1
DAFTAR ISI
LAMPIRAN
1. Surat Undangan
2. Daftar Narasumber
3. Daftar Hadir
4. Notulensi
2
Focus Group Discussion (FGD)
MODEL BISNIS PENGOLAHAN SAMPAH
1. LATAR BELAKANG
Di tahun 2018 capaian akses persampahan adalah sebesar 60,05% yang terdiri dari 58,05%
penanganan dan 1,55% pengurangan sampah. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2020-2024 mentargetkan pengelolaan sampah sebesar 100% dengan 80%
penanganan dan 20% pengurangan (perkotaan).
Dengan tantangan pengelolaan persampahan yang ada saat ini, diantaranya yaitu: (a) belum
komprehensifnya regulasi/kebijakan persampahan di Pusat/daerah sesuai dengan amanat
UU 18/2008 tentang pengelolaan sampah; (b) masih rendahnya pemastian fungsi regulator
dan operator di daerah; (c) belum optimalnya penanganan sampah di TPS 3R/TPST dan juga
TPA; (d) masih rendahnya keterlibatan peran swasta, badan usaha, industri, dan pemangku
kepentingan lainnya dalam pengelolaan sampah, (e) belum optimalnya identifikasi market
place bagi produk kompos, daur ulang, dan material lainnya menyebabkan pengelolaan
sampah belum tercapai sesuai dengan target nasional.
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 telah mengamanatkan Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan
lingkungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
PP Nomor 81 tahun 2012 sebagai amanat UU Nomor 18/2008 juga menyebutkan bahwa
selain Pemerintah Pusat dan Daerah, para pemangku kepentingan yang berperan dalam
pengelolaan sampah diantaranya adalah setiap orang pada sumbernya, produsen, pengelola
kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya, lembaga pengelola sampah, badan usaha,
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pengelolaan sampah,
perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan.
1
Program Improvement of Solid Waste Managament to Support Regional and Metropolitan
Cities Project (ISWM) merupakan program yang dirancang untuk mendukung kebijakan dan
peraturan pengelolaan sampah terutama dalam kerangka peningkatan kinerja pengelolaan
sampah yang dilaksanakan di Pusat dan di Daerah. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan
Permukiman, Bappenas sebagai Central Project Implementation Unit (CPIU) dari Program
ISWM memiliki peran dalam penyusunan Platform Pengelolaan Sampah Nasional yang saat
ini sedang disusun dan memerlukan penyempurnaan dari berbagai pemangku kepentingan.
Terkait hal tersebut di atas, maka direncanakan beberapa rangkaian FGD yang akan
dilaksanakan selama kurun waktu Juli 2020 – Oktober 2020 untuk memberikan input dan
memperkuat Platform Pengelolaan Sampah yang sedang disusun. FGD “Model Bisnis
Pengolahan Sampah” ini merupakan salah satu rangkaian dari FGD Series yang diharapkan
dapat memberikan pandangan dan berbagi pembelajaran bagi para pemangku kepentingan
untuk menyusun kebijakan pengelolaan sampah yang lebih efektif dan berkelanjutan,
khususnya mengenai alternatif pengolahan sampah melalui kerjasama Pemerintah Daerah
dan Mitra Swasta/Badan Usaha.
2. TUJUAN FGD
3. NARASUMBER FGD
Pembahas:
a. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sidoarjo
b. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi
c. Sustainable Waste Indonesia (SWI)
2
4. JADWAL KEGIATAN
5. PESERTA
6. AGENDA KEGIATAN
3
Waktu Agenda Narasumber
Studi kasus: TPST Bakti Bumi di Bumi Lestari
Kabupaten Sidoarjo
3. Pembahas: 3. Pembahas:
Moderator:
Amrizal Amir -
Konsultan ISWM, Bappenas
10.00 – 11.15 WIB Diskusi Peserta
11.15 – 11.30 WIB Penutup Tri Dewi Virgiyanti -
Direktur Perkotaan,
Perumahan, dan
Permukiman, Kementerian
PPN/Bappenas
4
7. KISI-KISI MATERI:
5
No Pembicara Informasi Kunci
Sumber pembiayaan yang digunakan
(termasuk akses ke sistem perbankan)
c. Kemitraan/Kerjasama dengan Pemerintah
Daerah:
Skema Kemitraan (Peluang peningkatan
kemitraan dengan Pemerintah Daerah)
Lingkup Kemitraan
d. Tantangan Kemitraan/Pengelolaan:
Operasional
Koordinasi/Kelembagaan/Regulasi
Keberlanjutan usaha dan rencana
pengembangan bisnis.
e. Rekomendasi untuk Kemitraan Pemerintah-
Swasta dalam Pengelolaan Sampah
6
8. GAMBARAN KEGIATAN FGD MODEL BISNIS DALAM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
Kegiatan FGD dihadiri sekitar lebih dari 60 partisipan, dari berbagai direktorat Bappenas dan
Kemeterian dan Lembaga lain. Pada bagian ini akan diulas secara umum alur, proses FGD,
ringkasan sajian dan pembahasan yang diharapkan dari kegiatan FGD ini.
Pada bagian kedua sesi FGD, yaitu paparan tentang model bisnis yang dilakukan oleh
pelaku usaha pengelolaan persampahan dalam hal ini disampaikan oleh PT. Centra
Bumi Lestrai-Bakti Bumi dan PT. Waste4Change, kemudian dilanjutkan dengan paparan
tata kelola dan pola dukungan pemerintah daerah dalam hal ini sampaikan oleh Dinas
Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta.
Pada bagian ketiga sesi FGD, yaitu bagian pembahasan tentang model bisnis dan tata
kelola pola dukungan pemerintah, lebih dominan berjalan seperti paparan pada bagian
kedua sesi FGD. Hanya ada salah satu pembahas yang memberikan perspektif model
bisnis, kriteria yang diharapkan, pola pendanaan, regulasi pendukung model bisnis, dan
gambaran umum prospek investasi usaha pengelolaan persampahan.
Pada bagian keempat sesi FGD, yaitu bagian diskusi bebas, mendapatkan masukan
informasi yang menjelaskan pilihan skema kerja sama pemerintah dan swasta
berdasarkan tingkatan luas wilayah pelayanan, tanggung jawab pemerintah daerah
dalam pengelolaan sampah, dan prospek pemanfaatan hasil pengolahan sampah
sebagai bagian dari sumber energi.
Pada bagian kelima sesi FGD, yaitu penyampaian harapan dari perwakilan penyaji dan
pembahas terhadap model bisnis yang ada dan akan dikembangkan sehingga pada
masa yang akan datang dukungan model bisnis menjadi bagian penting dari upaya
pencapaian target pengelolaan persampahan nasional.
7
Amelia Maran, Direktur PT. Centra Bumi-CV Bakti Bumi
PT. Centra Bumi-CV Bakti Bumi yang berdiri sejak tahun 2018, telah memberikan
pelayanan pengelolaan persampahan di 5 dari 17 kecamatan di Kabupaten Sidoarjo
dengan kisaran layanan 50 – 80 ton sampah per hari. Berdasarkan data dari Dinas LH,
produksi sampah di wilayah Kabupaten Sidoarjo mencapai 1.216 ton/hari. PT. Centra
Bumi-CV Bakti Bumi fokus pada 3 bidang usaha yaitu: research, innovation, business
development yakni model jasa pengangkutan, pengolahan sampai hasil penjualan dan
pengembangan industri terkait.
Klasifikasi wilayah yang dilayani meliputi wilayah permukiman urban – rural dan wilayah
kawasan. Biaya jasa pengelolaan sampah di wilayah permukiman sekitar Rp 5.000,- - Rp
10.000,-/bulan/rumah tangga dan biaya jasa pada wilayah kawasan berkisar Rp
100.000,- - Rp 200.000,-. Menurut perhitungannya biaya jasa pengelolaan sampah yang
ideal di wilayah permukiman adalah kisaran Rp 30.000,- - Rp 50.000,-/bulan/rumah.
Tantangan yang dihadapi PT. Centra Bumi-CV Bakti Bumi dalam menjalankan proses
bisnisnys adalah berhubungan dengan kelancaran ada
1. Pembiayaan pemerintah daerah untuk mendukung pengelolaan sampah masih
minim, misalnya pengalokasian tipping fee dalam APBD.
2. Masyarakat masih enggan untuk membayar retribusi.
3. Dukungan pemerintah terhadap hasil olahan daur ulang sampah masih kurang,
misalnya penyediaan off taker RDF dan kompos.
4. Faktor geografis dan ketersediaan supply listrik. Kejadian banjir dan pemadaman
listrik dapat menyebabkan operasional pengolahan sampah terhenti
Fokus inovasi yang dijalankan W4C adalah pengembangan tata kelola persampahan,
standard pengelolaan, perbaikan prosedur, pelaporan, dan lainnya yang bersifat
manajerial.
Pembiayan investasi (modal) perusahaan ini bersumber dari berbagai mitra yang
memiliki karakteristik cukup beragam diantara adalah perusahaan social
entrepreneurship (PT. Greeneration Indonesia), perusahaan moda ventura (Agaeti
Ventures, East Ventures, dan Sinar Mas Digital Ventures), perusahaan pengelolaan
sampah (PT. Bali Bumi Lestari), dan perusahaan perdagangan (PT. Mitra Samaya).
Contoh pengembangan pengelolaan sampah yang dilakukan adalah edukasi pemilahan
sampah pada sumber timbulan (masyarakat dan komersil) yang ditunjang dengan
fasilitasi varian warna kantong plastik untuk memilah dan membedakan karakteristik
sampah. Kemudian perbaikan sarana pengumpulan sampah dengan menggunakan
kendaraan yang berkesan lebih manusiawi dan professional, yaitu dengan
menggunakan armada mobil pick up atau truk berwarna cerah.
8
Pada pelayanan pengelolaan sampah W4C di kawasan perumahan dan komersil Vida
Bekasi, telah melayani sebanyak 1.848 KK dan bangunan komersil (toko, sekolah, pasar,
restorant). Tarif retribusi pengelolaan sampah di wilayah perumahan berkisar Rp 35.000
– Rp 200.000 dan tariff retribusi untuk wilayah komersil berkisar Rp 900.000 – Rp
2.500.000.
Pada masa yang akan datang, W4C sebagai pelaku bisnis pengelolaan persampahan,
berharap (i) Kerja sama antara pemerintah dan swasta lebih terbuka terhadap skema
peluang kerjasama yang baru, (ii) Muncul Standar Pelayanan Minimal (SPM)
pengelolaan persampahan yang akan mempengaruhi penyesuaian biaya retribusi adil,
(iii) Digalakkan penegakkan hukum, (iv) Adanya konsorsium lembaga keuangan untuk
mendukung investasi pengelolaan persampahan.
8.2.2 Pembahasan
Tim pembahas terdiri dari 2 wakil pemerintah daerah dan 1 dari praktisi bisnis. Dua dari
tiga pembahas lebih banyak menyajikan profil kegiatan pengelolaan sampah yang sudah
dilakukan. Hanya ada satu pembahas yang memberikan sudut pandang dan perspektif
pengelolaan sampah.
Sigit Setyawan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Sidoarjo
Produksi sampah di Kab. Sidoarjo tahun 2019 mencapai 1.216 ton per hari. Sekitar
37,4% sampah atau 454 ton sampah belum tertangani dengan baik. Infrastruktur yang
dimiliki sekitar 7 TPS, 10 TPS3R, 72 TPST.
9
Pola penanganan sampah skala perkotaan yang dijalankan Sidoarjo saat ini ada 3 jenis,
yaitu (i) Pola penanganan lama dengan metode kumpul, angkut, buang, (ii) Penerapan
TPS3R yang difasilitasi Kemen PUPR, (iii) Penanganan sampah dengan menggunakan
fasilitas TPST - TPS, yang mempercepat proses pengolahan sampah sehingga residu saja
yang diangkutkan ke TPA dan mengurangi bau.
Beberapa TPST menjalankan operasional melalui kerja sama dengan BUMDes dan Pihak
Swasta (PT. Centra Bumi).
Dalam upaya untuk memenuhi target pengurangan sampah dalam Jakstrada dalam
waktu yang cukup singkat selama 5 tahun (2019 – 2024), Kab. Sidoarjo menggunakan
pendekatan represif edukatif dalam mengembangkan skema tarif retribusi progresif.
Dalam rentang waktu tahun 2020 – 2024, Pemerintah Kota Bekasi sedang menjalankan
tahapan menuju KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha) dalam membangun
tata kelola persampahan untuk mendukung Bekasi Smart City. Perjalanan menuju KPBU
direncanakan akan dicapai dalam waktu 4 (empat) tahun.
Tahun pertama menjalankan pilot project di 14 titik lokasi bekerja sama dengan W4C.
Pada tahun kedua akan dilakukan Perjanjian Kerjasama dengan W4C dan Pra Feasibility
Study (Studi Kelayakan). Kemudian pada tahun ketiga dilakukan studi kelayakan dan
proses lelang. Dan akhirnya pada tahun keempat akan dimulai pelaksanaan skema
KPBU.
10
sangat strategis dan cocok untuk dikembangkan dalam pengolahan sampah skala
menengah.
2. Sumber pendapatan
Sumber pendapatan dapat dikembangkan dari beberapa yakni: (1) Penerapan
polluters pays principle yaitu iuran atau pembayaran biaya sesuai beban sampah
yang sudah dibuang, (2) Pendapatan dari pengolahan produk melalui kegiatan daur
ulang, dan (3) Subsidi dari pemerintahnya.
Penerapan subsidi dapat membuat tarif retribusi di masyarakat lebih terjangkau.
3. Penanggung Jawab
Dalam Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 mengamanatkan bahwa kawasan
berkewajiban melakukan pengelolaan sampahnya sendiri sampai pada tahap
pengolahan, baik secara langsung maupun bermitra dengan pihak swasta.
Kebersihan lingkungan wilayah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah
sehingga peran pemerintah daerah tetap penting untuk melakukan monitoring
terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan persampahan. Harusnya pemerintah
daerah dapat melakukan penegakan hukum di kawasan permukiman dan lainnya
yang memiliki perijinan.
Hal yang lain adalah bahwa kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah wajib
membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah. Pembiayaan bisa bersumber dari
APBD atau sharing dengan masyarakat, atau pola lain yang memungkinkan.
5. Perlu jadi perhatian bagi pihak swasta, bahwa dalam Permen PUPR No. 3 tahun
2013, target hasil pengelolaan sampah setelah tahun 2025 hanya residu yang dapat
dibuang ke TPA. Sehingga pihak swasta harus memiliki kemampuan untuk mengolah
sampahnya sampai tidak ada yang tersisa kecuali residu.
Untuk mendukung perjalanan target menuju paska 2025, perlu ada usulan regulasi
yang mendorong tarif pembuangan ke TPA lebih mahal sehingga kawasan yang
melakukan pengolahan sampah mandiri, mau mengelola sampahnya di sumber.
11
2. Kerjasama unsolicited dan solicited yang dikembangkan pemerintah daerah tetap
mewajibkan pendanaan dari pemerintah daerah, salah satunya mengalokasikan
tipping fee termasuk juga pengadaan lahan. Karena pengadaan lahan untuk fasilitas
publik, seperti TPS dan TPST adalah menjadi kewajiban pemerintah. Apapun opsi
yang dipilih, tipping fee harus selalu ada, meskipun pada bagian tertentu pengolahan
sampah dapat mendatangkan keuntungan namun sampah tidak bisa dikategorikan
sebagai komoditi.
3. ESDM dan PLN sedang membuka peluang kerjasama untuk pemanfaatan daur ulang
sampah menjadi RDF untuk dimanfaatkan sebagai Co-firing (bahan bakar yang
digunakan secara bersama dengan bahan bakar lain untuk sebuah proses). Saat ini
masih menunggu standarisasi kelayakan kalori dan teknis lainnya dari kementerian
ESDM.
4. Pada beberapa kondisi model bisnis, pihak pemberi pinjaman (lender) atau investor
membutuhkan kepastian hukum dalam bentuk Perda tentang pengalokasian tipping
fee yang dapat menjamin prospek dan pengembalian investasi.
12
9. TEMUAN DAN SIMPULAN
Isu-isu penting yang ditemukan dalam FGD Model Bisnis Pengelolaan Persampahan ini
dapat disimpulkan menjadi dua bagian besar, namun tidak menutup kemungkinan lain
pada kondisi tertentu.
Model Bisnis
1. Bentuk Usaha dan Penanggung jawab
Beberapa pilihan bentuk usaha yang dapat dijalankan dalam model bisnis
pengelolaan persampahan yaitu BUMD, BUMDes, PT, dan CV.
Pemerintah daerah sebagai penanggung jawab langsung terhadap kualitas
lingkungan di wilayahnya memiliki kewenangan dalam memberikan persyaratan atau
kualifikasi teknis kepada pihak mitra yang ingin bekerjasama.
Kualifikasi teknis yang terpenuhi dapat didokumentasikan dalam bentuk jenis
perijinan, misalnya (i) Ijin Usaha Pelayanan Angkutan Bidang Kebersihan, (ii) Ijin
Usaha Pemusnahan Sampah dan Air Kotor, (iii) Ijin Usaha Pengelolaan Sampah.
Pemerintah daerah memiliki kewenangan menegakkan peraturan kepada para
pelaksana/mitra dalam mencapai kualitas pekerjaan yang dipersyaratkan.
2. Kegiatan Usaha
Aktifitas atau kegiatan yang dapat dikembangkan dalam bisnis pengelolaan
persampahan adalah :
a. Upaya pengurangan sampah melalui kampanye dan edukasi perilaku timbulan
sampah pada sumber
b. Penanganan sampah yang dikembangkan menuju citra pelayanan sampah yang
professional dan bertanggung jawab
c. Riset dan Kajian
d. Pendampingan dan Konsultasi
3. Sumber Investasi
Usaha pengelolaan persampahan tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata,
tapi juga memberikan dampak yang positif terhadap perbaikan lingkungan
permukiman, sosial, dan kualitas kesehatan, sehingga mempunyai spektrum pilihan
sumber investasi yang lebih luas, mulai dari investor usaha murni hingga investor
usaha sosial (social entrepreneurship).
Sumber investasi bisa diperoleh dari APBDes, perusahaan social enterpreneurship,
perusahaan permodalan, perusahaan pengelola persampahan, bahkan perusahaan
perdagangan.
Rancangan investasi dalam konteks usaha pengelolaan persampahan, biasanya
direncanakan mencapai titik impas dalam waktu 5 tahun.
4. Pendapatan usaha
Sumber pendapatan dapat dikembangkan dari beberapa sumber yaitu (i) Penerapan
iuran yang adil sesuai dengan jumlah dan volume sampah yang dikeluarkan dengan
skema polluters pays principle, (ii) Pengolahan produk melalui kegiatan daur ulang,
dan (iii) Penerapan tipping fee yang menjadi kewajiban pemerintah daerah dalam
menunjang tata kelola pengelolaan persampahan yang lebih baik.
13
5. Bentuk Kerjasama Pelayanan
Pihak swasta yang tertarik berkecimpung dalam usaha pengelolaan sampah dapat
memilih penerapan kerjasama sesuai dengan skala pelayanannya. Pilihan kerjasama
yang bisa diterapkan, namun tetap terbuka untuk bentuk kerjasama lainnya adalah :
a. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Pilihan model bisnis ini cocok
untuk wilayah pelayanan pengelolaan persampahan wilayah yang luas.
b. Kontrak Jasa Pelayanan. Skema kerja sama yang menawarkan pelayanan jasa
pada salah satu proses pengelolaan persampahan. Biasanya penyediaan jasa dan
armada angkutan sampah.
c. Business to Business (B2B). Skema kerja sama pengelolaan persampahan antara
pemberi jasa dan pengelola wilayah permukiman atau kawasan komersial. Pihak
swasta dapat membuka kerja sama dengan perwakilan permukiman warga (RW),
pengurus kawasan, manajemen gedung, atau penanggung jawab wilayah.
14
5. Peraturan Daerah pendukung kerja sama dalam model bisnis
Setiap investasi bisnis memiliki resiko dan jangka waktu tertentu untuk bisa
mencapai kondisi yang menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu dibutuhkan
regulasi yang bisa memastikan aturan kerja sama, adil, prospektif yang menarik,
namun tetap mengacu pada kualitas pelayanan yang dipersyaratkan. Sehingga kedua
belah pihak merasa aman dan yakin dalam menjalaninya.
Contohnya dalam hitungan rata-rata, biasanya investasi pengelolaan persampahan
membuat perhitungan titik impas investasi (break even point) selama 5 tahun. Agar
menarik bagi pihak swasta, setidaknya salah satu aturan kerjasama perlu
mempertimbangkan jangka waktu kerjasama ini.
15
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
Kepada Yth.
(Daftar terlampir)
di Tempat
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 mengamatkan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam
menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan dengan
tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya. Hal tersebut kemudian diturunkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 81 tahun 2012 yang menyebutkan bahwa selain Pemerintah Pusat dan Daerah, para
pemangku kepentingan (swasta dan masyarakat) juga memiliki tanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan sampah.
Dalam upaya mendukung perbaikan sistem pengelolaan sampah di tingkat pusat dan daerah,
Program Improvement of Solid Waste to Support Regional dan Metropolitan Cities Project (ISWM)
melalui Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Bappenas sebagai Central Project
Implementation Unit (CPIU) menyusun Platform Pengelolaan Sampah. Platform ini diharapkan
merangkul berbagai stakeholder untuk mendukung perbaikan pengelolaan sampah tersebut.
Sehubungan hal tersebut maka akan dilaksanakan serangkaian Focus Group Discussion
(FGD) yang bertujuan mendapatkan input dari berbagai pemangku kepentingan untuk
menyempurnakan Platform Pengelolaan Sampah. Barsama ini, kami bermaksud mengundang
Saudara untuk hadir sebagai Narasumber pada FGD “Model Bisnis Pengolahan Sampah” melalui
video-conference yang akan dilaksanakan pada:
Konfirmasi kehadiran akan kami lakukan melalui Sdr. Adam Maulana sebagai narahubung
(0821-3655-5201/email perkim.bappenas@gmail.com). Demikian hal ini disampaikan, atas perhatian
dan kerjasama Saudara diucapkan terima kasih.
Direktur
Perkotaan, Perumahan dan Permukiman
Kepada Yth.
Pemateri:
1. Mitra Swasta/Badan Usaha Pengolah Sampah:
a. Amelia Maran - PT. Centra Bumi Lestari
Studi kasus: TPST Bakti Bumi di Kabupaten Sidoarjo
2. Pemerintah Daerah:
a. Ir. Andono Warih, M.Sc – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta
Pembahas:
a. Ir. Sigit Setyawan, MT – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Kehutanan
Kabupaten Sidoarjo
b. Yayan Yuliana, S.Sos – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi
c. Djoko Heru/Dini Trisyanti - Sustainable Waste Indonesia (SWI)
Lampiran Surat : Undangan Forum Group
Discussion (FGD) ”Model
Bisnis Pengolahan Sampah”
Nomor : 08168/Dt.2.4/07/2020
Tanggal : 15 Juli 2020
1. LATAR BELAKANG
Di tahun 2018 capaian akses persampahan adalah sebesar 60,05% yang terdiri dari 58,05%
penanganan dan 1,55% pengurangan sampah. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2020-2024 mentargetkan pengelolaan sampah sebesar 100% dengan 80% penanganan
dan 20% pengurangan (perkotaan).
Dengan tantangan pengelolaan persampahan yang ada saat ini, diantaranya yaitu: (a) belum
komprehensifnya regulasi/kebijakan persampahan di Pusat/daerah sesuai dengan amanat UU
18/2008 tentang pengelolaan sampah; (b) masih rendahnya pemastian fungsi regulator dan operator
di daerah; (c) belum optimalnya penanganan sampah di TPS 3R/TPST dan juga TPA; (d) masih
rendahnya keterlibatan peran swasta, badan usaha, industri, dan pemangku kepentingan lainnya
dalam pengelolaan sampah, (e) belum optimalnya identifikasi market place bagi produk kompos, daur
ulang, dan material lainnya menyebabkan pengelolaan sampah belum tercapai sesuai dengan target
nasional.
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 telah mengamanatkan Pemerintah Pusat dan Daerah untuk
menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan dengan
tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya.
PP Nomor 81 tahun 2012 sebagai amanat UU Nomor 18/2008 juga menyebutkan bahwa selain
Pemerintah Pusat dan Daerah, para pemangku kepentingan yang berperan dalam pengelolaan
sampah diantaranya adalah setiap orang pada sumbernya, produsen, pengelola kawasan
permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial,
dan fasilitas lainnya, lembaga pengelola sampah, badan usaha, masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat yang bergerak di bidang pengelolaan sampah, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan
pengembangan.
Program Improvement of Solid Waste Managament to Support Regional and Metropolitan Cities
Project (ISWM) merupakan program yang dirancang untuk mendukung kebijakan dan peraturan
pengelolaan sampah terutama dalam kerangka peningkatan kinerja pengelolaan sampah yang
dilaksanakan di Pusat dan di Daerah. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Bappenas
sebagai Central Project Implementation Unit (CPIU) dari Program ISWM memiliki peran dalam
penyusunan Platform Pengelolaan Sampah Nasional yang saat ini sedang disusun dan memerlukan
penyempurnaan dari berbagai pemangku kepentingan.
Terkait hal tersebut di atas, maka direncanakan beberapa rangkaian FGD yang akan dilaksanakan
selama kurun waktu Juli 2020 – Oktober 2020 untuk memberikan input dan memperkuat Platform
Pengelolaan Sampah yang sedang disusun. FGD “Model Bisnis Pengolahan Sampah” ini merupakan
salah satu rangkaian dari FGD Series yang diharapkan dapat memberikan pandangan dan berbagi
pembelajaran bagi para pemangku kepentingan untuk menyusun kebijakan pengelolaan sampah
yang lebih efektif dan berkelanjutan, khususnya mengenai alternatif pengolahan sampah melalui
kerjasama Pemerintah Daerah dan Mitra Swasta/Badan Usaha.
2. TUJUAN FGD
3. NARASUMBER FGD
Pemateri:
1. Mitra Swasta/Badan Usaha Pengolah Sampah:
a. PT. Centra Bumi Lestari dan CV. Bakti Bumi
Studi kasus: TPST Bakti Bumi di Kabupaten Sidoarjo
b. PT. Waste4Change
Studi kasus: Perumahan Vida di Kota Bekasi
Pembahas:
a. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Kehutanan Kabupaten Sidoarjo
b. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi
c. Sustainable Waste Indonesia (SWI)
4. JADWAL KEGIATAN
5. PESERTA
6. AGENDA KEGIATAN
Moderator:
Alwis Rustam -
Konsultan ISWM, Bappenas
10.00 – 11.15 WIB Diskusi Peserta
11.15 – 11.30 WIB Penutup Tri Dewi Virgiyanti -
Direktur Perkotaan, Perumahan,
dan Permukiman, Kementerian
PPN/Bappenas
7. KISI-KISI NARASUMBER:
Pemateri :
Pembahas:
A. Tujuan:
1) Mengetahui kondisi eksisting model bisnis pengolahan sampah yang telah dilaksanakan
oleh Pemerintah Daerah dan mitra swasta/badan usaha.
2) Mengetahui tantangan, hambatan, dan rencana pengembangan dalam model bisnis
pengolahan sampah yang telah dilaksanakan.
3) Mengetahui kondisi lingkungan yang mendukung (enabling environment) untuk
terlaksananya model bisnis pengolahan sampah yang berkelanjutan.
B. Pembahasan
Kegiatan FGD Model Bisnis Pengolahan Sampah ini dibuka oleh Ibu Tri Dewi Virgiyanti,
Direktur Perkotaan Perumahan dan Permukiman Bappenas. Dalam pembukaannya beliau
menyampaikan bahwa, melihat fenomena sampah saat ini terdapat peluang bisnis yang dapat
berkontribusi untuk menutup pembiayaan pengolahan sampah. Sehingga kedepannya perlu
mengembangkan skema pengolahan sampah yang menarik bagi pemda dan swasta sehingga
terjadi pengelolaan sampah yang lebih baik. Oleh karena itu, focus FGD kali ini adalah melihat
model bisnis pengolahan sampah yang telah dilakukan baik mitra bisnis dan badan usaha
dengan pemda untuk dijadikan masukan untuk platform pengelolaan sampah.
Berdasarkan beberapa analisis menilai bahwa sampah yang diolah dapat dijadikan sebuah
produk (Waste to Product) dan memerlukan skema bisnis yang benar, adil, dan berkelanjutan,
baik dari pemda dan pihak swasta yang terlibat. Pembelajaran Waste to Energy (WTE),
kebutuhan tipping fee (biaya yang dikeluarkan pemerintah kepada pengelola sampah) sangat
besar dan menyebabkan beberapa kota yang tercantum perpres meminta BLPS (Biaya
Layanan Pengelolaan Sampah) yang sangat besar kepada pemerintah pusat. Oleh karena itu,
perlu dicarikan skema bisnis yang lebih terjangkau dan berkelanjutan dari aspek keuangan,
lingkungan, kelembagaan dan pengelolaanya.
Area operasi ada di 5 kecamatan, dan rata-rata pengangkutan sampah adalah 50-80 ton/hari.
Pengangkutan dilakukan di area 80% perumahan dan 20% wilayah komersil. Setelah Centra
mengangkut sampah dikelola oleh bakti bumi (pemilahan, penimbangan, pencacahan,
pengeringan, pembersihan, pengepakan) pada Material Recovery Facilities (MRF) atau
Fasilitas Pemulihan Material sampah. Yang dihasilkan oleh MRF adalah material daur ulang
(10-15%) dan organik (10-15%). Hasil pemilahan diketahui 14% plastik, 60% sampah organik,
sisanya popok dan puing yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Biaya jasa
layanan pengolahan sampah Centra adalah Rp 5.000- Rp10.000 /bulan untuk rumah tangga
dan Rp 100.000 – 200.000/unit untuk kawasan.
Hasil dari TPST yang dikelola Centra menghasilkan:
250-300 ton/hari sampah terolah
20-25 ton/ hari sampah didaur ulang menjadi produk
Melayani 100.000 KK dan 2000 bisnis/komersil
Perpanjangan umur TPA dan hemat operasional ritase pengangkutan
Tantangan:
1. Opersional:
Sampah tidak bisa terangkut pada saat terjadi banjir
Banyak sampah rumah tangga yang tidak terpilah dari rumah
Pemadaman listrik berakibat TPST tidak bisa beroperasi, karena operasi masih
menggunakan sistem mekanik
Masyarakat enggan membayar iuran, meskipun hanya Rp 5.000
2. Regulasi:
Belum adanya dukungan regulasi terkait offtaker sampah organik dan sampah yang
tidak bisa di daur ulang
Belum ada permintaan yang jelas terkait offtaker Refused Derived Fuel (RDF) yang
merupakan hasil pengolahan sampah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar
Masih banyaknya sampah liar yang tidak tertangani
Minimnya pembiayaan pengolahan sampah
Rekomendasi model bisnis kemitraan pemda-swasta:
1. Investasi awal capex pengumpulan menggunakan APBD dan iuran warga, capex
lahan dan bangunan: APBN/APBD/Kawasan, capex permesinan: investasi bisa
dilakukan oleh swasta
2. Biaya OM opersional dilakukan oleh swasta, dan masyarakat membayarkan iuran
setelah mendapatkan layanan
3. Recoverd material offtaker telah dilakukan ujicoba dengan pabrik semen, namun
masih belum berjalan terkendala penentuan harga yang sesuai.
Penanggap: Sigit Setyawan Kadis Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kab Sidoarjo
Sudah memiliki beberapa TPST yang dikelola oleh swata (Bakti Bumi dan Centra). Selain itu,
ada juga beberapa TPST dikelola desa implementasi perbup delegasi sampai ke desa tahun
2019. Total TPST Sidoarjo 72 unit.
Kasus Sidoarjo, retribusi diperlukan untuk mendukung pengelolaan sampah dan memberikan
edukasi ke masyarakat untuk memiliki tanggung jawab terhadap pengolahan sampah. Dalam
pengelolaan sampah Sidoarjo ada 2 peran, yakni: (1) Sampah hulu ke TPST adalah
masyarakat, dan (2) TPST ke TPA adalah pemerintah. Permasalahan pada sebagian besar
kab/kota di Indonesia, kegiatan pengelolaan persampahan belum menjadi program prioritas,
yang berdampak pada belum memadaiannya pembiayaan pengelolaan sampah di daerah.
Problem yang ada di kebijakan di pusat terkadang belum sinkron antar kementerian/lembaga.
Sebagai contoh Sidoarjo mendapatkan bantuan penyediaan infrastruktur TPA dengan sistem
Sanitary landfill. Akan tetapi untuk melaksanakan sistem tersebut membutuhkan biaya
operasional yang cukup tinggi khusus penyediaan tanah urug. Apabila pemerintah daerah tidak
mengalokasikan anggaran untuk operasional TPA, maka sistem Sanitary Landfill tidak berjalan
dengan baik, konsekwensinya akan menyebabkan penurunan tingkat teknologi pemrosesannya
menjadi Controlled Landfill.
Pola penanganan sampah skala perkotaan yang dijalankan Sidoarjo saat ini ada 3 jenis, yaitu
(i) Pola penanganan kumpul, angkut, buang, (ii) Penerapan TPS3R yang difasilitasi Kemen
PUPR, (iii) Penanganan TPST, yang mempercepat proses pengolahan sampah sehingga residu
saja yang diangkutkan ke TPA dan mengurangi bau akibat sampah.
Dalam upaya untuk memenuhi target pengurangan sampah dalam Jakstrada dalam waktu yang
cukup singkat selama 5 tahun (2019 – 2024), Kab. Sidoarjo menggunakan pendekatan represif
edukatif dalam mengembangkan skema tarif retribusi progresif.
Pelayanan angkut sampah selain dilakukan oleh dinas juga dilakukan oleh transporter. Retribusi
untuk pelayanan dinas dibayarkan perbulan/pertahun, untuk transporter dibayarkan
berdasarkan volume timbangan yang dibuang di TPA. Saat ini, Sidoarjo sedang mengusulkan
perda tarif progressif ke DPRD, karena ini mendesak dirumuskan untuk mencapai target
Jakstrada.
Terkait penegakan hukum, perlu ada reward dan punishment kepada masyarakat yang
melakukan pengolahan sampah mandiri.
Skema koletif retribusi Sidoarjo Iuran Rp2.000 - Rp5.000/rumah tangga, badan usaha 2,5
jt/tahun. Mulai 2019 sudah dilakukan secara online dengan sistem rumah tinggal perbulan dan
perusahan per tahun.
Rencana kedepan Sidoarjo berencana berkerjasama dengan pihak transporter. Berdasarkan
hitungan analisis biaya, dengan melakukan kerjasama ini Sidoarjo dapat mengurangi beban
opersional pengangkutan. Dengan tetap menerapkan retribusi sendiri berdasarkan tonase.
Penanggap: Tri Dewi Virgiyanti, Direktur Perkotaan Perumahan dan Permukiman Bappenas
Mengingatkan kembali bahwa pengelolaan persampahan menjadi kewajiban dan tanggung
jawab pemerintah mulai dari pusat hingga kabupaten/kota yang punya kawasan dan dikelola
secara keseluruhan, termasuk skema dan model bisnis yang akan dikembangkan sesuai
karakteristik wilayah mulai dari tingkat permukiman RT-RW hingga kepada skala yang lebih
luas. Dan model bisnis di satu wilayah sebaiknya terpadu mencakup semua tingkatan wilayah.
Pemerintah dapat melakukan fasilitasi dan pengawasan terhadap model bisnis yang akan
dikembangkan di satu wilayah dan kawasan.
PESAN PENTING
1. M. Bijaksana Junerosano (Waste4Change Alam Indonesia)
Perlu dibentuk Tim Kerja atau sekretariat bersama dari para stakeholder pengelolaan
persampahan nasional, untuk menjaga strategi yang keberlanjutan dan bisa memperlajari
referensi dari pembelajaran beberapa negara.
Tim kerja dapat memanfatkan pembelajaran yang bisa menjadi masukkan cukup banyak
untuk dirangkai menjadi rancangan pengelolaan permpahan nasional.
2. Syarifudin - Wakadis LH provinsi DKI Jakarta
Sampah tidak hanya tanggung jawab pemerintah tapi juga masyarakat, dan pelaku usaha.
Diperlukan kolaborasi antar para pihak yang dinaungi dalam satu regulasi dan dilakukan
penegakan hukum.
3. Dini Trisyanti, Sustainable Waste Indonesia
Diperlukan lebih banyak lagi inovasi dalam membangun kerjasama dan pembiayaan
investasi untuk melayani pengelolaan sampah lingkup kecil dan menengah. Banyak investor
yang tertarik tidak hanya dalam pelayanan pengelolaan sampah, tapi juga tertarik untuk
memenuhi kebutuhan pasokan industrinya.