungai yang harus diantisipasi, karena dapat membahayakan stabilitas bangunan jembatan
kereta api, seperti gerusan dasar dan tebing, longsoran tebing dan lain-lain.
Besarnya debit dominan dapat diperoleh dari analisis angkutan sedimen lokal
bardasarkan garis massa debit (flow duration curve) dan kurva liku sedimen (sediment
rating curve). Untuk mendapatkan garis massa debit dapat diturunkan dari garis debit
tahunan yang merupakan hasil perataan dari catatan data debit yang panjang, misal 20 tahun.
Apabila tidak tersedia data aliran/debit yang panjang, maka diperlukan cara tertentu, yang
dalam analisis hidrologi dapat dilakukan dengan model matematik (model hidrologi)
berdasarkan data hujan dan data karakteristik DAS.
Garis massa debit ini juga dapat dipergunakan untuk menghitung perkiraan angkutan
sedimen dasar (bed load) tahunan. Prosedur dan beberapa metoda untuk menentukan debit
banjir rancangan, garis massa debit, debit dominan dan angkutan sedimen tahunan lokal,
dijelaskan pada uraian di sub bab berikutnya.

Penentuan Debit Banjir Rancangan

Dalam praktek analisis hidrologi terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh untuk
menetapkan debit banjir rancangan. Masing-masing cara akan sangat dipengaruhi oleh
beberapa factor berikut (Sri Harto, 1993):
a. ketersediaan data,
b. tingkat kesulitan yang dikehendaki,
c. kesesuaian cara dengan DAS yang ditinjau.

Cara analisis dapat dikelompokkan menjadi tiga metode (Gupta, 1967), yaitu:
a. cara empirik,
b. cara statistik,
c. analisis dengan model hidrologi.

1. Penentuan debit banjir rancangan cara empirik


Cara empirik adalah metode pendekatan dengan rumus rasional. Cara ini diterapkan
apabila tidak tersedia data debit yang cukup panjang tetapi tersedia data hujan harian yang
panjang. Terdapat empat metode perhitungan banjir rancangan yang dikembangkan
berdasarkan prinsip pendekatan rasional (Muhadi, 1987), yaitu: metode Rasional, metode

5
Der Weduwen, metode Melchior dan metode Haspers.
Penulis menunjuk dua macam cara yang akan diuraikan pada tulisan ini, yaitu metode
Der Weduwen dan metode Melchior seperti yang dipergunakan dalam Standar
Perencanaan Irigasi, yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Kementerian PUPR tahun 2013.

a. Metode Rasional

Metode yang umum dijumpai adalah dengan rumus empiris hubungan hujan-aliran
seperti rumus Rasional. Cara ini menggunakan anggapan bahwa debit maksimum pada alur
tinjauan akibat hujan merata terjadi pada saat akumulasi limpasan permukaan dicapai.
Besarnya limpasan permukaan diperhitungkan merupakan komponen curah hujan efektif
yang diestimasi berdasarkan koefisien aliran permukaan dan dianggap linier terhadap
intensitas hujan. Dengan anggapan tersebut rumus Rasional dapat dituliskan sebagai berikut
ini.
QT = C  I T  A

dengan:
QT : debit maksimum dengan kala ulang T tahun,
C : koefisien aliran permukaan,
IT : intensitas hujan dengan kala ulang T tahun,
A : luas daerah tangkapan hujan.

Penggunaan rumus Rasional mengandung asumsi bahwa hidrograf aliran banjir


berbentuk segitiga simetri dengan waktu naik mencapai debit puncak (rising limb) dan
waktu pada sisi resesi sama, yaitu sebesar waktu konsentrasi (t c) seperti ditunjukkan pada
gambar di bawah ini.

I = Itc
I
Qp
Q

tc tc
Gambar tipikal bentuk hidrograf banjir cara Rasional

6
Memperhatikan rumus di atas, maka diperlukan penetapan nilai intensitas hujan yang
dianggap mewakili kondisi saat terjadinya debit maksimum, yaitu pada durasi sama dengan
waktu konsentrasi (waktu dari mulainya hujan sampai dengan kondisi akumulasi limpasan
permukaan pada titik tinjau dicapai). Untuk itu diperlukan informasi karakteristik hujan di
lokasi yang ditinjau berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara intensitas, durasi dan
ala ulang hujan (IDF). Kurva ini dapat dibuat dengan beberapa rumus empiris, antara lain
yang cukup dikenal terapan di Indonesia adalah rumus Mononobe sebagai berikut:
2
 R 24   24  3
I =  T
t
T
   
 24   t 
dengan:
ItT : intensitas curah hujan pada durasi t untuk kala ulang T tahun (mm/jam),
t : durasi curah hujan (jam),
24
R T : curah hujan harian maksimum dengan kala ulang T tahun (mm).

Nilai durasi hujan (t) yang memberikan debit maksimum dianggap sama dengan nilai
waktu konsentrasi (tc). Nilai tc tergantung dari karakteristik aliran permukaan dan aliran di
alur/sungai, yaitu merupakan nilai maksimum dari jumlah waktu aliran air mulai dari ujung
daerah tangkapan ke ujung alur dan waktu aliran sepanjang alur. Beberapa rumus empiris
perkiraan nilai tc dapat digunakan sesuai dengan kondisi permukaan aliran dan topografi.
Berikut disajikan contoh kurva IDF hasil pengolahan data curah hujan di stasiun Duri,
propinsi Riau yang didasarkan pada hujan harian maksimum dengan kala ulang 5, 10 dan
25 tahun.
Contoh intensitas hujan dengan kala Ulang 5, 10 dan 25 tahun
It pada beberapa kala ulang (mm/jam)
t (menit)
5 tahun 10 tahun 25 tahun

5 238.28 270.80 314.41


10 150.11 170.59 198.06
15 114.56 130.19 151.15
20 94.56 107.47 124.77
45 55.07 62.59 72.67
60 45.46 51.67 59.98
120 28.64 32.55 37.79
180 21.86 24.84 28.84
360 13.77 15.65 18.17
720 8.67 9.84 11.44

7
1000

Intensitas Hujan (mm/jam) 800

5 tahun
600
10 tahun
400 25 tahun

200

0
50
0

100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
Lama Hujan (menit)

Gambar Contoh kurva IDF di Duri dengan kala ulang 5, 10 dan 25 tahun

b. Rumus debit banjir Melchior

Rumus debit banjir Melchior dikenalkan pertama kali pada tahun 1914 dan berlaku
untuk DAS dengan luas sampai 1000 km 2. Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
QT =   qT A
dimana:
QT = debit banjir dengan kala ulang T tahun (m3/det),
 = koefisien aliran,
qT = curah hujan harian rancangan dengan kala ulang T tahun (mm),
 = koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS,
A = luas DAS (km2).

Besarnya  dapat didekati dengan memperhatikan kondisi tanah penutup (tataguna


lahan) dan kelompok hidrologi tanah seperti pada tabel di bawah. Nilai qT ditetapkan
berdasarkan data curah hujan harian maksimum untuk beberapa tahun. Cara analisis adalah
dengan pendekatan statistik yang umumnya digunakan metode analisis frekuensi.

8
Tabel nilai koefisien aliran

Kelompok hidrologis tanah


Tanah penutup
C D
Hutan lebat (vegetasi dikembangkan dengan 0,60 0,70
baik)
Hutan dengan kelebatan sedang (vegetasi 0,65 0,75
dikembangkan cukup baik)
Tanaman ladang dan daerah gundul 0,75 0,80

Sumber: Standar Perencanaan Irigasi, KP-01


Curah hujan qT ditentukan sebagai hujan terpusat (point rainfall) yang selanjutnya
dikonversi menjadi hujan untuk seluruh luas daerah hujan (hujan rata-rata DAS), yaitu qT.
Untuk luas daerah hujan F = 0 dan lama hujan t = 24 jam serta curah hujan qT = 200 mm,
diperoleh hasil hitungan sebagai berikut:

qT = (0,2 x 1000 x 1000)/(24 x 3600) = 2,31 m3/det.km2

Untuk nilai qT yang lain, harga qT dapat dihitung secara proposional. Sebagai contoh
untuk qT = 240 mm, harga qT menjadi:

qT = (240/200) x 2,31 = 2,77 m3/det.km2

Dalam penerapannya, harga t diambil untuk lama waktu konsentrasi, yaitu tc yang
dapat diperkirakan dari tabel berikut ini.

Tabel perkiraan harga tc

F (km2) tc (jam) F (km2) tc (jam)


100 7,0 500 12,0
150 7,5 700 14,0
200 8,5 1000 16,0
300 10,0 1500 18,0
400 11,0 3000 24,0

Sumber: Standar Perencanaan Irigasi, KP-01.


Rumus tc oleh Melchior ditetapkan sebagai berikut:
t c = 0,186 LQ −0, 2 I −0, 4

dengan: tc = waktu konsentrasi (jam),


L = panjang sungai (km),
Q = debit puncak (m3/det),
I = kemiringan rata-rata sungai.
9
hulu dari sungai seperti pada gambar 5.5 berikut ini.

Gambar penentuan kemiringan rata-rata sungai


(Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-01)

Prosedur hitungan dengan rumus banjir Melchior dipermudah dengan nomogram luas
daerah hujan Melchior seperti pada gambar di bawah ini. Luas F dapat dihitung dengan
menggambarkan elips yang mengelilingi batas DAS dengan as pendek sekurang-kurangnya
2/3 dari as yang panjang. Lihat contoh gambar penentuan elips luas daerah hujan.
Langkah-langkah hitungan debit puncak Qt dapat ditempuh sebagai berikut:
(1) tentukan besarnya curah hujan sehari untuk kala ulang rencana yang dipilih,
(2) tentukan  untuk daerah pengaliran menurut tabel,
(3) hitung A, F, L dan I untuk daerah pengaliran,
(4) buat perkiraan harga pertama waktu konsentrasi t0 berdasarkan tabel,
(5) ambil harga tc= t0 untuk menetapkan qT, kemudian hitung nilai Q0 =   qT A,
(6) hitung tc menurut rumus untuk Q = Q0,
(7) gunakan tc untuk mengulangi langkah (4), (5) dan (6) sampai diperoleh tc mendekati t0,
(8) hitung debit puncak QT untuk harga akhir tc.

10
Gambar luas daerah curah hujan Melchior
(Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-01)

11
Gambar perhitungan luas daerah hujan
(Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-01)

c. Rumus debit banjir Der Weduwen

Metode perhitungan banjir Der Weduwen diterbitkan pertama kali pada tahun 1937.
Metode ini cocok untuk DAS dengan luas sampai 100 km 2. Rumus-rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut ini.
QT =   qT A
 4,1 
 = 1−  
 ( qT + 7 ) 
 (t + 1) 
120 + A (t + 9) 
= 
(120 + A)
RT 67,65
qT = 
240 (t + 0,45)

t = 0,25 LQ −0,123 I −0, 25


dimana: QT = debit banjir dengan kala ulang T tahun (m3/det),
RT = curah hujan harian maksimum dengan kala ulang T tahun (mm),
 = koefisien aliran,
qT = curah hujan rancangan, yaitu curah hujan harian dengan kala ulang T tahun
(mm),
 = koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS,
A = luas DAS (km2),
t = lamanya hujan (jam),
L = panjang sungai,
I = gradien sungai.

12
Prosedur hitungan dilakukan dengan cara coba ulang berkali-kali mengikuti langkah-
langkah berikut:

(1) hitung A, L dan I dari peta garis tinggi DAS dan substitusikan dalam persamaan,
(2) tentukan nilai perkiraan Q0, kemudian hitung t, qT,  dan  serta tentukan nilai QT,
(3) apabila nilai QT belum mendekati Q0, ulangi langkah 1 dan 2 dengan menggunakan QT
sebagai Q0 untuk hitungan awal,
(4) debit puncak yang diambil adalah QT hasil perhitungan iterasi terakhir (terbaik) yang
didapatkan.

Untuk mempermudah hitungan, nilai awal Q0 dapat ditentukan berdasarkan nomogram


seperti disajikan pada lampiran 1 yang dapat dilakukan secara interpolasi.
Selain dengan cara-cara seperti diuraikan di atas, kadang juga digunakan cara
hidrograf satuan atau hidrograf satuan sintetik, yaitu dengan memanfaatkan hubungan
empiris antara hujan dan beberapa parameter DAS. Dengan cara ini keluaran analisis adalah
hidrograf banjir yang dapat diketahui debit banjir puncaknya sebagai debit banjir rancangan.
Untuk analisis dengan hidrograf satuan dapat dipakai cara polinomial atau cara Collins.
Pendekatan cara analitis tersebut, pada dasarnya dapat diterapkan apabila tersedia data curah
hujan dan data debit pada periode waktu pencatatannya yang sama dengan kualitas dan
ketelitian yang dapat dipertanggungjawabkan untuk keperluan analisis hidrologi.
Sedangkan untuk hidrograf satuan sintetik terdapat banyak rumus empiris seperti:
hidrograf satuan cara Snyder (Snyder Synthetic Unit Hydrograph), Nakayasu, rumus SCS
dan Hidrograf Satuan Sintetik Gama I (Sri Harto, 1985). Khusus untuk Hidrograf
Satuan Sintetik Gama I, metode tersebut dikembangkan berdasarkan penelitian beberapa
DAS di Jawa dan Sumatera, yang dalam penggunaannya cukup praktis dan menunjukkan
keragaan hasil yang cukup baik. Uraian rinci tentang cara penetapan dan penggunaan
hidrograf satuan sintetik untuk penetapan banjir rancangan tidak diberikan pada diktat ini,
namun akan dapat dipelajari pada cakupan materi kuliah Applied Hydrology.

d. Contoh hitungan debit banjir rancangan cara empirik

Berikut diberikan contoh hitungan untuk kedua rumus empiris yang telah diuraikan di
atas.

13
a. Contoh hitungan debit banjir rancangan dengan metode Melchior
Diketahui data sebagai berikut:
• luas DAS, A = 150 km2,
• panjang sungai, L = 18 km,
• kemiringan rata-rata sungai, I = 0,005,
• luas daerah hujan, F = 180 km2,
• curah hujan harian maksimum dengan kala ulang 50 tahun, q50 = 220 mm,
• koefisien pengaliran  = 0,6.

Dengan data tersebut dapat dihitung debit banjir rancangan untuk Q50 dengan cara
coba ulang sebagai berikut:
(1) berdasarkan tabel untuk A (A = F) = 150 km2 diperoleh t0 = 7,5 jam,
(2) dari nomogram pada lampiran 1 untuk qT = 200 mm dan t = 7,5 jam didapat harga qT
= 4,6 m3/det. km2,
(3) maka, untuk qT = 220 mm didapat qT = (220/200) x 4,6 = 5,06 m3/det. km2,
(4) dengan rumus dapat dihitung, Q0 = 0,6 x 5,06 x 150 = 455,4 m3/det.,
(5) tc menurut rumus dapat dihitung, didapat tc = 8,2 jam (masih > 7,5 jam),
(6) ambil t0 = 8,2 jam, dengan prosedur sama dengan langkah (1) s.d (4) diperoleh harga
qT = 4,84 m3/det. km2 dan Q0 = 435,6 m3/det.,
(7) selanjutnya tc menurut rumus didapat sebesar 8,27 jam ( 8,2 jam),
(8) jadi nilai debit banjir rancangan Q50 adalah 435,6 m3/det.

b. Contoh hitungan debit banjir rancangan dengan metode Der Weduwen


Diketahui data sebagai berikut:
• luas DAS, A = 25 km2,
• panjang dan kemiringan rerata sungai L = 7 km, I = 0,005,
• curah hujan harian maksimum dengan kala ulang 5 tahun, R5 = 80 mm.

Dengan data tersebut dapat dihitung debit banjir rancangan untuk Q5 dengan cara coba
ulang sebagai berikut:

(1) dari lampiran 1 untuk A = 25 km2 dan I = 0,005 diperoleh Q0 = 43 m3/det,


(2) nilai t, qT, ,  dapat dihitung sebagai berikut:
(3) t = 0,25 x 7 x 43-0,125 x 0,005-0,25 = 4,113 jam,
14
qT = 80/240 x 67,5 / (4,113 + 1,45) = 4,045 m3/det. km2,
 = [120 + 25(4,113 + 1)/(4,113 + 9)] / (120 + 25) = 0,895
 = 1 – [4,1 /(0,895 x 4,045 + 7)] = 0,614
(4) maka Q5 = 0,614 x 0,895 x 4,045 x 25 = 55,55 m3/det (> 43 m3/det),
(5) dengan menggunakan prosedur sama seperti pada langkah (2) s.d. (4), untuk nilai awal
Q0 = 55,55 m3/det, akan didapat:
t = 3,983 jam,
qT = 4,141 m3/det. km2,
 = 0,894,
 = 0,626,
Q5 = 57,941 m3/det (> 55,55 m3/det),
(6) selanjutnya iterasi diulang lagi dengan nilai awal Q0 = 57,941 m3/det yang akhirnya
akan didapat sebagai berikut:
t = 3,9621 jam,
qT = 4,167 m3/det. km2,
 = 0,894,
 = 0,618,
Q5 = 57,556 m3/det ( 57,941 m3/det),
(7) dengan demikian nilai debit banjir rancangan Q5 adalah = 57,556 m3/det.

2. Penentuan debit banjir rancangan cara statistik


Analisis hidrologi untuk menentukan debit banjir rancangan dengan cara statistik
dianggap paling baik, karena didasarkan pada data terukur di sungai, yaitu catatan debit
banjir yang pernah terjadi. Dalam hal ini tersirat pengertian bahwa analisis dilakukan secara
langsung pada data debit, tidak melalui hubungan empiris antar beberapa parameter DAS
dan hujan seperti halnya pada cara empirik. Oleh karena itu sampai saat ini masih dianggap
cukup dapat diandalkan. Meskipun demikian, ketelitian hasil juga akan sangat dipengaruhi
oleh data yang tersedia, baik tentang kuantitas (panjang data), kualitas atau ketelitiannya.
Analisis statistik untuk menentukan banjir rancangan dengan metode analisis
frekuensi dapat dilakukan secara grafis atau menggunakan rumus distribusi frekuensi
teoritik. Cara kedua lebih umum keberlakuannya untuk kasus dimana data yang tersedia

15
cukup panjang dan kualitasnya memenuhi syarat untuk analisis statistik. Berikut diuraikan
beberapa rumus distribusi frekuensi yang umum dipakai dalam analisis hidrologi, yaitu
Normal, Log Normal, Log Pearson tipe III dan Gumbel.
1. Analisis frekuensi dengan rumus distribusi frekuensi teoritik

Parameter statistik data debit banjir maksimum tahunan yang perlu diperkirakan untuk
pemilihan distribusi yang sesuai dengan sebaran data adalah sebagai berikut ini.

1
• Mean atau harga tengah, X= n
n Xi
i =1

 n 
2 
n
 
 X i2 −   X i  / n
  
i =1 i =1
• Simpangan baku, S=
(n − 1)
S
• Koefisien variansi, Cv =
X

( )
n
n

3
Asimetri (skewness), C s =  Xi − X
(n − 1)(n − 2)S 3
i =1

n2
( )
n

4
Kurtosis, Ck =  Xi − X
(n − 1)(n − 2)(n − 3)S 4
i =1

Keterangan: n adalah jumlah data yang dianalisis.


Berikut disajikan uraian singkat tentang sifat-sifat khas dari setiap macam distribusi
frekuensi tersebut.

a. Distribusi Normal
Ciri khas distribusi Normal adalah:
• Skewness Cs  0,00
• Kurtosis Ck = 3,00
• Prob X  (X – S ) = 15,87 %
• Prob X  X = 50,00 %
• Prob X  (X + S ) = 84,14 %

b. Distribusi Log Normal


Sifat statistik distribusi Log Normal adalah:
• Cs  3 Cv

16
• Cs > 0
Persamaan garis teoritik probabilitas: X T = X + K T .S
dengan: XT = debit banjir maksimum dengan kala ulang T tahun,
KT = faktor frekuensi,
S = simpangan baku.
Lampiran 2 menyajikan nilai KT untuk beberapa nilai probabilitas tertentu.

c. Distribusi Gumbel
Ciri khas statistik distribusi Gumbel adalah:
• Cs  1,396
• Ck  5,4002
Persamaan garis teoritik probabilitasnya adalah: X T = X + S /  n (Y − Yn )
dengan: Y = reduced variate,
Yn = mean dari reduced variate,
n = simpangan baku reduced variate,
n = banyaknya data.

Nilai Y untuk beberapa harga T (kala ulang) dapat dilihat pada tabel di bawah,
sedangkan harga Yn dan n untuk beberapa nilai n dapat dilihat pada lampiran 3.

Tabel nilai Reduced Variate (Y) untuk beberapa nilai kala ulang (T)
Kala ulang T (tahun) Reduced variate Y
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001

d. Distribusi Log Pearson III


Sifat statistik distribusi ini adalah:
• jika tidak menunjukkan sifat-sifat seperti pada ketiga distribusi di atas,
• garis teoritik probabilitasnya berupa garis lengkung.

Secara umum, persamaan garis teoritik probabilitas untuk analisis frekuensi dapat

17
dinyatakan dengan rumus sederhana sebagai berikut (Han, 1977):

X T = X + S .K T

dengan: XT = besaran (dapat debit atau hujan) dengan kala ulang T tahun,
X = besaran rata-rata,
S = simpangan baku,
KT = faktor frekuensi untuk kala ulang T tahun.

Lampiran 4 menyajikan nilai KT untuk distribusi Log Pearson tipe III. Untuk
menetapkan distribusi terpilih sesuai dengan sebaran data, digunakan uji Chi-kuadrat dan
uji Smirnov-Kolmogorov sebagai berikut ini.
e. Uji Chi-Kuadrat
Pada dasarnya uji ini merupakan pengecekan terhadap penyimpangan rerata dari data
yang dianalisis berdasarkan distribusi terpilih. Penyimpangan tersebut diukur dari
perbedaan antara nilai probabilitas setiap variat X menurut hitungan dengan pendekatan
empiris. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
K  (Ef − Of )2 
2 =  
i =1 
 Ef  i

dengan: 2 = harga Chi-kuadrat,


Ef = frekuensi yang diharapkan untuk kelas i,
Of = frekuensi terbaca pada kelas i,
K = banyaknya kelas.

Harga 2 harus lebih kecil dari harga 2 kritik yang dapat diambil dari tabel di lampiran
5 untuk derajat nyata () tertentu dan derajat kebebasan (DK) tertentu. Umumnya digunakan
derajat nyata 5 % dan untuk distribusi Chi-Kuadrat. Nilai DK ditetapkan berdasarkan K dan
jumlah parameter distribusi (p) dengan rumus berikut:
DK = K – p - 1

f. Uji Smirnov-Kolmogorov
Pengujian dilakukan dengan mencari nilai selisih probabilitas tiap variat X menurut
distribusi empiris dan teoritik, yaitu i. Harga i maksimum harus lebih kecil dari  kritik
yang dapat dicari dari tabel sebagai berikut ini.

18
Tabel nilai  kritik untuk uji Smirnov Kolmogorov

n  0.20 0.10 0.05 0.01


5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.20 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.20 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
1,07 1.22 1.36 1.63
n > 50
n n n n

Sumber: Charles T. Haan, 1993


g. Hitungan analisis frekuensi
Hitungan analisis frekuensi dilakukan dengan urutan sebagai berikut ini:
(1) hitung parameter statistik data yang dianalisis, meliputi: X, S, Cv, Cs, dan Ck,
(2) berdasarkan nilai-nilai parameter statistik terhitung, perkirakan distribusi yang cocok
dengan sebaran data,
(3) urutkan data dari kecil ke besar (atau sebaliknya),
(4) dengan kertas probabilitas yang sesuai untuk distribusi terpilih, plotkan data dengan
nilai probabilitas variat Xi sebagai berikut:

prob (Xi  X) = m/(n+1)

dengan: m = urutan data dari kecil ke besar (1 s.d. n),


n = jumlah data,
(5) tarik garis teoritik dan lakukan uji Chi-kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov,
(6) apabila syarat uji dipenuhi, tentukan besaran rancangan yang dicari untuk kala ulang
yang ditetapkan (QT atau RT),
(7) jika syarat uji tidak dipenuhi, pilih distribusi yang lain dan analisis dapat dilakukan
seperti pada langkah (1) s.d. (6).

19
h. Contoh hitungan
Berikut disajikan contoh analisis frekuensi untuk mencari besarnya debit banjir
rancangan berdasarkan data debit yang tersedia dari suatu setasiun pengukuran hidrometri.
Contoh ini diambil dari buku: Mengenal Dasar Hidrologi Terapan (Sri Harto, 1984). Data
tersedia adalah catatan data debit banjir maksimum tahunan sebanyak 40 (catatan selama 40
tahun), yang setelah diurutkan diperolh hasil seperti pada tabel di bawah.
Dari data di table tersebut dapat dihitung nilai parameter statistik yang hasilnya adalah
sebagai berikut:
• mean : Q = 1088,1 m3/det,
• simpangan baku : S = 317,617 m3/det,
• skewness : Cs = 0,1079,
• kurtosis : Ck = 2,2864.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai Cs sangat kecil, maka dipilih distribusi
Normal. Dari pengujian terhadap nilai variat Q didapat hasil sebagai berikut:

Q + S = 1405,7 m3/det,
Q – S = 770,5 m3/det.

Selanjutnya data tersebut diplot pada kertas probabilitas untuk distribusi Normal yang
hasilnya dapat ditunjukkan pada gambar. Uji Chi-Kuadrat dilakukan dengan mengambil
banyaknya kelas K adalah 5 seperti ditunjukkan pada tabel hasil uji Chi-Kuadrat.

Tabel data debit maksimum tahunan (annual maximum series)

m Q (m3/det) m/(n+1) m Q (m3/det) m/(n+1)


1 530 0.0243 21 1138 0.5122
2 569 0.0486 22 1138 0.5366
3 577 0.0730 23 1142 0.5610
4 639 0.0974 24 1156 0.5854
5 666 0.1218 25 1165 0.6098
6 667 0.1462 26 1171 0. 6342
7 709 0.1706 27 1172 0.6586
8 742 0.1950 28 1202 0.6830
9 817 0.2194 29 1207 0.7074
10 825 0.2438 30 1270 0.7318
11 861 0.2682 31 1275 0.7562
12 884 0.2962 32 1306 0.7805
13 949 0.3170 33 1323 0.8049
14 962 0.3414 34 1391 0.8293
20
15 964 0.3658 35 1433 0.8537
16 1041 0.3902 36 1544 0.8781
17 1077 0.4142 37 1553 0.9025
18 1116 0.4390 38 1673 0.9269
19 1118 0.4634 39 1677 0.9512
20 1135 0.4878 40 1740 0.9756

Sumber: Sri Harto, 1984


Tabel hasil uji Chi-kuadrat

Probabilitas Ef Of Ef - Of (Ef - Of)2/Ef


P ≤0,2 8 9 1 0,125
0,2 < P ≤0,4 8 7 1 0,125
0,4 < P ≤0,6 8 8 0 0,000
0,6 < P ≤0,8 8 9 1 0,125
0,8 < P ≤1,0 8 7 1 0,125
Jumlah 40 40 0,500

21
Gambar hasil ploting variat Q pada kertas probabilitas distribusi Normal

22
Dari tabel di atas didapat harga 2 sebesar 0,50. Untuk jumlah interval K = 5,
maka derajat kebebasan DK = K-P-1 = 2, dengan P adalah parameter distribusi (untuk
distribusi Normal P=2). Dengan  = 0,05 dari lampiran 5 diperoleh nilai 2 kritik
sebesar 5,991 yang berarti syarat uji dapat dipenuhi (2 < 2 kritik).
Untuk uji Smirnov-Kolmogorov dapat dicermati hasil ploting titik variat Q
seperti ditunjukkan pada gambar hasil plotting variat Q pada kertas probabilitas
disytribusi Normal. Dari gambar tersebut didapatkan Δ maksimum sebesar 0,10.
Untuk n = 40 dan  = 0,05 berdasarkan tabel didapat nilaiΔkritik sebesar 0,21 (>
maks.). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua syarat uji kesesuaian
distribusi dipenuhi. Selanjutnya dapat ditentukan besarnya debit banjir untuk beberapa
nilai kala ulang. Pada gambar ditunjukkan contoh untuk Q25 dengan cara sebagai
berikut:
(1) T = 25 tahun, berarti probabilitas (Q ≥Q25) = 100/25 % = 4 %,
(2) tarik garis vertikal ke bawah dari angka 4 pada skala absis atas sampai memotong
garis probabilitas teoritik kemudian tarik garis horisontal dari titik perpotongan
tersebut ke skala debit pada sumbu ordinat,
(3) besarnya Q25 dapat dibaca, yaitu 1.640 m3/det.

Pada contoh di atas, data banjir yang digunakan adalah catatan debit banjir
maksimum tahunan (annual maximum series). Untuk mendapatkan hasil yang teliti,
analisis dengan rumus distribusi teoritik dapat diterapkan apabila tersedia data yang
relatif cukup panjang. Batasan umum adalah 20 tahun dan apabila ketersediaan data
kurang, maka dapat ditempuh dengan cara menetapkan nilai debit banjir ambang
(Treshold). Debit banjir yang lebih besar dari nilai ambang tersebut dapat digunakan
untuk hitungan analisis frekuensi. Dengan cara ini data debit banjir dapat bertambah,
karena kemungkinan dalam satu tahun akan terdapat lebih dari satu data debit banjir
yang lebih besar dari nilai debit banjir ambang. Rangkaian data debit banjir yang
ditetapkan dengan cara tersebut dinamakan seri data parsial (partial series). Hubungan
antara kala ulang hasil analisis frekuensi dengan data “annual series” dan dengan data
“partial series” dapat disajikan pada rumus berikut ini (Chow, 1964).

23
1
Tp =
ln Ta − ln (Ta − 1)
dengan : Tp = kala ulang untuk data “partial series”,
Ta = kala ulang untuk data “annual series”.

2. Analisis frekuensi dengan cara grafis

Pada prinsipnya analisis frekuensi dengan cara grafis mirip dengan cara
menggunakan distribusi frekuensi teoritik. Cara ini diterapkan terutama untuk tersedia
minimum 20 tahun dan kala ulang yang ditinjau tidak boleh lebih besar dari panjang
data tersedia (T ≤n). Prosedur hitungan sama dengan langkah-langkah pada cara
menggunakan distribusi frekuensi teoritik, hanya saja penarikan garis teoritik dapat
dilakukan secara langsung dengan pendekatan pandangan mata tanpa disertai uji Chi-
kuadrat maupun Smirnov-Kolmogorov.
Untuk data yang kurang dari 20 tahun dapat diturunkan seri data parsial dengan
menggunakan rumus Rasional, Hidrograf Satuan atau dengan model hidrologi yang
lain. Untuk itu diperlukan data hujan ekstrim sebagai masukan model dalam
menentukan debit banjir tambahan (selain debit banjir maksimum tahunan). Apabila
tidak terdapat data debit banjir sama sekali, dapat ditempuh dengan menentukan
dahulu curah hujan rancangan, kemudian diteruskan dengan hitungan debit banjir
rancangan dengan metode Rasional, Hidrograf Satuan atau model hidrologi lain yang
sesuai dengan daerah tinjauan. Jadi dalam kasus ini analisis frekuensi diterapkan untuk
menentukan curah hujan rancangan.

3. Penentuan debit banjir rancangan dengan model hidrologi


Pengertian model hidrologi dalam cara ini adalah model hujan-aliran (rainfall-
runoff model). Pada prinsipnya model hidrologi tersebut adalah suatu tiruan dari
sistem hidrologi (sistem DAS) yang kompleks, yakni hubungan antara masukan sistem,
parameter DAS dan keluaran berupa debit sungai yang dapat dinyatakan dalam debit
banjir atau hidrograf banjir.
Penggunaan model hidrologi umumnya diterapkan pada kasus dimana
ketersediaan data debit terukur sangat minim, sedangkan data hujan dan karakteristik

24
DAS cukup memadai, baik panjang, jenis maupun kualitasnya. Setiap model hujan-
aliran dibuat dengan konsep dasar yang sama, yaitu perumusan neraca air (water
balance) pada zona hidrologi yang ditinjau dengan merinci besarnya setiap unsur aliran.
Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara mengkuantifikasi besarnya setiap unsur aliran
sungai berdasarkan sumbernya dengan memperhatikan proses yang terjadi. Pada diktat
ini tidak diuraikan secara rinci mengenai penggunaan model hidrologi tersebut,
mengingat bahasan masalah ini memerlukan penjelasan lebih detil cukup banyak
menyangkut penurunan dan pendekatan rumus matematik untuk setiap proses dalam
daur hidrologi. Sebagai informasi tambahan, beberapa model hidrologi yang sering
digunakan untuk analisis dan hitungan debit banjir rancangan di Indonesia adalah
SSARR Model, Tank Model, SWM-IV, HEC-HMS, WMS dan lain-lain. Model
tersebut banyak digunakan untuk keperluan analisis hidrologi dalam rangka kegiatan
perancangan bangunan air yang besar, seperti waduk/bendungan, bangunan pelimpah
(spillway), tanggul banjir, bendung gerak dan lain sebagainya yang memerlukan
informasi debit maksimum untuk banjir rancangan dan juga hidrograf banjir rancangan
serta beberapa karakteristik tentang debit sungai di lokasi bangunan air yang akan
dibuat.

25
Lampiran 1

Grafik debit Q untuk curah hujan harian R = 80 mm

26
Lampiran 1
(lanjutan)

Grafik debit Q untuk curah hujan harian R = 120 mm

27
Lampiran 1
(lanjutan)

Grafik debit Q untuk curah hujan harian R = 160 mm

28
Lampiran 1
(lanjutan)

Grafik debit Q untuk curah hujan harian R = 200 mm

29
Lampiran 1
(lanjutan)

Grafik debit Q untuk curah hujan harian R = 240 mm

30
Lampiran 2

Tabel faktor frekuensi KT untuk distribusi Log Normal

Probabilitas (%) sama atau lebih besar


99 95 80 50 20 5 1 0,1
Cv
- - - - + + + +
2,33 1,65 0,84 0,00 0,64 1,64 2,33 3,09 0,000
2,25 1,62 0,85 0,02 0,84 1,67 2,40 3,22 0,033
2,18 1,59 0,85 0,04 0,83 1,70 2,47 3,39 0,067
2,11 1,56 0,85 0,06 0,82 1,72 2,55 3,56 0,100
2,04 1,53 0,85 0,07 0,81 1,75 2,62 3,72 0,136
1,98 1,49 0,86 0,09 0,80 1,77 2,70 3,88 0,166
1,91 1,46 0,85 0,10 0,79 1,79 2,77 4,05 0,197
1,85 1,43 0,85 0,11 0,78 1,81 2,84 4,21 0,230
1,79 1,40 0,84 0,13 0,77 1,82 2,90 4,37 0,262
1,74 1,37 0,84 0,14 0,76 1,84 2,97 4,55 0,292
1,68 1,34 0,84 0,15 0,75 1,85 3,03 4,72 0,324
1,63 1,31 0,83 0,16 0,73 1,86 3,09 4,87 0,351
1,58 1,29 0,82 0,17 0,72 1,87 3,15 5,04 0,381
1,54 1,26 0,82 0,18 0,71 1,88 3,21 5,19 0,409
1,49 1,23 0,83 0,19 0,69 1,88 3,26 5,35 0,436
1,45 1,21 0,81 0,20 0,68 1,89 3,31 5,51 0,462
1,41 1,18 0,80 0,21 0,67 1,89 3,36 5,66 0,490
1,38 1,16 0,79 0,22 0,65 1,89 3,40 5,80 0,517
1,34 1,14 0,78 0,22 0,64 1,89 3,44 5,96 0,544
1,31 1,12 0,78 0,23 0,63 1,89 3,48 6,10 0,570
1,28 1,10 0,77 0,24 0,61 1,89 3,52 6,25 0,596
1,25 1,08 0,76 0,24 0,60 1,89 3,55 6,39 0,620
1,22 1,06 0,76 0,25 0,59 1,89 3,59 6,51 0,643
1,20 1,04 0,75 0,25 0,58 1,88 3,62 6,65 0,667
1,17 1,02 0,74 0,26 0,57 1,88 3,65 6,77 0,691
1,15 1,00 0,74 0,26 0,56 1,88 3,67 6,90 0,713
1,12 0,99 0,73 0,26 0,55 1,87 3,70 7,02 0,734
1,10 0,97 0,72 0,27 0,54 1,87 3,72 7,13 0,755
1,08 0,96 0,72 0,27 0,53 1,86 3,74 7,25 0,776
1,06 0,95 0,71 0,27 0,52 1,86 3,76 7,36 0,796
1,04 0,93 0,71 0,28 0,51 1,85 3,78 7,47 0,818
1,01 0,90 0,69 0,28 0,49 1,84 3,81 7,65 0,857
0,98 0,88 0,68 0,29 0,47 1,83 3,84 7,84 0,895
0,95 0,86 0,67 0,29 0,46 1,81 3,87 8,00 0,930
0,92 0,84 0,66 0,29 0,44 1,80 3,89 8,16 0,966
0,90 0,82 0,65 0,29 0,42 1,78 3,91 8,30 1,000
0,84 0,78 0,63 0,30 0,39 1,75 3,93 8,60 1,081
0,80 0,74 0,62 0,30 0,37 1,71 3,95 8,89 1,155

Sumber: Sri Harto, 1993.

31
Lampiran 3

Tabel nilai mean dan simpangan baku untuk beberapa nilai reduced variate

n Yn n n Yn n

8 0,4843 0,9043 26 0,5320 1,0961


9 0,4902 0,9288 27 0,5332 1,1004
10 0,4952 0,9497 28 0,5343 1,1047
11 0,4996 0,9676 29
12 0,5053 0,9833 30 0,5362 1,1124
13 0,5070 0,9972 31 0,5371 1,1159
14 0,5100 1,0095 32 0,5380 1,1193
15 0,5128 1,0206 33 0,5388 1,1226
16 0,5157 1,0316 34 0,5396 1,1255
17 0,5181 1,0411 35 0,5403 1,1285
18 0,5202 1,0493 36 0,5410 1,1313
19 0,5220 1,0566 37 0,5418 1,1339
20 0,5235 1,0629 38 0,5424 1,1388
21 0,5252 1,0696 39 0,5436 1,1413
22 0,5268 1,0754 40 0,5436 1,1413
23 0,5283 1,0811 41 0,5442 1,1436
24 0,5296 1,0864 42 0,5448 1,1458
25 0,5309 1,0914 43 0,5453 1,1480

Sumber: Sri Harto, 1993.

32
Lampiran 4

Tabel faktor frekuensi KT untuk distribusi Pearson Tipe III


dengan skewness positif

Kala Ulang (Tahun)


Koef.
1,01 2 5 10 25 50 100 200
Skew
3,0 -0,667 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970
2,9 -0,690 -0,390 0,440 1,195 2,277 3,134 4,013 4,904
2,8 -0,714 -0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973 4,847
2,7 -0,740 -0,376 0,479 1,224 2,272 3,093 3,932 4,783
2,6 -0,769 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 3,889 4,718
2,5 -0,799 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652
2,4 -0,832 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800 4,584
2,3 -0,867 -0,341 0,555 1,274 2,248 2,997 3,753 4,515
2,2 -0,905 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444
2,1 -0,946 -0,319 0,592 1,294 2,230 2,942 3,656 4,372
2,0 -0,990 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298
1,9 -1,037 -0,294 0,627 1,310 2,207 2,881 3,553 4,223
1,8 -1,087 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147
1,7 -1,140 -0,268 0,660 1,324 2,179 2,815 3,444 4,069
1,6 -1,197 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990
1,5 -1,256 -0,240 0,690 1,333 2,146 2,743 3,330 3,910
1,4 -1,318 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828
1,3 -1,383 -0,210 0,719 1,339 2,108 2,666 3,211 3,745
1,2 -1,449 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661
1,1 -1,518 -0,180 0,745 1,341 2,066 2,585 3,087 3,575
1,0 -1,588 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489
0,9 -1,660 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,975 3,401
0,8 -1,733 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891 3,312
0,7 -1,806 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223
0,6 -1,880 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132
0,5 -1,955 -0,083 0,808 1,33 1,910 2,231 2,686 3,041
0,4 -2,029 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949
0,3 -2,104 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856
0,2 -2,178 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763
0,1 -2,252 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670
0,0 -2,326 0 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576

Sumber: Sri Harto, 1993.

33
Lampiran 4
(lanjutan)

Tabel faktor frekuensi KT untuk distribusi Pearson Tipe III


dengan skewness negatif

Kala Ulang (Tahun)


Koef.
1,01 2 5 10 25 50 100 200
Skew
-0,0 -2,326 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576
-0,1 -2,400 0,017 0,846 1,270 1,716 2,000 2,252 2,482
-0,2 -2,472 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388
-0,3 -2,544 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294
-0,4 -2,615 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201
-0,5 -2,686 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108
-0,6 -2,755 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016
-0,7 -2,824 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926
-0,8 -2,891 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837
-0,9 -2,975 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749
-1,0 -3,022 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664
-1,1 -3,087 0,180 0,848 1,107 1,324 1,435 1,518 1,581
-1,2 -3,149 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501
-1,3 -3,211 0,210 0,838 1,064 1,240 1,324 1,383 1,424
-1,4 -3,271 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351
-1,5 -3,330 0,240 0,825 1,018 1,157 1,217 1,256 1,282
-1,6 -3,388 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197 1,216
-1,7 -3,444 0,268 0,808 0,970 1,075 1,116 1,140 1,155
-1,8 -3,499 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087 1,097
-1,9 -3,553 0,294 0,788 0,920 0,996 1,023 1,037 1,044
-2,0 -3,605 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 0,995
-2,1 -3,656 0,319 0,765 0,869 0,923 0,939 0,946 0,949
-2,2 -3,705 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907
-2,3 -3,753 0,341 0,739 0,819 0,855 0,864 0,867 0,869
-2,4 -3,800 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832 0,833
-2,5 -3,845 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800
-2,6 -3,889 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769 0,769
-2,7 -3,932 0,376 0,681 0,724 0,738 0,740 0,740 0,741
-2,8 -3,973 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714 0,714
-2,9 -4,013 0,390 0,651 0,681 0,683 0,689 0,690 0,690
-3,0 -4,051 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667

Sumber: Sri Harto, 1993.

34
Lampiran 5

Tabel harga 2 untuk berbagai nilai DK dan 

Distribusi 2
DK
0.99 0.95 0.90 0.80 0.70 0.50 0.30 0.20 0.10 0.05 0.01 0.001

1 .0016 .004 .0158 .0642 .148 0.455 1.074 1.642 2.706 3.841 6.635 10.827

2 .0201 .103 .211 .446 .713 1.386 2.408 3.219 4.604 5.991 9.210 13.815

3 .115 .352 .584 1.005 1.424 2.366 3.665 4.642 6.251 7.815 11.345 16.268

4 .297 .711 1.084 1.649 2.195 3.357 4.878 5.989 7.779 9.488 13.277 18.465

5 .554 1.145 1.610 2.343 3.000 4.351 6.064 7.289 9.236 11.070 15.089 20.517

6 .872 1.635 2.204 3.070 3.828 5.348 7.231 8.558 10.645 12.592 16.812 22.457

7 1.239 2.167 2.833 3.822 4.671 6.346 8.383 9.803 12.017 14.067 18.475 24.322

8 1.646 2.733 3.290 4.594 5.527 7.344 9.524 11.030 13.362 15.507 20.090 26.425

9 2.038 3.325 4.168 5.380 6.393 8.343 10.656 12.242 14.684 16.919 21.666 27.877

10 2.558 3.940 4.791 6.179 7.267 9.342 11.781 13.442 15.987 18.307 23.209 29.588

11 3.053 4.575 5.578 6.989 8.148 10.341 12.899 14.641 17.275 19.675 24.725 31.264

12 3.571 5.226 6.304 7.807 9.034 11.340 14.011 15.812 18.549 21.026 26.217 32.909

13 4.107 5.892 7.042 8.634 9.926 12.340 15.119 16.985 19.812 22.362 27.688 34.528

14 4.660 6.571 7.790 9.467 10.821 13.339 16.222 18.151 21.064 23.685 29.141 36.123

15 5.229 7.261 8.547 10.307 11.721 14.339 17.322 19.311 22.307 24.996 30.578 37.697

16 5.812 7.962 9.312 11.152 12.624 15.338 18.418 20.465 23.542 26.296 32.000 39.252

17 6.408 8.672 10.085 12.002 13.531 16.338 19.511 21.615 24.769 27.587 33.409 40.790

18 7.005 9.390 10.865 12.857 14.440 17.338 20.601 22.760 25.989 28.869 34.809 42.312

19 7.635 10.117 11.651 13.716 15.352 18.338 21.689 23.900 27.204 30.141 36.191 43.820

20 8.260 10.851 12.443 14.578 16.266 19.337 22.775 25.038 28.412 31.410 37.566 45.315

21 8.897 11.501 13.240 15.445 17.182 20.337 23.858 26.171 29.615 32.671 38.932 46.797

22 9.542 12.338 14.041 16.314 18.101 21.337 24.939 27.301 30.823 33.924 40.289 48.268

23 10.196 13.091 14.848 17.187 19.021 22.337 26.018 28.429 32.007 35.175 41.638 49.728

24 10.856 13.848 15.659 18.062 19.943 23.337 27.096 29.553 33.196 36.415 42.980 51.179

25 11.524 14.611 16.473 18.940 20.867 24.337 28.172 30.675 34.382 37.652 44.314 52.620

26 12.198 15.379 17.292 19.820 21.792 25.336 19.246 31.795 35.563 38.885 45.642 54.052

27 12.879 16.151 18.114 20.703 22.719 26.336 30.319 32.912 36.741 40.113 46.963 55.476

28 13.565 16.928 18.939 21.588 23.647 27.336 31.391 34.027 37.916 41.337 48.278 56.893

29 14.256 17.708 19.768 22.457 14.577 28.336 32.461 35.139 39.087 42.557 49.588 58.302

30 15.953 18.493 20.599 23.364 25.508 29.336 33.530 36.250 40.256 43.773 50.892 59.703

Sumber: Sri Harto, 1993.

35

Anda mungkin juga menyukai