BAB IV
DASAR – DASAR PERENCANAAN
4.1 Umum
Sebelum menentukan perencanaan sistem drainase suatu wilayah pemukiman
yang paling tepat, diperlukan dasar-dasar perencanaan terlebih dulu. Hal ini berguna
sebagai bahan pemikiran dalam penetapan alternatif saluran dan perencanaan sistem
drainase. Dasar-dasar perencanaan yang diterapkan mencakup ketentuan-ketentuan
umum dan rumus-rumus dasar yang dipakai dalam suatu perencanaan sistem drainase.
Penerapan dasar-dasar perencanaan ini harus disesuaikan dengan kondisi eksisting
lokasi daerah perencanaan, seperti misalnya kondisi topografi, klimatologi, geologi,
tata guna lahan, curah hujan, hidrogeologi, dan sebagainya.
Selain perencanaan sistem drainase, untuk menanggulangi banjir yang
mungkin terjadi di daerah pemukiman, diperlukan juga suatu perencanaan sumur
resapan dan kolam retensi yang juga didasarkan atas tata guna lahan lokasi
perencanaan, yang nantinya akan mempengaruhi besar kecilnya koefisien limpasan
yang terjadi.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, dikembangkan beberapa
alternatif sistem drainase yang mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis Hasil
yang diharapkan dari alternatif yang dipilih adalah tercapainya perencanaan sistem
drainase yang berasaskan sistem drainase modern, yaitu sistem drainase yang
berwawasan lingkungan. Sehingga, selain terhindar dari bahaya banjir ataupun
genangan air yang merugikan masyarakat, lokasi perumahan juga turut serta dalam
upaya konservasi sumber daya air.
28
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
tanah, misalnya untuk menurunkan permukaan air tanah yang tinggi agar
daerah tersebut terbebas dari masalah kelembaban yang tinggi.
• Drainase perkotaan, yaitu suatu sistem drainase yang menangani permasalahan
kelebihan air di wilayah perkotaan yang meliputi drainase permukaan dan
drainase bawah permukaan.
Bila dilihat dari cara penyalurannya, sistem drainase dapat dibagi menjadi tiga
bagian besar, yaitu :
29
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
Saluran drainase induk (utama dan madya dengan DPS > 50 ha) dapat
dikategorikan ke dalam sistem drainase mayor karena akibat kerusakan banjir
dianggap besar, sedangkan saluran drainase cabang utama dan seterusnya (DPS < 50
ha) dapat dikategorikan ke dalam sistem drainase minor karena akibat kerusakan
banjir dianggap kecil.
30
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
31
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
32
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
R 1.92
te = (4.3)
1.11R
dimana : te = waktu durasi hujan
R = tinggi hujan harian maksimum
33
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
*Tanimoto
Sumber : Moduto. Drainase Perkotaan, Volume I. 1998
to = (4.4)
(Co .I e )0.4 (S o )0.3
dimana : n = Koefisien kekasaran Manning
Lo = Panjang rayapan (m), syaratnya L < 300 m
Co = Koefisien limpasan permukaan tempat air merayap
Ie = Intensitas hujan (mm/jam), dimana tc = te
So = Kemiringan tanah rayapan (m/m)
• Bila panjang rayapan, L > 300 m, maka perhitungan to harus menggunakan
rumus di bawah ini (Moduto, 1998):
1/ 3
108.n.Lo
to = (4.5)
s1 / 5
dimana : n = Harga kekasaran Manning
34
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
4.762 Lda
td = (4.7)
(R.Ld ) (A.C r )0.1 (S r )0.2
0.5
Ld = 88.33(A)
0.6
(4.8)
Untuk DPS gabungan, nilai td harus dikalikan dengan Fg, suatu angka yang
menyatakan besaran gabungan. Rumus perhitungan yang dipakai adalah :
Lda 2 . A1
Fg = (4.10)
Lda1 . A2
Cr =
∑ C .A i i
(4.12)
∑A i
35
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
36
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
Seiring dengan luas daerah tangkapan yang semakin kecil, maka waktu
mengalur pada permukaan tanah menjadi dominan dalam perhitungan waktu
konsentrasi. Mengacu pada kondisi tersebut, terdapat beberapa pendekatan untuk
menentukan waktu konsentrasinya, dimana tc menjadi sama dengan to.
Besarnya koefisien retardasi dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini :
37
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
(
t c = c Lo .n.S o )
− 0.5 0.467
(4.16)
Besarnya koefisien kekasaran retardasi dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini :
Tabel 4.7 Nilai Koefisien Kekasaran Retardasi
No Jenis Permukaan Tanah n
1 Jalan aspal halus 0.02
2 Berumput jarang 0.3
3 Berumput sedang 0.4
4 Berumput rapat 0.8
Sumber : Wanielista, M. Hydrology : Water
Quantity and Quality Control. 1997
38
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
⎛ Lo 0.77 ⎞
⎜
t c = 0.0078⎜ 0.385 ⎟ (4.17)
⎟
⎝ So ⎠
dimana : Lo = Panjang limpasan (ft)
So = Kemiringan medan limpasan (ft/ft)
• Persamaan Gelombang Kinematika
Persamaan ini digunakan jika terdapat gelombang kinematika dimana
kecepatan tidak berubah terhadap jarak melainkan berubah terhadap titik.
Panjang limpasan kurang dari 300 ft. Rumusnya adalah :
0 .6
0.93Lo N 0.6
tc = (4.18)
I 0.4 .S 0.3
dimana : Lo = Panjang limpasan (ft)
So = Kemiringan medan limpasan (ft/ft)
N = Koefisien Manning untuk overland flow
Besarnya koefisien Manning yang dapat digunakan terdapat pada tabel 4.8
sebagai berikut :
39
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
1.8(1.1 − C )Lo
0.5
tc = 0.33
(4.20)
So
dimana : Lo = Panjang limpasan (ft)
So = Kemiringan medan limpasan (ft/ft)
C = Koefisien limpasan
40
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
1/ 2
⎛ (r − R )2 ⎞
SD = ⎜⎜ ∑ i ⎟
⎟ (4.24)
⎝ N −1 ⎠
dimana : ri = Tinggi hujan pada tahun ke-I (mm/hari)
R = Tinggi hujan rata-rata satu urutan data (mm/hari)
Setelah itu, dicari data ekstrem maksimum dengan distribusi metode
Modifikasi Gumbel ( umumnya digunakan untuk aplikasi di Indonesia) dengan
persamaan :
⎛ T ⎞
RT = R − 0.78 ln ln⎜ ⎟ + 0.45SD (4.25)
⎝ T −1⎠
dimana : RT = Tinggi hujan dengan PUH T tahun (mm/hari)
41
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
0.75-
30 rumah/ha 0.85
3 DAERAH INDUSTRI
Industri ringan 0.5-0.8
Industri berat 0.6-0.9
4 TAMAN, KUBURAN HUTAN LINDUNG 0.1-0.3
0.2-
5 LAPANGAN BERMAIN 0.35
6 PEKARANGAN REL KA 0.2-0.4
7 DAERAH TAK TERBANGUN/TERBENGKALAI 0.1-0.3
8 JALAN
0.7-
Aspal 0.95
0.8-
Beton 0.95
0.7-
Bata 0.85
0.75-
9 HALAMAN PARKIR & TROTOIR 0.85
0.75-
10 ATAP 0.95
11 PEKARANGAN TANAH PASIRAN
0.05-
Datar (2 %) 0.1
0.1-
Rata-rata (2-7 %) 0.15
0.15-
Terjal (7 %) 0.2
12 PEKARANGAN TANAH KERAS
0.13-
Datar (2 %) 0.17
0.18-
Rata-rata (2-7 %) 0.22
0.25-
Terjal (7 %) 0.35
13 TANAH GUNDUL 0.7-0.8
0.05-
14 LAHAN GALIAN PASIR 0.15
Sumber : Moduto. Drainase Perkotaan, Volume I. 1998
42
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
Tabel 4.10 berikut ini berisi harga koefisien limpasan untuk berbagai penggunaan
tanah.
Pada suatu daerah dengan tata guna lahan yang berbeda-beda, besarnya koefisien
limpasan ditetapkan dengan mengambil rata-rata berdasarkan bobot luas (Moduto,
1998), seperti berikut ini :
Cr =
∑ C .Ai i
(4.27)
∑A i
⎛I ⎞
CT 2 = 1 − (1 − CT 1 )⎜⎜ T 1 ⎟⎟ , untuk daerah becek (4.29)
⎝ IT 2 ⎠
43
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
2t e
Cs = (4.31)
2t e + t d
4.3.8 Intensitas Hujan
Intensitas hujan di Indonesia dapat mengacu pada pola grafik IDF (Intensity Duration
Frequency) dari van Breen yang didekati dengan persamaan (Moduto, 1998):
2
54 RT + 0.07 RT
IT = (4.32)
t c + 0.3RT
dimana : IT = Intensitas hujan pada PUH T tahun, dengan tc > te (mm/hari)
RT = Tinggi hujan pada PUH T tahun (mm/jam)
Jika tc < te, maka tc diganti dengan te
44
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
Pengaruh itu semua dapat mengakibatkan perbedaan pada debit puncak yang
dihitung dengan asumsi bahwa seluruh DPS sudah memberikan kontribusi. Keadaan
ini disebut pengaruh DPS parsial dan harus dicek pada tempat-tempat sebagai berikut
:
• Pertemuan dua saluran
• Keluaran dari DPS yang besar dengan waktu konsentrasi pendek
• Keluaran DPS yang kecil dengan waktu konsentrasi panjang.
Untuk penentuan debit puncak akibat pengaruh DPS parsial ini, dipakai pedoman
sebagai berikut :
1. Jika kedua tc saluran < te, maka debit puncak saluran sama dengan jumlah
debit dari kedua saluran
2. Jika tidak, harus dihitung dua kali dimana seluruh ruas dengan tc terkecil dan
terbesar, dengan harga terbesar digunakan untuk debit desain
Perhitungan yang dilakukan untuk pedoman yang kedua adalah (Moduto, 1998):
• Untuk tc terbesar, semua daerah memberikan kontribusi :
1
Q= (∑ C si . Ai .Ci )I tcterbesar (4.33)
360
• Untuk tc terkecil, tidak semua DPS memberikan kontribusi :
1
Q= (∑ C si . Ai .Ci )I tcterkecil (4.34)
360
Sedangkan faktor y dihitung dengan :
t dkecil
y= (4.35)
t dbesar
45
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
46
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
47
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
48
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
49
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
50
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
3. Rumus Bazin
87 R 1 / 2
C= (4.41)
τ + R1 / 2
Harga-harga τ untuk berbagai jenis saluran dapat dilihat pada tabel 4.14.
Persamaan Manning dianjurkan dipakai untuk tipe saluran buatan baik yang
diperkeras atau tidak. Sebelum persamaan Manning ini diterapkan, biasanya dicari
kecepatan rata-rata dengan metode trial and error. Pendekatan kecepatan aliran rata-
rata dalam saluran dapat dilihat pada tabel 4.15 dan 4.16 berikut ini.
Tabel 4.15 Pendekatan Kecepatan
Berdasarkan Kemiringan
Kemiringan Rata- Kecepatan Rata-
Rata Rata
dalam Saluran (%) (m/detik)
1-2 0.6
2-4 0.9
4-6 1.2
6-10 1.5
10-15 2.4
Sumber : Moduto. Drainase Perkotaan, Volume I.
1998
51
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
52
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
53
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
54
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
Sedangkan untuk bentuk trapesium dan segi empat, hubungan antarparameter dapat
dilihat pada tabel 4.21 berikut ini.
Tabel 4.21 Hubungan Dimensi Penampang Melintang Saluran Hidrolis Optimum
∫B =
m b/d ∫d = ∫b = B/A ∫a = ∫p = ∫R = a0
1/2 1/2 1/2 1/2 1/2
d/A b/A a/A p/A R/A 1/2
0 2 0.7071 1.4142 1.4142 0.7071 2.8284 0.3536 90
0.5 1.2361 0.759 0.9362 1.6972 0.8486 2.6352 0.3795 63.5
0.51 1.1521 0.7598 0.8574 1.7567 0.8784 2.6321 0.3799 60
1 0.8284 0.7396 0.6127 2.0919 1.046 2.7044 0.3698 45
1.25 0.7016 0.7158 0.5022 2.2917 1.1459 2.7939 0.3579 38.6
1.5 0.6056 0.6891 0.4173 2.4846 1.2423 2.9021 0.3446 33.5
1.75 0.5309 0.6621 0.3515 2.6689 1.3345 3.0206 0.3311 30
2 0.4721 0.6361 0.3003 2.8444 1.4222 3.1446 0.318 26.5
2.5 0.3852 0.5887 0.2268 3.1702 1.5851 3.3971 0.2944 21.8
3 0.3246 0.5485 0.178 3.469 1.7345 3.6467 0.2742 18.4
4 0.2462 0.4853 0.1195 4.0019 2.001 4.1213 0.2426 14
5 0.1979 0.4386 0.0868 4.4728 2.2364 4.5597 0.2193 11.3
6 0.1654 0.4027 0.0666 4.899 2.4495 4.9661 0.2013 9.5
Sumber : Kinori, BZ. Manual of Surface Drainage Engineering. 1970
55
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
56
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
57
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
Tinggi air pada permukaan jalan dekat gutter atau curb dapat didekati
dengan rumus (Moduto, 1998):
0.0474(D.I )
0 .5
d= (4.48)
S 0 .2
dimana : d = Kedalaman air (mm) pada ¼ lebar jalan
D = Jarak antara street inlet
I = Intensitas hujan (mm/jam)
S = Kemiringan jalan
Dalam perencanaan, kapasitas gutter maupun curb inlet harus
diturunkan (sekitar 10-30 %) untuk memperhitungkan gangguan penyumbatan
dimana penurunan ini tergantung pada kondisi jalan serta jenis inletnya.
Besarnya faktor reduksi dalam penentuan kapasitas inlet dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
58
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
2. Bangunan Terjunan
Bangunan terjunan diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebig
curam daripada kemiringan maksimum saluran yang diijinkan. Selain itu,
bangunan ini berfungsi untuk mencegah terjadinya penggerusan pada badan
saluran akibat kelebihan kecepatan dalam saluran melewati kecepatan
maksimum yang diijinkan.
Bangunan ini mempunyai empat bagian fungsional yang masing-
masing mempunyai sifat perencanaan yang khas. Keempat bagian tersebut
adalah :
• Bagian hulu pengontrol, yaitu bagian dimana aliran menjadi superkritis
• Bagian dimana air dialirkan ke elevasi yang lebih rendah
• Bagian tepat di sebelah hilir potongan U, yaitu tempat dimana energi
diredam
• Bagian peralihan saluran memerlukan perlindungan untuk mencegah
erosi
a. Bagian Pengontrol
Pada bagian pertama dari bangunan ini aliran di aats ambang dikontrol.
Hubungan tinggi energi yang memakai ambang sebagai acuan dengan
debit pada pengontrol ini bergantung pada ketinggian ambang, potongan
memanjang mercu bangunan, kedalaman bagian pengontrol yang tegak
lurus terhadap aliran dan lebar bagian pengontrol ini. Bangunan-bangunan
pengontrol yang mungkin digunakan adalah alat ukur ambang lebar atau
flum leher panjang.
b. Terjunan Tegak
59
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
Pada terjunan tegak ini air akan mengalami jatuh bebas pada pelimpah
terjunan, kemudian akan terbentuk suatu loncatan hidrolis pada hilir.
Ketentuan yang berlaku adalah :
• Untuk Q < 2.5 m3/detik, tinggi terjun maksimum = 1,5 m
• Untuk Q > 2,5 m3/detik, tinggi terjun maksimum = 2,5 m
Untuk menentukan terjunan tegak digunakan rumus (Chow, 1992):
Yc = 2 / 3h (4.49)
Q = b.q (4.50)
Yc
D= (4.52)
H
Y1 = 0.54 HD 0.425 (4.53)
Y p = HD 0.22 (4.55)
L j = 6.9(Y2 − Y1 ) (4.57)
Lt = L d + L j (4.58)
60
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
c. Terjunan Miring
Terjunan miring dipakai untuk tinggi terjun > 2 m. Mulai dari awal
terjunan miring, airnya mendapat tambahan kecepatan sehingga sepanjang
terjunan miring tersebut berangsur-angsur terjadi penurunan muka air.
Supaya perubahan kecepatan air dari kecepatan normal ke kecepatan
maksimum berjalan secara teratur dan tidak secara mendadak, dibuatlah
suatu bagian peralihan. Tipe yang umum digunakan adalah tipe Vlugther.
Kecepatan maksimum pada akhir bagian peralihan besarnya tergantung
pada ketahanan dasar dan dinding-dinding salurannya terhadap
penggerusan (erosi). Jika dibuat dari pasangan batu kali dengan spesi
semen yang baik, kecepatan maksimumnya berkisar antara 5-10 m/detik.
Jika dibuat dari beton, tentunya nilai yang dicapai akan lebih besar lagi.
Dimensi bangunan terjunan miring dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan Vlugther (Dirjen Pengairan,1986):
v2
H = h1 + (4.59)
2g
2 (4.60)
h2 = h1
3
⎛H⎞
S = C .H ⎜ ⎟ (4.61)
⎝ z ⎠
dimana : C = 0,4
untuk 1/3 < z/H < 4/3, maka D = 0,6.H + 1,1.z (4.62)
a = 0,2.H(H/z) (4.63)
4
untuk /3 < z/H < 10, maka D = H + 1,1.z (4.64)
a = 0,15.H(H/z) (4.65)
H = Tinggi energi (m)
h1 = Kedalaman air di hilir (m)
h2 = Kedalaman kritis (m)
S = Ketinggian air pada bagian yang miring (m)
z = Beda tinggi air sebelum dan sesudah terjunan (m)
v = Kecepatan aliran (m)
61
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
d. Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air
melewati bawah jalan air lainnya, bawah jalan atau jalan kereta api.
Gorong-gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada
luas basah saluran hulu maupun hilir. Sebagian dari potongan melintang
mungkin berada di atas muka air. Dalam hal ini gorong-gorong berfungsi
sebagai saluran terbuka dengan aliran bebas.
Pada gorong-gorong aliran bebas, benda-benda yang hanyut dapat lewat
dengan mudah, tetapi biaya pembuatannya umumnya lebih mahal
dibandingkan dengan gorong-gorong tenggelam. Pada gorong-gorong
tenggelam, seluruh potongan melintang berada di bawah permukaan air.
Biaya pelaksanaan lebih murah, tetapi bahaya terjadinya penyumbatan
lebih besar.
Untuk maksud pemeliharaan dimana gorong-gorong harus terbebas dari
endapan lumpur, maka batasan kecepatan dalam gorong-gorong harus
lebih besar atau sama dengan kecepatan self cleansing. Kehilangan
tekanan oleh pengaliran di dalam gorong-gorong dapat dihitung dengan
persamaan (Patterson,1984),:
v2 ⎛ l. p ⎞
∆h = ⎜1 + a + b + ⎟ (4.66)
2g ⎝ 4A ⎠
dimana : ∆h = Perbedaan tinggi muka air di muka dan di belakang
gorong-gorong (m)
v = Kecepatan air di dalam gorong-gorong (m/detik)
g = Gaya gravitasi (m/detik2)
l = Panjang gorong-gorong (m)
p = Keliling basah gorong-gorong (m)
A = Luas penampang basah gorong-gorong (m2)
a = Koefisien kontraksi pada perlengkapan gorong-
gorong
= 1/µ – 1, dengan µ = 0,8-0,83 (4.67)
b = Koefisien dinding pada gorong-gorong
untuk gorong-gorong bulat :
b = 1,5[0,01989 + (0,0005078/d)] (4.68)
62
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
e. Perubahan Saluran
Apabila dalam perencanaan saluran terjadi perubahan bentuk atau luas
potongan melintang, maka diperlukan bangunan transisi yang berfungsi
untuk melindungi saluran dari kerusakan yang mungkin timbulakibat
perubahan tersebut. Struktur pelindung yang dapat digunakan berupa head
wall yang lurus atau setengah lingkaran dengan besar sudut perubahan
saluran 12,5° dari sisi saluran.
Akibat perubahan sudut aliran pada bangunan ini terjadi kehilangan energi
yang besarnya tergantung pada perubahan kecepatan dan bentuk dinding
pada bangunan tersebut. Kehilangan energi dapat dihitung dengan rumus
(chow,1992):
ht = (1 + C k )hv (4.70)
f. Pertemuan Saluran
Pertemuan saluran atau junction adalah pertemuan dua saluran atau lebih
dari arah yang berbeda pada suatu titik. Pada kenyataannya pertemuan
saluran ini mempunyai ketinggian dasar saluran yang tidak selalu sama,
sehingga kehilangan tekanan sulit ditentukan.
63
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
g. Belokan
Kesulitan dalam merancang suatu belokan seringkali ditimbulkan oleh
kompleksitas aliran di sekitar belokan tersebut. Kehilangan tekanan akibat
belokan dapat dihitung dengan persamaan (Wanielista, 1997):
v2
hb = k b (4.71)
2g
dimana : hb = Kehilangan tekanan akibat belokan (m)
v = Kecepatan aliran (m/detik)
kb = Koefisien belokan, harganya berdasarkan
penyelidikan yang dilakukan ASCE dalam buku
Design and Construction of Sanitary and Strom
Sewerage, yaitu :
- untuk belokan 90°, kb = 0,4
- untuk belokan 45°, kb = 0,32
-
h. Pintu Air
Pintu air atau klep merupakan bangunan penunjang sistem drainase di
daerah dataran. Pintu air difungsikan terutama pada saat terjadi hujan dan
pasang naik. Hal ini dilakukan untuk mencegah aliran balik (backwater)
yang dapat terjadi akibat banjir makro, sehingga tidak mengganggu
kelancaran air keluar dari daerah perencanaan yang dapat menyebabkan
banjir mikro. Pintu air biasanya diletakkan pada lokasi outfall di tepi
sungai dan pada tepi dimana akumulasi air dalam saluran drainase kota
menuju muara cukup tinggi.
64
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
i. Bangunan Pembuangan
Bangunan pembuangan atau outfall merupakan ujung saluran yang
ditempatkan pada sungai atau badan air penerima lainnya. Struktur outfall
ini hampir sama dengan struktur bangunan terjunan lain karena biasanya
titik ujung saluran terletak pada elevasi yang lebih tinggi dari badan air
penerima, sehingga dalam perencanaan outfall ini merupakan bangunan
terjunan. Untuk menghitung dimensinya digunakan persamaan Manning.
Kecepatan aliran direncanakan antara 6-10 m/detik. Lebar mulut bagian
peralihan dapat dihitung dengan persamaan (Chow, 1992) :
⎛ v2 ⎞ v2
Q = 0.35b1 ⎜⎜ h + ⎟⎟2 g (4.72)
⎝ 29 ⎠ 2g
65
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
terjadi dalam saluran drainase agar dalam perencanaannya tidak terjadi kesalahan
pengertian tentang kedalaman air dalam saluran.
66
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
67
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
68
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
Lengkung ini terjadi jika dasar saluran pada ujung hilir terendam pada
suatu kolam yang kedalamannya lebih kecil daripada kedalaman
normal.
69
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
70
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
sumur air bersih dan sumur resapan air hujan lainnya, yang besarnya dapat
dilihat pada tabel 4.26 berikut ini.
Pemeriksaan Tinggi
<3m
Muka Air Tanah
>3m
memenuhi syarat
memenuhi syarat
Sistem Penampungan
Sumur Resapan Air Hujan Air Hujan Terpusat
(Waduk, dll)
Gambar 4.1
Langkah – langkah pembuatan sumur resapan
71
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
Jika t resapan sama dengan lama/durasi hujan, maka ketiga persamaan di atas
menjadi :
D.I . Abid .tadah − D.K . Asumur
H= (4.84)
Asumur + D.K .L
dimana : H = Kedalaman sumur resapan (m)
D = Lamanya hujan (jam)
A bid.tadah = Luas tanah, berupa atap/lahan (m2)
K = Nilai kelulusan tanah/batuan (m/jam)
L = Keliling penampang sumuran (m)
I = Intensitas hujan (m/jam)
Tipe konstruksi rekayasa teknik sumur resapan dapat berbentuk segi empat atau
lingkaran. Ukuran minimum sisi penampang atau diameter adalah 0.8 m dan
maksimum 1.4 m.
72
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
Gambar 4.2
Langkah-langkah perhitungan volume kolam retensi
73
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )
q x = µ .∆x 2(h0 − c )
3/ 2
(4.88)
Q x = Q0 + q x (4.89)
2
Qx
hx = H x − (4.90)
2g
2
Ax
• Setelah hx dan Qx ditentukan, kedalaman air h2x dan debit Q2x akan dihitung
untuk suatu potongan pada jarak 2∆x di depan ujung pelimpah dengan cara
yang sama seperti yang dijelaskan sebelumnya, Qo dan ho harus digantikan
dengan Qx dan hx, dalam langkah ini Qx, qx dan hx menjadi Q2x, q2x dan h2x.
• Perhitungan-perhitungan ini harus diteruskan sampai Qnx sama dengan debit
banjir rencana potongan saluran di bagian hulu bangunan pelimpah samping.
Panjang pelimpah samping adalah n∆x dan jumlah air lebih yang akan
dilimpahkan adalah Qnx – Qo.
2 2 1.5
Q = Cd gbH 1 (4.91)
3 3
dimana : Q = debit (m3/detik)
Cd = Koefisien debit,
untuk alat ukur ambang lebar, Cd = 1,03
untuk alat ukur mercu bulat, Cd = 1,48
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
b = Lebar mercu (m)
H1 = Tinggi di atas mercu (m)
74