Alergi Susu Sapi Lengkap 2
Alergi Susu Sapi Lengkap 2
Oleh:
Prof. Dr. H. B. Subagyo, dr., Sp.A(K)
1
MANIFESTASI KLINIS COW’S MILK PROTEIN ALLERGY
PADA SALURAN GASTROINTESTINAL, DIAGNOSIS DAN
TALAKSANA PADA ANAK
2
Angka kejadian
3
Respon imunologis susu sapi atau disebut CMPA, terdiri dari
dua kelompok yaitu; pertama IgE-mediated, reaksi yang diperanta-
rai IgE yang terjadi sesaat atau beberapa jam setelah paparan
dengan makanan. Kedua reaksi non-IgE mediated, tidak diperanta-
rai IgE, terjadi lebih lama, mungkin sehari atau beberapa hari
setelah paparan dengan makanan (Atkins, 2007; Sampson dan
Leung, 2004). IgE-mediated CMPA, merupakan reaksi hipersensi-
tivitas tipe I, sedangkan respon imun yang tidak diperantarai IgE
adalah reaksi hipersensitivitas tipe III (immun mediated) dan
hipersensitivitas tipe IV (cell-mediated).
Imunopatologi hipersensitivitas
1. Reaksi hipersensitivitas tipe I
Pada individu yang mempunyai predisposisi genetik, paparan
antigen makanan menyebabkan produksi IgE. Pada usia penya-
pihan, apabila supresor sel T tidak berkembang, atau produksi IgA
defisien pada saat lahir, maka terjadi proses lebih lanjut yang
diawali ikatan IgE spesifik pada sel mast atau basofil. Pemaparan
antigen spesifik berikutnya, maka sel mast atau sel basofil akan
mengikat antigen kemudian mengeluarkan berbagai macam media-
tor. Penyebab utama reaksi tipe I adalah protein susu sapi atau
protein telur. Protein susu sapi dapat berada di dalam ASI dalam
jumlah sedikit, sehingga kasus alergi CMPA pada anak yang
minum EBF lebih jarang (Mac Donald dalam Pitono, 2003)
4
Reaksi gastrointestinal dapat terjadi 6 jam setelah pemaparan
berupa muntah, diare dan kolik, serta peningkatan lokal dari IgM
dan sel plasma IgA. Dalam jangka 24 jam berikutnya akan terlihat
sembab lokal, reaksi endotel, penebalan membran dasar, penimbunan
serat kolagen dan infiltrasi lekosit polimorf. Terjadi pula pening-
katan lokal IgG dan C3 di dalam jaringan ikat subepitelial yang
menunjukkan adanya reaksi kompleks imun. Pada tahap ini mulai
terlihat kerusakan enterosit yaitu mikrovili yang menjadi tidak
teratur, peningkatan lisosom dan pembengkakan mitokondrial. Selain
penimbunan lokal, kompleks imun yang mengandung antigen
makanan dan imunoglobulin (IgG dan IgE) terlihat pula dalam
serum penderita alergi makanan (Mac Donald dalam Pitono, 2003)
5
CMPA
Sebagian kecil penderita CMPA akan menetap, sebagian
besar akan menjadi toleran. Penelitian menunjukkan bahwa anak
dengan Radio allergosorbent test (RAST), Uji kulit, skin prict test
(SPT). negatif, CMPA akan mengalami toleransi lebih awal apabila
dibandingkan pada penderita dengan RAST dan SPT positif. Pada
anak CMPA dengan riwayat IgE positif, akan lebih sering muncul
gejala seperti asma, rinokonjungtivitis, atopi dermatitis, apabila
dibandingkan pada anak dengan IgE negatif. Anak dengan IgE
negatif kemungkinan menderita alergi berbagai macam makanan
juga lebih kecil. Pada saat diagnosis CMPA ditegakkan dengan
eliminasi diet dan uji provokasi, disarankan untuk memeriksa IgE
(Vandenplas dkk, 1997).
Diketahui ada sekitar 40 macam protein penyebab alergi.
Protein-protein tersebut yang menginduksi respon imun sehingga
menyebabkan alergi. Komponen whey terdiri dari b-lactoglobulin,
a-laktalbumin, bovin imunoglobulin. Komponen kasein yaitu
a-bovine serum albumin dan imunoglobulin. Komponen b-lacto-
globulin, a-laktalbumin dan imunoglobulin merupakan komponen
yang paling alergenik (Wido, 2006; Mc Bean, 2006). Selain CMA
sebagai penyebab, maka CMPA dipengaruhi faktor genetik. Bebe-
rapa penelitian menunjukkan bahwa atopi terjadi pada anak 20-
40% apabila salah satu orang tua atopi. Riwayat atopi pada saudara
maka risiko atopi pada anak 25-35%. Apabila kedua orang tua ada
riwayat atopi, anak akan mengalami atopi sekitar 40-60%. Apabila
didalam keluarga tidak ada riwayat atopi, anak mengalami atopi 5-
15% (Sawitri, 2007).
Waktu manifes CMPA dapat bervariasi, pada umumnya
setelah satu minggu mendapatkan CM. Lebih muda anak menderita
CMPA, lebih cenderung anak mengalami gangguan pertumbuhan.
6
Pemberian EBF akan memperlambat terjadinya CMPA akan tetapi
EBF tidak menurunkan kejadian atopi (Snijder, Thijs dkk, 2008).
Tidak ada gejala CMPA yang patogpnomonik untuk diagnosis
CMPA. Variasi gejala klinis meliputi; pada gastrointestinal men-
capai 50-60%, kulit 50-60%, saluran nafas 20-30%. Gejala dapat
ringan, sedang sampai berat yang dapat mengancam jiwa seperti
anafilaksis, udem laring, asma berat. Diagnosis banding CMPA
antara lain kelainan metabolisme, kelainan anatomis, penyakit
celiac, enteropati, insufisiensi pankreatik (cystic fibrosis), reaksi
non-imunologi terhadap makanan seperti malabsorpsi fruktose,
intoleransi laktosa.
Perlu mendapat perhatian adanya gejala klinik yang mirip,
misalnya refluk gastroesofagus pada CMPA yang dapat terjadi pada
15-21%. CMPA juga dapat terjadi kolik infantil.
Demikian juga hubungan antara CMPA dengan gejala derma-
titis atopi. Semakin berat dermatitis, semakin muda anak maka
sangat mungkin ada kaitan antara CMPA dengan dermatitis atopi.
CMPA dapat bersamaan dengan alergi makanan lain seperti
telur, ikan, kacang, sehingga pada saat diagnosis, perlu dipertim-
bangkan untuk melakukan eliminasi bahan-bahan makanan tersebut
(Vandenplas, 1997).
Gejala Klinik.
7
anemia defisiensi besi, berak berdarah dan berlendir, diare kronik,
gangguan pertumbuhan. Muntah maupun diare kronik dapat me-
nyebabkan gangguan tumbuh kembang, maupun diare akut berat.
Gejala di saluran nafas berupa batuk, rhinitis, wheezing,
reaksi alergi yang berat dapat menyebabkan; asma berat, edema
laring akut, dermatitis atopi disertai eksudasi, anafilaksis.
Diagnostik
Adanya riwayat atopi dalam keluarga (ayah & ibu, ayah saja,
atau ibu saja, saudara, kakek, nenek, usia penderita). Gejala klinik
atopi bervariasi misalnya adanya rhinitis, dermatitis atopi, asma,
GER dan diare kronik. Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis;
eliminasi dan provokasi bahan yang diduga sebagai alergen.
Endoskopi, pemeriksaan biopsi yang dilanjutkan pemeriksaan
patologi anatomi. Diagnostik lainnya adalah RAST, SPT. Pemerik-
saan IgE total, IgE spesifik. Uji SPT menggunakan ekstrak komer-
sial memberikan 58,8% positif, sedangkan pemakaian alergen fresh
food dapat memberikan positifitas sebesar 91,7%. Hal ini menunjuk-
kan fresh food memberikan hasil yang lebih baik daripada pemakian
ektrak komersial. SPT dan RAST bermanfaat dalam penentuan
progosis dan lama penyakit
Proporsi Eosinofil darah tepi lebih dari 3% dan jumlah eosi-
nofil absolut lebih dari 300/mL.
Eliminasi dan provokasi merupakan baku emas diagnostik
CMPA (Vandenplas, Bruiton dan Dupon, 2007).
Uji provokasi
8
Hendaknya provokasi dilakukan di bawah pengawasan dokter, dapat
dilakukan di luar rumah sakit, akan tetapi perlu dipertimbangkan
kemungkinan terjadinya reaksi berat seperti anafilaksis, hal ini
mungkin terjadi setelah periode eliminasi. Dapat pula terjadi awal-
nya muncul gejala klinis ringan diikuti gejala klinis berat. Sehingga
provokasi hendaknya dilakukan di rumah sakit, dengan peralatan
resusitasi, persiapan pemberian cairan intravena dan obat-obat
lainnya. Langkah selanjutnya dilakukan pemeriksaan SPT dan IgE.
Adanya dugaan gejala klinis berat, uji provokasi hendaknya diper-
timbangkan untuk tidak dilakukan kecuali uji SPT atau IgE
menunjukkan perbaikan. Prosedur provokasi dilakukan dalam dosis
kecil, awalnya diteteskan susu formula pada bibir, timbul reaksi
sekitar 15 menit. Kalau tidak ada reaksi maka dimulai pemberian
CMP yang ditingkatkan bertahap selang waktu setiap 30 menit dari
0,5 ml sampai 100 ml yang diberikan secara bertahap. Lihat reaksi
pada kulit atau saluran nafas. Setelah 2 jam tidak ada reaksi, anak
boleh pulang. Orang tua dipesankan untuk melihat reaksi lambat
yang mungkin timbul setelah anak diberikan CMP. CMP dari susu
formula dapat diberikan sebanyak 250 ml/hari pada minggu
berikutnya.
9
Uji provokasi negatif= bukan CMPA
Tatalaksana
10
Pemberian susu kedelai masih menjadi kontroversi, oleh
karena anak yang alergi CMP, 17-47% juga alergi susu kedelai. Di
sisi lain sudah diketahui susu kedelai mengandung fitat yang meng-
hambat penyerapan zat besi dan zink. Pemberian susu kedelai men-
jadi pertimbangan.
Air susu kambing (GMP=goat’s milk protein, atau sheep’s
milk=SMP), susu unta dan susu kuda tidak dianjurkan, oleh karena
komponen protein di dalam susu-susu tersebut juga mengandung
komponen protein alergen, sehingga susu formula dari GMP tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan CMPA.
Proses pasteurisasi, pemanasan, evaporasi tidak menghilang-
kan tetapi hanya mengurangi efek antigen atau CMPA. Pada umum-
nya CMPA akan menghilang pada usia 2-3 tahun, maka untuk
menghindari diet bebas CMP berkepanjangan, serta pengobatan
yang berlebihan, maka perlu dilakukan uji ulang terhadap reaksi
alergi dari CMP pada usia 6-12 bulan. Uji ulang dilakukan selang
1-2 tahun setelah anak berusia diatas 3 tahun (Host, 1997).
Saat ini dikembangkan immunoterapi spesifik (ITS) atau
“vaksinasi” alergen, untuk memicu desensitisasi alergen spesifik
(dalam Rengganis I, 2008). Beberapa waktu ini prebiotik dan
probiotik, dipergunakan mengurangi efek alergi (Bindels, 2008).
11
Gejala klinis CMPA yang berat jarang terjadi pada anak yang
minum ASI eksklusif. Kejadian anak dengan ASI eksklusif sekitar
0,5% dan umumnya akan mendapatkan CMPA ringan atau sedang.
Perbedaan ini menyangkut masalah imunomodulator dan flora usus
Anak dengan CMPA berat dapat menyebabkan anemia oleh
karena perdarahan rektum akibat kolitis ataupun adanya losing
enteropathy. Kondisi ini jarang, tetapi perlu pemeriksaan yang
lebih teliti.
Bayi dengan dermatitis atopi, cenderung mendapatkan alergi
lebih sering akibat pemberian susu (Vance GH dkk, 2005) maupun
telur pada ibu dari pada anak yang tidak menderita dermatitis atopi
(Scoetzou dkk, 2002).
Potensi penyebab alergi susu sapi dan telur, pada anak ter-
sebut cenderung juga mengalami alergi terhadap alergen lain
seperti gandum atau ikan laut. Eliminasi diet pada dermatitis atopi
atau kolitis hendaknya dilanjutkan sampai 2-4 minggu. Ibu diberi-
kan kalsium 1000 mg/hari dan pemberiannya dibagi dalam bebe-
rapa dosis, selama eliminasi diet. Apabila dengan diet makanan
yang diduga sebagai penyebab alergi, maka makanan ibu kembali
dapat diberikan seperti semula sebelum dilakukan eliminasi.
Apabila dengan elimonasi diet, gejala tidak timbul, maka secara
bertahan diet satu persatu diberikan setiap minggu, sampai semua
diberikan seperti sebelum diperlakukan eliminasi diet.
Apabila gejala tetap ada, maka diet diperlakukan selama anak
minum ASI. Pemberian makanan solid juga harus diperhatikan
adanya komponen alergen. Penyapihan pada anak setelah ASI
dihentikan, diberikan susu pHF atau eHF dan diikuti gejala klinis-
nya yang mungkin timbul.
12
Algoritma dan tatalaksana CMPA pada anak minum susu
formula
13
Susu eHF merupakan pilihan utama, apabila eHF anak tidak
mau oleh karena rasanya yang kurang enak maka pilihannya adalah
AAF. Kegagalan pemberian eHF pada CMPA mencapai 10%.
Kegagalan pemberian eHF dapat dijumpai juga bersamaan dengan
kegagalan pemberian AAF. Akan tetapi ada laporan bahwa sisa
alergen eHF dapat disebabkan reaksi IgE. Apabila pemberian AAF
tidak memberikan hasil perlu dipikirkan diagnosis lainnya. Masalah
yang lain yaitu harga AAF sangat mahal.
14
Penderita CMPA berat
Proctitis/Proctocolitis
15
dapat menyebabkan edema, distensi abdomen, anemia, malnutrisi
(dalam Hegar B, 2007). Tatalaksana yaitu eliminasi nutrisi alergen
CMP, koreksi anemia dan malnutrisi.
Kolik infantile
Beberapa bukti menunjukkan hubungan CMPA dengan kolik
infantile. CMP pada bayi mengalami kolik sekitar 44%. Pemberian
eHF atau pHF, lebih memberikan efek daripada pemberian formula
rendah laktosa.
Eosinophilic Gastroenteropathies
Terdiri dari; eosinophilic, Esophagitis dan Gastritis. Diagno-
sis dan tatalaksana yang sulit adalah allergic eosinophylic esopha-
gitis. Penyakit ini mirip dengan GER (gastroesophageal reflux),
gastritis. Pada Esophagitis dan gastritis, sangat dianjurkan dilakukan
endoskopi dan biopsi, selanjutkan dilakukan pemeriksaan patologi
anatomi. Eosinophilic primer merupakan 1% dari esophagitis.
Pengobatan ditujukan pada reflux esophagitis memberikan respon
pada pengobatan GER.
Konstipasi kronik
CM menyebabkan gangguan motilitas usus, menyebabkan
konstipasi. Sitokin dan proses inflamasi dari syaraf dan sistim
16
motorik, mengakibatkan konstipasi. Infiltrasi limfosit dan eosinofil
pada lamina propria dan peningkatan eosinofil intraepithelial dan
infiltrasi pada kripta, ditemukan pada CMP disertai konstipasi.
Eliminasi CMP akan memperbaiki konstipasi kronik, dan apabila
dilakukan provokasi akan memberikan relap.
Anafilaksis
CM sebenarnya jarang menimbulkan anafilaksis. Anafilaksis
merupakan keadaan klinik, yang diakibatkan pelepasan secara men-
dadak mediator aktif dari sel mast dan basofil yang mengakibatkan
urtikaria kulit, angioedema, kulit memerah (flushing), spamus
bronchus, edema laring, kardiovaskuler seperti hipotensi, disritmia
iskemia miokardial dan gejala gastrointestinal seperti nausea, pain
abdomen kolik, muntah, diare. Di USA diperkirakan kejadian ana-
filaksis terjadi 30 kasus per 100.000 orang per tahun. Di Australia,
0,59% anak usia 3-17 tahun mengalami anafilaksis. Penyebab
anafilaksis dapat disebabkan bahan makanan yang berasal dari
kacang, telur, susu sapi, ikan, bahan makanan yang mengandung
susu sapi seperti keju, yoghurd, es krim. Tatalaksana anafilaksis
harus dilakukan secara agresif dengan pemberian epinefrin intra-
muskuler atau antihistamin H1 dan H2 secara intravaskuler, pem-
berian oksigen, cairan intravena. Pada asma maka pemberian
b-agonis dan kortikosteroid inhalasi albuterol. Menghindari penyebab
alergen dan semua makanan yang mengandung makanan penyebab
alergen (Leung, 2004).
17
Di bawah ini disalin algoritma diagnostik dan tatalaksana CMPA
dari Vandenplas dkk (2007)
Suspecion of cow’ milk protein allergy (CMPA)
Improvement No Improvement
Algorithm for the diagnosis and management of cow’s milk protein allergy (CMPA) in exclusively brest-fed
infants, eHF, extensively hydrolysed formula
18
Suspician of cow’s milk allergy (CMPA)
Paediatric
Paediatric specialist specialist
Diagnostic procedures challenge
*AAF; depending on
cost/benefit ratio and/or if the
child refuses to drink eHF
+according to results of control
Algorithm for the diagnosis & management of CMPA in formula-fed testing in IgE-mediated allergy
infantimfants
19
Pencegahan
Pencegahan primer
Pencegahan primer dilakukan pada ibu berisiko alergi yang
sedang hamil, dianjurkan untuk menghindari makanan dan minuman
seperti susu, telur, ikan laut, dan kacang-kacangan. Pemberian susu
hipoalergenik, diharapkan terjadi respon toleransi pada bayi di
kemudian hari. Pencegahan primer ini masih menjadi kontroversial
(Wido, 2006; Mc Bean, 2006)
Pencegahan sekunder
Pada anak yang sudah diketahui terjadi CMPA. Diketahui
dengan pemeriksaan IgE spesifik dalam darah perifer atau tali pusat
atau SPT. Menghindari CMP. Dengan pemberian pHF atau eHF
atau susu kedelai akan menghindari sensitisasi lebih lanjut (Wido,
2006; Mc Bean, 2006).
Pencegahan tertier
Pada anak yang sudah mengalami sensitisasi dan menunjuk-
kan manifestasi alergi ringan seperti dermatitis, rhinitis pada anak
usia 6 bulan sampai 4 tahun, diberikan eHF atau pHF. Bila gejala
berat terjadi, maka anak diberikan susu AAF (Wido, 2006). Pem-
berian susu soya masih merupakan kontroversi. Pengalaman
beberapa pengamat, pemberian susu soya memberikan perbaikan
klinis.
Prognosis
CMPA pada umumnya tidak berlangsung seumur hidup. Pada
usia sekitar 1-3 tahun gejala klinis akan menghilang. Gejala alergi
akan menghilang pada usia 1 tahun sekitar 80-90%. Sekitar10-33%
berlanjut sampai usia 3 tahun. Sisanya akan berlangsung sampai
usia 9-14 tahun (Hugh A, Sampson dan Leung D, 2004).
20
KESIMPULAN
Gejala klinis alergi makanan sangat bervariasi. Eliminasi dan
provokasi merupakan baku emas diagnostik. Untuk menegakkan
diagnosis perlu secara cermat di telusuri adanya faktor risiko,
adanya riwayat atopi di dalam keluarga. CMPA perlu mendapat
perhatian khususnya pada usia dibawah 3 tahun, terutama lagi usia
dibawah 1 tahun. Gejala klinik CMPA dari saluran cerna dapat
berupa muntah, CMPSE, konstipasi, kolik infantil, proktitis,
Immediate Gastrointestinal Hypersensitivity, eosinophilic gastro-
enteropathy, diare kronik yang dapat menyebabkan malnutrisi dan
anemia. Pada masa penyapihan, CMPA gejala ringan-sedang, pem-
berian pHF, eHF maupun eliminasi CMP perlu dipertimbangkan.
Penderita CMPA dengan anafilaksis jarang terjadi, dan bila terjadi
tatalaksana sesuai tatalaksana anfilaksis pada umumnya, disertai
eliminasi penyebab alergi. Perlu dilakukan pencegahan. Promosi
pemberian EBF. Penderita penderita CMPA perlu dilakukan
evaluasi berkala setiap 6 bulan sampai usia 3 tahun dengan
melakukan provokasi CM, perlu dilakukan dengan hati-hati.
Ilustrasi Kasus
1. Seorang bayi laki-laki, usia 2 bulan, BB 4.5 kg. Suhu 37,00C,
RR 32 x/menit, nadi 120x/menit. CRT < 2 detik. Sejak 24 jam
mengalami muntah-muntah dan diare frekuen, tanpa panas.
Bayi minum susu formula sejak lahir oleh karena ASI tidak
keluar. Penderita terdiagnosis diare akut dehidrasi sedang.
Diberikan cairan rehidrasi. Dalam 1 x 24 jam, muntah setiap
diberikan susu dan diare berlanjut, cair tanpa lendir dan darah.
Pemeriksaan laboratorium darah tepi tidak menunjukkan
kelainan. AL 7.400/mm3, AE 4.000/mm3. Eosinofil 2%, basofil
0%, staf 2%, segment 62%, limfosit 30%, monosit 4%. Trom-
bosit 360.000/mm3 Pemeriksaan tinja dan urin, tidak menunjuk-
21
kan kelainan. Ditelusuri dari ayah dan ibu ada riwayat atopi
yaitu rinitis alergika. Setelah pemberian pHF gejala tidak
membaik, bahkan gejala muntah dan diare semakin memberat.
Susu diganti dengan eHF, tetapi anak menolak. Kemudian
diberikan susu soya, dan muntah dan diare mengalami per-
baikan. Pada pemberian CM, anak mengalami muntah dan diare
lagi. Diare dan muntah mengalami perbaikan setelah diberikan
susu soya lagi.
2. Seorang anak perempuan, usia 2.5 tahun dengan berat badan
20 kg. Suhu 37,20C. RR 30 x/menit. Nadi 110 x/menit. CRT <
2 detik. Diagnosis klinis diare akut dehidrasi ringan. Anak
minum ASI sampai usia 2 tahun. AL 8.400/mm3, AE 5.000/mm3.
Eosinofil 3%, basofil 0%, staf 2%, segment 61%, limfosit 30%,
monosit 3%. Trombosit 360.000/mm3 Pemeriksaan tinja dan
urin, tidak menunjukkan kelainan. Selama pemberian ASI, anak
secara berselang mendapat susu formula. Beberapa bulan sudah
ada gejala gatal dikulit, yang tidak hilang secara total. Pada
suatu saat gatal meningkat disertai muntah dan diare cair
berulang. Tanpa panas, tanpa lendir dan tanpa darah dalam
tinja. Keluarga ibu, kakek, nenek ada riwayat atopi. Eliminasi
susu formula segera menghentikan muntah dan diare, dermatitis
atopi bertahap menghilang. Oleh karena itu CMP perlu di-
eliminasi seterusnya, sedangkan kebutuhan nutrisi sudah ter-
penuhi dari makanan yang lain karena anak mau makan dengan
berbagai variasi makanan. Perlu dipikirkan untuk melakukan
provokasi CM atau makanan yang mengandung CM untuk
meyakinkan apakah anak masih menderita CMPA yang terdapat
pada makanan yang mengandung CM.
22
adanya atopi pada anaknya meskipun dermatitis atopi sudah
berlangsung lama. Dermatitis atopi dianggap akibat perubahan
suhu tempat tinggal, dari daerah dingin ke daerah dengan suhu
lebih panas. Kedua kasus diatas bila tidak terdiagnosis, dapat
memberikan risiko diare kronik dan malnutrisi. Pemeriksaan RAST,
SPT dan IgE bermanfaat untuk menentukan prognosis selanjutnya.
Sesuai penelitian di Eropa (Sneiyder dkk, 2008), penangguhan
pemberian susu formula, tidak akan menurunkan kejadian CMPA.
23
Admadi Suroso, dr.,SpM selaku Dekan FK UNS, pada tahun
1997-1998 memberikan ijin pada saya untuk melanjutkan
pendidikan S3.
3. Rektor Universitas Sebelas Maret, Prof. Dr. Moch. Syamsul-
hadi, dr., Sp.KJ (K). Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Prof. Dr. AA.Subiyanto, dr., MS, anggota senat
FK UNS dan para anggota senat UNS yang telah menyetujui
pengangkatan saya sebagai Guru Besar.
4. Prof. Dr. H. Soegeng Soegijanto, dr., SpA(K), DTM&H Guru
Besar Ilmu Kesehatan Anak di FK UNAIR. Prof. Dr. Soewignjo
Soemohardjo dr., SpPD, KGEH dari RSU Mataram NTB dan
Prof. Widodo J. Pudjirahardjo,dr., MS, MPH, Dr. PH Guru
Besar Kesehatan Masyarakat UNAIR yang masing masing
telah bersedia menjadi Promotor dan Ko-Promotor serta
sebagai guru saya. Ketiga beliau tersebut memberikan dorongan
dan dukungan moril sehingga saya dapat melanjutkan langkah
saya ke jenjang jabatan akademik. Saya ucapkan terima kasih
atas bimbingan yang telah diberikan oleh; Prof. Dr. Suhartono
Taat Putra, dr., MS. Drh. Widya Asmara, MS, PhD, Dr. Eddy
Bagus Wasito, dr. SpMK, MS, Prof. Dr. Subijanto Marto
Sudarmo, dr., SpA(K), Prof.. Purnomo Suryohudoro, dr. Prof.
Dr. Soegeng Soekamto, dr., MS (alm), Prof. Dr. Pitono
Suparto, dr. SpA(K) (alm), Prof. Marsetyawan HNE Soesatyo,
dr. MSc, PhD.
5. Prof. Dr. Agus Firmansyah, dr., SpA(K) dari Ilmu Kesehatan
Anak FK UI dan Prof. Srisupar Yati Soenarto, dr., SpA(K),
Ph.D Guru Besar dari Ilmu Kesehatan Anak FK UGM, yang
telah memberikan perhatian dan dorongan pada saya untuk
melanjutkan ke jenjang jabatan akademik yang lebih tinggi.
6. Saya ucapkann terima kasih dan dengan segala hormat, saya
sampaikan kepada guru saya, sejak di tingkat Sekolah Dasar,
SMP dan SMA di Jogyakarta. Jasa beliau beliaulah yang
24
memberikan motifasi untuk terus belajar sehingga saya dapat
mencapai ilmu yang lebih tinggi.
7. Terima kasih saya saya sampaikan Rektor UGM dan Dekan FK
UGM, guru guru saya pada saat saya mengikuti kuliah di FK
UGM Jogyakarta, seluruh civitas akademika Universitas Gajah
Mada, tempat saya menuntut ilmu sampai memperoleh gelar
dokter.
8. Terima kasih saya saya sampaikan Rektor UNDIP, Dekan FK
UNDIP, guru saya dan seluruh civitas akademika UNDIP,
tempat saya menuntut ilmu sampai memperoleh gelar Dokter
Spesialis Anak. Kepada yang terhormat DR. RRY Sri Djoko-
muljanto sebagai Dekan FK UNDIP, Direktur RSUP Dr.
Kariadi Dr. Suraryo yang telah menerima saya mengikuti
pendidikan di Bag.Lab IKA FK UNDIP/RSUP Dr Kariadi
Semarang. Khususnya saya sampaikan ucapan terima kasih
pada guru saya Prof. dr. Moeljono Trastotenojo, SpA(K)
Kepala Bagian/Lab Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP/RSUP
Dr. Kariadi, yang telah memberikan kesempatan untuk melanjut-
kan pendidikan Dokter Spesialisasi Ilmu Kesehatan Anak di
Lab/Bagian IKA FK UNDIP/RSUP DR. Kariadi. Demikian
juga ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof. dr.
Hardiman Sastrosubroto, Sp.A(K) (alm), atas kesempatan untuk
menuntut pendidikan di Lab/Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UNDIP/ RSUP Dr Kariadi. Tidak lupa saya ucapkan terima
kasih atas bimbingan dan motivasi dari para staf Lab/Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi; Dr.
Sudigbyakti Adinoto, Sp.A, Prof. Dr. Hariyono Suyitno, Dr.
Sp.A(K), Prof. Dr. Ag Sumantri, Dr. Sp.A(K), Prof. DR. I.
Soedigbia, dr. SpA(K), Suparman Soerodiprojo, dr., Sp.A (alm),
Prof. Dr. Lydia Kosnadi, dr. SpA(K), Widjaya, dr. Sp.A,
Anggoro DB Sachro, dr., Sp.A(K), DTM&H, Prof. Dr. Harsoyo
Notoatmojo, dr. Sp.A(K), Kamilah Budhirahardjani, dr., SpA(K),
25
Soetardji Notoatmodjo, dr., SpA(K), MPH, Dr. Tatty Ermin
Setiadi, dr. Sp.A(K), dan seluruh staf medis dan nonmedis
Lab/Bagian IKA FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi atas segala
bantuan dan kerjasamanya selama saya mengikuti pendidikan.
Seluruh civitas akademika FK UNDIP, tempat saya menuntut
ilmu sampai memperoleh gelar Dokter Spesialis Anak.
9. Kepada yang terhormat Prof. Drs. Med Puruhito, Sp.BJP dan
Prof. Dr. H. Soedarto, DTM&H, Ph.D, Rektor Universitas
Airlangga, Prof. Dr. Sudijono Tirtowidarto, dr., Sp.THT sebagai
direktur Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Prof. Dr.
H. Muhammad Amin, dr., Sp.P sebagai direktur Program Pasca
sarjana Universitas Airlangga Prof. Dr. Laba Mahaputra, drh.
M.Sc Direktur Bidang Akademik Program Pascasarjana
UNAIR. Prof. Dr. Juliati Hood Alsagaff, dr., MS, FIAC Ketua
Program Studi Ilmu Kedokteran S3 Pascasarjana Iniversitas
Airlangga. Atas segala perkenannya, saya dapat menyelesaikan
pendidikan S3 di Unair Surabaya.
10. Prof. Sofyan Ismael, dr., SpA(K) Kepala Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FK UI/RSCM Jakarta, Ketua koligium Ilmu
Kesehatan Anak Indonesia, saya ucapkan terima kasih atas
perkenan beliau memberikan kesempatan untuk mengikuti
pendidikan di Sub Bag Gastroenterohepatologi. Beliau sangat
berperan besar pada pendirian PPDS IKA FK UNS. Demikian
juga para pembimbing di Sub Bag Gastroenterologi Anak, saya
ucapkan terima kasih; Prof. Dr. Suharyono, dr., Sp.A(K) (alm),
Prof. Sunoto, dr., Sp.A(K) (alm), Aswitha Boediarso, dr.,
Sp.A(K), Prof. Dr. Agus Firmansyah, dr., Sp.A(K), Badriul
Hegar Syarif, dr., Sp.A(K), Adnan Wiharto, dr., Sp.A(K),
Julfina Bisanto, dr., Sp.A(K), Poernamawati, dr., Sp.A(K) dan
seluruh staf Departemen IKA FK UI/ RSUP Dr. Tjipto-
mangunkusumo.
26
11. Direktur RSUD Dr. Muwardi saat itu M. Abdul Rasim, Dr.,
Sardjono, dr., Sudjoko, dr yang memberikan kesempatan untuk
mengikuti pendidikan S3 di UNAIR, saya ucapkan terima
kasih. Yang saya hormati Isbandiyah Naharyeni. dr., Sp.A
(alm), direktur RSUP Dr. Muwardi Sutrasno, dr., Sp.M (alm)
yang telah berkenan menerima di Bagian Penyakit Anak RSUD
Dr. Muwardi, demikian juga Faried Herman, dr. (alm)
Sekretaris Dekan FK UII, Dekan FK UII Suroyo, dr. Sp.Rad
(alm), Prof. Drs. Radioputro (alm) Dekan FK UII yang telah
menerima saya di Bagian Penyakit Anak FK UII/RSUD Dr.
Muwardi. Atas segala bantuannya, memberikan kesempatan
untuk melanjutkan pendidikan Dokter Spesialis Anak.
12. Kepada rekan rekan sekerja, saya ucapkan terima kasih Sabdo-
waluyo, dr., Sp.A (alm), Indrawarman, dr., Sp.A (alm). Dr.
Suhadi, dr., Sp.A(K) (alm), Mustarsid, dr., SpA, Sunyataning-
kamto, dr., Sp.A, Ngatrini, dr., Sp.A, Rosyid Ridho A,dr.,
Sp.A, Iskandar Zulkarnaen, dr., Sp.A(K), Prof. Dr. Harsono
Salimo, dr., Sp.A(K), Yulidar Hafidz, dr., Sp.A(K), Syahrir
Dullah, dr., Sp.A, Ganung Harsono, dr. Sp.A(K), Rustam
Siregar, dr., Sp.A, Endang Tatar, dr., Sp.A(K), MPH, Dr.
Pudjiastuti, SpA(K), Dr. Martuti, Sp.A, Mkes, Dr. Dwi
Hidayah, Sp.A, Mkes, Muh.Riza, dr., Sp.A, Mkes, Annang Giri
Moelyo, dr., Sp.A, Mkes dan seluruh staf dan paramedis di
Lab.IKA /Unit Penyakit Anak FK UNS/RSUD Dr Moewardi
yang tak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah bekerja
sama saling mengisi kekosongan saat saya mengikuti pendi-
dikan dan mengganti tugas tugas saya.
13. Pada akhirnya saya ucapkan terimakasih dan hormat yang
setinggi tingginya pada kedua orang tua saya, Bapak Soemardjo
dan Ibu Soeripti (alm) atas doa dan dukungan sehingga saya
dapat menapak pada tingkat guru besar. Semoga Allah selalu
27
melimpahkan rahmat dan mengampuni segala dosanya dan
diterima ibadahnya.
14. Kedua mertua saya, Bapak Wignjomartono (alm) dan Ibu
Wignjomartono (alm) yang telah memberikan restu, dorongan
moril kepada saya dan keluarga, kasih sayang pada para cucu
dan keluarga, saya ucapkan terima kasih.
15. Kepada Pakde (alm), Bude Marsudi (alm) dan Paklik Murtedjo
(alm) yang telah memberikan bimbingan dan dorongan moril
sehingga saya dapat menapak sekolah lebih lanjut.
16. Kepada semua empat saudara saya dan saudara ipar saya atas
dorongan dan doanya, saya ucapkan terima kasih.
17. Kepada ketiga anak saya, Wawan, Rosa, Riri, saya ucapkan
terima kasih atas pengertiannya dan doanya. Saya doakan agar
selalu mendapatkan khusnul khotimah dan semoga selalu
mendapat lindungan dari Allah SWT.
18. Demikian juga ucapan terima kasih saya sampaikan istri
tercinta Wuryantiningsih yang telah mendampingi saya selama
37 tahun di saat suka dan duka, menghantarkan anak-anak
berkeluarga, selalu ikhlas, setia, memberikan dorongan selama
saya mengikuti pendidikan S3. Semoga selalu mendapatkan
rahmah dan barokahnya.
19. Semua pihak dan handai taulan serta sejawat yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu, saya ucapkan terima kasih
28
DAFTAR PUSTAKA
29
Mc Bean L, 2006. Cow’s milk allergy versus lactose intolerance.
Dairy Council. Digest; 77,3
Pitono S, Subijanto MS, Suhartono TP, FM Judajana, 2003.
Gangguan Sistem Imun Mukosa Intestinal. Graha Masyarakat
Ilmiah Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. RSUD Dr.Soetomo-Surabaya. Hal 336-353
Rance F, Juchet A, Breman F, et al, 1997. Comparison between
skin prick tests with commercial extracts and fresh foods
specific IgE and food challenges. 52: 1031-5
Rengganis I, 2007. Immunotherapy In Allergy. Pertemuan
Simposium; One Day Simposium, Children’s Allergy in
Clinical Perspective. Surakarta.
Saarinen KM, Juntunen-Backman K, Jarvenpaa AL,1999.
Supplementary feeding in maternity hospitals and the risk of
cow’s milk allergy: a prospective study of 6209 infants. J
Allergy Clin Immunol; 104:457-461
Sampson HA and Leung DYM, 2004. Adverse Reaction to Foods.
In Nelson Textbook of Paediatrics. Saunders 17th Ed. p; 789-
790
Santosa H, 1989. Masalah alergi makanan pada anak. Disampaikan
pada Simposium Alergi Makanan. Denpasar, 7 Februari.
Schoetzau A, Filipiak-Pittrof B, Frank K et al, 2002. German Infant
Nutritional Intervention Study Group. Effect of axclusive
breast-feeding and early solid food avoidance on the
incidence of atopic dermatitis inhigh-risk infants at 1 year
of age. Pediatr Allergy Immunol. 13:234-42
Siregar S, 2007. Cow’sMilk Allergy: Pathopdysiology, diagnosis
and therapy. Simposium, 14-12
30
Siti Boedina Kresno, 1996. Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.
Fakultas Kedokteran Indonesia. Ed 3: hal 80-87
Snijders B.E.P, Thijs C, Ree R, and Brandt P, 2008. Age at First
Introduction of Cow Milk Products and Other Food Products
in Relation to Infant Atopic Manifestation in the First 2 years
of Life: The KOALA Birt Cohort Study. American Academic
of Pediatr. Diunduh dari http://www.pediatrics.org/cgi/
conten/full/ 122/1/e115 pada jam 20 12.12.2008
Vandenplas Y, 2007. Universitair Ziekenhuis Brussel, Brussels,
Belgium. Effect of external enviroment on mucosal immune
response.
Vance GH, Lewis SA, Grimshaw KE et al, 2005. Exposure the
fetus and infant ti hens’s egg albumin via placenta and breast
milk in relation to maternal intake of diatary egg. Clin.Exp
Allergy. 35:1318-20
Vandenplas Y, Brueton M, Dupont C, Hill D, Isolauri E et al, 2007.
Guideline for diagnosis and management of cow’s milk
protein allergy in infant. Arch Dis Chil. 902:902-908.
(Downloaded from adc-bmj.com on 4 November 2007)
Wido. Diet dapat mempengaruhi perilaku anak. Children Allergy
Center. http://childrenallergycenter.jouser.com/article/
134676
31
RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
B. Riwayat Pendidikan
Pendidikan Tinggi :
Tahun 1970 : Lulus Dokter Umum,
Fakultas Kedokteran UGM Jogyakarta
32
Tahun 1981 : Lulus Dokter Spesialis Anak
Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang
Tahun 2004 : Lulus Program Doktor
bidang Ilmu Kedokteran,
Program Pascasarjana UNAIR Surabaya
Tahun 2005 : Konsultan Gastroenterologi Anak,
Kolegium IKA, Jakarta.
C. Pendidkan Tambahan
D. Peserta/Pembicara Kongres
33
1998 : Peserta, 4th National Congres of The Indonesian
Society for The Study of Tropical Medicine and
Infections Disease for The Study of Tropical Medicine
and Infections Diseases. Semarang
1999 : Peserta, pembicara, PGD V, Surakarta
2000 : The Third Western Pacific Helicobacter Congress, Bali
2003 : Peserta APASL, Bali
2003 : Peserta, Pembicara, BKGAI, , Bandung
2005 : Peserta, 15th Asian Pacific Association for the Study of
the Liver, Bali
2005 : Peserta, Pembicara KONIKA ke XIII, Bandung
2006 : Pesrta, Pembicara, Peralmuni, Nasional, Surakarta
2006 : Peserta, Pembicara Pertemuan Ilmiah Nasional
BKGAI, , Surabaya
2007 : Peserta, PIT IKA ke III, IDAI, Jogyakarta
2008 : Peserta, ACPID Surabaya
2008 : Peserta, KONIKA XIV, Surabaya
2008 : Peserta, Pembicara. Peralmuni Nasional, , Surakarta
E. Keanggotaan profesi
34
F. Riwayat Pekerjaan
35
6. Pola pemberian ASI pada anak yang lahir di RS Swasta
Surakarta, 2004.
7. Water Sources as the Risk Factors of H pylori Infection in
Children aged 0-5 Yrs in Sub Urban Area of Surakarta. Folia
Medica Indonesiana, vol 41, 2005.
8. Reduksi test dan limfosit dalam darah sebagai alat tapis pada
penderita diare virus Rota, 2007 (penulis II)
9. Survei Seroepidemiologi Infeksi H pylori-Sari pad Siswa
Sekolah Dasar Negri Jebres Surakarta. Sari Pediatri vol 7, 2005.
10. Buku Ajar Diare, BPK 1998, Penulis. UNS Press
11. Infeksi Helicobacter pylori: 2007, Penulis-UNS Press
36
I. Penghargaan:
Satyalancana Karya Satya 20 tahun, 2001
Bhakti Sosial Terpadu Gempa di JaTeng dan DIJ, 2006
Bhakti Sosial Terpadu Pasca Banjir, 2008
Satyalancana Karya Satya 30 tahun, 2008
37