Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN COMBUTIO DI RUANG MAWAR RSD


DR. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Studi Pendidikan Profesi Ners


Stase Keperawatan Bedah

oleh
Eka Mei Dianita
192311101023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan berikut disusun oleh:

Nama : Eka Mei Dianita


NIM : 192311101023
Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Combustio Ruang Mawar
Rumah Sakit Daerah Dr. Soebandi Jember.

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal : Desember 2019

Jember, Desember 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Ns. Baskoro Setioputro, M.Kep Ns.Suheriyono, S.Kep


NIP 198305052008121004 NIP. 197501011998031008

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 ANATOMI FISIOLOGI..................................................................................1
1. Anatomi Kulit...................................................................................................1
2. Lapisan Kulit....................................................................................................1
3. Kelenjar pada Kulit.........................................................................................4
4. Fungsi Kulit......................................................................................................4
BAB II. KONSEP DASAR PENYAKIT.........................................................................8
2.1 Definisi..............................................................................................................8
2.2 Epidemiologi.....................................................................................................8
2.3 Etiologi..............................................................................................................9
2.4 Patofisiologi.......................................................................................................9
2.5 Klasifikasi.......................................................................................................12
2.6 Gejala Klinis...................................................................................................20
2.7 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................21
2.8 Pemeriksaan Diagnostik................................................................................24
2.9 Kriteria Diagnosis..........................................................................................25
2.10 Therapy...........................................................................................................25
BAB III. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.........................................35
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................47

iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 ANATOMI FISIOLOGI


1. Anatomi Kulit

Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai
fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya
bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera
suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum
korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian
mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan
mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan. Tubuh secara terus
menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan yang
memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit yang
terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk
mensintesis vitamin D.

2. Lapisan Kulit

1) Lapisan epidermis

Epidermis merupakan struktur lapisan kulit terluar. Sel-sel epidermis


terus-menerus mengalami mitosis, dan berganti dengan yang baru sekitar
30 hari. Epidermis mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk sentuhan,
suhu, getaran dan nyeri. Komponen utama epidermis adalah protein keratin,
yang dihasilkan oleh sel-sel yang disebut keratinosit. Eratin adalah bahan
yang kuat dan memiliki daya tahan tinggi, serta tidak larut dalam air. Keratin
mencegah hilangnya air tubuh dan melindungi epidermis dari iritan atau
mikroorganisme penyebab infeksi. Keratin adalah komponen utama
appendiks kulit seperti rambut dan kuku (Corwin, 2003).

Melanosit (sel pigmen) terdapat dibagian dasar epidermis. Melanosit


menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap
rangsangan hormone hipofisis anterior, hormone perangsang melanosit

1
(melanocyte stimulating hormone/MSH). Melanosit merupakan sel-sel
khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin
yang mewarnai kulit dan rambut. Melanin diyakini dapat menyerap
cahaya ultraviolet dan dengan demikian akan melindungi seseorang
terhadap efek pancaran cahaya ultraviolet dalm sinar matahari yang
berbahaya.

Sel-sel imun yang disebut sel Langerhans, terdapat diseluruh epidermis.


Sel Langerhans mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk
kekulit dan membangkitkan suatu serangan imun. Sel Langerhans mungkin
bertanggung jawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit displastik atau
neoplastik. Lapisan ini terdiri atas:

a) Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti
selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut
yang membentuk barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk
mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
b) Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak
tangan dan telapak kaki.
c) Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan,
sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d) Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan
yang paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang
bentuknya poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
e) Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya
terletak di bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di
atasnya dan merupakan sel-sel induk.

2) Lapisan dermis (cutaneus)

2
Dermis tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar
keringat serta sebasea dan akar rambut. Lapisan ini terbagi menjadi
dua yaitu:

a) Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris). Lapisan ini berada


langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang
menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b) Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis). Lapisan ini
terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
3) Jaringan subkutan atau hipodermis

Lapisan subkkutis kulit terletak dibawah dermis. Lapisan ini terdiri atas lemak
dan jaringan ikat dimana berfungsi untuk memberikan bantalan antara lapisan
kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Serta sebagai peredam kejut
dan insulator panas. Jaringan ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan

kontur tubuh dan penyekatan panas tubuh (Guyton, 2007).

Gambar 1. Susunan lapisan kulit

3. Kelenjar pada Kulit

1) Kelenjar sebasea

3
Kelenjar sebasea menyertai folikel rambut. Kelenjar ini mengeluarkan bahan
berminyak yag disebut sebum kesaluran sekitarnya. Untuk setiap
lembar rambut terdapat sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya melumasi
rambut dan membuat rambut menjadi lunak, serta lentur.

2) Kelenjar keringat

Ditemukan pada kulit sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama
terdapat padda telapak tangan dan kaki. Hanya glans penis, bagian tepi bibir,
telinga luar, dan dasar kuku yang tidak mengandung kelenjar keringat.
Kelenjar keringat dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi dua kategori,
yaitu kelenjar merokrin dan apokrin.

3) Kelenjar apokrin

Kelenjar apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu dan


diuraikan oleh bakteri untuk menghasilkan bau yang khas. Kelenjar apokrin
yang khusus dinamakan kelenjar seruminosa dijumpai pada telinga luar,
tempat kelenjar tersebut memproduksi serumen (Corwin, 2003). Sekresi
apokrin tidak mempunyai fungsi apapun yang berguna bagi manusia, tetapi
kelenjar ini menimbulkan bau pada ketiak apabila sekresinya mengalami
dekomposisi oleh bakteri (Price & Wilson, 2005).

4. Fungsi Kulit

1) Proteksi

Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar1


atau 2 mm yang memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap
trauma fisik, kimia, dan biologis dari invasi bakteri. Kulit telapak tangan dan
kaki yang menebal memberikan perlindungan terhadap pengaruh trauma
yang terus- menerus terjadi didaerah tersebut.

Bagian stratum korneum epidermis merupakan barier yang paling efektif


terhadap berbagai faktor lingkungan seperti zat-zat kimia, sinar matahari,

4
virus, fungus, gigitan serangga, luka karena gesekan angina tau trauma.
Lapisan dermis kulit memberikan kekuatan mekanis dan keuletan melalui
jaringan ikat fibrosa dan serabut kolagennya. Dermis tersusun dari
jalinan vaskuler, dermis merupakan barier transportasi yang efisien
terhadap substansi yang dapat menebus stratum korneum dan epidermis.
Factor-faktor lain yang mempengaruhi fungsi protektif kulit mencakup usia
kulit, daerah kulit yang terlibat dalam dan status vaskuler.

2) Sensasi

Ujung-ujung reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh untuk


memantau secara terus-menerus keadaan linkungan disekitarnya. Fungsi
utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri,
sentuhan yang ringan dan tekanan. Berbagai ujung saraf bertanggung jawab
untuk bereaksi terhadap setiap stimuli yang berbeda (Smeltzer, 2002).

3) Termoregulasi

Peran kulit dalam pengaturan panas meliputi sebagai penyekat tubuh,


vasokonstriksi (yang memengaruhi aliran darah dan hilangnya panas
kekulit) dan sensasi suhu (Potter & Perry, 2005). Perpindahan suhu
dilakukan pada system vaskuler, melalui dinding pembuluh, kepermukaan
kulit dan hilang kelingkungan sekitar melalui mekanisme penghilangan
panas.

Pengeluaran dan produksi panas terjsi secara stimultan. Struktur kulit dan
paparan terhadap lingungan secara konstan, pengeluaran panas secara normal
melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. (Potter & Perry, 2005).

a) Radiasi

5
Radiasi adalah perpnidahan panas dari permukaan suatu objek lain tanpa
keduanya bersentuhan. Panas berpindah melalaui gelombang elektromagnetik
(Potter & Perry, 2005).

b) Konduksi

Konduksi merupakan pengeluaran panas dari satu objek ke objek lain melalui
kontak langsung. Proses pengeluaran atau perpindahan suhu tubuh terjadi
pada saat kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin.

c) Konveksi

Konveksi merupakan suatu perpindahan panas akibat adanya gerakaan udara


yang secara langsung kontak dengan kulit.

d) Evaporasi

Evaporasi adalah perpindahan energy panas ketika cairan berubah


menjadi gas. Selama evaporasi kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap
gram air yang menguap. Tubuh secara kontinyu kehilangan panas melalui
evaporasi. Kira-kira 600-900 ml/hari menguap dari kulit dan paru-paru,
yang mengakibatkan kehilangan air dan panas. Kehilangan normal ini
dipertimbangkan kehilangan air tidak kasat mata (insensible water loss) dan
tidak memainkan peran utama dalam pengaturan suhu (Guyton, 2007).

4) Metabolisme

Radiasi sinar ultraviolet memberikan paparan, maka sel-sel epidermal


didalam stratum spinosum dan stratum germinativum akan mengonversi
pelepasan steroid kolesterol menjadi vitamin D3 atau kolekalsiferol. Organ
hati kemudian mengonversi kolekalsiferol menjadi produk yang digunakan
ginjal untuk menyintesis hormone kalsitrol.

5) Keseimbangan air

6
Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan
demikian akan mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari
bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembapan dalam jaringan
subkutan (Smeltzer, 2002). Ketika terendam dalam air, kulit dapat
menimbun air sampai tiga hingga empat kali berat normalnya (Guyton,
2007). Contoh keadaan ini yang lazim dijumpai adalah pembengkakan kulit
sesudah mandi berendam untuk waktu yang lama.
6) Penyerapan zat atau obat

Berbagai senyawa lipid (zat lemak) dapat diserap lewat stratum korneum,
termasuk vitamin (A dan D) yang larut lemak dan hormon-hormon steroid.
Obat-obat dan substansi lain dapat memasuki kulit lewat epidermis melalui
jalur transepidermal atau lewat lubang-lubang folikel.

7) Fungsi respon imun

Hasil-hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa beberapa sel dermal (sel


Langerhans, Interleukin-1 yang memproduksi keratinosit, dan subkelompok
limfosit-T) merupakan komponen penting dalam system imun.

BAB II. KONSEP DASAR PENYAKIT

7
2.1 Definisi
Luka bakar merupakan kerusakan kulit yang dapat disertai dengan
kerusakan jaringan dibawahnya yang dapat terjadi karena kontak langsung
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, maupun arus listrik
(Grace & Borley, 2006). Luka bakar adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis
normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan
mengenai organ tertentu. (Lazarus, 1994 dalam Potter & Perry, 2006;1853).

2.2 Epidemiologi
Anak-anak dan lansia merupakan kelompok usia yang memiliki
risiko tinggi mengalami insiden luka bakar. The National Institusi of Burn
Medicine yang mengumpulkan data-data statistik dari berbagai pusat luka
bakar di seluruh Amerika Serikat mencatat bahwa sebagaian besar pasien
(75%) merupakan korban dari perbuatan mereka sendiri. Tersiram air
mendidih pada anak-anak yang baru belajar berjalan, bermain-main
dengan korek api pada anak-anak usia sekolah, cidera karena arus listrik
pada remaja laki-laki, dan penggunaan obat bius, alkohol serta sigaret pada
orang dewasa semuanya ini turut memberikan kontribusinya pada angka
statistik tersebut. Cobb, Maxwell dan Silverstein (1992) menemukan
bahwa sekitar 13% pasien luka bakar yang dirawat di rumah sakit atau pun
anggota keluarganya sudah pernah dirawat sebelumnya karena luka bakar.
(Smeltzer, 2001;1911).
Menurut The National Institutes of General Medical Sciences
tahun 2011, sekitar 1,1 juta pasien luka bakar yang membutuhkan
perawatan medis setiap tahun di Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut,
sekitar 50.000 orang memerlukan rawat inap dan sekitar 4.500 meninggal
setiap tahun akibat luka bakar. Menurut World Fire Statistics Centre
(2008) pada tahun 2003 hingga 2005 tercatat negara yang memiliki
prevalensi terjadinya luka bakar terendah adalah Singapura, yaitu sebesar
0,12% per 100.000 orang dan yang tertinggi adalah Hongaria sebesar 1,98.
Menurut Riset Kesehatan Dasar Depkes RI (2007) prevalensi kejadian

8
luka bakar di Indonesia adalah sebesar 2,2%. Prevalensi tertinggi terdapat
di provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau sebesar 3,8%.

2.3 Etiologi
a. Luka bakar thermal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas, atau bahan-bahan panas lainnya
b. Luka bakar kimia
Luka bakar chemical  (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat diantaranya asam hidrokloride atau alkali. Luka bakar
kimia juga dapat terjadi karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga seperti pembersih cat dan
desinfektan
c. Luka bakar elektrik
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari
energy listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage, dan cara gelombang
elektrik sampai mengenai tubuh
d. Luka bakar radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injury ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industry atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik. Terbakar oleh
sinar matahari akibat terpapar terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi.
e. Luka bakar akibat suhu yang sangat rendah (frost bite).

2.4 Patofisiologi
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel
dan menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia
dan hemokonsentrasi. Burn shock (syok Hipovolemik) merupakan

9
komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh terhadap
kondisi ini adalah :
a. Respon kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar.
Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang
meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Resusitasi caian yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan
darah dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik.
Meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian
jantung tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonalis, dan tekanan baji arteri
pulmonalis tetap rendah selama periode syok luka bakar. Jika resusitasi cairan
tidak adekuat, akan terjadi syok distributif.
Efek pada Cairan, Elektrolit, dan Volume darah
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat
terjadi syok luka bakar. Di samping itu, kehilangan cairan akibat evaporasi lewat
luka bakar dapat mencapai 3 hingga 5 L atau lebih selama periode 24 jam sebelum
permukaan kulit yang terbakar ditutup. Selama syok luka-bakar, respon kadar
natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hiponatremia
(deplesi natrium) terjadi. Hiponatremia juga sering dijumpai dalam minggu
pertama fase akut karena air akan pindah dari ruang interstitial ke dalam ruang
vaskuler. Segera setelah luka bakar, hiperkalemia (kadar kalium tinggi) akan
dijumpai sebagai akibat dari destruksi sel yang massif. Hipokalemia (deplesi
kalium) dapat terjadi kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak
memadainya asupan cairan.
Pada saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan dan sebagian
lainnya mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia. Kendati tejadi hal ini nilai
hematokrit pasien dapat meninggi akibat kehilangan plasma.

10
b. Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume
intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran
urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal. Destruksi sel-sel darah merah pada
lokasi cedera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Jika terjadi
kerusakan otot (misalnya, akibat luka bakar listrik), mioglobin akan dilepaskan
dari sel-sel otot dan diekskresikan oleh ginjal. Penggantian volume cairan yang
memadai akan memulihkan aliran darah renal, menigkatkan laju filtrasi
glomelurus dan menaikkan volume urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal
tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga
timbul komplikasi nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
c. Respon Gastro Intestinal
Ada 2 komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik
(tidak adanya peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik usus
dan bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka
bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika
segera dilakukan dekompresi lambung (dengan pemasangan sonde lambung).
Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat
ditandai oleh darah dalam feses atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini
menunjukkan erosi lambung atau duodenum (ulkus curling).
d. Respon Imonologi
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan kadar imunoglobin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, penurunan jumlah limfosit (limfositopenia).
Imunosupresi membuat pasien luka bakar beresiko tinggi untuk mengalami sepsis.
Sebagian basis mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang
masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme
masuk kedalam luka. Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh
untuk mengatur suhunya. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat

11
memperlihatkan suhu tubuh yang rendah beberapa jam pertama pasca luka bakar,
tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme menyetel kembali suhu inti
tubuh, pasien luka bakar akan mengalami hipertermia selama sebagian besar
periode pasca luka bakar kendati tidak terdapat infeksi.
e. Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan akan
meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon
lokal (White, 1993) . Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung atau edema.
Cedera saluran nafas atas diatasi dengan intubasi nasotrakeal atau endotrakeal,
cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang
tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida,
nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan
halogen. Cedera langsung terjadi akibat iritasi kimia jaringan paru pada tingkat
alveoli. Cedera inhalasi dibawah glottis menyebabkan hilangnya fungsi silia,
hipersekresi, edema mukosa berat, dan kemungkinan pula bronkospasme. Zat
aktif permukaan (surfaktan) paru menurun sehingga timbul atelektasis (kolapsnya
paru).
Karbonmonoksida mungkin merupakan gas yang paling sering
menyebabkan cedera inhalasi karena gas ini merupakan produk sampingan
pembakaran bahan-bahan organik dan dengan demikian akan terdapat dalam asap.
Efek patofisilogiknya ditimbulkan oleh hipoksia jaringan yang terjadi ketika
karbon monoksida berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk
karboksihemoglobin. Substansi ini bersaing dengan oksigen dalam
memperebutkan tempat-tempat pengikatan hemoglobin. Terapi berupa intubasi
dini dan ventilasi mekanis dengan oksigen 100%. Komplikasi pulmoner yang
dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS
(adult respiratory distress syndrome). (Smeltzer.2001, Keperawatan medical
Bedah, Vol.3 Hal 1912-1916)

2.5 Klasifikasi

12
a) Berdasarkan penyebab
- Luka bakar karena api
- Luka bakar karena air panas
- Luka bakar karena bahan kimia
- Luka bakar karena listrik
- Luka bakar karena radiasi
- Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
-
b) Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak
Kedalaman dan Bagian
Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Kulit yang Gejala
Luka Kesembuhan
bakar terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemutan Memerah; Kesembuhan
(Superfisial) Hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
Tersengat matahari (supersensitivitas) ketika ditekan waktu satu minggu
Terkena api dengan Rasa nyeri mereda minimal atau Pengelupasan kulit
intensitas rendah jika didinginkan tanpa edema,
tidak dijumpai
bullae

Gambar 1: Luka bakar derajat I


Derajat Dua Epidermis Nyeri Melepuh; dasar Kesembuhan
(Partial Thickness) dan bagian Hiperestesia luka berbintik- dalam waktu dua
Tersiram air dermis Sensitif terhadap bintik merah; hingga tiga
mendidih udara yang dingin epidermis minggu
Terbakar oleh nyala retak; Pembentuka parut
api permukaan dan depigmentasi
luka basah Infeksi dapat
Edema, mengubahnya
dijumpai bullae menjadi derajat
tiga

13
Gambar 2: Luka bakar derajat II
Derajat IIa Organ- Gejala luka bakar Penampilan Penyembuhan
(superficial) organ kulit derajat II luka bakar terjadi secara
seperti derajat II spontan dalam
folikel waktu 10-14 hari,
rambut, tanpa operasi
kelenjar penambalan kulit
keringat, (skin graft).
kelenjar
sebasea
masih utuh.

Gambar 3. Luka bakar derajat II superficial

Derajat IIb (deep) Kerusakan Gejala luka bakar Penampilan Penyembuhan


mengenai derajat II luka bakar terjadi lebih lama,
hampir derajat II tergantung biji
seluruh epitel yang tersisa.
bagian Biasanya
dermis. penyembuhan
Organ- terjadi dalam
organ kulit waktu lebih dari
sebagian satu bulan.
besar masih Bahkan perlu
utuh. dengan operasi
penambalan kulit
(skin graft).

14
Gambar 4. Luka bakar derajat II dalam

Derajat tiga (Full Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka Pembentukan
Thickness) keseluruhan syok, hematuria bakar berwarna eskar, diperlukan
Terbakar nyala api dermis dan dan kemungkinan putih seperti pencangkokan,
Terkena cairan kadang- hemolisis, bahan kulit pembentukan
mendidih dalam kadang kemungkinan atau gosong, parut dan
waktu yang lama jaringan terdapat luka kulit retak hilangnya kontour
Tersengat arus subkutan masuk dan keluar dengan bagian serta fungsi kulit,
listrik (pada luka bakar lemak yang hilangnya satu jari
listrik) tampak, edema tangan atau
ekstremitas bisa
terjadi

Gambar 5: Luka bakar derajat III


Sumber : Smeltzer (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Hal. 1917

Umumnya luka bakar memiliki kedalaman yang tidak seragam. Pada saat
pengkajian atau penilaian luka bakar mencakup daerah-daerah cedera superfisial
pada bagian perifer luka dengan peningkatan kedalam disebelah proksimal
(bagian tengah luka). Setiap daerah yang terbakar memiliki 3 zone cidera yaitu :

15
Gambar 6. Zona kerusakan jaringan

1) Zona Koagulasi
Daerah sebelah dalam yang langsung mengalami kerusakan akibat pengaruh
panas, terdapat proses koagulasi protein pada luka dan kematian seluler.

2) Zona Stasis
Daerah yang berada langsung diluar zona koagulasi. Pada daerah ini terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit
sehingga terjadi gangguan perfusi diikuti perubahan permebilitas kapiler dan
respon inflamasi lokal.
3) Zona Hiperemia
Daerah diluar zona statis yang mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi seluler. Zona ketiga ini dapat mengalami
penyembuhan secara spontan atau berubah ke zona kedua bahkan zona
pertama.(Moenadjat,2003: Smeltzer, 2001;1916)

c) Berdasarkan tingkat keseriusan luka


1) American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori,
yaitu:
Luka bakar mayor

16
- LPTT (Luas Permukaan Tubuh Total) lebih dari 25% dengan derajat partial
thickness pada orang dewasa dan lebih dari 20% dengan derajat partial
thickness pada anak-anak.
- LPTT ≥ 10% dengan derajat full thickness tanpa disertai komplikasi lain.
- Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
- Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat
dan luasnya luka.
- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
- Luka bakar yang berkaitan dengan masalah-maslah ringan, seperti cedera pada
jaringan lunak, fraktur, trauma lainnya, atau masalah-masalah kesehatan lain
yang sudah ada sebelumnya.
Luka bakar moderat
- LPTT 15-25% dengan derajat partial thickness pada orang dewasa
- LPTT 10% - 20% dengan derajat partial thickness pada anak-anak
- LPTT ≤ 10% dengan derajat full thickness tanpa komplikasi lain.

Luka bakar minor


Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak
(1992) adalah :
- LPTT kurang dari 15% pada orang dewasa derajat partial thickness dan LPTT
kurang dari 10 % dengan derajat partial thickness pada anak-anak.
- LPTT dengan derajat full thickness kurang dari 2% pada segala usia, tidak
mengenai wajah, tangan, dan perenium.
(Sumber : Hudak & Gallo 1996: Hal.542)

d) Fase Penyembuhan Luka


No Fase dan Fisiologi Durasi Implikasi Penatalaksanaan Luka
Fase
1 Respon Inflamasi Akut Terhadap Cidera
Hemostasis 0-3 hari Adanya jaringan yang mengalami
Fase Konstriksi sementara dari devitalisasi secara terus menerus,
pembuluh darah yang rusak, adanya benda asing, pengelupasan

17
terjadi pada saat sumbatan jaringan yang luas, trauma
trombosit dibentuk dan kekambuhan, atau penggunaan yang
diperkuat juga oleh serabut tidak tepat, preparat topikal untuk
fibrin untuk membentuk sebuah luka sehingga penyembuhan
bekuan. diperlambat dan kekuatan regang
Respon Jaringan yang rusak : luka tetap rendah.
Jaringan yang rusak dan sel
mast melepaskan histamine dan
mediator lain sehingga
menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah sehingga kulit
menjadi merah dan hangat.
Permiabilitas kapiler darah
menyebabkan edema local.
2 Fase Dekstruktif
Pembersihan terhadap jaringan 1-6 hari Polimorf & makrofag sangat
mati/yang mengalami dipengaruhi oleh turunnya suhu
devitalisasi dan bakteri oleh tempat luka, dihambat agen kimia,
polimorf (menelan dan hipoksia, dan perluasan limbah
menghancurkan bakteri) dan metabolik yang disebabkan oleh
makrofag (menghancurkan buruknya perfusi jar.
bakteri & mengeluarkan jar.
Yang mengalami devitalisai
serta fibrin yang berlebih,
membentuk fibroblast &
menghasilkan factor
perangsang angiogenesis (Fase
3)
3 Fase Proliferatif
Fibroblast meletakkan substansi 3-24 hari Gelung kapiler baru jumlahnya
dasar dan serabut-serabut sangat banyak dan rapuh serta
kolagen serta pembuluh darah mudah sekali ruasak karena
baru mulai infiltrasi luka. penekanan yang kasar sehingga perlu
Kapiler dibentuk oleh tunas vitamin C yang cukup. Faktor
endothelial, suatu proses yang sistemik yang memperlambat

18
disebut angiogenesis. Jaringan penyembuhan adalah defisiensi besi,
yang dibentuk dari gelung hipoproteinemia dan hipoksia.
kapiler baru, yang menopang
kolagen dan substansi dasar
disebut jaringan granulasi.
4 Fase Maturasi (Remodeling)
Epitelisasi, Kontraksi, dan 24-356 hari Epitelisasi terjadi 3x lebih cepat
Reorganisasi jaringan ikat dilingkungan yang lembab (dibawah
Sel-sel epitel pada pinggir luka balutan yang oklusif atau balutan
dan dari sisa-sisa folikel semipermiable) daripada
rambut, serta granula sebasea dilingkungan yang kering. Kadang
dan granula sudorifera jar. Fibrosa pada dermis menjadi
membelah dan mulai sangat hipertropi, kemerahan dan
bermigrasi diatas jar. Granula menonjol yang pada kasus ekstrem
baru. Kontraksi luka menyebabkan jar. Parut, koloid tidak
disebabkan karena sedap dipandang.
miofibroblast kontraktil yang
membantu menyatukan tepi-
tepi luka. Terjadi suatu
penurunan progresif dalam
vaskularisasi jar. Parut,
penampilan yang merah
kehitaman menjadi putih.
Serabut kolagen mengadakan
reorganisasi dan kekuatan
regang luka meningkat.
Sumber : Marison (2003:2), Manajemen Luka

e) Fase Luka Bakar


FASE DURASI PRIORITAS
Fase Dari awiatan cidera hingga  Pertolongan pertama.
Resusitasi/darurat selesainya resusitasi cairan  Pencegahan syok
 Pencegahan gangguan
pernafasan
 Deteksi dan penanganan
cedera yang meyertai

19
 Penilaian luka dan
perawatan pendahuluan
Fase Akut Dari dimulainya dieresis  Perawatan dan
hingga hampir selesainya penutupan luka
proses penutupan luka.  Pencegahan atau
penanganan komplikasi,
termasuk infeksi.
 Dukungan nutrisi.
Fase Rehabilitasi Dari penutupan luka yang  Pencegahan parut dan
besar hingga kembalinya kontraktur
kepada tingkat penyesuaian  Rehabilitasi fisik,
fisik dan psikososial yang oksupasional, dan
optimal. vokasional.
 Rekonstruksi fungsional
dan kosmetik.
 Konseling psikososial.
Sumber : Smeltzer.2001_Keperawatan Medikal-Bedah,Vol.3, Hal 1919)

2.6 Gejala Klinis


a. Superficial burn (derajat I), dengan ciri-ciri:
- Luka hanya mengenai lapisan epidermis.
- Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
- Kulit memucat bila ditekan.
- Edema minimal.
- Tidak ada blister.
- Kulit hangat/kering.
- Nyeri dan berkurang dengan pendinginan.
- Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
- Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
b. Partial thickness (derajat II), dengan ciri.:
- Dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep
partial thickness.
- Luka tampak mengenai epidermis dan dermis.
- Luka tampak merah sampai pink.
- Terbentuk blister
- Edema

20
- Nyeri
- Sensitif terhadap udara dingin
- Penyembuhan luka : pada superficial partial thickness penyembuhannya
14 - 21 hari, pada deep partial thickness penyembuhannya 21 - 28 hari
(penyembuhan bervariasi tergantung dari kedalaman luka dan ada tidaknya
infeksi).
c. Full thickness (derajat III)
- Luka tampak mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan dan dapat
juga mengenai permukaan otot, dan persarafan, dan pembuluh darah.
- Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat
atau hitam.
- Tanpa ada blister.
- Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
- Edema.
- Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
- Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
- Memerlukan skin graft.
- Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan
preventif.

2.7 Pemeriksaan Fisik


a. Inspeksi:
- Menentukan derajat luka
- Area kulit yang tidak terbakar mungkin dingin dan pucat
- Area kulit yang terbakar akan melepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut
tebal.
- Mukosa bibir kering
- Tanda-tanda inflamasi

Ukuran luas luka bakar

21
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa
metode yaitu :
 Rule of nine
Cara yang tepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar. System ini
mengguanakan presentase kelipatan sembilan terhadap luas permukaan tubuh.
- kepala dan leher : 9%
- Dada depan dan belakang : 18%
- Abdomen depan dan belakang : 18%
- Tangan kanan dan kiri : 18%
- Paha kanan dan kiri : 18%
- Kaki kanan dan kiri : 18%
- Genital : 1%

Gambar 6. Skema pembagian luas luka bakar dengan Role Of Nine


Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan
penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak-anak dipakai
modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada
umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

22
Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram
Lund dan Browder sebagai berikut:
LOKASI USIA (Tahun)
0-1 1-4 5-9 10-15 DEWASA
Kepala 19 17 13 10 7
Leher 2 2 2 2 2
Dada & Perut 13 13 13 13 13
Punggung 13 13 13 13 13
Pantat Kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Pantat Kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Kelamin 1 1 1 1 1
Lengan Atas Ka. 4 4 4 4 4
Lengan Atas Ki. 4 4 4 4 4
Lengan Bawah Ka 3 3 3 3 3
Lengan Bawah Ki. 3 3 3 3 3
Tangan Ka 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Tangan Ki 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Paha Ka. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
Paha Ki. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
Tungkai Bawah Ka 5 5 5,5 6 7
Tungkai Bawah Ki 5 5 5,5 6 7
Kaki Kanan 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Kaki Kiri 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

 Metode lund dan Browder

23
Metode ini lebih tepat dalam memperkirakan luas permukaan tubuh yang
terbakar. Menyatakan bahwa prosentase luka bakar pada berbagai bagian
anatomi, khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan
 Metode Telapak Tangan
Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang dipakai
memperkirakan prosentase luka bakar adalah metode telapak tangan ( palm
methode). Lebar telapak tangan pesien kurang lebih sebesar 1 % LPTT.
b. Palpasi:
- Denyut nadi (frekuensi, kuat lemahnya)
- Suhu pada luka
c. Auskultasi:
- Auskultasi bunyi nafas pada paru
- Auskultasi bising usus

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


a. Hitung darah lengkap (CBC)
b. Nilai analisis gas darah arteri : asidosis metabolic (pH turun, tekanan
parsial karbon dioksida [Pco2] naik, dan tekanan parsial oksigen [PO2]
menurun.)
c. Kadar elektrolit serum : menurun karena menghilang ke daerah trauma dan
ruang interstisial.
d. Kadar glukosa serum : meningkat karena glikoneogenesis atau pemecahan
glikogen akibat stress.
e. Nitrogen urea darah (BUN) : meningkat karena kerusakan jaringan dan
oliguria.
f. Kadar protein serum : menurun disebabkan oleh pemecahan protein karena
kebutuhan energi yang meningkat.
g. Foto thoraks
h. Morfologi: pada pemeriksaan makroskopik luka bakar full-thickness
tampak putih atau gosong, kering dan anestetik (karena rusaknya ujung-

24
ujung saraf). Luka partial-thickness tampak merah muda atau bercak
disertai lepuh serta nyeri, bergantung pada kedalamannya.
i. Histology: pada pemeriksaan histology jaringan yang mati
memperlihatkan nekrosis koagulasi. Jaringan hidup di dekatnya cepat
mengalami peradangan disertai akumulasi sel radang dan eksudasi hebat.

2.9 Kriteria Diagnosis


Apabila terjadi kerusakan kulit akibat agen-agen thermal, dan kimia,
kemudian ditentukan derajatnya dengan rule of nine’s untuk mengetahui luas
daerah yang terbakar.

2.10 Therapy
Penatalaksanaan Secara Umum
Secara sistematik dapat dilakukan 6c: clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering, dan comforting (contoh pengurang nyeri).
Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling,
baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan
- Clothing: singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan
pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk
sampai pada fase cleaning.
- Cooling: Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan
air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di
bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai
dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin (air
sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia
(penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan
es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi)
sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia.
Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram
dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila

25
penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari
kulit baru disiram air yang mengalir.
- Cleaning: Pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi
rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses
penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
- Chemoprophylaxis: Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka
yang lebih dalam dari superficial partial thickness. Pemberian krim silver
sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka
bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa,
perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari
2 bulan
- Covering: Penutupan luka bakar dengan kasa. Dilakukan sesuai dengan
derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa
atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan)
bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat
hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega,
minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan
meningkatkan risiko infeksi.
- Comforting: Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa
 Paracetamol dan codein (PO-per oral) 20-30mg/kg
 Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
 Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
(Rosfanty, 2009)
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari
ABC yaitu

 Airway and breathing


Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga
(black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah.
Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana

26
intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok)
untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di
fasilitas kesehatan yang lengkap.
 Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka
bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena
(melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu
dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting
karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan
karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme
dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar
pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema).
Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka
volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan
kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.
Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl
0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya
dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan
yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc/kgBB/%TBSA +
cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB
dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB
untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4cc/kgBB/%TBSA)
diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16
jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat
dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam (Rosfanty, 2009).
Kebutuhan cairan yang diproyeksikan dalan 24 jam pertama dihitung
berdasarkan luas luka bakar. Resusitasi cairan yang adekuat menghasilkan
sedikit penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan
mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode 48
jam. Beberapa rumus telah dikembangkan untuk memperbaiki kehilangan

27
cairan berdasarkan estimasi persentase luas permukaan tubuh yang terbakar
dan berat badan pasien.
 Rumus Konsesus
Lartutan ringer laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml x
kg berat badan x % luas luka bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam
pertama: sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
 Rumus Evans
1. Koloid : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (Salin) : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam
16 jam berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan kolid yang diberikan pada hari
sebelumnya: seluruh penggantian cairan insesibel
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga
yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dhitung berdasarkan 50% luas
permukaan tubuh.
 Rumus Brooke Army
1. Koliod : 0,5ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (RL) : 1,5 ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertam: separuh sisanya dalam 16 jam
berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan kolid: separuh dari cairan elektrolit: seluruh
penggantian cairan insesibel
Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan tubuh
dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh
 Rumus Parkland/Baxter
Larutan Ringer Laktat: 4 ml x BB (Kg) x % luas luka bakar
Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam 16
jam berikutnya

28
Hari 2 : Bervariasi. Ditambahkan koloid
 Larutan Salin Hipertonik
Larutan pekat natrium klorida (NaCl) dan laktat dengan konsentrasi 250-
300mEq natrium perliter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk
mempertahankan volume keluaran urine yang diinginkan. Jangan
meningkatkan kecepatan intfus selama 8 jam pertama pasca luka bakar. Kadar
natrium serum harus dipantau ketat.
Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk
mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.
Tatalaksana Luka Bakar Minor
 Pemberian pengurang rasa nyeri harus adekuat. Pada anak-anak dapat
membutuhkan morfin sebelum penilaian luka bakar dan pembalutan awal.
 Pada luka bakar mengenai anggota gerak atas disarankan imobilisasi denga
balut dan bidai
 Pemeriksaan status tetanus pasien
 Pembalutan tertutup disarankan untuk luka bakar partial thickness. Cairan
yang keluar dari luka bakar menentukan frekuensi penggantian balutan.
Gelembung cairan (blister) memiliki fungsi untuk proteksi dan
mengurangi rasa sakit bila tetap dibiarkan utuh selama beberapa hari. Jika
gelembung cairan kecil, tidak berada di dekat sendi dan tidak menghalangi
pembalutan maka dapat tidak perlu dipecahkan. Gelembung cairan yang
besar dan yang meliputi daerah persendian harus dipecah dan dibersihkan.
Gelembung cairan yang berubah menjadi opak/keruh setelah beberapa hari
menandakan proses infeksi sehingga perlu untuk dibuka dan dibalut.
- Luka bakar superfisial/dangkal dapat dibiarkan terbuka. Pada bayi yang
menunjukakan kecenderungan terbentuknya gelembung cairan atau
penggarukan dapat ditutup perban untuk proteksi.
- Luka bakar sebagian (partial thicknes) dilakukan pembersihan luka dan
sekelilingnya dengan salin (larutan yang mengandung garam-steril). Jika
luka kotor dapat dibersihkan dengan clorhexidine 0,1% lalu dengan salin.
Luka bakar superfisial partial thickness dapat ditutup dengan kasa yang

29
tidak menempel lalu dibalut atau di plester. Luka bakar deep partial
thickness dilakukan penutupan dengan kasa yang tidak lengket dan
diberikan antimikroba krim silverdiazin.
 Follow up bila luka bakar dangkal tidak menyembuh dalam 7-10 hari, atau
menunjukkan tanda-tanda terinfeksi atau ternyata lebih dalam maka
rujukan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan timbulnya jaringan parut yang
berlebihan (scar hipertrofik) harus dipikirkan apabila dalam waktu 3
minggu luka bakar belum juga menyembuh.

Tatalaksana Luka bakar mayor


 Airway and breathing (jalan napas dan pernapasan) Apabila ada tanda-
tanda luka bakar pada saluran napas atau cedera pada paru-paru maka
intubasi dilakukan secepatnya sebelum pembengkakan pada jalan napas
terjadi.
- Cairan
Jika luas area luka bakar >10% maka lakukan resusitasi cairan dan
lakukan penghitungan cairan dari saat waktu kejadian luka bakar. Pasang
kateter urin jika luka bakar >15% atau luka bakar daerah perineum NGT-
pipa nasogastrik dipasang jika luka bakar >10% berupa deep partial
thickness atau full thickness, dan mulai untuk pemberian makanan antara
6-18 jam.
- Pemberian anti tetanus diperlukan pada luka-luka sebagai berikut :
1) Disertai patah tulang
2) Luka yang menembus ke dalam
3) Luka dengan kontaminasi benda asing (terutama serpihan kayu)
4) Luka dengan komplikasi infeksi
5) Luka dengan kerusakan jaringan yang besar (contoh luka bakar)
6) Luka dengan kontaminasi tanah, debu atau produk cairan atau kotoran
kuda
7) Implantasi ulang dari gigi yang tanggal.

30
- Debridement
Debridement adalah suatu tindakan eksisi pada luka bakar yang bertujuan
untuk membuang jaringan nekrosis maupun debris yang menghalangi proses
penyembuhan luka dan potensial terjadi/berkembangnya infeksi; sehingga
merupakan tindakan pemutus rantai respon inflamasi sistemik dan maupun
sepsis. Tindakan ini dilakukan seawal mungkin, dan dapat dilakukan tindakan
ulangan sesuai kebutuhan.

1) Indikasi Operasi

Debridement luka bakar diindikasikan pada luka bakar yang dalam misalnya
luka bakar deep-dermal dan subdermal. Luka bakar yang dalam ini ditandai
dengna permukaan yang keputihan, merah, kecoklatan, kuning atau bahkan
kehitaman dan tidak adanya capillary refill ataupun sensibilitas kulit.

2) Kontraindikasi Operasi

– Kondisi fisik yang tidak memungkinkan


– Gangguan pada proses pembekuan darah
– Tidak tersedia donor yang cukup untuk menutup permukaan terbuka (raw
surface) yang
timbul.
3). Pemeriksaan Penunjang
– Foto dada
– Laboratorium: darah lengkap, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, analisa gas
darah (untuk penderita luka bakar dengan kecurigaan trauma inhalasi), serum
elektrolit, serum albumin.
4). Tehnik Operasi debridement
1. Informed consent
2. Posisi terlentang dalam pembiusan
3. Cuci luka dengan Normal Saline (PZ) sambil dilakukan nekrotomi &
bullektomi hingga bersih (debridement)
4. Bilas dengan savlon, kemudian bilas kembali dengan PZ
5. Keringkan dengan kasa steril

31
6. Beri betadine (kecuali daerah wajah), ditutup tulle dan diatasnya diberi
Silver Sulfadiazin (SSD)/ Dermazin/ Burnazin
7. Bebat tebal diseluruh area luka bakar
5). Komplikasi Operasi
Pembentukan kista.
Hal ini dapat disebabkan oleh sumbatan dari duktus atau kelenjar adneksa.
Kista sebaseus ini dapat muncul sekitar 4 minggu postoperasi dan dapat
tumbuh hingga diameternya 20mm. Biasanya kista ini dapat pecah sendiri,
namun pada kasus yang cukup berat akan membutuhkan tindakan bedah.
Stepping pada tepi graft, pada pertemuan graft dan kulit normal.
Kedalaman dari step bervariasi, tergantung dari variasi kedalaman eksisi.
Bila perlu dapat dikoreksi dengan eksisi ulang.
Titik-titik kehitaman pada kulit. Hal in terjadi akibat sekresei cairan terus
menerus yang dapat diatasi dengan dibersihkan secara hati-hati.
Epithelial bridging. Hal ini terjadi akibat tertahannya folikel rambut.
Perdarahan. Perdarahan dapat dicegah dengan menggunakan torniket dan
melakukan elevasi ekstremitas bersangkutan.
Infeksi
6). Mortalitas
Tergantung luas dan derajat luka bakar. Makin luas makin tinggi
mortalitasnya.
7). Perawatan pasca prosedur debridement
Balutan awal harus dipertahankan selama 3-7 hari, kecuali timbul rasa
sakit, berbau, basah dan komplikasi lain yang dapat muncul. Ketika melepaskan
balutan, perlengketan diatasi dengan normal saline untuk mengurangi
perlengketan. Apabila terdapat hematoma atau seroma pada saat ganti balutan,
atasi dengan membuat insisi kecil pada daerah yang paling menonjol dan
keluarkan isinya. Bila proses eksudasi tidak berlebihan, biasanya penilaian hasil,
sekaligus penggantian balutan dapat dikerjakan dalam waktu 5-7 hari pasca
bedah. Sebaliknya, dengan eksudasi yang berlebihan; terlihat sebagai balutan
yang jenuh, dalam 24-48 jam pertama pasca bedah dapat dilakukan pergantian
balutan.

32
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan pada luka bakar mayor. Hal ini
untuk menunjang tatalaksana, mengingat luka bakar mayor dapat
menyebabkan kerusakan yang lebih berat dan gangguan keseimbangan
metabolisme tubuh yang berat. Hal ini harus dikenali sehingga bisa diatasi
secepat mungkin. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu Hemoglobin,
hematokrit, elektrolit, gula darah, golongan darah, kadar COHb dan kadar
sianida (pada luka bakar akiibat kebakaran di ruangan).
Pemindahan ke Unit Luka Bakar
 Luka bakar derajat 3 yang melebihi 5% luas permukaan tubuh pada segala
kelompok usia
 Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 10% luas permukaan tubuh pada
pasien < 10 tahun atau > 50 tahun
 Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 20% luas permukaan tubuh pada
segala kelompok usia yang lain.
 Luka bakar derajat 2 dan 3 yang mengenai muka, tangan, kaki, genetalia,
perineum, serta persendian yang besar.
 Luka bakar listrik yang mencakup luka bakar tersambar petir
 Luka bakar kimia dengan ancaman ganguan fungsional atau kosmetik
yang serius
 Cedera inhalasi dengan luka bakar
 Luka bakar yang melingkar pada ektremitas dan dada
 Luka bakar pada pasien yang sebelumnya sudah menderita sakit dapat
memperumit penanganan
 Luka bakar dengan trauma dimana luka bakar tersebut menghadapi risiko
yang terbesar.

33
BAB III. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
a) Pengkajian Luas Luka Bakar
Metode Rule of Nine’s

Gambar 4: Pengkajian Rule of Nine’s

34
Sistem ini menggunakan prosentase kelipatan sembilan terhadap luas
permukaan tubuh.
- Adult: kepala = 9 %, tangan kanan-kiri = 18%, dada dan perut = 18%,
genetalia = 1%, kaki kanan-kiri = 36%, dan punggung = 18%
- Child: kepala = 18%, tangan kanan-kiri = 18% , dada dan perut =
18%, kaki kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%
- Infant: kepala = 18%, tangan kanan-kiri =18%, dada dan perut = 18%,
kaki kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%

b) Pengkajian Awal
Pengkajian ini dibuat dengan cepat selama pertemuan pertama dengan
pasien yang meliputi ABC (Airway, Breathing, dan Circulation)
 Airway
- Data subjektif
pasien mengeluh sesak , pasien mengeluh nyeri .
- Data objektif
terdengar suara krekels dan stridor , terdapat edema pada laring
 Breathing
- Data subjektif
Pasien mengeluh sesak .
- Data objektif
terdapat adanya gerakan otot bantu nafas , RR lebih dari 20 kali
permenit, nampak pernafasan cuping hidung
 Circulation
- Data subjektif
pasien mengeluh pusing
- Data objektif
nadi klien meningkat > 100 x permenit .
c) Pengkajian Berdasarkan 6B
 Breathing
- Data subjektif

35
Pasien mengatakan susah untuk bernafas.
- Data objektif
Pasien telihat sesak (RR> 20 x/menit), pernafasan cuping hidung,
menggunakan otot bantu pernafasan
 Blood
- Data subjektif
Klien mengeluh pusing .
- Data objektif
Nadi klien meningkat > 100 x permenit , hematokrit meningkat ,
leukosit meningkat , trombosit menurun.
 Brain
- Data subjektif
Pasien merasa pusing, pasien mengeluh nyeri kepala.
- Data objektif
Pasien mungkin disorientasi.
 Bladder
- Data subjektif
Pasien mengatakan sedikit kencing
- Data objektif
Haluaran urin menurun.
 Bowel
- Data subjektif
Pasien mengeluh susah BAB .
- Data objektif
Pasien mungkin mengalami penurunan berat badan dan konstipasi.
 Bone
- Data subjektif
Pasien mengeluh letih dan pegal-pegal.
- Data objektif

2. Diagnosa Keperawatan

36
1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan penurunan difusi O2
ditandai dengan sakit kepala ketika bangun, dyspnoe, gangguan
penglihatan, hipoksemia, penurunan CO2.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial, edema mukosa dan hilangnya kerja silia, luka bakar daerah
leher, kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterbatasan
pengembangan dada.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui
rute abnormal, peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik,
ketidakcukupan pemasukan, kehilangan perdarahan
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan suhu ekstrem (air panas)
ditandai dengan kerusakan pada lapisan kulit, gangguan pada permukaan
kulit
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan klien
mengatakan nyeri pada area luka bakar klien terlihat meringis
6. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatik, pertahanan sekunder
tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari
proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (mengalami
luka bakar) ditandai dengan pasien mengeluh khawatir dengan kondisinya
9. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan
keterbatasan dalam ROM dan ambulasi
10. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan ditandai
dengan ketidakmampuan dalam membasuh, mengeringkan, dan
mengambil peralatan mandi
11. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan ditandai
dengan ketidakmampuan dalam menuju toileting, dan membersihkan
perineum secara mandiri

37
12. Defisit perawatan diri: berpakaian berhubungan dengan kelemahan
ditandai dengan mengenakan, mengambil pakaian secara mandiri

38
3. Intervensi

4. No Diagnosa Tujuan (Outcome) Intervensi Keperawatan

1 Gangguan Pertukaran Gas NOC: NIC :


berhubungan dengan a. Respiratory Status : 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
penurunan difusi O2 Gas exchange (NOC: 433b) 2. Pasang mayo bila perlu
(NANDA: 204) b. Electrolyte & 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
DS: Acid/Base Balance(NOC: 209-210b) 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
13. sakit kepala ketika c. Respiratory Status: 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
bangun ventilation(NOC: 434b) 6. Berikan bronkodilator ;
14. Dyspnoe d. Vital Sign Status(NOC: 7. Barikan pelembab udara
15. Gangguan penglihatan 550b) 8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
DO: Setelah dilakukan tindakan keperawatan keseimbangan.
16. Penurunan CO2 selama 1 x 24 jamGangguan pertukaran 9. Monitor respirasi dan status O2
17. Takikardi pasien teratasi dengan kriteria hasi: 10. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
18. Hiperkapnia - Mendemonstrasikan peningkatan penggunaan otot tambahan, retraksi otot
19. Keletihan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat supraclavicular dan intercostal
20. Iritabilitas - Memelihara kebersihan paru paru dan 11. Monitor suara nafas, seperti dengkur
21. Hypoxia bebas dari tanda tanda distress 12. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
22. kebingungan pernafasan hiperventilasi, cheyne stokes, biot
23. sianosis - Mendemonstrasikan batuk efektif dan 13. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
24. warna kulit abnormal suara nafas yang bersih, tidak ada adanya ventilasi dan suara tambahan
(pucat, kehitaman) sianosis dan dyspneu (mampu 14. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
25. Hipoksemia mengeluarkan sputum, mampu 15. Observasi sianosis khususnya membran mukosa
26. hiperkarbia bernafas dengan mudah, tidak ada 16. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
27. AGD abnormal pursed lips) tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,
28. pH arteri abnormal - Tanda tanda vital dalam rentang Suction, Inhalasi)
29. frekuensi dan kedalaman normal 17. Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut

39
nafas abnormal - AGD dalam batas normal jantung
- Status neurologis dalam batas normal

2 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label >> Airway Management
bersihan jalan nafas selama …x… jam, diharapkan jalan 1. Auskultasi suara napas, catat hasil
berhubungan dengan napas pasien efektif dengan kriteria penurunan daerah ventilasi atau tidak
obtruksi hasil: adanya suara adventif
trakeabronkial, edema NOC Label >> Respiratory Status: 2. Monitor pernapasan dan status oksigen
mukosa dan hilangnya Airway patency yang sesuai
kerja silia, luka bakar  Tidak tampak penggunaan otot bantu 3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
daerah leher, kompresi napas potensial ventilasi
jalan nafas thorak dan  Menunjukkan jalan nafas yang paten NIC Label >> Respiratory Monitoring
dada atau keterbatasan (klien tidak merasa tercekik, irama 1. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan
pengembangan dada. nafas reguler, frekuensi pernafasan usaha pasien saat bernapas
dalam rentang normal, tidak ada 2. Catat pergerakan dada, simetris atau
suara nafas abnormal) tidak, menggunakan otot bantu
NOC Label >> Vital Signs pernapasan atau tidak
 Frekuensi napas normal (16 – 20 x/ 3. Monitor pola napas: bradypnea,
menit) tachypnea, hiperventilasi, respirasi
NOC Label >> Respiratory status : kussmaul, respirasi cheyne-stokes.

40
Ventilation NIC Label >> Oxygen Therapy
 Tidak ada sianosis dan dyspnea
 Bersihkan area mulut, hidung, jika
diperlukan
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Monitor jumlah aliran oksigen
 Monitor efektivitas terapi oksigen
3 Kekurangan volume Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label >> Fluid/Electrolyte
cairan berhubungan selama ... x … jam diharapkan volume Management
dengan kehilangan cairan seimbang dengan outcome :
 Monitor keabnormalitas tingkat elektrolit
cairan melalui rute
NOC Label >> Fluid Balance serum
abnormal, peningkatan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
kebutuhan : status  Tekanan darah dalam batas normal
yang terkait perubahan cairan atau
hypermetabolik, (sistolic 100-130 dan diastolic 70-
tingkat elektrolit
ketidakcukupan 90)
 Berikan cairan yang adekuat
pemasukan, kehilangan  HR dalam batas normal (60-100
 Berikan intake oral
perdarahan x/menit)
 Monitor status hemodinamik klien
NOC Label >> Burn Recovery  Kaji membran mukosa klien untuk

 Granulasi Jaringan baik mengindikasikan adanya perubahan

41
 Persen dari luas luka bakar keseimbangan cairan dan elektrolit
berkurang  Monitor kehilangan cairan
 Suhu tubuh stabil

NOC Label >> Hydration

 Urin output 0,5-1 cc/kgBB


 Mukosa membran lembab

NOC Label >> Keseimbangan Asam


Basa dan Elektrolit

 RR dalam batas normal (16 – 20


x/menit)
 Hematokrit dalam batas normal
 BUN dan Kreatinin dalam batas
normal
 Elektrolit Serum dalam batas
normal
 Albumin serum dalam batas normal
4 Kerusakan integritas Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label >> Wound Care
kulit berhubungan selama ... x ...jam diharapkan integritas  Lakukan monitor terhadap karakteristik

42
dengan suhu ekstrem kulit klien mengalami peningkatan luka, termasuk drainase, warna, ukuran,
(air panas) ditandai dengan kriteria hasil : dan aroma.
dengan kerusakan pada NOC Label >> Wound Healing :  Bersihkan luka dengan normal saline
lapisan kulit, gangguan Secondary Intention secara tepat.
pada permukaan kulit  Ukuran lesi pada kulit klien  Lakukan wound dressing sesuai tipe
berkurang. luka.
 Inflamasi pada luka berkurang.  Pertahankan teknik steril selama
 Granulasi dalam jaringan subkutan melakukan perawatan luka, secara tepat.
klien meningkat.  Lakukan penggantian dressing secara
 Eritema kulit sekitarnya berkurang tepat
 Tidak ada blister pada daerah luka  Jelaskan pada klien dan keluarga tentang
bakar tanda dan gejala infeksi
NOC Label >> Tissue Integrity : Skin
& Mucous Membranes NIC Label >> Skin Care : Topical
 Suhu kulit normal Treatments

 Jaringan parut tidak ada  Beri antibiotic topikal pada area yang

 Integritas kulit normal terkena

 Lesi kulit tidak ada  Beri antiinflamasi topical pada area yang

 Eritema tidak ada terkena

43
 Memeriksa kulit setiap hari untuk yang
berisiko mengalami kerusakan
 Catat derajat kerusakan kulit

NIC Label >> Skin surveillance


 Periksa kulit dan membrane mukosa
terkait adanya kemerahan, hangat,
edema, atau drainase
 Pantau warna dan suhu kulit
 Catat perubahan kondisi kulit dan
membrane mukosa
5 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label >> Pain Management
berhubungan dengan selama …..x …. jam diharapkan nyeri
 Lakukan pengkajian komprehensif nyeri
agen cedera fisik klien berkurang dengan kriteria hasil :
termasuk lokasi, karakteristik,
ditandai dengan klien
NOC Label >> Vital Sign onset/durasi, frekwensi, kwalitas,
mengatakan nyeri pada
intensitas atau derajat nyeri, dan faktor
area luka bakarklien  Suhu tubuh klien dalam batas
yang menimbulkan.
terlihat meringis normal 36,5 0C- 37,5 0C (skala 5)
 Observasi reaksi non verbal terhdapat
 Respiratory rate dalam batas normal
nyeri
16-20 x/menit (skala 5)

44
 Pastikan pasien mendapat perhatian
 Denyut nadi radial dalam batas
mengenai perawatan dengan analgesic
normal 60-100 x/menit (skala 5)
 Gunakan strategi komunikasi terapeutik
NOC Label >> Pain Level
untuk menggai informasi terhadap
 Klien melaporkan adanya rasa nyeri pengalaman nyeri dan cara pasien
yang ringan (skala 4) merespon terjadinya nyeri
 Klien tidak mengerang atau  Gali pengetahuan dan kepercayaan klien
menangis terhadap rasa sakitnya mengenai nyeri
(skala 5)  Tanyakan pada klien kapan nyeri
 Klien tidak menunjukkan rasa sakit menjadi lebih buruk dan apa yang
akibat nyerinya (skala 5) dilakukan untuk menguranginya
NOC Label >> Pain Control  Ajarkan prinsip dari manajemen nyeri
 Ajari pasien untuk menggunakan
 Klien menyadari onset terjadinya
medikasi nyeri yang adekuat
nyeri dengan baik (skala 5)
NIC Label >> Analgesic Administration
 Klien dapat menjelaskan faktor
penyebab timbulnya nyeri dengan  Ketahui lokasi, karakteristik, kualitas,
sering (skala 4) dan derajat nyeri sebelum memberikan
 Klien sering menggunakan tindakan pasien medikasi
pencegahan ( skala 4)  Lakukan pengecekan terhadap riwayat

45
 Sering menggunakan pengobatan alergi
non farmakologis untuk meredakan  Pilih analgesic yang sesuai atau
rasa sakit (skala 4) kombinasikan analgesic saat di resepkan
 Kadang-kadang menggunakan anagesik lebih dari
analgesic jika dianjurkan (skala 3)  Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
NOC Label >> Discomfort Level setelah diberikan analgesic dengan satu
Nyeri dalam skala ringan (skala 4) kali dosis atau tanda yang tidak biasa
dicatat perawat
 Evaluasi keefektian dari analgesic

46
DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2007. Luka Bakar, (online), (http://www.sehatgroup.web.id/, diakses


1 September 2013).

Anonim. 2009. Luka Bakar, (online)


(http://id.wikipedia.org/wiki/Luka_bakar, 1 September 2013).

Anonim. 2009. Askep Combustio (Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Dengan Luka Bakar/Combustio. (online) (http://nursingbegin.com/askep-
combustio/, diakses 1 September 2013).

Arixs. 2008. Simulasi Rutin di RSUP Sanglah, (online),


(http://www.cybertokoh.com/, 1 September 2013).

Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions


Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.

Doenges, M E. 200. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

NANDA International. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta:EGC

Moorhead, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson.


2008. Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition. Missouri: Mosby
Elsevier.

Prasetyo, Budi. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Luka Bakar
(combustio), (online), (http://nurse-community.socialgo.com/, diakses 7 Juli
2013)

Rosfanty. 2009. Luka Bakar. (online)


(http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/03/luka-bakar.html, diakses 7 Juli 2013).

Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Vol 3.
Jakarta: EGC.

47

Anda mungkin juga menyukai