Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER

Maskapai Penerbangan, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) sangat


terpukul dengan adanya Pandemi Covid-19. Pandemi ini menyebabkan Garuda
Indonesia mengalami penurunan kinerja akibat permintaan masyarakat saat ini. VP
Corporate Secretary Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Mitra Piranti menggungkapkan,
hingga Agustus 2020, terdapat penurunan pada trafik yang diangkut oleh Perseroan
baik untuk penumpang maupun kargo dengan persentase sebesar 72% dan 50%
dibandingkan dengan tahun lalu. "Disamping itu, Perseroan juga mengalami penurunan
produksi domestik sebesar 55% dan internasional sebesar 88% dari tahun
lalu."ucapnya. Dalam keterangan tertulisnya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Mitra
juga menjelaskan bahwa dari sebanyak 7.878 karyawan Garuda Indonesia baik tetap
maupun kontrak hampir seluruhnya terkena dampak. Sekitar 146 karyawan terkena
PHK dan sekitar 5.989 lainnya juga terkena dampak dengan status lainnya semisal
pemotongan gaji, penyesuaian shift/hari/jam kerja.
Beberapa strategi secara terus-menerus diterapkan oleh Garuda Indonesia untuk
tetap bertahan dalam pasar penerbangan ini, diantaranya adalah stretagi
mempertahankan dan meningkatkan kinerja keuangan Perseroan. Perusahaan
mengontrol semua aspek yakni aspek keuangan dan aspek operasional. "Dalam menjaga
likuiditas serta merespon dampak COVID-19 yang terjadi saat ini, perusahaan telah
melakukan upaya optimalisasi operasional guna menyelaraskan supply dengan market
demand melalui beberapa langkah insiatif,"tuturnya. Sementara dari sisi operasional,
Mitra mengaku bahwa pendapatan penumpang berkontribusi lebih dari 80% dari total
pendapatan Garuda Indonesia, "dengan adanya penurunan trafik yang cukup
siginifikan, maka dibutuhkan strategi untuk mengantisipasi turunnya demand dari
penerbangan berjadwal melalui insiatif efisiensi serta optimalisasi lini bisnis charter
dan kargo,"imbuhnya.
Manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menyebutkan, pesawat yang
beroperasional selama masa pandemi Covid-19 hanya 53 unit atau 37,3% dari total armada
maskapai flag carrier itu, yakni 142 pesawat. Adapun 142 pesawat tersebut rinciannya adalah
sewa 136 unit dan 6 pesawat milik Garuda Indonesia. Selama pandemi armada yang
dioperasikan hanya 53 pesawat untuk mendukung operasional, sementara jumlah pesawat yang
sedang dalam reparasi atau maintenance sebanyak 36 unit. Menurut manajemen Garuda
Indonesia, penggunaan armada pesawat selama masa pandemi disesuaikan dengan kondisi pasar
dan permintaan layanan penerbangan, khususnya berkaitan dengan diberlakukannya beberapa
kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat. Antara lain melalui penyesuaian/pengurangan
frekuensi penerbangan hingga optimalisasi penggunaan armada untuk rute padat penumpang.
Disamping itu, penggunaan armada pesawat dalam penerbangan selama masa pandemi juga turut
memperhatikan tingkat isian dari angkutan kargo.
Terkait sejumlah pesawat yang statusnya direlokasi atau grounded, pihak Garuda
Indonesia tengah bernegosiasi dengan pihak lessor atau penyewa pesawat. Dengan harapan,
pesawat yang disewa oleh Garuda Indonesia bisa dioperasionalkan kembali. "Perseroan saat ini
terus melakukan upaya negosiasi dengan lessor untuk pesawat dengan status grounded, di mana
pendekatan yang ditempuh adalah untuk kembali dapat mengoperasikan atau melakukan early
termination atau pengembalian pesawat, tentunya hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan
kebutuhan armada sesuai demand layanan penerbangan pada era new normal.
Sebagai informasi, Garuda Indonesia telah mengembalikan sejumlah armada ke
perusahaan penyewa pesawat. Baru-baru ini, ada dua pesawat B737-800 NG yang dikembalikan.
Hal itu tak lepas dari persoalan krisis keuangan yang dialami maskapai ini. Pengembalian itu pun
membuat kode panggilan atau call sign pada pesawat tersebut berubah dari dari PK untuk
Indonesia menjadi VQ untuk Bermuda. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra
mengatakan, percepatan pengembalian pesawat dilakukan setelah adanya kesepakatan bersama
antara Garuda Indonesia dan pihak lessor pesawat. Salah satu syaratnya adalah dengan
melakukan perubahan kode registrasi pada pesawat terkait. Tidak hanya negosiasi dalam
menurunkan tarif sewa, emiten ini juga berupaya untuk mengembalikan pesawat yang tidak
sesuai dengan spesifikasi. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan,
sewa pesawat merupakan salah satu komponen terbesar biaya yang harus dikeluarkan.
Sebelum memasuki pandemi Covid-19 yakni pada tahun 2018 Garuda masih
menanggung rugi hingga US$ 231,13 juta. Berdasarkan laporan keuangan kuartal ketiga 2020,
Garuda Indonesia mencetak rugi bersih sebesar US$ 1,07 miliar. Posisi tersebut berbanding
terbalik ketimbang catatan pada kuartal ketiga 2019 yang mana GIAA meraup laba bersih US$
122,42 juta. Saat ini, GIAA tengah fokus untuk meningkatkan pendapatan dari semua lini baik
itu penumpang, kargo, dan lainnya. Selain terus mengutamakan kenyamanan dan keselamatan
penumpang, pihak Garuda Indonesia harus meningkatkan pendapatan dari bisnis angkutan kargo.
Berdasarkan catatan Garuda Indonesia berhasil meningkatkan pertumbuhan kargo sebesar 12,2%
pada November 2020 dari Oktober 2020 lalu menjadi 24.600 ton angkutan kargo. Emiten
BUMN juga terus memperkuat jaringan penerbangan kargo internasional dalam mendukung
sistem logistik nasional khususnya terkait komoditas ekspor unggulan Indonesia.
Namun, upaya untuk merambah penerbangan kargo tidak cukup menolong keuangan
perusahaan. Dimana Garuda Indonesia masih mengalami kerugian. Garuda akhirnya
melakukan sejumlah efisiensi, termasuk memangkas jumlah karyawan. Irfan mengatakan
perusahaan telah mengurangi lebih dari 20% karyawan sejak pandemi Covid-19. Pengurangan
dilakukan dalam skema pensiun dini dan percepatan masa kontrak.
Jumlah karyawan GIAA yang semula 7.878 orang per 31 Desember 2019 menyusut
menjadi 5.400 orang pada Juni 2021. Jumlah itu masih akan berkurang karena Garuda tengah
membuka opsi pensiun dini tahap kedua yang akan berlangsung Juli 2021 nanti. Manajemen
GIAA mengklaim ada ratusan karyawan yang sudah mendaftarkan diri mengikuti program
efisiensi ini. Manajemen menjamin perusahaan akan memenuhi pesangon dan hak-hak lainnya
bagi karyawan yang pensiun lebih cepat. Garuda telah menyisihkan anggaran pensiun dari dana
operasi secara perlahan-lahan yang selanjutnya pihak manajemen baru membuka pension dini
tahap 2. Selain mengurangi karyawan, Garuda sedang mengkaji ulang rute-rute yang tidak
profit. Manajemen membuka opsi mengurangi jumlah frekuensi penerbangan domestik,
termasuk di rute favorit seperti Bali. Garuda juga membuka opsi menutup penerbangan rute
internasional yang merugi. Perusahaan ini akan berfokus pada layanan domestik. Sebab sesuai
data sebelum Covid-19, sebanyak 78% penumpang Garuda merupakan pelanggan rute dalam
negeri.
Keuangan Garuda kian memburuk setelah perusahaan menanggung utang yang
menumpuk mencapai US$ 4,5 miliar atau Rp 70 triliun. Utang itu diperkirakan bertambah
sampai Rp 1 triliun setiap bulan. Garuda juga merugi sebesar US$ 100 juta sebulan. Karena itu
selain mengurangi beban operasional, Garuda tengah menekan masalah keuangan dengan
merestrukturisasi utang-utangnya.
Serikat pekerja Garuda menilai program pensiun dini yang ditawarkan pihak manajemen
merupakan solusi di tengah tekanan kinerja keuangan perusahaan akibat pandemi Covid-19.
Sebab, telah disepakati pula untuk tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.
Penawaran pensiun dini dikabarkan langsung oleh jajaran direksi perusahaan kepada karyawan
melalui pertemuan virtual pada Rabu (19/5/2021). Penawaran ini pun berlaku untuk semua
karyawan Garuda Indonesia. Presiden Asosiasi Pilot Garuda Indonesia (APG) Muzaeni
mengatakan, sebelum penawaran pensiun dini diberikan kepada karyawan, manajemen
perusahaan telah lebih dulu duduk bersama dengan serikat pekerja untuk membicarakan kondisi
terkini dan rencana restrukturisasi perusahaan. Karyawan sangat memahami kondisi perusahaan
yang berat akibat pandemi hingga akhirnya menawarkan program pensiun dini. Menurutnya,
nilai yang ditawarkan perusahaan juga sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Berdasarkan informasi mengenai perusahaan penerbangan besar diatas tersebut keputusan
pemberhentian karyawan merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh Garuda Indonesia.
Berdasarkan materi yang sudah anak-anak terima pada mata kuliah Manajemen SDM dan
aplikasinya maka jawablah pertanyaan dibawah ini.
1. Sebagaimana diketahui mempertahankan karyawan yang memiliki potensi dan kinerja
tinggi adalah kekuatan bagi perusahaan. Menurut anak-anak bagaimana Garuda
Indonesia melakukan penyaringan untuk mengetahui karyawan dengan potensi tinggi
tanpa harus mengeluarkan biaya yang tinggi (mengingat keuangan Garuda mengalami
defisit)? (bobot 25%).
2. Setelah mengetahui siapa saja karyawan yang memiliki potensi tersebut,
bagaimanakah cara Garuda mempertahankannya? Perlu diingat bahwa kesempatan
program pensiun dini ini diberikan kepada seluruh karyawan. (bobot 25%).
3. Adanya perluasan usaha Garuda Indonesia dalam penerbangan kargo merupakan
suatu hal baru walaupun masih di bidang penerbangan. Apakah pelatihan dan
pendidikan diperlukan oleh karyawan Garuda Indonesia untuk merambah
penerbangan kargo? Berikan jawaban anak-anak dengan melibatkan segala kondisi
yang dialami oleh Garuda Indonesia. (bobot 25%).
4. Menurut anak-anak bagaimana kedudukan dan kekuatan serikat pekerja dalam
perusahaan Garuda Indonesia? Apakah serikat pekerja telah mampu menyuarakan
kebutuhan dan keluhan dari karyawan? Jelaskan jawaban anak-anak sertai dengan
analisis kekuatan serta kelemahan dari serikat pekerja tersebut.

Selamat mengerjakan anak-anak!!!!!

Anda mungkin juga menyukai