Anda di halaman 1dari 6

Pencairan tanah atau likuifaksi tanah ( soil liquefaction) adalah fenomena yang terjadi

ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya
tegangan, misalnya getaran gempa bumi atau perubahan ketegangan lain secara mendadak,
sehingga tanah yang padat berubah wujud menjadi cairan atau air berat.

Dalam mekanika tanah, istilah "mencair" pertama kali digunakan oleh Allen Hazen[1]
mengacu pada kegagalan Bendungan Calaveras di California tahun 1918. Ia menjelaskan
mekanisme aliran pencairan tanggul sebagai berikut:

Jika tekanan air dalam pori-pori cukup besar untuk membawa semua beban, tekanan itu akan
berefek membawa partikel-partikel menjauh dan menghasilkan suatu kondisi yang secara
praktis seperti pasir hisap... pergerakan awal beberapa bagian material dapat menghasilkan
tekanan yang terus bertambah, mulanya pada satu titik, kemudian pada titik lainnya, secara
berurutan, menjadi titik-titik konsentrasi awal yang mencair.

Fenomena ini paling sering diamati pada tanah berpasir yang jenuh dan longgar (kepadatan
rendah atau tidak padat). Ini karena pasir yang longgar memiliki kecenderungan untuk
memampat ketika diberikan beban; sebaliknya pasir padat cenderung meluas dalam volume
atau melebar. Jika tanah jenuh dengan air, suatu kondisi yang sering terjadi ketika tanah
berada di bawah permukaan air tanah atau permukaan laut, maka air mengisi kesenjangan di
antara butir-butir tanah ("ruang pori"). Sebagai respon terhadap tanah yang memampat, air ini
meningkatkan tekanan dan mencoba untuk mengalir keluar dari tanah ke zona bertekanan
rendah (biasanya ke atas menuju permukaan tanah). Tapi, jika pembebanan berlangsung
cepat dan cukup besar, atau diulangi berkali-kali (contoh getaran gempa bumi dan gelombang
badai), air tidak mengalir keluar sesuai waktunya sebelum siklus pembebanan berikutnya
terjadi, tekanan air dapat bertambah melebihi tekanan kontak antara butir-butir tanah yang
menjaga mereka tetap saling bersentuhan satu sama lain. Kontak antara butir-butir ini
merupakan media pemindahan berat bangunan dan lapisan tanah di atas dari permukaan tanah
ke lapisan tanah atau batuan pada lapisan yang lebih dalam. Hilangnya struktur tanah
menyebabkan tanah kehilangan semua kekuatannya (kemampuan untuk memindahkan
tegangan geser) dan fenomena ini terlihat seperti mengalir menyerupai cairan (maka disebut
'pencairan').

Definisi teknis
Keadaan "pencairan tanah" terjadi ketika tekanan efektif tanah berkurang hingga pada
dasarnya nol, yang berhubungan dengan hilangnya kekuatan geser. Hal ini dapat dipicu oleh
pembebanan monotonik (misalnya, perubahan tekanan tunggal yang  terjadi tiba-tiba –
termasuk meningkatnya beban di sebuah tanggul atau tiba-tiba kehilangan dukungan bagian
bawah) atau siklis (misalnya, perubahan kondisi tekanan secara berulang – termasuk
hantaman ombak atau getaran gempa bumi). Dalam kedua kasus tanah dalam keadaan jenuh
longgar, dan salah satu yang dapat menghasilkan tekanan air pori pada suatu perubahan
beban adalah yang paling mungkin untuk mencair. Ini karena tanah yang longgar memiliki
kecenderungan untuk memampat ketika bergeser, menghasilkan tekanan air pori berlebihan
yang dipindahkan sebagai beban dari rangka tanah ke pori air terdekat selama pembebanan.
Seiring dengan meningkatnya tekanan air pori, kekuatan tanah hilang secara progresif karena
tekanan efektif berkurang. Hal ini lebih mungkin terjadi pada tanah berpasir atau berlumpur
nonplastik, tetapi mungkin juga pada lapisan kerikil dan tanah liat dalam beberapa kasus yang
jarang terjadi.

sterenot
Solusi bidang sesar untuk studi first motion sering direpresentasikan dengan memakai focal
sphere. Dimana, focal sphere adalah gambaran suatu bola imajiner di sekitar lokasi gempa.
Bola inilah yang nantinya akan menggambarkan mekanisme terjadinya sesar sebagai
penyebab utama gempabumi, sehingga sering dinamakan dengan Focal Mechanism Solutions
(FMS).

Ide dasar ploting ini adalah untuk melihat proses terjadinya fault dari model 3 dimensi
sebagai model sederhana 2 dimensi. Seperti ditunjukkan pada gambar, patahan pada gambar
paling kiri akan direpresentasikan dengan model 2 D seperti gambar paling kanan.

Adapun, bidang patahan akan diproyeksikan pada bidang horizontal dari setengah bola
bagian bawah (dengan kata lain, pada bidang bola jika kita lihat dari sisi atas).

Berikut langkah-langkah ploting proyeksi bidang patah pada setengah bola stereonet

1. Berikut adalah stereonet yang dipakai untuk menampilkan permukaan horizontal dari
bagian bola bawah. Azimuth dinyatakan oleh angka sepanjang lingkaran, sedangkan dip oleh
angka sepanjang ekuator.
2. Berikut contoh plotting strike & dip pada stereonet. Dimulai dari yang sederhana, dimana
strike berada pada garis lurus sepanjang garis N-S, dengan artian, strikenya adalah 0˚
terhadap arah timur. Dengan menggambarkan garis pada arah sepanjang dip 60˚, jadilah
gambar disamping adalah plotting bidang dengan strike sebesar N0˚E, dip 60˚, atau sering
ditulis pula dengan N-S strike, 70˚E dip.

3. Sebaliknya, jika strike adalah arah 180˚ terhadap timur, itu artinya arah dip akan
berbalikan dari arah semula. Seperti gambar berikut ; Gambar ini adalah orientasi dari strike
N180˚E, dip 60˚.

 
4. Untuk plotting azimuth yang tidak 0˚, maka didapat dengan merotasi stereonet.

Cara sederhana yang saya ambil adalah, pertama, plot titik strike yang dimaksud, kemudian
tarik garis melewati pusat bola. Rotasikan sehingga berada pada garis N-S awal, baru
kemudian cari letak posisi dip yang kita maksud. Barulah tarik garis mengikuti pola bola
stereonet. Hasilnya akan sama dengan jika di awalnya kita mentukan posisi dip , baru
kemudian merotasikan garis sumbu N-S kearah strike yang kita maksud (seperti gambar
berikut)

5. Untuk plotting bidang yang tegak lurus dengan bidang ini, pertama-tam dirotasikan garis
dari bidang yang telah diketahui, keaarah sumbu utama N-S. Kemudian, tentukan titik yang
jarakanya 90˚ dari titiknya saat ia berpotongan dengan garis ekuator. Bidang-bidang yang
berpotongan dengan titik kutub inilah yang nantinya berperan sebagai bidang yang tegak
lurus dengan bidang utama.
Patahan Semangko

Patahan Semangko adalah bentukan geologi yang membentang di Pulau Sumatera dari utara
ke selatan, dimulai dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung. Patahan inilah
membentuk Pegunungan Barisan, suatu rangkaian dataran tinggi di sisi barat pulau ini.
Patahan Semangko berusia relatif muda dan paling mudah terlihat di daerah Ngarai Sianok
dan Lembah Anai di dekat Kota Bukittinggi.

Patahan ini merupakan patahan geser, seperti patahan San Andreas di California.

Patahan Semangko terletak di antara Zona Semangko patahan Lampung. Bagian selatan dari
blok Semangko terbagi menjadi bentang alam menjadi seperti pegunungan Semangko,
Depresi Ulehbeluh dan Walima, Horst Ratai dan Depresi Teluk Belitung. Sedangkan bagian
utara blok Semangko berbentuk seperti Dome (diameter +40 Km). Patahan Semangko adalah
bentukan geologi yang membentang di pulau Sumatera dari selatan ke utara. Patahan inilah
yang membentuk pegunungan Barisan, suatu rangkaian dataran tinggi di sisi barat pulau
Sumatera. Patahan ini relatif lebih muda dan paling mudah terlihat di daerah ngarai Sianok
dan Lembah Anai di dekat kota Padang Panjang.

Terbentuknya Patahan Semangko bermula sejak jutaan tahun lampau saat Lempeng
(Samudra) Hindia-Australia menabrak secara menyerong bagian barat Sumatera yang
menjadi bagian dari Lempeng (Benua) Eurasia. Tabrakan menyerong ini memicu munculnya
2 komponen gaya. Komponen pertama bersifat tegak lurus, menyeret ujung Lempeng Hindia
masuk ke bawah Lempeng Sumatera. Batas kedua lempeng ini sampai kedalaman 40
kilometer umumnya mempunyai sifat regas dan di beberapa tempat terekat erat. Suatu saat,
tekanan yang terhimpun tidak sanggup lagi ditahan sehingga menghasilkan gempa bumi yang
berpusat di sekitar zona penunjaman atau zona subduksi. Setelah itu, bidang kontak akan
merekat lagi sampai suatu saat nanti kembali terjadi gempa bumi besar. Gempa di zona inilah
yang sering memicu terjadinya tsunami, sebagaimana terjadi di Aceh pada 26 Desember
2004. Adapun komponen kedua berupa gaya horizontal yang sejajar arah palung dan
menyeret bagian barat pulau ini ke arah barat laut. Gaya inilah yang menciptakan retakan
memanjang sejajar batas lempeng, yang kemudian dikenal sebagai Patahan Besar Sumatera.

Sesar Palu-Koro

Sesar Palu-Koro atau sistem sesar Palu-Koro merupakan suatu sistem zona patahan sesar
mendatar mengkiri besar aktif yang memanjang dari utara-barat laut ke selatan-tenggara di
pulau Sulawesi di Indonesia. Sesar tersebut memanjang dari dekat Dondowa, Kabupaten
Luwu Utara, di selatan, di mana itu bertemu Sesar Matano. Sesar tersebut memanjang terus
ke utara, lepas pantai melewati Teluk Palu dan melintas di sisi barat Semenanjung Minahasa,
sebelum akhirnya bertemu dengan Zona Subduksi Sulawesi Utara. Meskipun ini adalah sesar
mendatar, ada beberapa titik dimana sesar tersebut bergerak tegak lurus. Dekat kota Palu,
sesar ini membentuk sisi barat Cekungan Palu, suatu cekungan tarik terpisah kecil yang
berkembang sejalan sistem sesar. Sesar ini membatasi dua mikroblok besar yang membentuk
Pulau Sulawesi - blok Sula Utara dan Blok Makassar. Saat ini laju pergerakan di sepanjang
Sesar Palu-Koro diperkirakan berada di kisaran 30-40 mm per tahun, dibandingkan dengan
laju rata-rata 40-50 mm per tahun selama kurun waktu 5 juta tahun terakhir.[1][2][3]

Anda mungkin juga menyukai