Anda di halaman 1dari 36

PROSIDING

Focus Group Discussion (FGD)


MODEL BISNIS PENGOLAHAN SAMPAH

DIREKTORAT PERKOTAAN, PERUMAHAN, DAN PERMUKIMAN


KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS
2020

1
DAFTAR ISI

BAB 1. LATAR BELAKANG _____________________________________________ 1


BAB 2. TUJUAN ______________________________________________________ 2
BAB 3. NARASUMBER ________________________________________________ 2
BAB 4. JADWAL KEGIATAN ____________________________________________ 3
BAB 5. PESERTA _____________________________________________________ 3
BAB 6. AGENDA _____________________________________________________ 3
BAB 7. KISI-KISI MATERI _______________________________________________ 5
BAB 8. GAMBARAN KEGIATAN FGD MODEL BISNIS DALAM PENGELOLAAN 7
PERSAMPAHAN
8.1 Alur & Proses ___________________________________________ 7
8.2 Ringkasan Model Bisnis, Pembahasan, dan Pesan Penutup _______ 7
8.2.1 Sajian Model Bisnis _______________________________________ 7
8.2.2 Pembahasan ____________________________________________ 9
8.2.3 Pesan Penutup __________________________________________ 12
BAB 9. TEMUAN DAN SIMPULAN ________________________________________ 13

LAMPIRAN
1. Surat Undangan
2. Daftar Narasumber
3. Daftar Hadir
4. Notulensi

2
Focus Group Discussion (FGD)
MODEL BISNIS PENGOLAHAN SAMPAH

1. LATAR BELAKANG

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals-SDGs) mentargetkan


pengelolaan sampah yang berkelanjutan, terutama yaitu pada:
 Target 6.2: ”Pada tahun 2030, mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang
memadai dan merata bagi semua, dan menghentikan praktik buang air besar di tempat
terbuka, memberikan perhatian khusus pada kebutuhan kaum perempuan, serta
kelompok masyarakat rentan.”
 Target 11.6: ”Pada tahun 2030, mengurangi dampak lingkungan perkotaan per kapita
yang merugikan, termasuk dengan memberi perhatian khusus pada kualitas udara,
termasuk penanganan sampah kota.”; dan
 Target 12.5: “Pada tahun 2030, secara substansial mengurangi produksi limbah melalui
pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali.”

Di tahun 2018 capaian akses persampahan adalah sebesar 60,05% yang terdiri dari 58,05%
penanganan dan 1,55% pengurangan sampah. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2020-2024 mentargetkan pengelolaan sampah sebesar 100% dengan 80%
penanganan dan 20% pengurangan (perkotaan).

Dengan tantangan pengelolaan persampahan yang ada saat ini, diantaranya yaitu: (a) belum
komprehensifnya regulasi/kebijakan persampahan di Pusat/daerah sesuai dengan amanat
UU 18/2008 tentang pengelolaan sampah; (b) masih rendahnya pemastian fungsi regulator
dan operator di daerah; (c) belum optimalnya penanganan sampah di TPS 3R/TPST dan juga
TPA; (d) masih rendahnya keterlibatan peran swasta, badan usaha, industri, dan pemangku
kepentingan lainnya dalam pengelolaan sampah, (e) belum optimalnya identifikasi market
place bagi produk kompos, daur ulang, dan material lainnya menyebabkan pengelolaan
sampah belum tercapai sesuai dengan target nasional.

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 telah mengamanatkan Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan
lingkungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.

PP Nomor 81 tahun 2012 sebagai amanat UU Nomor 18/2008 juga menyebutkan bahwa
selain Pemerintah Pusat dan Daerah, para pemangku kepentingan yang berperan dalam
pengelolaan sampah diantaranya adalah setiap orang pada sumbernya, produsen, pengelola
kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya, lembaga pengelola sampah, badan usaha,
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pengelolaan sampah,
perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan.

1
Program Improvement of Solid Waste Managament to Support Regional and Metropolitan
Cities Project (ISWM) merupakan program yang dirancang untuk mendukung kebijakan dan
peraturan pengelolaan sampah terutama dalam kerangka peningkatan kinerja pengelolaan
sampah yang dilaksanakan di Pusat dan di Daerah. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan
Permukiman, Bappenas sebagai Central Project Implementation Unit (CPIU) dari Program
ISWM memiliki peran dalam penyusunan Platform Pengelolaan Sampah Nasional yang saat
ini sedang disusun dan memerlukan penyempurnaan dari berbagai pemangku kepentingan.

Terkait hal tersebut di atas, maka direncanakan beberapa rangkaian FGD yang akan
dilaksanakan selama kurun waktu Juli 2020 – Oktober 2020 untuk memberikan input dan
memperkuat Platform Pengelolaan Sampah yang sedang disusun. FGD “Model Bisnis
Pengolahan Sampah” ini merupakan salah satu rangkaian dari FGD Series yang diharapkan
dapat memberikan pandangan dan berbagi pembelajaran bagi para pemangku kepentingan
untuk menyusun kebijakan pengelolaan sampah yang lebih efektif dan berkelanjutan,
khususnya mengenai alternatif pengolahan sampah melalui kerjasama Pemerintah Daerah
dan Mitra Swasta/Badan Usaha.

2. TUJUAN FGD

Tujuan dari FGD ini yaitu:


a. Mengetahui kondisi eksisting model bisnis pengolahan sampah yang telah dilaksanakan
oleh mitra swasta/badan usaha.
b. Mengetahui tantangan, hambatan, dan rencana pengembangan dalam model bisnis
pengolahan sampah yang telah dilaksanakan.
c. Mengetahui kondisi lingkungan yang mendukung (enabling environment) untuk
terlaksananya model bisnis pengolahan sampah yang berkelanjutan.

3. NARASUMBER FGD

Mitra Swasta/Badan Usaha Pengolah Sampah sebagai Pemateri:


a. PT. Centra Bumi Lestari dan CV. Bakti Bumi
Studi kasus: TPST Bakti Bumi di Kabupaten Sidoarjo
b. PT. Waste4Change
Studi kasus: Perumahan Vida di Kota Bekasi

Pemerintah Daerah sebagai Pemateri:


a. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta

Pembahas:
a. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sidoarjo
b. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi
c. Sustainable Waste Indonesia (SWI)

2
4. JADWAL KEGIATAN

Kegiatan FGD akan dilakukan pada:


Hari/Tanggal : Jum’at, 17 Juli 2020
Waktu : 08.30 WIB – 11.30 WIB
Ruang : Video Conference melalui Zoom

5. PESERTA

Peserta FGD adalah Kementerian/Lembaga di Pusat, yaitu:

a. Direktur Lingkungan Hidup, Kementerian PPN/Bappenas.


b. Direktur Pendanaan Luar Negeri Multilateral, Kementerian PPN/Bappenas.
c. Direktur Kerjasama Pemerintah Swasta Rancang Bangun, Kementerian PPN/Bappenas.
d. Direktur Energi dan Telekomunikasi dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas.
e. Direktur Pengairan dan Irigasi, Kementerian PPN/Bappenas.
f. Direktur Otonomi Daerah, Kementerian PPN/Bappenas.
g. Direktur Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
h. Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan Infrastruktur Permukiman, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
i. Direktur Sanitasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
j. Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan
Lingkungan dan Kehutanan, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi.
k. Asisten Deputi Telematika dan Utilitas, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
l. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I, Direktorat Jenderal Bina Bangda,
Kementerian Dalam Negeri.
m. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah II, Direktorat Jenderal Bina Bangda,
Kementerian Dalam Negeri.

6. AGENDA KEGIATAN

Waktu Agenda Narasumber


08.30 – 08.45 WIB Registrasi Peserta

08.45 – 09.00 WIB Pembukaan Tri Dewi Virgiyanti –


Direktur Perkotaan,
Perumahan, dan
Permukiman, Kementerian
PPN/Bappenas
09.00 – 10.00 WIB 1. Berbagi Pembelajaran oleh 1. Mitra Swasta/Badan
Mitra Swasta/Badan Usaha: Usaha:

a. PT. Centra Bumi Lestari dan CV. a. Amelia Maran -


Bakti Bumi. Direktur PT. Centra

3
Waktu Agenda Narasumber
Studi kasus: TPST Bakti Bumi di Bumi Lestari
Kabupaten Sidoarjo

b. PT. Waste4Change. b. M. Bijaksana Junerosano


Studi kasus: Perumahan Vida di - Direktur
Kota Bekasi Waste4Change

2. Paparan mengenai Regulasi 2. Syariffudin – Wakil Kepala


Zonasi Kawasan Mandiri (Pola Dinas Lingkungan Hidup,
Business to Business) di Provinsi DKI Jakarta
Provinsi DKI Jakarta

3. Pembahas: 3. Pembahas:

a. Dinas Lingkungan Hidup a. Ir. Sigit Setyawan, MT -


Kabupaten Sidoarjo Kepala Dinas Lingkungan
Hidup dan Kehutanan,
b. Dinas Lingkungan Hidup Kota Kabupaten Sidoarjo
Bekasi
b. Yayan Yuliana,S.Sos -
c. Sustainable Waste Indonesia Kepala Dinas Lingkungan
(SWI) Hidup, Kota Bekasi

c. Djoko Heru/Dini Trisyanti


- Sustainable Waste
Indonesia (SWI)

Moderator:
Amrizal Amir -
Konsultan ISWM, Bappenas
10.00 – 11.15 WIB Diskusi Peserta
11.15 – 11.30 WIB Penutup Tri Dewi Virgiyanti -
Direktur Perkotaan,
Perumahan, dan
Permukiman, Kementerian
PPN/Bappenas

4
7. KISI-KISI MATERI:

No Pembicara Informasi Kunci


1 PT Centra Bumi Lestari, b. Pengolahan Sampah :
Amelia Maran  Pilihan teknologi
 Kapasitas pengolahan sampah (ton/hari)
 Jangkauan wilayah pelayanan (jumlah KK
dan area)
 Sistem pengolahan (flow sampah, input,
output, teknologi, offtakers)
c. Skema Pembiayaan:
 Biaya modal/capital expenditure (lahan,
bangunan, permesinan, dll)
 Biaya operasional/operational expenditure
 Biaya jasa pelayanan (Rp/ton atau
Rp/KK/bulan)
 Sumber pembiayaan yang digunakan
(termasuk akses ke sistem perbankan)
d. Kemitraan/Kerjasama dengan Pemerintah
Daerah:
 Skema Kemitraan (Peluang peningkatan
kemitraan dengan Pemerintah Daerah)
 Lingkup Kemitraan
e. Tantangan Kemitraan/Pengelolaan:
 Operasional
 Koordinasi/Kelembagaan/Regulasi
 Keberlanjutan usaha dan rencana
pengembangan bisnis.
f. Rekomendasi untuk Kemitraan Pemerintah-
Swasta dalam Pengelolaan Sampah

Durasi Paparan: 15 menit


2 Waste4Change, a. Pengolahan Sampah :
M. Bijaksana Junerosano  Pilihan teknologi
 Kapasitas pengolahan sampah (ton/hari)
 Jangkauan wilayah pelayanan (jumlah KK
dan area)
 Sistem pengolahan (flow sampah, input,
output, teknologi, offtakers)
b. Skema Pembiayaan:
 Biaya modal/capital expenditure (lahan,
bangunan, permesinan, dll)
 Biaya operasional/operational expenditure
 Biaya jasa pelayanan (Rp/ton atau
Rp/KK/bulan)

5
No Pembicara Informasi Kunci
 Sumber pembiayaan yang digunakan
(termasuk akses ke sistem perbankan)
c. Kemitraan/Kerjasama dengan Pemerintah
Daerah:
 Skema Kemitraan (Peluang peningkatan
kemitraan dengan Pemerintah Daerah)
 Lingkup Kemitraan
d. Tantangan Kemitraan/Pengelolaan:
 Operasional
 Koordinasi/Kelembagaan/Regulasi
 Keberlanjutan usaha dan rencana
pengembangan bisnis.
e. Rekomendasi untuk Kemitraan Pemerintah-
Swasta dalam Pengelolaan Sampah

Durasi Paparan: 15 menit


3 Wakil Kepala Dinas a. Regulasi Zonasi Kawasan Mandiri dalam
Lingkungan Hidup, Provinsi Pengelolaan Sampah di DKI Jakarta
DKI Jakarta – b. Pola Business to Business dalam Pengelolaan
Syariffudin Sampah

Durasi Paparan: 15 menit

6
8. GAMBARAN KEGIATAN FGD MODEL BISNIS DALAM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
Kegiatan FGD dihadiri sekitar lebih dari 60 partisipan, dari berbagai direktorat Bappenas dan
Kemeterian dan Lembaga lain. Pada bagian ini akan diulas secara umum alur, proses FGD,
ringkasan sajian dan pembahasan yang diharapkan dari kegiatan FGD ini.

8.1 Alur & Proses


Secara umum alur kegiatan FGD berjalan sesuai yang direncanakan.
Pengantar diskusi yang disampaikan dalam pembukaan FGD oleh Ibu Tri Dewi Virgiyanti,
Direktur Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas, sudah
menempatkan konteks tujuan dari FGD dan memberikan perhatian kepada pentingnya
masukkan dari FGD ini untuk membangun salah satu sub sistem Platform Pengelolaan
Persampahan Nasional, yaitu Model Bisnis dalam Pengelolaan Persampahan yang
bermanfaat, menarik, adil, terjangkau, dan berkelanjutan untuk semua pihak
masyarakat, pemerintah, dan pihak swasta.

Pada bagian kedua sesi FGD, yaitu paparan tentang model bisnis yang dilakukan oleh
pelaku usaha pengelolaan persampahan dalam hal ini disampaikan oleh PT. Centra
Bumi Lestrai-Bakti Bumi dan PT. Waste4Change, kemudian dilanjutkan dengan paparan
tata kelola dan pola dukungan pemerintah daerah dalam hal ini sampaikan oleh Dinas
Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta.

Pada bagian ketiga sesi FGD, yaitu bagian pembahasan tentang model bisnis dan tata
kelola pola dukungan pemerintah, lebih dominan berjalan seperti paparan pada bagian
kedua sesi FGD. Hanya ada salah satu pembahas yang memberikan perspektif model
bisnis, kriteria yang diharapkan, pola pendanaan, regulasi pendukung model bisnis, dan
gambaran umum prospek investasi usaha pengelolaan persampahan.

Pada bagian keempat sesi FGD, yaitu bagian diskusi bebas, mendapatkan masukan
informasi yang menjelaskan pilihan skema kerja sama pemerintah dan swasta
berdasarkan tingkatan luas wilayah pelayanan, tanggung jawab pemerintah daerah
dalam pengelolaan sampah, dan prospek pemanfaatan hasil pengolahan sampah
sebagai bagian dari sumber energi.

Pada bagian kelima sesi FGD, yaitu penyampaian harapan dari perwakilan penyaji dan
pembahas terhadap model bisnis yang ada dan akan dikembangkan sehingga pada
masa yang akan datang dukungan model bisnis menjadi bagian penting dari upaya
pencapaian target pengelolaan persampahan nasional.

8.2 Ringkasan Sajian, Pembahasan, dan Pesan Penutup


Pada bagian ini disajikan beberapa hal menonjol yang berkaitan dengan model bisnis
dan faktor lain yang mempengaruhi kelancaran proses model bisnis.

8.2.1 Sajian Model Bisnis


Penyaji terdiri dari 2 praktisi bisnis pengelolaan sampah dan 1 orang yang mewakili
pemerintah daerah dari Dinas LH Provinsi DKI Jakarta.

7
Amelia Maran, Direktur PT. Centra Bumi-CV Bakti Bumi
PT. Centra Bumi-CV Bakti Bumi yang berdiri sejak tahun 2018, telah memberikan
pelayanan pengelolaan persampahan di 5 dari 17 kecamatan di Kabupaten Sidoarjo
dengan kisaran layanan 50 – 80 ton sampah per hari. Berdasarkan data dari Dinas LH,
produksi sampah di wilayah Kabupaten Sidoarjo mencapai 1.216 ton/hari. PT. Centra
Bumi-CV Bakti Bumi fokus pada 3 bidang usaha yaitu: research, innovation, business
development yakni model jasa pengangkutan, pengolahan sampai hasil penjualan dan
pengembangan industri terkait.

Klasifikasi wilayah yang dilayani meliputi wilayah permukiman urban – rural dan wilayah
kawasan. Biaya jasa pengelolaan sampah di wilayah permukiman sekitar Rp 5.000,- - Rp
10.000,-/bulan/rumah tangga dan biaya jasa pada wilayah kawasan berkisar Rp
100.000,- - Rp 200.000,-. Menurut perhitungannya biaya jasa pengelolaan sampah yang
ideal di wilayah permukiman adalah kisaran Rp 30.000,- - Rp 50.000,-/bulan/rumah.

Tantangan yang dihadapi PT. Centra Bumi-CV Bakti Bumi dalam menjalankan proses
bisnisnys adalah berhubungan dengan kelancaran ada
1. Pembiayaan pemerintah daerah untuk mendukung pengelolaan sampah masih
minim, misalnya pengalokasian tipping fee dalam APBD.
2. Masyarakat masih enggan untuk membayar retribusi.
3. Dukungan pemerintah terhadap hasil olahan daur ulang sampah masih kurang,
misalnya penyediaan off taker RDF dan kompos.
4. Faktor geografis dan ketersediaan supply listrik. Kejadian banjir dan pemadaman
listrik dapat menyebabkan operasional pengolahan sampah terhenti

M. Bijaksana Junerosano, PT. Wasteforchange Alam Indonesia (W4C)


W4C berdiri sejak November 2014, dan sudah memiliki pandangan bisnis pengelolaan
sampah yang maju dari sisi penempatan visi, nilai (value) perusahaan yang ingin
dikembangkan, inovasi manajemen, pola pembiayaan investasi usaha, dan rencana
jangka panjangnya. Pencapaian W4C sejak 2015 – 2019 telah mengelola 5,4 Juta kg
sampah dan mengklaim pertumbuhan pendapatan kotor operasionalnya (revenue) rata-
rata mencapai 70% per tahun, meskipun sempat turun pada tahun 2016.

Fokus inovasi yang dijalankan W4C adalah pengembangan tata kelola persampahan,
standard pengelolaan, perbaikan prosedur, pelaporan, dan lainnya yang bersifat
manajerial.
Pembiayan investasi (modal) perusahaan ini bersumber dari berbagai mitra yang
memiliki karakteristik cukup beragam diantara adalah perusahaan social
entrepreneurship (PT. Greeneration Indonesia), perusahaan moda ventura (Agaeti
Ventures, East Ventures, dan Sinar Mas Digital Ventures), perusahaan pengelolaan
sampah (PT. Bali Bumi Lestari), dan perusahaan perdagangan (PT. Mitra Samaya).
Contoh pengembangan pengelolaan sampah yang dilakukan adalah edukasi pemilahan
sampah pada sumber timbulan (masyarakat dan komersil) yang ditunjang dengan
fasilitasi varian warna kantong plastik untuk memilah dan membedakan karakteristik
sampah. Kemudian perbaikan sarana pengumpulan sampah dengan menggunakan
kendaraan yang berkesan lebih manusiawi dan professional, yaitu dengan
menggunakan armada mobil pick up atau truk berwarna cerah.

8
Pada pelayanan pengelolaan sampah W4C di kawasan perumahan dan komersil Vida
Bekasi, telah melayani sebanyak 1.848 KK dan bangunan komersil (toko, sekolah, pasar,
restorant). Tarif retribusi pengelolaan sampah di wilayah perumahan berkisar Rp 35.000
– Rp 200.000 dan tariff retribusi untuk wilayah komersil berkisar Rp 900.000 – Rp
2.500.000.

Pada masa yang akan datang, W4C sebagai pelaku bisnis pengelolaan persampahan,
berharap (i) Kerja sama antara pemerintah dan swasta lebih terbuka terhadap skema
peluang kerjasama yang baru, (ii) Muncul Standar Pelayanan Minimal (SPM)
pengelolaan persampahan yang akan mempengaruhi penyesuaian biaya retribusi adil,
(iii) Digalakkan penegakkan hukum, (iv) Adanya konsorsium lembaga keuangan untuk
mendukung investasi pengelolaan persampahan.

Syarifudin, Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemprov DKI Jakarta


Pada tahun 2019, wilayah DKI Jakarta memproduksi sampahnya sebesar 7.702 ton per
hari. Jakarta yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi dan variasi zonasi
aktifitas yang beragam, membuat pola pengelolaan sampah yang berbeda.
Beberapa kondisi pengelolaan sampah yang dijalankan Pemprov DKI Jakarta adalah :
1. Pengelolaan sampah pada wilayah permukiman dan kawasan dijalankan secara
mandiri oleh pihak RW atau pengelola kawasan melalui Lembaga Pengelola Sampah
(LPS). Pemprov DKI tidak memungut retribusi dan memberi kewenangan kepada
pihak RW – Pengelola Kawasan menyusun tarif retribusinya sendiri.
2. Pemprov DKI memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk menjalin
kerjasama dengan pihak pengelola kawasan atau bisa juga RW untuk menawarkan
jasa pengelolaan sampahnya.
3. Pemprov DKI menetapkan persyaratan beberapa ijin pelayanan pengelolaan
persampahan kepada para pihak swasta dengan mengacu pada Pergub No. 47
Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Jenis ijin yang harus
dimiliki pihak swasta pengelola persampahan adalah (i) Ijin Usaha Pelayanan
Angkutan Bidang Kebersihan, (ii) Ijin Usaha Pemusnahan Sampah dan Air Kotor, (iii)
Ijin Usaha Pengelolaan Sampah
4. Pada kondisi tertentu bila diperlukan fasilitasi Pemprov DKI, maka ditunjuk BUMD
(Jakpro) untuk bekerja sama dengan investor untuk mengolah sampah antara di
Intermediate Treatment Facilities (ITF).

8.2.2 Pembahasan
Tim pembahas terdiri dari 2 wakil pemerintah daerah dan 1 dari praktisi bisnis. Dua dari
tiga pembahas lebih banyak menyajikan profil kegiatan pengelolaan sampah yang sudah
dilakukan. Hanya ada satu pembahas yang memberikan sudut pandang dan perspektif
pengelolaan sampah.

Sigit Setyawan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Sidoarjo
Produksi sampah di Kab. Sidoarjo tahun 2019 mencapai 1.216 ton per hari. Sekitar
37,4% sampah atau 454 ton sampah belum tertangani dengan baik. Infrastruktur yang
dimiliki sekitar 7 TPS, 10 TPS3R, 72 TPST.

9
Pola penanganan sampah skala perkotaan yang dijalankan Sidoarjo saat ini ada 3 jenis,
yaitu (i) Pola penanganan lama dengan metode kumpul, angkut, buang, (ii) Penerapan
TPS3R yang difasilitasi Kemen PUPR, (iii) Penanganan sampah dengan menggunakan
fasilitas TPST - TPS, yang mempercepat proses pengolahan sampah sehingga residu saja
yang diangkutkan ke TPA dan mengurangi bau.
Beberapa TPST menjalankan operasional melalui kerja sama dengan BUMDes dan Pihak
Swasta (PT. Centra Bumi).

Dalam hal pembiayaan untuk operasional pengelolaan sampah, pemda mendorong


pemerintah desa untuk memanfaatkan APBDes untuk kepentingan pengelolaan
persampahan.

Dalam upaya untuk memenuhi target pengurangan sampah dalam Jakstrada dalam
waktu yang cukup singkat selama 5 tahun (2019 – 2024), Kab. Sidoarjo menggunakan
pendekatan represif edukatif dalam mengembangkan skema tarif retribusi progresif.

Yayan Yuliana, Kepala Dinas DLH Kota Bekasi


Produksi sampah kota Bekasi mencapai 1.800 ton per hari. Hingga saat ini Pemerintah
Kota Bekasi merasa kesulitan dalam proses pengumpulan sampah. Petugas Pemkot
turun tangan langsung mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah (door to door).
Pemerintah Kota Bekasi juga memiliki kesulitan untuk membangun sarana TPST karena
adanya penolakan dari masyarakat, meskipun sudah ada ijin AMDAL.
Untuk mengatasi kondisi seperti ini, akhirnya Pemkot melakukan kemitraan dengan
W4C untuk menangani permasalahan pengelolaan sampah di hulu

Dalam rentang waktu tahun 2020 – 2024, Pemerintah Kota Bekasi sedang menjalankan
tahapan menuju KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha) dalam membangun
tata kelola persampahan untuk mendukung Bekasi Smart City. Perjalanan menuju KPBU
direncanakan akan dicapai dalam waktu 4 (empat) tahun.

Tahun pertama menjalankan pilot project di 14 titik lokasi bekerja sama dengan W4C.
Pada tahun kedua akan dilakukan Perjanjian Kerjasama dengan W4C dan Pra Feasibility
Study (Studi Kelayakan). Kemudian pada tahun ketiga dilakukan studi kelayakan dan
proses lelang. Dan akhirnya pada tahun keempat akan dimulai pelaksanaan skema
KPBU.

Dini Trisyanti dan Djoko Heru, Sustainable Waste Indonesia (SWI)


Dalam bagian pembahasan ini, SWI memberikan beberapa perspektif tentang model
bisnis dan faktor pendukung yang bisa dikembangkan untuk menghidupkan iklim
wirausaha di bidang pengelolaan persampahan.
1. Model Bisnis
Dalam konteks usaha di bidang pengelolaan persampahan dapat dijalankan dalam
model (i) KPBU, (ii) Kontrak Jasa Layanan (biasanya pada jasa angkutan), dan (iii)
Business to Business (B2B, yaitu kerja sama langsung dan menyeluruh dalam
pengelolaan sampah antar penyedia jasa dan pengguna ).
Contoh penerapan pola B2B seperti PT dengan Perumahan atau bisa juga langsung
dengan masyarakat (BUMDes, RT-RW tapi tidak dengan pemerintah daerah). B2B

10
sangat strategis dan cocok untuk dikembangkan dalam pengolahan sampah skala
menengah.

2. Sumber pendapatan
Sumber pendapatan dapat dikembangkan dari beberapa yakni: (1) Penerapan
polluters pays principle yaitu iuran atau pembayaran biaya sesuai beban sampah
yang sudah dibuang, (2) Pendapatan dari pengolahan produk melalui kegiatan daur
ulang, dan (3) Subsidi dari pemerintahnya.
Penerapan subsidi dapat membuat tarif retribusi di masyarakat lebih terjangkau.

3. Penanggung Jawab
Dalam Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 mengamanatkan bahwa kawasan
berkewajiban melakukan pengelolaan sampahnya sendiri sampai pada tahap
pengolahan, baik secara langsung maupun bermitra dengan pihak swasta.
Kebersihan lingkungan wilayah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah
sehingga peran pemerintah daerah tetap penting untuk melakukan monitoring
terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan persampahan. Harusnya pemerintah
daerah dapat melakukan penegakan hukum di kawasan permukiman dan lainnya
yang memiliki perijinan.
Hal yang lain adalah bahwa kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah wajib
membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah. Pembiayaan bisa bersumber dari
APBD atau sharing dengan masyarakat, atau pola lain yang memungkinkan.

4. Regulasi Pendukung Model Bisnis


Mekanisme dan skema kerjasama antar pemerintah dengan swasta dalam
pengelolaan persampahan perlu menjamin keamanan dalam berinvestasi dan
dipayungi dalam sebuah regulasi, sehingga kedua belah pihak merasa yakin dalam
menjalaninya.
Dalam hitungan rata-rata, biasanya investasi dalam pengelolaan persampahan
membuat perhitungan titik impas investasi (break even point) selama 5 tahun.
Pemerintah daerah perlu mendukung mekanisme kerjasama ini dengan payung
regulasi dan mengalokasikan tipping fee pengelolaan sampah.

5. Perlu jadi perhatian bagi pihak swasta, bahwa dalam Permen PUPR No. 3 tahun
2013, target hasil pengelolaan sampah setelah tahun 2025 hanya residu yang dapat
dibuang ke TPA. Sehingga pihak swasta harus memiliki kemampuan untuk mengolah
sampahnya sampai tidak ada yang tersisa kecuali residu.
Untuk mendukung perjalanan target menuju paska 2025, perlu ada usulan regulasi
yang mendorong tarif pembuangan ke TPA lebih mahal sehingga kawasan yang
melakukan pengolahan sampah mandiri, mau mengelola sampahnya di sumber.

Novi, Direktorat KPSRB, Bappenas


1. KPBU bukan merupakan opsi satu-satunya untuk melakukan kerjasama dengan pihak
ketiga/badan usaha. KPBU kurang sesuai dengan pengolahan skala kecil. Ada
peraturan yang bisa digunakan sebagai dasar hukum kerjasama swasta dengan
daerah seperti PP 28 Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah, PP 20 Tahun 2020
tentang Penyertaan Modal Negara dalam Modal Usaha.

11
2. Kerjasama unsolicited dan solicited yang dikembangkan pemerintah daerah tetap
mewajibkan pendanaan dari pemerintah daerah, salah satunya mengalokasikan
tipping fee termasuk juga pengadaan lahan. Karena pengadaan lahan untuk fasilitas
publik, seperti TPS dan TPST adalah menjadi kewajiban pemerintah. Apapun opsi
yang dipilih, tipping fee harus selalu ada, meskipun pada bagian tertentu pengolahan
sampah dapat mendatangkan keuntungan namun sampah tidak bisa dikategorikan
sebagai komoditi.
3. ESDM dan PLN sedang membuka peluang kerjasama untuk pemanfaatan daur ulang
sampah menjadi RDF untuk dimanfaatkan sebagai Co-firing (bahan bakar yang
digunakan secara bersama dengan bahan bakar lain untuk sebuah proses). Saat ini
masih menunggu standarisasi kelayakan kalori dan teknis lainnya dari kementerian
ESDM.
4. Pada beberapa kondisi model bisnis, pihak pemberi pinjaman (lender) atau investor
membutuhkan kepastian hukum dalam bentuk Perda tentang pengalokasian tipping
fee yang dapat menjamin prospek dan pengembalian investasi.

8.2.3 Pesan Penutup


1. M. Bijaksana Junerosano (Waste4Change Alam Indonesia)
Perlu dibentuk Tim Kerja atau sekretariat bersama dari para stakeholder pengelolaan
persampahan nasional, untuk menjaga strategi yang keberlanjutan dan bisa
memperlajari referensi dari pembelajaran beberapa negara.
Tim kerja dapat memanfatkan pembelajaran yang bisa menjadi masukkan cukup
banyak untuk dirangkai menjadi rancangan pengelolaan permpahan nasional.

2. Syarifudin - Wakadis LH provinsi DKI Jakarta


Sampah tidak hanya tanggung jawab pemerintah tapi juga masyarakat, dan pelaku
usaha. Diperlukan kolaborasi antar para pihak yang dinaungi dalam satu regulasi dan
dilakukan penegakan hukum.

3. Dini Trisyanti, Sustainable Waste Indonesia


Diperlukan lebih banyak lagi inovasi dalam membangun kerjasama dan pembiayaan
investasi untuk melayani pengelolaan sampah lingkup kecil dan menengah. Banyak
investor yang tertarik tidak hanya dalam pelayanan pengelolaan sampah, tapi juga
tertarik untuk memenuhi kebutuhan pasokan industrinya.

12
9. TEMUAN DAN SIMPULAN
Isu-isu penting yang ditemukan dalam FGD Model Bisnis Pengelolaan Persampahan ini
dapat disimpulkan menjadi dua bagian besar, namun tidak menutup kemungkinan lain
pada kondisi tertentu.

Model Bisnis
1. Bentuk Usaha dan Penanggung jawab
Beberapa pilihan bentuk usaha yang dapat dijalankan dalam model bisnis
pengelolaan persampahan yaitu BUMD, BUMDes, PT, dan CV.
Pemerintah daerah sebagai penanggung jawab langsung terhadap kualitas
lingkungan di wilayahnya memiliki kewenangan dalam memberikan persyaratan atau
kualifikasi teknis kepada pihak mitra yang ingin bekerjasama.
Kualifikasi teknis yang terpenuhi dapat didokumentasikan dalam bentuk jenis
perijinan, misalnya (i) Ijin Usaha Pelayanan Angkutan Bidang Kebersihan, (ii) Ijin
Usaha Pemusnahan Sampah dan Air Kotor, (iii) Ijin Usaha Pengelolaan Sampah.
Pemerintah daerah memiliki kewenangan menegakkan peraturan kepada para
pelaksana/mitra dalam mencapai kualitas pekerjaan yang dipersyaratkan.

2. Kegiatan Usaha
Aktifitas atau kegiatan yang dapat dikembangkan dalam bisnis pengelolaan
persampahan adalah :
a. Upaya pengurangan sampah melalui kampanye dan edukasi perilaku timbulan
sampah pada sumber
b. Penanganan sampah yang dikembangkan menuju citra pelayanan sampah yang
professional dan bertanggung jawab
c. Riset dan Kajian
d. Pendampingan dan Konsultasi

3. Sumber Investasi
Usaha pengelolaan persampahan tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata,
tapi juga memberikan dampak yang positif terhadap perbaikan lingkungan
permukiman, sosial, dan kualitas kesehatan, sehingga mempunyai spektrum pilihan
sumber investasi yang lebih luas, mulai dari investor usaha murni hingga investor
usaha sosial (social entrepreneurship).
Sumber investasi bisa diperoleh dari APBDes, perusahaan social enterpreneurship,
perusahaan permodalan, perusahaan pengelola persampahan, bahkan perusahaan
perdagangan.
Rancangan investasi dalam konteks usaha pengelolaan persampahan, biasanya
direncanakan mencapai titik impas dalam waktu 5 tahun.

4. Pendapatan usaha
Sumber pendapatan dapat dikembangkan dari beberapa sumber yaitu (i) Penerapan
iuran yang adil sesuai dengan jumlah dan volume sampah yang dikeluarkan dengan
skema polluters pays principle, (ii) Pengolahan produk melalui kegiatan daur ulang,
dan (iii) Penerapan tipping fee yang menjadi kewajiban pemerintah daerah dalam
menunjang tata kelola pengelolaan persampahan yang lebih baik.

13
5. Bentuk Kerjasama Pelayanan
Pihak swasta yang tertarik berkecimpung dalam usaha pengelolaan sampah dapat
memilih penerapan kerjasama sesuai dengan skala pelayanannya. Pilihan kerjasama
yang bisa diterapkan, namun tetap terbuka untuk bentuk kerjasama lainnya adalah :
a. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Pilihan model bisnis ini cocok
untuk wilayah pelayanan pengelolaan persampahan wilayah yang luas.
b. Kontrak Jasa Pelayanan. Skema kerja sama yang menawarkan pelayanan jasa
pada salah satu proses pengelolaan persampahan. Biasanya penyediaan jasa dan
armada angkutan sampah.
c. Business to Business (B2B). Skema kerja sama pengelolaan persampahan antara
pemberi jasa dan pengelola wilayah permukiman atau kawasan komersial. Pihak
swasta dapat membuka kerja sama dengan perwakilan permukiman warga (RW),
pengurus kawasan, manajemen gedung, atau penanggung jawab wilayah.

Regulasi dan Penegakkannya sebagai Pendukung Model Bisnis


Dukungan kebijakan dan regulasi tidak hanya mendukung prospek model bisnis saja,
tetapi juga mendorong keberhasilan upaya pengurangan dan penanganan dalam
pengelolaan persampahan.

1. Penentuan Skema Tarif Retribusi


Penetapan tarif yang progresif dapat mendorong terjadinya upaya pengurangan
sampah dalam rantai layanan pengelolaan sampah.
Penerapan skema polluters pays principle dapat mendorong masyarakat untuk
mengelola sumber sampah agar jumlah sampah yang diangkut menjadi berkurang.
Regulasi atau Perda yang mendukung upaya pengurangan sampah di sumber dapat
menjadi skema insentif bagi masyarakat yang sudah menerapkan pengurangan
sampahnya.

2. Penentuan Skema Tarif Pemrosesan Akhir


Usulan regulasi atau Perda yang menetapkan tarif pembuangan ke TPA menjadi lebih
mahal. Hal ini dapat mendorong pengelola kawasan melakukan pengolahan sampah
secara mandiri dan mengelola sampahnya di sumber.

3. Penegakkan pelaksanaan Tipping Fee


Penyediaan anggaran daerah dan Tipping Fee untuk pengelolaan persampahan harus
proporsional sesuai dengan beban dan karakteristik sampah yang dihasilkan. Jika
ketersedian dukungan anggaran ini sudah proporsional, akan dapat menurunkan
tarif retribusi pengelolaan sampah di masyarakat menjadi lebih murah dan
terjangkau (affordable). Sehingga akan memudahkan pengusaha menjalankan
kegiatan pengelolaan sampah dan memperkecil resiko investasi.

4. Penegakkan aturan tentang kewajiban pengelola permukiman dan kawasan


Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab wilayah memiliki kewenangan untuk
memantau dan memastikan pengelola permukiman dan kawasan menjalankan
upaya pengelolaan persampahan dengan baik, benar, dan sesuai aturan berlaku.

14
5. Peraturan Daerah pendukung kerja sama dalam model bisnis
Setiap investasi bisnis memiliki resiko dan jangka waktu tertentu untuk bisa
mencapai kondisi yang menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu dibutuhkan
regulasi yang bisa memastikan aturan kerja sama, adil, prospektif yang menarik,
namun tetap mengacu pada kualitas pelayanan yang dipersyaratkan. Sehingga kedua
belah pihak merasa aman dan yakin dalam menjalaninya.
Contohnya dalam hitungan rata-rata, biasanya investasi pengelolaan persampahan
membuat perhitungan titik impas investasi (break even point) selama 5 tahun. Agar
menarik bagi pihak swasta, setidaknya salah satu aturan kerjasama perlu
mempertimbangkan jangka waktu kerjasama ini.

6. Fasilitasi pengembangan ekosistem bisnis


Pengelolaan persampahan berpotensi menghasilkan produk baru yang bisa
dimanfaatkan (waste to product). Jika ada proses fasilitasi pemerintah daerah untuk
menghubungkan kerja sama bisnis persampahan dengan pebisnis bidang lain, maka
dapat menambah daya tarik model bisnis pengelolaan persampahan ini. Produk
tambahan (side product) dari pengelolan sampah dapat berpotensi untuk
dipasarkan.
Berbagai produk yang bisa diproduksi dari sampah adalah jenis kerajinan dan produk
rumah tangga yang berasal dari kegiatan daur ulang, kompos, bahan bakar
campuran (Refused Derived Fuel), atau produk lainnya

15
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA

Jalan Taman Suropati No. 2 JAKARTA 10310


Telp. (021) 31934819/3149635; Fax (021) 31934819
www.bappenas.go.id

Nomor : 08168/Dt.2.4/07/2020 Jakarta, 15 Juli 2020


Lampiran : Kerangka Acuan Kegiatan
Hal : Undangan Permohonan Narasumber Forum Group Discussion (FGD)
”Model Bisnis Pengolahan Sampah”

Kepada Yth.
(Daftar terlampir)
di Tempat

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 mengamatkan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam
menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan dengan
tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya. Hal tersebut kemudian diturunkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 81 tahun 2012 yang menyebutkan bahwa selain Pemerintah Pusat dan Daerah, para
pemangku kepentingan (swasta dan masyarakat) juga memiliki tanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan sampah.
Dalam upaya mendukung perbaikan sistem pengelolaan sampah di tingkat pusat dan daerah,
Program Improvement of Solid Waste to Support Regional dan Metropolitan Cities Project (ISWM)
melalui Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Bappenas sebagai Central Project
Implementation Unit (CPIU) menyusun Platform Pengelolaan Sampah. Platform ini diharapkan
merangkul berbagai stakeholder untuk mendukung perbaikan pengelolaan sampah tersebut.
Sehubungan hal tersebut maka akan dilaksanakan serangkaian Focus Group Discussion
(FGD) yang bertujuan mendapatkan input dari berbagai pemangku kepentingan untuk
menyempurnakan Platform Pengelolaan Sampah. Barsama ini, kami bermaksud mengundang
Saudara untuk hadir sebagai Narasumber pada FGD “Model Bisnis Pengolahan Sampah” melalui
video-conference yang akan dilaksanakan pada:

Hari/Tanggal : Jum’at / 17 Juli 2020


Waktu : 08.30 WIB – 11.30 WIB
Media Pertemuan : Aplikasi Video Conference Zoom
https://us02web.zoom.us/j/84225808993?pwd=WHJJSTF3R0N
LM1E2VnBkV2F4MFdhQT09
Meeting ID: 842 2580 8993
Password: Bappena5

Konfirmasi kehadiran akan kami lakukan melalui Sdr. Adam Maulana sebagai narahubung
(0821-3655-5201/email perkim.bappenas@gmail.com). Demikian hal ini disampaikan, atas perhatian
dan kerjasama Saudara diucapkan terima kasih.
Direktur
Perkotaan, Perumahan dan Permukiman

Tri Dewi Virgiyanti


Tembusan Kepada Yth:
Deputi Bidang Pengembangan Regional, Bappenas
Lampiran Surat : Undangan Forum Group
Discussion (FGD) ”Model
Bisnis Pengolahan Sampah”
Nomor : 08168/Dt.2.4/07/2020
Tanggal : 15 Juli 2020

Kepada Yth.

Narasumber dalam FGD

Pemateri:
1. Mitra Swasta/Badan Usaha Pengolah Sampah:
a. Amelia Maran - PT. Centra Bumi Lestari
Studi kasus: TPST Bakti Bumi di Kabupaten Sidoarjo

b. M. Bijaksana Junerosano - PT. Waste4Change


Studi kasus: Perumahan Vida di Kota Bekasi

2. Pemerintah Daerah:
a. Ir. Andono Warih, M.Sc – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta

Pembahas:
a. Ir. Sigit Setyawan, MT – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Kehutanan
Kabupaten Sidoarjo
b. Yayan Yuliana, S.Sos – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi
c. Djoko Heru/Dini Trisyanti - Sustainable Waste Indonesia (SWI)
Lampiran Surat : Undangan Forum Group
Discussion (FGD) ”Model
Bisnis Pengolahan Sampah”
Nomor : 08168/Dt.2.4/07/2020
Tanggal : 15 Juli 2020

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

Focus Group Discussion (FGD)


MODEL BISNIS PENGOLAHAN SAMPAH

1. LATAR BELAKANG

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals-SDGs) mentargetkan


pengelolaan sampah yang berkelanjutan, terutama yaitu pada:
 Target 6.2: ”Pada tahun 2030, mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang memadai
dan merata bagi semua, dan menghentikan praktik buang air besar di tempat terbuka,
memberikan perhatian khusus pada kebutuhan kaum perempuan, serta kelompok masyarakat
rentan.”
 Target 11.6: ”Pada tahun 2030, mengurangi dampak lingkungan perkotaan per kapita yang
merugikan, termasuk dengan memberi perhatian khusus pada kualitas udara, termasuk
penanganan sampah kota.”; dan
 Target 12.5: “Pada tahun 2030, secara substansial mengurangi produksi limbah melalui
pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali.”

Di tahun 2018 capaian akses persampahan adalah sebesar 60,05% yang terdiri dari 58,05%
penanganan dan 1,55% pengurangan sampah. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2020-2024 mentargetkan pengelolaan sampah sebesar 100% dengan 80% penanganan
dan 20% pengurangan (perkotaan).

Dengan tantangan pengelolaan persampahan yang ada saat ini, diantaranya yaitu: (a) belum
komprehensifnya regulasi/kebijakan persampahan di Pusat/daerah sesuai dengan amanat UU
18/2008 tentang pengelolaan sampah; (b) masih rendahnya pemastian fungsi regulator dan operator
di daerah; (c) belum optimalnya penanganan sampah di TPS 3R/TPST dan juga TPA; (d) masih
rendahnya keterlibatan peran swasta, badan usaha, industri, dan pemangku kepentingan lainnya
dalam pengelolaan sampah, (e) belum optimalnya identifikasi market place bagi produk kompos, daur
ulang, dan material lainnya menyebabkan pengelolaan sampah belum tercapai sesuai dengan target
nasional.

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 telah mengamanatkan Pemerintah Pusat dan Daerah untuk
menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan dengan
tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya.

PP Nomor 81 tahun 2012 sebagai amanat UU Nomor 18/2008 juga menyebutkan bahwa selain
Pemerintah Pusat dan Daerah, para pemangku kepentingan yang berperan dalam pengelolaan
sampah diantaranya adalah setiap orang pada sumbernya, produsen, pengelola kawasan
permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial,
dan fasilitas lainnya, lembaga pengelola sampah, badan usaha, masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat yang bergerak di bidang pengelolaan sampah, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan
pengembangan.

Program Improvement of Solid Waste Managament to Support Regional and Metropolitan Cities
Project (ISWM) merupakan program yang dirancang untuk mendukung kebijakan dan peraturan
pengelolaan sampah terutama dalam kerangka peningkatan kinerja pengelolaan sampah yang
dilaksanakan di Pusat dan di Daerah. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Bappenas
sebagai Central Project Implementation Unit (CPIU) dari Program ISWM memiliki peran dalam
penyusunan Platform Pengelolaan Sampah Nasional yang saat ini sedang disusun dan memerlukan
penyempurnaan dari berbagai pemangku kepentingan.

Terkait hal tersebut di atas, maka direncanakan beberapa rangkaian FGD yang akan dilaksanakan
selama kurun waktu Juli 2020 – Oktober 2020 untuk memberikan input dan memperkuat Platform
Pengelolaan Sampah yang sedang disusun. FGD “Model Bisnis Pengolahan Sampah” ini merupakan
salah satu rangkaian dari FGD Series yang diharapkan dapat memberikan pandangan dan berbagi
pembelajaran bagi para pemangku kepentingan untuk menyusun kebijakan pengelolaan sampah
yang lebih efektif dan berkelanjutan, khususnya mengenai alternatif pengolahan sampah melalui
kerjasama Pemerintah Daerah dan Mitra Swasta/Badan Usaha.

2. TUJUAN FGD

Tujuan dari FGD ini yaitu:


a. Mengetahui kondisi eksisting model bisnis pengolahan sampah yang telah dilaksanakan oleh
Mitra Swasta/Badan Usaha.
b. Mengetahui tantangan, hambatan, dan rencana pengembangan dalam model bisnis pengolahan
sampah yang telah dilaksanakan.
c. Mengetahui kondisi lingkungan yang mendukung (enabling environment) untuk terlaksananya
model bisnis pengolahan sampah yang berkelanjutan.

3. NARASUMBER FGD

Pemateri:
1. Mitra Swasta/Badan Usaha Pengolah Sampah:
a. PT. Centra Bumi Lestari dan CV. Bakti Bumi
Studi kasus: TPST Bakti Bumi di Kabupaten Sidoarjo
b. PT. Waste4Change
Studi kasus: Perumahan Vida di Kota Bekasi

2. Pemerintah Daerah: Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta

Pembahas:
a. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Kehutanan Kabupaten Sidoarjo
b. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi
c. Sustainable Waste Indonesia (SWI)

4. JADWAL KEGIATAN

Kegiatan FGD akan dilakukan pada:


Hari/Tanggal : Jum’at, 17 Juli 2020
Waktu : 08.30 WIB – 11.30 WIB
Ruang : Video Conference melalui Zoom

5. PESERTA

Peserta FGD adalah Kementerian/Lembaga di Pusat, yaitu:

a. Direktur Lingkungan Hidup, Kementerian PPN/Bappenas.


b. Direktur Pendanaan Luar Negeri Multilateral, Kementerian PPN/Bappenas.
c. Direktur Kerjasama Pemerintah Swasta Rancang Bangun, Kementerian PPN/Bappenas.
d. Direktur Energi dan Telekomunikasi dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas.
e. Direktur Pengairan dan Irigasi, Kementerian PPN/Bappenas.
f. Direktur Otonomi Daerah, Kementerian PPN/Bappenas.
g. Direktur Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
h. Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan Infrastruktur Permukiman, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
i. Direktur Sanitasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
j. Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan
Lingkungan dan Kehutanan, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi.
k. Asisten Deputi Telematika dan Utilitas, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
l. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I, Direktorat Jenderal Bina Bangda,
Kementerian Dalam Negeri.
m. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah II, Direktorat Jenderal Bina Bangda,
Kementerian Dalam Negeri.

6. AGENDA KEGIATAN

Waktu Agenda Narasumber


08.30 – 08.45 WIB Registrasi Peserta

08.45 – 09.00 WIB Pembukaan Tri Dewi Virgiyanti –


Direktur Perkotaan, Perumahan,
dan Permukiman, Kementerian
PPN/Bappenas
09.00 – 10.00 WIB 1. Berbagi Pembelajaran oleh Mitra 1. Mitra Swasta/Badan Usaha:
Swasta/Badan Usaha:
a. Amelia Maran - Direktur
a. PT. Centra Bumi Lestari dan CV. PT. Centra Bumi Lestari
Bakti Bumi.
Studi kasus: TPST Bakti Bumi di
Kabupaten Sidoarjo b. M. Bijaksana Junerosano -
Direktur Waste4Change
b. PT. Waste4Change.
Studi kasus: Perumahan Vida di 2. Ir. Andono Warih, M.Sc -
Kota Bekasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup,
Provinsi DKI Jakarta
2. Paparan mengenai Regulasi
Zonasi Kawasan Mandiri (Pola
Business to Business) di 3. Pembahas:
Provinsi DKI Jakarta
a. Ir. Sigit Setyawan, MT -Kepala
3. Pembahas: Dinas Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Kabupaten Sidoarjo
a. Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Sidoarjo b. Yayan Yuliana,S.Sos -Kepala
Dinas Lingkungan Hidup, Kota
b. Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi
Bekasi
c. Djoko Heru/Dini Trisyanti -
c. Sustainable Waste Indonesia Sustainable Waste Indonesia
(SWI) (SWI)

Moderator:
Alwis Rustam -
Konsultan ISWM, Bappenas
10.00 – 11.15 WIB Diskusi Peserta
11.15 – 11.30 WIB Penutup Tri Dewi Virgiyanti -
Direktur Perkotaan, Perumahan,
dan Permukiman, Kementerian
PPN/Bappenas
7. KISI-KISI NARASUMBER:

Pemateri :

No Pemateri Informasi Kunci


1 PT Centra Bumi Lestari, a. Pengolahan Sampah :
Amelia Maran  Pilihan teknologi
 Kapasitas pengolahan sampah (ton/hari)
 Jangkauan wilayah pelayanan (jumlah KK dan
area)
 Sistem pengolahan (flow sampah, input, output,
teknologi, offtakers)
b. Skema Pembiayaan:
 Biaya modal/capital expenditure (lahan, bangunan,
permesinan, dll)
 Biaya operasional/operational expenditure
 Biaya jasa pelayanan (Rp/ton atau Rp/KK/bulan)
 Sumber pembiayaan yang digunakan (termasuk
akses ke sistem perbankan)
c. Kemitraan/Kerjasama dengan Pemerintah Daerah:
 Skema Kemitraan (Peluang peningkatan
kemitraan dengan Pemerintah Daerah)
 Lingkup Kemitraan
d. Tantangan Kemitraan/Pengelolaan:
 Operasional
 Koordinasi/Kelembagaan/Regulasi
 Keberlanjutan usaha dan rencana pengembangan
bisnis.
e. Rekomendasi untuk Kemitraan Pemerintah-Swasta
dalam Pengelolaan Sampah

Durasi Paparan: 15 menit


2 Waste4Change, a. Pengolahan Sampah :
M. Bijaksana Junerosano  Pilihan teknologi
 Kapasitas pengolahan sampah (ton/hari)
 Jangkauan wilayah pelayanan (jumlah KK dan
area)
 Sistem pengolahan (flow sampah, input, output,
teknologi, offtakers)
b. Skema Pembiayaan:
 Biaya modal/capital expenditure (lahan, bangunan,
permesinan, dll)
 Biaya operasional/operational expenditure
 Biaya jasa pelayanan (Rp/ton atau Rp/KK/bulan)
 Sumber pembiayaan yang digunakan (termasuk
akses ke sistem perbankan)
c. Kemitraan/Kerjasama dengan Pemerintah Daerah:
 Skema Kemitraan (Peluang peningkatan
kemitraan dengan Pemerintah Daerah)
 Lingkup Kemitraan
d. Tantangan Kemitraan/Pengelolaan:
 Operasional
 Koordinasi/Kelembagaan/Regulasi
 Keberlanjutan usaha dan rencana pengembangan
bisnis.
e. Rekomendasi untuk Kemitraan Pemerintah-Swasta
dalam Pengelolaan Sampah

Durasi Paparan: 15 menit


No Pemateri Informasi Kunci
3 Kepala Dinas Lingkungan a. Regulasi Zonasi Kawasan Mandiri dalam Pengelolaan
Hidup, Provinsi DKI Jakarta – Sampah di DKI Jakarta
Ir. Andono Warih, M.Sc b. Pola Business to Business dalam Pengelolaan
Sampah

Durasi Paparan: 15 menit

Pembahas:

No Pemateri Informasi Kunci


1 Kepala Dinas Lingkungan a. Skema Skema kerjasama pemerintah daerah dengan
Hidup dan Kehutanan, mitra swasta/badan usaha dan payung kebijakannya
Kabupaten Sidoarjo - b. Pembagian peran antara pemerintah daerah dan
Ir. Sigit Setyawan, MT mitra swasta/badan usaha.
c. Dukungan Pemerintah Daerah untuk Keberlanjutan
Operasionalisasi Bisnis Pengolahan Sampah
2 Kepala Dinas Lingkungan a. Skema Skema kerjasama pemerintah daerah dengan
Hidup, Kota Bekasi - mitra swasta/badan usaha dan payung kebijakannya
b. Pembagian peran antara pemerintah daerah dan
Yayan Yuliana,S.Sos mitra swasta/badan usaha.
c. Dukungan Pemerintah Daerah untuk keberlanjutan
operasionalisasi bisnis pengolahan sampah
3 Djoko Heru/Dini Trisyanti Isu kunci yang dianggap sangat berpengaruh, termasuk
Sustainable Waste Indonesia aspek kelembagaan, regulasi, dan hal terkait yang relevan.
(SWI) Demikian pula isu keuangan, SDM, dan hal terkait yang
relevan.
NARASUMBER & PEMBAHAS
No. NAMA NO TELPON

1 Amelia Maran - Direktur PT. Centra Bumi Narasumber 0811166593


Lestari
2 M. Bijaksana Junerosano - Direktur Narasumber 081224669021
Waste4Change
3 Syariffudin – Wakil Kepala Dinas Narasumber 0811869709
Lingkungan Hidup, Provinsi DKI Jakarta
4 Ir. Sigit Setyawan, MT -Kepala Dinas Pembahas 081259819954
Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Kabupaten Sidoarjo
5 Yayan Yuliana,S.Sos -Kepala Dinas Pembahas 081286211561
Lingkungan Hidup, Kota Bekasi
6 Dini Trisyanti / Djoko Heru - Sustainable Pembahas 0817867032
Waste Indonesia (SWI)
DAFTAR HADIR FGD MODEL BISNIS PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
Jakarta, 17 juli 2020
No Nama Lengkap Asal Instansi Jabatan
1 Tri Dwi Virgiyanti Dit PPP Bappenas Direktur PPP Bappenas
2 Wahanudin Dit PPP Bappenas Kasubdit Sanitasi Dir PPP Bappenas
3 Novie andriani Bappenas Kasubdit
4 Triono Hadi Priyanto Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Kepala Seksi Wilayah II Subdit Lingkungan Hidup
5 Suryo Wijiono Pambudi KPSRB Bappenas Staf
6 Kusti Erawati Kemenko Perekonomian Kabid Ketahanan Kebencanaan
7 Febriana Dewi Lestari Kemenko Perekonomian Analis Perekonomian
8 Rubymetha KPSRB - BAPPENAS Staf
9 Bunga Kasih Agyaputeri Bangda Kemendagri Staff
10 Rangga Akib SWI specialist
11 Devyandra Eka Putri Dit LH Bappenas Staf
12 Rohmatun Inayah KLHK Pengawas Lingkungan Hidup
13 Anggi Pertiwi Putri Bappenas Perencana Pertama
14 Suryani Kemenko Bidang Perekonomian Staf Asdep Telematika dan Utilitas
15 Gamma Nanda Bhaskoro Dinas Lingkungan Hidup Staf Seksi Pengelolaan Sampah
16 A Dessi Permatasari Dit. Sanitasi Jafung TPL Muda
17 Terra Dit. Sanitasi
18 Herdian Prasetyo Kemendagri staf
19 Hana Nur Auliana Waste4Change Head of Communication and Engagement
20 Denny Aprillya DLH KOTA BEKASI Kasi pengurangan sampah
21 Nandia gresita Dit sanitasi staff
22 Larissa Arindini Dit Perkotkim Bappenas Staf
23 Joel Palandi Dit. SUPD II Ditjen. Bina Bangda - Kemendagri Kasi
24 Nadiyatul Fithriyyah Dit. SSPIP, DJCK, KemenPUPR Staf
25 Ahmad Gigih R. Dit. Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman/Bappenas Staf Non PNS
26 Nofrizal Bangda Kementerian Dalam Negeri Tenaga Ahli
27 Ikoh Maufikoh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta staf
28 Pandu Farchan Jannata Bangda Kemendagri staff
29 Widi Astuti Konsultan FMSRB Bangda Kemendagri TA.Persampahan
30 Radityo Rinukti Dit. Sanitasi, Kemen. PUPR Staff
31 Dhia Atikah Aliyyu PLN Asisten Analis
32 Prima Sari Anungputri Dit. Otda Bappenas JFP Pertama
33 Ade Bappenas
34 Amanda Erika
35 Ari Nashafa
36 Zulfie
37 Nathania
38 Yusuf
39 Dhika
40 Ahmad Kuslan
41 Dwi
42 Mufid
43 Afifah Kemala
44 Sebastian Kenzi
45 Banyu Putro
46 Amru Abdullah
47 Heru
48 Arief Rahmansyah
49 Leninta Kristiani Dit. Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman/Bappenas Staf
50 Sunaryanto ISWM Bappenas Team Leader
51 Reskidian ISWM Bappenas Deputy Team Leader
52 Amrizal Amir ISWM Bappenas Keuangan Publik
53 Adam Maulana ISWM Bappenas Ass MIS
54 Alwis Rustam ISWM Bappenas Capacity Buikding
55 Bayu Erlangga ISWM Bappenas Ass Monev
56 Cheerli ISWM Bappenas Komunikasi
57 Mardiyanto ISWM Bappenas TA Monev
58 Muh Ariffudin ISWM Bappenas Ass Komunikasi
59 Syahrizal ISWM Bappenas Infrastruktur
60 Suparmanto ISWM Bappenas Knowledge Management
61 Suwardiman ISWM Bappenas MIS
NOTULENSI
Forum Group Discussion (FGD) “Model Bisnis Pengelolaan Sampah”
Hari/Tanggal : Jumat/17 Juli 2020
Waktu : 08.30 - 11.30 WIB
Pemimpin Rapat : Direktur Perkotaan Perumahan dan Permukiman
Jumlah Peserta : 68 orang
Notulen : Suparmanto & Leninta

A. Tujuan:
1) Mengetahui kondisi eksisting model bisnis pengolahan sampah yang telah dilaksanakan
oleh Pemerintah Daerah dan mitra swasta/badan usaha.
2) Mengetahui tantangan, hambatan, dan rencana pengembangan dalam model bisnis
pengolahan sampah yang telah dilaksanakan.
3) Mengetahui kondisi lingkungan yang mendukung (enabling environment) untuk
terlaksananya model bisnis pengolahan sampah yang berkelanjutan.

B. Pembahasan
Kegiatan FGD Model Bisnis Pengolahan Sampah ini dibuka oleh Ibu Tri Dewi Virgiyanti,
Direktur Perkotaan Perumahan dan Permukiman Bappenas. Dalam pembukaannya beliau
menyampaikan bahwa, melihat fenomena sampah saat ini terdapat peluang bisnis yang dapat
berkontribusi untuk menutup pembiayaan pengolahan sampah. Sehingga kedepannya perlu
mengembangkan skema pengolahan sampah yang menarik bagi pemda dan swasta sehingga
terjadi pengelolaan sampah yang lebih baik. Oleh karena itu, focus FGD kali ini adalah melihat
model bisnis pengolahan sampah yang telah dilakukan baik mitra bisnis dan badan usaha
dengan pemda untuk dijadikan masukan untuk platform pengelolaan sampah.
Berdasarkan beberapa analisis menilai bahwa sampah yang diolah dapat dijadikan sebuah
produk (Waste to Product) dan memerlukan skema bisnis yang benar, adil, dan berkelanjutan,
baik dari pemda dan pihak swasta yang terlibat. Pembelajaran Waste to Energy (WTE),
kebutuhan tipping fee (biaya yang dikeluarkan pemerintah kepada pengelola sampah) sangat
besar dan menyebabkan beberapa kota yang tercantum perpres meminta BLPS (Biaya
Layanan Pengelolaan Sampah) yang sangat besar kepada pemerintah pusat. Oleh karena itu,
perlu dicarikan skema bisnis yang lebih terjangkau dan berkelanjutan dari aspek keuangan,
lingkungan, kelembagaan dan pengelolaanya.

Moderator: Amrizal Amir


Narasumber 1: Amelia Maran, Direktur PT Centra Bumi Lestari mengelola TPST Bakti Bumi
Kabupaten Sidoarjo.
Centra memiliki visi bertemunya industri dan lingkungan. Kondisi saat ini, industri daur ulang di
Indonesia belum mendapatkan pasokan sampah (platik, metal, kertas) yang cukup. Centra
berusaha menjadi penghubung kebutuhan antara pengolahan sampah dan industri daur ulang
di Indonesia, yang memiliki fokus pada 3 model yaitu: research, innovation, business
development yakni model jasa pengangkutan, pengolahan sampai hasil penjualan dan
pengembangan industri terkait.
Saat ini Centra telah bekerjasama dengan pemerintah kabupaten Sidoarjo selama 5 tahun.
Kegiatan yang dilakukan oleh Centra adalah melakukan pelayanan pengangkutan sampah dan
80% yang diangkut adalah sampah rumah tangga. Dari sampah yang sudah diangkut dan
terkumpul tersebut 10-14% sudah dijual oleh Centra ke pendaur ulang. Berdasarkan hasil riset,
kegiatan pembangunan Plan yang dilakukan Centra tersebut dapat menghemat umur TPA 1 ha
per tahun dan mengurangi biaya angkut sampah 10 ritase per tahun. Plan Tempat Pengolahan
Sampah Terpadu (TPST) eksisting :
 luas lahan minimal 3.000 m2
 instalasi listrik kapasitas 60 kva

Area operasi ada di 5 kecamatan, dan rata-rata pengangkutan sampah adalah 50-80 ton/hari.
Pengangkutan dilakukan di area 80% perumahan dan 20% wilayah komersil. Setelah Centra
mengangkut sampah dikelola oleh bakti bumi (pemilahan, penimbangan, pencacahan,
pengeringan, pembersihan, pengepakan) pada Material Recovery Facilities (MRF) atau
Fasilitas Pemulihan Material sampah. Yang dihasilkan oleh MRF adalah material daur ulang
(10-15%) dan organik (10-15%). Hasil pemilahan diketahui 14% plastik, 60% sampah organik,
sisanya popok dan puing yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Biaya jasa
layanan pengolahan sampah Centra adalah Rp 5.000- Rp10.000 /bulan untuk rumah tangga
dan Rp 100.000 – 200.000/unit untuk kawasan.
Hasil dari TPST yang dikelola Centra menghasilkan:
 250-300 ton/hari sampah terolah
 20-25 ton/ hari sampah didaur ulang menjadi produk
 Melayani 100.000 KK dan 2000 bisnis/komersil
 Perpanjangan umur TPA dan hemat operasional ritase pengangkutan

Tantangan:
1. Opersional:
 Sampah tidak bisa terangkut pada saat terjadi banjir
 Banyak sampah rumah tangga yang tidak terpilah dari rumah
 Pemadaman listrik berakibat TPST tidak bisa beroperasi, karena operasi masih
menggunakan sistem mekanik
 Masyarakat enggan membayar iuran, meskipun hanya Rp 5.000
2. Regulasi:
 Belum adanya dukungan regulasi terkait offtaker sampah organik dan sampah yang
tidak bisa di daur ulang
 Belum ada permintaan yang jelas terkait offtaker Refused Derived Fuel (RDF) yang
merupakan hasil pengolahan sampah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar
 Masih banyaknya sampah liar yang tidak tertangani
 Minimnya pembiayaan pengolahan sampah
Rekomendasi model bisnis kemitraan pemda-swasta:
1. Investasi awal  capex pengumpulan menggunakan APBD dan iuran warga, capex
lahan dan bangunan: APBN/APBD/Kawasan, capex permesinan: investasi bisa
dilakukan oleh swasta
2. Biaya OM  opersional dilakukan oleh swasta, dan masyarakat membayarkan iuran
setelah mendapatkan layanan
3. Recoverd material offtaker telah dilakukan ujicoba dengan pabrik semen, namun
masih belum berjalan terkendala penentuan harga yang sesuai.

Narasumber 2: M. Bijaksana Junerosano (Waste4Change Alam Indonesia)


Didirikan November 2014.
Berangkat dari realita yang di indonesia baik industri daur ulang sekalipun belum menerapkan
pengelolaan sampah yang benar dan bertanggung jawab ketika melakukan kegiatan daur
ulang. Oleh karena itu, strategi kami perubahan ekosistem pengelolaan sampah yang
bertanggung jawab melalui kolaborasi dan teknologi menuju lingkungan circular economy &
zero waste
Waste4change sudah melakukan:
1. Edukasi tentang pengolahan sampah di sumber melalui kegiatan pemilahan sampah. Ada
yang hilang dalam sistem penegakan hukum terkait kegiatan ini
2. Pengumpulan sampah yang bertanggung jawab - berdasarkan data BPS 10% masyarakat
telah melakukan pemilahan namun permasalahannya adalah sampah tersebut dicampur
lagi pada saat diangkut.
3. Rumah pemulihan material – di Indonesia perlu diperbanyak adanya sorting center agar
sampah dapat memiliki nilai
Bisnis pengolahan sampah masih memiliki potensi terlihat dari revenue waste4change yang
terus tumbuh 70% per tahun. Sampai 2024, waste4change mendapatkan investor untuk
mengolah sampah 2.000 ton/hari oleh karena itu perlu kolaborasi antar semua pihak terkait.
Menurut Global Waste Management Outlook, teknologi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
masalah sampah sudah tersedia. Namun yang menjadi tantangan saat ini adalah masyarakat
sulit diminta memilah sampah dan masyarakat susah diminta membayar retribusi dengan
benar. Oleh karena itu perlu diciptakan sebuah tata kelola persampahan khususnya penegakan
regulasi dan kebijakan, kemitraan dan pembiayaan yang mendorong sampai ke bisnis
modelnya. Contohnya biaya retribusi sebesar Rp 10.000,-/KK sebenarnya tidak cukup untuk
menaksanakan pengelolaan sampah dengan baik.
Berdasarkan data yang kami peroleh ternyata kemampuan pembiayaan persampahan daerah
dari kantong APBD tertinggi hanya kota Bandung yang mencapai 44%, bahkan ada yang hanya
mencapai 4% - kabupaten Garut. Dengan prosentase tersebut sangat sulit bagi daerah untuk
melakukan cakupan pelayanan 100%. Jika penganggaran biaya pengelolaan sampah tidak
dibenahi akan sulit bagi pihak swasta untuk investasi dalam berkontribusi dengan baik, karena
pemerintah daerahpun tidak mengalokasikan anggaran pengelolaan persampahan.
Contoh perubahan ekosistem Waste4change lakukan di Vida – Bekasi, merubah tata kelola
persampahan. Dimulai dari pengangkutan, tidak lagi dilakukan dengan menggunakan gerobak
dan petugas pengangkutan mendapatkan gaji menuju UMR. Pengumpulan sampah dari RT
juga diberikan kode warna sehingga mempermudah menghitung jumlah katong sampah yang
dihasilkan rumah tersebut. Tarif jasa layanan sampah disesuaikan dengan jumlah kantong
sampah yang diangkut oleh petugas. Investasi yang dilakukan Waste4change lebih kepada
investasi memperbaiki manajemen dalam bentuk standarisasi pelaporan, SOP, dll.
Biaya jasa pengangkutan residensial berkisar Rp 35.000-200.000/bulan/rumah. Skema
pengangkutan terjadwal sampah basah 3x seminggu dan sampah kering 1x seminggu. Skema
pengangkutan terpilah 3x seminggu untuk organik dan anorganik. Sedangkan untuk komersial
TPS area berkisar 950 ribu - 2,5 juta per ton.
Rekomendasi Waste4change untuk skema kerjasama antar pemerintah dengan swasta adalah
sebagai berikut:
1. Dukungan dan jaminan pemerintah untuk model bisnis pengolahan sampah baru yang lebih
potensial
2. Perlu analisa gap penegakan hukum
3. Tim kerja sinkronisasi regulasi dan strategi mobilisasi sumber daya penegakan hukum
(nasional, provinsi, kab/kota)
4. Tim kerja percepatan KPBU persampahan (hulu-hilir)
5. SPM pengelolaan sampah segera dikeluarkan disertai standar biayanya
6. Perbaikan mekanisme retribusi sampah serta inovasi pembiayaan pengelolaan sampah
7. Konsorsium lembaga keuangan intenrasional dan nasional yang mendukung pemodalan
project financing.
Kerjasama Waste4change dengan kota Bekasi  Waste4change mengelola 500 ton/hari.
Fokusnya adalah mendorong pendanaan-pendanaan dan infrastruktur untuk membangun
fasilitas sorting sampah. Program smartcity, saat ini sedang menyusun program menciptakan
rekening sampah untuk setiap warga. Dampak yang diperoleh adalah peningkatan penegakan
hukum, peningkatan kapasitas pembiayaan, peningkatan sarana komunikasi dan sosialisasi
kepada masyarakat, dan integrasi sistem kelola sampah.

Narasumber 3: Syarifudin - Wakadis LH provinsi DKI Jakarta


Kondisi eksisting persampahan Jakarta adalah 7700 ton per hari yang masuk ke dalam TPA
Bantar Gebang, trennya meningkat. Pola penangan sampah di Jakarta 
1. Jakarta tidak memungut retribusi untuk pelayanan sampah khusus rumah tinggal, namun
bagi perhotelan dan perkantoran dikenakan retribusi buangan sendiri. Selain itu untuk
wilayah kawasan (permukiman, cagar budaya, komersial, industri) diwajibkan melakukan
pengolahan sampahnya secara mandiri. Pemda memfasilitasi kebijakan agar pengelola
swasta dapat bekerja sama dengan kawasan-kawasan.
2. Dalam upaya penanganan sampah di hilir Jakarta mulai menggunakan WTE yang
bekerjasama dengan swasta dari luar. Sedangkan upaya pengurangan sampah di hulu
(sumber) Jakarta telah mengeluarkan beberapa kebijakan dalam berupa pergub tentang
pengurangan dan pemilahan di sumber dan pergub kewajiban penggunaan kantong belanja
ramah lingkungan di pasar swalayan dan pasar rakyat.
3. Pembentukan LPS (lembaga pengelola sampah) dan petunjuk operasional yang
memungkinkan masyarakat dapat mengelola sampah dalam lingkup RW.
Rekomendasi pengelolaan sampah ke depannya khususnya model bisnis:
1. Perlu diberikan regulasi yang lebih jelas, peluang kepada pihak swasta (pengolahan
sampah/pengangkutan sampah) pada beberapa wilayah provinsi dan kota
2. Peluang pengembangan bisnis yang memperbolehkan swasta dapat berhubungan langsung
dengan masyarakat untuk pengelolaan sampah. Jakarta menerapkan pengelolaan sampah
berbasis masyarakat, mulai dari tingkat RW. RW melakukan pemungutan iuran sampah
untuk kebersihan keamanan, tapi tidak menyetorkan ke Pemda.
3. Menyusun sebuah tata kelola pengolahan sampah yang baik
4. Pemberian insentif dan disinsentif kepada masyarakat yang melakukan pengolahan sampah
yang baik.

Penanggap: Tri Dewi Virgiyanti, Direktur Perkotaan Perumahan Permukiman Bappenas


1. Prinsip apa yang harus disusun dalam kebijakan khusunya untuk B2B, penerapan tarif
retribusi?
2. Kewajiban apa yang harus pemerintah miliki bila melakukan B2B, misalnya selain
tipping fee?
3. Sidoarjo menerapkan sistem pengelolaan berbasis RW dan kecamatan bagaimana
koneksinya dengan sistem pengelolaan perkotaan?

Penanggap: Sigit Setyawan Kadis Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kab Sidoarjo
Sudah memiliki beberapa TPST yang dikelola oleh swata (Bakti Bumi dan Centra). Selain itu,
ada juga beberapa TPST dikelola desa  implementasi perbup delegasi sampai ke desa tahun
2019. Total TPST Sidoarjo 72 unit.
Kasus Sidoarjo, retribusi diperlukan untuk mendukung pengelolaan sampah dan memberikan
edukasi ke masyarakat untuk memiliki tanggung jawab terhadap pengolahan sampah. Dalam
pengelolaan sampah Sidoarjo ada 2 peran, yakni: (1) Sampah hulu ke TPST adalah
masyarakat, dan (2) TPST ke TPA adalah pemerintah. Permasalahan pada sebagian besar
kab/kota di Indonesia, kegiatan pengelolaan persampahan belum menjadi program prioritas,
yang berdampak pada belum memadaiannya pembiayaan pengelolaan sampah di daerah.
Problem yang ada di kebijakan di pusat terkadang belum sinkron antar kementerian/lembaga.
Sebagai contoh Sidoarjo mendapatkan bantuan penyediaan infrastruktur TPA dengan sistem
Sanitary landfill. Akan tetapi untuk melaksanakan sistem tersebut membutuhkan biaya
operasional yang cukup tinggi khusus penyediaan tanah urug. Apabila pemerintah daerah tidak
mengalokasikan anggaran untuk operasional TPA, maka sistem Sanitary Landfill tidak berjalan
dengan baik, konsekwensinya akan menyebabkan penurunan tingkat teknologi pemrosesannya
menjadi Controlled Landfill.
Pola penanganan sampah skala perkotaan yang dijalankan Sidoarjo saat ini ada 3 jenis, yaitu
(i) Pola penanganan kumpul, angkut, buang, (ii) Penerapan TPS3R yang difasilitasi Kemen
PUPR, (iii) Penanganan TPST, yang mempercepat proses pengolahan sampah sehingga residu
saja yang diangkutkan ke TPA dan mengurangi bau akibat sampah.
Dalam upaya untuk memenuhi target pengurangan sampah dalam Jakstrada dalam waktu yang
cukup singkat selama 5 tahun (2019 – 2024), Kab. Sidoarjo menggunakan pendekatan represif
edukatif dalam mengembangkan skema tarif retribusi progresif.
Pelayanan angkut sampah selain dilakukan oleh dinas juga dilakukan oleh transporter. Retribusi
untuk pelayanan dinas dibayarkan perbulan/pertahun, untuk transporter dibayarkan
berdasarkan volume timbangan yang dibuang di TPA. Saat ini, Sidoarjo sedang mengusulkan
perda tarif progressif ke DPRD, karena ini mendesak dirumuskan untuk mencapai target
Jakstrada.
Terkait penegakan hukum, perlu ada reward dan punishment kepada masyarakat yang
melakukan pengolahan sampah mandiri.
Skema koletif retribusi Sidoarjo  Iuran Rp2.000 - Rp5.000/rumah tangga, badan usaha 2,5
jt/tahun. Mulai 2019 sudah dilakukan secara online dengan sistem rumah tinggal perbulan dan
perusahan per tahun.
Rencana kedepan Sidoarjo berencana berkerjasama dengan pihak transporter. Berdasarkan
hitungan analisis biaya, dengan melakukan kerjasama ini Sidoarjo dapat mengurangi beban
opersional pengangkutan. Dengan tetap menerapkan retribusi sendiri berdasarkan tonase.

Penanggap: Yayan Yuliana, Kadis DLH Kota Bekasi


Kondisi persampahan Kota Bekasi 1.800 ton. Pemerintah daerah memiliki kesulitan untuk
membangun sarana TPST karena adanya penolakan dari masyarakat, meskipun sudah ada ijin
AMDAL. Sehingga pemerintah melakukan pengangkutan sampah dari rumah ke rumah menuju
TPA atau TPS. Seharusnya pengumpulan sampah rumah tangga dipusatkan dulu dalam satu
titik dulu untuk diangkut secara kolektif ke TPS atau TPA. Bisa juga masyarakat yang tinggal
dalam satu wilayah mengelola sendiri sampahnya terlebih dahulu, sebelum diangkut ke TPS.
Dalam hal ini dibutuhkan penegakkan hukum untuk mendukung salah satu rantai pengelolaan
persampahan.
Pada saat ini Kota Bekasi sedang memulai tahapan menuju KPBU (Kerjasama Pemerintah dan
Badan Usaha) dalam membangun tata kelola persampahan untuk mendukung Bekasi Smart
City. Perjalanan menuju KPBU direncanakan akan dicapai dalam waktu 4 (empat) tahun.
Pada tahun pertama mulai 2020, telah ada MoU dengan Waste4change dalam sebuah Pilot
Project di 14 titik lokasi terkait pengolahan sampah dari hulu-hilir. Kesepakatan ini telah
ditetapkan dengan SK Walikota. Di hulu, dibantu kerjasama dengan Waste4change dengan
sistem tata kelola pengolahan sampah dan di hilir pemerintah sampah dioleh melalui PLTSa.
Pembagian peran dalam kerjasama ini adalah menempatkan Dinas LH Kota Bekasi sebagai
pihak yang memberikan persetujuan proyek dan pemberian jaminan pemerintah.Sedangkan
Waste4change sendiri berperan sebagai pihak yang menyediakan pendanaan dan pelaksana
(kontraktor).
Pada tahun kedua akan dilakukan Perjanjian Kerjasama dengan Waste4Change dan Pra
Feasibility Study (Studi Kelayakan). Kemudian pada tahun ketiga dilakukan studi kelayakan dan
proses lelang. Dan akhirnya pada tahun keempat akan dimulai pelaksanaan skema KPBU.
Upaya dukungan keberlanjutan operaional juga sedang dijalankan Pemkot Bekasi adalah (i)
Melakukan fasilitasi antara Dinas LH dan pihak donor, (ii) Melakukan kajian opsi skema kerja
sama yang tepat antara Waste4Change dan LH Kota Bekasi, membuka opsi selain KPBU (iii)
Melakukan Pra FS sebagai syarat kerjasama KPBU.
Saat ini kota Bekasi juga sedang menjajaki sistem penarikan retribusi yang dilakukan secara
online untuk memangkas siklus panjang kolektif retribusi dan mencegah kebocoran.

Penanggap: Dini Trisyanti, Sustainable Waste Indonesia


1. Pola investasi swasta : bisa dibagi 3 kelompok:
a. Pola KPBU, sudah jelas panduannya dan cocok untuk pengolahan sampah skala besar,
b. Jasa pelayanan, pekerjaan kontraktual. Dalam persampahan yang sering dilakukan
adalah kontrak tahunan jasa pengangkutan.
c. Pola bisnis to bisnis (B2B) yaitu kerjasama antara swasta dengan swasta (seperti PT
dengan Perumahan) atau bisa juga langsung dengan masyarakat (BUMDes, RT-RW
tapi tidak dengan pemerintah daerah). Pola B2B sangat strategis dan cocok untuk
dikembangkan dalam pengolahan sampah skala menengah. Pola ini berpotensi untuk
dikembangkan lebih lagi.
2. Kriteria Model Bisnis yang bisa berjalan jika (i) biaya layanannya terjangkau (affordable) dan
(ii) Kelayakan penggunaan lahan (feasibile). Contoh yang dilakukan Bumi Bakti affordable
karena hanya memungut iuran kisaran Rp5.000/rumah. Feasibility dilihat dari teknologi yang
diterapkan untuk mengantisipasi masalah keterbatasan lahan. Fokus pengolahan dalam
pola bisnis.
3. Sumber pendanaan dapat dikembangkan dari beberapa yakni: (1) Penerapan polluters pays
principle yaitu iuran atau pembayaran biaya sesuai beban sampah yang sudah dibuang, (2)
Pendapatan dari pengolahan produk melalui kegiatan daur ulang, dan (3) Subsidi dari
pemerintahnya. Bentuk subsidi bisa berbagai macam, di Sidoarjo pemerintahnya
memberikan dukungan melalui personil
Retribusi bisa diterapkan atau mungkin juga tidak tergantung kasusnya, untuk Jakarta jika
pengangkutan dan pengolahan sampah telah didelegasikan pada pihak swasta maka
pemerintah tidak lagi memungut retribusi.
4. Regulasi (enabling environment). Ketika pola investasi, kriteria, dan sumber pendanaan
telah ditentukan, maka diperlukan payung hukum dan kebijakan agar tata kelola bisa
berjalan baik. Contohnya Jakarta yang telah menerapkan sistem zonasi, adanya kawasan
yang melakukan pengolahan mandiri maka perlu dipayungi dengan sebuah regulasi. Perlu
juga ada usulan regulasi yang mendorong tarif pembuangan ke TPA lebih mahal sehingga
kawasan yang melakukan pengolahan sampah mandiri, mau mengelolah sampahnya di
sumber.
Penanggap: Djoko Heru, SWI
Pendanaan merupakan aspek paling penting dalam mendukung tata kelola pengelolaan
persampahan yang baik. Dalam regulasi UU pun pengelolaan sampah pun dibedakan
berdasrkan jenisnya, yaitu sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan
sampah spesifik.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 mengamanatkan bahwa kawasan
berkewajiban melakukan pengelolaan sampahnya sendiri sampai pada tahap pengolahan, baik
secara langsung maupun bermitra dengan pihak swasta. Kasus Jakarta yang menyatakan
bahwa ada kawasan yang mengelola sampahnya sendiri akan berdampak kepada biaya
pengangkutan dan volume sampah yang dibuang ke TPA (hanya residu saja).
Peluang bisnis untuk kawasan permukiman seperti apartemen yang memiliki keterbatasan
lahan untuk melakukan pengolahan sampah. Disini pihak swasta bisa melakukan kerjasama
dengan pihak pengelola apartemen.
Kebersihan lingkungan wilayah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah sehingga peran
pemerintah daerah tetap penting untuk melakukan monitoring terhadap pelaksanaan kegiatan
pengelolaan persampahan. Harusnya pemerintah daerah dapat melakukan penegakan hukum
di kawasan permukiman dan lainnya yang memiliki perijinan. Dan pemerintah pusat juga
menerapkan tarif atas dan tarif bawah untuk kegiatan pola B2B. Selain itu, juga diperlukan
mekanisme aturan bermitra.
Investasi pihak swasta untuk pengelolaan persampahan di satu kawasan biasanya perlu waktu
5 tahun untuk bisa mencapai titik impas (break even point). Perlu ada jaminan dan mekanisme
antara pemerintah daerah dengan pihak swasta, agar kerjasama ini dapat mendukung
pengelolaan persampahan dalam satu kawasan. Pemerintah daerah perlu mendukung
mekanisme kerjasama ini dengan mengalokasikan tipping fee.
Mekanisme kerjasama antar pemerintah dengan swasta dalam pengelolaan persampahan perlu
dipayungi dalam sebuah regulasi, sehingga kedua belah pihak merasa yakin dalam
menjalaninya, pemerintah daerah tidak ragu lagi dalam mengalokasikan tipping fee untuk
pengelolaan sampah
Pemahaman yang ada di masyarakat tentang iuran sampah adalah bahwa biaya yang
dibebankan dalam iuran hanya untuk pengumpulan sampah. Sedangkan dalam pengelolaan
persampahan prosesnya memiliki tahapan yang lain, seperti pemilahan, pengangkutan,
pengolahan, hinggan pemrosesan akhir.
Perlu jadi perhatian juga bagi para pihak swasta bahwa dalam Permen PUPR No. 3 tahun
2013, membuat target setelah tahun 2025 hanya residu yang dapat dibuang ke TPA. Sehingga
pihak swasta harus memiliki kemampuan untuk mengolah sampahnya sampai tidak ada yang
tersisa kecuali residu.
Hal yang lain adalah bahwa kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai
penyelenggaraan pengelolaan sampah. Pembiayaan bisa bersumber dari APBD atau sharing
dengan masyarakat, atau pola lain yang memungkinkan.
Modertator: Amrizal Amir
Bagaimana bentuk kelembagaan yang dapat memberikan percepatan dalam pelaksanaan pola
kerjasama dengan swasta? Apakah KPBU layak dikerjakan oleh Bumdes atau BUMD di tingkat
kab/kota (dari sisi operator)?

Penanggap: Tri Dewi Virgiyanti, Direktur Perkotaan Perumahan dan Permukiman Bappenas
Mengingatkan kembali bahwa pengelolaan persampahan menjadi kewajiban dan tanggung
jawab pemerintah mulai dari pusat hingga kabupaten/kota yang punya kawasan dan dikelola
secara keseluruhan, termasuk skema dan model bisnis yang akan dikembangkan sesuai
karakteristik wilayah mulai dari tingkat permukiman RT-RW hingga kepada skala yang lebih
luas. Dan model bisnis di satu wilayah sebaiknya terpadu mencakup semua tingkatan wilayah.
Pemerintah dapat melakukan fasilitasi dan pengawasan terhadap model bisnis yang akan
dikembangkan di satu wilayah dan kawasan.

Penanggap: Syarifuddin, Wakadis LH Provinsi Jakarta


Sebelumnya DKI Jakarta melaksanakan penanganan sampah (pengumpulan, pengangkutan,
pengolahan, sampai pembuangan akhir) dengan melakukan kerjasama antara Dinas LH
dengan pengusaha jasa angkutan. Dan untuk pengolahan pun bekerja sama dengan pihak
swasta (Gudang Tua & Navigatorganik) dengan skema investasi dan konsesi 15 tahun di TPST
Bantar Gebang.
Pada lingkup yang lebih kecil misalnya di masyarakat dan kawasan, Pemprov DKI memberikan
kewenang kepada pemilik kawasan untuk mencari mitra sendiri. Jika pada kondisi tertentu bila
diperlukan fasilitasi Pemprov DKI, maka ditunjuk BUMD (Jakpro) untuk bekerja sama dengan
investor untuk mengolah sampah antara di ITF

Penanggap: Sigit Setyawan, Kadis LHK Kabupaten Sidoarjo


Dari sisi kelembagaan, 72 unit TPST di Sidoarjo ada beberapa unit dibangunkan melalui
pembiayaan APBDes, oleh karena itu pengelolaannya dilakukan oleh Bumdes dan berharap
penganggaran ini menjadi investasi yang membawa keuntungan bagi desa.
Pada beberapa desa sudah mendapatkan hasil keuntungan yang cukup besar menurut standar
desa melalui pengelolaan sampah melalui skema BUMDesa. Hanya saja masih ada kendala
persepsi pemerintah daerah terkait pengelolaan sampah di daerah masih berfungsi sebagai
operator dan regulator. Kedepan harus dilakukan pemisahan operator dan regulator. Sehingga
sebaiknya dinas hanya berfungsi sebagai regulator, pengolahan sampah dari TPS, TPST
hingga ke TPA bisa dilakukan kerjasama dengan swasta dalam bentuk disesuaikan dengan
kebutuhan daerah. Bekasi dengan KPBU, Sidoarjo dengan kerjasama dua belah pihak dan
diserahkan ke pemerintah desa. Namun perlu diatur dalam sebuah regulasi.
Penanggap: Yayan Kadis LH dan Kebersihan Kota Bekasi
KPBU cukup berat bagi pemerintah daerah khususnya kemampuan daerah. Belum lagi
banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi terkait pengajuan KPBU. Perlu banyak
dikembangkan kerjasama-kerjasama level kecil pada bagian tahapan pengelolaan sampah.
Misalnya kerjasama pada tahap pengelolaan sampah pada sumber yang dapat mengurangi
volume pembuangan sampah di TPA.

Penanggap: Novi, Direktorat KPSRB, Bappenas


1. KPBU bukan merupakan opsi satu-satunya untuk melakukan kerjasama dengan pihak
ketiga/badan usaha. KPBU kurang sesuai dengan pengolahan skala kecil. Ada peraturan
yang bisa digunakan sebagai dasar hukum kerjasama swasta dengan daerah seperti PP 28
Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah, PP 20 Tahun 2020 tentang Penyertaan Modal
Negara dalam Modal Usaha.
2. Kerjasama unsolicited dan solicited yang dikembangkan pemerintah daerah tetap
mewajibkan pendanaan dari pemerintah daerah, salah satunya mengalokasikan tipping fee
termasuk juga pengadaan lahan. Karena pengadaan lahan untuk fasilitas publik, seperti
TPS dan TPST adalah menjadi kewajiban pemerintah. Apapun opsi yang dipilih, tipping fee
harus selalu ada, meskipun pada bagian tertentu pengolahan sampah dapat mendatangkan
keuntungan namun sampah tidak bisa dikategorikan sebagai komoditi.
3. ESDM dan PLN sedang membuka peluang kerjasama untuk pemanfaatan daur ulang
sampah menjadi RDF untuk dimanfaatkan sebagai Co-firing (bahan bakar yang digunakan
secara bersama dengan bahan bakar lain untuk sebuah proses). Saat ini masih menunggu
standarisasi kelayakan kalori dan teknis lainnya dari kementerian ESDM.
4. Pada beberapa kondisi model bisnis, pihak pemberi pinjaman (lender) atau investor
membutuhkan kepastian hukum dalam bentuk Perda tentang pengalokasian tipping fee
yang dapat menjamin prospek dan pengembalian investasi.

PESAN PENTING
1. M. Bijaksana Junerosano (Waste4Change Alam Indonesia)
Perlu dibentuk Tim Kerja atau sekretariat bersama dari para stakeholder pengelolaan
persampahan nasional, untuk menjaga strategi yang keberlanjutan dan bisa memperlajari
referensi dari pembelajaran beberapa negara.
Tim kerja dapat memanfatkan pembelajaran yang bisa menjadi masukkan cukup banyak
untuk dirangkai menjadi rancangan pengelolaan permpahan nasional.
2. Syarifudin - Wakadis LH provinsi DKI Jakarta
Sampah tidak hanya tanggung jawab pemerintah tapi juga masyarakat, dan pelaku usaha.
Diperlukan kolaborasi antar para pihak yang dinaungi dalam satu regulasi dan dilakukan
penegakan hukum.
3. Dini Trisyanti, Sustainable Waste Indonesia
Diperlukan lebih banyak lagi inovasi dalam membangun kerjasama dan pembiayaan
investasi untuk melayani pengelolaan sampah lingkup kecil dan menengah. Banyak investor
yang tertarik tidak hanya dalam pelayanan pengelolaan sampah, tapi juga tertarik untuk
memenuhi kebutuhan pasokan industrinya.

Anda mungkin juga menyukai