Anda di halaman 1dari 16

LATAR BELAKANG: NEHEMIA

- Sebagai pengurus minuman raja, Nehemia mencicipi lebih dahulu anggur yang akan
disajikan kepada raja untuk membuktikan bahwa minuman itu tidak mengandung
racun. Hanya orang yang paling dipercaya dapat menduduki posisi tertinggi ini dalam
istana raja Persia. Namun demikian, hati Nehemia lebih cenderung untuk melakukan
tugas yang Allah bebankan
- Nehemia tidak melupakan bangsanya sendiri. Ia bersedia meninggalkan kehidupan
mewah dalam istana dan pergi ke Yerusalem untuk membangun kembali kota itu.
Ketika pada akhirnya ia pergi ke Yerusalem, ia bertugas sebagai gubernur sipil
dengan kuasa dari raja Persia.
- Ezra meliput peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan dua rombongan pertama
(538 SM; 457 SM), dan Nehemia mencatat aneka peristiwa selama kembalinya
rombongan ketiga (444 SM).
- Sedangkan fokus kitab Ezra adalah pembangunan kembali Bait Suci, maka fokus
kitab Nehemia adalah pembangunan kembali tembok Yerusalem. Kedua kitab
menekankan pentingnya pemulihan rohani dan komitmen kepada Allah dan Firman-
Nya.

MASALAH

Tetapi di dalam ayat 4-7 ada seorang Amon, yaitu Tobia, yang tidak mendapat anugerah
Tuhan, bahkan menjadi musuh orang Israel. Tobia adalah teman Sanbalat dan mereka berdua
sangat menentang pembangunan tembok (Neh. 2:10).

Tetapi beberapa petinggi Israel mau menjilat kepada mereka dan melanggar firman Tuhan
karena motivasi buruk mereka itu. Mereka membuat tempat bagi Tobia di Bait Suci. Ini
penghinaan kepada Tuhan yang sangat, memberikan kedudukan istimewa kepada orang yang
dinajiskan justru di tempat yang dikuduskan untuk beribadah kepada Tuhan.

Dosa mereka bertambah besar karena di dalam ayat 8-11 dikatakan bahwa para imam dan
orang Lewi tidak dipelihara oleh umat Tuhan. Mereka tidak mendapatkan penghidupan maka
mereka meninggalkan panggilan mereka dan kembali bekerja di ladang. Pemimpin politik
dijilat dan disanjung-sanjung, tetapi hamba Tuhan dihina dan diabaikan. Mengapa? Karena
jauh lebih untung menyanjung-nyanjung pemimpin politik daripada mengingat hamba Tuhan.
Di dalam ayat 12-14 dikatakan bahwa Nehemia berusaha untuk memperbaiki itu. Dia
berusaha mengembalikan hormat bagi Tuhan, bukan bagi manusia.

Selain dosa itu, ayat 15-22 mengatakan bahwa umat Tuhan hidup dengan begitu serakah
sehingga mereka berdagang juga di hari Sabat. Berdagang di hari Sabat memang
menguntungkan. Tawaran menggiurkan dari keuntungan dagang ini dirasa lebih nikmat,
bahkan lebih nikmat daripada datang beribadah kepada Tuhan dan mengkhususkan satu hari
sepenuhnya untuk Tuhan. Bahkan sudah dilarang pun beberapa dari pedagang itu tetap cari
kesempatan. Meskipun gerbang Yerusalem telah ditutup, mereka tetap menunggu dekat ke
tembok untuk berdagang.
Dosa berikutnya adalah di dalam ayat 23-31. Orang Israel juga memberikan anak mereka
untuk menikah dengan anak perempuan dari bangsa-bangsa lain. Perkawinan campur...
Bahkan ada seorang imam besar yang menikahkan anaknya dengan anak Sanbalat. Nehemia
segera mengusir dia dari jabatan imam besar. Semua ini dilakukan Israel sebelum mereka
mendengar Taurat dan mengucapkan janji di dalam pasal 8-9.

Keadaan yang seperti inilah yang mendorong Nehemia untuk berdoa bagi kebangunan. Doa
Nehemia adalah supaya Tuhan ingat kepada dia dan memberi damai sejahtera.

SUSUNAN MASALAH

Bagian ini menuliskan keadaan Israel sebelum terjadinya pembaruan melalui pembacaan
Taurat oleh Ezra di dalam pasal 8. Seperti apakah keadaan Israel itu?

1. Pembacaan kitab Musa oleh seluruh jemaat, peringatan mengenai bangsa Moab dan
bangsa Amon yang tidak boleh masuk jemaat Allah (1-3)
2. Mencari Keuntungan dari rumah Allah – Menyediakan Bilik besar bagi Tobia (4).
Sanbalat dan Tobia, orang Amon sangat kesal karena ada orang yang mengusahakan
kesejahteraan orang Israel (Neh 2:10). Mereka mengolok-ngolok dan menghina
Nehemia saat ingin membangun tembok Yerusalem (Neh 2:19), Dia marah dan sakit
hati, mengejek orang Yahudi sebagai orang yang lemah dan merendahkan
pembangunan tembok hancur kembali (Neh 4:3), saat mendengar kemajuan tembok
maju dan lobang-lobang tertutup, mereka sangat marah (Neh 4:7), mengancam dan
mengajak Nehemia bertemu, menyebarkan hoax bangsa Israel ingin memberontak,
menakut-nakuti supaya pekerjaan tidak selesai, menyuap orang supaya bisa
membusukkan nama Nehemia (Neh 6)
3. Akibat dari tindakan imam Elyasib, sumbangan untuk orang lewi tidak pernah
diberikan, orang lewi dan para penyanyi lari bekerja di ladang (10).
4. Nehemia kesal dan menyesali para penguasa “ Mengapa rumah Allah dibiarkan begitu
saja?” Dia mengembalikan orang Lewi pada tempatnya, bangsa Yehuda bisa
memberikan persembahan lagi, dia juga mengangkat pengawas yaitu Imam selemnya
dan imam zadok (ahli kitab), dan orang yang dianggap setia.
5. Bangsa Israel tidak menghormati hari sabat (15-22). Nehemia menyesali pemuka-
pemuka orang Yahudi (17)
6. Bangsa Israel mengambil perempuan-perempuan asing untuk menjadi istri mereka
atau istri anak-anak mereka. (23-31), Dia memberi contoh sekalipun Salomo itu unik
di antara para raja (II Taw. 1: 12; I Raj. 3:12) dan dikasihi Allah (II Sam. 12:24) toh
perempuan-perempuan asing yang terbukti menyebabkan kehancurannya (I Raj. 11 :
1-8).

GAMBARAN DARI NEHEMIA

Nehemia dengan jelas dianggap sebagai seorang pekerja Allah yang ideal -- "seorang patriot
yang berani, tidak mengenal takut, penuh semangat dan berinisiatif, seorang pendoa dan
pekerja keras dan seorang yang takut kepada Allah dan yang selalu mencari berkat-Nya".
Kehidupannya ditandai dengan keseimbangan yang sehat antara berdoa dan kerja keras.
Pelajarilah dalam kitab ini hal-hal yang berhubungan dengan kedua unsur ini.

1. Patriotisme
Patriotisme itu sendiri tidak salah. Paulus mempunyai beban berat bagi bangsanya
(Rom 10:1). Kristus mendorong murid-murid-Nya untuk memberikan kepada Kaisar
apa yang menjadi haknya (Mat 22:21). Nehemia menaruh perhatian yang besar
terhadap rakyatnya (Neh 1:3-11). Patriotisme sejati adalah rasa prihatin terhadap
keadaan bangsa. Perhatiannya dinyatakan olehnya melalui puasa, doa, dan air mata
(Neh. 1:4-6). Nehemia memihak bangsanya, bukan saja dalam kesedihan mereka,
tetapi juga di dalam dosa-dosa mereka. "Dosa yang kami orang Israel telah lakukan
terhadap-Mu. Juga aku dan kaum keluargaku telah berbuat dosa." (Neh. 1:6)

Pertanyaan: Bagaimana umat Kristen dewasa ini dapat mempengaruhi sikap bangsanya?

2. Doa
Nehemia berdoa setiap saat dan dalam segala keadaan (Neh 1:4; 2:4; 4:4; 5:19;
6:9,14; 13:14, 22,29,31). Doa adalah reaksinya yang pertama ketika ia mendengar
kesulitan para pendatang di Yerusalem. Secara keseluruhan, catatan kehidupannya
dipenuhi dengan doa. Baginya, doa bukan saja merupakan sesuatu yang dilakukan
pada saat-saat yang tertentu saja, melainkan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan dan pekerjaan sehari-hari (Neh. 1:4, 6; 2:4; 4:4, 9; 5:19; 6:14; 13:14, 22,
29).

Tidak kurang dari 11 kali dikisahkan bagaimana ia memanjatkan doa atau doa syafaat kepada
Allah (mis. Neh 1:4-11; Neh 2:4; Neh 4:4,9; Neh 5:19; Neh 6:9,14; Neh 13:14,22,29,31). Ia
seorang yang melaksanakan tugas-tugas yang tampaknya mustahil karena ketergantungannya
yang mutlak kepada Allah.

Torrey Johnson: Menjangkau Kaum Muda untuk Kristus

Seorang penginjil terkena TORREY JOHNSON pernah ditanya tentang strategi yang
dibutuhkan untuk mengelola KKR malam Minggu, ia berkomentar, "Hal yang utama,
kedua, dan ketiga yang harus Anda lakukan ketika memulai segala sesuatu, hal berurutan
yang perlu Anda lakukan ialah: '1. Berdoa. 2. Berdoa. 3. Berdoa.'" Ini merupakan
keyakinan Torrey bahwa doa merupakan satu ramuan yang paling utama, baik untuk
suatu KKR maupun untuk suatu kehidupan pelayanan seumur hidup."

3. Dedikasi
Nehemia menerima tugas yang diberikan oleh Allah dengan sungguh-sungguh -- ia
sangat teliti. Ia bertekad untuk menyelidiki perkara yang sebenarnya (Neh 2:12). Ia
tahu akan kesucian pekerjaannya (Neh 6:3). Ia menjadi teladan bagi orang lain untuk
bekerja seperti dia (Neh 2:17,18; 4:6,23).

Keputusan dan tindakan Nehemia ditandai oleh sifatnya yang sama sekali tidak memihak. Ia
tidak memandang muka orang. Kaum bangsawan dan para pemimpin dikecamnya, jika
memang mereka patut dikecam, sama saja seperti orang-orang biasa. "Aku menggugat para
pemuka dan para penguasa .... Lalu kuadakan terhadap mereka suatu sidang jemaah yang
besar." (Neh. 5:7)

4. Ketekunan
Nehemia tidak undur menghadapi tentangan, baik dari dalam maupun dari luar. Ia
diejek dan dicaci, karena bergantung kepada Allah (Neh 2:19,20). Ia tidak bersedia
mengalihkan perhatiannya dari tugas yang sedang dihadapinya (Neh 6:2,3).

Ia membangkitkan semangat rekan-rekannya. Ini merupakan fungsi yang penting daripada


seorang pemimpin yang bertanggung jawab. Ia mencapai tujuan ini dengan memberikan
dorongan iman dan memalingkan pikiran mereka dari besarnya masalah mereka pada waktu
itu kepada kebesaran Allah dan sifat-Nya yang dapat dipercaya. Keyakinan seperti ini banyak
terdapat dalam Kitab Nehemia:

"Allah semesta langit ... yang membuat kami berhasil." (Neh. 2:20)

"Jangan takut .... Ingatlah kepada Tuhan yang mahabesar dan dahsyat." (Neh. 4:14)

"Allah kita berperang bagi kita." (Neh. 4:20)

"Sebab sukacita karena Tuhan itulah perlindunganmu." (Neh.8:11)

Ia pandai menghargai orang dan memberi mereka dorongan. Nehemia datang kepada orang-
orang yang merasa kecewa dan merosot semangatnya. Tujuan utamanya ialah
membangkitkan harapan dan kemudian memeroleh kerja sama mereka. Hal ini sebagian
dilakukannya dengan mengingat kembali kemurahan tangan Allah, yang telah menyertainya
dan menyampaikan kepada mereka penglihatan dan keyakinannya kepada Allah. "Ketika
kuberitahukan kepada mereka, betapa murahnya tangan Allahku yang melindungi aku dan
apa yang dikatakan raja kepadaku, berkatalah mereka: 'Kami siap untuk membangun!' Dan
dengan sekuat tenaga mereka mulai melakukan pekerjaan yang baik itu." (Neh. 2:18)

TEMA: IMAN YANG MEMIMPIN KEPADA KESETIAAN

APA ITU IMAN = ILUSTRASI

Pada tahun 1921, dua pasang suami istri dari Stockholm (Swedia), menjawab panggilan
Tuhan untuk melayani misi penginjilan di Afrika. Kedua pasang suami istri ini menyerahkan
hidupnya untuk mengabarkan Injil dalam suatu kebaktian pengutusan Injil. Mereka terbeban
untuk melayani negara Belgian Kongo, yang sekarang bernama Zaire.

Mereka adalah David Flood & isterinya Svea, serta Joel Erickson & isterinya Bertha.

Setelah tiba di Zaire, mereka melapor ke kantor Misi setempat. Lalu dengan menggunakan
parang, mereka membuka jalan melalui hutan pedalaman yang dipenuhi nyamuk malaria.
David dan Svea membawa anaknya David Jr. yang masih berumur 2 tahun. Dalam
perjalanan, David Jr. terkena penyakit malaria.

Namun mereka pantang menyerah dan rela mati untuk Pekerjaan Injil. Tiba di tengah hutan,
mereka menemukan sebuah desa di pedalaman. Namun penduduk desa ini tidak mengijinkan
mereka memasuki desanya. "Tak boleh ada orang kulit putih yang boleh masuk ke desa.
Dewa-dewa kami akan marah," demikian kata penduduk desa itu.

Di desa N’dolera itu mereka ditentang habis oleh kepala suku yang khawatir kehadiran
orang-orang putih ini membuat dewa-dewa setempat murka. Jadi didirikan sebuah pondok
dari lumpur, kira-kira 750 meter di luar desa.

Karena tidak menemukan desa lain, mereka akhirnya terpaksa tinggal di hutan dekat desa
tersebut. Setelah beberapa bulan tinggal di tempat itu, mereka menderita kesepian dan
kekurangan gizi. Selain itu, mereka juga jarang mendapat kesempatan untuk berhubungan
dengan penduduk desa. Setelah enam bulan berlalu, keluarga Erickson memutuskan untuk
kembali ke kantor misi.

Namun keluarga Flood memilih untuk tetap tinggal, apalagi karena saat itu Svea baru hamil
dan sedang menderita malaria yang cukup buruk. Di samping itu David juga menginginkan
agar anaknya lahir di Afrika dan ia sudah bertekad untuk memberikan hidupnya untuk
melayani di tempat tersebut.

Selama beberapa bulan Svea mencoba bertahan melawan demamnya yang semakin
memburuk. Namun di tengah keadaan seperti itu ia masih menyediakan waktunya untuk
melakukan bimbingan rohani kepada seorang anak kecil penduduk asli dari desa tersebut.

Anak kecil itulah satu-satuya kontak dengan penduduk lokal yang diijinkan menjual telur dan
daging ayam seminggu dua kali, dan kemudian disambut dengan senang hati, dibimbing
kepada Kristus.

Dapat dikatakan anak kecil itu adalah satu-satunya hasil pelayanan Injil melalui keluarga
Flood ini. Saat Svea melayaninya, anak kecil ini hanya tersenyum kepadanya. Penyakit
malaria yang diderita Svea semakin memburuk sampai ia hanya bisa berbaring saja. Tapi
bersyukur bayi perempuannya berhasil lahir dengan selamat tidak kurang suatu apa.

Namun Svea tidak mampu bertahan. Seminggu kemudian keadaannya sangat buruk dan
menjelang kepergiannya, ia berbisik kepada David, "Berikan nama Aina pada anak kita," lalu
ia meninggal.

David amat sangat terpukul dengan kematian istrinya. Ia membuat peti mati buat Svea, lalu
menguburkannya. Saat dia berdiri di samping kuburan, ia memandang pada anak laki-lakinya
sambil mendengar tangis bayi perempuannya dari dalam gubuk yang terbuat dari lumpur.
Timbul kekecewaan yang sangat dalam di hatinya.

Dengan emosi yang tidak terkontrol David berseru:


"Tuhan, mengapa Kau ijinkan hal ini terjadi? Bukankah kami datang kemari untuk
memberikan hidup kami dan melayani Engkau?! Istriku yang cantik dan pandai, sekarang
telah tiada. Anak sulungku kini baru berumur 3 tahun dan nyaris tidak terurus, apalagi si kecil
yang baru lahir. Setahun lebih kami ada di hutan ini dan kami hanya memenangkan seorang
anak kecil yang bahkan mungkin belum cukup memahami berita Injil yang kami ceritakan.
Kau telah mengecewakan aku, Tuhan. Betapa sia-sianya hidupku!"
Kemudian David kembali ke kantor misi Afrika. Saat itu David bertemu lagi dengan keluarga
Erickson. David berteriak dengan penuh kejengkelan:
"Saya akan kembali ke Swedia! Saya tidak mampu lagi mengurus anak ini. Saya ingin
titipkan bayi perempuanku kepadamu."

Kemudian David memberikan Aina kepada keluarga Erickson untuk dibesarkan. Sepanjang
perjalanan ke Stockholm, David Flood berdiri di atas dek kapal. Ia merasa sangat kesal
kepada Tuhan. Ia menceritakan kepada semua orang tentang pengalaman pahitnya, bahwa ia
telah mengorbankan segalanya tetapi berakhir dengan kekecewaan. Ia yakin bahwa ia sudah
berlaku setia tetapi Tuhan membalas hal itu dengan cara tidak mempedulikannya.

Setelah tiba di Stockholm, David Flood memutuskan untuk memulai usaha di bidang import.
Ia mengingatkan semua orang untuk tidak menyebut nama Tuhan didepannya. Jika mereka
melakukan itu, segera ia naik pitam dan marah. David akhirnya terjatuh pada kebiasaan
minum-minuman keras.

Tidak lama setelah David Flood meninggalkan Afrika, pasangan suami-istri Erickson yang
merawat Aina meninggal karena diracun oleh kepala suku dari daerah dimana mereka layani.

Selanjutnya si kecil Aina diasuh oleh Arthur & Anna Berg. Keluarga ini membawa Aina ke
sebuah desa yang bernama Masisi, Utara Kongo. Di sana Aina dipanggil "Aggie". Si kecil
Aggie segera belajar bahasa Swahili dan bermain dengan anak-anak Kongo.

Pada saat-saat sendirian si Aggie sering bermain dengan khayalan. Ia sering membayangkan
bahwa ia memiliki empat saudara laki-laki dan satu saudara perempuan, dan ia memberi
nama kepada masing-masing saudara khayalannya.

Kadang-kadang ia menyediakan meja untuk bercakap-cakap dengan saudara khayalannya.


Dalam khayalannya ia melihat bahwa saudara perempuannya selalu memandang dirinya.
Keluarga Berg akhirnya kembali ke Amerika dan menetap di Minneapolis.

Saat Aggie beranjak dewasa ia mendapat kiriman majalah Kristen dengan berbahasa Swedia
di kotak suratnya. Saat ia melihat sebuah halaman di majalah tersebut ia terhenti kaget karena
foto-foto yang ada di majalah tersebut. Ada sebuah kuburan primitif dengan salib putih dan di
salib tertulis nama Svea Flood. Aggie pun spontan beranjak ke mobilnya dan pergi menemui
seseorang yang bisa menerjemahkan artikel berbahasa Swedia tersebut.

Kemudian penerjemah itu membacakan dengan ringkas bahwa dulu ada pasangan suami
isteri misionaris yang datang ke Afrika yang memperkenalkan Yesus kepada seorang bocah
laki-laki. Suami isteri ini dikaruniai seorang anak perempuan tapi ibunya meninggal dunia
setelah beberapa hari. Namun melalui anak kecil yang pernah dibimbing Svea Flood, Tuhan
telah menyelamatkan 600 orang Zaire. Ketika si bocah tersebut beranjak dewasa ia
mendirikan sekolah di desanya tersebut dan oleh semangat belas kasihan Kristus yang ia
peroleh dari Svea kini ia telah menjadi Pemimpin dari Gereja Pentakosta di Zaire dan
memimpin 110.000 orang-orang Kristen di Zaire.

Sejak itu Aggie pun berusaha mencari tahu keberadaan ayahnya tapi sia-sia.
Aggie menikah dengan Dewey Hurst, yang kemudian menjadi presiden dari sekolah Alkitab
Northwest Bible College. Sampai saat itu Aggie tidak mengetahui bahwa ayahnya telah
menikah lagi dengan adik Svea, yang tidak mengasihi Allah dan telah mempunyai anak lima,
empat putra dan satu putri (tepat seperti khayalan Aggie).

Suatu ketika Sekolah Alkitab memberikan tiket pada Aggie dan suaminya untuk pergi ke
Swedia. Ini merupakan kesempatan bagi Aggie untuk mencari ayahnya. Saat tiba di London,
Aggie dan suaminya berjalan kaki di dekat Royal Albert Hall. Ditengah jalan mereka melihat
ada suatu pertemuan penginjilan. Lalu mereka masuk dan mendengarkan seorang pengkotbah
kulit hitam yang sedang bersaksi bahwa Tuhan sedang melakukan perkara besar di Zaire.
Hati Aggie terperanjat.

Setelah selesai acara ia mendekati pengkotbah itu dan bertanya, "Pernahkah anda mengetahui
pasangan penginjil yang bernama David dan Svea Flood?"

Pengkotbah kulit hitam ini menjawab, "Ya, Svea adalah orang yang membimbing saya
kepada Tuhan waktu saya masih anak-anak. Mereka memiliki bayi perempuan tetapi saya
tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang."
Aggie segera berseru: "Sayalah bayi perempuan itu! Saya adalah Aggie - Aina!"

Mendengar seruan itu Ruhigita Ndagora si Pengkotbah kulit hitam itu segera menggenggam
tangan Aggie dan memeluk sambil menangis dengan sukacita. Aggie tidak percaya bahwa
orang ini adalah bocah yang dilayani ibunya. Ia bertumbuh menjadi seorang penginjil yang
melayani bangsanya dan pekerjaan Tuhan berkembang pesat dengan 110.000 orang Kristen,
32 Pos penginjilan, beberapa sekolah Alkitab dan sebuah rumah sakit dengan 120 tempat
tidur.

Esok harinya Aggie meneruskan perjalanan ke Stockholm dan berita telah tersebar luas
bahwa mereka akan datang. Setibanya di hotel ketiga saudaranya telah menunggu mereka di
sana dan akhirnya Aggie mengetahui bahwa ia benar-benar memiliki saudara lima orang.

Ia bertanya kepada mereka: "Dimana David kakakku ?" Mereka menunjuk seorang laki-laki
yang duduk sendirian di lobi. David Jr. adalah pria yang nampak kering lesu dan berambut
putih. Seperti ayahnya, iapun dipenuhi oleh kekecewaan, kepahitan dan hidup yang
berantakan karena alkohol.

Ketika Aggie bertanya tentang kabar ayahnya, David Jr. menjadi marah. Ternyata semua
saudaranya membenci ayahnya dan sudah bertahun-tahun tidak membicarakan ayahnya. Lalu
Aggie bertanya: "Bagaimana dengan saudaraku perempuan?"

Tak lama kemudian saudara perempuannya datang ke hotel itu dan memeluk Aggie dan
berkata:
"Sepanjang hidupku aku telah merindukanmu. Biasanya aku membuka peta dunia dan
menaruh sebuah mobil mainan yang berjalan di atasnya, seolah-olah aku sedang mengendarai
mobil itu untuk mencarimu kemana-mana."
Saudara perempuannya itu juga telah menjauhi ayahnya, tetapi ia berjanji untuk membantu
Aggie mencari ayahnya. Lalu mereka memasuki sebuah bangunan tidak terawat. Setelah
mengetuk pintu datanglah seorang wanita dan mempersilahkan mereka masuk. Di dalam
ruangan itu penuh dengan botol minuman, tapi di sudut ruangan nampak seorang terbaring di
ranjang kecil, yaitu ayahnya yang dulunya seorang penginjil.

Ia berumur 73 tahun dan menderita diabetes, stroke dan katarak yang menutupi kedua
matanya. Aggie jatuh di sisinya dan menangis, "Ayah, aku adalah si kecil yang kau
tinggalkan di Afrika." Sesaat orang tua itu menoleh dan memandangnya. Air mata
membasahi matanya, lalu ia menjawab, "Aku tak pernah bermaksud membuangmu, aku
hanya tidak mampu untuk mengasuhnya lagi." Aggie menjawab, "Tidak apa-apa, Ayah.
Tuhan telah memelihara aku".

Tiba-tiba, wajah ayahnya menjadi gelap, "Tuhan tidak memeliharamu!" Ia mengamuk. "Ia
telah menghancurkan seluruh keluarga kita! Ia membawa kita ke Afrika lalu meninggalkan
kita. Tidak ada satupun hasil di sana. Semuanya sia-sia belaka!"

Aggie kemudian menceritakan pertemuannya dengan seorang pengkotbah kulit hitam dan
bagaimana perkembangan penginjilan di Zaire. Penginjil itulah si anak kecil yang dahulu
pernah dilayani oleh ayah dan ibunya. "Sekarang semua orang mengenal anak kecil, si
pengkotbah itu. Dan kisahnya telah dimuat di semua surat kabar."

Saat itu Roh Kudus turun ke atas David Flood. Ia sadar dan tidak sanggup menahan air mata
lalu bertobat. Tak lama setelah pertemuan itu David Flood meninggal, tetapi Tuhan telah
memulihkan semuanya, kepahitan hatinya dan kekecewaannya.

Mungkin awalnya di mata David Flood, ia dan istrinya telah gagal sebagai seorang
misionaris. Namun jerih payah di dalam Tuhan tidak pernah sia-sia. Terbukti bahwa belas
kasihan dan kepedulian yang disertai pemberitaan Injil terhadap satu orang melahirkan 600
orang yang bertobat dan dimuridkan.

Beberapa tahun kemudian Aggie dan suami mengunjungi desa N’dolera tersebut. Disambut
riuh rendah penuh sukacita, mereka berziarah juga ke kubur Svea Flood.

Aggie berlutut mengucap syukur di sana, dan pendeta setempat membacakan 2 ayat berikut:
Yohanes 12:24 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke
dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak
buah.
Mazmur 126:5 Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai
dengan bersorai-sorai.

[Dikutip dari buku Aggie Hurst: The Inspiring Story of A Girl Without A Country]

CROSS : CHRIST REDEEM OUR SOULS AND SIN

FAITH : FULL ASURANCE IN THE HEART

BIBLE: BASIC INSTRUMENT BEFORE LEAVE THE EARTH


JOY: JESUS FIRST, OTHER NEXT, YOURSELF LAST (Put Jesus first, put other next and
put yourself last)

LIFE: LIVING IN FAITH EVERYDAY

Dalam kesulitan, kita seringkali mengalami ketakutan dan kekuatiran

FEAR HAS TWO MEANING:

- 1. FORGET EVERYTHING AND RUN


- 2. FACE EVERYTHING AND RISE. THE CHOICE IS YOURS

APA ITU KESETIAAN

- Kata “kesetiaan” (faithfulness) mengandung beberapa pengertian; diantaranya dapat


diartikan sebagai ketaatan, dapat dipercaya, dan produktif.
- Seseorang dapat disebut taat apabila ia tidak memilih pilihan lain yang ada (keinginan
sendiri atau haknya), akan tetapi memilih untuk melakukan apa yang diminta atau
diperintahkan kepadanya.
- Namun ketaatan yang sesungguhnya adalah bukan hanya sekedar melakukannya saja,
tetapi harus disertai dengan suatu sikap yang benar. Ketaatan akan berkata: “Ya, saya
akan melakukannya; dan akan melakukannya dengan sepenuh hati dan kerelaan.
Dengan kata lain; tidak ada komplain, walaupun hanya didalam hati.
- Ketaatan seringkali diuji melalui perkara-perkara yang sederhana. Di dalam
pernikahan, pekerjaan, ataupun keuangan, jika seseorang berkompromi walaupun
dalam porsi yang kecil sekalipun, ada kemungkinan ia akan melakukannya lagi dan
bahkan di dalam porsi yang lebih besar.
- Jika hal yang sederhana saja kita tidak mampu memenuhinya, kemungkinan besar kita
tidak akan dapat memenangkan perkara-perkara yang lebih besar.

Setia dan memfokuskan diri terhadap panggilan hidup masing-masing. Jangan pernah tergiur
atau membanding-bandingkannya dengan orang lain, karena sesungguhnya apa yang ada
pada kita, itulah yang terbaik untuk kita. Tuhan sangat tahu kapasitas masing-masing kita,
apabila kita memaksakan beban tanggungjawab yang tidak pada tempat dan waktu yang
tepat, maka kita sendirilah yang akan mengalami kerusakan.

Jika setiap kita mengerti akan hal ini, maka hidup kita akan terbebas dari rasa iri, bersaing,
serta komplain di sepanjang perjalanan kehidupan kita. Lawan kita dalam bersaing adalah diri
kita sendiri. Kita menantang diri kita untuk dapat mengeluarkan yang lebih lagi, bukan
karena ingin bersaing dengan orang lain, namun karena tahu kapasitas diri kita yang masih
tersedia untuk dipakai.

Tuhan adalah setia. Ia tidak hanya menciptakan manusia, namun juga menyediakan apa yang
menjadi kebutuhan manusia untuk menghidupi kehidupan yang diberikanNya. Diperlengkapi
dengan kemampuan, potensi, tujuan hidup, serta masa depan yang cerah. Kita tidak akan
pernah kekurangan apapun yang baik, jika kita juga setia dan percaya kepadaNya.
Eric Liddell meninggalkan pada dunia suatu contoh kehidupan yang mencerminkan
kepatuhan yang "tidak menawar" kepada Kristus.

Eric Liddell sejak berusia 16 tahun sudah menunjukkan bakat alaminya yang luar biasa,
dengan ditunjuk sebagai kapten regu kriket (permainan bola menggunakan tongkat pemukul
-- Red.) dan pemegang rekor lari 100 yard (91,44 meter). Pada tahun 1920, Eric menjadi
mahasiswa di Universitas Edinburg. Dalam kurun waktu yang singkat, Eric menjadi bintang
universitas di bidang atletik. Setelah beberapa saat, namanya segera menjadi pusat perhatian
di seluruh tanah Skotlandia dan seluruh kerajaan Britania karena prestasinya yang luar biasa
dalam berbagai kejuaraan atletik internasional. Pada tahun 1924, Eric mencapai puncak
kejayaannya dalam bidang atletik setelah memenangkan medali perunggu dalam cabang lari
200 meter dan medali emas dalam cabang lari 400 meter kejuaraan Olimpiade di Paris

Di arena Olimpiade Paris, Eric memutuskan sesuatu yang mengejutkan dunia. Eric menolak
untuk bertanding di arena lari 100 yard, cabang spesialisasinya, karena pertandingan itu
diadakan di hari Minggu. Eric memegang teguh keyakinannya untuk menguduskan hari
Minggu sebagai harinya Tuhan.

Keputusan Eric mendapat kritikan tajam dari khalayak ramai. Publik menuduhnya tidak
patriotik (karena menyebabkan hilangnya kesempatan Skotlandia untuk meraih medali emas).
Di bawah tekanan besar untuk mempertahankan keyakinannya, Eric layak, dan memang pada
akhirnya menerima penghormatan atas keteguhannya. Ketaatan rohani yang sama terlihat dari
tulisannya yang menantang semua umat Kristen:

“Tanyalah pada dirimu sendiri, 'Kalau saya mengetahui sesuatu adalah


kebenaran, apakah saya siap untuk mengikutinya, walaupun hal tersebut
bertentangan dengan keinginan saya, atau berlawanan dengan apa yang saya
percaya sebelumnya. Apakah saya akan mengikutinya walaupun banyak orang
akan menertawakan saya, atau akan menyebabkan saya rugi secara materi, atau
menyebabkan saya menderita kesusahan.”

"Dia Yang Meninggikan Namaku Akan Kutinggikan"

Penolakannya untuk lari di cabang 100 yard (pada hari Minggu) menunjukkan kepatuhannya
kepada Tuannya di Surga dengan risiko menerima kemarahan dari tuannya di dunia. Salah
satu pelatih Eric menyelipkan kertas kecil sebelum pertandingan lari 400 yard (365,76 meter)
dimulai yang berisi kutipan dari 1 Samuel 2:30, "'Siapa yang menghormati Aku, akan
Kuhormati'. Semoga berhasil dan selamat berjuang." Pelatih itu tidak salah. Eric
memenangkan medali emas untuk cabang lari tersebut. Seandainya Eric tidak memenangkan
medali emas pada saat itu pun kepatuhannya terhadap perintah Tuhan patut mendapatkan
medali emas. Hidup Eric pada tahun-tahun selanjutnya ditandai dengan keputusan-keputusan
yang konsisten dengan kepatuhan dan kesetiaan Eric kepada Kristus.

Karier Eric tidak dapat dipisahkan dari kekristenan. Kalau Eric tidak bisa diterima khalayak
ramai sebagai pelari Kristen, ia tidak akan mau menjadi pelari sama sekali. Eric tidak bisa
menerima bahwa imannya kepada Kristus adalah hanya hal pribadi antara ia dan Tuhan.
Baginya hidup sebagai orang Kristen adalah hidup yang bersaksi bagi kemuliaan Kristus,
dalam setiap waktu dan dalam segala keadaan. Setiap kali Eric akan membuat suatu
keputusan, ia selalu bertanya pada diri sendiri. "Apakah hal yang akan saya buat sesuai
dengan kehendak Tuhan atas hidup saya?"
Semasa masih di Universitas, Eric diminta untuk menjadi anggota "Glasgow Students
Evangelistic Union" (GSEU), suatu perkumpulan mahasiswa Kristen yang aktif
memberitakan Kristus pada masyarakat Skotlandia. Seorang anggota muda dari GSEU
merasa bahwa nama besar Eric akan menjadi magnet bagi masyarakat Skotlandia untuk mau
mengenal Tuhan. Ketika anggota GSEU tersebut minta kesediaan Eric untuk menjadi anggota
dan pembicara dalam perkumpulan tersebut, pelari terkenal itu menunduk sesaat dan berdoa
menyerahkan dirinya untuk menjalankan kehendak Tuhan. Kejadian itu menjadi titik
permulaan bagi sesuatu yang baru dalam kehidupan Eric waktu itu: menjadi saksi Tuhan
melalui suaranya, berkhotbah. Eric dipakai Tuhan secara luar biasa. Banyak orang yang
semula hanya datang karena nama Eric, menerima Tuhan setelah mendengar khotbah-
khotbah Eric.

Tuhan rupanya mempunyai rencana yang lebih indah lagi bagi Eric. Begitu Eric
menyelesaikan kuliahnya, ia mendapat kesempatan untuk pergi ke daratan Cina untuk
menjadi guru di sekolah yang bernama Tientsin Anglo Chinese College. Tianjin (ejaan
modern untuk Tientsin - Red.) adalah tanah kelahirannya 23 tahun sebelumnya ketika orang
tua Eric menjadi misionaris di Cina. Keputusannya untuk datang ke Tianjin juga adalah
karena ketaatan dan kesensitifan Eric atas rencana Tuhan dalam hidupnya. Bukan Eric kalau
dia tidak dengan giat bersaksi pada semua murid-muridnya mengenai keselamatan melalui
Kristus. Selama 12 tahun berikutnya Eric menjadi guru di sekolah tersebut dan menjadi saksi
bagi Tuhan Yesus.

Tantangan selanjutnya sudah menunggu. Eric harus membuat keputusan untuk menerima
tugas pengabaran Injil di daerah pedalaman Xiaozhang. Pengabaran Injil di Xiaozhang
bukanlah hal yang mudah karena daerah itu berada dalam keadaan perang (waktu itu Jepang
sudah menjalankan misi ekspansinya ke daratan Cina). Jika ia menerima tantangan ini berarti
Eric harus berpisah dari istrinya yang baru dinikahinya 3 tahun sebelumnya. Selama setahun
Eric bergumul dalam doa dan akhirnya ia menerima tugas itu sebagai panggilan yang pasti
dari Tuhan.

Belas kasihan Eric kepada orang-orang yang belum mengenal Tuhan Yesus begitu
memotivasi Eric untuk melakukan hal-hal yang sering membahayakan jiwanya sendiri. Eric
sering harus masuk ke garis depan medan pertempuran untuk membawa prajurit yang terluka,
tidak memedulikan kewarganegaraan prajurit tersebut, untuk menerima perawatan di rumah
sakit misi. Di bawah bayang-bayang pesawat terbang tentara Jepang dan di tengah deru
mesiu yang tidak berhenti, Eric menunjukkan bahwa Kristus mengasihi manusia, apa
pun kebangsaannya, dengan kesediaannya untuk melayani siapa saja yang memerlukan
tanpa ragu-ragu mempertaruhkan risiko keselamatan dirinya sendiri.

Hidup para misionaris menjadi terancam ketika Jepang menyatakan perang kepada Inggris.
Banyak misionaris dari Eropa meninggalkan daratan Cina untuk menunggu waktu yang lebih
baik untuk kembali ke Cina. Banyak juga yang berkeras untuk tinggal di Cina, dan Eric
adalah salah satunya. Jepang akhirnya mengumpulkan seluruh misionaris asing di suatu kamp
interniran di daerah Weihsien (sekarang bernama Weifang -- Red.). Eric kembali menjadi
suara Tuhan di kamp tersebut. Eric memimpin pertandingan olahraga di antara para tahanan,
menguatkan iman para tahanan, menghibur orang-orang yang kehilangan harapan, dan
mengajarkan pelajaran sekolah kepada anak-anak para tahanan. Eric bekerja begitu keras
sehingga akhirnya kesehatannya menurun dengan cepat. Tanpa diketahuinya, di kepalanya
tumbuh tumor otak yang ganas. Hanya dalam beberapa minggu setelah Eric sakit, pada
tanggal 21 Februari 1945 Eric dipanggil untuk menerima upah ketaatannya dari Bapanya
yang di surga.

Ketaatan Eric Liddell, dari kejadian di Olimpiade Paris hingga di kamp Weihsien, menjadi
suatu tantangan yang indah bagi semua orang Kristen. Dia menggunakan setiap kesempatan
yang ada untuk berbuat baik kepada semua orang, menjadi saksi bagi Tuhan Yesus, dan
menjadi contoh ketaatan pada panggilan Tuhan. Itulah citra yang ditinggalkan Eric bagi kita
semua.

Hidup bagi Allah tidak hanya berkaitan dengan anugerah dan pengampunan, namun
berkaitan juga dengan keberanian untuk berpihak pada kebenaran. Memegang firman
Allah dalam hati tidak selalu menghadirkan perasaan yang menyenangkan dan hangat.
Kadang-kadang kebenaran-Nya menjadi api yang menyala, yang membuat kita
menantang kerusakan yang terjadi—meskipun untuk hal itu kita mungkin akan
mendapat serangan dari pihak lain —Julie Link

LEBIH BAIK MEMBERITAKAN KEBENARAN DAN DITOLAK


DARIPADA MENAHANNYA HANYA AGAR KITA DITERIMA SESAMA

SEMBOYAN KESETIAAN

4G : GOD, GLORY, GOLD, GIFT bukan teknologi gadget yang marak diiklankan, tetapi
adalah cara hidup umat Kristen. Segala sesuatu bagi Tuhan, hormat dan kemuliaan (glory),
hanya bagi Dia, kekayaan kita yang terbaik dan teristimewa, perak dan emas (gold) serta
karunia (gift), talenta, bakat, hobby, semua yang kita kerjakan hendaknya dipersembahkan
bagi Dia. Itulah kandungan 4G menurut Roma 12:1-12 sebagai prioritas hidup orang percaya,
indah bukan.

5M: membaca, mendengar,merenungkan, melakukan, mengklaim; adalah 5 kata kerja yg


berkaitan dg Firmam Tuhan. Tahukan Anda bahwa semuanya melibatkan jatidiri kita dan
bersifat dinamis. Membaca: pakai mata; mendengar: pakai telinga; merenungkan: pakai hati
(kardia = jantung dan juga melibatkan daya pikir/ otak); melakukan pakai kaki, tangan, organ
tubuh lain, hati juga karena harus ada niatnya; dan terakhir mengklaim firman: yg satu ini
harus pakai iman dan kuasa. Semuanya menyangkut diri kita seutuhnya sehingga firman
Tuhan berkarya dg kuasa (dunamis) dlm hidup kita; saling berkaitan satu sama lainnya.
Hasilnya? Pasti dahsyat, karena Tuhan sendiri yg menyatakannya.

Kutipan “ saat ini musim kita membarui profil kita, tetapi lebih istimewa bila ada saat
dimana profil Yesus memperbarui diri kita

KESIMPULAN

Kehidupan sosial - ekonomi umat Israel menampakkan perbaikan yang mengesankan karena
tembok sudah dibangun, dan Yerusalem kembali menjadi pusat perdagangan. Kondisi ini
membuat mereka lupa diri dan kembali tergelincir ke dalam dosa. Mereka tidak lagi
menguduskan hari Sabat. Yerusalem menjadi pasar justru pada hari perhentian Allah.
Beberapa orang Yahudi mengambil perempuan asing menjadi istri mereka. Bahkan salah
seorang anak dari seorang imam besar menjadi menantu Sanbalat. Mereka telah lupa, sekian
lamanya mereka harus hidup di dalam pembuangan karena menerima murka Allah atas dosa-
dosa mereka. Baru saja hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan, mereka kembali
melanggar berbagai perintah Allah yang telah mereka sepakati untuk ditaati. Mereka lebih
suka hidup menurut keinginan mereka sendiri bukan kehendak Allah. Melihat itu semua
Nehemia berani mengoreksi setiap kesalahan (19-22, 25, 28-30). Nehemia melakukan itu
semua tanpa pandang bulu. Sekalipun pelaku pelanggaran adalah anak seorang imam besar,
Nehemia tidak segan-segan mengusirnya.

Jika umat Allah sedemikian cepat meninggalkan Allah ketika Nehemia tidak berada bersama
mereka untuk waktu yang singkat, apa yang akan terjadi dengan mereka pada masa-masa
yang akan datang?

Sekali lagi peristiwa ini menyatakan betapa pentingnya kehadiran seorang pemimpin rohani
seperti Nehemia. Sebagai seorang pemimpin Nehemia menerima tanggung jawab, bergantung
dalam doa, menunjukkan kemurahan hatinya kepada yang membutuhkan, tekun dan gigih
mencapai tujuannya, berani menghadapi tantangan, mampu memotivasi rekannya, menjaga
standar moral yang sesuai kehendak Allah, dan selalu berani menyatakan kebenaran.
Nehemia menjadi seorang pemimpin yang demikian karena baginya membangun kehidupan
seseorang bagi Allah lebih penting dari apa pun. Buktinya ia tidak pernah berkata: "Ya Allah
ingatlah aku yang telah membangun kembali tembok Yerusalem."

Untuk direnungkan:
Keadaan gereja di zaman sekarang juga membuat kita berduka

Hal berikut yang harus kita pikirkan sama-sama. Apakah kita menghormati Tuhan dengan
mendedikasikan satu hari dalam seminggu untuk Tuhan? Bukan saja beribadah kepada Dia
dalam dua jam di hari Minggu, tetapi memberikan seluruh hari itu untuk Tuhan di dalam doa,
merenungkan firman, mendiskusikan firman, memuji Dia, membahas tentang kerohanian
bersama-sama dengan umat Tuhan yang lain? Jika kita tidak mendedikasikan satu hari ini
untuk Dia, apakah alasannya? Apakah keuntungan? Apakah uang yang diperoleh cukup layak
untuk menggantikan hari untuk Tuhan? Biarlah kita boleh belajar melatih dedikasi kita untuk
Tuhan dengan menguduskan satu hari untuk Tuhan. Apakah rugi? Tidak. Rugi uang?
Mungkin. Tetapi tidak ada uang di dunia ini yang dapat membeli kerohanian yang baru jika
kerohanian kita makin kering dan makin menuju kematian.

Hal terakhir yang disinggung dalam keluh kesah Nehemia ini adalah perkawinan campur
yang dilakukan di tengah-tengah umat Yehuda.

Kekaguman kepada perempuan-perempuan asing berjalan bersama-sama dengan kekaguman


kepada budaya bangsa-bangsa asing. Kekaguman ini akhirnya berujung pada kekaguman
kepada praktik-praktik ibadah bangsa-bangsa lain. Ini semua berkaitan. Jika kekaguman kita
kepada Tuhan telah digantikan dengan kekaguman kepada yang lain, maka kerusakan iman,
kerusakan cara ibadah, dan akhirnya kerusakan moral akan menjadi ciri dari bangsa yang
seharusnya disebut umat Tuhan ini.

Bagaimana dengan saat ini? Bukankah kekaguman gereja kepada kebudayaan dunia begitu
besar? Bukankah cara dunia begitu dikagumi dan segera diadopsi oleh gereja? Mulai dengan
menyingkirkan ajaran yang benar sehingga iman menjadi rusak, dilanjutkan dengan cara
ibadah yang salah karena didorong oleh iman yang salah, lalu akhirnya menjadi kehidupan
dengan moralitas yang rusak, semua menjadi ciri-ciri yang tidak asing terjadi di kumpulan
orang yang menyebut dirinya gereja. Ibadah yang mirip dengan diskotek, ajaran yang tidak
lagi terkontrol, dan tidak sesuai penafsiran Kitab Suci yang bertanggung jawab, bahkan tidak
bisa diterima oleh akal sehat menjadi bagian dari banyak gereja besar saat ini. Kerusakan
moral yang disembunyikan di balik kedok gereja juga sangat banyak terjadi. Pendeta yang
mengambil perpuluhan jemaat contohnya.

Kesimpulan/penerapan

1. Kitab Nehemia memberikan pengajaran untuk memperoleh kemenangan dari


tantangan yang berat melalui penyerahan, kepercayaan kepada kuasa Allah dan
disertai dengan usaha yang sungguh.

2. Kitab ini dengan jelas menggambarkan bahwa doa, pengorbanan, kerja keras, serta
kegigihan bekerja sama dalam mewujudkan visi yang diberi oleh Allah.

3. Untuk menjadi pemimpin yang baik, seseorang haruslah mempunyai sifat seperti
Nehemia, yakni rajin berdoa, bersemangat dan mempunyai penyerahan kepada Allah.

4. Melalui kehidupan Nehemia, kita mengetahui bahwa Allah mau dan bisa memakai
siapa saja yang berbeban kepada pekerjaan-Nya.

KISAH ILUSTRASI PENUTUP

Seorang Misionaris China yang tinggal di sepanjang perbatasan Korea Utara membagikan
Injil dan memuridkan 1000 warga Korea utara sebelum dibunuh oleh para pembunuh yang
bekerja untuk pemerintah pyongyang

Voice of the Martyrs mengatakan bahwa Pendeta Han Chung-Ryeol, seorang pendeta Cina
keturunan Korea berada dalam daftar orang yang paling di cari di Pyongyang pada awal 2003
karena semangatnya dalam menginjil  ke bangsa-bangsa.

Han, yang melayani di kota perbatasan Changbai sejak awal 1990-an, melayani ribuan warga
Korea Utara selama bertahun-tahun, bahkan banyak dari mereka yang memutuskan lari dari
negara yang dilanda kelaparan tersebut untuk mencari makanan dan pekerjaan.

Kemudian pendeta memberikan bantuan praktis, seperti makanan dan pakaian dan
memperkenalkan kepada mereka Injil sebelum akhirnya mengirim mereka kembali ke Korea
Utara untuk membagikan injil Kristus dan membantu keluarga mereka.
Misionari Han Chung Ryeol dikenal sebagai Pastor Han, tinggal di China dekat perbatasan
dengan Korea utara dan secara teratur bercerita dan membagikan Injil.

Salah satu nya yang mejadi saksi adalah Sang-Chul

Pastor Han memberikan hidupnya kata sang chul, tetapi dia memberikan harapan kepada saya
dan banyak orang korea utara lainnya

Ketika masih kanak-kanak sang Chul diajari bahwa semua misionari adalah teroris, mereka
pada awalnya akan memberi tahu akan baik padamu, tetapi ketika mereka berhasil
mengajakmu ke rumah mereka, maka mereka akan membunuh dan memakan hatimu

"Di sekolah dasar, kami diajari bahwa semua misionaris adalah teroris. Mereka memberi tahu
kami bahwa pada awalnya seorang misionaris akan bersikap baik kepada kami, tetapi ketika
mereka membawa kami ke rumah mereka, maka mereka akan membunuh dan memakan hati
kamu, "kata Sang-Chul dalam video tersebut.

Sang-chul melintasi perbatasan karena tidak punya pekerjaan/makanan, dia memetik jamur
untuk mencari nafkah tapi terhambat karena tidak bisa bahasa cina

Dia berkata, 'Aku bisa menjualnya untukmu.' Dan dia tidak menipu saya. Dia memberi sama
semua uang dari hasil penjualan dan pada waktu itu, saya tidak tahu bahwa dia adalah
pendeta Han," kenang Sang-Chul.

"Setelah dua tahun berikutnya, saya kembali beberapa kali. Setiap kali, pendeta Han
membantu saya. Suatu hari, saya bertanya kenapa dia melakukan ini, karena dia sendiri dalam
bahaya besar karena membantu orang Korea Utara. Tapi dia menjawab karena dia adalah
seorang Kristen."

Dan kemudian suatu hari Han mengatakan kepadanya, "Tuhan itu nyata. Ada harapan untuk
setiap orang," Tapi Sang-Chul bertanya-tanya, mengatapa ada orang yang mengatakan
Hananim (kata untuk Tuhan).

"Aku tidak percaya dia akan mengatakan kata itu," Tuhan." Tidak ada yang berani
mengatakan kata itu. Kita tahu bahwa itu adalah tindakan penghianatan. Berbicara nama
Tuhan bisa menyebabkan para tentara datang di malam hari," kata Sang-chul.

Sang-chul begitu yakin dengan Han, karena tidak ada orang jahat berani mengatakan Tuhan.

Segera, Sang-chul  menjadi percaya bahwa Kekristenan itu benar dan akhirnya dia meminta
pendeta untuk memberinya Alkitab dan menjelaskannya.

Awalnya Han ragu karena tidak ingin membahayakan Sang-chul. Tapi karena Sang-chul
membujuk, akhirnya Han menunjukkan Alkitab tersebut dan Sang-chul memberikan kepada
istrinya.

"Awalnya dia menolak untuk melihatnya... dia tahu bahwa jika ada yang melaporkannya
karena melirik Alkitab, maka akan ditangkap dan nggak cuma itu doang. Semua kerabat dan
keluarga akan dikirim ke penjara konsentrasi selama bertahun-tahun," kata Sang-chul.
SEIRINGF WAKTU, ISTRI SAYA JUGA BELAJAR BAHWA TUHAN ITU NYATA.
DIA MENEMUKAN HARAPAN

Voice of the Martyrs melaporkan pada 30 april 2016, pastor Han dibunuh secara mengerikan
di Changbai, dengan menggorok lehernya dan menikam jantungnya. Pemerintah Korea Utara
menghormati para pembunuh karena membunuh seorang misionaris-teroris. Han meninggal
dengan usianya 49 tahun, dan tubuhnya ditemukan hancur beberapa saat sebelum dia
meninggalkan gedung gerejanya yang di Changbai.

Sangchul telah membantu meneruskan warisan pastor Han, dia tahu bahwa dia juga mungkin
mengalami nasih yang sama

Meskipun bahaya selalu ada, banyak dari kita akan terus berbagi pesan bahwa Tuhan itu
nyata” kata Sang-Chul. “ Kami berharap bahwa pengorbanan kami- akan bermanfaat, seperti
halnya untuk Pastor Han”

Voice of the martyr dalam pesan sebuah video “Tolong doakan orang-orang Kristen yang
berani dan mempertaruhkan hidup mereka setiap hari untuk membagikan harapan Kristus di
Korea Utara”

Selama 18 tahun terakhir ini, Korea Utara tergolong sebagai negara yang sangat buruk dalam
menganiaya orang Kristen. Dikutip dari Christianpost, setidaknya 400 ribu hingga jutaan
orang meninggal di Kamp politik Korea Utara karena percaya Yesus.

Doa:
Tuhan, kami rindu, seperti Nehemia rindu, agar terjadi pertobatan sejati di tengah-tengah
umat-Mu. Kami rindu umat-Mu mengasihi Engkau lebih dari apa pun di dunia ini. Kami
rindu hamba-hamba Tuhan menghormati Tuhan dan dihormati jemaat. Kami rindu gereja
Tuhan kembali ke jalur yang benar. Kami rindu Tuhan memurnikan gereja-Mu dengan
mempertobatkan jemaat-Mu dan mengusir para pengajar palsu. Dengarlah doa kami, ya
Tuhan. Pulihkanlah gereja-Mu.

Anda mungkin juga menyukai