Anda di halaman 1dari 13

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Dari hasil simulasi yang dilakukan Aditya Idra Bayu (2012) dengan tinggi

rotor 220 mm dan diameter 120 mm, didapatkan nilai Torsi. Dari Torsi ini,

dikalikan dengan kecepatan angular didapatkan daya output turbin angin actual

(Pactual). Dengan perbandingan dengan energi kinetik total yang dapat diekstrak

dari angin oleh turbin angin, didapatkan nilai Cp. Untuk nilai Ct, didapatkan

melalui perbandingan Torsi terhadap gaya momentum yang terdapat pada angin

yang dapat diekstrak oleh turbin angin. Model yang memiliki performa paling

tinggi adalah Twist 45°, hal ini dikarenakan kontur Twist 45˚ yang menyebabkan

angin memberikan gaya lebih banyak akibat perpanjangan lengan momen. Nilai

Cp tertinggi dengan nilai 0.35 dipegang pada Overlap Ratio 0.25 dan nilai λ=0.4.

Secara keseluruhan, Helical memilki performa yang cukup baik pada setiap

konfigurasi dan cenderung stabil pada nilai Cp tertinggi dengan λ=0.7 untuk

kedua nilai Overlap Ratio. Nilai Cp tertinggi yang diraih adalah 0.25 pada

Overlap Ratio 0.25.

Ahmad Marabdi Siregar (2017) melakukan rancang bangun turbin angin

sumbu vertikal savonius rotor helix dengan sudut puntir 90° sebagai objek

penelitian eksperimantal. Turbin memiliki dimensi tinggi rotor sebesar 440 mm,

diameter rotor 350 mm, diameter poros 8 mm, dan daya rotor 10 watt. Sudu

dibuat dengan bahan pelat alumunium dengan tebal 0,3 mm. Pengujian dilakukan

dengan wind tunnel menggunakan kecepatan angin 4 m/s, 4,5 m/s, dan 5 m/s.

5
6

Pada kecepatan angin 4 m/s turbin menghasilkan tegangan listrik 2,20 volt,

pada kecepatan angin 4,5 m/s turbin menghasilkan tegangan listrik 2,64 volt, dan

pada kecepatan angin 5 m/s turbin menghasilkan tegangan listrik 2,91 volt.

Hubungan kecepatan angin dengan tegangan listrik yang dihasilkan adalah

semakin naik kecepatan angin yang menggerakan turbin maka semakin tinggi

tegangan listrik yang dihasilkan. Dengan kecepatan angin yang sama, turbin

angin savonius helix menghasilkan tegangan listrik yang lebih tinggi

dibandingkan dengan turbin angin savonius tipe U yang memiliki dimensi turbin

yang sama.

Ahmed S. Saad, dkk (2017) melakukan unjuk kerja turbin angin savonius

helix dengan rotor yang dimodifikasi. Turbin memiliki sudut puntir 45° dengan

diameter rotor 40 cm, tinggi 40 cm, dan rasio overlap 0,15. Analisis dilakukan

menggunakan software ANSYS Fluent 15.0 dengan kecepatan angin yang

digunakan pada simulasi sebesar 6 m/s. Coefficient of Power (Cp) tertinggi yang

didapat 0,183 dan Tip Speed Ratio (λ) sesuai denganCp sebesar 0,8. Coefficient of

Torque (Ct) tertinggi didapat 0,31 dan nilai λ sesuai Ct sebesar 0,4.

Berdasarkan penelitian dari Suryadi, dkk (2020) Turbin angin vertikal tipe

savonius bentuk helix yang memiliki sudut 180°, berputar dengan kecepatan

angin rendah dengan ukuran turbin tinggi 80 cm, diameter 25 cm yang

dihubungkan dengan generator dan dipasangkan pada kontruksi mekanik dengan

tinggi 200 cm dan terpasang panel kontrol dan solar cell pada kapasitas 20 WP.

Turbin angin savonius helix membutuhkan kecepatan angin minimal 2,45 m/s

untuk awal putaran. Pembangkitan dari generator menghasilkan tegangan sebesar

18,64 volt pada putaran generator 304 rpm disaat tanpa beban sedangkan dalam
7

keadaan berbeban putaran pada generator sebesar 281,3 rpm, tegangan generator

sebesar 11,73 volt serta daya yang dihasilkan sebesar 0,038 watt pada kecepatan

angin sebesar 5 m/s.

2.2. Angin

Energi angin adalah aliran angin yang timbul akibat adanya perbedaan

temperatur antara dua tempat dengan kecepatan tertentu. Udara yang panas di

suatu tempat di permukaan bumi menjadi lebih ringan dan naik ke atas. Untuk

mengisi kekosongan udara di tempat tersebut, maka udara yang lebih dingin dari

tempat lain akan bergerak ke tempat yang panas, sehingga terjadilah pergerakan

udara/angin.

Energi yang terkandung dalam angin adalah energi kinetik yang dapat

dikonversikan menjadi energi mekanik hingga energi listrik dengan

menggunakan turbin angin; yang kemudian dapat digunakan untuk menggerakan

pompa air, menggiling padi, hingga dapat membangkitkan energi listrik yang

disebut dengan Sistem Konversi Energi Angin (Rachman, 2012).

2.3. Turbin Angin

Turbin angin adalah kincir angin modern yang digunakan untuk

membangkitkan tenaga listrik dengan memanfaatkan energi angin sebagai sumber

tenaganya. Kincir angin pada awalnya digunakan untuk mengakomodasi

kebutuhan para petani dalam melakukan penggilingan padi, keperluan irigasi, dll.

Turbi angin terdahulu lebih banyak dibangun di negara-negara Eropa dan lebih

dikenal dengan sebutan Windmill.


8

Kini turbin angin lebih banyak digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan

listrik masyarakat, dengan menggunakan prinsip konversi energi dan

menggunakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui yaitu angin. Walaupun

sampai saat ini pembangunan turbin angin masih belum dapat menyaingi

pembangkit listrik konvensional (Contoh: PLTD,PLTU,dll), turbin angin masih

lebih dikembangkan oleh para ilmuwan karena dalam waktu dekat manusia akan

dihadapkan dengan masalah kekurangan sumber daya alam tak terbaharui

(Contoh : batubara, minyak bumi) sebagai bahan dasar untuk membangkitkan

listrik.

2.4. Klasifikasi Turbin Angin

2.4.1. Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT)

Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT) memiliki poros rotor utama dan

generator listrik di puncak menara. Turbin berukuran kecil diarahkan oleh

sebuah baling-baling angin (baling-baling cuaca) yang sederhana, sedangkan

turbin berukuran besar pada umumnya menggunakan sebuah sensor angin yang

digandengkan ke sebuah servo motor. Sebagian besar memiliki sebuah gearbox

yang mengubah perputaran kincir yang pelan menjadi lebih cepat berputar.

Karena sebuah menara menghasilkan turbulensi di belakangnya, turbin

biasanya diarahkan melawan arah anginnya menara. Bilah-bilah turbin dibuat

kaku agar mereka tidak terdorong menuju menara oleh angin berkecepatan

tinggi. Sebagai tambahan, bilah-bilah itu diletakkan di depan menara pada jarak

tertentu dan sedikit dimiringkan.


9

Karena turbulensi menyebabkan kerusakan struktur menara, dan realibilitas

begitu penting, sebagian besar TASH merupakan mesin upwind (melawan arah

angin). Meski memiliki permasalahan turbulensi, mesin downwind (menurut

jurusan angin) dibuat karena tidak memerlukan mekanisme tambahan agar

mereka tetap sejalan dengan angin, dan karena di saat angin berhembus sangat

kencang, bilah-bilahnya bisa ditekuk sehingga mengurangi wilayah tiupan

mereka dan dengan demikian juga mengurangi resintensi angin dari bilah-bilah

itu.

Secara umum HAWT dibedakan menjadi 2, yaitu upwind dan

downwind :

a. HAWT jenis upwind memiliki rotor yang menghadap ke arah angin.

Keuntungan dari desain ini adalah rotor tidak terkena wind shade

dari bagian belakang menara. Kerugiannya adalah, rotor perlu

menjadi lebih tidak fleksibel, dan diletakan dengan jarak tertentu

dari puncak menara. Desain ini juga memerlukan mekanisme yaw

agar rotor terus menghadap angin (Rachman, 2012).

b. HAWT jenis downwind memiliki rotor yang tidak menghadap arah

angin. Keuntungannya adalah desain tidak memerlukan mekanisme

yaw. Rotor juga dapat dibuat lebih fleksibel, dan beratnya menjadi

lebih ringan secara keseluruhan. Kerugiannya adalah fluktuasi dari

energi angin yang terjadi dapat memberikan beban yang lebih pada

menara (Rachman, 2012).


10

Gambar 2.1. Horizontal Axis Wind Turbine (Erich, 2012)

2.4.2. Vertical Axis Wind Turbine (VAWT)

Vertical Axis Wind Turbin (VAWT) memiliki poros/sumbu rotor utama

yang disusun tegak lurus. Kelebihan utama susunan ini adalah turbin tidak

harus diarahkan ke angin agar menjadi efektif. Kelebihan ini sangat berguna di

tempat-tempat yang arah anginnya sangat bervariasi. VAWT mampu

mendayagunakan angin dari berbagai arah.

Dengan sumbu yang vertikal, generator serta gearbox bisa ditempatkan di

dekat tanah, jadi menara tidak perlu menyokongnya dan lebih mudah diakses
11

untuk keperluan perawatan. Tapi ini menyebabkan sejumlah desain

menghasilkan tenaga putaran yang berdenyut.

Karena sulit dipasang di atas menara, turbin sumbu tegak sering dipasang

lebih dekat ke dasar tempat ia diletakkan, seperti tanah atau puncak atap sebuah

bangunan. Kecepatan angin lebih pelan pada ketinggian yang rendah, sehingga

yang tersedia adalah energi angin yang sedikit. Aliran udara di dekat tanah dan

obyek yang lain mampu menciptakan aliran yang bergolak, yang bisa

menyebabkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan getaran,

diantaranya kebisingan dan bearing wear yang akan meningkatkan biaya

pemeliharaan atau mempersingkat umur turbin angin. Jika tinggi puncak atap

yang dipasangi menara turbin kira-kira 50% dari tinggi bangunan, ini

merupakan titik optimal bagi energi angin yang maksimal dan turbulensi angin

yang minimal.

VAWT dibagi lagi menjadi 3 jenis, yaitu Darrieus, H-rotor, dan

Savonius :

a. Pada tipe Darrieus, bilah dibentuk dan diputar dengan pola garis

pemukaan pada sebuah padatan geometri revolusi, atau disebut

dengan bentuk troposkien, dengan perputaran sumbu vertikal. Ini

menyebabkan bentuk bilah menjadi rumit , sehingga sulit untuk

dibuat.

b. H-rotor merupakan variasi dari Darrieus. bilah ttipe ini tidak

berbentuk kurva, sebagai gantinya bilah berbentuk lurus dan

dihubungkan pada poros rotor dengan menggunakan penopang.

Namun, hingga saat ini biaya produksi sistem ini masih sangat
12

tinggi sehingga tidak bisa berkompetisi dengan rotor sumbu

horizontal.

c. Tipe Savonius memiliki karakteristik bilah berbentuk S dan

memiliki 2-3 atau lebih cekungan untuk menangkap angin. Desain

turbin ini dapat bekerja secara efektif bahkan ketika arah angin

berubah dan dapat bekerja baik pada kecepatan angin yang rendah

serta tidak memerlukan lokasi yang tinggi untuk peletakannya.

Gambar 2.2. Vertical Axis Wind Turbine (Erich, 2012)

2.5. Savonius Helix

Bentuk helix, memiliki performa yang mirip dengan penambahan multiple

stage pada rotor. Osilasi moment pada saat beroperasi dengan menggunakan rotor

helix, berkurang secara signifikan. Secara umum, berdasarkan penelitian,

performa helical tidak jauh berbeda dari performa profil semi-circular.


13

Gambar 3. Savonius Helix (Bayu, 2012)

2.6. Energi pada Angin

Energi kinetik angin yang berhembus dalam satuan waktu (daya angin)

adalah :

1
P Av 3 .…………………………………...……………………(1)
2

Dimana :

P = daya angin (W)

v = kecepatan angin (m/s)

A = luas area swept turbin (m2)

ρ = densitas udara (kg/m3)


14

Dengan memasukan nilai Cp ke dalam persamaan maka akan didapatkan

persamaan untuk energi kinetik yang terdapat pada angin secara aktual :

1
P Av 3  Cp ………………………………………………….….(2)
2

Cp = coefficient of power

2.7. Swept Area

Swept area adalah luas efektif dari bilah turbin yang mampu menerima

energi kinetik angin, dan mengubahnya menjadi energi mekanik. Untuk tipe

savonius swept area dinyatakan dengan :

A H D
……………………………………………...………..….(3)
D  2r

Dimana :

H = tinggi turbin (m)

D = diameter turbin (m)

2.8. Putaran Turbin dan Tip Speed Ratio

Putaran turbin dipengaruhi oleh kecepatan angin dan diameter dari turbin.

Putaran turbin dapat dicari dengan persamaan:

v
n  60 …………………………………………………..............(4)
D

Dimana :

λ = tip speed ratio

v = kecepatan angin (m/s)

D = diameter turbin (m)


15

n = putaran turbin (rpm)

Tip Speed Ratio (TSR) atau perbandingan kecepatan ditiap turbin angin

(ujung) dan kecepatan angin yang didapat oleh turbin (Suryadi dkk, 2020). TSR

dapat dihitung denhgan persamaan :

nD
 ……………………………………………………………(5)
60v

Dimana :

λ = Tip Speed Ratio

π = 3,14

n = putaran turbin (rpm)

D = diameter turbin (m)

v = kecepatan angin (m/s)

2.9. Torsi Turbin

Untuk kecepatan putar yang sama, semakin besar torsi yang diberikan maka

semakin besar daya yang diserap, demikian juga sebaliknya. Persamaan torsi

adalah:

30 P
T ……………………………………………………………..(6)
n

Dimana :

T = torsi (Nm)

P = daya (W)

n = putaran turbin (rpm)


16

2.10. Coefficient of Power

Coefficient of power atau biasa disingkat dengan Cp, digunakan sebagai nilai

kinerja dari turbin angin. Cp adalah perbandingan dari energi angin yang berhasil

diekstrak oleh turbin angin dengan energi keseluruhan yang terdapat pada angin

secara teoritis (Bayu, 2012).

Paktual P
Cp   1 aktual 3 …………………………………………...…(7)
Pteoritis 2 Av

Dengan Paktual didapatkan dengan persamaan :

Paktual  T ……………………………………………………....….(8)

Dimana :

T = torsi (Nm)

ω = kecepatan sudut (rad/s)

2.11. Coefficient of Torque

Coefficient of torque atau koefisien torsi dapat dihitung dengan persamaan :

4T
Ct  ……………………………………………………….(9)
v D 2 H
2

Dimana :

Ct = koefisien torsi

T = torsi (Nm)

ρ = densitas udara (kg/m3)

v = kecepatan angin (m/s)

D = diameter turbin (m)

H = tinggi turbin (m)


17

2.12. Diagram Cp terhadap TSR

Secara umum hubungan coefficient of power dengan TSR pada berbagai

model turbin angin ditunjukan oleh diagram berikut:

Gambar 4. Diagram Cp-TSR (Ambriono, 2010)

Anda mungkin juga menyukai