Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PENERAPAN FIKIH MUAMALAH DI PASAR MODAL SYARIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Dalam Mata Kuliah Pasar Modal
Syariah

Kelompok 5

Nur Sakinah 3718092

Overa Oktashia 3718093

Atika Suri 3718112

Dosen Pembimbing

Raymond Dantes, Lc., M,ag

PRODI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca, Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan
karena pengalaman yang penulis miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, penulis
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Payakumbuh, 15 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................2

C. Tujuan Masalah...........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Fikih Muamalah di Pasar Modal Syariah.......................3

B. Hal-Hal Yang Dilarang Di Pasar Modal Syariah........................4

C. Fatwa-Fatwa Terkait Dengan Pasar Modal Syariah....................9

D. Jenis-Jenis Akad Yang Digunakan Di Pasar Modal Syariah.......11

E. Multi Akad Muamalah Dalam Pasar Perdana.............................23

F. Multi Akad Muamalah dalam Pasar Sekunder............................23

G. Penerapan Prinsip Syariah Di Pasar Modal Syariah....................24

H. Kerangka Regulasi Pasar Modal Syariah.....................................25

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................27

B. Saran ...........................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasar modal merupakan tonggak penting dalam perekonomian dunia
saat ini. Banyak industry dan perusahaan yang mennunakan institusi ini
sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi
keuanganya . pasar modal memiliki peran yang sangat besar bagi
perekonomian suatu negara, karena pasar modal menjalankan dua fungsi
sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan
memiliki fungsi ekopnomi karena pasar modal menmyediakan fasilitas yang
mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebiohan dana
(investor) dan pihak yang mmerlukan dana.
Pasar modal dipandang sebagai salah satu sarana yang efektif untuk
mempercepat pembangunan ekonomi tersebut. Hal ini dimungkinkan karena
pasar modal merupakan wahana yang dapat menggalang dan mengarahkan
dana jangka panjang dari masyarakat untuk disalurkan ke sektor- sektor
produktif.
Namun sebelum melakukan transaksi atau investasi di pasar modal
seseorang harusnya dibekali terlebih dahulu dengan ilmu fikih berkenaan
dengan masalah muamalah di dalam pasdar modal.
Pada makalah ini penulis akan memaparkan bberapa hal mengenai konsef
fikih muamalah didalam pasar modal syariah.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep fikih muamalah di pasar modal syariah ?
2. Apa hal-hal yang dilarang di pasar modal syariah ?
3. Apa fatwa-fatwa yang terkait dengan pasar modal syariah?
4. Apa jenis-jenis akad yang digunakan di pasar modal syariah?
5. Apa multi akad muamalah dalam pasar perdana?
6. Apa multi akad dalam pasar sekunder?
7. Apa peneripan prinsip syariah di pasar modal syariaah?
8. Bagaimana kerangka regulasi pasar modal syariah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui konsep fikih muamalah di pasar modal syariah
2. Untuk mengetahui hal-hal yang dilarang di pasar modal syariah
3. Untuk mengetahui fatwa-fatwa yang terkait dengan pasar modal syariah
4. Untuk mengetahui jenis-jenis akad yang digunakan di pasar modal
syariah
5. Untuk mengetahui multi akad muamalah dalam pasar perdana
6. Untuk mengetahui multi akad dalam pasar sekunder
7. Untuk mengetahui peneripan prinsip syariah di pasar modal syariaah
8. Untuk mengetahui kerangka regulasi pasar modal syariah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Fikih Muamalah di Pasar Modal Syariah

Pasar modal syariah merupakan kegiatan pasar modal yang tidak


bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal. Pasar modal syariah
memiliki dua peran penting, yaitu sebagai sumber pendanaan bagi perusahaan
untuk pengembangan usahanya melalui efek syariah dan sebagai sarana
investasi efek syariah bagi investor. Pasar modal syariah bersifat universal,
dapat dimanfaatkan oleh siapapun tanpa melihat latarbelakang suku, agama
dan ras tertentu. Kegiatan pasar modal syariah halal karena pada dasarnya
kegiatan pasar modal yang merupakan kegiataan penyertaan modal dan atau
jual beli efek (saham dan sukuk) termasuk dalam kelomp k muamalah,
sehingga teransaksi dalam pasar modal diperbolehkan sepanjang tidak ada
larangan menurut syariah. Kegiatan muamalah yang dilarang adalah kegiatan
spekulasi dan manipulasi yang didalamnya mengandung unsur gharar, riba,
maisir, risywah, maksiat dan kedzaliman.

Konsep dasar pasar modal syariah dalam melakukan muamalah, manusia


diberi keleluasaan untuk melakukan kegiatan namun wajib memperhatikan
hal-hal yang dilarang. Kegiatan pasar modal termasuk dalam kelompok
muamalah, sehingga transaksi dipasar modal diperbolehkan sepanjang tidak
ada larangan menurut syariah.1

Menurut Wahbah Zuhaili (2002), hukim muamalah itu tewrdiri dari


hukum keluarga, hukum kebendaan, hukum acara, hukum perundang-

1
Dini Selasi, “ Ekonomi Islam halal dan haramnya berinvesztasi syariah”, jurnal Ekonomi
Syariah dan Bisnis, vol. 1. No. 2, November 2018, hal 88

3
undangan, hukum internasional, hukum ekonomi dan keuangan. Terdapat
empat prinsip dasar muamalah dalam Islam yang terangkum sebagai berikut:

1. Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah boleh (mubah), kecuali


yang ditentukan oleh Al-Quran dan Sunah Rosul. Bahwa hukum Islam
memberi kesempatan luas perkembangan bentuk dan macam muamalah
baru sesuai dengan perkembangan kebutuhan hidup masyarakat.
2. Muamalah dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur
paksaan. Hal ini agar kebebasan berkehendak puihak-pihak yang
bersangkutan selalu diperhatikan.
3. Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan kebaikan
(maslahah) dan menghindari keburukan (mudharat) dalam hidup
masyarakat.
4. Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari
unsur-unsur penganiayaan, unsur pengambil kesempatan dalam
kesempitan. Segala bentuk muamalah yang mengtandung unsur
penindasar tidak dibenarkan.2
B. Hal-hal yang dilarang di pasar Modal Syariah

Transaksi-transaksi dalam pasar modal syari’ah di Indonesia diatur oleh


fatwa DSN-MUI. Fatwa DSN-MUI secara umum merupakan regulasi yang di
dalamnya secara khusus diatur regulasi transaksi pada saham yang harus
dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan
spekulasi, manipulasi dan tindakan lain yang didalamnya mengandung unsur
dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat, kedzaliman dan tadlis. Adapun
tindakan-tindakan yang dilarang dalam pasar modal syari’ah ialah sebagai
berikut:

2
Direktorat Pasar Modal Syariah dan Tim, Modul Pasar Modal Syariah, ( Jakarta, 2019),
Hal 38

4
1. Tindakan yang mengandung unsur tadlis

a. Front Running

Yaitu tindakan anggota Bursa Efek (perusahaan pialang) yang


melakukan transaksi lebih dahulu atas suatu efek tertentu, atas dasar
adanya informasi bahwa nasabahnya akan melakukan transaksi
dalam volume besar atas efek tersebut yang diperkira-kan
mempengaruhi harga pasar, tujuannya untuk meraih keuntungan
atau mengurangi kerugian.

b. Misleading information (informasi menyesatkan)


Yaitu membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang
secara material tidak benar ataumenyesatkan sehingga
mempengaruhi harga efek di pasar.
2. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Taghrir antara lain:
a. Wash sale (perdagangan semu yang tidak mengubah kepemilikan)
yaitu transaksi yang terjadi antara pihak pembeli dan penjual yang
tidak menimbulkan per-ubahan kepemilikan dan/atau manfaatnya
(beneficiary of ownership) atas transaksi saham tersebut. Tujuannya
untuk membentuk harga naik, turunatau tetap dengan memberi
kesan seolah-olah harga terbentuk melalui transaksi yang berkesan
wajar. Selain itu juga untuk memberi kesan bahwa efektersebut
aktif diperdagang-kan.
b. Pre-arrange trade yaitu transaksi yang terjadi melalui pemasangan
order beli dan jual pada rentang waktu yang hampir bersamaan
yang terjadi karenaadanya perjanjian pembeli dan penjual
sebelumnya. Tujuannya untuk membentuk harga (naik, turun atau
tetap) atau kepentingan lainnya baik di dalammaupun di luar bursa.

5
3. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Najsy antara lain:
a. Pump and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu Efek diawali oleh
pergerakan harga uptrend, yang disebab-kan oleh serangkaian
transaksi inisiator beliyang mem-bentuk harga naik hingga
mencapai level harga ter-tinggi. Setelah harga mencapai level
tertinggi, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kenaikan harga
yang telah terjadi, melakukan serangkaian transaksi inisiator jual
dengan volume yang signifikan dan dapat mendorong penurunan
harga. Tujuannya adalah men-ciptakan kesempatan untuk menjual
dengan harga tinggi agar memperoleh keuntungan.
b. Hype and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu Efek yang diawali
oleh pergerakan harga uptrend yang disertai dengan adanya
informasi positif yang tidak benar, dilebih-lebihkan, misleading dan
juga disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator beli yang mem-
bentuk harga naik hingga mencapai level harga ter-tinggi. Setelah
harga mencapai level tertinggi, pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap kenaikan harga yang telah terjadi, melakukan serangkaian
transaksi inisiator jual dengan volumeyang signifikan dan dapat
mendorong penurunan harga. Pola transaksi tersebut mirip dengan
pola transaksi pump and dump, yang tujuannya menciptakan
kesempatan untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh
keuntungan.
c. Creating fake demand/supply (permintaan/penawaran palsu), yaitu
adanya 1 (satu) atau lebih pihak tertentu melakukan pemasangan
order beli/jual padalevel harga terbaik, tetapi jika order beli/jual
yang dipasang sudah mencapai best price maka order tersebut di-
delete atau di-amend (baik dalam jumlahnyadan/atau diturun-kan
level harganya) secara berulang kali. Tujuannya untuk memberi

6
kesan kepada pasar seolah-olah ter-dapat demand/suplpy yang
tinggi sehingga pasar ter-pengaruh untuk membeli/menjual.
4. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Ikhtikar antara lain:
a. Pooling interest, yaitu aktivitas transaksi atas suatu Efek yang
terkesan likuid, baik disertai dengan pergerakan harga maupun
tidak, pada suatu periode tertentu dan hanya diramaikan
sekelompok Anggota Bursa Efek tertentu (dalam pembelian
maupun penjualan). Selain itu volume transaksi setiap harinyadalam
periode ter-sebut selalu dalam jumlah yang hampir sama dan/atau
dalam kurun periode tertentu aktivitas transaksinya tiba-tiba
melonjak secaradrastis. Tujuannya mencipta-kan kesempatan untuk
dapat menjual atau mengum-pulkan saham atau menjadikan
aktivitas saham tertentu dapat dijadikanbenchmark.
b. Cornering, yaitu pola transaksi ini terjadi pada saham dengan
kepemilikan publik yang sangat terbatas. Ter-dapat upaya dari
pemegang saham mayoritasuntuk menciptakan supply semu yang
menyebabkan harga menurun pada pagi hari dan menyebabkan
investor publik melakukan short selling. Kemudianada upaya
pembelian yang dilakukan pemegang saham mayoritas hingga
menyebabkan harga meningkat pada sesi sore hari yang
menyebabkan pelaku short sell mengalami gagal serah atau
mengalami kerugian karena harus melakukan pembelian di harga
yang lebih mahal.
5. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Ghisysy antara lain:
a. Marking at the close (pembentukan harga penutupan), yaitu
penempatan order jual atau beli yang dilakukan di akhir hari
perdagangan yang bertujuanmenciptakan harga penutupan sesuai
dengan yang diinginkan, baik menyebabkan harga ditutup

7
meningkat, menurun ataupun tetap dibandingkan harga penutupan
sebelum-nya.
b. Alternate trade, yaitu transaksi dari sekelompok Anggota Bursa
tertentu dengan peran sebagai pembeli dan penjual secara
bergantian serta dilakukan dengan volume yang berkesan wajar.
Adapun harga yang di-akibatkannya dapat tetap, naik atau turun.
Tujuannya untuk memberi kesan bahwa suatu efekaktif diper-
dagangkan.
6. Tindakan yang termasuk dalam kategori Ghabn Fahisy, antara lain
a. Insider Trading (Perdagangan Orang Dalam), yaitu kegiatan ilegal
di lingkungan pasarfinansial untuk mencari keuntungan yang biasanya
dilakukan dengan cara memanfaatkan informasi internal, misalnya
rencana-ren-cana atau keputusan-keputusan perusahaan yang belum
dipublikasikan.
1. Tindakan yang termasuk dalam kategori Bai’ al-ma’dum, antara lain:
Short Selling (bai’ al-maksyuf/jual kosong), yaitu suatu cara yang
digunakan dalampenjualan saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi
dengan harapan akan membeli kembali pada saat harga turun.
2. Tindakan yang termasuk dalam kategori riba, antara lain: Margin Trading
(Transaksi dengan Pembiayaan), yaitu me-lakukan transaksi atas Efek
dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga (riba) atas kewajiban
penyelesaian pembelian Efek.3

3
Raymond Dantes, Wawasan Pasar Modal Syariah, (Jawa Timur: wade Group, 2019), hal
98-102

8
C. Fatwa-Fatwa Yang Terkait Dengan Pasar Modal Syariah

Fatwa-fatwa DSN-MUI terkait Fatwa pasar modal syariah secara langsung


yang telah diterbitkan, antara lain sebagai berikut: 4

No FATWA DSN-MUI Tentang


1 20/DSN-MUI/IV/2001 Pedoman Pelaksanaan
Investasi untuk Reksa
Dana Syariah
2 32/DSN-MUI/IX/2002 Obligasi Syariah
3 33/DSN-MUI/IX/2002 Obligasi Syariah
Mudharabah
4 40/DSN-MUI/X/2002 Pasar Modal dan
Pedoman Umum
Penerapan Prinsip
Syariah di Bidang Pasar
Modal
5 41/DSN-MUI/III/2004 Obligasi Syariah Ijarah
6 59/DSN-MUI/V/2007 Obligasi Syariah
Mudharabah Konversi
7 65/DSN-MUI/III/2008 Hak Memesan Efek
Terlebih Dahulu
(HMETD) Syariah
8 66/DSN-MUI/III/2008 Waran Syariah
9 69/DSN-MUI/VI/2008 Surat Berharga Syariah
Negara
10 70/DSN-MUI/VI/2008 Metode Penerbitan
Surat Berharga Syariah
4
OJK, “ Fatwa DSN MUI”, (https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/regulasi/fatwa-dsn-
mui.default.aspx) , diakses pada 16 Maret 6:25

9
Negara
11 71/DSN-MUI/VI/2008 Sale and Lease Back
12 72/DSN-MUI/VI/2008 Surat Berharga Syariah
Negara Ijarah Sale and
Lease Back
13 76/DSN-MUI/VI/2010 Surat Berharga Syariah
Negara Ijarah Asset to
be Leased
14 80/DSN-MUI/III/2011 Penerapan Prinsip
Syariah dalam
Mekanisme
Perdagangan Efek
Bersifat Ekuitas di
Pasar Reguler Bursa
Efek
15 95/DSN-MUI/VII/2014 Surat Berharga Syariah
Negara Wakalah
16 120/DSN-MUI/II/2018 Sekuritisasi Berbentuk
Efek Beragun Aset
Berdasarkan Prinsip
Syariah
17 121/DSN-MU/II/2018 Efek Beragun Aset
Berbentuk Surat
Partisipasi (EBA-SP)
Berdasarkan Prinsip
Syariah
18 124/DSN-MUI/XI/2018 Penerapan Prinsip
Syariah dalam

10
Pelaksanaan Layanan
Jasa Penyimpanan dan
Penyelesaian Transaksi
Efek Serta Pengelolaan
Infrastruktur Investasi
Terpadu
19 125/DSN-MUI/XI/2018 Kontrak Investasi
Kolektif – Efek
Beragun Aset (KIK
EBA) Berdasarkan
Prinsip Syariah
D. Jenis-Jenis Akad Yang Digunakan Di Pasar Modal Syariah
1. Akad Ijarah

Ijarah adalah perjanjian (akad) antara pihak pemberi sewa/pemberi


jasa (mu’jir) dan pihak penyewa/pengguna jasa (musta’jir) untuk
memindahkan hak guna (manfaat) atas suatu objek Ijarah yang dapat
berupa manfaat barang dan/atau jasa dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa dan/atau upah (ujrah) tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan objek Ijarah itu sendiri.

a. Persyaratan Pihak-Pihak Dalam Ijarah

Pihak pemberi sewa/pemberi jasa (mu’jir) dan pihak


penyewa/pengguna jasa (musta’jir) wajib memiliki kecakapan dan
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum menurut ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan.

b. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Ijarah

11
1. Hak dan kewajiban pihak pemberi sewa/pemberi jasa (mu‟jir)
adalah: berhak menerima pembayaran harga sewa atau upah
(ujrah) sesuai yang disepakati dalam Ijarah.

2. Wajib menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang


diberikan sesuai yang disepakati dalam Ijarah.

3. Wajib menanggung biaya pemeliharaan barang yang disewakan

4. Wajib bertanggung jawab atas kerusakan barang yang disewakan


yang bukan disebabkan oleh pelanggaran dari penggunaan sesuai
yang disepakati dalam Ijarah atau bukan karena kelalaian pihak
penyewa.

5. Wajib menjamin bahwa barang yang disewakan atau jasa yang


diberikan dapat digunakan sesuai dengan maksud dan tujuan yang
disepakati dalam Ijarah.

6. Wajib menyatakan secara tertulis bahwa pihak pemberi


sewa/pemberi jasa (mu‟jir) menyerahkan hak penggunaan atau
pemanfaatan atas suatu barang dan atau memberikan jasa yang
dimilikinya kepada pihak penyewa ataupengguna jasa (musta‟jir)
(pernyataan ijab)

c. Hak dan Kewajiban Pihak Penyewa/Pengguna Jasa (Musta’jir)


adalah:
1. Wajib membayar harga sewa atau upah (ujrah) sesuai yang
disepakati dalam Ijarah.
2. Berhak menerima dan memanfaatkan barang dan/atau jasa sesuai
yang disepakati dalam Ijarah.
3. Wajib menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya
ringan (tidak material) sesuai yang disepakati dalam Ijarah.

12
4. Wajib bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta
menggunakannya sesuai yang disepakati dalam Ijarah
5. Wajib bertanggung jawab atas kerusakan barang yang disewakan
yang disebabkan oleh pelanggaran dari penggunaan sesuai yang
disepakati dalam Ijarah atau karena kelalaian pihak penyewa.
6. Wajib menyatakan secara tertulis bahwa pihak penyewa atau
pengguna jasa menerima hak penggunaan atau pemanfaatan atas
suatu barang dan/atau jasa dari pihak pemberi sewa/pemberi jasa
(mu‟jir) (pernyataan qabul).
d. Persyaratan Objek Ijarah
1. Manfaat barang atau jasa tidak bertentangan dengan Prinsip-
prinsip Syariah di Pasar Modal dan peraturan perundang-
undangan.
2. Manfaat barang atau jasa harus dapat dinilai dengan uang.
3. Manfaat atas barang atau jasa dapat diserahkan atau diberikan
kepada pihak penyewa atau pengguna jasa.
4. Manfaat barang atau jasa harus ditentukan dengan jelas
5. Spesifikasi barang atau jasa harus dinyatakan dengan jelas, antara
lain melalui identifikasi fisik, kelaikan, spesifikasi pelayanan, dan
jangka waktu pemanfaatan.

e. Persyaratan Penetapan Harga Sewa atau Upah (Ujrah)


1. Besarnya harga sewa atau upah (ujrah) serta waktu dan cara
pembayarannya ditetapkan secara tertulis dalam Ijarah.
2. Alat pembayaran harga sewa atau upah (ujrah) adalah dalam
bentuk uang.
f. Ketentuan Lain Yang Dapat Diatur Dalam Ijarah

13
1. Harga sewa atau upah (ujrah) untuk periode waktu tertentu dan
peninjauan kembali harga sewa atau upah (ujrah) tersebut yang
berlaku untuk periode berikutnya.
2. Adanya uang muka Ijarah
3. Penggantian barang yang mendasari Ijarah
4. Penunjukan pihak lain untuk menyelesaikan perselisihan antar para
pihak dalam Ijarah.
2. Akad Istishna
Istishna adalah perjanjian (akad) antara pihak pemesan/pembeli
(mustashni’) dan pihak pembuat/penjual (shani’) untuk membuat objek
Istishna yang dibeli oleh pihak pemesan/pembeli (mustashni’) dengan
kriteria, persyaratan, dan spesifikasi yang telah disepakati kedua belah
pihak. Kafalah adalah perjanjian (akad) antara pihak penjamin
(kafiil/guarantor) dan pihak yang dijamin (makfuul ‘anhu/ashiil/orang
yang berutang) untuk menjamin kewajiban pihak yang dijamin kepada
pihak lain (makfuullahu/orang yang berpiutang).

a. Persyaratan Pihak-Pihak Dalam Istishna

Pihak pemesan/pembeli (mustashni’) dan pihak pembuat/penjual


(shani’) wajib memiliki kecakapan dan kewenangan untuk
melakukan perbuatan hokum menurut ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan.

b. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Istishna


1. Hak dan kewajiban pihak pembuat/penjual (shani’) adalah berhak
memperoleh pembayaran dengan jumlah, cara, dan waktu yang
telah disepakati dalam Istishna
2. Wajib mengetahui spesifikasi objek Istishna secara jelas.

14
3. Wajib menyediakan objek Istishna sesuai dengan spesifikasi yang
telah disepakati dalam Istishna
4. Wajib menjamin objek Istishna berfungsi dengan baik dan/atau
tidak cacat.
5. Wajib menyerahkan objek Istishna sesuai dengan waktu yang telah
disepakati dalam Istishna.
c. Hak dan Kewajiban Pihak Pemesan/ Pembeli (Mustashni’) adalah:
1. Wajib melakukan pembayaran (pokok dan/atau biaya lain) atas
objek Istishna sesuai yang telah disepakati dalam Istishna.
2. Wajib mengetahui dan menerangkan spesifikasi objek Istishna
secara jelas.
3. Berhak menerima objek Istishna sesuai dengan spesifikasi yang
telah disepakati dalam Istishna.
4. Berhak menerima objek Istishna sesuai dengan waktu dan tempat
yang telah disepakati dalam Istishna.
5.Memiliki hak memilih (khiyar) untuk melanjutkan atau
membatalkan Istishna apabila terdapat cacat atau barang yang
tidak sesuai dengan spesifikasi yang diperjanjikan.
3. Akad Kafalah
a. Persyaratan Pihak-Pihak Dalam Kafalah
Pihak penjamin (kafiil/ guarantor) dan pihak yang dijamin
(makfuul‘anhu/ ashiil/ orang yang berutang) wajib memiliki
kecakapan dan kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
menurut ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
b. Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Kafalah
1. Wajib memiliki harta yang cukup untuk menjamin kewajiban
pihak yang dijamin kepada pihak yang dijaminkan (makfuul
lahu/orang yang berpiutang)

15
2. Wajib memiliki kewenangan penuh untuk menggunakan hartanya
sebagai jaminan atas pemenuhan kewajiban pihak yang dijamin
kepada pihak yang dijaminkan (makfuul lahu/orang yang
berpiutang).
3. Wajib menyatakan secara tertulis bahwa pihak penjamin (kafiil/
guarantor) menjamin kewajiban pihak yang dijamin kepada pihak
yang dijaminkan (makfuul lahu/orang yang berpiutang)
(pernyataan ijab).
c. Kewajiban Pihak Yang Dijamin (Makfuul ‘anhu/shiil/ orang yang
berutang) adalah sebagai berikut:
1. Wajib menyerahkan kewajiban (utang) pihak yang dijamin
(makfuul‘anhu/ ashiil/ orang yang berutang) kepada pihak
penjamin (kafiil/guarantor).
2. Wajib menyatakan secara tertulis bahwa pihak yang dijamin
(makfuul‘anhu/ ashiil/ orang yang berutang) menerima jaminan
dari pihak penjamin (kafiil/guarantor) (pernyataan qabul).
d. Bentuk Penjaminan Dalam Kafalah
Penjaminan dalam Kafalah dapat berupa jaminan kebendaan
atau jaminan umum, seperti jaminan perusahaan (corporate
guarantee) dan jaminan pribadi (personal guarantee).
e. Persyaratan Objek Kafalah
Objek Kafalah adalah kewajiban (utang) pihak yang dijamin
kepada pihak yang dijaminkan (makfuul lahu/orang yang berpiutang)
yang memenuhi ketentuan yang sudah ditetapkan.

4. Akad Mudharabah (Qiradh)


Mudharabah (qiradh) adalah perjanjian (akad) kerjasama antara
pihak pemilik modal (shahib al-mal) dan pihak pengelola usaha
(mudharib) dengan cara pemilik modal (shahib al-mal) menyerahkan

16
modal dan pengelola usaha (mudharib) mengelola modal tersebut dalam
suatu usaha.
a. Persyaratan Pihak-Pihak Dalam Mudharabah
Pihak pemilik modal (shahib al-mal) dan pihak pengelola
usaha (mudharib) wajib memiliki kecakapan dan kewenangan untuk
melakukan perbuatan hokum menurut ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan.
b. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Mudharabah
1. Wajib menyediakan dan menyerahkan seluruh modal yang
disepakati.

2. Berhak mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan


oleh pihak pengelola usaha (mudharib).

3. Berhak menerima bagian keuntungan tertentu yang disepakati


dalam mudharabah.

4. Wajib menanggung seluruh kerugian usaha yang tidak disebabkan


oleh kelalaian, kesengajaan, dan/atau pelanggaran pengelola usaha
atas mudharabah.

5. Berhak meminta jaminan dari pihak pengelola usaha (mudharib)


atau pihak ketiga yang dapat digunakan apabila pihak pengelola
usaha (mudharib) melakukan pelanggaran atas mudharabah.
Jaminan tersebut dapat berupa jaminan kebendaan dan/atau
jaminan umum, seperti jaminan perusahaan (corporate guarantee)
dan jaminan pribadi (personal guarantee).

6. Wajib menyatakan secara tertulis bahwa pihak pemilik modal


(shahib al-mal) menyerahkan modal kepada pihak pengelola

17
usaha (mudharib) untuk dikelola dalam suatu usaha sesuai dengan
kesepakatan (pernyataan ijab)

c. Hak dan Kewajiban Pihak Pengelola Usaha (Mudharib) adalah:

1. Wajib mengelola modal yang telah diterima dari pihak pemilik


modal (shahib al-mal) dalam suatu kegiatan usaha sesuai
kesepakatan.
2. Berhak mengelola kegiatan usaha untuk tercapainya tujuan
mudharabah tanpa campur tangan pihak penyedia modal.
3. Berhak menerima bagian keuntungan tertentu sesuai yang
disepakati dalam mudharabah.
4. Wajib menanggung seluruh kerugian usaha yang disebabkan oleh
kelalaian, kesengajaan, dan/atau pelanggaran pihak pengelola
usaha (mudharib).
5. Wajib menyatakan secara tertulis bahwa pihak pengelola usaha
(mudharib) menerima modal dari pihak pemilik modal (shahib al-
mal) dan berjanji untuk mengelola modal tersebut dalam suatu
usaha sesuai dengan kesepakatan (pernyataan qabul).
d. Persyaratan modal yang dikelola dalam Mudharabah
1. Berupa sejumlah uang dan/atau aset lainnya baik berwujud maupun
tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uangJika modal yang
diberikan dalam bentuk aset selain uang, maka asset tersebut tidak
sedang dijaminkan atau tidak dalam status sengketa.
2. Jika modal yang diberikan dalam bentuk aset selain uang, maka
asset tersebut harus dinilai oleh penilai, namun penentuan nilai aset
selain uang tetap berdasarkan kesepakatan para pihak pada waktu
mudharabah.
3. Tidak berupa piutang atau tagihan di antara pihak-pihak dan/atau
kepada pihak lain.

18
4. Dapat diserahkan kepada pihak pengelola usaha (mudharib) baik
seluruh atau sebagian pada waktu dan tempat yang telah disepakati.
e. Persyaratan Kegiatan Usaha Dalam Mudharabah
1. Tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal
atau peraturan perundang-undangan.
2. Tidak dikaitkan (mu‟allaq) dengan sebuah kejadian di masa yang
akan datang yang belum tentu terjadi.
f. Pembagian Keuntungan Dalam Mudharabah
1. Keuntungan Mudharabah merupakan selisih lebih dari kekayaan
Mudharabah dikurangi dengan modal Mudharabah dan kewajiban
kepada pihak lain yang terkait dengan kegiatan Mudharabah.
2. Keuntungan Mudharabah dibagikan kepada pihak pemilik modal
(shahib al-mal) dan pihak pengelola usaha (mudharib) dengan
besarnya bagian sesuai rasio/nisbah yang disepakati.
3. Besarnya bagian keuntungan masing-masing pihak wajib dituangkan
secara tertulis dalam bentuk rasio/nisbah.
5. Akad Musyarakah
Musyarakah adalah perjanjian (akad) kerjasama antara dua pihak
atau lebih (syarik) dengan cara menyertakan modal baik dalam bentuk
uang maupun bentuk aset lainnya untuk melakukan suatu usaha.

a. Persyaratan Pihak-Pihak Dalam Musyarakah

Pihak-pihak dalam Musyarakah wajib memiliki kecakapan dan


kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum menurut ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan.

b. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Musyarakah

19
1. Wajib menyediakan modal sesuai dengan tujuan Musyarakah, baik
dalam porsi yang sama atau tidak sama dengan pihak lainnya.
2. Wajib menyediakan tenaga dalam bentuk partisipasi dalam
kegiatan usaha Musyarakah. Dalam hal satu atau lebih pihak tidak
dapat berpartisipasi dalam kegiatan usaha Musyarakah, maka hal
ini wajib disepakati dalam musyarakah.
3. Berhak menerima bagian keuntungan tertentu sesuai dengan rasio/
nisbah yang disepakati dalam musyarakah atau proporsional.
4. Wajib menanggung kerugian secara proporsional berdasarkan
kontribusi modal masing-masing pihak.
5. Berhak mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah
tertentu, maka kelebihan dimaksud dapat diberikan kepada satu
atau lebih pihak.
6. Berhak meminta jaminan kepada pihak lain dalam musyarakah
untuk menghindari terjadinya penyimpangan.

c. Persyaratan Modal Dalam Musyarakah


1. Berupa sejumlah uang dan/atau aset lainnya baik berwujud maupun
tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang.
2. Jika modal yang diberikan dalam bentuk aset selain uang, maka
asset tersebut harus dinilai oleh Penilai, namun penentuan nilai aset
selain uang tetap berdasarkan kesepakatan para pihak pada waktu
Musyarakah.
3. Jika modal yang diberikan dalam bentuk aset selain uang, maka
asset tersebut tidak sedang dijaminkan atau tidak dalam status
sengketa.
4. Tidak berupa piutang atau tagihan di antara pihak-pihak dan/atau
kepada pihak lain.

20
d. Persyaratan Kegiatan Usaha dan Cara Pengelolaan Dalam
Musyarakah
1. Kegiatan usaha yang dapat dijalankan dalam musyarakah tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal atau
peraturan perundang-undangan.
2. Kewajiban pengelolaan aset sesuai dengan musyarakah.
3. Pihak yang mengelola musyarakah dilarang mengelola modal di
luar yang telah disepakati dalam musyarakah, kecuali atas dasar
kesepakatan.
e. Pembagian Keuntungan dan Kerugian
1. Keuntungan musyarakah merupakan selisih lebih dari kekayaan
musyarakah setelah dikurangi dengan modal
2. Musyarakah dan kewajiban kepada pihak lain yang terkait dengan
kegiatan Musyarakah.
3. Untuk kepentingan pembagian keuntungan secara periodik, maka
keuntungan Musyarakah dihitung berdasarkan selisih lebih dari
kekayaan Musyarakah akhir periode setelah dikurangi dengan
modal Musyarakah awal periode dan kewajiban akhir periode
kepada pihak lain yang terkait dengan kegiatan musyarakah.
3. Seluruh keuntungan musyarakah harus dibagikan kepada para pihak
secara proporsional berdasarkan kontribusi modal atau sesuai
nisbah yang disepakati, dan tidak diperkenankan menentukan
jumlah nominal keuntungan atau persentase tertentu dari modal
bagi satu atau lebih pihak pada awal kesepakatan.
4. Dalam hal terdapat satu atau lebih pihak yang memberikan
kontribusi lebih dalam pengelolaan, maka pihak tersebut dapat
menerima bagi hasil tambahan sesuai dengan kesepakatan.
5. Besarnya bagian keuntungan masing-masing pihak wajib
dituangkan secara tertulis dalam bentuk rasio/nisbah.

21
6. Kerugian musyarakah harus dibagi di antara para pihak secara
proporsional berdasarkan kontribusi modal.
6. Akad Wakalah
Wakalah adalah perjanjian (akad) antara pihak pemberi kuasa
(muwakkil) dan pihak penerima kuasa (wakil) dengan cara pihak
pemberi kuasa (muwakkil) memberikan kuasa kepada pihak penerima
kuasa (wakil) untuk melakukan tindakan atau perbuatan tertentu.
a. Persyaratan Pihak-Pihak Dalam Wakalah
Pihak pemberi kuasa (muwakkil) dan pihak penerima kuasa
(wakil) wajib memiliki kecakapan dan kewenangan untuk melakukan
perbuatan hokum menurut ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan.
b. Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Wakalah
1. Wajib memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap hal-hal yang dapat dikuasakan.
2. Wajib menyatakan secara tertulis bahwa pihak pemberi kuasa
(muwakkil) memberikan kuasa kepada pihak penerima kuasa
(wakil) untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum tertentu
(pernyataan ijab).
c. Kewajiban Pihak Penerima Kuasa (Wakil) adalah sebagai berikut:
1. Wajib memiliki kemampuan untuk melaksanakan perbuatan hukum
yang dikuasakan kepadanya.
2. Melaksanakan perbuatan hukum yang dikuasakan kepadanya serta
dilarang memberi kuasa kepada pihak lain kecuali atas persetujuan
pihak pemberi kuasa (muwakkil).
3. Wajib menyatakan secara tertulis bahwa pihak penerima kuasa
(wakil) menerima kuasa dari pihak pemberi kuasa (muwakkil) untuk
melakukan tindakan atau perbuatan hukum tertentu (pernyataan
qabul).

22
d. Persyaratan Objek Wakalah
1. Diketahui dengan jelas jenis perbuatan hukum yang dikuasakan
serta cara melaksanakan perbuatan hukum yang dikuasakan
tersebut.
2. Tidak bertentangan dengan syariah Islam.
3. Dapat dikuasakan menurut syariah Islam. 5
E. Multi Akad Muamalah Dalam Pasar Perdana
1. Emiten (perusahaan penerbit efek) mendaftarkan ke OJK untuk
mendapatkan izin operasional perdagangan efek.
2. Emiten mewakilkan kepada agen-agen penjualan untuk
memperdagangkan efek ke para investor dengan menggunakan akad
wakalah bil ujrah.
3. Agen-agen penjualan menjual efek dari emiten ke para Investor
perorangan atau lembaga dengan menggunakan akad jual beli ( al-
bay’).Hubungan emiten dengan para investor terjadi akad musyarakah.
4. Bagi hasil antara emiten (perusahaan) dengan Investor (pemegang
saham) sesuai dengan besar kecil saham dan kinerja.6
F. Multi Akad Dalam Pasar Sekunder
1. Emiten (penerbit efek) mendaftarkan atau mencatatkan efek ke PT
Bursa Efek Indonesia.
2. Emiten mewakilkan kepada Perusahaan efek untuk memperdagangkan
efek di pasar modal dengan menggunakan akad wakalah bil ujrah.
3. Terjadi akad jual beli saham, surat berharga (sukuk) antara investor
dengan broker atau pialang.

5
Abdul Wadud Nafis, Akad-Akad di Dalam Pasar Modal Syariah, Jurnal Iqtishoduna, Vol. 5
No. 1 April 2015, hal 69-83
OJK, “ Fatwa DSN MUI”, (https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/regulasi/fatwa-dsn-
mui.default.aspx) 83
6
Direktorat Pasar Modal Syariah dan Tim, Op,Cit, hal 50.

23
4. Investor mewakilkan kepada manajer investasi dengan menyerahkan
modal kepada manajer investasi dalam bentuk portofolio dengan
menggunakan akad wakalah yang selanjutnya oleh manajer investasi
dikelola untuk melakukan transaksi di pasar modal untuk membeli efek
baik berbentuk sukuk, deposito syariah, dan sebagainya.
5. Hubungan investor dengan emiten dapat terjadi akad musyarakah
(pembelian saham), mudharabah (deposito, obligasi dan lain-lain).
6. Bagi hasil antara emiten dengan para investor sesuai nisbah atau jumlah
modal atau kinerja sesuai dengan kontrak awal. 7
G. Penerapan Prinsip Syariah Di Pasar Modal Syariah\
Kegiatan pembiayaan dan investasi keuangan menurut syariah pada
prinsipnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemilik harta (investor)
terhadap pemilik usaha (emiten) untuk memberdayakan pemilik usaha dalam
melakukan kegiatan usahanya yang pemilik harta (investor) berharap untuk
mem-peroleh manfaat tertentu. Secara umum prinsip tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Pembiayaan dan investasi hanya dapat dilakukan pada aset atau kegiatan
usaha yang halal, yang kegiatan usaha tersebut adalah spesifik dan
bermanfaat sehingga dapat melakukan bagi hasil.

2. Uang adalah alat bantu pertukaran nilai dan pemilik harta akan menerima
bagi hasil dari manfaat yang timbul dari kegiatan usaha maka pembiayaaan
dan investasi meng gunakan mata uang yang sama serta pembukuan
kegiatan usaha.

3. Aqad yang terjadi antara pemilik harta (investor) dengan pemilik usaha
(emiten) dan tindakan maupun informasi yang diberikan pemilik usaha

7
Direktorat Pasar Modal Syariah dan Tim,Op,Cit, hal 51.

24
yang tidak boleh menim-bulkan keraguan yang dapat menyebabkan
kerugian.

4. Pemilik harta (investor) dan pemilik usaha (emiten) tidak boleh mengambil
risiko yang melebihi kemampuan karena dapat menyebabkan kerugian,
namun sebenarnya berupa kerugian yang dapat dihindari.

5. Pemilik harta (investor), pemilik usaha (emiten) maupun bursa dan self
regulating organization lainnya tidak diper-bolehkan melakukan hal yang
dapat mengakibatkan gangguan yang disengaja atas mekanisme pasar, baik
dari segi penawaran(supply) maupun dari segi permintaan (demand).8

H. Kerangka Regulasi Pasar Modal Syariah


Regulasi yang berhubungan dengan pasar modal syariah Indonesia
dikeluarkan oleh OJK dalam bentuk peraturan dan pemerintah langsung dalam
bentuk undang-undang dan peraturan pendukungnya. Khusus regulasi OJK,
saat ini terdapat 10 peraturan tentang pasar modal syariah sebagai berikut:9

Peraturan Halui
POJK Nomor 15/POJK.04/2015 POJK tentang penerapan prinsip
syariaah di pasar modal.
POJK Nomor 16/POJK.04/2015 POJK tentang ahli syariah pasar modal.
POJK Nomor 17/POJK.04/2015 POJK tentang penerbitan dan
persyaratan efek syariah berupa saham
oleh emiten syariah atau perusahaan
public syariah
POJK Nomor 18/POJK.04/2015 POJK tentang penerbitan dan
persyaratan sukuk
POJK Nomor 33/POJK.04/2019 POJK tentang penerbitan dan
8
Raymond Dantes, Op,Cit, hal 94-95.
9
IDX, “Fatwa dan Regulasi”, ( https://www.idx.co.id/idx-syariah/fatwa-regulasi/_), diakses
pada 15 Maret 2021, pukul 2:16 wib

25
persyaratan dana syariah
POJK Nomor 20/POJK.04/2015 POJK tentang penerbitan dan
persyaratan efek beragun asset syariah
POJK Nomor 30/POJK.04/2016 POJK tentang dana investasi real estate
syariah berbentuk kontrak investasi
kolektif.
POJK Nomor 53/POJK.04/2015 POJK tentang akad yang digunakan
dalam penerbitan efek syariah di pasar
modal.
POJK Nomor 61/POJK.04/2016 POJK tentang penerepan prinsip syariah
di pasar modal pada manajer investasi
POJK Nomor 35/POJK.04/2017 POJK tentang kriteria dan penerbitan
daftar efek syariah.
POJK Nomor 3/POJK.04/2018 Perubahan atas POJK Nomor
18/POJK.04/2015 tentang penerbitan
dan persuaratan sukuk.
SEOJK Nomor 6/SEOJK.04/2018 Penyelenggaraan program pendidikan
berkelanjutan (PPL) bagi pemegang
izin ahli syariah pasar modal.

26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep dasar pasar modal syariah dalam melakukan muamalah, manusia
diberi keleluasaan untuk melakukan kegiatan namun wajib memperhatikan hal-hal
yang dilarang. Kegiatan pasar modal termasuk dalam kelompok muamalah,
sehingga transaksi dipasar modal diperbolehkan sepanjang tidak ada larangan
menurut syariah. Transaksi-transaksi dalam pasar modal syari’ah di Indonesia
diatur oleh fatwa DSN-MUI. Fatwa DSN-MUI secara umum merupakan regulasi
yang di dalamnya secara khusus diatur regulasi transaksi pada saham yang harus
dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan
spekulasi, manipulasi dan tindakan lain yang didalamnya mengandung unsur
dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat, kedzaliman dan tadlis.
B. Saran
Penulis telah membahas tentang “Penerapan Fikih Muamalah Di Pasar Modal
Syariah”, namun kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan sekiranya pembaca
memberikan saran dan kritik mengenai kesalahan-kesalahan yang ada demi
kesempurnaan makalah ini kedepannya

27
DAFTAR PUSTAKA

Dantes, Raymond. 2019. Wawasan Pasar Modal Syariah. Jawa Timur: wade Group

Direktorat Pasar Modal Syariah dan Tim. 2019. Modul Pasar Modal Syariah.Jakarta
https://www.idx.co.id/idx-syariah/fatwa-regulasi/_

https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/regulasi/fatwa-dsn-mui.default.aspx)

Nafis, Abdul Wadud. 2015. Akad-Akad di Dalam Pasar Modal Syariah. Jurnal Iqtishoduna,
Vol. 5, No. 1

Selasi, Dini. 2018. Ekonomi Islam Halal Dan Haramnya Berinvestasi Syaria, jurnal
Ekonomi Syariah dan Bisnis. Vol. 1, No. 2

28

Anda mungkin juga menyukai