Anda di halaman 1dari 18

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tata Letak Pabrik


Tata letak pabrik adalah masalah yang kerap kali kita jumpai dalam teknik
industri. Dalam suatu pabrik, tata letak dari fasilitas produksi dan area kerja merupakan
elemen dasar yang sangat penting dari kelancaran proses produksi. Masalah yang paling
utama adalah apakah pengaturan dari semua fasilitas produksi tersebut telah dibuat
sebaik-baiknya sehingga bisa mencapai suatu proses produksi yang paling efisien dan
bisa mendukung kelangsungan serta kelancaran proses produksi secara optimal (Setiawan
dkk, 2019).
Tata letak pabrik yang terencana dengan baik akan ikut menentukan
efisiensi dan efektivitas kegiatan produksi dan dalam beberapa hal akan juga
menjaga kelangsungan hidup atau keberhasilan suatu perusahaan. Peralatan
produksi yang canggih dan mahal harganya akan tidak berarti apa-apa akibat
perencanaan tata letak yang sembarangan saja (Setiawan dkk, 2019).

2.2 Peta Kerja


Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara
sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Lewat peta-peta ini kita bisa
melihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari
mulai masuk ke pabrik (berbentuk bahan baku); kemudian menggambarkan
semua langkah yang dialaminya, seperti: tranportasi, operasi mesin, pemeriksaan
dan perakitan sampai akhirnya menjadi produk jadi, baik produk lengkap atau
merupakan bagian dari suatu produk lengkap (Amin Mustaghfirin, 2014).

2.2.1 Macam Macam Peta Kerja


Pada dasarnya peta-peta kerja yang ada sekarang bisa dibagi dalam dua
kelompok besar berdasarkan kegiatannya, yaitu (Amin Mustaghfirin, 2014):
1. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja keseluruhan
2. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja setempat.
Dalam hal ini tentunya kita harus bisa membedakan antara kegiatan kerja
keseluruhan dan kegiatan kerja setempat. Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja
keseluruhan apabila kegiatan tersebut melibatkan sebagian besar atau semua
fasilitas yang diperlukan untuk membuat produk yang bersangkutan. Sedangkan
suatu kegiatan disebut kegiatan kerja setempat, apabila kegiatan tersebut terjadi
dalam jumlah terbatas. Hubungan antara kedua macam kegiatan di atas akan
terlihat bila untuk menyelesaikan suatu produk diperlukan beberapa stasiun kerja,
dimana satu sama lainnya saling berhubungan, misalnya suatu perusahaan
perakitan yang mempunyai bermacam-macam mesin produksi atau stasiun kerja.
Dalam hal ini kelancaran proses produksi secara keseluruhan akan sangat
tergantung pada kelancaran setiap stasiun kerja. Suatu hal yang bijaksana apabila
dalam prakteknya nanti, si pelaksana pertama-tama berusaha untuk memperbaiki
atau menyempurnakan setiap stasiun kerja yang ada sedemikian rupa sehingga
didapatkan suatu urutan kerja yang paling baik untuk saat itu, kemudian langkah
berikutnya barulah menyempurnakan proses secara keseluruhan (Amin
Mustaghfirin, 2014).
Secara garis besarnya, penggambaran kedua kegiatan tersebut dalam
bentuk peta-peta kerja untuk memperbaiki kegiatan produksi, biasanya dimulai
dengan membuat peta-peta kerja yang menggambarkan kegiatan secara
keseluruhan berdasarkan apa yang telah ada atau cara sekarang. Setiap kegiatan
yang berlangsung, yang terjadi di stasiun-stasiun kerja yang telah digambarkan
pada peta kegiatan keseluruhan diamati seterperinci mungkin. Penganalisaan ini
dilakukan dengan terlebih dahulu menggambarkan peta-peta kerja setempat yang
bersangkutan, dengan membuat peta-peta kerja setempat yang menunjukkan
keadaan sekarang. Keadaan sekarang inilah yang dipelajari untuk diusahakan
perbaikan-perbaikannya (Amin Mustaghfirin, 2014).
2.2.2 Lambang lambang yang digunakan.
Tabel 2.1 Lambang- lambang peta kerja
No. Lambang Arti Contoh
Operasi,suatu kegiatan operasi Pekerjaan
terjadi apaila benda kerja menggeraskan logam.
1. mengalami perubahan sifat atau
bentuk, baik fisik maupun
kimiawi.

Pemeriksaan, suatu bkegiatan Mengukur dimensi


pemeriksaan terjadi apabila benda benda dan memeriksa
2.
kerja atau pemeriksaan baik segi warna benda.
kualitas maupun kuantitas.

Transportasi, suatu kegiatan Benda kerja diangkut


transportasi terjadi bila benda dari mesin bubut ke
3. kerja, pekerja atau perlengkapan mesin skrap untuk
tempat dan bukan bagian dari mengalami operasi
proses operasi. berikutnya.

Menunggu, proses menunggu Bahan menunggu untuk


terjadi apabila benda kerja, diangkut ketempat lain,
4. pekerja atau perlengkapan tidak menunggu diperiksa
mengalami kegiatan apapun dan lain sebagainya.
selain menunggu.

Penyimpanan,proses Bahan baku disimpan


penyimpanan terjadi apabila dalam gudang.

5. benda kerja disimpan dalam jang


ka waktu yang cukup lama.
(Sumber: Devani dan Diniaty, 2015)

Tabel 2.1 Lambang- lambang peta kerja


No. Lambang Arti Contoh
Aktifitas gabungan, kegiatan ini Perakitan benda kerja.
terjadi apabila dan pemeriksaan
6. dilakukan secara bersamaan atau
dilakukan pada suatu tempat
kerja.
(Sumber: Devani dan Diniaty, 2015)

2.3 Operation Process Chart


Operation process chart atau peta proses operasi ialah diagram yang
menggambarkan langkah-langkah proses yang dialami pemeriksaan sejak dari
awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga
memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti
waktu yang diperlukan, material yang dignunakan, dan alat atau mesin yang
digunakan. Kegunaan peta proses operasi adalah (Devani dan Diniaty, 2015):
1. Mengetahui kebutuhan mesin dan penganggaran.
2. Memperkirakan kebutuhan bahan baku.
3. Menentukan tata letak pabrik.
4. Melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
5. Alat untuk latihan bekerja.
6. dan lain-lain.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan atau dipertimbangkan agar
diperoleh suatu proses kerja yang baik melalui analisa peta proses operasi, yaitu
analisa terhadap bahan-bahan, operasi, pemeriksaan, dan terhadap waktu
penyelesaian suatu proses. Keempat hal tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut
(Devani dan Diniaty, 2015):
1. Bahan-bahan
Perlu adanya pertimbangan semua alternatif dari bahan yang digunakan,
proses penyelesaian, dan toleransi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
fungsi, reabilitas, pelayanan dan waktunya.
2. Operasi
Dalam hal ini harus dipertimbangkan mengenai semua alternatif yang
mungkin untuk proses pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau
metode perakitannya, beserta alat-alat dan perlengkapan yang digunakan.
3. Pemeriksaan
Dalam hal ini kita harus memiliki standar kualitas. Suatu objek dikatakn
memenuhi syarat kualitasnya jika setelah dibandingkan dengan standar
ternyata lebih baik atau minimal sama.
4. Waktu
Untuk mempersingkat penyelesaian, kita harus mempertimbangkan semua
alternatif mengenai metoda, peralatan dan tentunya penggunaan
perlengkapan-perlengkapan khusus.
Langkah-langkah pembuatan peta proses operasi adalah sebagai berikut
(Devani dan Diniaty, 2015):
1. tentukan komponen utama dari produk dan gambarkan urutan operasinya di
sebelah kanan.
2. gambarkan komponen lainnya disebelah kiri, dengan urutan operasi mengalir
menuju komponen utama.
3. Tulis identitas komponen (nomor, nama, ukuran).
4. lengkapi identitas setiap operasi (nomor operasi, mesin yang digunakan,
scrap, dan waktu pengerjaannya). Penomoran diberikan secara berurutan
sesuai urutan operasi, untuk penomoran pada pemeriksaan diberikan
tersendiri.
Prinsip-prinsip pada pembuatan peta proses operasi atau OPC adalah
(Devani dan Diniaty, 2015):
1. Pada baris paling atas (kepala) diberikan judul “Peta Proses Operasi” yang
diikuti dengan identitas lain (nama objek, nama pembuat peta, tanggal
dipetakan, cara lama atau cara sekarang, nomor peta dan nomor gambar).
2. Setiap komponen (material) yang masuk kedalam proses diletakkan diatas
garis horizontal.
3. Lambang-lambang (yang menunjukkan perubahan proses) ditempatkan pada
arah vertikal.
4. Penomoran operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi.
5. Untuk memperoleh pemetaan yang baik, produk utama (produk yang paling
banyak melakukan operasi) dipetakan disebelah kanan halaman kertas.
6. Setelah semua proses dipetakan dengan lengkap, buat ringkasan dalam bentuk
tabel.

Gambar 2.1 OPC


(Sumber: Amin Mustaghfirin, 2015)

2.4 Assembly Chart


Assembly Chart (AC) merupakan diagram yang menggambarkan
hubungan antara komponen-komponen yang akan dirakit menjadi sebuah produk.
Assembly Chart bermanfaat untuk menunjukkan komponen penyusun dari suatu
produk dan menjelaskan urutan perakitan komponen (Amalia, 2018).
Gambar 2.2 Assembly Chart
(Sumber: Amalia, 2018)

2.5 Routing Sheet


Suatu bagan yang memperlihatkan kebutuhan bahan, kapasitas mesin,
effesiensi mesin dan lain-lain dalam usaha memperoleh sejumlah produk jadi
yang diinginkan Ada beberapa informasi yang dapat diperoleh dari routing sheet,
yaitu (Setiabudi dkk, 2018):
1. Jumlah mesin teoritis yang diperlukan untuk setiap proses pengerjaan.
2. Banyaknya siklus mesin dan bahan baku yang diperlukan.
3. Memperbaiki metode kerja, dengan menurunkan waktu standar.
4. Menentukan apakah waktu lembur lebih murah dibanding penambahan
mesin.
5. Menentukan apakah kerusakan mesin dapat mengganggu seluruh lintasan
produksi.
Dalam membuat routing sheet diperlukan data data yaitu (Setiabudi dkk,
2018):
1. Kapasitas mesin (waktu standar dalam operasi).
2. Presentase scrap.
3. Efficiency
2.6 MPPC (Multi Product Proccess Chart)
Multi-Product Process Chart (MPPC) adalah sebuah peta yang digunakan
untuk menggambarkan aliran atau urutan operasi kerja yang menghasilkan produk
dengan banyak jenis, atau produk dengan banyak part. Peta ini terutama berguna
untuk menunjukkan keterkaitan produksi antara komponen produk-produk atau
antar produk, bahan, part, pekerjaan, atau kegiatan. Pembuatan MPPC dimulai
dari pembuatan routing sheet. Routing sheet atau lembar pengurutan produksi
merupakan langkah-langkah yang dicakup dalam memproduksi komponen
tertentu dan rincian yang perlu diketahui dari hal-hal yang saling berkaitan satu
sama lain (Oktarianingrum dan Purwaningsih, 2018).

2.7 Perencanaan Kebutuhan Bahan, Mesin dan Operator


Berikut pembagian perencanaan kebutuhan bahan, mesin dan operator
yaitu sebagai berikut (Janin, 2019):
1. Perencanaan Kebutuhan Bahan
Perencanaan kebutuhan bahan baku untuk memproduksi suatu produk
dilakukan berdasarkan banyaknya produk yang biasanya dipesan oleh
pelanggan. Jumlah tersebut telah dikonversikan kedalam satuan unit. Hal ini
dilakukan untuk menentukan jumlah produk yang akan diproduksi dalam
suatu periode tertentu. Untuk menghitung kebutuhan material untuk masing-
masing komponen tersebut dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Input x Jumlah Item
Kebutuhan Bahan =
Unit Per Bahan Dasar
...(2.1)

Dimana unit per bahan dasar merupakan dimensi bahan dasar dibagi dengan
dimensi bahan jadi. Sedangkan jumlah input yang akan dihasilkan tergantung
dari target produksi yang akan dihasilkan perwaktu. Target produksi ini sama
dengan jumlah output yang akan dihasilkan pada akhir produksi sehingga
menghasilkan output per waktu. Untuk menghitung jumlah input dapat
digunakan rumus sebagai berikut :
Output
input =
1- Scrap ...(2.2)

Penentuan scrap dilakukan melalui pertimbangan geometris dan kualitas dari


produk yang akan dihasilkan.Selain itu, rumus lain yang digunakan dalam
perencanan kebutuhan bahan adalah :

Dimensi Awal - Dimensi Akhir


% Scrap = 1 −
Dimensi Awal ...(2.3)
Dimensi Bahan Dasar
Unit Per Bahan Dasar =
Dimensi Bahan Jadi
...(2.4)
2. Perencanaan Kebutuhan Mesin
Perencanaan kebutuhan mesin ini dilakukan untuk memperoleh berapa area
yang dibutuhkan sebagai sarana pendukung pada lantai produksi. Jumlah
mesin yang dibutuhkan tergantung pada rencana produksi, target produksi
yang telah ditentukan, kapasitas, dan waktu produksi yang dibutuhkan (Janin,
2019).
Perhitungan jumlah mesin yang dibutuhkan dapat digunakan rumus sebagai
berikut :
T P
N= X …(2.5)
60 Dx E

Dimana :
P = Jumlah produk yang harus dibuat oleh masing-masing mesin per
periode waktu kerja (Unit per Tahun, Bulan ,atau Hari).
T = Total waktu pengerjaan yang dibutuhkan untuk proses operasi
produksi yang diperoleh dari hasil time study atau perhitungan
secara teoritis.
D = Jam operasi mesin yang tersedia, untuk satu sift kerja.
E = Efisiensi mesin.
N = Jumlah mesin ataupun operator yang dibutuhkan untuk operasi.
3. Perencanaan Kebutuhan Operator
Setiap mesin membutuhkan operator untuk mengawasi atau menjalankan
mesin tersebut. Untuk mengotimalkan pemakaian sumber daya manusia perlu
dilakukan perhitungan jumlah operator tiap mesin. Tujuannya agar jumlah
operator yang dipakai sesuai dengan jumlah operator yang dibutuhkan oleh
mesin yang bersangkutan, sehingga tidak terjadi kekurangan atau kelebihan
operator. Untuk mencari jumlah operator mesin keseluruhan cukup dengan
mengalikan nilai ini dengan jumlah mesin yang dibutuhkan. Setelah diperoleh
jumlah operator untuk tiap stasiun kerja, selanjutnya dibuat rekapitulasinya
(Janin, 2019)
Jumlah operator= jumlah mesin actual x jumlah oprator …(2.6)

2.8 Perencanaan Kebutuhan Gudang


Menurut Hadiguna dan Setiawan (2008), gudang dapat didefinisikan
sebagai tempat yang dibebani tugas untuk menyimpan barang yang akan
dipergunakan dalam produksi sampai barang diminta sesuai dengan jadwal
produksi. Sejak dulu, gudang berfungsi sebagai buffer atau penyeimbang dan
untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya suatu perusahaan, apakah
perusahaan akan menggunakan gudang untuk komersial atau lebih baik digunakan
sendiri (Noor,2018).

2.8.1 Fungsi Gudang


Fungsi gudang adalah sebagai berikut (Tompkins dkk, 2003):
1. Receiving
Suatu aktivitas yang meliputi kegiatan penerimaan semua material yang telah
dipesan untuk disimpan dalam gudang, penjaminan terhadap kualitas maupun
kuantitas barang sesuai dengan pesanan, serta pengalokasian atau pembagian
barang untuk disimpan atau dikirim lagi.
2. Inspection and quality control
Perpanjangan dari proses receiving dan dilakukan ketika suppliers tidak
konsisten terhadap kualitas atau produk yang dibeli sulit diatur dan harus
diperiksa tiap langkah dalam proses.
3. Repackaging
Kegiatan memecah produk yang diterima dalam jumlah atau ukuran yang
besar dari supplier kemudian dikemas dalam satuan yang lebih kecil atau
menggabungkan beberapa produk dalam bentuk kit. Pelabelan ulang
dilakukan ketika produk diterima tanpa tanda yang mudah dibaca oleh sistem
atau manusia untuk tujuan identifikasi.
4. Putaway
Merupakan kegiatan memindahkan dan menempatkan barang pada tempat
penyimpanan.
5. Storage
Merupakan suatu keadaan dimana barang menunggu untuk diambil sesuai
dengan permintaan.
6. Order picking
Merupakan proses pemindahan barang dari gudang sesuai dengan permintaan.
Hal ini merupakan layanan dasar warehouse untuk customer dan merupakan
fungsi utama dari dasar desain warehouse.
7. Postponement
Dapat dilakukan sebagai langkah yang dapat dipilih setelah proses
pengambilan barang. Seperti pada proses repackaging, barang sejenis atau
campuran dikemas untuk memudahkan penggunaan.
8. Sortation
Merupakan kegiatan memilah barang sesuai dengan pesanan masing- masing
dan akumulasi pendistribusian dari berbagai pesanan.
9. Packing and shipping
Aktivitas yang meliputi kegiatan pengecekan kelengkapan sesuai dengan
pesanan, pengepakan barang sesuai dengan shipping container yang tepat,
menyiapkan dokumen pengiriman, pengakumulasian pesanan dan penempatan
muatan ke dalam truk.
10. Cross-docking
Pengeluaran tanda terima dari receiving dock langsung ke shipping dock.
11. Replenishing
Merupakan kegiatan pengisian kembali lokasi pengambilan utama di gudang.
Adapun rumus yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah tumpukan
dalam gudang yaitu (Apple, 1990):

TP
Q=
S
...(2.7)
Sedangkan untuk menghitung kebutuhan luas tempat material rumus yang
digunakan yaitu:
L=Q×V ...(2.8)
Keterangan:
Q = Jumlah tumpukan yang diharapkan.
TP = Target produksi/ permintaan.
S = Tinggi tumpukan maksimum.
L = Luas area masing-masing material.

V = Dimensi kemasan atau tempat penyimpanan


Masalah penyimpanan menembus ke seluruh perusahaan, sejak
penerimaan, melewati produksi sampai pengiriman. Untuk perencanaan, persoalan
penyimpanan menyeluruh dapat dipecahkan ke dalam kategori-kategori berikut
(Apple, 1990):
a. Penerimaan, selama proses penerimaan dan sebelum penyaluran.
b. Gudang, penyimpanan bahan baku dan barang yang dibeli jadi sampai
diperlukan pada produksi.
c. Perlengkapan, barang bukan produktif yang digunakan untuk mendukung
fungsi produktif.
d. Ditengah proses, barang setengah jadi dan sedang menunggu operasi
selanjutnya.
e. Komponen jadi, yang sedang menunggu perakitan (dapat juga disimpan pada
daerah di tengah proses atau daerah perakitan).
f. Sisa, bahan, bagian, produk, dsb yang akan diproses kembali menjadi bentuk
yang berguna.
g. Buangan, scrap, penumpukan, pemilihan, dan penyaluran barang yang tidak
berguna lagi.
h. Lain-lain, (diliputi di gudang produk jadi pada bagian lain).
2.9 Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM)
Perencanaan sumber daya manusia merupakan salah satu aktivitas
manajemen sumber daya manusia dalam menentukan kebutuhan sumber daya
manusia yang harus dipenuhi pada setiap jabatan atau posisi dalam perusahaan
dengan tujuan memaksimalkan ketersediaan dan kemampuan sumber daya
manusia yang dimiliki untuk menunjang proses bisnis dan tujuan yang ingin
dicapai suatu organisasi atau perusahaan. Perencanaan sumber daya manusia
sangat berguna dalam mengidentifikasi kemampuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk menentukan kebutuhan sumber daya manusia yang dibutuhkan
serta dapat menarik dan mempertahankan tenaga kerja yang efektif bagi
perusahaan. Adanya proses perencanaan sumber daya manusia yang dilakukan
perusahaan akan menentukan sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan
sehingga mencegah adanya kekurangan maupun kelebihan sumber daya manusia
(Bagastama Dkk, 2019).

2.10 Perencanaan Kebutuhan Stasiun Kerja Mandiri (SKM)


Stasiun kerja mandiri mempunyai sistem sendiri seperti halnya pabrik
dimana ada tempat penerimaan, proses produksi, dan pengiriman. Pengaturan
stasiun kerja mandiri yang efisien serta penggunaan luas lantai yang optimal dan
sesuai dengan pola aliran material akan mempermudah proses pengerjaan produk
secara keseluruhan. Langkah-langkah umum merancang stasiun kerja mandiri
sebagai berikut (Hadiguna, 2008):
1. Tentukan aliran bahan dalam stasiun kerja dan sesuaikan dengan kegiatan
sepanjang lintasan pabrik atau departemen.
2. Tentukan arah aliran yang diinginkan, berdasarkan asliran bahan ketika
melewati tempat kerja, misalnya dari kiri ke kanan atau dari depan ke
belakang.
3. Tentukan barang atau kegiatan yang akan mengisi tempat kerja, misalnya
mesin, meja, dan tempat penumpukan material.
4. Buatlah sketsa dasar peralatan utama pada stasiun kerja di posisi terdekat
yang diinginkan.
Luas lantai dihitung berdasarkan ukuran mesin pengujian ditambahkan
dengan luas ruang operator dan kelonggaran. Kelonggaran diberikan dalam
bentuk persentase terhadap luas area. Kelonggaran untuk operator diberikan
sebesar 150% dari luas mesin (Apple, 1990).
Dalam perencanaan luas lantai produksi yang menjadi pokok
permasalahannya adalah luas area penumpukan, total luas area dan total luas
lantai. Adapun perhitungan yang dibutuhkan adalah sebagai beikut (Nurainun dan
Sulistyawan, 2016):
Luas dimensi produk = (P x L Tumpukan Awal) +
(P x L Tumpukan Akhir) …(2.9)
Total luas area = L. area mesin + L. area operator +
L. area tumpukan …(2.10)
Total luas lantai = Luas area x Kelonggaran x
Jumlah Mesin …(2.11)

2.11 Perencanaan Kebutuhan Ruang


Luas area yang dibutuhkan oleh sebuah stasiun kerja di tentukan oleh luas
area mesin dan peralatan, area kerja operator, serta penumpukan barang setengah
jadi, selain ketiga faktor di atas, kita memerlukan pula adanya allowance atau
kelonggaran , adapun allowance yang di berikan berkisar antara 150% sampai
300% luas total ketiga area, tergantung pada struktur bengunan fasilitas, selain
perancangan stasiun kerja mandiri terhadap letaknya dalam pabrik keseluruhan,
perancangan di dalam stasiun kerja mandiri ditentukan pula oleh beberapa faktor,
terutama dalam faktor ergonomis dan studi gerak, panduan umum untuk
menentukan stasiun kerja mandiri adalah (Hadiguna, 2008):
1. Rencanakan agar pekakas, alat ukur, bahan dan kendali mesin diletakkan
didekat dan di depan operator
2. Rencanakan penyerahan bahan langsung ke tempat pemakaiannya.
3. Rencanakan perpindahan bahan dari tempat kerja yang tepat dan efesien
4. Rencanakan penempatan bahan di tempat kerja agar dapat diambil dalam
urutan gerakan yang efesien
5. Rencanakan tiap daerah kerja dalam kaitan yang tepat dengan operasi
sebelum dan sesudah
6. Sediakan ruang yang cukup pada tempat kerja untuk penyerahan,
penyimpanan dan pemindahan bahan
7. Pilihlah peralatan pemindahan yang tepat sesuai dengan luas tempat
penerimaan dan pengiriman yang dialokasikan
8. Memberikan kelonggaran yang dibutuhkan didalam dan disetarakan tempat
kerja untuk pelaksanaan operasi yang tepat.
9. Memberikan kelonggaran untuk kegiatan bagian mesin yang bergerak
melebihi panjang mesin sendiri
Faktor kelonggaran adalah luas area yang diberikan untuk operator,
dimana operator diberikan tempat dalam menjelankan proses produksi, faktor
kelonggaran dapat dihitung menggunakan rumus berikut (Hadiguna, 2008).

2.12 Material Handling


Material handling adalah penanganan material dalam jumlah yang tepat
dari material yang sesuai, dalam kondisi yang baik, pada tempat yang cocok, pada
waktu yang tepat, pada posisi yang benar, dalam urutan yang sesuai, dengan biaya
yang murah dan menggunakan metode yang benar (Universitas Wijaya Putra,
Program Studi Teknik Industri, 2009).
Pemindahan material bertujuan sebagai berikut (Universitas Wijaya Putra,
Program Studi Teknik Industri, 2009):
1. Menjaga atau mengembangkan kualitas produk, mengurangi kerusakan dan
memberikan perlindungan terhadap material.
2. Meningkatkan keamanan dan perbaikan kondisi kerja
3. Meningkatkan produktivitas
4. Meningkatkan tingkat penggunaan fasilitas
5. Mengurangi bebas
6. Inventory Kontrol.
Manual Material Handling (MMH) adalah suatu kegiatan transportasi
yang dilakukan oleh satu pekerja atau lebih dengan melakukan kegiatan
pengangkatan, penurunan, mendorong, menarik, mengangkut, dan memindahkan
barang. Selama ini pengertian MMH hanya sebatas pada kegiatan lifting dan
lowering yang melihat aspek kekuatan vertikal. Padahal kegiatan MMH tidak
terbatas pada kegiatan tersebut diatas, masih ada kegiatan pushing dan pulling di
dalam kegiatan MMH. Kegiatan MMH yang sering dilakukan oleh pekerja di
dalam industri antara lain (Suhardi, 2008):
1. Kegiatan pengangkatan benda (LiftingTask)
2. Kegiatan pengantaran benda (Caryying Task)
3. Kegiatan mendorong benda (Pushing Task)
4. Kegiatan menarik benda (Pulling Task)
Dalam menentukan momen perpindahan dari stasiun kerja ke stasiun kerja
lainnya, beberapa hal yang harus perlu diketahui, yaitu (Apple, 1990):
1. Aliran produksi, aliran perpindahan material dapat dilihat pada OPC.
2. Volume produksi, kapasitas produksi per hari.
3. Kapasitas angkut, kapasitas angkut antar stasiun kerja tidak sama, karena
tergantung dari mesin yang digunakan.
4. Frekuensi perpindahan, frekuensi perpindahan antar stasiun kerja
tergantung kapasitas produksi dan kapasitas angkut.
5. Jarak perpindahan.
6. Momen perpindahan, momen perpindahan merupakan perkalian antar
jarak perpindahan dengan frekuensi perpindahan.
Dari menentukan moment perpindahan diatas, didapat perhitungan
kebutuhan material handling menggunakan persamaan sebagai berikut (Apple,
1990):
Satuan yang dipindahkan
Frekuensi = …
Kapasitas angkut
(2.12)
Jarak Tempuh = Jarak Perpindahan x Frekuensi …
(2.13)
Total Volume = Volume x Frekuensi …(2.14)
Total Volume
% of Handling Volume = x100% …
∑ Total Volume
(2.15)
Jarak Total = Jarak x Frekuensi …(2.16)
Total Jarak
% of Heandling Jara = x 100% …
∑ Total Jarak
(2.17)
Moment = % OH Volume x % OH Jarak …(2.18)
Total Moment
% of Handling Moment = x 100% …
∑ Total Moment
(2.19)
2.13 From To Chart (FTC)
FTC adalah suatu cara dengan mengubah tata letak mesin produksi
menjadi lebih baik setelah mengetahui terdapat waste di berbagai area produksi
tertentu, sehingga diharapakan dengan metode tersebut bisa untuk memperbaiki
dan meningkatkan produktivitas produksi pada perusahaan tersebut, sehingga
target perusahaan perbulan yang awalnya tidak dapat tercapai, dengan metode
from to chart dapat terpenuhi sesuai target produksi yang di inginkan oleh
konsumen dan perusahaan (Islaha dan Cahyana, 2017).
From to Chart (FTC) kadang-kadang disebut juga sebagai trip
frequencychart atau travel chart yaitu suatu teknik konvensional yang umum
digunakan untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan dalam
suatu proses produksi. Teknik ini sangat berguna untuk kondisi-kondisi dimana
banyak item yang mengalir melalui suatu area seperti job shop, bengkel
pemesinan, kantor dan lain-lain (Islaha dan Cahyana, 2017).
Gambar 2.4 Contoh FTC
(Sumber: Islaha dan Cahyana, 2017)

Anda mungkin juga menyukai