Oleh
Fiona Yasmine 17516006
Firman Mutaqin 27119025
Eka Arifianty Puspita 27119029
Mandhe Sekar Nurindah 27119037
Silmy Ni'mah Fadhilah 27119053
(Program Studi Magister Desain)
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
I. SEJARAH............................................................................................................................1
I.1 Zaha Hadid....................................................................................................................1
I.2 Latar Belakang Zaha Hadid...........................................................................................4
II. PERGERAKAN DESAIN INSPIRASI ZAHA HADID....................................................8
II.1 Modernisme..................................................................................................................8
II.1.1 Form Follow Function...........................................................................................9
II.1.2 Less is More........................................................................................................11
II.1.3 Modernist Material..............................................................................................12
II.2 Suprematisme.............................................................................................................13
II.3 Post Modernisme........................................................................................................16
II.4 Dekonstruksi...............................................................................................................19
II.5 Neo Futurisme............................................................................................................22
III. PROSES KREASI ZAHA HADID.................................................................................25
III.1 Gagasan Zaha Hadid terhadap Arsitektur..................................................................25
III.2 Gagasan Zaha Hadid Terkait Lansekap.....................................................................27
III.3 Gagasan Zaha Hadid Terkait Material.......................................................................32
III.4 Gagasan Zaha Hadid Terkait Bentuk.........................................................................34
IV. KARYA ZAHA HADID................................................................................................39
IV.1 Arsitektur..................................................................................................................39
IV.2 Product/Interior.........................................................................................................42
IV.3 Fashion......................................................................................................................46
V. KESIMPULAN................................................................................................................50
V.1 Zaha Hadid : Form in Motion.....................................................................................50
V.2 Relevansi Kajian pada Topik Masing-Masing Desainer.............................................51
V.2.1 Gagasan Inovasi untuk Manusia dan Masa Depan...............................................51
V.2.2 Inovasi pada Material Serta Pencitraannya..........................................................52
VI. DAFTRA PUSTAKA.....................................................................................................54
I. SEJARAH
Zaha Hadid, dikenal sebagai ratu garis lengkung, merupakan seorang arsitek
kelahiran Baghdad, Iraq, yang berhasil mendobrak dunia arsitektur pada abad ke-21.
Zaha Hadid, dikenal pula sebagai arsitek perempuan terbaik karena berhasil
memenangkan penghargaan Pritzker Prize pada tahun 2001, sebuah penghargaan di
dunia arsitektur yang dinilai setara dengan penghargaan Nobel. Selain itu, ia pun
mendapatkan penghargaan Royal Institute of British Gold Medal pada tahun 2016
dan dinobatkan sebagai Dame Zaha Hadid oleh Ratu Elizabeth II pada tahun 2012,
oleh karena dedikasinya dalam bidang arsitektur.
Sepanjang karirnya, Hadid dikenal sebagai desainer yang kontroversial karena
gagasan arsitekturnya menantang segala formalitas arsitektur yang ada sebelumnya.
Ia menentang batasan akan fungsionalitas, dan desainnya yang avant-garde pun
menantang segala pemahaman struktur, hingga material. Seorang arsitek asal New
York, Garo Gumusyan, dalam tulisannya dalam Huffpost pada tahun 2016,
membandingkan gebrakan yang Zaha Hadid hadirkan di dunia arsitektur dengan
revolusi Bauhaus yang terjadi pada sekitar tahun 1920-an. Ia menyatakan bahwa
revolusi estetik sekelas revolusi yang diciptakan oleh Zaha Hadid hanya terjadi pada
masa lahirnya Bauhaus. Karya Hadid yang ikonik, sarat akan unsur fluiditas dan
fragmentasi, menambah perbendaharaan gaya baru dalam dunia arsitektur, serta
mendobrak batasan nilai baru pada sebuah arsitektur.
Keunikan arsitektur Zaha Hadid kerap kali diasosiasikan dengan karya seniman
avan-garde asal Rusia Kazimir Malevich. Pada kenyataanya, Hadid memang
memiliki obsesi pada gagasan suprematisme, yang dipelopori oleh Malevich.
Berdasarkan inspirasinya tersebut, Zaha Hadid mengintervensi lansekap dengan
komposisi arsitektur yang seakan terpecah, melayang, namun memiliki sensasi
terkontrol. Layaknya Malevich, Hadid pun berupaya untuk mendapatkan bentuk
murni pada lansekap yang ia olah. Kini, bentuk-bentuk murni yang hadir dalam
tampilan organis, dan mengalir tersebut menjadi ciri khas-nya.
Untuk merealisasikan mimpi arsitektur avant garde-nya, Hadid perlu melewati
banyak tantangan. Karyanya kerap kali dianggap tidak realistis hingga ia perlu
melewati 20 tahun untuk merealisasikan karyanya. Dibutuhkan hadirnya
perkembangan teknologi arsitektur yang signifikan untuk merealisasikan karyanya
tersbut. Oleh karena itu, bersama rekan kerjanya dalam Zaha Hadid Architecture
(ZHA), Patrick Schumacher, ia mengembangkan metode parametric. Kini ia dikenal
sebagai pelopor dari penggunaan metode permodelan berbasis computer ini.
Lewat karya monumentalnya, Hadid ingin mentransformasi kondisi social. Ia ingin
manusia dapat terinspirasi lewat karyanya, serta dapat memiliki pengalaman yang
berbeda saat melihat maupun saat berada di dalam karyanya. Menurutnya,
pengalaman yang inspiratif mampu melahirkan semangat progresifitas. Tujuan yang
ingin ia ingin gapai tersebut, ternyata selaras dengan apa yang pengunjung rasakan.
Hanif Kara, pendiri AKTII, pada wawancaranya dengan BBC untuk film dokumenter,
Legacy of Zaha Hadid, menyatakan bahwa karya arsitektur yang Hadid hadirkan
berhasil mengubah pandangan manusia pada arsitektur. Kini manusia tidak lagi
menggunakan arsitektur sebagai tempat berlindung, namun juga sebagai tempat
membangun inspirasi. Menurutnya, karya Hadid yang ikonik selalu berhasil
memberikan pengalaman antara manusia dengan arsitektur yang berbeda dan multi
perspektif. Tiap pengunjung dapat memiliki interpretasi yang berbeda-beda setelah
menikmati hasil karyanya tersebut.
Kini telah banyak karya yang ia hasilkan dan telah tersebar di berbagai belahan dunia.
Tidak hanya mampu direalisasikan, kini karyanya telah terbuti mampu menginspirasi
banyak orang hingga selalu menjadi arsitektur yang ikonik ditempatnya. Aquatic
Centre di London, Opera House di Guangzhou, Riverside Museum di Glasgow, dan
beberapa karya Hadid lainnya kini menjadi bukti keberhasilannya untuk berani
bereksperimen dan bereksplorasi. Selain itu, karya-karyanya tersebut merupakan
bukti keberhasilanya untuk memperluas segala asumsi maupun repertoire suatu
“I was very fascinated by abstraction and how it really could lead to abstracting
plans, moving away from certain dogmas about what architecture is. That project
really liberated me, freed me from all these rules.”
Gambar 1.4 Zaha Hadid dan Asosiasinya
(Sumber : www.architizer.com. 2020)
II.1 Modernisme
Modernisme dikenal sebagai pergerakan seni dan desain yang marak digunakan pada
periode awal abad ke-20. Gerakan modernisme ini mengacu pada pencarian akan
nilai dan pandangan baru dalam kehidupan, khususnya pada periode pasca perang.
Tampilan visual baru tanpa adanya elemen tradisional, eksplorasi material yang
berbeda, serta penggunaan teknik produksi berbasis industrial secara progresif
dikembangkan pada masa pergerakan modernism. Revolusi seni dan desain ini
diperjuangkan, karena dirasa mampu merefleksikan kenyataan akan kebutuhan public
pada masa itu dan dirasa tepat untuk menggambarkan harapan kehidupan masyarakat
pasca perang.
Salah satu artikel di situs milik galeri ternama Inggris, Tate Modern, menyatakan
bahwa terdapat beragam gaya dalam bidang seni yang tergolong modernisme seperti
kubisme, konstruktivisme, suprematisme, minimalisme, serta beberapa gaya lainnya.
Gaya-gaya seni tersebut lahir dari negara yang berbeda, namun memiliki semangat
akan zaman modernisasi yang sama, yaitu penolakan akan sejarah dan nilai
konservatif. Beragam gaya seni dalam pergerakan modernisme ini pun kemudian
memberi dampak yang lebih luas, hingga mempengaruhi pandangan social dan politik
masyarakat pada masa tersebut.
Istilah modernisme, yang berkembang di Jerman, Belanda, serta Moscow dan Paris,
digunakan tidak hanya dalam bidang seni, namun juga digunakan di bidang arsitektur,
desain, hingga literatur. Namun secara umum, berbagai bidang tersebut menjunjung
prinsip modernisasi yang serupa, yaitu mengacu pada perspektif utopia akan kondisi
social yang ideal. Mereka mereka akan kehidupan masyarakat yang progresif untuk
mencapai masa depan yang ideal, dan langkah pertama yang perlu dilakukan untuk
mencapai mimpi tersebut adalah dengan mencari kemurnian baru dan meninggalkan
romantisme akan sejarah masa lalu.
Gagasan akan modernisme memiliki pengaruh kuat dalam bidang arsitektur. Ludwig
Mies van der Rohe, Frank Lloyd Wright, Walter Gropius dan Le Corbusier
merupakan contoh arsitek perintis pergerakan desain modern yang kemudian juga
mempelopori beberapa standarisasi akan prinsip dasar arsitektur modern. Royal
Institute of British Architects (RIBA), dalam situsnya, melansir bahwa terdapat
beberapa filosofi desain yang menjadi identitas khas dalam gaya modernism yaitu
Form Follows Function, Less is More, dan Modernist Material.
tersebut.
Kebutuhan akan suatu pembangunan yang ekonomis dan efisien dalam arsitektur
bergaya modern, melahirkan inovasi material berbasis industrial. Beton, kaca, hingga
rangka baja menjadi material yang umum digunakan pada masa tersebut.
Dibandingkan beragam material masa modern lainnya, beton merupakan material
yang memiliki nilai ekonomi paling konsisten. Le Corbusier, merupakan salah satu
arsitek modern yang sangat tertarik dengan penggunaan beton. Ia tertarik dengan
kekokohan karakter beton serta bagaimana beton dapat dicetak mengikuti segala
bentuk. Ketertarikannya akan beton pun menjadi salah satu aspek yang mendorong
lahirnya gagasan 5 prinsip arsitektur modern Le Corbusier yaitu, pilotis, free facades,
open floor plan, ribbon windows, dan roof garden. Le Corbusier terus
mengembangkan penggunaan beton, hingga akhirnya ia mempelopori beton brute
hingga mendorong lahirnya pergerakan arsitektur brutalisme.
Selain beton, kaca dan baja merupakan material yang ikonik dengan gaya modern.
Mies van der Rohe, merupakan salah satu arsitek modern yang mempelopori
penggunaan rangkaian kaca. Mies melihat penggunaan kaca transparent dan luas
dengan rangka baja memiliki kemampuan untuk meminimalisir segala batasan antara
manusia dengan alam di luar bangunan tersebut. Gagasan Mies dalam pemilihan
material kaca transparan tersebut, cukup mempengaruhi pandangan arsitek di
generasi selanjutnya tentang bagaimana pengguna akan menikmati, dan
mendefinisikan suatu ruang. Hingga saat ini penggunaan kaca khususnya pada
gedung-gedung pencakar langit masih marak digunakan.
"We must remember that everything depends on how we use a material, not on the
material itself. Also, new materials are not necessarily superior. Each material is
only what we make of it."
-Mies van der Rohe
II.2 Suprematisme
Gambar 2.5 Suprematist Painting, Eight Red Rectangles (1915)
(Sumber: www.theartstory.com. 2020)
Sekitar tahun 1913, setelah maraknya karya seni dengan gaya Cubo-Futurist, seorang
seniman berkebangsaaan Rusia, Kazimir Malevich memulai revolusinya dalam karya
abstrak yang kemudian dikenal dengan suprematisme. Suprematisme didasari dengan
gagasan untuk mencari kemurnian yang terdasar. Kemudian gagasan suprematisme
tersebut, kemudian direpresentasikan dalam karya lukis berbentuk persegi berwarna
hitam berjudul Black Square. Menurutnya, persegi merupakan elemen bentuk yang
terdasar dan tersederhana. Kemudian ia mulai mengomposisikan bentuk-bentuk
persegi tersebut dengan elemen bentuk lain, seperti lingkaran dan bentuk geometris
lainnya, serta ia pun menambah imbuhan garis dan garis lengkung. Pada karya-karya
awal suprematisme-nya, ia menggunakan warna hitam, putih, abu dan merah. Namun
kemudian ia mulai melebarkan skema warna dalam karya suprematisme-nya tersebut,
seiring dengan semakin rumitnya komposisi yang ia ingin tampilkan. Dalam karya
suprematisme-nya, ia mengkomposisikan bentuk-bentuk “murni” diatas warna putih,
seakan menampilkan sensasi mengalir dan terbang. Komposisi yang memberikan
sensasi mengalir diatas suatu ruang hampa tersebut merupakan aspek penting dalam
karya suprematisme Malevich.
“Suprematism is the beginning of a new culture. Our world of art has become new
non-objective, pure. Everything has disappeared.”
- Kazimir Malevich,1915.
“My black square is a bare and frameless icon for our time. Arise comrades and free
yourselves from the tyranny of objects”
-Kazimir Malevich, 1916.
Pergerakan suprematisme pun menjadi salah satu momen penting dalam pergerakan
seni modern di Rusia karena erat terkait dengan munculnya revolusi Rusia lainnya.
Karya Suprematisme Malevich memiliki filosofi estetika yang sangat sesuai dengan
pemikiran revolusioner muda pada masa tersebut yang ingin mengekspresikan
harapan mereka akan kondisi kehidupan yang baru. Pada masa tersebut, seniman
menjadi salah satu figure penting yang mendorong perubahan lewat gagasan
karyanya. Namun, setelah Stalin berhasil memerintah pada tahun 1924, karir
Malevich pun menurun, begitu pula suprematisme. Stalin menekankan penerapan seni
realisme sosial dan melarang adanya bentuk revolusi seni lainnya. Hingga pada masa-
masa akhir hidupnya pun, Malevich melukis gambar-gambar realis.
Pada tahun 1927, Malevich menerbitkan karya tulisnya yang berjudul The Non-
Objective World. Buku tersebut menjadi salah satu dokumen teori seni abstrak
penting hingga saat ini. Beberapa seniman ternama yang turut serta terasosiasi dengan
seni abstrak suprematisme antara lain adalah Ilya Chashnik, Ivan Kliun, El Lissitzky,
Liubov Popova, Ivan Puni, Aleksandr Rodchenko, Olga Rozanova, dan juga salah
satu seniman Bauhaus kelahiran Hungaria, Laszlo Moholy Nagy.
Gambar 2.6 Black Square (1915)
(Sumber: www.theartstory.com. 2020)
II.3 Post Modernisme
relasi akan sisi kemanusiaan dengan ekspresi dalam sebuah arsitektur. Hudnut
mengkritisi perspektif rekan kerjanya di Harvard University’s Graduate School of
Design saat itu, Walter Gropius, yang merupakan salah satu pelopor arsitektur
modern. Menurutnya, pemahaman modern terlalu membatasi nilai dalam sebuah
arsitektur. Selain itu, pandangan modern Gropius dirasa terlalu formal dan praktis,
serta cenderung mendiskriminasi nilai budaya dan sejarah. Secara pribadi, Hudnut
mengagumi sosok para pelopor modernisme seperti Gropius, Mies van der Rohe dan
Le Corbusier, namun ia menyayangkan doktrin baku dan standarisasi yang diusung
oleh para pelopor arsitek modern tersebut.
Pada tahun 1966, seorang arsitek Amerika, Robert Venturi, mempublikasikan sebuah
karya tulis yang selaras dengan pemikiran Hudnut, yaitu Complexity and
Contradiction in Architecture. Dalam tulisannya, Venturi memuji adanya konteks
ambiguitas, inkonsistensi dan kompleksitas. Venturi pun kemudian dikenal oleh
kritiknya pada pepatah popular Mies van der Rohe “Less is More” menjadi “Less is
Bore”, sebagai bentuk penentangan akan paham modernisme yang terlalu
menekankan konteks murni, jelas, tunggal dan absolut. Sebaliknya ia mengusung
nilai percampuran, distorsi, serta plural sebagai aspek yang menarik bahkan penting
dalam sebuah desain.
Namun, pemikiran Charles Jencks terkait arsitektur postmodern lah yang kemudian
marak digunakan sebagai acuan postmodern hingga saat ini. Bukunya yang berjudul
The language of Post Modern Architecture dikenal sebagai karya tulis yang berhasil
merangkum respon kritis akan pergerakan modernism. Dalam karya tulisnya ini,
Jencks mengenalkan istilah kode ganda, yang merujuk pada pemahaman bahwa
postmodernisme perlu dapat dipahami dan dinikmati oleh public, namun juga perlu
memberikan ruang “persetujuan yang kritis”. Hasil dari suatu arsitektur, produk,
maupun seni, seharusnya dapat dipahami oleh masyarakat umum, khususnya
pengguna, dan tidak hanya dapat dimengerti oleh kalangan perancang saja.
“Double coding, the combination of modern techniques with something else (usually
traditional building) in order for architecture to communicate with the public and a
concerned minority, usually other architects”
-Charles Jencks
Pemaknaan ganda dalam postmodernisme kemudian membuka nilai dan makna yang
kaya. Selain itu, kode ganda menjadi pintu untuk adanya percampuran makna, baik
itu merupakan hasil dari kolaborasi maupun kombinasi. Percampuran makna tersebut,
yang kemudian dikenal dengan istilah hibriditas, bertujuan bukan untuk menampilkan
suatu hirarki, namun untuk meraih pluralisme dan menghasilkan pendekatan inklusif
yang menantang pandangan diskriminatif dari modernitas. Berdasarkan pemahaman
tersebut mulai muncullah fenomena eklektisisme dalam arsitektur. Sejumlah desain
arsitektur didominasi oleh symbol dan metafora, menghasilkan karya dengan multi
sensasi seperti sensasi dominan dan keras dengan sensasi lembut dan halus dalam
satu komposisi.
Berdasarkan RIBA, arsitektur bergaya postmodern dapat diidentifikasi dengan
karakter visual yang cenderung menggunakan elemen motif klasik, warna cerah,
struktur bangun yang sangat berbeda dari struktur tradisional, ataupun pemilihan
material dan bentuk yang tidak umum dan beragam. Selain itu, desain
postmodernisme cenderung meninggalkan beragam sensasi bagi penikmatnya, seperti
menyenangkan hingga menakutkan.
II.4 Dekonstruksi
Dekonstruksi mengacu kepada suatu gaya yang lahir di era postmodern sekitar tahun
1980 an. Paham akan dekonstruksi sendiri lahir dari bidang sastra dan merujuk pada
pemikiran seorang filsuf asal Perancis, Jacques Derrida. Gagasan dekonstruksi oleh
Derrida ini hadir sebagai ungkapan kritis dari filsafat modern yang identic dengan
kebenaran absolut, tunggal, dan mutlak. Menurutnya, kita tidak bisa menemukan
kebenaran yang sesungguhnya karena kita hanya mampu mengetahui dan menemui
jejak dari kebenaran tersebut.
Dalam kritis lebih jauhnya, Derrida pun sepakat dengan gagasan Foucault bahwa
kebenaran yang berdasar pada pengetahuan tidak bisa lepas dari kepentingan
kekuasaan. Sehingga melalui gagasan dekonstruksinya, Derrida ingin menyampaikan
bahwa ‘kebenaran’ dapat dibongkar dan terbongkarnya ‘kebenaran’ mampu memicu
kebenaran alternative lainnya sehingga kebenaran yang baru dapat lahir. Oleh karena
itu, Derrida menginginkan suatu transformasi pada suatu konstruksi yang telah
dipahami secara umum sebelumnya. Transformasi dalam bentuk dekonstruksi
tersebut ditujukan untuk mendukung adanya pluralitas pemikiran dan penyikapan
baru dalam berbagai bidang kehidupan. Karena pandangan dekonstruksi inilah
kemudian Derrida dikenal sebagai salah seorang tokoh postmodernisme yang pluralis.
Sama halnya dengan seorang arsitek, dimana karyanya mampu memberi bentuk dan
menciptakan ruang baru pada sebuah kota, penulis pun berupaya untuk memberi
bentuk baru pada suatu bahasa dan makna agar membuka suatu ruang pemikiran baru
yang dapat didiskusikan. Lahirnya pergerakan dekonstruktif ini pun membuka pintu
kebebasan yang luas, sehingga melahirkan kekayaan tafsiran. Namun gagasan
dekonstruktif ini tidak luput dari kritik, karena pemahaman manusia akan suatu
gagasan cenderung menjadi tidak menyeluruh bahkan terkesan kabur. Tiap individu
seolah bermain dengan makna-makna yang ia tafsirkan.
Dalam bidang arsitektur, dekonstruktivisme dikenal sebagai salah satu gaya pada era
postmodern yang identic dengan gagasan terpecah belah (fragmentation). Selain
terfragmentasi, dekonstruktivisme juga cenderung memanipulasi permukaan
bangunan dan membentuk tampilan non-rectilinear. Bangunan yang mengadopsi gaya
dekonstruktivisme pada umumnya dibentuk dari komponen-komponen yang
dipisahkan dan kemudian disatukan kembali dengan cara yang tidak umum. Oleh
karena itu, arsitektur dekonstruktif menampilkan kesan kacau jauh dari komposisi
presisi namun terkendali.
Tampilan bangunan dekonstruktivisme yang memiliki bentuk ambigu seperti distorsi
maupun terpecah, bertujuan untuk mempertanyakan teori struktur tradisional. Secara
umum, gaya dekonstruktivisme dalam arsitektur didasari oleh gagasan untuk
mengkritisi pakem-pakem formal arsitektur, terutama yang terbentuk pada periode
modernisme. Munculnya gaya dekonstruktivisme dalam bidang arsitektur seakan
berupaya untuk mendorong lahirnya pakem pluralisme di dunia arsitektur.
" The hallmark of deconstructivist architecture is its apparent instability. Though
structurally sound, the projects seem to be in states of explosion or
collapse(....)Deconstructivist architecture, however, is not an architecture of decay
or demolition. On the contrary, it gains all of its force by challenging the very values
of harmony, unity, and stability, proposing instead that flaws are intrinsic to the
structure."
- Phillp Johnson
Neo-futurisme merupakan salah satu pergerakan di bidang seni, desain dan arsitektur
yang lahir pada akhir abad ke-20 dan popular pada abad 21. Walaupun pergerakan ini
mulai berkembang ditengah maraknya semangat postmodernisme, namun pergerakan
neo-futurisme kerap kali dilihat sebagai penyimpangan dari pemahaman postmodern.
Secara filosofi, pergerakan neo-futurisme memiliki gagasan yang berlawanan dengan
pandangan postmodern, khususnya pandangan postmodern yang cenderung skeptis
serta sarat akan multi-referensi.
Pergerakan ini berawal dari lahirnya desain bergaya structural ekspresionis atau
dikenal juga dengan sebutan modernisme berteknologi tinggi (High-tech modernism).
Gaya yang dipelopori oleh arsitek asal Finlandia, Alvar Aalto dan Eero Saarinen,
arsitek berkebangsaan Denmark, Henning Larsen dan Jorn Utzon, serta Buckminster
Fuller, merupakan suatu keluaran desain dengan gagasan untuk menampilkan elemen
struktur secara murni dan jelas, baik bagian luar maupun dalam. Fitur yang kerap kali
terlihat dalam gaya ini adalah rangka yang terpisah dan terbuka. Oleh karena itu,
semakin rumit bentuk dari desain tersebut, maka semakin tidak lazim juga detail
struktur yang ditampilkan. Pada umumnya, desain dengan gagasan gaya ini
cenderung menampilkan elemen metalik, sangat kontras dengan gaya modernism
yang hadir sebelumnya, yaitu brutalisme, yang didominasi oleh penggunaan beton.
Neo-futurisme, yang juga dikenal sebagai pergerakan avant-garde, memiliki gagasan
yang mirip dengan structural ekspresionis, yaitu mengacu pada keyakinan akan
adanya hubungan antara modernitas dan penggunaan teknologi terdepan. Neo-
futurisme melihat persilangan gagasan modernitas dengan penggunaan teknologi
tercanggih, sebagai bentuk pencapaian masa depan yang idealis. Visi akan
persilangan antara desain dan teknologi termutakhir tersebut kemudian melahirkan
beragam tema dan gagasan desain yang berkonteks fantasi akan masa depan.
Gagasan-gagasan akan masa depan ideal dalam sudut pandang neo-futurisme ini pun
kemudian menimbulkan pemikiran kritis terkait fungsi hingga estetika dari perkotaan-
perkotaan yang ada.
Sedangkan seorang arsitek asal Perancis, Jean-Louis Cohen, mendefinisikan neo-
futurisme sebagai dampak dari berkembangnya teknologi. Menurutnya, sejumlah
struktur yang terbangun hari ini merupakan produk dari lahirnya material-material
baru dan juga merupakan hasil dari persepsi fungsi baru yang ada di tengah
masyarakat terhadap sebuah arsitektur. Sedangkan Etan J. Ilfeld menyatakan dalam
tulisannya, bahwa dalam estetika neo-futurisme terdapat nilai dimana mesin dilihat
sebagai elemen integral dari proses kreatif itu sendiri. Oleh karena itu, neo-futurisme
menghasilkan gaya artistic yang tidak mungkin terjadi sebelum berkembangnya
teknologi computer.
Kini, neo-futurisme dikenal sebagai suatu gaya yang merepresentasikan rasa antusias
pencipta terhadap perkembangan teknologi dan space age. Pergerakan ini
menghasilkan gaya yang penuh dengan imajinasi bebas akan masa depan dan bersifat
eksperimental karena menantang pemahaman yang konvensional. Ditengah
perkembangan teknologi yang pesat saat ini, pergerakan neo futurism tentunya
banyak menginspirasi para pencipta, khususnya arsitek, di generasi berikutnya.
Beragam arsitek berlomba-lomba untuk mendemonstrasikan kecerdasan serta visi
mereka akan masa depan lewat karya desainnya.
Dalam dunia arsitektur, Zaha Hadid digadang sebagai salah satu arsitek bergaya neo-
futuristic terbaik hingga akhirnya ia mendapatkan penghargaan bergengsi Pritzker
Prize. Sebagai seorang arsitek Zaha Hadid, dikenal karena rancangannya yang selalu
menantang batas kemampuan desain dan produksi, khususnya dalam bentuk
konstruksi. Dengan bantuan metode berbasis computer, parametric, Hadid berhasil
mewujudkan pandangan dan visinya akan masa depan dalam suatu karya arsitektur.
Sebagai contoh kasus adalah karya arsitekturnya di The Jockey Club Innovation
Tower di Universitas Polytechnic, Hongkong, dimana konstruksi dari arsitektur
tersebut seakan terlepas dari pemahaman akan struktur gedung yang ada sebelumnya.
Tampilan Gedung tersebut seakan menyerupai bongkahan es dengan detail-detail
yang menyerupai pesawat luar angkasa. Akan tetapi inovasi utama dari arsitektur
tersebut bukan terletak pada tampilan luarnya yang futuristic, namun pada desain
interiornya. Beragam sudut ruang dari interior bangunan tersebut dirancang agar
beragam disiplim ilmu di universitas tersebut dapat terhubung satu sama lainnya,
seolah sebagai perwujudan dari perpektif Zaha Hadid akan masa depan yang
multidisiplin. Saat ini, Hadid telah menghasilkan beragam arsitektur neo-futuristik
seperti London Aquatics Centre, Riverside Museum di Glasgow dan Heydar Aliyev
Cultural Centre di Baku, dan beberapa karya lainnya.
III. PROSES KREASI ZAHA HADID
“The scale is very important, you can’t do simplicity in small scale like chair. City is
a messy environment, build in a large scale, the another thing will occur. …It is very
interesting how the shift of scale affects the meaning of the pieces. Object becomes
dominating in space ”
Gambar 3.4 Karya Lukis untuk The Peak Leisure Club (1983) Zaha Hadid
(Sumber: www.Zaha-Hadid.com. 2020)
Gambar 3.5 Karya Lukis untuk The Peak Leisure Club (1983) Zaha Hadid
(Sumber: www.Zaha-Hadid.com)
Gambar 3.6 Karya Lukis untuk The Peak Leisure Club (1983) Zaha Hadid
(Sumber: www.Zaha-Hadid.com)
III.3 Gagasan Zaha Hadid Terkait Material
Penggunaan material pada karya-karya bangunan Hadid sebagian besar didominasi
oleh material beton. Ketertarikannya akan material beton, dikarenakan
kemampuannya untuk mengikuti segala jenis bentuk, khususnya bentuk fluiditas yang
ia inginkan. Beton, pada umumnya memiliki citra yang terasosiasi pada gaya
brutalisme Le Corbrusier. Namun lewat penggunaan material beton pada bentuk
arsitektur fluiditas ala Zaha Hadid, beton kini menampilkan nilai yang baru. Hadid
berhasil mengolah material beton hingga memiliki kesan futuristic.
Namun ia memahami karakter beton yang berat, yang kerap kali menghalangi
keinginannya untuk menampilkan sensasi ringan pada beberapa arsitekturnya. Oleh
karena out, ia pun menggunakan inovasi beton baru yang mengandung serat kaca
untuk menghasilkan keringanan dan fluidistas yang lebih bebas. Selain beton, dalam
arsitektur Hadid juga menggunakan banyak material kaca sebagai upaya untuk
menghasilkan komposisi ruang kosong dan menimbulkan efek futuristic.
Gambar 3.7 Karya Kolaborasi dengan ETH Zurich3D, Knitted Concrete (2018) Zaha
Hadid
(Sumber: www. dezeen.com. 2020)
Selain karya arsitektur, Zaha Hadid pun merambah dunia furniture, produk hingga
fashion. Pada umumnya, dalam mengembangkan desain diluar arsitektur, ia
berkolaborasi dengan beragam desainer yang sudah mahir di bidangnya, seperti
Melisa, Louis Vuitton, Swarovski, dan beberapa lainnya. Menurutnya proyek
kolaborasinya dengan beragam pencipta di luar bidang arsitektur membuka
kesempatannya untuk bereksperimen dengan material-material baru dan dalam skala
ukuran yang berbeda-beda.
Dalam karya kolaborasinya untuk bidang fashion, Zaha pernah menggunakan
material yang kuat namun memiliki efek glossy seperti kulit, logam, dan kaca ataupun
material sintetis seperti plastic dan nylon. Tidak jauh berbeda dengan karya
fashionnya, dalam desain produk dan furniture pun ia menggunakan material yang
cenderung serupa seperti kaca, logam, baja hingga beton. Pada dasarnya ia tertarik
dengan material yang berkarakter kuat, mampu diolah dengan metode cetak serta
Gambar 3.8 Karya H-Line Hat dengan Material Nylon (2018) Zaha Hadid Architecs
(Sumber: www.dezeen.com. 2020)
Gambar 3.9 Karya Candle Holder dengan Material Stainless (2019) Zaha Hadid
(Sumber: www.Zaha-Hadid.com. 2020)
Gambar 3.13 Karya Kolaborasi dengan United Nute, 3D-Printed Footwear (2013)
Zaha Hadid
(Sumber: www.Zaha-Hadid.com. 2020)
Gambar 3.2 Karya Kolaborasi dengan Zumbotel , Vortexx Lighting(2005) Zaha
Hadid
(Sumber: www.Zaha-Hadid.com. 2020)
IV. KARYA ZAHA HADID
IV.1 Arsitektur
a. Heydar Aliyer Centre, Baku Azerbaijan - 2007
Tidak seperti bangunan pos pemadam lainnya, Vitra Fire Station (Kantor
Pemadam Kebakaran) dibangun dengan beton miring. Dalam merancang
gedung ini, Zaha Hadid menekankan pada kesederhanaan dalam setiap
aspeknya. Ini terlihat dari bentuk dinding beton yang dibuat miring dan nyaris
tanpa ornamen. Namun kesederhanaan inilah yang membuat Vitra Fire Station
berbeda dari gedung di sekitarnya.
c. The Riverside Museum, Skotlandia
IV.2 Product/Interior
Passion yang dimiliki Zaha Hadid tidak berhenti pada arsitek bangunan saja, banyak
produk yang juga diciptakanya, seperti furniture, perabot interior, pameran dagang
pavilion, desain dan benda sehari-hari. Berikut beberapa karyanya yang sangat unik
meskipun tidak jauh berbeda dengan produk karya tokoh lain.
a. Zephyr Sofa
Sofa ini di desain oleh Zaha Hadid dengan Patrik Schumache pada tahun
2013, dan dengan team lain seperti Fulvio Wirz Mariagrazia Lanza Maha
Kutay. Material yang digunakan pada produk ini berupa painted fiberglass dan
upholstery.
b. Vehicle Z-Car II
Z-car pun didesain oleh tokoh yang sama yaitu Zaha Hadid dan Patrik
Schumacher pada tahun 2005-2008. Tetapi dengan tim yang berbeda yaitu
Jens Borstelman dan David Seeland. Adapun material utama yang digunakan
adalah carbon fibre composite, EPS PU dan Paint.
c. Aqua Platter
Zaha Hadid merancang sebuah koleksi vas patung dari marmer untuk merek
batu Italia Citco. Koleksinya memulai debutnya di Salone del Mobile 2015.
Bentuknya hampir menyerupai kelopak bunga yang mekar, dengan sejumlah
lipatan pada badan vas terinspirasi oleh Haute Couture. Zaha Hadid selalu
punya ide untuk fashion, dan daktilitas kain, yang dapat ia direplikasi dengan
bahan kaku seperti marmer.
IV.3 Fashion
Ketika dunia fashion bertemu seorang Zaha Hadid seorang desainer dalam bidang
arsitektur, ia menerapkan unsur garis yang mencirikan bangunan yang menentang
gravitasinya yang mendefinisikan kembali prinsip monumentalisme. Oleh karena itu,
tidak heran bahwa arsitek berhasil mengukir ciri khas untuk dirinya sendiri di dalam
dunia mode. Zaha Hadid telah bergabung dengan beberapa nama terbesar dalam
mode selama bertahun-tahun, dalam karya fashionnya cenderung menggunakan gaya
avant garde yang ia coba bergabung dengan beberapa retail besar. Berikut adalah
beberapa kolaborasi mode futuristik oleh Zaha Hadid
Pada 2006, label Perancis LV yang ikonik meminta Zaha Hadid untuk
menafsirkan kembali tas Bucket LV yang terkenal. Perpaduan warisan desain
Louis Vuitton dan gaya arsitek yang unik menghasilkan tas dengan model tas
kurva yang khas. Yang di desain sebagai wadah, tas ember, dengan warna
putih mempesona Louis Vuitton bermotif logo-Colorway, dengan warna
fuchía di dalamnya. Menampilkan kedua cut-out dan Ekstrusi dari LV
monogram.
c. Fendi Peekaboo Bag x Zaha Hadid – 2014
Mille foglie '(seribu daun). Inilah yang Zaha Hadid Bayangkan ketika dia
mengerjakan tas Peekaboo untuk Fendi. Pada 2014, arsitek ternama
memasukkan visi dunia ultra-grafinya ke dalam Bagian lambang rumah Italia.
Tas ini terbuat dari kulit hitam, kantong unik tas tangan ini dibuat dengan
menggunakan beberapa lapisan yang ditumpangkan.
Untuk kolaborasi kedua label sepatu elegan dari United nude, Reem D.
Koolhaas bekerja sama dengan Zaha Hadid untuk menciptakan Flames,
sepasang sepatu dengan kurva pijar. Meniru bentuk nyala api, potongan
diciptakan berkat sistem cetak 3D, menggabungkan bentuk lengkung dan
desain yang tajam.
V. KESIMPULAN
“She is amongst a handful of architects that truly transformed the field within my
lifetime. In doing so, she became as well-known as her buildings. To the world, she
was Zaha.”
-Marc Kushner, Pendiri Architizer
Besar dalam pengaruh modernisme, terinspirasi secara mendalam oleh bahasa visual
suprematisme, serta berkembang menjadi seorang arsitek ditengah lahirnya gagasan
postmodern, Zaha Hadid menjadi seorang pencipta yang mampu menciptakan
gagasan dan gayanya sendiri. Karya avant garde-nya seakan tidak dapat didefinisikan
dalam kategori apapun yang pernah ada sebelumnya. Ia terus mengeksplorasi segala
kemungkinan untuk desain dapat berperan lebih di tengah masyarakat dan agar desain
dapat berkolaborasi dengan teknologi terdepan. Lewat metode desain berbasis
algoritma yang terus ia promosikan, yaitu parametric, ia berhasil menghasilkan visual
organis dengan sensasi gerak cepat (form in motion) namun seakan terhenti, suatu
komposisi tampilan yang dinilai tidak mungkin untuk direalisasikan sebelumnya.
Zaha Hadid tidak hanya menghasilkan bangunan yang ikonik, namun juga
memberikan sensasi akan identitas dari lingkungan kota dimana karyanya
ditempatkan. Karyanya seakan menjadi katalis budaya lingkungan tersebut. Oleh
karena itu, tergambar jelas bahwa kemampuannya merancang tidak berhenti pada
gagasan gedung sebagai ruang perlindungan, namun pada pemikiran yang jauh lebih
besar. Karya arsitekturnya menunjukan sejauh apa bangunan dapat berperan di tengah
masyarakat sebagai ruang inspirasi yang layak untuk dikagumi. Lewat karya
arsitekturnya pula lah, ia seolah mengenalkan masyarakat akan bentuk masa depan.
Keindahan bangunan yang seolah hidup dari alam sekitarnya, terasa menawarkan
suatu bentuk kehidupan baru. Selain itu, sensasi disrupsi namun terkontrol dari
komposisi arsitektur yang ia tampilkan pun seakan merespon kondisi padat, dan
rumitnya dinamika kehidupan di perkotaan.
Karya-karya arsitektur Zaha Hadid, merupakan simbol dari kecintaan lama para
arsitek akan eksperimen dan eksplorasi. Semangat akan penggalian suatu gagasan
yang inovatif, pengujian material-material baru, eksplorasi komposisi spasial yang
berbeda, serta percobaan akan sistem konstruksi tercanggih terus diupayakan tanpa
henti, demi satu tujuan utama, yaitu memperkaya kehidupan manusia melalui desain.
1) Abdullah Amatalraof, Said Bin Ismail, Ossen Dilshanremas (2013): Zaha Hadid’s
Techniques of Architectural Form-Making.Universiti Teknologi Malaysia, Malaysia.
2) Abdullah Amatalraof (2013): Zaha Hadid Form Making Strategies For Design.
Universiti Teknologi Malaysia, Malaysia.
3) Asim Farhan, Shree Venue (2018): A Century of Futurist Architecture : From Theory
to Reality, National Institute of Technology, India.
4) Giovanni Joseph (2016) : ‘Under Schumacher, Zaha Hadis’s architectural DNA will
live on’, The Architects’s Journal, New York.
5) Klasto Cathryn (2019) : Zaha Hadid : Spatializing Identity Through The
Architechture Monster, The University of Sheffield.
6) Kentgens Margret. (2018) : Nowhere Did The Heritage of The Bauhaus Find Ground
as Fertile as in America, Dezeen.
7) Ladd Cathryn (2019): Zaha Hadid : Spatializing Identity Through The Architectural
Monster, The University of Seffield, London.
8) Lee Youngjin (2015) :The Parametric Design Genealogy og Zaha Hadid, Boston
Architectural College, USA.
9) Mull Olivia (2016) : “Zaha Stood Out From The Start” Says Son of Former AA
Head, Dezeen.
10) anothermag.com/fashion-beauty/9329/when-architecture-met-fashion-in-the-hands-
of-zaha-hadid
11) https://www.dezeen.com/2016/04/01/rem-koolhaas-exclusive-interview-friendship-zaha-
hadid-beauty-strength/
12) https://www.bauhaus100.com/magazine/follow-the-bauhaus-into-the-world/the-art-of-
revolution/
13) https://www.e-flux.com/journal/54/59858/repetition-compulsion-world-historical-rhythms-
in-architecture/
14) https://thethinkingarchitect.wordpress.com/2015/12/19/the-placelessness-of-
parametricism/
15) https://birdinflight.com/inspiration/sources/20191125-bauhaus-2-society-and-
progress.html
16) http://exceptionalalien.com/sara-klomps/
17) https://www.pinterest.co.uk/pin/308144799487967483/
18) https://www.archdaily.com/530641/zaha-hadid-on-russian-artist-kazimir-malevich
19) https://news.artnet.com/art-world/architect-zaha-hadid-legacy-1383145
20) https://www.propertyinside.id/2018/02/24/zaha-hadid-dan-karyanya-yang-terus-dikenang/
21) https://www.harpersbazaar.com/uk/culture/culture-news/a36804/zaha-hadid-dies-at-the-
age-of-65/
22) https://www.1843magazine.com/culture/look-closer/zaha-hadid-on-paper
23) https://www.arch2o.com/zaha-hadid-awarded-royal-gold-medal-riba/
24) https://www.kingsnews.org/articles/zaha-hadid-biography
25) https://www.spiked-online.com/2016/04/04/zaha-hadid-an-architectural-visionary/
26) https://www.theguardian.com/artanddesign/2016/mar/31/zaha-hadid-maverick-architect-
designer-appreciation
27) https://www.theguardian.com/artanddesign/2013/sep/08/zaha-hadid-serpentine-sackler-
profile
28) https://www.curbed.com/2016/3/31/11339752/zaha-hadid-obituary
29) https://www.gensler.com/research-insight/gensler-research-institute/reimagining-cities-
year-1-redefining-the-town-square
30) https://www.guggenheim.org/blogs/checklist/painting-for-the-guggenheim-zaha-hadids-
exhibition-design-process
31) https://www.gensler.com/research-insight/gensler-research-institute/office-building-of-the-
future
32) https://newhumanist.org.uk/articles/962/design-for-living
33) http://www2.uiah.fi/opintoasiat/history2/ebauha.htm
34) https://www.z33.be/en/artikel/a-school-of-schools-transcending-the-bauhaus/
35) https://www.archipanic.com/2019-best-architecture/
36) https://www.edb.gov.hk/attachment/tc/curriculum-development/kla/arts-
edu/references/ad006/20160606a.pdf
37) https://freshome.com/inspiration/10-inspirational-and-architectural-lessons-from-zaha-
hadid/
38) https://freshome.com/inspiration/10-inspirational-and-architectural-lessons-from-zaha-
hadid/
39) https://www.dezeen.com/2019/02/08/zaha-hadid-design-activewear-odlo-fashion/?
li_source=LI&li_medium=rhs_block_2
40) https://www.londondesignfestival.com/event/zahahadidgallerytour
41) https://architizer.com/brands/zaha-hadid-design/products/cell-candleholder/
42) https://www.bocadolobo.com/en/inspiration-and-ideas/pulse-glass-collection-zaha-
hadid-design/
43) https://www.dezeen.com/2013/05/28/zaha-hadid-design-gallery-open-to-public/
44) https://divisare.com/projects/334801-zaha-hadid-architects-luke-hayes-zaha-hadid-
design-gallery
45) https://zaha-hadid-design.com/
46) https://aasarchitecture.com/2018/03/zaha-hadid-design-design-shanghai-2018.html/
47) https://www.slideshare.net/nicholasdennydharmawan/arsitektur-dekonstruksi-
83493715