Disusun Oleh
(11150920000051)
Agribisnis Kelas 4B
Pemilik membeli perkebunan tersebut tidak dalam bentuk lahan kosong yang harus dilakukan
penanaman bibit, tetapi dalam keadaan kebun sudah ditanami pohon yang menghasilkan.
Total pohon kelapa sawit yang ada pada perkebunan PT. TIS adalah 403 pohon. Jumlah
pekerja yang berada pada PT. TIS adalah sebanyak 132 orang mulai dari direksi, hingga
tenaga kerja buruh. PT. TIS memiliki fasilitas perusahaan beupa kendaraan untuk direksi dan
karyawan, serta mess karyawan untuk karyawan sebanyak tiga unit. PT. TIS juga memiliki
fasilitas bengkel, gudang, dan mushola untuk dipakai oleh karyawan.
Tandan Buah Segar PT. TIS saat ini baru dijual kepada dua perusahaan saja, yaitu PT. Sawit
Asahan Indah yang berada di Desa Sungai Kuning Kecamatan Rambah Sarmo Kabupaten
Rokan Hulu dan PT. Bangun Tenera Riau yang terletak di Desa Pantai Raja Kecamatan
Perhentian Raja Kabupaten Kampar Riau yang memiliki jarak kurang lebih 25 kilometer dari
kebun. Pada awalnya pihak perusahaan menghubungi pabrik tersebut dan menawarkan
apakah pabrik tertarik untuk membeli hasil panen perusahaan tersebut. Harga yang
ditawarkan oleh tiap pabrik akan berbeda, tetapi masih tetap mengacu pada harga yang telah
ditetapkan oleh Tim Penetapan Harga pemerintah daerah setempat.
Perjalanan dari kota Pekanbaru ke perkebunan di Buluh Nipis dan Ujung Batu Rokan akan
memakan waktu satu hingga dua jam. Akses jalan dari kota menuju gerbang perkebunan
sudah berupa aspal, tetapi pada perkebunan jalan yang digunakan adalah pasir batu. Jalan
yang dibuat dari pasir batu dimaksudkan agar jalan tidak mudah rusak dan longsor karena
tanah perkebunan merupakan tanah pedsolik merah kuning dan tanah liat berpasir.
Aspek Non-finansial
Aspek Pasar
Aspek pasar merupakan aspek yang memiliki prioritas utama dari suatu studi kelayakan proyek,
hal ini dikarenakan banyak proyek yang mengalami kegagalan karena tidak memperhatikan pasar
potensial dan pangsa pasar. Untuk memasarkan produknya, maka perusahaan harus dapat
memastikan hal tersebut.
Potensi Pasar Kelapa Sawit di Riau. Kelapa Sawit merupakan produk yang dapat diolah menjadi
berbagai produk turunan. Salah satu produk yang dihasilkan oleh buah kelapa sawit adalah
minyak, yaitu adalah CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil). PT. TIS merupakan
perusahaan yang menjual tandan buah segar (TBS) saja, TBS tersebut sampai saat ini telah dijual
langsung kepada dua pabrik pengolah kelapa sawit yaitu PT. Sawit Asahan Indah dan PT.
Bangun Tenera Riau.
Sampai dengan akhir tahun 2012, terdapat sekitar 146 pabrik kelapa sawit di Provinsi Riau.
Hingga tahun 2011, kebutuhan bahan baku CPO untuk pabrik olahan masih belum terpenuhi.
Produksi TBS di Riau pada tahun 2011 adalah 36 809 252 ton sedangkan 146 PKS di riau
memiliki kapasitas sebanyak 6 254 perjamnya. Pabrik kelapa sawit pada umumnya mampu
beroperasi 20 jam setiap harinya. Berarti, PKS di Riau mampu mengolah 45 654 200 ton TBS
tiap tahunnya (Dinas Perkebunan Provinsi Riau 2011). Berarti, PKS masih mampu mengolah 8
844 948 ton setiap tahunnya. Hal ini dapat menjadi peluang bagi PT. TIS untuk memenuhi
permintaan pasar.
Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan aspek untuk menilai kesiapan perusahaan dalam menjalankan hal-hal
teknis atau operasional. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu lokasi perkebunan, fasilitas
pendukung serta teknologi yang digunakan untuk produksi, layout, dan proses produksi.
1. Lokasi Perkebunan
Perkebunan PT. Terang Inti Seraya terletak di tiga tempat, yaitu Desa Buluh Nipis (181.64
hektar), Ujung Batu Rokan (123.75 hektar), dan Tenayan (114.13 hektar) dengan total luas
419.52 ha yang sebagian besar tanahnya berjenis podsolik dan tanah liat berpasir. Lokasi tersebut
dipilih berdasarkan kedekatan dengan letak pasar yang dituju, supply tenaga kerja, dan
infrastruktur yang mendukung fasilitas transportasi.
3. Layout
Layout perkebunan PT. TIS dapat dilihat pada lampiran 1. Pohon kelapa sawit yang ditanam
diberi jarak tanam 7.8 m x 9 m dan 9.2 m x 9.2 m agar sinar matahari dapat masuk dengan baik
dan tanaman tidak berebut nutrisi. Layout tersebut terdiri atas blok dan disertai dengan nomor
blok agar memudahkan dalam pengontrolan serta pembagian tugas pemanenan dan perawatan.
Layout
Aspek Finansial
Tujuan dari analisis finansial adalah untuk menilai kelayakan keuangan perusahaan secara
keseluruhan. Alat ukur untuk menentukan kelayakan suatu usaha berdasarkan kriteria investasi
dapat dilakukan melalui pendekatan net benefit, net B/C, IRR, serta payback periodnya. Kriteria
investasi tersebut dapat diketahui dengan memproyeksikan arus kas (cashflow) dan laporan
laba/rugi. Setelah itu dapat dilakukan analisis switching value.
Arus kas merupakan jumlah uang yang masuk dan keluar dalam suatu perusahaan berkaitan
dengan kegiatan investasi. Pihak perusahaan perlu untuk mengetahui berapa kas bersih yang
diterima dari uang yang diinvestasikan dalam suatu usaha. Komponen penyusun cash flow antara
lain inflow dan outflow dari kegiatan investasi, net benefit, serta inflow dan outflow dari aktifitas
bisnis tambahan jika ada. Umur ekonomis dari tanaman kelapa sawit adalah 25 tahun, tetapi
proyeksi arus kas dilakukan selama 21 tahun karena tahun tanam masing-masing kebun dari tiga
perkebunan berbeda, dan yang paling baru tahun tanamnya adalah perkebunan di tenayan dengan
tahun tanam 2008 sehingga umur tanaman ketika pembelian lahan sudah mencapai empat tahun.
Selisih antara arus penerimaan dan arus pengeluaran merupakan manfaat atau biaya yang
diterima dari kegiatan bisnis perkebunan kelapa sawit.
Arus penerimaan pada PT. TIS berasal dari hasil penjualan produk, pinjaman, pendapatan bunga
jasa giro, dan nilai sisa. Penerimaan penjualan diperoleh dari hasil penjualan TBS. Hasil
penjualan TBS tergantung pada produksi yang dihasilkan tanaman kelapa sawit. Penjualan TBS
pada tahun ke-1 usaha diperoleh dari data historis PT. TIS. Proyeksi mulai dilakukan pada tahun
ke-2 sampai tahun ke-22 usaha. Pada tahun ke-13 (2024) dan tahun ke-16 (2027), perusahaan
melakukan re-investasi atau replanting.
Dasar jumlah produksi yang digunakan pada proyeksi tersebut diambil dari data proyeksi
perusahaan. Harga jual yang digunakan adalah Rp 1 470 perkilogram, diperoleh dari rata-rata
fluktuasi harga yang berkisar antara Rp 1 003 Rp 1 937. Harga tersebut pada tahun-tahun
selanjutnya naik sebesar 5 persen di tiap tahunnya.
Selain penerimaan pokok, terdapat penerimaan berupa bunga jasa giro yang besarannya
tergantung kepada jumlah kas yang disimpan di giro. Pada awal tahun usaha mulai berjalan,
perusahaan juga memperoleh modal yang berasal dari bank. Bank yang memberikan modal
pinjaman kepada perusahaan adalah Bank Rakyat Indonesia Syariah dengan modal pinjaman
yang diberikan adalah sebesar Rp 15 000 000 000. Bunga pinjaman yang ditentukan sebesar 11
persen dengan jangka waktu pengembalian delapan tahun.
Penerimaan perusahaan yang terakhir adalah diperoleh dari nilai sisa. Nilai sisa merupakan
Merupakan taksiran nilai atau potensi arus kas masuk apabila aktiva tersebut dijual pada saat
penarikan/penghentian (retirement) aktiva. Nilai residu tidak selalu ada, ada kalanya suatu aktiva
tidak memiliki nilai residu karena aktiva tersebut tidak dijual pada masa penarikannya 2. Jumlah
nilai sisa yang diperoleh PT. TIS pada tahun 2033 sebesar Rp 21 400 203 500.
Komponen pengeluaran terdiri dari biaya investasi, biaya operasional (variabel dan tetap), biaya
pembayaran pinjaman dan bunga, serta biaya pajak. Biaya investasi diperoleh dari kegiatan
investasi sedangkan biaya operasional diperoleh dari kegiatan operasional. Biaya pembayaran
pinjaman dan bunga diperoleh berdasarkan ketentuan pihak bank tergantung pada besar bunga
pinjaman dan lama masa pengembalian. Biaya pajak pada cash flow diasumsikan sebesar 25
persen. Manfaat bersih (net benefit) diperoleh dari selisih antara komponen inflow dan outflow.
1. Biaya Investasi
Biaya investasi yang dikeluarkan PT. TIS terdiri dari replanting, pembelian lahan yang
didalamnya sudah termasuk tanaman kelapa sawit, bangunan kantor, sarana penunjang,
perlengkapan kantor, mesin dan peralatan, dan kendaraan. Khusus biaya bibit, tidak dikeluarkan
pada tahun pertama, tetapi pada tahun ke-13 dan ke-16 karena merupakan bentuk replanting atau
re-investasi. Rincian biaya replanting dapat dilihat pada lampiran 7. Jumlah biaya yang harus
dikeluarkan untuk replanting adalah Rp 4 419 936 940 dan Rp 3 100 370 625. Biaya tersebut
terdiri dari pembelian bibit, penumbangan pohon, upah tanam, upah perawatan, pupuk, dan
herbisida selama empat tahun. Total biaya investasi pada tahun pertama yang dikeluarkan oleh
PT. TIS sebesar Rp 28 540 406 200. Biaya investasi terbesar dikeluarkan untuk membeli lahan.
Biaya Operasional
Biaya operasional dibagi menjadi dua komponen yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya
operasional variabel merupakan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan operasional yang bersifat
dapat dikendalikan dan bergantung kepada perkembangan jumlah produksi atau jumlah penjualan
dalam satu periode. Komponen biaya operasional variabel pada PT. TIS adalah biaya panen,
biaya perawatan, biaya pengangkutan, dan pajak bunga jasa giro. Pajak bunga jasa giro termasuk
kepada biaya variabel karena jumlahnya yang dapat berubah sesuai dengan persediaan kas. Biaya
operasional tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh perkembangan jumlah
produksi atau jumlah penjualan dalam satu periode. Komponen biaya operasional tetap PT. TIS
adalah biaya sewa bangunan, biaya gaji, biaya listrik, air, telepon, dan benda pos, biaya
pemeliharaan atau perbaikan, biaya perjalanan dinas, biaya ATK dan rumah tangga kantor, biaya
perizinan dan retribusi, biaya karyawan, biaya kebersihan dan keamanan, biaya konsultan, pajak
reklame, PPH 21, serta PBB. Total biaya operasional tetap pertahunnya sebesar Rp 740 905 932.
Rincian biaya operasional tetap dapat dilihat pada tabel.
4. Pajak
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 pasal 17
ayat 2a, bahwa Tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang digunakan untuk menghitung penghasilan
kena pajak adalah sebesar 25 persen dari laba yang dihasilkan. Pajak yang dibayarkan oleh PT.
TIS dapat dilihat pada tabel 8 berikut
No Tahun Pajak
1. 2012 90 992 162
2. 2013 286 742 556
3. 2014 480 055 234
4. 2015 705 296 331
5. 2016 899 826 296
6. 2017 1 038 537 616
7. 2018 1 089 457 031
8. 2019 1 166 176 578
9. 2020 1 652 202 342
10. 2021 1 722 091 762
11. 2022 1 736 196 337
12. 2023 1 190 268 929
13. 2024 1 198 930 329
14. 2025 1 169 089 817
15. 2026 139 670 762
16. 2027 403 452 113
17. 2028 883 539 635
18. 2029 1 663 792 712
19. 2030 2 779 385 970
20. 2031 4 059 208 392
21. 2032 4 827 059 255
22. 2033 14 481 177 766
Laporan laba rugi adalah laporan yang menunjukan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-
biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tertentu. Laporan laba rugi dapat menggambarkan
kinerja perusahaan dalam suatu periode tertentu. Komponen laba rugi terdiri dari penjualan
(pendapatan), harga pokok penjualan, laba kotor, biaya operasional yang termasuk biaya
penyusutan, laba kotor operasional, pendapatan lainnya, bunga, serta beban pajak. Komponen
dalam laba rugi yang tidak tercantum dalam arus kas adalah biaya penyusutan yang diperoleh dari
kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan. Rincian biaya penyusutan dapat dilihat pada
lampiran 3.
Laba bersih yang diperoleh PT. TIS bernilai negatif pada tahun ke-1. Hal tersebut dikarenakan
jumlah penjualan yang masih sedikit. Rincian laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 8 dan hasil
analisis proyeksi nilai laba rugi pertahun dapat diihat pada Tabel 9.
Kriteria Investasi
Kelayakan suatu usaha dapat dinilai dengan kriteria investasi. Kriteria investasi tersebut terdiri
dari net present value (NPV), net benefit-cost ratio (Net B/C), internal rate of return (IRR),
payback period (PP). Discount Factor juga digunakan untuk mencari nilai sekarang dan nilai di
masa yang akan datang. Analisis-analisis tersebut menggunakan laporan arus kas yang dapat
dilihat pada lampiran 9. Hasil analisis kriteria investasi PT. TIS dapat dilihat pada tabel 10.
Net B/C
Net B/C merupakan rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif (PV +) dengan manfaat
bersih yang bernilai negatif (PV -) atau manfaat bersih yan menguntungkan bisnis yang
dihasilkan terhadap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Nilai B/C yang diperoleh adalah
3.58 yang berarti setiap tambahan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1 akan menghasilkan
tambahan manfaat bersih bagi PT. TIS sebesar Rp 3.58. Hasil analisis menunjukkan bahwa Net
B/C bernilai lebih besar dari 1. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa usaha memiliki manfaat
bersih yang menguntungkan terhadap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut sehingga layak
untuk dilaksanakan.
Menyusul tunggakan pembayaran hasil panen Tandan Buah Segar (TBS) milik para petani
dan Kelompok Tani yang saat ini menjadi beban hutang oleh PT Sumber Sawit Sejahtera
(PT.SSS) selama dua bulan terakhir yang belum diselesaikan oleh pihak perusahaan masih
terus diupayakan penyelesaiannya. Salah satunya, terkait adanya masukan dari Ketua DPRD
Pelalawan Nasarudin ke Pemda Pelalawan yang menjadi mediator saat ini, disarankan agar
melakukan tindakan tegas berupa 'take over' perusahaan Pabrik Kelapa Sawit PT.SSS ke
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta pencabutan izin kawasan HGU milik PT.SSS yang
luasnya sekitar tiga ribu hektar di desa Pangkalan Panduk dan dikembalikan ke Pemda.
Sugianto mengaku sedikit mengetahui adanya tindak tanduk "mafia perusahaan", untuk itu
agar tidak salah, seperti membeli kucing dalam karung, maka Pemda setidaknya jangan
gegabah dalam bertindak, selain itu juga setidaknya kalau harus dilakukan eksekusi berupa
'take over' maka harus prosedural dengan melibatkan perusahaan aprisial sehingga dapat
diketahui nilai total aset yang dimiliki PT SSS. "Sebab, kalau dilihat lihat dengan kondisi
sekarang, nilai aset yang dimiliki PT.SSS itu bila di jumlahkan seluruhnya dalam bentuk
rupian besar kemungkinan tak cukup untuk menutupi beban hutang ke petani sebanyak Rp 60
milyar, mengapa demikian, karena ada dugaan permainan dari pihak manajemen perusahaan
dengan pihak Bank sehingga nilai aset mereka dijual semua pun tak cukup untuk
membayarkan beban yang di tanggung perusahaan karena selain petani kemungkinan besar
mereka juga terhutang di Bank tertentu," kata Sugianto sedikit mengetahui seluk beluk PT
SSS ini.
Sugianto juga mengatakan, bahwa sebenarnya kalau perusahaan tersebut di kelolah dengan
bagus dan di pimpin oleh tenaga yang handal dibidangnya serta keterbukaan laporan arus
kasnya, maka dipastikan hal seperti ini tak terjadi. "Jadi wajar kalau timbul dugaan ada upaya
tindakan tak beres di unsur manajemen berupa memperkaya diri sendiri oleh para petinggi di
perusahaan sehingga beban perusahaan tak tertutupi yang berujung perusahaan dalam
keadaan tidak sehat atau failid, yang berdampak pada masyarakat petani dan karyawan
perusahaan," jelas Sugianto.
Politisi dari PKB ini juga memberikan solusi bagaimana cara atau upaya untuk melakukan
penyelamatan perusahaan yang terlilit hutang tersebut maka harus dilakukan upaya pendataan
aset sekaligus memeriksa laporan arus kas keuangan perusahaan dari tim eksternal yang
dinilai lebih independent, dan tak hanya itu saja merka juga wajib nilai aset yang dimiliki
oleh para petinggi perusahaan hal ini diperlukan agar tidak terjadi kesalapahaman antara
manajemen dan petani yang menjadi korban sebab mereka juga harus tau penyebabnya
kenapa perusahaan yang sebelumnya sehat tiba-tiba sekarang mengalami kesulitan keuangan.
"Nanti pasti ketemu siapa saja yang terlibat di dalamnya kalau ada indikasi terjadi
kecurangan disana, dan kalau disebabkan oleh faktor lain juga setidaknya masyarakat tau dan
terima kalau memang benar, maka dari itu pemda harusnya bersabar untuk melakukan take
over sebab bisa saja upaya take over tersebut memang yang di inginkan oleh para manajemen
dengan begitu mereka akan selamat dari jeratan hukum kalau adanya dugaan mereka secara
berjemaah untuk memperkaya diri sendiri dengan mengkaut uang perusahaan itu tidak
dilakukan audit kepada mereka," tandasnya.