Anda di halaman 1dari 47

Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan

Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

BAB IV
DASAR – DASAR PERENCANAAN

4.1 Umum
Sebelum menentukan perencanaan sistem drainase suatu wilayah pemukiman
yang paling tepat, diperlukan dasar-dasar perencanaan terlebih dulu. Hal ini berguna
sebagai bahan pemikiran dalam penetapan alternatif saluran dan perencanaan sistem
drainase. Dasar-dasar perencanaan yang diterapkan mencakup ketentuan-ketentuan
umum dan rumus-rumus dasar yang dipakai dalam suatu perencanaan sistem drainase.
Penerapan dasar-dasar perencanaan ini harus disesuaikan dengan kondisi eksisting
lokasi daerah perencanaan, seperti misalnya kondisi topografi, klimatologi, geologi,
tata guna lahan, curah hujan, hidrogeologi, dan sebagainya.
Selain perencanaan sistem drainase, untuk menanggulangi banjir yang
mungkin terjadi di daerah pemukiman, diperlukan juga suatu perencanaan sumur
resapan dan kolam retensi yang juga didasarkan atas tata guna lahan lokasi
perencanaan, yang nantinya akan mempengaruhi besar kecilnya koefisien limpasan
yang terjadi.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, dikembangkan beberapa
alternatif sistem drainase yang mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis Hasil
yang diharapkan dari alternatif yang dipilih adalah tercapainya perencanaan sistem
drainase yang berasaskan sistem drainase modern, yaitu sistem drainase yang
berwawasan lingkungan. Sehingga, selain terhindar dari bahaya banjir ataupun
genangan air yang merugikan masyarakat, lokasi perumahan juga turut serta dalam
upaya konservasi sumber daya air.

4.2 Pengertian Drainase


Pengertian drainase dapat ditentukan berdasarkan lingkup atau batasan dari
sistem drainase itu sendiri (Moduto, 1998), antara lain :
• Drainase permukaan, yaitu suatu sistem drainase yang menangani semua
permasalahan kelebihan air di atas atau pada permukaan tanah, terutama
masalah kelebihan air hujan.
• Drainase bawah permukaan, yaitu suatu sistem drainase yang menangani
permasalahan kelebihan air di bawah permukaan tanah atau di bawah lapisan

28
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

tanah, misalnya untuk menurunkan permukaan air tanah yang tinggi agar
daerah tersebut terbebas dari masalah kelembaban yang tinggi.
• Drainase perkotaan, yaitu suatu sistem drainase yang menangani permasalahan
kelebihan air di wilayah perkotaan yang meliputi drainase permukaan dan
drainase bawah permukaan.
Bila dilihat dari cara penyalurannya, sistem drainase dapat dibagi menjadi tiga
bagian besar, yaitu :

Tabel 4.1 Cara Penyaluran Air Hujan


Sistem Terpisah Tercampur Intercepting Sewer
Air hujan dan air Air hujan dan air Jika debit besar,
Pengaliran
limbah limbah sistem
terpisah tercampur tercampur
Jika debit kecil,
sistem
terpisah
Fluktuasi
Besar Kecil Besar dan kecil
Debit
- Konsentrasi - Bisa digunakan
Keuntungan - Ekonomis dalam hal
pencemar untuk
pemilihan dimensi menurun karena
debit besar dan kecil
saluran pengen-
karena hanya ceran dengan air
menampung hujan
- Biaya konstruksi
debit air hujan saja
lebih
- Air hujan tidak murah karena debit
membebani jadi
saluran air buangan satu
Debit yang diolah
Kerugian Membutuhkan lahan Membutuhkan lahan
dalam
tersendiri BPAB besar tersendiri
Sumber : Moduto. Drainase Perkotaan, Volume I. 1998

Maksud perencanaan drainase perkotaan adalah untuk mercari alternatif kiat


pengendalian akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan dan penyaluran limbah
agar dalam pembangunannya dapat terpadu dengan pembangunan sektor lain yang
terkait (Moduto, 1998). Dengan adanya perencanaan sistem drainase ini, maka
sebelumnya dapat disiapkan cadangan lahan yang cukup, sesuai dengan penataan
lingkungan perkotaan.
Dari uraian di atas, maka kegunaan drainase dapat disimpulkan sebagai berikut
(Moduto, 1998) :

29
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

• Mengeringkan daerah becek dan genangan air


• Mengendalikan akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan dan
memanfaatkan sebesar-besarnya untuk imbuhan air tanah
• Mengendalikan erosi, kerusakan jalan dan bangunan-bangunan
• Sarana pengelolaan kualitas air

4.2.1 Pembagian Saluran Drainase


Saluran drainase terbagi menjadi dua, yaitu drainase wilayah perkotaan
(drainase kota) dan drainase wilayah regional (drainase regional). Drainase kota
dibagi menjadi lima (Moduto, 1998) :
1. Saluran Drainase Induk Utama (DPS > 100 ha)
2. Saluran Drainase Induk Madya (DPS 50-100 ha)
3. Saluran Drainase Cabang Utama (DPS 25-50 ha)
4. Saluran Drainase Cabang Madya (DPS 5-25 ha)
5. Saluran Drainase Tersier (DPS 0-5 ha)

Saluran drainase induk (utama dan madya dengan DPS > 50 ha) dapat
dikategorikan ke dalam sistem drainase mayor karena akibat kerusakan banjir
dianggap besar, sedangkan saluran drainase cabang utama dan seterusnya (DPS < 50
ha) dapat dikategorikan ke dalam sistem drainase minor karena akibat kerusakan
banjir dianggap kecil.

4.2.1.1 Sistem Drainase Minor


Sistem drainase minor merupakan bagian dari sistem drainase yang menerima
debit limpasan maksimum dari mulai aliran awal, meliputi : inlet limpasan permukaan
jalan, saluran dan parit drainase tepian jalan, gorong-gorong, got air hujan, saluran air
terbuka dan lain-lain, yang didesain untuk menangani limpasan banjir minor sampai
DPS sama dengan 50 ha. Saluran drainase minor didesain untuk Periode Ulang Hujan
(PUH) 2-10 tahun, tergantung dari tata guna lahan di sekitarnya.

30
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

4.2.1.2 Sistem Drainase Mayor


Selain untuk menerima limpasan banjir minor, sarana drainase harus
dilengkapi dengan suatu saluran yang dapat mengantisipasi terjadinya kerusakan-
kerusakan besar akibat limpasan banjir yang mungkin terjadi setiap 25-100 tahun
sekali. Sarana sistem drainase mayor meliputi : saluran alami dan buatan, daerah
banjir dan jalur saluran drainase pembawa aliran limpasan besar serta bangunan
pelengkapnya.

4.3 Dasar-Dasar Perencanaan dan Kriteria Desain


4.3.1 Periode Ulang Hujan (PUH)
PUH dalam desain dihitung dengan menggunakan rumus (Moduto, 1998) :
⎛ 1 1⎞
T = N ⎜⎜ − ⎟⎟ (8) (4.1)
⎝ µ 2⎠

dimana : T = PUH setiap T tahun (tahun)


N = Umur bangunan efektif (tahun)
µ = faktor resiko, biasanya bernilai 1/3
PUH desain sistem saluran dan bangunan-bangunan drainase kota untuk berbagai tata
guna lahan mengacu pada tabel 4.2 berikut ini.

31
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Tabel 4.2 PUH Desain Rinci (tahun)


T
No. Tata Guna Lahan (tahun)
1 Saluran awalan pada daerah :
- lahan rumah, taman, kebun, kuburan, lahan tak
terbangun 2
- perdagangan, perkantoran dan industri 5
2 Saluran minor
- DPS < 5 ha (saluran tersier)
- resiko kecil 2
- resiko besar 5
- DPS 5-25 ha (saluran sekunder)
- tanpa resiko 2
- resiko kecil 5
- resiko besar 10
- DPS 25-50 ha (saluran primer)
- tanpa resiko 5
- resiko kecil 10
- resiko besar 25
3 Saluran mayor
- DPS 50-100 ha
- tanpa resiko 5
- resiko kecil 10
- resiko besar 25
- DPS > 100 ha
- tanpa resiko 10
- resiko sedang 25
- resiko besar 50
- pengendalian banjir kiriman 100
4 Gorong-gorong/jembatan
- jalan biasa 5-10
- jalan by-pass 10-25
- jalan bebas hambatan 25-50
5 Saluran tepi jalan
- jalan lingkungan 2-5
- jalan kota 5-10
- jalan by-pass 10-25
- jalan bebas hambatan 25-50
Sumber : Moduto. Drainase Perkotaan, Volume I. 1998

4.3.2 Perhitungan Debit Banjir


Persamaan yang digunakan untuk memperkirakan debit puncak limpasan
adalah persamaan modifikasi rumus rasional (Moduto, 1998) . Pemilihan persamaan
ini didasarkan pada kemudahan dan kesederhanaan dalam mencari parameter-

32
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

parameternya. Persamaan modifikasi rumus rasional tersebut adalah sebagai berikut :

Q = F .C s .C. A.I = F .C s (∑ Ci . Ai )I (4.2)

dimana : Q = Debit puncak


F = Faktor konversi, dengan F = 1/360 untuk Q dalam m3/detik
F = 100/36 untuk Q dalam l/detik
Cs = Koefisien storasi
C = Koefisien limpasan
A = Luas DPS, untuk beberapa DPS harga C.A diganti menjadi
(∑Ci.Ai)
I = Intensitas hujan (mm/jam) pada waktu konsentrasi tc (menit)
dan PUH T (tahun)

4.3.3 Waktu Konsentrasi


Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk air hujan dari daerah
yang terjauh dalam DPS untuk mengalir menuju ke suatu titik atau profil melintang
saluran tertentu yang ditinjau.
Waktu konsentrasi tc, jika nilainya lebih kecil dari waktu durasi hujan te, maka
dalam perhitungan intensitas hujannya dianggap sama dengan waktu durasi hujannya,
yaitu tc = te dan Ic = Ie. Nilai te dapat didekati dengan persamaan (Moduto, 1998):

R 1.92
te = (4.3)
1.11R
dimana : te = waktu durasi hujan
R = tinggi hujan harian maksimum

Untuk hujan harian maksimum yang dipakai sebagai dasar perhitungan,


dianjurkan untuk memakai data seperti yang tertera pada tabel 4.3 berikut ini.

33
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Tabel 4.3 Durasi Hujan Terpendek untuk Berbagai Tinggi


Hujan Harian Maksimum
R Durasi Hujan te tipikal Ic tipikal
(mm/hari) Rentang (menit) (mm/jam)
50 24-42 33 59.9
75 32-64 48 63
100 44-80 62 66.3
150 67-115 91 71.1
170 76-128 102 73.2*
200 94-142 118 76.4
230 108-160 134 79.4*
250 120-170 145 81.3
300 150-192 171 86.2
350 178-216 197 91*
400 212-234 223 95.6
450 240-260 249 100.2
470 250-270 259 102.1*

*Tanimoto
Sumber : Moduto. Drainase Perkotaan, Volume I. 1998

Dalam drainase perkotaan, pada umumnya tc merupakan penjumlahan dua


komponen, yaitu :
• Waktu merayap di permukaan tanah, to (menit), yaitu waktu yang diperlukan
untuk titik air yang terjauh dalam DPS mengalir pada permukaan tanah
menuju ke alur saluran permulaan yang terdekat. Rumus yang digunakan
(Moduto, 1998):
6.33(n.Lo )
0.6

to = (4.4)
(Co .I e )0.4 (S o )0.3
dimana : n = Koefisien kekasaran Manning
Lo = Panjang rayapan (m), syaratnya L < 300 m
Co = Koefisien limpasan permukaan tempat air merayap
Ie = Intensitas hujan (mm/jam), dimana tc = te
So = Kemiringan tanah rayapan (m/m)
• Bila panjang rayapan, L > 300 m, maka perhitungan to harus menggunakan
rumus di bawah ini (Moduto, 1998):
1/ 3
108.n.Lo
to = (4.5)
s1 / 5
dimana : n = Harga kekasaran Manning

34
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Lo = Panjang limpasan (m)


s = Kemiringan medan limpasan rata-rata (%)
• Waktu mengalir di saluran, td (menit), yaitu waktu yang diperlukan untuk air
mengalir dari alur saluran permulaan menuju ke suatu profil melintang saluran
tertentu yang ditinjau. Rumus yang digunakan (Moduto, 1998) :
Lda
td = (4.6)
60.v d

4.762 Lda
td = (4.7)
(R.Ld ) (A.C r )0.1 (S r )0.2
0.5

Ld = 88.33(A)
0.6
(4.8)

dimana : Lda = Panjang saluran aktual yang ditinjau (m)


Ld = Panjang saluran ideal (m)
vd = Kecepatan rata-rata dalam saluran (m/detik)
Cr = Koefisien limpasan rata-rata
R = Tinggi hujan (mm/hari)
A = Luas DPS (ha)
Sr = Kemiringan DPS searah alur saluran (m/m)

Sehingga perhitungan tc menjadi :


tc = to + td (4.9)

Untuk DPS gabungan, nilai td harus dikalikan dengan Fg, suatu angka yang
menyatakan besaran gabungan. Rumus perhitungan yang dipakai adalah :
Lda 2 . A1
Fg = (4.10)
Lda1 . A2

Sedangkan untuk nilai S dan C rata-ratanya :


2
⎛ ∑ Li . S i ⎞
Sr = ⎜ ⎟ (4.11)
⎜ ∑ Li ⎟
⎝ ⎠

Cr =
∑ C .A i i
(4.12)
∑A i

35
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Besarnya kecepatan rata-rata dalam saluran vd, dapat diperoleh dengan


menggunakan persamaan :
vd = 0.0035(R.Ld ) (A.C )0.1 (S )0.2
1/ 2
(4.13)

dimana : A = Luas DPS (ha)


S = Kemiringan DPS searah alur saluran (m/m)
C = Koefisien limpasan
R = Tinggi hujan (mm/hari)
Ld = Panjang saluran ideal (m)
Seperti halnya pada rumus perhitungan td, untuk DPS gabungan menerus,
harga vd harus dikalikan dengan 1/Fg dan rumus perhitungan S dan C rata-rata
sama.

Besarnya harga koefisien kekasaran Manning yang digunakan dapat dilihat


pada tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Harga Kekasaran Manning
No Jenis Permukaan Tanah n
1 Permukaan diperkeras 0.015
2 Permukaan tanah terbuka 0.0275
3 Permukaan berumput sedikit 0.035
4 Permukaan berumput rata-rata 0.045
5 Permukaan berumput tebal 0.066
Permukaan siaran semen atau
6 beton 0.014
Sumber : Road design manual for Rural and Urban Roads Other
than Freeways. National Association of Australian
State Road Authorites. Reprint1977.

Pendekatan kecepatan aliran rata-rata dalam saluran berdasarkan kemiringan


saluran juga dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut.

36
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Tabel 4.5 Pendekatan Kecepatan Rata-Rata


Berdasarkan Kemiringan Saluran
Kemiringan Rata- Kecepatan Rata-
Rata Rata
dalam Saluran (%) (m/detik)
0-1 0.4
1-2 0.6
2-4 0.9
4-6 1.2
6-10 1.5
10-15 2.4
Sumber : BUDSP. Drainage Design for
Bandung. 1978.

Seiring dengan luas daerah tangkapan yang semakin kecil, maka waktu
mengalur pada permukaan tanah menjadi dominan dalam perhitungan waktu
konsentrasi. Mengacu pada kondisi tersebut, terdapat beberapa pendekatan untuk
menentukan waktu konsentrasinya, dimana tc menjadi sama dengan to.

Rumus-rumus yang digunakan :


• Rumus Izzard (Wanielista, 1997)
Rumus ini digunakan untuk I x L < 500 in.ft/jam dan dianggap tc = te
1/ 3
41.K .Lo
tc = (4.14)
I 2/3
0.00071I + C r
K= 2/3
(4.15)
So

dimana : Lo = Panjang limpasan (m)


I = Intensitas hujan (in/jam)
So = Kemiringan medan limpasan (ft/ft)
Cr = Koefisien retardasi

Besarnya koefisien retardasi dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini :

37
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Tabel 4.6 Nilai Koefisien Retardasi


No Jenis Permukaan Tanah Cr
1 Aspal sangat halus 0.007
2 Jalan aspal dan tanah 0.0075
3 Jalan batu 0.0082
4 Beton 0.012
5 Jalan aspal dan pasir 0.017
6 Berumput jarang 0.046
7 Berumput lebat 0.06
Sumber : Wanielista, M. Hydrology : Water
Quantity and Quality Control. 1997

• Persamaan Kerby (Wanielista, 1997)


Persamaan ini digunakan untuk panjang limpasan < 365 m (1000 ft).

(
t c = c Lo .n.S o )
− 0.5 0.467
(4.16)

dimana : Lo = panjang limpasan (ft)


So = Kemiringan medan limpasan (ft/ft)
c = 0,83 (ft) atau 1,44 (m)
n = Koefisien kekasaran retardasi

Besarnya koefisien kekasaran retardasi dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini :
Tabel 4.7 Nilai Koefisien Kekasaran Retardasi
No Jenis Permukaan Tanah n
1 Jalan aspal halus 0.02
2 Berumput jarang 0.3
3 Berumput sedang 0.4
4 Berumput rapat 0.8
Sumber : Wanielista, M. Hydrology : Water
Quantity and Quality Control. 1997

• Persamaan Kirpich (Wanielista, 1997)


Biasa diterapkan pada daerah pedesaan uang tanahnya ditumbuhi kayu-kayuan
antara 0-56 % dan daerah tangkapan yang luas antara 1,2-112 are. Rumusnya
adalah :

38
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

⎛ Lo 0.77 ⎞

t c = 0.0078⎜ 0.385 ⎟ (4.17)

⎝ So ⎠
dimana : Lo = Panjang limpasan (ft)
So = Kemiringan medan limpasan (ft/ft)
• Persamaan Gelombang Kinematika
Persamaan ini digunakan jika terdapat gelombang kinematika dimana
kecepatan tidak berubah terhadap jarak melainkan berubah terhadap titik.
Panjang limpasan kurang dari 300 ft. Rumusnya adalah :
0 .6
0.93Lo N 0.6
tc = (4.18)
I 0.4 .S 0.3
dimana : Lo = Panjang limpasan (ft)
So = Kemiringan medan limpasan (ft/ft)
N = Koefisien Manning untuk overland flow

Besarnya koefisien Manning yang dapat digunakan terdapat pada tabel 4.8
sebagai berikut :

Tabel 4.8 Nilai Koefisien Manning Overland Flow


No Jenis Permukaan Tanah N
1 Tanah gundul 0.01
2 Tanah alami 0.13
3 Tanah berumput 0.45
4 Tanah berumput pendek 0.15
5 Tanah berkayu 0.45
Sumber : Wanielista, M. Hydrology : Water
Quantity and Quality Control. 1997

• Persamaan Bransby Williams (Wanielista, 1997)


Rumus yang digunakan :
21.3L0
tc = 0.2
(4.19)
A 0.1 .S o
dimana : Lo = Panjang limpasan (ft)
So = Kemiringan medan limpasan (ft/ft)
A = Luas daerah tangkapan (mil2)
• Persamaan Federal Aviation Agency (Wanielista, 1997)
Rumus yang digunakan :

39
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

1.8(1.1 − C )Lo
0.5

tc = 0.33
(4.20)
So
dimana : Lo = Panjang limpasan (ft)
So = Kemiringan medan limpasan (ft/ft)
C = Koefisien limpasan

4.3.4 Perubahan PUH


Apabila dalam saluran yang direncanakan mengalami perubahan PUH, maka
nilai tc, td, to juga akan mengalami perubahan. Jika pada awal perhitungan
menggunakan asumsi pendekatan kecepatan berdasarkan kemiringan dan perhitungan
to dan td tidak memakai persamaan yang berunsur R, I dan C, maka perubahannya
dapat didekati dengan persamaan berikut (Moduto, 1998).
1/ 2
⎛a ⎞
t 0T 2 = t 0T 1 ⎜⎜ T 1 ⎟⎟ (4.21)
⎝ aT 2 ⎠
2/5
⎛a ⎞
t dT 2 = t dT 1 ⎜⎜ T 1 ⎟⎟ (4.22)
⎝ aT 2 ⎠
a = 54R + 0.07 R (4.23)
dimana : tn = t pada PUH n tahun yang dicari (menit)
tm = t pada PUH m tahun (menit)
an = konstanta pada persamaan Talbot untuk PUH n
tahun
am = konstanta pada persamaan Talbot untuk PUH m
tahun
R = tinggi hujan (mm/hari)

4.3.5 Tinggi Hujan Rencana


Tinggi hujan R adalah tinggi hujan harian maksimum untuk PUH T, dapat
diperoleh dengan regresi dari satu urutan N tahun data hujan harian maksimum
(dianjurkan N = 20-30 tahun data yang berkelanjutan) dan setelah dikoreksi dengan
faktor koreksi konsistensinya Fk, lalu dicari standar deviasi SD dengan persamaan
berikut ini (Moduto, 1998):

40
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

1/ 2
⎛ (r − R )2 ⎞
SD = ⎜⎜ ∑ i ⎟
⎟ (4.24)
⎝ N −1 ⎠
dimana : ri = Tinggi hujan pada tahun ke-I (mm/hari)
R = Tinggi hujan rata-rata satu urutan data (mm/hari)
Setelah itu, dicari data ekstrem maksimum dengan distribusi metode
Modifikasi Gumbel ( umumnya digunakan untuk aplikasi di Indonesia) dengan
persamaan :
⎛ T ⎞
RT = R − 0.78 ln ln⎜ ⎟ + 0.45SD (4.25)
⎝ T −1⎠
dimana : RT = Tinggi hujan dengan PUH T tahun (mm/hari)

4.3.6 Koefisien Limpasan


Koefisien limpasan diperoleh dari hasil perbandingan antara jumlah hujan
yang jatuh dengan yang mengalir sebagai limpasan dalam permukaan tanah tertentu.
Harga koefisien limpasan dari berbagai tata guna lahan dapat dilihat pada tabel 4.9 di
bawah ini.

Tabel 4.9 Harga Koefisien Limpasan Untuk Berbagai


Tata Guna Lahan
No. Tata Guna Lahan C
1 PERDAGANGAN
0.7-
Pusat kota, terbangun penuh pertokoan 0.95
Sekeliling pusat kota 0.5-0.7
2 DAERAH KEDIAMAN
Keluarga tunggal 0.3-0.5
Keluarga ganda (tidak kopel)/beraneka ragam 0.4-0.6
0.6-
Keluarga ganda (kopel)/beraneka ragam 0.75
0.25-
Pinggiran kota (sub-urban) 0.4
Apartemen (rumah susun) 0.5-0.7
Perumahan dengan kerapatan :
0.45-
10 rumah/ha 0.55
0.5-
15 rumah/ha 0.65
20 rumah/ha 0.6-0.7
0.65-
25 rumah/ha 0.75

41
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

0.75-
30 rumah/ha 0.85
3 DAERAH INDUSTRI
Industri ringan 0.5-0.8
Industri berat 0.6-0.9
4 TAMAN, KUBURAN HUTAN LINDUNG 0.1-0.3
0.2-
5 LAPANGAN BERMAIN 0.35
6 PEKARANGAN REL KA 0.2-0.4
7 DAERAH TAK TERBANGUN/TERBENGKALAI 0.1-0.3
8 JALAN
0.7-
Aspal 0.95
0.8-
Beton 0.95
0.7-
Bata 0.85
0.75-
9 HALAMAN PARKIR & TROTOIR 0.85
0.75-
10 ATAP 0.95
11 PEKARANGAN TANAH PASIRAN
0.05-
Datar (2 %) 0.1
0.1-
Rata-rata (2-7 %) 0.15
0.15-
Terjal (7 %) 0.2
12 PEKARANGAN TANAH KERAS
0.13-
Datar (2 %) 0.17
0.18-
Rata-rata (2-7 %) 0.22
0.25-
Terjal (7 %) 0.35
13 TANAH GUNDUL 0.7-0.8
0.05-
14 LAHAN GALIAN PASIR 0.15
Sumber : Moduto. Drainase Perkotaan, Volume I. 1998

Persamaan pendekatan untuk mencari harga koefisien limpasan pada daerah


perumahan dengan kerapatan bangunan z rumah/ha adalah sebagai berikut (Moduto,
1998):
C = (0.3 − 0.4) + 0.015z (4.26)

42
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Tabel 4.10 berikut ini berisi harga koefisien limpasan untuk berbagai penggunaan
tanah.

Tabel 4.10 Harga Koefisien Limpasan Untuk Berbagai


Penggunaan Tanah
No. Tata Guna Lahan C
1 URBAN
0.9-
Pusat perdagangan 0.95
Industri 0.8-0.9
2 PEMUKIMAN
0.25-
Kepadatan rendah (20 rumah/ha) 0.4
Kepadatan menengah (20-60 rumah/ha) 0.4-0.7
Kepadatan tinggi (60-160 rumah/ha) 0.7-0.8
3 TAMAN & DAERAH REKREASI 0.2-0.3
4 RURAL
Kemiringan curam (>20 %) 0.5-0.6
Kemiringan bergelombang (<20 %) 0.4-0.5
0.25-
Kemiringan bertingkat 0.35
0.45-
Pertanian padi 0.55
Sumber : Llewelyn - Davies Kinhil. 1978

Pada suatu daerah dengan tata guna lahan yang berbeda-beda, besarnya koefisien
limpasan ditetapkan dengan mengambil rata-rata berdasarkan bobot luas (Moduto,
1998), seperti berikut ini :

Cr =
∑ C .Ai i
(4.27)
∑A i

dimana : Cr = Harga rata-rata limpasan


Ci = Koefisien limpasan pada tiap-tiap daerah
Ai = Luas pada masing-masing daerah (ha)
Perubahan harga C yang berubah setiap perubahan PUH dapat didekati dengan
persamaan :
IT1
CT 2 = 1 − (1 − CT 1 ) , untuk daerah normal (4.28)
IT 2

⎛I ⎞
CT 2 = 1 − (1 − CT 1 )⎜⎜ T 1 ⎟⎟ , untuk daerah becek (4.29)
⎝ IT 2 ⎠

43
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

dimana : CT1,CT2 = Harga C pada PUH T1 dan T2 berurutan


IT1, IT2 = Harga I pada PUH T1 dan T2 berurutan

4.3.7 Koefisien Storasi


Storasi saluran ditandai dengan adanya kenaikan kedalaman air dalam saluran.
Debit aktual yang akan ditumpahkan di akhir saluran adalah debit total dikurangi
dengan massa air yang masih berada dalam saluran. Rumus perhitungan koefisien
storasi adalah (Moduto, 1998):
2t c
Cs = (4.30)
2t c + t d

2t e
Cs = (4.31)
2t e + t d
4.3.8 Intensitas Hujan
Intensitas hujan di Indonesia dapat mengacu pada pola grafik IDF (Intensity Duration
Frequency) dari van Breen yang didekati dengan persamaan (Moduto, 1998):
2
54 RT + 0.07 RT
IT = (4.32)
t c + 0.3RT
dimana : IT = Intensitas hujan pada PUH T tahun, dengan tc > te (mm/hari)
RT = Tinggi hujan pada PUH T tahun (mm/jam)
Jika tc < te, maka tc diganti dengan te

4.3.9 Luas Daerah Pengaliran


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam suatu luas daerah pengaliran adalah :
• Tata guna lahan eksisting dan pengembangannya di masa mendatang
• Karakteristik tanah dan bangunan di atasnya
• Kemiringan tanah dan bentuk daerah pengaliran

4.3.10 Pengaruh DPS Parsial


Modifikasi metode rasional berdasarkan asumsi bahwa hasil debit puncak dari
suatu hujan dengan durasi dimana seluruh DPS di atas titik profil saluran yang
ditinjau telah memberikan kontribusi. Makin jauh saluran, DPS akan makin
bertambah, waktu konsentrasi akan bertambah, sehingga intensitas hujannya menurun
( jika tc > te ).

44
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Pengaruh itu semua dapat mengakibatkan perbedaan pada debit puncak yang
dihitung dengan asumsi bahwa seluruh DPS sudah memberikan kontribusi. Keadaan
ini disebut pengaruh DPS parsial dan harus dicek pada tempat-tempat sebagai berikut
:
• Pertemuan dua saluran
• Keluaran dari DPS yang besar dengan waktu konsentrasi pendek
• Keluaran DPS yang kecil dengan waktu konsentrasi panjang.
Untuk penentuan debit puncak akibat pengaruh DPS parsial ini, dipakai pedoman
sebagai berikut :
1. Jika kedua tc saluran < te, maka debit puncak saluran sama dengan jumlah
debit dari kedua saluran
2. Jika tidak, harus dihitung dua kali dimana seluruh ruas dengan tc terkecil dan
terbesar, dengan harga terbesar digunakan untuk debit desain
Perhitungan yang dilakukan untuk pedoman yang kedua adalah (Moduto, 1998):
• Untuk tc terbesar, semua daerah memberikan kontribusi :
1
Q= (∑ C si . Ai .Ci )I tcterbesar (4.33)
360
• Untuk tc terkecil, tidak semua DPS memberikan kontribusi :
1
Q= (∑ C si . Ai .Ci )I tcterkecil (4.34)
360
Sedangkan faktor y dihitung dengan :
t dkecil
y= (4.35)
t dbesar

4.4 Kriteria Hidrolis


4.4.1 Kapasitas Saluran
Untuk menghitung kapasitas saluran, dipergunakan persamaan kontinuitas dan
rumus Manning (Chow, 1992):
Q = A.v (3) (4.36)
dimana : Q = debit pengaliran (m3/detik)
v = Kecepatan rata-rata dalam saluran
A = Luas penampang basah (m2)

45
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

4.4.2 Kecepatan Aliran


Penentuan kecepatan aliran air di dalam saluran yang direncanakan didasarkan
pada kecepatan minimum yang diperbolehkan agar tetap terjadi self - cleansing dan
kecepatan maksimum yang diperbolehkan agar konstruksi saluran tetap aman. Kedua
kecepatan ini sangat tidak menentu dan nilainya tidak dapat ditentukan dengan tepat.
Beberapa rumus yang digunakan untuk menghitung kecepatan aliran adalah:
• Persamaan Manning (Kinori, 1970)
1 2 / 3 1/ 3
v= R S (4.37)
n

dimana : v = Kecepatan aliran (m/detik)


n = Koefisien kekasaran Manning
R = Jari-jari hidrolis (m)
S = Kemiringan memanjang saluran
Harga n Manning tergantung hanya pada kekasaran sisi dan dasar saluran.
Tabel 4.11, 4.12 dan 4.13 berikut menyajikan beberapa harga n Manning yang
diperoleh dari berbagai sumber sebagai bahan perbandingan.

46
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Tabel 4.11 Harga n Persamaan Manning


No. Jenis Saluran Keadaan
Bagus Bagus Cukup Jelek
Sekali
A SALURAN BUATAN
1 Saluran tanah, lurus, teratur 0.017 0.02 0.023 0.025
2 Saluran tanah, digali alat besar 0.023 0.028 0.03 0.04
3 Seperti 1, tetapi di batuan 0.023 0.03 0.033 0.035
4 Seperti 3, tidak lurus, tak teratur 0.035 0.04 0.045
5 Seperti 4, dengan ledakan, sisi vegetasi 0.025 0.03 0.035 0.04
6 Dasar tanah, sisi batu belah 0.028 0.03 0.033 0.035
7 Saluran berbelok-belok, v rendah 0.02 0.025 0.028 0.03
B SALURAN ALAMI
Bersih, lurus, tanpa onggokan pasir dan
1 lubang 0.025 0.028 0.03 0.033
2 Seperti 1, sedikit vegetasi dan kerikil 0.03 0.033 0.035 0.04
Belok-belok, bersih, sedikit onggokan pasir
3 dan lubang 0.033 0.035 0.04 0.045
4 Seperti 3, dangkal, kurang teratur 0.04 0.045 0.05 0.055
5 Seperti 3, sedikit vegetasi dan batuan 0.035 0.04 0.045 0.05
6 Seperti 4, sedikit ada penampang batuan 0.045 0.05 0.055 0.06
7 Lambat, banyak vegetasi dan lubang dalam 0.05 0.06 0.07 0.08
8 Banyak vegetasi tinggi dan lebat 0.075 0.1 0.125 0.15
C SALURAN PASANGAN
1 Pasangan batu kosong 0.025 0.03 0.033 0.035
2 Seperti 1, dengan adukan 0.017 0.02 0.025 0.03
3 Beton tumbuk 0.014 0.016 0.019 0.021
4 Beton, sangat halus 0.01 0.011 0.012 0.013
5 Beton biasa, cetakan baja 0.013 0.014 0.014 0.015
6 Seperti 5, cetakan kayu 0.015 0.016 0.016 0.018
Sumber : Kinori, BZ. Manual of Surface Drainage Engineering. 1970

47
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Tabel 4.12 Harga n Manning yang Dianjurkan dalam Saluran Drainase


No. Jenis Saluran Minimum Normal Maksimum
POTONGAN ALIRAN SETENGAH
A PENUH
Gorong-gorong, beton, lurus, bebas
1 sampah 0.01 0.011 0.013
Gorong-gorong betong dengan beton, ada
2 sampah 0.011 0.013 0.014
B SALURAN BERLAPISAN
1 Bagian dasar pracetak, dinding sisi beton 0.013 0.015 0.017
2 Dasar beton, dinding sisi pasangan batu 0.017 0.02 0.024
3 Dasar tanah, dinding sisi batu kosong 0.02 0.023 0.026
4 Batu pecah disemen 0.017 0.025 0.03
C SALURAN ALAMI
1 Bersih, lurus, tebing gebalan rumput 0.025 0.03 0.035
2 Sedikit rumput liar dan batu 0.03 0.035 0.04
D LAPISAN VEGETASI 0.03 0.035 0.05
Sumber : Moduto. Drainase Perkotaan, Volume I. 1998

48
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Tabel 4.13 Harga n Manning untuk Saluran Alami atau Sungai


No. Jenis Peruntukan n
SALURAN MINOR (lebar muka air banjir < 30
A m)
1 Cukup teratur
0.03-
a. Sedikit rumput/liar, sedikit/tanpa semak 0.035
0.035-
b. Rumput liar lebat, d air < h rumput 0.05
2 Tak teratur, berlubang, sedikit meander
0.04-
a. Sedikit rumput/liar, sedikit/tanpa semak 0.055
0.045-
b. Rumput liar lebat, d air < h rumput 0.07
Saluran bukit, tanpa vegetasi, tebing terjal, pohon
3 dan semak
sepanjang tebing tenggelam selama banjir besar
0.04-
a. Dasar kerikil, batu dan sedikit batu besar 0.05
0.05-
b. Dasar batu dengan banyak batu besar 0.07
B BANTARAN BANJIR
1 Padang rumput, tanpa semak :
0.03-
a. Rumput pendek 0.035
0.035-
b. Rumput tinggi 0.05
0.035-
2 Daerah bercocok tanam 0.045
0.05-
3 Rumput liar lebat, semak menyebar 0.07
0.06-
4 Semak dan pepohonan kecil 0.08
5 Vegetasi medium sampai lebat 0.1-0.12
Lahan bersih dengan tunggul pohon (250-625
6 batang/ha)
0.04-
a. Tanpa anak-anak pohon 0.05
0.06-
b. Dengan anak pohon lebat 0.08
7 Tonggak kayu lebat, sedikit tumbang/tumbuh 0.1-0.12
SALURAN MAYOR (B banjir > 30 m), teratur, 0.028-
C bersih 0.33
Sumber : Moduto. Drainase Perkotaan, Volume I. 1998

49
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Untuk mendesain dimensi saluran tanpa perkerasan, dipakai harga n Manning


normal atau maksimum, sedangkan harga n Manning minimum hanya dipakai
untuk pengecekan bagian saluran yang mudah terkena gerusan.
Jika kedalaman dalam satu lajur saluran berubah, maka harga koefisien
kekasaran Manning rata-ratanya harus dicari dengan persamaan (Moduto,
1998):
5/3
Pr .Rr
nr = (4.38)
⎛ Pi .Ri 5 / 3 ⎞
∑ ⎜ n ⎟⎟

⎝ i ⎠
dimana : nr = Harga n rata-rata sepanjang saluran
Pr = Harga keliling basah rata-rata sepanjang saluran (m)
Rr = Harga jari-jari hidrolis rata-rata sepanjang saluran (m)
Pi = Harga keliling basah rata-rata setiap bagian i saluran (m)
Ri= Harga jari-jari hidrolis rerata setiap bagian i saluran (m)
ni = Harga n setiap bagian i saluran
• Persamaan Chezy (Kinori, 1970)
v = C (R.S )
1/ 2
(4.39)
dimana : v = Kecepatan aliran (m/detik)
C = Koefisien Chezy
R = Jari-jari hidrolis (m)
S = Kemiringan saluran (m/m)
Dalam persamaan Chezy, nilai koefisien C dipengaruhi oleh jari-jari hidrolis
dan kekasaran dinding-dinding sisi dan dasar saluran. Harga C sebagai fungsi
dari kekasaran dan jari-jari hidrolis adalah :
1. Jika dibandingkan dengan persamaan Manning
1 1/ 6
C= R (4.40)
n
2. Persamaan Ganguilet-Kutter
23 + 1 / n + 0.00155 / S
C= (4.40)
1 + (23 + 0.00155 / S )n / R 1 / 2
Persamaan ini dinilai kurang teliti, namun dalam beberapa hal dapat
memberikan hasil yang memadai jika dipakai dalam perhitungan saluran
alami.

50
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

3. Rumus Bazin
87 R 1 / 2
C= (4.41)
τ + R1 / 2

Harga-harga τ untuk berbagai jenis saluran dapat dilihat pada tabel 4.14.

Tabel 4.14 Harga τ Bazin untuk Berbagai Saluran


No. Jenis Saluran Keadaan
Bagus Bagus Cukup Jelek
Sekali
A SALURAN BUATAN
1 Saluran tanah, lurus, teratur 0.05 0.7 0.88 1.05
2 Saluran tanah, ada vegetasi, batu, dll 1.05 1.38 1.75 2.1
3 Saluran kerukan di batuan 1.38 1.75 2.05 2.3
B SALURAN ALAMI
1 Saluran terpelihara baik 1.05 1.38 1.75 2.1
2 Saluran ada vegetasi, batu, dll 1.75 2.4 3.5 4.85
C SALURAN PASANGAN
1 Pasangan beton, permukaan disemen halus 0.055 0.14 0.22
2 Papan kayu atau pasangan batu halus 0.055 0.22 0.275 0.33
Pasangan batu adukan semen, potongan
3 kasar 0.5 0.69 1.05 1.38
4 Pasangan batu kosong, potongan kasar 1.05 1.38 1.6 1.75
Sumber : Kinori, BZ. Manual of Surface Drainage Engineering
1970

Persamaan Manning dianjurkan dipakai untuk tipe saluran buatan baik yang
diperkeras atau tidak. Sebelum persamaan Manning ini diterapkan, biasanya dicari
kecepatan rata-rata dengan metode trial and error. Pendekatan kecepatan aliran rata-
rata dalam saluran dapat dilihat pada tabel 4.15 dan 4.16 berikut ini.
Tabel 4.15 Pendekatan Kecepatan
Berdasarkan Kemiringan
Kemiringan Rata- Kecepatan Rata-
Rata Rata
dalam Saluran (%) (m/detik)
1-2 0.6
2-4 0.9
4-6 1.2
6-10 1.5
10-15 2.4
Sumber : Moduto. Drainase Perkotaan, Volume I.
1998

51
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Tabel 4.16 Pendekatan Kecepatan Setempat


Berdasarkan Debit Puncak
Kecepatan
Debit Aliran, Setempat,
Qp (m3/detik) Vt (m/detik)
<1 0.6-0.9
1-10 0.9-1.5
10-20 1.5-1.6
20-30 1.6-1.7
30-40 1.7-1.8
40-50 1.8-1.9
50-60 1.9-2.0
60-70 2.0-2.1
70-100 2.1-2.2
100-150 2.2.-2.3
150-200 2.3-2.4
200-300 2.4-2.5
300-400 2.5-2.6
Sumber : Moduto. Drainase Perkotaan, Volume I.
1998

Kecepatan setempat pada tabel harus dikalikan dengan angka k (angka


Kennedy) yang besarnya tergantung pada kekasaran dan geometri saluran, yaitu :
• Saluran alami : k = 0.4-0.6
• Saluran lining : k = 0.8-1.0
Harga k tersebut juga belum tepat karena masih ada pengaruh dari slope saluran.
Sedangkan batasan kecepatan yang umum dipakai suatu kota unutk
perencanaan dimensi salurannya agar dapat tercapai self cleansing velocity tetapi tidak
terjadi penggerusan pada saluran adalah antara 0.6-3.0 m/detik.
Harga kecepatan untuk kedalaman lebih besar dari satu meter dapat diperbesar
dengan faktor koreksi, sedangkan bila terjadi belokan harus diperkecil. Bila
kedalaman lebih kecil dari satu meter, maka harga kecepatan harus diperkecil.

52
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Tabel 4.17 Faktor Koreksi dari Kecepatan Maksimum


yang Diperbolehkan untuk Berbagai Kedalaman
Kedalaman Air (m) Faktor Koreksi
0.3 0.8
0.5 0.9
0.75 0.95
1 1
1.5 1.1
2 1.15
2.5 1.2
3 1.25
Sumber : Kinori, BZ. Manual of Surface Drainage
Engineering. 1970.

Tabel 4.18 Faktor Koreksi untuk Kecepatan Saluran


yang Diijinkan untuk Saluran Lengkung
Saluran Faktor Koreksi
Lurus 1
Sedikit berbelok α < 22.50 0.95
0
Berbelok sedang 22.5 < α <
600 0.87
Berbelok besar sekali 600 < α
< 800 0.78
Berbelok hampir siku 800 < α
< 900 0.57
Sumber : Kinori, BZ. Manual of Surface Drainage Engineering.
1970.

4.4.3 Kemiringan Saluran dan Talud Saluran


Kemiringan saluran direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan pengaliran secara gravitasi dimana pada batas kecepatan maksimum
tidak boleh terjadi penggerusan dasar saluran dan pada kecepatan minimum tidak
terjadi pengendapan.
Kemiringan dinding saluran tergantung pada jenis bahannya, tetapi untuk
saluran yang peka terhadap erosi, penentuan kemiringan yang lebih teliti perlu
dicocokkan dengan kecepatan maksimum yang diijinkan agar tidak terjadi
penggerusan dinding saluran. Kemiringan dinding saluran yang dapat dipakai untuk
berbagai jenis bahan dapat dilihat pada tabel 4.19 berikut ini.

53
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Tabel 4.19 Kemiringan Dinding yang Dianjurkan


Bahan Kemiringan Dinding
Batu hampir tegak lurus
Tanah gambut (peat), rawang
(muck) 1/4 : 1
Lempung teguh / tanah berlapis
beton 1/2 - 1 : 1
Tanah berlapis batu / tanah bagi 1:01
saluran yang lebar
Lempung kaku / parit tanah 1/2 : 1
Tanah berpasir lepas 2:1
Lempung berpasir / lempung
berpori 3:1
Sumber : Chow, Ven Te. Hidrolika Saluran Terbuka. 1970

4.4.4 Penampang Saluran


Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk saluran
adalah :
1. Tata guna lahan yang akan berpengaruh terhadap ketersediaan tanah
2. Kemampuan pengaliran dengan memperhatikan bahan saluran
3. Kemudahan pembuatan dan pemeliharaan

Adapun bentuk-bentuk penampang saluran yang biasa diterapkan adalah :


1. Trapesium
Fungsi : menyalurkan limpasan air hujan dengan debit besar yang sifat
alirannya menerus dengan fluktuasi kecil.
2. Segi empat
Fungsi : menyalurkan limpasan air hujan dengan debit besar yang sifat
alirannya menerus dengan fluktuasi kecil.
Baik diterapkan di daerah yang memiliki lahan kosong sedikit.
3. Setengah lingkaran
Fungsi : menyalurkan air hujan dengan debit kecil.
4. Segitiga
Fungsi : menyalurkan air hujan dengan debit kecil.
Sering menimbulkan endapan pada dasar saluran.
5. Lain-lain

54
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Termasuk bentuk-bentuk saluran drainase yang tidak umum digunakan dengan


alasan faktor teknis dan ekonomi, misalnya : bulat telur, elips, tapal kuda,
tapal kuda kombinasi dengan segi empat, tapal kuda kombinasi dengan
setengah lingkaran dan tapal kuda kombinasi dengan segitiga.

Bila saluran dengan kekasaran n, kemiringan S dan luas penampang basah


tertentu mencapai debit maksimum, maka agar daya angkut aliran maksimum
tercapai, penampang basah itu harus mempunyai bentuk dengan jari-jari hidrolis
maksimum pula. Bentuk penampang yang seperti ini disebut penampang atau profil
hidrolis optimum. Pada tabel 4.20 di bawah ini dapat dilihat jenis-jenis penampang
dengan besaran-besaran penampang hidrolis optimumnya.
Tabel 4.20 Besaran Penampang Hidrolis Optimum
No. Penampang A P R B d
1 Trapesium setengah heksagon d2√3 2d√3 1
/2d 4
/3d√3 3
/4d
Empat persegi panjang setengah bujur
2 sangkar 2d2 4d 1
/2d 2d d
3 Segitiga setengah bujur sangkar d2 2d√2 1
/4d√2 2d 1
/2d
1
4 Setengah lingkaran /2πd2 π 1
/2d 2d π
Sumber : Chow, Ven Te. Hidrolika Saluran Terbuka.
1970

Sedangkan untuk bentuk trapesium dan segi empat, hubungan antarparameter dapat
dilihat pada tabel 4.21 berikut ini.
Tabel 4.21 Hubungan Dimensi Penampang Melintang Saluran Hidrolis Optimum
∫B =
m b/d ∫d = ∫b = B/A ∫a = ∫p = ∫R = a0
1/2 1/2 1/2 1/2 1/2
d/A b/A a/A p/A R/A 1/2
0 2 0.7071 1.4142 1.4142 0.7071 2.8284 0.3536 90
0.5 1.2361 0.759 0.9362 1.6972 0.8486 2.6352 0.3795 63.5
0.51 1.1521 0.7598 0.8574 1.7567 0.8784 2.6321 0.3799 60
1 0.8284 0.7396 0.6127 2.0919 1.046 2.7044 0.3698 45
1.25 0.7016 0.7158 0.5022 2.2917 1.1459 2.7939 0.3579 38.6
1.5 0.6056 0.6891 0.4173 2.4846 1.2423 2.9021 0.3446 33.5
1.75 0.5309 0.6621 0.3515 2.6689 1.3345 3.0206 0.3311 30
2 0.4721 0.6361 0.3003 2.8444 1.4222 3.1446 0.318 26.5
2.5 0.3852 0.5887 0.2268 3.1702 1.5851 3.3971 0.2944 21.8
3 0.3246 0.5485 0.178 3.469 1.7345 3.6467 0.2742 18.4
4 0.2462 0.4853 0.1195 4.0019 2.001 4.1213 0.2426 14
5 0.1979 0.4386 0.0868 4.4728 2.2364 4.5597 0.2193 11.3
6 0.1654 0.4027 0.0666 4.899 2.4495 4.9661 0.2013 9.5
Sumber : Kinori, BZ. Manual of Surface Drainage Engineering. 1970

55
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

dimana : A = Luas penampang (m)


B = Lebar permukaan (m)
d = Lebar dasar saluran (m)
P = Keliling basah (m)
R = Jari-jari hidrolis (m)
Dalam desain saluran, penampang basah hidrolis optimum dicapai pada N
tahun (umur efektif bangunan), sedangkan debit maksimumnya untuk T tahun (PUH
desain).
Untuk saluran segi empat, perhitungan dimensi dan unsur hidrolisnya dapat dihitung
dengan persamaan (Moduto, 1998):
⎛ Q ⎛ Q ⎞ 0.6 ⎞
d = 0.5d N ⎜ +⎜ ⎟ ⎟ (4.42)
⎜ Q N ⎜⎝ Q N ⎟⎠ ⎟
⎝ ⎠
dimana : Jika QN < Q, maka diambil harga d sedikit lebih kecil
Jika QN > Q, maka diambil harga d sedikit lebih besar

4.4.5 Ambang Bebas


Ambang bebas adalah jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air
pada kondisi rencana. Ambang bebas merupakan jagaan untuk mencegah meluapnya
air ke tepi saluran.
Ketinggian ambang bebas f dapat dicari dengan rumus berikut (Moduto, 1998):
f = (C .d )
f (4.43)

dimana : d = Ketinggian muka air (m)


Cf = Koefisien ambang bebas
Besarnya koefisien ambang bebas yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.22 Harga Cf untuk Suatu Rentang Debit
Debit. Q (m3/detik) Cf
Q < 0.6 0.14
0.6 < Q < 8 0.14-0.22
Q>8 0.23-0.25
Sumber : Chow, Ven Te. Hidrolika. SaluranTerbuka.1970

56
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

4.4.6 Perlengkapan Saluran


Perlengkapan saluran merupakan sarana pelengkap yang dapat menunjang
kinerja penyaluran air hujan. Pada umumnya perlengkapan saluran pada sistem
penyaluran air hujan terdiri dari :
1. Street Inlet
Street inlet merupakan lubang atau bukaan di sisi-sisi jalan yang
berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hjan yang berada
di sepanjang jalan menuju ke saluran. Pada jenis penggunaan saluran terbuka
tidak diperlukan street inlet karena ambang saluran yang ada merupakan
bukaan bebas (kecuali untuk jalan dengan trotoar terbangun).
Perletakan street inlet mempunyai ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :
• Diletakkan pada tempat yang tidak memberikan gangguan terhadap
lalu lintas jalan maupun pejalan kaki
• Ditempatkan pada daerah yang rendah dimana limpaan air hujan
menuju ke arah tersebut
• Air yang masuk street inlet harus secepatnya menuju ke dalam saluran
• Jumlah street inlet harus cukup untuk menangkap limpasan air hujan
pada jalan yang bersangkutan, dengan rumus (Moduto, 1998):
280 S
D=
W
(4.44)
dimana : D = Jarak antar street inlet (m), D < 50 m
S = Kemiringan (%)
W = Lebar jalan (m)
a. Gutter Inlet
Gutter inlet adalah bukaan horisontal dimana air jatuh ke dalmnya.
Kapasitas gutter inlet dapat dihitung dengan menggunakan modifikasi
persamaan Manning untuk aliran dalam saluran yang sangat dangkal
(Moduto, 1998), yaitu :
z
Q = 0.56 S 1 / 2 d 8 / 3 (4.45)
n
dimana : Q = Kapasitas gutter inlet (m3/detik)

57
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

z = Kemiringan potongan melintang jalan (m/m)


n = Koefisien kekasaran Manning = 0.016
S = Kemiringan longitudinal gutter (m/m)
d = Kedalaman aliran di dalam gutter (m)
Gutter didesain sedemikian rupa sehingga lebar aliran di atas permukaan
jalan tidak lebih dari dua mm selama terjadinya hujan.
b. Curb Inlet
Curb inlet adalah bukaan vertikal dimana air masik ke dalamnya. Kapasitas
curb inlet dapat dihitung dengan rumus (Moduto, 1998) berikut ini :
Q
= 0.2 gd 3 / 2 (British Unit) (8) (4.46)
L
Q
= 0.36 gd 3 / 2 (Metric Unit) (8) (4.47)
L
dimana : Q = Kapasitas curb inlet (cfs, m3/detik)
L = Lebar bukaan curb (ft, m)
g = Gaya gravitasi
d = Kedalaman total air dalam gutter (ft, m)

Tinggi air pada permukaan jalan dekat gutter atau curb dapat didekati
dengan rumus (Moduto, 1998):
0.0474(D.I )
0 .5
d= (4.48)
S 0 .2
dimana : d = Kedalaman air (mm) pada ¼ lebar jalan
D = Jarak antara street inlet
I = Intensitas hujan (mm/jam)
S = Kemiringan jalan
Dalam perencanaan, kapasitas gutter maupun curb inlet harus
diturunkan (sekitar 10-30 %) untuk memperhitungkan gangguan penyumbatan
dimana penurunan ini tergantung pada kondisi jalan serta jenis inletnya.
Besarnya faktor reduksi dalam penentuan kapasitas inlet dapat dilihat pada
tabel berikut ini.

58
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Tabel 4.23 Faktor Reduksi dalam Penentuan Kapasitas Inlet


Presentase dari
Kondisi Jalan Tipe Inlet Kapasitas
Teoritis yang Diijinkan
(%)
Sump Curb 80
Continuous grade Curb 80
Continuous grade Deflector 75
Sumber : BUDSP. Drainage Design. for Bandung. 1978

2. Bangunan Terjunan
Bangunan terjunan diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebig
curam daripada kemiringan maksimum saluran yang diijinkan. Selain itu,
bangunan ini berfungsi untuk mencegah terjadinya penggerusan pada badan
saluran akibat kelebihan kecepatan dalam saluran melewati kecepatan
maksimum yang diijinkan.
Bangunan ini mempunyai empat bagian fungsional yang masing-
masing mempunyai sifat perencanaan yang khas. Keempat bagian tersebut
adalah :
• Bagian hulu pengontrol, yaitu bagian dimana aliran menjadi superkritis
• Bagian dimana air dialirkan ke elevasi yang lebih rendah
• Bagian tepat di sebelah hilir potongan U, yaitu tempat dimana energi
diredam
• Bagian peralihan saluran memerlukan perlindungan untuk mencegah
erosi

a. Bagian Pengontrol
Pada bagian pertama dari bangunan ini aliran di aats ambang dikontrol.
Hubungan tinggi energi yang memakai ambang sebagai acuan dengan
debit pada pengontrol ini bergantung pada ketinggian ambang, potongan
memanjang mercu bangunan, kedalaman bagian pengontrol yang tegak
lurus terhadap aliran dan lebar bagian pengontrol ini. Bangunan-bangunan
pengontrol yang mungkin digunakan adalah alat ukur ambang lebar atau
flum leher panjang.
b. Terjunan Tegak

59
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Pada terjunan tegak ini air akan mengalami jatuh bebas pada pelimpah
terjunan, kemudian akan terbentuk suatu loncatan hidrolis pada hilir.
Ketentuan yang berlaku adalah :
• Untuk Q < 2.5 m3/detik, tinggi terjun maksimum = 1,5 m
• Untuk Q > 2,5 m3/detik, tinggi terjun maksimum = 2,5 m
Untuk menentukan terjunan tegak digunakan rumus (Chow, 1992):
Yc = 2 / 3h (4.49)

Q = b.q (4.50)

(Overton, 1976) q = Yc (Yc .g ) (4.51)

Yc
D= (4.52)
H
Y1 = 0.54 HD 0.425 (4.53)

Y2 = 1.66 HD 0.27 (4.54)

Y p = HD 0.22 (4.55)

Ld = 4.3HD 0.27 (4.56)

L j = 6.9(Y2 − Y1 ) (4.57)

Lt = L d + L j (4.58)

dimana : Yc = Kedalaman air kritis (m)


h = Kedalaman air normal (m)
Q = Debit aliran (m3/detik)
b = Lebar saluran (m)
q = Debit per satuan lebar ambang (m3/detik)
g = Gaya gravitasi (m/detik2)
Y1 = Kedalaman sebelum terjadi lompatan (m)
Y2 = Kedalaman setelah terjadi lompatan (m)
Yp = Panjang terjunan (m)
Ld = Panjang terjunan (m)
Lj = Panjang lompatan air (m)
Lt = Panjang total (m)

60
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

c. Terjunan Miring
Terjunan miring dipakai untuk tinggi terjun > 2 m. Mulai dari awal
terjunan miring, airnya mendapat tambahan kecepatan sehingga sepanjang
terjunan miring tersebut berangsur-angsur terjadi penurunan muka air.
Supaya perubahan kecepatan air dari kecepatan normal ke kecepatan
maksimum berjalan secara teratur dan tidak secara mendadak, dibuatlah
suatu bagian peralihan. Tipe yang umum digunakan adalah tipe Vlugther.
Kecepatan maksimum pada akhir bagian peralihan besarnya tergantung
pada ketahanan dasar dan dinding-dinding salurannya terhadap
penggerusan (erosi). Jika dibuat dari pasangan batu kali dengan spesi
semen yang baik, kecepatan maksimumnya berkisar antara 5-10 m/detik.
Jika dibuat dari beton, tentunya nilai yang dicapai akan lebih besar lagi.
Dimensi bangunan terjunan miring dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan Vlugther (Dirjen Pengairan,1986):
v2
H = h1 + (4.59)
2g

2 (4.60)
h2 = h1
3
⎛H⎞
S = C .H ⎜ ⎟ (4.61)
⎝ z ⎠
dimana : C = 0,4
untuk 1/3 < z/H < 4/3, maka D = 0,6.H + 1,1.z (4.62)
a = 0,2.H(H/z) (4.63)
4
untuk /3 < z/H < 10, maka D = H + 1,1.z (4.64)
a = 0,15.H(H/z) (4.65)
H = Tinggi energi (m)
h1 = Kedalaman air di hilir (m)
h2 = Kedalaman kritis (m)
S = Ketinggian air pada bagian yang miring (m)
z = Beda tinggi air sebelum dan sesudah terjunan (m)
v = Kecepatan aliran (m)

61
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

d. Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air
melewati bawah jalan air lainnya, bawah jalan atau jalan kereta api.
Gorong-gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada
luas basah saluran hulu maupun hilir. Sebagian dari potongan melintang
mungkin berada di atas muka air. Dalam hal ini gorong-gorong berfungsi
sebagai saluran terbuka dengan aliran bebas.
Pada gorong-gorong aliran bebas, benda-benda yang hanyut dapat lewat
dengan mudah, tetapi biaya pembuatannya umumnya lebih mahal
dibandingkan dengan gorong-gorong tenggelam. Pada gorong-gorong
tenggelam, seluruh potongan melintang berada di bawah permukaan air.
Biaya pelaksanaan lebih murah, tetapi bahaya terjadinya penyumbatan
lebih besar.
Untuk maksud pemeliharaan dimana gorong-gorong harus terbebas dari
endapan lumpur, maka batasan kecepatan dalam gorong-gorong harus
lebih besar atau sama dengan kecepatan self cleansing. Kehilangan
tekanan oleh pengaliran di dalam gorong-gorong dapat dihitung dengan
persamaan (Patterson,1984),:
v2 ⎛ l. p ⎞
∆h = ⎜1 + a + b + ⎟ (4.66)
2g ⎝ 4A ⎠
dimana : ∆h = Perbedaan tinggi muka air di muka dan di belakang
gorong-gorong (m)
v = Kecepatan air di dalam gorong-gorong (m/detik)
g = Gaya gravitasi (m/detik2)
l = Panjang gorong-gorong (m)
p = Keliling basah gorong-gorong (m)
A = Luas penampang basah gorong-gorong (m2)
a = Koefisien kontraksi pada perlengkapan gorong-
gorong
= 1/µ – 1, dengan µ = 0,8-0,83 (4.67)
b = Koefisien dinding pada gorong-gorong
untuk gorong-gorong bulat :
b = 1,5[0,01989 + (0,0005078/d)] (4.68)

62
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

untuk gorong-gorong segi empat :


b = 1,5[0,01989 + (0,0005078/4R)] (4.69)

e. Perubahan Saluran
Apabila dalam perencanaan saluran terjadi perubahan bentuk atau luas
potongan melintang, maka diperlukan bangunan transisi yang berfungsi
untuk melindungi saluran dari kerusakan yang mungkin timbulakibat
perubahan tersebut. Struktur pelindung yang dapat digunakan berupa head
wall yang lurus atau setengah lingkaran dengan besar sudut perubahan
saluran 12,5° dari sisi saluran.
Akibat perubahan sudut aliran pada bangunan ini terjadi kehilangan energi
yang besarnya tergantung pada perubahan kecepatan dan bentuk dinding
pada bangunan tersebut. Kehilangan energi dapat dihitung dengan rumus
(chow,1992):
ht = (1 + C k )hv (4.70)

dimana : ht = Kehilangan tekanan melalui bangunan transisi (m)


hv = Perubahan tinggi kecepatan (m)
Ck = Koefisien yang besarnya tergantung pada jenis
perubahan, yaitu :

Dari saluran besar ke saluran kecil :


- Untuk dinding lurus : Ck = 0,3
- Untuk dinding ¼ lingkaran : Ck = 0,15
Dari saluran kecil ke saluran besar :
- Untuk dinding lurus : Ck = 0,5
- Untuk dinding ¼ lingkaran : Ck = 0,25

f. Pertemuan Saluran
Pertemuan saluran atau junction adalah pertemuan dua saluran atau lebih
dari arah yang berbeda pada suatu titik. Pada kenyataannya pertemuan
saluran ini mempunyai ketinggian dasar saluran yang tidak selalu sama,
sehingga kehilangan tekanan sulit ditentukan.

63
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Dalam perencanaan ini pertemuan saluran diusahakan mempunyai


ketinggian yang sama untuk mengurangi konstruksi yang berlebihan, yaitu
dengan jalan optimasi kecepatan untuk menghasilkan kemiringan saluran
yang diinginkan. Untuk mengurangi kehilangan tekanan yang terlalu besar
dan untuk keamanan konstruksi, maka dinding pertemuan dibuat tidak
bersudut atau dibuat melengkung dan diperhalus.

g. Belokan
Kesulitan dalam merancang suatu belokan seringkali ditimbulkan oleh
kompleksitas aliran di sekitar belokan tersebut. Kehilangan tekanan akibat
belokan dapat dihitung dengan persamaan (Wanielista, 1997):
v2
hb = k b (4.71)
2g
dimana : hb = Kehilangan tekanan akibat belokan (m)
v = Kecepatan aliran (m/detik)
kb = Koefisien belokan, harganya berdasarkan
penyelidikan yang dilakukan ASCE dalam buku
Design and Construction of Sanitary and Strom
Sewerage, yaitu :
- untuk belokan 90°, kb = 0,4
- untuk belokan 45°, kb = 0,32
-
h. Pintu Air
Pintu air atau klep merupakan bangunan penunjang sistem drainase di
daerah dataran. Pintu air difungsikan terutama pada saat terjadi hujan dan
pasang naik. Hal ini dilakukan untuk mencegah aliran balik (backwater)
yang dapat terjadi akibat banjir makro, sehingga tidak mengganggu
kelancaran air keluar dari daerah perencanaan yang dapat menyebabkan
banjir mikro. Pintu air biasanya diletakkan pada lokasi outfall di tepi
sungai dan pada tepi dimana akumulasi air dalam saluran drainase kota
menuju muara cukup tinggi.

64
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

i. Bangunan Pembuangan
Bangunan pembuangan atau outfall merupakan ujung saluran yang
ditempatkan pada sungai atau badan air penerima lainnya. Struktur outfall
ini hampir sama dengan struktur bangunan terjunan lain karena biasanya
titik ujung saluran terletak pada elevasi yang lebih tinggi dari badan air
penerima, sehingga dalam perencanaan outfall ini merupakan bangunan
terjunan. Untuk menghitung dimensinya digunakan persamaan Manning.
Kecepatan aliran direncanakan antara 6-10 m/detik. Lebar mulut bagian
peralihan dapat dihitung dengan persamaan (Chow, 1992) :

⎛ v2 ⎞ v2
Q = 0.35b1 ⎜⎜ h + ⎟⎟2 g (4.72)
⎝ 29 ⎠ 2g

Nilai v di atas adalah kecepatan aliran pada saluran, sedangkan kecepatan


aliran pada bagian awal peralihan (v1) dihitung dengan persamaan :
Q = A.v1 (4.73)
2
A= bh (4.74)
3
Sedangkan panjang pada bagian peralihan dihitung dengan persamaan :
H
L= (4.75)
S
v2 − v1 = m (2 g.H ) (4.76)
dimana : H = Perbedaan tinggi profil awal dan akhir pada bagian
peralihan (m)
S = Kemiringan saluran (%)
v2 = Kecepatan aliran pada bagian normal (m/detik)
v1 = Kecepatan aliran pada bagian awal peralihan
(m/detik)

4.5 Profil Aliran


Dalam perencanaan saluran drainase selalu diasumsikan bahwa dalam satu
jalur saluran ketinggian airnya selalu sama karena dianggap bahwa air dari daerah
tangkapan langsung dilimpaskan secara bersamaan ke dalam saluran. Tujuan
pembahsan profil aliran ini adalah untuk menunjukkan profil aliran sebenar nya yang

65
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

terjadi dalam saluran drainase agar dalam perencanaannya tidak terjadi kesalahan
pengertian tentang kedalaman air dalam saluran.

4.5.1 Profil Aliran Akibat Pengaruh Debit Limpasan


Debit limpasan mempengaruhi pembentukan profil aliran karena :
• Tidak semua air terlimpaskan ke saluran secara bersamaan
- Ada yang merayap pada medan limpasan terlebih dahulu
- Ada masukan dari saluran persil ke sepanjang saluran yang ditinjau
• Adanya penambahan debit limpasan dari jalur saluran sesudahnya yang
diakibatkan adanya aliran balik.
Rumus-rumus penting yang digunakan dalam perhitungan profil aliran adalah
perhitungan debit dan perhitungan penurunan muka air. Persamaan yang digunakan :
Q = q.L (4.77)
dimana : Q = Debit dalam saluran (m3/detik)
q = Debit per satuan lebar (m3/detik/m)
L = Panjang segmen (m)
α .Q1 (V1 + V2 ) ⎛ V ⎞
(Chow, 1992) ∆y = ⎜⎜ ∆V + 2 ∆Q ⎟⎟ (4.78)
g (Q1 + Q2 ) ⎝ Q1 ⎠
dimana : ∆y = Penurunan muka air karena benturan (m)
α = Koefisien energi
Qx = Debit pada segmen ke-x (m3/detik)
Vx = Kecepatan aliran pada segmen ke-x (m/detik)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
Besarnya koefisien energi α dapat dilihat pada tabel4.24 berikut ini.
Tabel 4.24 Nilai Koefisien Energi dari Berbagai Macam Saluran
Saluran Nilai α
Rata-
Minimum Rata Maksimum
Saluran biasa, talang, pelimpah 1.1 1.15 1.2
Sungai alam dan sungai deras 1.15 1.3 1.5
Sungai tertutup es 1.2 1.5 2
Lembah sungai terlimpas banjir 1.5 1.75 2
Sumber : Chow, Ven Te. Hidrolika Saluran Terbuka. 1970

66
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

4.5.2 Profil Aliran Akibat Pengaruh Penampang Saluran


Penampang saluran mempengaruhi pembentukan profil aliran karena :
• Saluran tidak selalu mempunyai dimensi yang sama karena dalam
perencanaannya tergantung pada debit yang masuk ke dalamnya, sedangkan
debit yang masuk belum tentu sama besarnya.
• Adanya energi dalam suatu aliran, seperti tinggi tekan, tinggi kecepatan dan
kehilangan tekanan. Energi ini akan semakin ekstrim jika terjadi perubahan
kondisi-kondisi saluran, perubahan kemiringan dasar saluran, perubahan
kekasaran saluran, serta perubahan bentuk penampang saluran.
• Adanya aliran balik dari jalur saluran sesudahnya.

4.5.2.1 Geometri Saluran


Unsur-unsur geometri saluran adalah sifat-sifat suatu penampang saluran yang
dapat diuraikan seluruhnya berdasarkan bentuk penampang dan kedalaman
aliran. Penampang saluran buatan biasanya dirancang berdasarkan bentuk
geometri yang umum. Pada tabel 4.25 berikut ini terdapat bentuk-bentuk
geometri saluran yang sering dipakai.
Tabel 4.25 Unsur-Unsur Geometris Penampang Saluran
Penampang A P R T D z
Persegi
panjang by b + 2y by/(b +2y) b y by 1,5
y(b + [y(b +
y(b + b + 2y√(1 y(b + zy)/[b + b + 2 zy) zy)]1,5
Trapesium zy) + z2) 2y√(1 + z2)] zy (b + √(b +
2zy) 2zy)
2y√(1 + (√2/2)zy
2
Segitiga zy z2) zy/(2√(1 + z2) 2zy 1
/2y 2,5

Sumber : Chow, Ven Te. Hidrolika Saluran Terbuka. 1970


dimana : A = Luas penampang (m2)
P = Keliling basah (m)
R = Jari-jari hidrolis, merupakan rasio A dan P
T = Lebar puncak penampang (m)
D = Kedalaman hidrolik, merupakan rasio A dan T
z = Talud saluran
b = Lebar dasar saluran (m)
y = Ketinggian muka air dalam saluran (m)

67
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

4.5.2.2 Energi Spesifik


Energi spesifik dalam suatu penampang saluran dinyatakan sebagai energi air
setiap pon pada setiap penampang saluran, diperhitungkan terhadap dasar
saluran. Perumusannya adalah sebagai berikut (Chow, 1992):
v2 Q2
E = y +α = y +α (4.79)
2g 2 gA 2
dimana : E = Energi spesifik (ft)
y = Ketinggian muka air dari dasar saluran (ft)
α = Koefisien energi
v = Kecepatan aliran (ft/detik)
g = Percepatan gravitasi (ft/detik2)
Q = Debit aliran (m3/detik)
A = Luas penampang basah (m2)

4.5.2.3 Aliran dalam Keadaan Kritis


Keadaan kritis dari suatu aliran adalah keadaan aliran dimana energi
spesifiknya untuk suatu debit tertentu adalah minimum. Dengan diferensiasi
persamaan (5.79) serta energi spesifik untuk keadaan kritis adalah minimum
(∂E/∂x = 0), maka persamaan untuk keadaan kritis adalah sebagai berikut
(Chow, 1992):
v2 D
α = (4.80)
2g 2
dengan D adalah kedalaman hidrolik (ft).

4.5.2.4 Profil Aliran


Profil aliran menunjukkan lengkung permukaan aliran. Jenis lengkung yang
umum terjadi pada saluran terbuka adalah :
a. Lengkung Air Balik
Profil ini terjadi bila ujung hilir dari saluran panjang yang landai
terendam pada suatu kolam yang kedalamannya lebih besar daripada
kedalaman normal, sehingga profil ini terjadi pada zona kedalaman di
atas garis kedalaman normal (GKN).
b. Lengkung Surut Muka Air

68
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Lengkung ini terjadi jika dasar saluran pada ujung hilir terendam pada
suatu kolam yang kedalamannya lebih kecil daripada kedalaman
normal.

4.6 Usaha Konservasi Sumber Daya Air


Dalam upaya menjaga kelestarian air khususnya di kawasan pemukiman, perlu
diperhatikan fungsi drainase sebagai prasarana kawasan pemukiman yang dilandaskan
pada konsep drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain
berkaitan dengan upaya konservasi sumber daya air yang berprinsip mengendalikan
kelebihan air permukaan sedemikian rupa sehingga air permukaan sebanyak mungkin
mendapat kesempatan untuk meresap ke dalam tanah. Salah satu upaya konservasi
sumber daya air adalah dengan pengendalian air limpasan permukaan. Pengendalian
air limpasan permukaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara retensi dan cara
infiltrasi.
Cara retensi dapat dibagi dua, yaitu off - site retention dan on - site retention.
Off - site retention misalnya dapat dilakukan dengan pembuatan dan atau
pemeliharaan situ, kolam atau waduk, yang sekaligus dapat berfungsi untuk budidaya
ikan dan sebagai tempat wisata atau rekreasi. On - site retention dilakukan misalnya
dengan retensi pada atap bangunan, taman tempat parkir, lapangan terbuka dan pada
halaman rumah atau bangunan lainnya.
Pada cara infiltrasi/imbuhan buatan ( artificial recharge ) ada persyaratan
tertentu yang harus dipenuhi, yaitu air yang diinfiltrasi tidak boleh air yang sudah
tercemar. Usaha-usaha rekayasa dengan cara infiltrasi dapat dilaksanakan dengan
pembuatan :
• Bidang parit / sumur resapan
• Sistem kolam resapan
• Penggunaan sistem perkerasan lahan dan jalan di pekarangan rumah yang
masih dapat meresapkan air, seperti paving block/grass block.

4.6.1 Peresapan Buatan


Definisi dari peresapan buatan adalah memasukkan air hujan ke dalam tanah
sebagai usaha untuk mengurangi limpasan permukaan dan menambah cadangan
potensi air tanah. Dimensi bangunan resapan buatan ini ditentukan oleh luas daerah

69
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

tangkapan (dapat berupa atap bangunan/lahan), intensitas hujan dan karakteristiknya


serta kapasitas infiltrasi tanah (dipengaruhi oleh permeabilitas tanah dan kedalaman
permukaan tanah). Manfaat utama dari peresapan buatan antara lain :
• Menyimpan dan memberikan tempat peresapan bagi limpaan permukaan yang
berlebihan
• Mengurangi jumlah air permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya banjir
• Menambah persediaan air tanah dangkal dan air tanah dalam
• Mengurangi, memperbaiki dan mencegah intrusi air laut bagi daerah yang
berdekatan dengan wilayah pantai
• Sebagai sistem penjaga keseimbangan daur hidrologi pada daerah yang telah
terbangun (built up area)
Kemampuan tanah menyerap limpasan air hujan tergantung pada berbagai faktor
seperti jenis vegetasi yang ada, jenis tanah dan keadaannya (porositas, koefisien
permeabilitas), keadaan air tanah (bebas/tertekan) dan sifat hujan.

4.6.2 Sumur Resapan


Pada dasarnya sumur resapan air hujan merupakan sumur yang berfungsi
untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah. Oleh karena itu, ada beberapa
persyaratan umum yang harus dipenuhi antara lain :
• Sumur resapan air hujan dibuat pada lahan yang lulus air dan tahan longsor
• Sumur resapan air hujan harus bebas dari kontaminasi/pencemaran limbah
• Air yang masuk ke dalam sumur resapan adalah air hujan
• Untuk daerah dengan sanitasi lingkungan yang buruk, sumur resapan air hujan
hanya menampung air limpasan dari atap dan disalurkan melalui talang
• Mempertimbangkan aspek hidrologi, geologi dan hidrogeologi
Pemilihan lokasi sumur resapan harus memperhatikan beberapa faktor berikut :
1. Keadaan muka air tanah
Sumur resapan dibuat pada awal daerah aliran yang dapat ditentukan dengan
mengukur kedalaman dari air tanah ke permukaan tanah di sumur sekitarnya
pada musim hujan.
2. Penempatan
Penempatan sumur resapan air hujan yang dimaksud adalah persyaratan jarak
terhadap tangki septik, bidang resapan tangki septik/cubluk/saluran air limbah,

70
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

sumur air bersih dan sumur resapan air hujan lainnya, yang besarnya dapat
dilihat pada tabel 4.26 berikut ini.

Tabel 4.26 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan terhadap


Bangunan
Jarak dari Sumur Resapan
No. Jenis Bangunan (m)
1 Tangki Septik 2
2 Resapan tangki septik, Cubluk, Saluran 5
Air Limbah, Pembuangan Sampah
3 Sumur Resapan Air Hujan/Saluran Air 2
Buangan
Sumber : Dept. PU. Standar Tata Cara Perencanaan Teknik Sumur Resapan
Air Hujan untuk Lahan Pekarangan. 1990.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sumur resapan air


hujan adalah sebagai berikut :

Pemeriksaan Tinggi
<3m
Muka Air Tanah

>3m

Permeabilitas Tanah tidak memenuhi syarat

memenuhi syarat

Persyaratan Jarak tidak memenuhi syarat

memenuhi syarat

Sistem Penampungan
Sumur Resapan Air Hujan Air Hujan Terpusat
(Waduk, dll)

Gambar 4.1
Langkah – langkah pembuatan sumur resapan

71
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Rekayasa teknik sumur resapan dihitung dengan menggunakan turunan rumus


Darcy :
Qbid .tadah = I . Abid .tadah (4.81)

Qres = K (LH + A) (4.82)

Qsumur = Qbid .tadah − Qres (4.83)

Jika t resapan sama dengan lama/durasi hujan, maka ketiga persamaan di atas
menjadi :
D.I . Abid .tadah − D.K . Asumur
H= (4.84)
Asumur + D.K .L
dimana : H = Kedalaman sumur resapan (m)
D = Lamanya hujan (jam)
A bid.tadah = Luas tanah, berupa atap/lahan (m2)
K = Nilai kelulusan tanah/batuan (m/jam)
L = Keliling penampang sumuran (m)
I = Intensitas hujan (m/jam)
Tipe konstruksi rekayasa teknik sumur resapan dapat berbentuk segi empat atau
lingkaran. Ukuran minimum sisi penampang atau diameter adalah 0.8 m dan
maksimum 1.4 m.

4.6.3 Kolam Retensi


Kolam retensi dapat digunakan untuk mereduksi dan memperlambat debit
yang akan masuk badan air penerima dan dapat difungsikan sebagai energi storasi
alami yang dapat digunakan pemanfaatannya. Langkah-langkah perhitungan volume
kolam retensi adalah sebagai berikut :

72
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

Perhitungan fluktuasi debit limpasan


PUH 5 tahun

Perhitungan volume masukan,volume


yang meresap,dan keluaran yang
dapat diterima badan air penerima

Perhitungan fluktuasi debit limpasan


PUH 5 tahun

Perhitungan luas area penyerapan


kolam,tinggi kolam volume kolam

Perhitungan debit keluaran dari kolam

Pembuatan hidrograf masukan dan


keluaran

Gambar 4.2
Langkah-langkah perhitungan volume kolam retensi

4.6.3.1 Pelimpah Samping


Perencanaan untuk masukan kolam retensi salah satunya adalah dengan
pelimpah samping. Metode yang digunakan untuk mendesain pelimpah samping
adalah metode bilangan berdasarkan atas pemecahan masalah oleh De Marchi, dengan
mengandalkan bahwa aliran adalah subkritis, panjang bangunan pelimpah dapat
dihitung sebagai berikut :
• Di dekat ujung bangunan pelimpah, dengan besarnya kedalaman air ho dan
debit Qo sama dengan kedalaman dan debit potongan saluran di belakang
pelimpah dengan Ho = ho + v2/2g, tinggi energi di ujung pelimpah dapat
dihitung.
• Pada jarak ∆x di ujung hulu dan hilir pelimpah, tinggi energi juga Ho karena
sudah diandaikan bahwa tinggi energi di sepanjang pelimpah adalah konstan.
v2
H x = hx + (4.85)
2g
2
Qx
H x = hx + 2
(4.86)
2 gAx
dimana : Qx= debit Qo potongan hilir + debit Qx, yang mengalir pada

73
Laporan Tugas Akhir ( TL – 40Z0 ) Dasar – Dasar Perencanaan
Parik Sabungan Sirumapea ( 15300051 )

potongan pelimpah dengan panjang ∆x


1
2[(h0 − c ) + (hx − c )]
3/ 2
q x = µ .∆x. (4.87)
2
Bila ho = hx, maka :

q x = µ .∆x 2(h0 − c )
3/ 2
(4.88)

Q x = Q0 + q x (4.89)
2
Qx
hx = H x − (4.90)
2g
2
Ax

• Setelah hx dan Qx ditentukan, kedalaman air h2x dan debit Q2x akan dihitung
untuk suatu potongan pada jarak 2∆x di depan ujung pelimpah dengan cara
yang sama seperti yang dijelaskan sebelumnya, Qo dan ho harus digantikan
dengan Qx dan hx, dalam langkah ini Qx, qx dan hx menjadi Q2x, q2x dan h2x.
• Perhitungan-perhitungan ini harus diteruskan sampai Qnx sama dengan debit
banjir rencana potongan saluran di bagian hulu bangunan pelimpah samping.
Panjang pelimpah samping adalah n∆x dan jumlah air lebih yang akan
dilimpahkan adalah Qnx – Qo.

4.6.3.2 Pelimpah/Mercu Tetap


Perencanaan keluaran kolam resapan salah satunya adalah dengan mercu tetap.
Rumus debit keluaran yang dipergunakan pada mercu tetap ini adalah :

2 2 1.5
Q = Cd gbH 1 (4.91)
3 3
dimana : Q = debit (m3/detik)
Cd = Koefisien debit,
untuk alat ukur ambang lebar, Cd = 1,03
untuk alat ukur mercu bulat, Cd = 1,48
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
b = Lebar mercu (m)
H1 = Tinggi di atas mercu (m)

74

Anda mungkin juga menyukai