Anda di halaman 1dari 19

Sosrobahu, Pengertian & Sejarahnya

Teknik Sosrobahu merupakan teknik konstruksi yang digunakan terutama


untuk memutar bahu lengan beton jalan layang dan ditemukan
oleh Tjokorda Raka Sukawati. Dengan teknik ini, lengan jalan layang
diletakkan sejajar dengan jalan di bawahnya, dan kemudian diputar 90
sehingga pembangunannya tidak mengganggu arus lalu lintas di jalanan
di bawahnya.
Teknik ini dianggap sangat membantu dalam membuat jalan layang di
kota-kota besar yang jelas memiliki kendala yakni terbatasnya ruang kota
yang diberikan, terutama saat pengerjaan konstruksi serta kegiatan
pembangunan infrastrukturnya tidak boleh mengganggu kegiatan
masyarakat kota khususnya arus lalu-lintas dan kendaraan yang tidak
mungkin dihentikan hanya karena alasan pembangunan jalan.

Sejarah Sosrobahu
Pada tahun 1980, Jakarta mengalami peningkatan jumlah kemacetan lalu
lintas dan jalan layang menjadi satu-satunya solusi untuk mengatasi
permasalahan ini. Salah satu perusahaan konstruksi yang beroperasi pada
waktu itu adalah PT Hutama Karya, yang dikontrak untuk membangun
jalan layang di atas jalan A. Yani, sebuah jalan yang arus lalu lintasnya
sangat padat. Selama konstruksi jalan layang di atasnya, jalan A. Yani ini
tidak boleh ditutup karena jika jalan ini ditutup, akan terjadi kemacetan
yang luar biasa di Jakarta. Selain di atas jalan A. Yani, PT Hutama Karya
juga dikontrak untuk membangun jalan layang di atas jalur penghubung
Cawang-Tanjung Priok yang juga sangat padat arus lalu lintasnya.
Masalah yang dihadapi dalam kedua proyek tersebut sama, yaitu
bagaimana cara membangun jalan layang di atas jalan tanpa menutup
akses ke jalan yang sudah ada di bawah jalan layang tersebut. Saat itu,
belum ada metode yang dapat digunakan untuk membangun jalan layang
tanpa menutup akses jalan di bawahnya. Saat itu, hanya tersedia metode
konstruksi menara konvensional yang hanya dapat dilakukan dengan
menutup akses jalan raya. Kedua masalah inilah yang akhirnya
melatarbelakangi lahirnya teknik konstruksi Sosrobahu, sebuah teknik
konstruksi temuan insinyur Indonesia yang sangat populer di dunia.
Ir. Tjokorda Raka Sukawati yang merupakan lulusan teknik sipil ITB adalah
pencetus lahirnya teknik Sosrobahu ini. Konsep teknik Sosrobahu lahir
karena beliau terinspirasi ketika ia sedang memperbaiki mobil
Mercedesnya. Saat ia sedang memperbaiki mobil, ia mengangkat kedua
ban depan dengan dongkrak hidrolik, sementara kedua ban belakangnya
tetap bertumpu di lantai. Ketika itu, lantai yang menjadi tumpuan kedua
ban belakang tersebut licin karena adanya ceceran oli yang tumpah dari
mobil secara tidak sengaja. Ir. Tjokorda tidak sengaja menyentuh mobil
dan ketika mobil tersentuh, badan mobil berputar dengan sumbu batang

dongkrak hidrolik. Kejadian ini menginspirasi Ir. Tjokorda bahwa pompa


hidrolik bisa dipakai untuk mengangkat benda berat dan bila bertumpu
pada permukaan yang licin, benda berat tersebut mudah digeser. Ir.
Tjokorda terinspirasi untuk menerapkan prinsip ini untuk mengangkat dan
memindahkan beton fondasi pembangunan jalan layang.

Awalnya Ir. Tjokorda bereksperimen dengan membuat silinder berdiameter


20 cm sebagai batang dongkrak hidrolik. Batang ini ditindih beton seberat
80 ton. Hasilnya bisa diangkat dan dapat berputar sedikit tetapi tidak bisa
turun ketika dilepas. Ternyata dongkrak tersebut miring posisinya. Hal ini
kemudian disempurnakan oleh Tjokorda. Untuk membuat rancangan yang
lebih tepat, Tjokorda mengacu pada Hukum Pascal yang menyatakan Bila
zat cair pada ruang tertutup diberikan tekanan, maka tekanan akan
diteruskan ke segala arah. Zat cair yang digunakan adalah minyak
pelumas. Segala perhitungan yang digunakan dalam perancangan konsep
Tjokorda ini dilakukan dengan menggunakan Rumus Sukawati. Rumus ini
dinamai Sukawati karena Ir. Tjokorda Raka Sukawati yang pertama kali
menemukan rumus tersebut. Selain merancang perhitungan yang akurat
dengan Rumus Sukawati, Tjokorda juga berusaha mencari minyak yang
paling tepat digunakan sebagai fluida pada dongkrak Sosrobahu. Fluida
yang dipakai harus memiliki kekentalan (viskositas) yang tepat, yaitu
fluida yang dapat mengangkat beton yang beratnya ratusan ton dan
cukup licin untuk memutar beton tersebut berputar 90.
Setelah siap dengan Rumus Sukawati dan fluida yang tepat, Tjokorda pun
mengerjakan rancangan finalnya, yakni sebuah landasan putar yang
dinamai Landasan Putar Bebas Hambatan (LPBH). LPBH ini merupakan
dua piringan (cakram) besi yang saling menangkup. Kedua cakram besi
memiliki ketebalan 5 cm dan diameter 80 cm. Meski kecil, cakram besi ini
mampu menahan beban hingga 625 ton. Ke dalam raung di antara kedua
piringan tersebut, dipompakan minyak oli yang telah ditentukan
sebelumnya. Setelah itu, digunakan penutup karet untuk menyekat

rongga di antara tepian piring besi itu untuk menjaga minyak supaya tidak
terdorong keluar ketika ditekan dengan pompa untuk mengangkat beton.
Penekanan minyak oleh pompa akan mengakibatkan cakram bagian atas
dan beton fondasi di atasnya akan terangkat ke atas. Terangkatnya
cakram ke atas mengakibatkan cakram atas dan cakram bawah terpisah
dan memiliki celah yang terisi minyak di antaranya. Dengan terjadinya hal
ini, cakram atas dan beton yang diangkatnya dapat diputar karena
cakram atas akan licin terhadap cakram bawah. Peristiwa licin ini
disebabkan keberadaan minyak bertekanan di antara kedua cakram.
Dengan demikian, bahu fondasi yang awalnya dibangun searah dengan
jalan raya dapat diputar sejauh 90. Begitulah dasar pemikiran Konsep
Sosrobahu. Cakram rancangan Tjokorda ini ditunjukkan pada gambar 1.
Aplikasi konsep Sosrobahu dibutuhkan untuk mengkonstruksi jalan layang
di atas suatu jalan tanpa menutup atau mengganggu akses lalu lintas
pada jalan di bawah jalan layang tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan
membangun tiang jalan terlebih dahulu, seperti ditunjukkan pada gambar
1.

Tiang jalan ini dilengkapi dengan kepala tiang yang berbentuk segi enam,
dengan cakram pemutar berisi minyak di dalamnya. Setelah tiang yang
dilengkapi kepala dan cakram pemutar terpasang, konstruksi beton
jalanan harus dilakukan dalam arah yang searah dengan jalur lalu lintas.
Karena konstruksi beton jalanan dilakukan dengan menempatkan
penyanggah-penyanggah besi besar di bawahnya, jika konstruksi beton
diposisikan tegak lurus terhadap arah jalur lalu lintas, penyanggah besi di
bawahnya akan menyumbat jalur lalu lintas. Peristiwa ini diilustrasikan
seperti pada gambar 2 (garis putus-putus menunjukkan arah jalur lalu
lintas).
Sementara itu, jika konstruksi beton diposisikan sejajar arah lalu lints,
penyanggah besi tidak akan menutupi jalur lalu lintas, seperti
diilustrasikan pada gambar 4 (garis putus-putus menunjukkan arah jalur
lalu lintas).
Oleh sebab itulah, Tjokorda merancang konsep Sosrobahu. Dengan
konsep ini, ia dapat membangun fondasi jalan layang tanpa
menutup/mengganggu arus
lalu lintas. Dengan cakram yang
ditemukannya, masalah dapat diatasi. Sosrobahu diawali dengan
pemasangan tiang jalan yang dilengkapi cakram. Kemudian, di atas tiang
jalan, dikonstruksi beton dalam arah sejajar arus lalu lintas. Setelah
selesai, beton yang arahnya sejajar arus lalu lintas diputar sejauh 90
dengan menggunakan cakram pemutar. Setelah diputar, maka fondasi
jalan layang siap untuk dipasangi dengan pelat-pelat jalan layang akan
membentuk jalan layang utama.
Temuan Tjokorda ini menggentarkan dunia. Temuannya ini digunakan
insinyur Amerika Serikat dalam membangun jembatan di Seattle. Dalam
melakukan perhitungan, insinyur Amerika Serikat bahkan mematuhi
Rumus Sukawati yang dirumuskan Tjokorda. Atas penemuan teknologi
Sosrobahu ini, Tjokorda menerima sejumlah hak paten dari berbagai
negara, yaitu dari pemerintah Jepang, Malaysia, Filipina, dan Singapura.
Teknik Sosrobahu juga digunakan dalam pembangunan jalan layang
terpanjang di Metro Manila, pembangunan 298 tiang jalan di Filipina,
pembangunan 135 tiang jalan di Kuala Lumpur. Teknologi ini juga sangat
menarik bagi Korea Selatan yang terus bersikeras ingin membeli
patennya. Teknologi Sosrobahu yang sangat aplikatif, teruji teknis,
ekonomis, dan efisien ini memang sangat luar biasa sehingga banyak
negara yang memakainya. Saat teknologi Sosrobahu digunakan di Filipina,
Presiden Filipina berujar, Inilah temuan Indonesia, sekaligus buah ciptaan
putra ASEAN. Sungguh membanggakan.
Sumber Lengkap
Sosrobahu Versi Ke-2

Teknologi Sosrobahu ini dikembangkan menjadi versi ke-2. Bila pada versi
pertama memakai angker (jangkar) baja yang disusupkan ke beton, versi
keduanya hanya memasang kupingan yang berlubang di tengah. Lebih
sederhana dan bahkan hanya memerlukan waktu kurang lebih 45 menit
dibandingkan dengan yang pertama membutuhkan waktu dua hari. Dalam
hitungan eksak, konstruksi Sosrobahu akan bertahan hingga 100 tahun (1
abad)

Menurut Dr. Drajat Hoedajanto pakar struktur dari Institut Teknologi


Bandung, Sosrobahu pada dasarnya hanya metode sangat sederhana
untuk pelaksanaannya (memutar bahu lengan beton jalan layang). Sistem
ini cocok dipakai pada elevated toll road (jalan tol layang dalam kota)
yang biasanya mengalami kendala lalu lintas dibawahnya yang pada.
Sosrobahu terbukti bermanfaat dalam proses pembangunan jalan layang,
sangat aplikatif, teruji baik teknis dan ekonomis.

Apa yang Melatarbelakangi beliau menemukan Sosrobahu ?

Pada tahun 1980-an, Jakarta yang memang sudah mengalami kendala


kemacetan lalu lintas, banyak membangun jalan layang sebagai salah
satu solusi meningkatkan infrastruktur lalu-lintas. Sebagai kontraktor saat
itu, PT. Hutama Karya mendapatkan order membangun jalan raya di atas

jalan by pass A. Yani di mana pembangunannya harus memastikan bahwa


jalan itu harus tetap berfungsi.

Dengan permasalahan tersebut, para direksi Hutama Karya berdiskusi


setelah mendapatkan order membangun jalan layang antara Cawang
sampai Tanjung Priok sekitar tahun 1987. Persoalan rumit diurai, yang
diperlukan untuk menyangga badan jalan itu adalah deretan tiang beton,
satu-sama lain berjarak 30 meter, di atasnya membentang tiang beton
selebar 22 meter. Batang vertikalnya (pier shaft) berbentuk segi enam
bergaris tengah 4 meter, berdiri di jalur hijau. Hal ini tidak sulit, yang
merepotkon adalah mengecor lengannya (pier head). Jika dengan cara
konvensional, yang dilakukan adalah memasang besi penyangga
(bekesting) di bawah bentangan lengan itu, tetapi bekesting itu akan
menyumbat jalan raya di bawahnya. Cara lain adalah dengan bekesting
gantung tetapi membutuhkan biaya lebih mahal.

Di tengah masalah itu, Ir. Tjokorda Raka Sukawati mengajukan gagasan


dengan membangun tiangnya dulu dan kemudian mengecor lengannya
dalam posisi sejajar dengan jalur hijau, setelah itu diputar membentuk
bahu. Hanya saja kendalanya adalah bagaimana cara memutarnya karena
lengan itu nantinya seberat 480 ton.

Uji coba langsung di lapangan

Secara teknik penemuan itu belum diuji coba karena waktu yang terbatas,
namun ia yakin temuannya itu bisa bekerja. Tjokorda bahkan berani
bertanggungjawab bila lengan beton jalan layang itu tidak bisa berputar.
Pada tanggal 27 Juli 1988 pukul 10 malam waktu setempat (Jakarta),
pompa hidrolik dioperasikan hingga titik tekan 78 kg/cm2. Lengan pier
head itu, meskipun bekesting-nya telah dilepas, mengambang di atas atap
pier shaft lalu dengan dorongan ringan sedikit saja, lengan beton raksasa
itu berputar 90 derajat. Ketika pier shaft itu sudah dalam posisi sempurna,
secara perlahan minyak dipompa keluar dan lengan beton itumerapat ke
tiangnya. Sistem LPBH itu dimatikan sehingga perlu alat berat untuk
menggesernya. Namun demikian karena khawatir kontruksi itu bergeser,
Tjokorda memancang delapan batang besi berdiameter 3,6 cm untuk
memaku pier head ke pier shaft lewat lubang yang telah disiapkan.
Kemudian satu demi satu alat LBPH itu diterapkan pada kontruksi beton
lengan jembatan layang yang lain.

1. Bangun tiang jalan

2. Lengan beton jalan dibangun di antara dua jalur jalan, sejajar dengan
jalanan yang padat di bawahnya.

3. Lengan beton jalan diputar 90 derajat. Jalan layang pun kemudian


dibangun di atas lengan ini.

Penamaan Sosrobahu dan Pemberian Paten

Pada pemasangan ke-85, awal November 1989, Presiden Soeharto ikut


menyaksikannya dan memberi nama teknologi itu Sosrobahu yang diambil
dari nama tokoh cerita sisipan Mahabharata. Sejak itu LBPH tersebut
dikenal sebagai Teknologi Sosrobahu.

Temuan Tjokorda digunakan insinyur Amerika Serikat dalam membangun


jembatan di Seattle. Mereka bahkan patuh pada tekanan minyak 78
kg/cm2 yang menurut Tjokorda adalah misteri ketika menemukan alat
LBPH Sosrobahu itu. Tjokorda kemudian membangun laboratorium sendiri
dan melakukan penelitian dan hasilnya berupa perhitungan susulan
dengan angka teknis tekanan 78,05 kg/cm2, nyaris persis sama dengan
angka wangsit yang diperolehnya sebelum itu.

Hak Paten

Hak paten yang diterima adalah dari pemerintah Jepang, Malaysia,


Filipina. Dari Indonesia, Dirjen Hak Cipta Paten dan Merek mengeluarkan
patennya pada tahun 1995 sedangkan Jepang memberinya pada tahun
1992. Saat ini teknologi Sosrobahu sudah diekspor ke Filipina, Malaysia,
Thailand dan Singapura. Salah satu jalan layang terpanjang di Metro
Manila, yakni ruas Vilamore-Bicutan adalah buah karya teknik ciptaan

Tjokorda. Di Filipina teknologi Sosrobahu diterapkan untuk 298 tiang jalan.


Sedangkan di Kuala Lumpur sebanyak 135. Saat teknologi Sosrobahu
diterapkan di Filipina, Presiden Filipina Fidel Ramos berujar, "Inilah temuan
Indonesia, sekaligus buah ciptaan putra ASEAN". Sementara Korea Selatan
masih bersikeras ingin membeli hak patennya.

Ternyata ada Sosrobahu versi kedua

Teknologi Sosrobahu ini dikembangkan menjadi versi ke-2. Bila pada versi
pertama memakai angker (jangkar) baja yang disusupkan ke beton, versi
keduanya hanya memasang kupingan yang berlubang di tengah. Lebih
sederhana dan bahkan hanya memerlukan waktu kurang lebih 45 menit
dibandingkan dengan yang pertama membutuhkan waktu dua hari. Dalam
hitungan eksak, konstruksi Sosrobahu akan bertahan hingga 100 tahun (1
abad)

Menurut Dr. Drajat Hoedajanto pakar struktur dari Institut Teknologi


Bandung, Sosrobahu pada dasarnya hanya metode sangat sederhana
untuk pelaksanaannya (memutar bahu lengan beton jalan layang). Sistem
ini cocok dipakai pada elevated toll road (jalan tol layang dalam kota)
yang biasanya mengalami kendala lalu lintas dibawahnya yang pada.
Sosrobahu terbukti bermanfaat dalam proses pembangunan jalan layang,
sangat aplikatif, teruji baik teknis dan ekonomis.

Penampakan jalan layang di Indonesia

Analisa
Prinsip
Kerja
Sosrobahu
Bagaimana
Sukawati
dapat
menemukan
teknik
sosrobahu?
Bagaimana
prinsip
kerja
teknik
sosrobahu?
Mengetahui bagaimana suatu penemuan besar dapat ditemukan dengan

pemikiran
Mengetahui

prinsip

kerja

teknik

konstruksi

sederhana.
sosrobahu.

Dengan permasalahan tersebut, para direksi Hutama Karya berdiskusi


setelah mendapatkan order membangun jalan layang antara Cawang
sampai Tanjung Priok sekitar tahun 1987. Persoalan rumit diurai, yang
diperlukan untuk menyangga badan jalan itu adalah deretan tiang beton,
satu-sama lain berjarak 30 meter, di atasnya membentang tiang beton
selebar 22 meter. Batang vertikalnya (pier shaft) berbentuk segi enam
bergaris tengah 4 meter, berdiri di jalur hijau. Hal ini tidak sulit, yang
merepotkon adalah mengecor lengannya (pier head). Jika dengan cara
konvensional, yang dilakukan adalah memasang besi penyangga
(bekesting) di bawah bentangan lengan itu, tetapi bekesting itu akan
menyumbat jalan raya di bawahnya. Cara lain adalah dengan bekesting
gantung
tetapi
membutuhkan
biaya
lebih
mahal.
Di tengah masalah itu, Ir. Tjokorda Raka Sukawati mengajukan gagasan
dengan membangun tiangnya dulu dan kemudian mengecor lengannya
dalam posisi sejajar dengan jalur hijau, setelah itu diputar membentuk
bahu. Hanya saja kendalanya adalah bagaimana cara memutarnya karena
lengan
itu
nantinya
seberat
480
ton.
Ketika Tjokorda memperbaiki kendaraannya, hidung mobil Mercedes
buatan 1974-nya diangkat dengan dongkrak sehingga dua roda belakang
bertumpu di lantai yang licin karena ceceran tumpahan oli secara tidak
sengaja. Begitu mobil itu tersentuh, badan mobil berputar dengan sumbu
batang dongkrak. Satu hal yang ia catat, dalam ilmu fisika dengan
meniadakan gaya geseknya, benda seberat apa pun akan mudah digeser.
Kejadian tadi memberikan inspirasi bahwa pompa hidrolik bisa dipakai
untuk mengangkat benda berat dan bila bertumpu pada permukaan yang
licin, benda tersebut mudah digeser. Bayangan Tjokorda adalah
menggeser
lengan
beton
seberat
480
ton
itu.
Awalnya Ir. Tjokorda bereksperimen dengan membuat silinder berdiameter
20 cm sebagai batang dongkrak hidrolik. Batang ini ditindih beton seberat
80 ton. Hasilnya bisa diangkat dan dapat berputar sedikit tetapi tidak bisa
turun ketika dilepas. Ternyata dongkrak tersebut miring posisinya. Hal ini
kemudian disempurnakan oleh Tjokorda. Untuk membuat rancangan yang
lebih tepat, Tjokorda mengacu pada Hukum Pascal yang menyatakan Bila
zat cair pada ruang tertutup diberikan tekanan, maka tekanan akan
diteruskan ke segala arah. Zat cair yang digunakan adalah minyak
pelumas. Segala perhitungan yang digunakan dalam perancangan konsep
Tjokorda ini dilakukan dengan menggunakan Rumus Sukawati. Rumus ini
dinamai Sukawati karena Ir. Tjokorda Raka Sukawati yang pertama kali
menemukan rumus tersebut. Selain merancang perhitungan yang akurat
dengan Rumus Sukawati, Tjokorda juga berusaha mencari minyak yang
paling tepat digunakan sebagai fluida pada dongkrak Sosrobahu. Fluida
yang dipakai harus memiliki kekentalan (viskositas) yang tepat, yaitu
fluida yang dapat mengangkat beton yang beratnya ratusan ton dan

cukup
licin
untuk
memutar
beton
tersebut
berputar
90.
Setelah siap dengan Rumus Sukawati dan fluida yang tepat, Tjokorda pun
mengerjakan rancangan finalnya, yakni sebuah landasan putar yang
dinamai
Landasan
Putar
Bebas
Hambatan
(LPBH).
LPBH ini merupakan dua piringan (cakram) besi yang saling menangkup.
Kedua cakram besi memiliki ketebalan 5 cm dan diameter 80 cm. Meski
kecil, cakram besi ini mampu menahan beban hingga 625 ton
Landasan
Putar
Bebas
Hambatan
Penutup
Simpulan: Teknik konstruksi sosrobahu ini merupakan buah dari pemikiran
sederhana sebuah permasalahann pembangunan konstruksi jalan layang
sehingga tidak menimbulkan kemacetan. Prinsip kerjanya sangat
sederhana
dan
terinspirasi
dari
kehidupan
sehari-hari.
Saran: Kita dapat mencontoh beliau bahwa untuk menyelesaikan
persoalan serumit apapun sebenarnya hanya dibutuhkan pemikiran
sederhana. Teknik konstruksi ini juga masih bisa dikembangkan menjadi
lebih baik dan efisien

Anda mungkin juga menyukai