Penerbit
Dilarang memperbanyak, mencetak, menerbitkan
sebagian maupun seluruh buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Ketentuan Pidana
Kutipan Pasal 72 Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
FILSAFAT ILMU
Penulis : IMRON, S.Ag., M.A
Layout : Nyimas Amrina Rosyada
Desain Cover : Ismoko
ii
KATA PENGANTAR
Penulis,
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
v
PENDAHULUAN
1
Muchsin, Ikhtisar Materi Pokok Filsafat Hokum, STIH”IBLAM”,
Surabaya, 2004, cet ke-1, hal 3.
2
Amsal Bakhtiar, Fisafat Ilmu, Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 4.
3
Muchsin, Ikhtisar ………………………………………………., hal 5.
vi
pengetahuan yang ingin mengetahui segala sesuatu secara mendalam.
Kedua, istilah filsafat digunakan untuk menamakan sebuah hasil
karya.Hasil karya yang mendalam dari Plato disebut filsafat Plato,
pengetahuan mendalam dari Ibn Rusyd disebut filsafat Ibn Rusyd,
begitu selanjutnya.Ketiga, istilah filsafat digunakan untuk menunjuk
nama suatu keyakinan. Mulder, misalnya pernah mendefinisikan
filsafat sebagai sikap terhadap perjuangan hidup. Keempat, istilah
filsafat digunakan untuk memberi nama suatu usaha untuk
menemukan pengetahuan yang mendalam tentang sesuatu,
sebagaimana definisi yang dikemukakan Langeveld bahwa filsafat
adalah kegiatan berfilsafat. Atau menurut Runes, filsafat adalah usaha
mencari kebenaran, dan kebenaran itu sendiri adalah filsafat.Kelima,
yang paling dahulu kita kenal, istilah filsafat digunakan untuk
menamakan orang yang cinta pada kebijakan dan ia berusaha
mencapainya. Di sini perkataan “ia filosof” berarti ia pencinta dan
pencari kebijakan. Masih ada lagi penggunaan kata filsafat selain itu,
kita sering mendengar orang mengatakan “Ah, kau itu
berfilsafat”.Maksudnya ialah orang yang suka berbelit-belit dalam
menguraikan sesuatu.Perkataan berfilsafat dalam hal ini dalam
pengertian yang negatif4.
Seseorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang
berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang.Dia ingin
mengetahui hakikat dirinya dalam kemestaan galaksi.Atau seorang
yang berdiri di puncak tinggi memandang lembah di bawahnya. 5Jadi
jika di telaah lebih mendalam, karakteristik berpikir filsafat memiliki
tiga sifat yang pokok, yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif.
Sifat menyeluruh mengandung arti bahwa cara berpikir filsafat tidaklah
sempit (fragmentaris atau sektoral), tetapi selalu melihat persoalan dari
tiap sudut yang ada. Sifat mendasar artinya bahwa untuk dapat
menganalisa tiap sudut persoalan perlu dianalisis secara
mendalam.Sedangkan sifat spekulatif maksudnya bukan menganalisa
4
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra
(edisi kesepuluh). PT. Remaja Rosdakarya , Bandung, 2000, hal 13.
5
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Sinar
Harapan, Jakarta, 1984, Hal 20.
vii
suatu persoalan dengan untung-untungan tetapi harus memiliki dasar-
dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah6.
Harun Nasution berpendapat bahwa istilah fisafat berasal dari
bahasa Arab, karena orang Arab lebih dulu datang dan sekaligus
mempengaruhi bahasa Indonesia daripada orang dari bahasa inggris.
Oleh karena itu dia konsisten menggunakan kata falsafat, bukan
filsafat.Buku-bukunya mengenai filsafat di tulis dengan falsafat,
seperti falsafat agama dan falsafat dan mistisisme dalam
Islam.7Kendati istilah filsafatyang lebih tepat adalah falsafatyang
berasal dari bahasa Arab, kata filsafat sebenarnya bisa di terima dalam
bahasa Indonesia.Sebab, sebagian kata Arab yang diIndonesiakan
mengalami perubahan dalam huruf vokalnya, seperti masjid menjadi
mesjid, dan karomah menjadi keramat, karena itu perubahan huruf a
menjadi i dalam falsafah bisa di tolelir.Lagi pula dalam kamus bahasa
Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang di maksud, yaitu
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat
segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut
kalangan filosof adalah:
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik
serta lengkap seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta
nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan
sumbernya, hakikatnya, dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-
pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa
yang Anda katakana dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat.8
Pengertiam Filsafat secara terminologi sangat beragam, baik
dalam ungkapan maupun titik tekanannya. Bahwa, Moh. Hatta dan
Langeveld mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu di berikan
6
Ibid, hal 7.
7
Amsal Bakhtiar, Fisafat……………………………………….., hal 5.
8
Ibid, Hal 6.
viii
karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam definisinya.Oleh
karena itu, biarkan saja seorang meneliti filsafat terlebih dahulu
kemudian menyimpulkan sendiri.Pendapat ini ada benarnya, sebab
intisari berfilsafat itu terdapat dalam pembahasan bukan pada
definisi.Namun definisi filsafat untuk di jadikan patokan awal di
perlukan untuk memberi arah dan cakupan objek yang dibahas.
ix
x
BAB I
FILSAFAT ILMU DAN DASAR-DASAR ILMU
PENGETAHUAN
A. Sejarah Filsafat
Filsafat pada awalnya lahir dan berkembang
melaluikebudayaan dan peradaban Yunani kuno, lalu abad
penegetahuan, modern sampai abad kontemporer. Bertrand Russell
(1946), dalam bukunya History Of Western Philoshopy, memamparkan
bahwa munculnya filsafat yunani tersebut akibat kemahiran bangsa
Yunani dalam merajut dan menyempurnakan peradaban besar lainnya
pada saat itu seperti Mesir dan Meopotamia. Tesis Rusell juga sejalan
dengan pandangan Van Peursen ketika membagi latar kebudayaan
manusia yang mempunyai tiga ciri, khas yaitu mitis, ontologis , dan
fungsional.
Pada sekitar abad ke-7 SM, di Yunani mulai berkembang suatu
pendekatan yang sama sekali berlainan dibanding masa-masa
sebelumnya, yaitu pendekatan filsafat. Sejak saat itulah orang mulai
mencari jawaban rasional tentang berbagai problem yang dihadapi,
termasuk berbagai masalah mengenai alam semesta. Sejak saat itu pula
peran mitos, legenda, kepercayaan dan agama telah tergantikan oleh
fungsi logos (akal, budi, rasio) dan berkembang sebagi sebuah kazanah
ilmu pengetahuan.
Banyak ahli filsafat memberi kesimpulan bahwa filsof Yunani
pertama yang melahirkan dan mengembangkan pemikiran filsafat
periode awal adalah Thales. Meskipun sebetulnya para filsof Yuanni
yang terbesar lainya masih banyak seperti Socrates, Plato dan
Aristatoles, namun Thales-lah filsof yang pertama kali melahirkan
gagasan-gagasan kritis mengenai semua kehidupan yang katanya
berawal dari air. lalu, tesis tersebut mengundang perdebatan hingga
saat ini dan melahirkan banyak aliran pemikiran, ilmuan, dan pemikir
beasar dunia.
Peristiwa munculnya filsafat di Yunani dipengaruhi oleh
banyak faktor yang mendahului dan seakan-akan mempersiapkan
Filsafat Ilmu | 1
filsafat di Yunani kuno. Dalam hal ini, K. Bertens (1990) menyebutkan
ada tiga faktor, yaitu:
1. Mitos bangsa Yunani. Layaknya bangsa-bangsa besar lainnya,
yunani juga banyak memiliki mitologi. Mitologi tersebut
dianggapsebagai perintis yang mendahului filsafat. 1
2. Kesusastraan Yunani. Dua karya puisi Homeros yang berjudul
Ilyas dan odyssea mempunyai kedudukan istimewa dalam
kesussastraan Yunani. Syair-syair dalam karya tersebut sudah
lama diguanakan sebagai semacam buku pendidikan untuk rakyat
di Yunani. Syair-syair dalam karya tersebut sudah lama digunakan
sebagai semacam buku pendidikan untuk rakyat Yunani.
3. Pengaruh ilmu penegtahuan. Pengaruh ilmu pengetahuan dari
bangsa lain dalam menerima beberapa unsur ilmu penegtahhuan
juga merupakan faktor lainnya. Seperti ilmu ukur dan hitung
sebagian besar dari Mesir. Pengaruh Babilonia dalam ilmu
astronomi di Yunani. Pada masa Yunani inilah di dapatkan ilmu
pengetahuan yang bercorak dan benar-benar ilmiah.
Dalam banyak literatur filsafat mutahir, klasifikasi terhadap
sejarah filsafat Barat dibagi menjadi empat tahap penting Yaitu Filsafat
Klasik, Filsafat Abad Pertengahan, Modern, dan Kontemporer. Di era
filsafat klasik di bagi menjadi dua zaman, yakni: prasocraates dan
zaman keemasan.
B. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dai bahasa Yunani kuno yakni
Philosophia dan Philosopos yang berarti ―orang yang cinta pada
kebijaksanaan‖ atau ―cinta pada pengetahuan‖. Istilah filsafat pertama
kali di gunakan oleh Pytagoras pada abad ke-6 SM. Dalam filsafat
kegiatan mencintai penegtahuan/kebijaksanaan itu dilakukan dengan
cara mempertanyakan sesuatu secara mendasar dan menyeluruh.
Filsafat dipahami, dengan dmikian sebagai upaya terus-menerus
mencari penegtahuan dan kebenaran. Karena itu filsafat dengan
1
_______, Sejarah Lahirnya Filsafat, diakses dari
langitbukanlahdaratan.blogspot.co.id/2009/04/sejarah-lahirnya-filsafat, pada tanggal
7 maret 2018 pukul 10:00
2
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasaik Hingga Kontempore, Jakarta, 2014, Hal:
2-3
3
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasaik Hingga Kontemporer, Jakarta, 2014,
Hal: 2-3
Asmal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2012, Hal: 6-7
Filsafat Ilmu | 3
Definisi Filsafat Mennurut Beberapa Para Ahli
1. Pythagoras (572-497 SM) berpendapat bahwa philos artinya
mereka yang mencintai kesenangan, mereka yang mencintai
kegiatan, dan mereka yang mencintai kebijaksanaan.
Shopiamengandung arti sebagai berikut: kerajinan, kebenaran
pertama, pengetahuan yang luas, kebijakan intelektual,
pertimbangan yang sehat, kecerikan dalam memutuskan hal-hal
praktis. Jadi intinya adalah mencari keutamaan mental (the pursuit
of mental excellence).
2. Plato (427-347 SM) mengatakan bahwa objek filsafat adalah
penemuan kenyataan atau kebenaran absolut (keduanya sama
dalam pandangannya), lewat ―dialektika‖.
3. Aristatoles (384-332 SM) filsafat adalah menyelidiki sebab dan
asas segala terdalam dari wujud.
4
Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2014, Hal: 31-32
Filsafat Ilmu | 5
diselidiki syarat-syarat apiori bagi penegrtian yang sedemikian
rumit dan kompleks.
7. Metode fenomenologis dari husserl,eksistensialisme yakni metode
denngan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction) refleksi
atas fenomena dalam kesadaran sehingga mencapai pengelihatan
hakikat yang murni.
8. Metode dealektis dari Hegel dan Marx, yakni metode yang
digunakan dengan jalan mengikuti dinamika fikiran atau alam
berfikir sendiri, menurut triade tesis, antitesis, dan sintesis sebagai
suatu hakikat kanyataan dicapai.
9. Metode neopositivistis, menurut metode ini bahwa kenyataan
dipahami menurut hakikatnya dengan jalan menggunakan aturan-
aturan seperti berlaku dalam ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10. Metode analitika bahasa sebagaimana yang dikreasikan
witgwnstein. Menetukan ssah tidaknya ucapan Filosofis,
menurutnya bahasa merupakan bola permainan makna
sipemiliknya.5
5
Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2014, Hal: 35-36
6
Asmal Bakhtiar , Filsafat Ilmu, Jakarta. 2012, Hal: 20
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,Jakarta:Pustaka
Sinar Harapan,1970. Hal: 42-43
Prinsip-Prinsip Penalaran
Berbicara mengenai prinsip-prinsip penalaran ada empat
penalaran dimana Tiga prinsip dari Aristatoles dan satu prinsip dari
George Leibniz. Prinsip-prinsip penalaran sebagai berikut:
1. Prinsip Identitas. Prinsip ini di sebut Principium Idrntitas dalam
bahasa Latin. Prinsip ini berpendapat bahwa, ―suatu hal adalah
sama dengan halnya sendiri‖. Sehingga dapat kita pahami ― suatu
yang disebut p sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan
yang lain‖.
2. Prinsip Kontradiksi dalam bahasa latin disebut principium
contradictionis dalam prinsip ini diesebutkan bahwa, ―suatu tidak
dapat sekaligus merupakan hal itu dan bukan hal itu pada waktu
yangbersamaan‖, atau ―suatu pernyataan tidak mungkin
mempunyai nilai benar dan tidak benar pada saat yang sama‖.
Filsafat Ilmu | 7
Dengan kata lain, ―suatu tidaklah mungkin secara bersamaan
merupakaan p dan non –p‖.
3. Prinsip eksklusi tertii didalam bahasa latin disebut principium
exdusi tertii, yakni penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak
adanya kemungkinan ketiga. Prinsip ini berbunyi, ―suatu jika
dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak
ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah‖. Dengan
kata lain, ―suatu x mestilah p atau non-ptidak ada kemungkinan
ketiga‖. Arti dari sifat ini adalah dua sifat yang berlawanan penuh
(secara mutlak) tidak mungkin kedua-duanya dimiliki suatu benda,
mestilah hanya salah satu yang dapat dimilikinya sifat p atau non –
p.
4. Prinsip cukup alasan atau dalam bahasa latin disebut principium
rationis sufficientisyang dikemukakan oleh George Leibniz yang
berbunyi. ―suatu perubahan yang terjadi pada suatu hal tertentu
mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba
berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi‖. Dengan kata lain,
―adanya sesutau itu mestilah mempunyai alasan yang cukup,
demikian pula jika ada perubahan pada keadaan sesuatu‖. (Noor
Ms Bakry, 1983).7
7
H. A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2015, Hal: 119-120
D. Logika
Penalaran merupakan suatu proses berfikir yang membuahkan
pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu
mempunyai dasar kebenaran maka proses berfikir itu harus
dilakukansuatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan dianggap
sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan
dengan cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika,
dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai ―pengkajian
untuk berfikir secara sahih‖.Dalam pearikan kesimpulan penalaran
ilmiah terdapat dua jenis penarikan kesimpulan, yakni logika induktif
dan logika deduktif.Logika induktif erat hubungannya dengan
penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi
kesimpulan yangbersifat umum.Sedangkan logika deduktif menarik
kesimpulan dari yang hal bersifat umum menjadi kasus besifat
individual (khusus).8
Induktif merupakan cara berfikir dengan cara menarik sebuah
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat
individual.
Deduktif adalah cara berfikir yang sebaliknya dari penalaran
induktiif, yakni berfikir dengan cara dari pernyataan yang bersifat
8
A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2015, Hal: 120-121
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,Jakarta:Pustaka
Sinar Harapan.,1970. Hal: 46-49
A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2015, Hal: 126-131
Filsafat Ilmu | 9
umum ditarik kesimpulan di tarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Untuk menarik kesimpulan menggunakan cara deduktif biasanya
menggunakan pola berpikir yang bernama silogismus, yakni penarikan
kesimpulan yang disusun dari dua buah pernyataan dan satu buah
kesimpulan. Pernyataan silogismus biasanya di sebut sebagai premis
dimana kemudian dapat kita bedakan sebagai premis mayor dan premis
minor. Kesimpulan yang dihasilkan merupakan pengetahuan yang
didapat melalui penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut.
E. Sumber Pengetahuan
Proses terbentuknya pengentahuan yang dimiliki oleh manusia
dapat diperoleh melalui pendekatan apriori maupun aposteriori.
Pengetahuan yang di dapat melalui pendekatan apriori
pengetahuanyang diperoleh tanpa melalui proses pengalaman, baik
pengalaman yang besumber dari pancaindra maupun pengalman batin
atau jiwa. Sebaliknya, pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan
aposteriori adalah pengetahuan yang diperolehnya melalui informasi
dari orang lain atau pengalaman yang telah ada sebelumnya.
Sumber pengetahuan sendiri didapat dari logika deduktif dan
induktif seperti yang telah dijelaskan sebeelumnya dimana terdapat
proses penalaran yang dibangun berdasarkan premis-premis yang
berupa pengatahuan yang benar. Ada juga pendapat yang mengatakan
bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh
manusia.
Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar pada dasarnya
ada dua sumber utama yang perlu diketaui oleh setiiap manusia,
yaitu berdasarkan rasio dan pengalaman manusia. Pengetahuanyang
diperoleh melalui sumber rasio, kebenarannya hanya didasarkan
pada kebenaran akan pikiran semata, pendapat ini dikembangkan
oleh para rasionalis, sedangkan orang yang menganut paham ini
disebut dengan istilah kaum rasionlisme. Sebaliknya, orang yang
berpendapat bahwa sumber pengetahuan diperoleh dari pengalaman,
kebenaran pengetahuan hannya didasarkan pada fakta-fakta yang
ada di lapangan, sedangkan orang menganut paham ini disebut
kaum epirisitme.
F. Kriteria Kebenaran
Menurut Randall dan Bucher benar pada dasarnya adalah
persesuaian antara pikiran dan kenyataaan. Contohnya kita mengakui
kebenaran dari proposisi-proposisi berikut: Bumi bergerak
mengelilingi Matahari, Napoleon adalah panglima perang yang ulung,
besi lebih berat dari air. Untuk menentukan kebenaran suatu
pengetahuan ada tiga teori yang dapat dijadikan sebagai kriteria, yaitu:
1. Teori kebenaran yang didasarkan pada teori koherensi secara
sederhana dapat disimpulkan bahwa suatu proposisi(pernyataan)
dianggap benar bila mana kenyataan tresebut bersifat koheren atau
konsisten atau saling berhubungan dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar.
2. Teori kebenaran yang didasarkan pada teori korespondnsi, dimana
penggagas utamanya adalah Bernard Russell (1872-1970). Bagi
penganut teori korespondensi ini,maka suatu pernyataan dikatakan
benar bila materi pengetahuan yang dikandung pernyataan tersebut
salingberkesesuaian dengan objek yang dituju oleh pernyataan
tersebut
3. Teori kebenaran yang didasarkan pada teori pragmatisme. Teori
ini dicetuskan oleh Peirce (1839-1914) teori ini menyatakan
bahwa kebenaran suatu pernyataan diukur dengan dengan kriteria
apakah pernyataan tersebut berfilsafat fungsional dalam kehidupan
praktis.
Filsafat Ilmu | 11
pengetahuan yang benar pada mulanya diperoleh melalui cara
nonilmiah dibanding dengan cara ilmiah, hal ini disebabkan oleh
keterbatasan daya pikir manusia.9
a. Cara Penemuan Kebenaran Nonilmiah
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan manusia untuk
memperoleh kebenran melalui cara nonilmiah, diantaranya adalah:
1. Akal sehat
2. Prasangka
3. Pendekatan intuisi
4. Penemuan kebetulan dan coba-coba
5. Pendekatan otoritas ilmiah dan pikiran kritis
b. Cara Penemuan Kebenaran Ilmiah
Untuk menemukan kebenaran melalui cara ilmiah dapat dilakukan
beberapa cara berikut ini:
1. Skeptik
2. Analitik
3. Kritis10
9
A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2015, Hal: 133-134
10
A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2015, Hal: 137-141
A. Definisi Ontologi
Kata ontologi berasal dari perkatan Yunani: On = being dan
Logos = logis. Jadi Ontologi adalah The theory of being qua being
(teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Menurut istilah,
ontologi ialah ilmu membahas tentang hakikat yang ada yang
merupakan ultimate realitybaik yang berbentuk jasmani/konkret
maupun rohani/abstrak.11Ontologi itu suatu cabang filsafat yang
membicarakan tentang hakikat ilmu pengetahuan. 12 . Hakikat adalah
realitas; realita adalah ke-real-an , Riil artinya kenyataan yang
sebenarnya. ; jadi, hakikat adalah kenyataan sebenarnya, keadaan
sebenarnya sesuatu bukan keadaan yang sementara atau keadaan yang
menipu bukan keadaan yang berupa13
Menurut asumsi atau paradigma beberapa ahli, Noeng
Muhadjir (2011) menjelaskan bahwa ontologi itu ilmu yang
membicarakan the being; yang dibahas ontologi hakikat
realitas.Heidegger (1981) mengatakan, istilah ontologi pertama kali
diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada 1936 M. untuk menemani
hakikat yang ada bersifat metafisis. menurut Jujun S. Suriasumantri
dalam buku Pengantar Ilmu dalam Perspektif mengatakan, ontologi
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu ,
atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai tori tentang
―ada‖. Sementara itu, A Dardiri dalam buku Humaniora, Filsafat dan
Logika mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa
yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas
dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal
universal, abstraksi ) dapat dikatakan ada ; dalam kerangka tradisional
ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari
11
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu,( Jakarta : Raja Grafindo, 2011) cet. 1-10, hlm. 134
12
Muchtar Latif, Orientasi ke arah pemahaman Filsafat Ilmu ( Jakarta : Prenemadia
Group ) cet. 1, hlm 173
13
Imron, Filsafat Umum, (Palembang : Noer Fikri Ofset, 2017) cet. 2, hlm. 90
Filsafat Ilmu | 13
hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi
dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada. Menurut Sidi Gazalba
dalam buku nya Sistematika Filsafat mengatakan, ontologi
mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan.sedangkan
menurut Amsal Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Agama I mengatakan
ontologi berasal dari kata ontos = sesuatu yang berwujud, ontologi
adalah teori/ilmu tentang wujud tentang hakikat yang ada. Ontologi
tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika
semata-mata.14
14
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hlm. 134
15
Ibid., hlm. 135
16
Ibid. hlm. 136
17
Ibid., hlm. 137
Filsafat Ilmu | 15
atom yang banyak jumlahnya.tak dapat dihitung dan amat halus.
Atom-atom inilah yang merupakan asal kejadian alam.
Ada beberapa alasan mengapa aliran ini dapat berkembang.
Pada pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat
diraba biasanya dijadikan kebenaran terakhir. Pikiran yang masih
sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang, yang
abstrak
Penemuan-penemuan menunjukkan betap bergantungnya jiwa
pada badan. Maka peristiwa jiwa selalu dilhat sebagai peristiwa
jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa itu.
Dalam sejarah manusia memang bergantung pada benda (Tafsir
Ahmad, 2010 ; 28-31)
b. Aliran Idealisme
Idealisme adalah serba cita sedang spiritualisme berarti sebuah
ruh.Idealisme di ambil dari kata ―idea‖ yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa.Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka
ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu
sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.Materi atau zat itu
hanyalah suatu jenis dari penjelmaan ruhani.18
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah
ruhani, spirit atau sebangsanya adalah :
Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari
materi bagi kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat
yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya, bayangan
atau penjelmaan saja.
Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar
dirinya.
Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang Benda tidak
ada, yang ada energi itu saja.19
Dalam Perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran Plato
(428-348 SM) dengan teori idenya.Menurutnya tiap-tiap yang ada di
alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap
sesuatu.maksudnya alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah
18
Ibid., hlm. 138
19
Ibid., hlm. 139
20
Ibid., hlm 143
21
Ibid., hlm. 144
Filsafat Ilmu | 17
Pluralisme dalam Dictionary of Philoshophy and Religion dikatakan
sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun
dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas, Tokoh aliran ini
pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang
menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4
unsur, yaitu tanah, air, api dan udara.
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910
M).Kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan
filosof Amerika. Dalam buku nya The Meaning of Truth, James
mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum,
yang bersifat tetap yang, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang
mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dari segi segala yang
kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa
berubah, karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat
dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada
kebenaran yang mutlak yang ada kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang
benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali
dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari
banyak kawasan yang berdiri sendiri.Dunia bukanlah suatu universum,
melainkan suatu multi-versum.Dunia adalah suatu yang terdiri dari
banyak hal yang beraneka ragam, atau pluralis.22
4. Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin yang berarti nothing atau
tidak ada.Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang
positif.Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam
novelnya Father and Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di
Rusia. Dalam novel itu Bazarov sebagai tokoh sentral mengatakan
lemahnya lemahnya kutukan ketia ia menerima ide nihilisme.
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak
zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM)
yang memberikan tiga proporsi tentang realitas. Pertama, Realitas itu
sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, tidak dapat
diketahui.Ini disebabkan oleh penginderaan itu sumber ilusi.Akal juga
tidak mampu meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini karena
22
Ibid., hlm. 145
23
Ibid., hlm. 146
Filsafat Ilmu | 19
asli.Kegagalan dan keruntuhan itu mewujudkan tulisan sandi (Chiffre)
sempurna dari ―ada‖. Di dalam kegagalan dan keruntuhan itu orang
mengalami ―ada‖, mengalami transenden(sangat penting)24
Jadi agnotisisme adalah paham pengingkaran atau
penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat
benda baik materi maupun ruhani. Aliran ini mirip dengan skeptisme
yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya
mengetahui hakikat. sedangkan kalau agnotisisme lebih dari itu karena
menyerah sama sekali.25
24
Ibid., hlm. 148
25
Ibid.
26
A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, (Jakarta : PT Rineka Cipta), 2015, hlm. 223
A. Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata yunani episteme yang berarti
―pengetahuan‖,‖pengetahuan yang benar‖,‖pengetahuan ilmiah‖,dan
logos berarti teori. Dengan demikian, secara etimologis, epistemologi
dapat diartikan sebagai teori ilmu pengetahuan.Sebagai cabang filsafat,
epistemologi menyelidiki asal, sifat, metode dan bahasan pengetahuan
manusia.Epistemologi juga disebut sebagai teori pengetahuan (theory
of knowledge).27
Dalam rumusan lain disebutkan bahwa epistemologi adalah
cabang filsafat yang mempelajari cara memperoleh
pengetahuan.(Suadrsono, 2008,137). Runes dalam kamusnya (1971)
menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy which
investigastes the orggin, structure, methods and validity of knowlege.
Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah filsafat
pengetahuan karena ia membicarakan hal pengetahuan. Istilah
epistemologi unutk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh
J.F.Ferrier pada tahun 1854, (tafsir ahmad, 2010;23).28
Secara lebih rinci cakupan epistemologi dikemukakan jujun S.
Suria sumantri : bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya
pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya ?hal-hal apa
yang harus diperhatikan agar kita mendapat pengetahuan yang benar ?
apakah yang disebut kebenaran itu dan apa kriterianya? Cara, teknik
dan sarana apa yang membantu kita mendapatkan pengetahuan berupa
ilmu ?
Epistemologi merupakan suatu bidang filsafat nilai yang
mempersoalkan tentang hakikat kebenaran, karena semua pengetahuan
mempersoalkan tentang kebenaran (suparlan suhartono: 118).metode
ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu (Jujun S.Suriasumantri). lebih jauh, epistemologi dapat
27
Jalaluddin.Filsfat ilmu pengetahuan.(jakarta : PT Grafindo persada.2013) hlm 160
28
Imron.Filsafat umum. (Palembang : Noerfikri Offset.2017) hlm 92
Filsafat Ilmu | 21
didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
Secara umum epistemologi adalah cabang filsafat yang
mengkaji sumber-sumber, watak dan kebenaran pengetahuanIstilah-
istilah lain yang setara maksudnya dengan ‗epistemology‘ dalam
berbagai kepustakaan filsafat kadang-kadang disebut juga logika
material, criteriology, kritik pengetahuan, gnosiology dan dalam
bahasa indonesia lazim diperugunakan istilah ‗filsafat pengetahuan‘.
Epistemologi juga disebut sebagai cabang filsafat yan berurusan
dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian,
dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki.29
1. Sejarah Filsafat Pengetahuan (Epistemologi)
Jujun S.Suriasumantri (2010) mengatakan epistemologi
merupakan cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan. Littlejohn
(2005) mengatakan sebagai satu komponen dalam filsafat ilmu,
epistemologi difokuskan pada telaah tentang bagaimana cara ilmu
pengetahuan memperoleh kebenarannya, atau bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan yang benar,atau bagaimana seorang itu tahu
apa yang mereka ketahui.30
Bila ditinjau menurut sejarah epistemologi, maka terlihat
adanya suatu kecenderungan yang jelas mengenai bagaimana riwayat
cara-cara menemukan kebenaran (pengetahuan), kendatipun riwayat
dimaksud memperlihatkan adanya banyak kekacauaun perspektif yang
posisinya saling bertentangan.
Kerelativitasan pengetahuan tersebut berkembang secara terus
menerus atau berevolusi, dan pengetahuan secara aktif campur tangan
terhadap the worl dan subyek maupun obyeknya. Menurut plato,
pengetahuan yaitu suatu kesadaran mutlak, universal ideas of forms,
kesadaran bebas suatu subjek yang perlu dipahami. Sementara itu,
pemikiran muridnya aristolteles lebih menaruh penekanan metode
logika dan empiris bagi upaya penghimpunan pengetahuan, dia masih
29
Surajiyo. Filsafat ilmu dan perkembangannya di indonesia. (jakarta: PT Bumi
Aksara. 2007) hlm 24
30
Latif,muchtar. Orientasi ke arah pemahaman filsafat ilmu. (jakarta : Prenadamedia
Group. 2013) hlm 192-196
Filsafat Ilmu | 23
konstruktivism individual (individual contructivism) dan kedua yaitu,
konstruktivism sosial (social construstivism).
Pengkonstruksian itu merupakan suatu proses yang terus
berkelanjutan pada tingkatan yang berbeda, baik secara biologis
maupun psikologis atau sosial. Pengkonstruksian terjadi melalui
variasi potongan pengetahuan, dan retensi selektif kombinasi baru dna
mereka yang entah bagaimana berkonstruktibusi untuk kelangsungan
hidup reproduksi dan subjek didlaam lingkungan mereka.
Pendekatan konstruktivis sangat menutup diri atas pengetahuan
yang merupakan hasil konstruksi indvidu atau masyarakat, maka kita
telah bergerak kependekatan memetik, yakni pendekatan yang melihat
masyarakat dan individu yang dihasilkan oleh pengkonstruksian
melalui suatu proses evolusi yang terus-menerus san fragmantasi
independen pengetahuan yang berkompetisi demi dominasi. Dan
riwayat singkat tentang cara-cara menemukan kebenaran (pengetauan)
sebelumnya, kiranya memberikan gambaran bahwa melalui
argumentasinya masing-masing, kalang ilmuwan tidak memiliki cara
yang sama dalam upayanya menemukan kebenaran pada objek ilmu.
Asal usul pengetahuan termasuk hal yang sangat penting dalam
epistemologi. Untuk mendapatkan dari mana pengetahuan itu muncul
(berasal) bisa dilihat pula dari aliran-aliran dalam pengetahuan, dan
bisa dengan cara metode ilmiah serta dari sarana berpikir ilmiah.
Dimulai pada zaman Yunani kuno, ketika orang mulai
mempertanyakan secara sadar mengenai pengetahuan dan
merasakan bahwa pengetahuan merupakan faktor yang amat penting
yang dapat menentukan hidup dan kehidupan manusia.Zaman
Romawi tidak begitu banyak menunjukkan perkembangan
pemikiran mendasar sistematik mengenai pengetahuan.Hal itu
terjadi karena alam pikiran Romawi adalah alam pikiran yang
sifatnya lebih pragmatis dan ideologis. Masuknya agama Nasrani ke
Eropa memacu perkembangan epistemologi lebih lanjut, dari sinilah
tumbuh Rasionalisme, Empirisme, Idelisme, dan Positivisme yang
kesemuanya memberikan perhatian yang amat besar terhadap
problem pengetahuan.
31
Surajiyo. Filsafat ilmu dan perkembangannya diindonesia (jakrta : PT Bumi
Aksara.2007) hlm 33-35
32
Bachtiar,amsal. Filsafat ilmu. (jakarta : PT Rajagrafindo Persada.2004) hlm 104
Filsafat Ilmu | 25
kebenaran daripada dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas pertama yang
pasti.Metode yang diterapkan adalah deduktif.Teladan yang
dikemukakan adalah ilmu pasti. Filsufnya antara lain Rene Descartes,
B.Spinoza, dan leibniz.
Aliran rasionalisme ada dua macam yaitu dalam bidang agama
dan dalam bidang filsafat.Jika hanya rasio yaitu andalan rasionalisme
maka pengetahuan yang diperoleh ialah pengetahuan
filsafat.Penetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tanpa
dukunga data empiris.Jadi, pengetahuan filsafat ialah pengetahuan
yang logis.
b. Empirisme
Kata empiris berasal dari kata yunani empieriskosyang berasal
dari kata empiria, yang artinya pengalaman.Menurut aliran ini manusia
memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya.Dan bila
dikembalikan kepada kata yunaninya, pengalaman yang dimaksud
ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin karena manusia
menyentuhnya, gula manis karena manusia mencicipinya.
Aliran ini berpendapat, bahwa empiris atau pengalamanlah
yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman yang bantiniah
maupun yang lahiriah. Filsuf empirisme antara lain john locke, david
hume, william james. David hume termasuk dalam empirisme radikal
menyatakan bahwa ide-ide dapat dikembalikan pada sensasi-sensasi
(rangsang indra). William james menyatakan bahwa pernyataan
tentang fakta adalah hubungan diantara benda, sama banyaknya
dengan pengalaman khusus yang diperoleh secara langsung dengan
indra.
John lock (1632-1704), bapak aliran ini pada zaman modern
mengemukakan teori tabula rasa yang secara bahasa berati meja lilin.
Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari
pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu,
lantas ia memiliki pengetahuan. Sesuatu yang tidak diamati dengan
indra bukanlah pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman indera
itulah sumber pengetahuan yang benar.
Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran
ini adalah metode eksperimen.Kesimpulannya bahwa aliran empirisme
Filsafat Ilmu | 27
atau timbangan misalnya kiloan .Dan dari itulah kemajuan sains benar
benar dimulai.
Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh bukti
empirisnya. Dan alat bantu itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi,
pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri
sendiri.Aliran ini menyempurnakan empirisme dan rasionalisme.
Menurut auguste comte, perkembangan pemikiran manusia
berlangsung dari tiga tahap atau tiga zaman, yaitu zaman teologis,
zaman metafisis dan zaman ilmiah atau zaman positif.
1) Pada zaman atau tahap teologis orang mengarahakan rohnya
kepada hakikat ‗batiniah‘ segala sesuatu kepada ‗sebab pertama‘
dan tujuan terakhir segala sesuatu. Jadi, orang masih percaya
kepada kemungkinan adanya pengetahuan atau pengenalan yang
mutlak. Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi tiga tahap yaitu, a.
Tahap yang paling bersahaja atau primitif ketika orang
menganggap bahwa segala benda berjiwa (animisme), b.tahap
ketika orang menurunkan kelompok hal-hal tertentu masing-
masing diturunkannya dari sesuatu kekuatan adikidrati, yang
melatarbelakanginya sedemikian rupa sehingga tiap kawasan
gejala memiliki dewa-dewanya sendiri (politeisme),c. Tahap yang
tertinggi, ketika orang mengganti dewa yang bermacam-macam
itu dengan satu tokoh tertinggi, yaitu dalam monoteisme.
2) Zaman yang kedua, yaitu zaman metafisika, sebenarnya hanya
mewujudkan sautu perubahan saja dari zaman teologis.
3) Zaman positif adalah zaman ketika orang tahu, bahwa tiada
gunanya untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan
yang mutlak, pengenalan teologis maupun pengenalan metafisis.
Sekarang ini orang berusaha menemukan hukum-hukum
kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah
dikenal atau disajikan kepadanya, yaitu dengan pengamatan dan
dengan memakai akalnya.
Filsafat Ilmu | 29
fakta tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka
dinyatakan bahwa hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh
fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis itu tidak terbukti,
maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita kembali
mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis
tertentu yang didukung oleh fakta.
6) Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah hipotesis yang telah
terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru dan
diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis
tersebut sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu
teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis
megnenai suatu gejala tertentu. Pengetahuan ini dapat kita
gunakan untuk penelaahan selanjutnya, yakni sebagai premis
dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang lainnya.
Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi
dalam suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka
mendapakan teori ilmiah tersebut.
Filsafat Ilmu | 31
32 | Imron, S,Ag., M.A
BAB IV
Aksiologi
33
Jalaludin, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 162.
34
Imron, Filsafat Umum( Palembang : Noer Fikri Offset, 2017), hlm. 108.
35
Ibid, hlm. 162.
Filsafat Ilmu | 33
Sebagai contoh, musim hujan yang berkepanjangan akan
mendatangkan banjir. Hasil observasi dari pengalaman berulang-ulang
ini membawa pada kesimpulan tentang gejala alam ini.Berdasarkan
kesimpulan tadi selanjutnya dapat diprediksi kapan musim hujan
terjadi, dan dapat mengakibatan banjir.Selanjutnya melalui
pengalaman diketahui pula bahwa air selalu mengalir ketempat yang
rendah.Atas dasar pemahaman ini maka dibuat saluran.Melalui saluran
tersebut luapan air akhirya dapat diatasi.Gejala alam berupa banjir
dapat dikuasai.Lebih dari itu dengan bantuan ilmu pengetahuan itu,
luapan air dapat dimanfaatkan.Ilmu pengetahuan tetang air ini ternyata
sudah lama dikenal oleh manusia.Bahkan memasuki abad ke-20
kemampuan manusia merekayasa air telah melahirkan sedikitnya 20
cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan langsung dengan air, atau
hydrolicsciences.36
Memurut Bramel, aksiologi terbagi menjadi tiga bagian diantaranya
adalah37:
a) Moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ni melahirkan
disiplin khusus yaitu etika.
a) Esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini
melahirkan keindahan.
b) Socio-politcal life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan
melahirkan filsafat social politik.
1. Nilai dan Kegunaan Ilmu Aksiologi
Dalam encyklopediaofphilosophy dijelaskan aksiologi disamakan
dengan ― Valu and Valuation‖:
a) Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, dalam pengertian
yang lebih sempit seperti baik, menarik, dan bagus. Sedangkan
dalam pegertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan
segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. 38
Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli
untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai
lawan dari suatu yang lain dan ia berbeda dengan fakta. Teori
36
Jalaludin, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 162-
163.
37
Imron, Filsafat Umum (Palembang : Noer Fikri Offset, 2017), hlm. 108.
38
Ibid hlm 108-109.
39
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 164.
40
Imron, Filsafat Umum (Palembang : Noer Fikri Offset, 2017), hlm. 108.
41
Ibid, hlm.109.
Filsafat Ilmu | 35
dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau
manusia-manusia yang lain. Seperti ungkapan ―ia bersifat etis
atau ia seorang yang jujur atau pembunuhan merupakan sesuatu
yang tindak susila‖.42
Dihadapkan dengan masalah moral dalam akses ilmu dan
teknologi yang bersifat merusak,para ilmuan terbagi ke dalam
dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat bahwa
ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara
ontologymaupun aksiologis. Dalam hal ini ilmuan hanyalah
menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk
mempergunakannya, apakah akan dipergunakan untuk tujuan
yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Golongan ini ingin
meanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total, seperti pada
waktu era Galileo.Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas
ilu terhadap nilai-niali hanyalah terbatas pada metafisik
keilmuan, sedangkan dalam penggunaanya haruslah
berlandaskan nilai-nilai moral. Golongan kedua mendasarkan
pendapatnya pada beberapa hal, yakni 43 :
a) Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh
manusia,yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia
yang mempergunaan teknologi-teknoogi keilmuan.
b) Ilmu telah berkembang pesat dan makin esoteric hingga kaum
ilmuan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin
terjadi bila terjadi penyalahgunaan.
c) Ilmu telah berkembang sedemikian rupa dimana terdapat
kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan
kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi
genetika dan teknik perbuatan sosial.44
Menurut Max Scheler, nilai-nilai itu terbangun dalam empat
peringkat yakni45:
42
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 165.
43
Ibid hlm. 169.
44
Ibid hlm. 169-170.
45
Jalaludin, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 162.
46
Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2004), hlm. 231.
Filsafat Ilmu | 37
melalui pola-pola yang teratur namun juga segenap materi yang
menjadi bahan pemikiranya dikaji dengan teliti.Disinilah kelebihan
seorang ilmuan dibandingkan dengan cara berfikir orang awam.48
Ilmu merupakan hasil karya seseorang ilmuan yang
dikomunikasikan dan dikaji secara luas. Jika hasil karyanya itu
memenuhi syarat-syarat keilmuan, maka karya ilmiah itu akan menjadi
ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat luas. Maka jelaslah,
jika ilmuan memiliki tanggung jawab yang besar bukan saja karena ia
merupakan warga masyarakat, melaikan karena ia juga memiliki fungsi
tertentu dalam masyarakat. Fungsinya selaku ilmuan tidak hanya
sebatas penelitian bidang keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas
hasil penelitianya agar dapat digunakan oleh masyarakat.
Tanggung jawab sosial lainya dari seorang ilmuan adalah
dalam bidang etika.Dalam bidang etika ilmuan harus memosisikan
dirinya sebagai pemberi contoh.Seorang ilmuan haruslah bersifat
obejktif, terbuka, menerima kritik dan pendapat orang lain, kukuh
dalam pendirianya, dan berani mengakui kesalahannya. Semua sifat ini
beserta sifat lainya merupaakan implikasi etis dari berbagai proses
penemuan ilmiah. Semua ilmuan pada hakikatnya adalah seorang
mansuia yang terbiasa berpikir dengan teratur dan teliti.Seorang
ilmuan tidak menolak atau menerima sesuatu secara begitu saja tanpa
pemikiran yang cermat. Disinilah kelebihan seorang ilmuan
dibandinkan dengan cara berfikir orang awam. Kelebihan seorag
ilmuan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah yang
menyebebkan ia mempunyai tanggung jawab sosial. Dia mesti
berbicara kepada masyarakat sekiranya ia mengetahui cara berpikir
mereka keliru, dan apa yang membuat mereka keliru, dan yang lebih
penting lagi harga apa yang harus dibayar untuk kekeliruan itu. Sudah
seharusnya pula terdapat dalam diri seorang ilmuan sebagai suatu
tauladan dalam masyarakat.49
Tugas seorang ilmuan harus menjelaskan hasil penlitianya
sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologis yang tepat.
Seorang ilmuan secara moral tidak akan membiarkan hasil penelitianya
48
Ibid, hlm. 242.
49
Jujun S. Suria sumantri, filsafat ilmu (Jakarta: Sinar Harapan,2000), hlm. 244-255
50
Surajiyo, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2012), hlm. 152.
51
Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2004), hlm. 243-245.
Filsafat Ilmu | 39
40 | Imron, S,Ag., M.A
BAB V
PENGETAHUAN SAINS
52
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu, Jakarta: RajawaliPers, 2014. Hlm.63
53
Ibid, Hlm.64
Filsafat Ilmu | 41
aplikasi, kontrol yang memberikan makna pada dunia yang
faktual54.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia sains berarti:
a. Ilmuteratur (sistematis) yang dapat diuji kebenarannya
b. Ilmu yang berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata (fisika,
kimia, dan biologi)
Sains adalah gambaran yang lengkap dan konsisten tentang
berbagai fakta pengalaman dalam suatu hubungan yang mungkin
paling sederhana (simple possible terms).Sains dalam hal ini
merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan
yang dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk
menggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi
di alam55.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi
manusia.Karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan
manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan
merupakan kenyataaan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban
manusia sangat berhutang kepada ilmu. Singkatnya ilmu merupakan
saran untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. 56
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang
kemudian akan diterapkan pada masyarakat.
54
Ibid
55
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu, Jakarta: RajawaliPers, 2014. Hlm.64.
56
Imron, Filsafat Umum, Palembang:Noer Fikri Offset, 2017. Hlm.109.
57
Rosita Baiti, Dimensi-Dimensi Filsafat Ilmu, Palembang: GrafikaTelindo
Press,2017. Hlm. 110.
58
Imron, Filsafat Umum, Palembang:NoerFikri Offset, 2017. Hlm.109.
Filsafat Ilmu | 43
pengalaman.Pengetahuan yang berupa pengalaman terdiri atas
penyusunan dan pengaturan kesan-kesan yang bermacam-macam.59
Kelemahan aliran ini cukup banyak.Kelemahan pertama
ialah indera terbatas.Misalnya benda yang jauh kelihatan
kecil.Apakah benda itu kecil?Tidak. Keterbatasan kemampuan
indera ini dapat melaporkan objek tidak, sebagaimana adanya dari
sini akan terbentuk pengetahuan yang salah. Kelemahan kedua ialah
indera menipu. Pada orang yang sakit malaria, gula rasanya pahit,
udara panas dirasakan dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan
empiris yang salah juga. Kelemahan ketiga ialah objek yang
meniru, contohnya ilusi, fatamorgana.Kelemahan keempat berasal
dari indera dan objek sekaligus.
Dalam hal ini indera (mata) tidak mampu melihat seekor
kerbau secara keseluruhan, dan kerbau itu juga tidakdapat
melihatkan badannya secara keseluruhan.Kesimpulannya
ilahempirisme lemah karena keterbatasan indera manusia.Oleh
karena itu, muncul aliran rasionalisme.60
b. AliranTeori Rasionalisme
Menurut Rene Descartes (1586-1650) aliran ini mengajarkan
bahwa melalui akalnya manusia dapat memperoleh
pengetahuan.Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan
akal61.Rene Descartes (1586-1650) ahli dalam ilmu alam, ilmu
hukum, dan ilmu kedokteran.Ia menyatakan, bahwa ilmu
pengtahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu
orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode
yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah
apa yang jelas dan terpilah-pilah (clear and distinctively). Ilmu
pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti karena ilmu pasti
dapat dijadikan model cara mengenal secara dinamis. Rene
descartes yang mnedirikan aliran rasionalisme ini berpendapat
bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal.62
59
Rosita Baiti, Dimensi-Dimensi Filsafat Ilmu, Palembang: GrafikaTelindo
Press,2017. Hlm.110-111.
60
Imron, Filsafat Umum, Palembang:NoerFikri Offset, 2017. Hlm. 93-94.
61
Ibid. Hlm.110.
62
Ibid. Hlm. 94-95.
63
Imron, Filsafat Umum, Palembang:NoerFikri Offset, 2017. Hlm. 95-96.
Filsafat Ilmu | 45
dengan empiris adalah positivisme tidak menerima sumber
pengatahuan melalui pengalaman batin niah, tetapi hanyal
mengandalkan fakta-fakta yang ada.64
Menurut August Comte (1798-1857) aliran ini lahir sebagai
penyimbang pertentangan yang terjadi antara aliran empiris medan
rasionalisme. Aliran positivisme berusaha menyempurnakan dua
aliran diatas dengan mengeksperimen suatu bahan yang diuji.
Comte juga berpendapat bahwa indera sangat penting dalam
memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu
dan diperkuat dengan eksperimen65.
Positivisme berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang
faktual dan yang positif. Apa yang kita ketahui secara positif adalah
segala yang tampak, segala gejala. Tokoh positivisme adalah
auguste comte. Misalnya untuk mengukur jarak kita harus
menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat
menggunakan neraca atau timbangan misalnya kiloan .Dan dari
itulah kemajuan sains benar benar dimulai.
Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh
bukti empirisnya. Dan alat bantu itulah bagian dari aliran
positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme bukanlah suatu
aliran yang dapat berdiri sendiri.Aliran ini menyempurnakan
empirisme dan rasionalisme. Menurut auguste comte,
perkembangan pemikiran manusia berlangsung dari tiga tahap
atau tiga zaman, yaitu zaman teologis, zaman metafisis dan
zaman ilmiah atau zaman positif.
1) Pada zaman atau tahap teologis orang mengarahakan rohnya
kepada hakikat ‗batiniah‘ segala sesuatu kepada ‗sebab pertama‘
dan tujuan terakhir segala sesuatu. Jadi, orang masih percaya
kepada kemungkinan adanya pengetahuan atau pengenalan yang
mutlak. Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi tiga tahap yaitu : a.
Tahap yang paling bersahaja atau primitif ketika orang
menganggap bahwa segala benda berjiwa (animisme), b.tahap
64
Rosita Baiti, Dimensi-Dimensi Filsafat Ilmu, Palembang: GrafikaTelindo
Press,2017. Hlm. 113.
65
Ibid, Hlm.113
66
Imron, Filsafat Umum, Palembang:NoerFikri Offset, 2017. Hlm.97-98.
Filsafat Ilmu | 47
C. CONTOH PENGETAHUAN SAINS
a. Contoh Pengetahuan Beradarkan empirisme (Pengalaman)
Pengetahuan berdasarkan pengalaman melalui pendekatan
apriori (pengalaman yang sudah baku) dan aposteriori (pengalaman
yang tidak baku)
Contohnya :
1. Pendekatan Apriori pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui
pengalaman. Contohnya dalam rumusan metematika sudah kita
ketahui bahwasannya 1 + 1 = 2. Walaupun kita bertanya kepada
siapa saja rumusan 1 +1 = 2 jawabannya pastilah sama.
Sedangkan :
2. Pendekatan Apriori pengetahuan yang diperoleh melalui
pengalaman.
Contahnya seandainya kita ingin meminta resep nasi goreng
kepada ani dan yani, pasti keduanya memberikan resep yang
berbeda-beda karena apriori bersifat tidak baku dan sesuai
pengetahuan mereka terhadap resep tersebut.
b. Contoh Pengetahuan Berdasarkan Akal Manusia ( Rasionalisme)
Pengetahuan berdasarkan akal manusia ialah menganalisis,
menyimpukan, menilai apakah sesuai benar atau salah.
Contohnya jika seseorang mengatakan bahwa dia sedang berfikir
tentang sesuatu, ini berarti dia sedang membentuk gagasan umum
tentang sesuatu, atau sedang mempertimbangkan (mencari
argumentasi) berkaitan dengan suatu hal.
c. Contoh Pengetahuan Berdasarkan Positivisme
Pengetahuan berdasarkan positivisme ialah menggunakan
metode ilmiah dengan memasukkan eksperimen dan ukuran.
Contohnya air mendidih adalah 100oC, besi mendidih 1000oC dan
yang lainnya misalnya tentang ukuran meter, ton dan seterusnya.
d. Contoh Pengetahuan Berdasarkan Intusionisme
Intusionisme adalah sistem etika yang tidak mengukur baik
atau buruk sesuatu perbuatan berdasarkan hasilnya tetapi
berdasarkan niat dalam melaksanakan perbuatan
tersebut.Contohnya hati bekerja pada wilayah yang tidak bisa di
jangkau oleh akal, yakni pengalaman emosional dan spiritual.
67
Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, Psi, Pengantar Filsafat, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2007), hlm. 81.
68
Amsal Bakhtiar, Ilmu Filsafat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.
212.
Filsafat Ilmu | 49
Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan
yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang
filosofi,tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika. logika
tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan
pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dalam penalaran itu
memiliki dasar kebenaran, maka proses berpikir itu harus dilakukan
suatu cara tertentu hingga memunculkan kesimpulan valid (sahih).
Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan namun untuk
memusatkan tujuan studi kepada penalaran ilmiah, maka penyusun
akan melakukan penelaahan seksama hanya dengan terhadap dua jenis
cara penarikan kesimpulan, yakni logika deduktif dan logika induktif
karena logika dibagi menjadi dua cabang pokok berdasarkan dasar
penalaran dalam berlogika, yaitu logika deduktif dan logika induktif
. 69
1. Logika Deduktif
Logika deduktif, kadang disebut penalaran deduktif adalah
penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen
deduktif.Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari
kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-
premisnya.Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid,
bukan benar atau salah.Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid
jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis
dari premis-premisnya.Penarikan kesimpulan secara deduktif
biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan
silogismus, yang disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan.
Contoh argumen deduktif:
1. Semua Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang semester II
tinggal di Ma'had
2. Ani adalah mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang semester II
3. Ani tinggal di Ma'had
69
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1990 ), hlm. 88.
Filsafat Ilmu | 51
tercantum dalam apa yang dinamakan metode ilmiah. Pendapat lain
mengatakan bahwa metode ilmiah adalah sebuah prosedur yang
digunakan ilmuwan dalam pencarian kebenaran baru. Dilakukan
dengan cara kerjasistematis terhadap pengetahuan baru dan melakukan
peninjauan kembalikepada pengetahuan yang telah ada. Tujuan dari
penggunaan metode ilmiah adalah tuntutan supaya ilmu pengetahuan
bisa terus berkembang seiring perkembangan zaman dan menjawab
tantangan yang dihadapi.
Terdapat perbedaan antara pengertian metode dengan
metodologi. Metodologi bersangkutan dengan jenis, sifat, dan bentuk
umum mengenai cara, aturan dan patokan prosedur jalannya
penyelidikan, yang menggambarkan bagaimana ilmu pengetahuan
harus bekerja. Adapun metode adalah cara kerja dan langkah-langkah
khusus penyelidikan secara sistematik menurut metodologi itu, agar
tercapai suatu tujuan yaitu kebenaran ilmiah. Peter senn dalam
membedakan metode dengan metodologi berpendapat bahwa metode
adalah suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai
langkah-langkah sistematis. Adapun metodologi adalah suatu
pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode
tersebut.
Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat
dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap
dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan
proses logico-hypo-thetico-verivikasi ini pada dasarnya terdiri dari
langkah-langka sebagai berikut :
1. Perumusan Masalah yang merupakan pertanyaan mengenai obyek
empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan
faktor-faktor yang terkait didalamnya.70
2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang
merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang
mungkin terdapat antara berbagai factor yang saling mengkait dan
membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini
disusun secara rasional berdasarkan premis ilmiah yang teruji
70
Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 36.
C. Epistemologi Bayani
Secara etimologi, bayan berarti penjelasan (eksplanasi). Al
Jabiri berdasarkan beberapa makna yang diberikan kamus lisan al Arab
mengartikan sebagai al fashl wa infishal (memisahkan dan terpisah)
dalam kaitannya dengan metodologi dan al dhuhur wa al idhar (jelas
dan penjelasan) berkaitan dengan visi dari metode bayani. 71
Sementara itu, secara terminology bayan mempunyai dua arti (1)
sebagai aturan penafsiran wacana, (2) sebagai syarat-syarat
memproduksi wacana.Berbeda dengan makna etimologi yang telah ada
sejak awal peradaban Islam, makna etimologis ini baru lahir
belakangan, yakni pada masa kodifikasi (tadwin). Bayani adalah
metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash),
secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung artinya
memahiami teks sebagai pengetahuan jadi dan langsung
71
P. Hardono Hadi, Epistemologi (Filsafat Pengetahuan), 1994, Yogyakarta,
Kanisius.
Filsafat Ilmu | 53
Mengaplikasikannya tanpa perlu pemikiran; secara tidak langsung
berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu
tafsir dan penalaran.Meski demikian, hal ini bukan berarti akal atau
rasio bisa bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapi tetap harus
bersandar pada teks. Untuk mendapatkan pengetahuan , epistemologi
bayani menempuh dua jalan. Pertama berpegang pada redaksi teks
dengan menggunakan kaidah bahasa Arab. Kedua, menggunakan
metode qiyas ( analog ) dan inilah prinsip utama epistemologi bayani.
Dalam kajian ushul fikih, qiyas diartikan memberikan
keputusan hokum suatu masalah berdasarkan masalh lain yang telah
ada kepastian hukumnya dalam teks, Karena adanya kesamaan illah.
Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam melakukan qiyas: 1)
Adanya al Ashl yakni nash suci yang memberikan hukum dan dipakai
sebagai ukuran, 2) al far yakni sesuatu yang tidak ada hukumnya
dalam nash ,3) hukum al ashl yakni ketetapn hokum yang diberikan
oleh ashl, 4) illah yakni keadaan tertentu yang dipakai sebagai dasar
ketetapan hokum ashl . Contoh qiyas adalah soal hokum meminum
arak dari qurmah. Arak dari perasan kurma disebut far ( cabang )
karena tidak ada ketentuan hukumnya dalam nash dan ia akan di
qiyaskan dalam khomr . Khamr adalah ashl atau pokok sebab terdapat
dalam teks ( nash ) Dan hukumnya haram, alasanya ( illah ) Karena
memabukkan. Hasilnya, arak adalah haram karena ada persamaan
antara arak dan khamr , yakni sama sama memabukkan.
Menurut jabiri, metode qiyas sebagai cara mendapatkan
pengetahuan dalam epistemologi bayani digunakan dalam 3 aspek
yaitu : 1) qiyas jali , dimana far mempunyai persaolan hokum yang
kuat di banding ashl , 2) qiyas fi makna an nash dimana ashl dan far
mempunyai derajat hokum yang sama, qiyas al kahfi dimana illat ashl
tidak diketahui secara jelas dan hanya menurut perkiraan mujtahid.
Menurut Abd al jabar, seorang pemikir teologi muktazilah, metode
qiyas bayani diatas tidak hanya untuk menggali pengetahuan dari teks
tetapi juga bisa dikembangkan dan digunakan untuk mengungkapkan
persoalan non fisik ( ghoib). 72
72
http://babydee-el-habib.blogspot.com/2012/04/bayani-burhani-irfani.html (Diakses
pada 07 Mei 2018 Jam 21:14).
Filsafat Ilmu | 55
bisa menyamai pengetahuan yang dihasilkan dari metode silogisme
demonstratif.Ia berada dibawah pengetahuan demontratif.
E. Epistemologi Irfani
Kata 'irfan adalah bentuk masdar dari kata 'arafa yang berarti
ma'rifah (ilmu pengetahuan. Kemudian 'irfan lebih dikenal sebagai
terminologi mistik yang secara khusus berarti "ma'rifah" dalam
pengertian "pengetahuan tentang Tuhan]". Kalau ilmu (pengetahuan
eksoterik) yakni pengetahuan yang diperoleh indera dan intelek melalui
istidlal, nazhar, dan burhan, maka 'irfan (pengetahuan esoterik) yaitu
pengetahuan yang diperoleh qalb melalui kasyf, ilham, i'iyan (persepsi
langsung), dan isyra. Aliran-aliran yang beragam dalam dunia Sufisme
atau Irfan memiliki kesatuan pandangan dalam permasalahan yang
esensial dan substansial ini dimana mereka menyatakan bahwa
pencapaian dan penggapaian hakikat segala sesuatu hanya dengan
metode intuisi mistikal dan penitian jalan-jalan pensucian jiwa, bukan
dengan penalaran dan argumentasi rasional, karena hakikat suatu
makrifat dan pengatahuan adalah menyelami dan meraih hakikat segala
sesuatu lewat jalur penyingkapan, penyaksian, intuisi hati, manifestasi-
manifestasi batin, dan penyaksian alam metafisika atau alam nonmateri
dengan mata batin serta penyatuan dengannya73.
Para sufi beranggapan bahwa segala makrifat dan pengetahuan
yang bersumber dari intuisi-intuisi, musyahadah, dan mukasyafah lebih
dekat dengan kebenaran daripada ilmu-ilmu yang digali dari
argumentasi-argumentasi rasional dan akal. Mereka menyatakan
bahwa indra-indra manusia dan fakultas akalnya hanya menyentuh
wilayah lahiriah alam dan manifestasi-manifestasi-Nya, namun
manusia dapat berhubungan secara langsung (immediate) yang bersifat
intuitif dengan hakikat tunggal alam melalui dimensi-dimensi
batiniahnya sendiri dan hal ini akan sangat berpengaruh ketika manusia
telah suci,lepas, dan jauh dari segala bentuk ikatan-ikatan dan
ketergantungan-ketergantungan lahiriah.74
73
Ibid.
74
http://blog.umy.ac.id/aufklarung/2011/11/29/epistimologi-bayani-burhani-dan-
irfani/aufklarung (Diakses 07 Mei 2018 Jam 21:16.)
75
Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, Psi, Pengantar Filsafat, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2007), hlm 145.
Filsafat Ilmu | 57
cemerlang : Marx, Mannheim dan Durkheim. Ketiganya
menekankan peran yang saling memberi akibat dari factor-faktor
social dalam membentuk kepercayaan individu.Marx terkenal
karena menyatakan bahwa kelas social menentukan beragam sikap
intektual.Mereka bertiga mengecualikan kepercayaan yang
dimunculkan oleh matematika dan ilmu alam dari analisis social
mereka.Kepercayaan ilmiah mereka anggap ditentukan secara
rasional dan bukan secara kausal, dan dengan demikian melampaui
pengaruh social dan cultural.Dualism epistemic inilah yang
membedakan periode klasik sosiologi pengetahuan dengan
manifestasinya yang lebih modern.76
76
https://id.wikipedia.org/wiki/Epistemologi_konstruktivis (Diakses 07 Mei 2018
Jam 21:28)
Filsafat Ilmu | 59
60 | Imron, S,Ag., M.A
BAB VII
Filsafat Ilmu dan Kebudayaan
A. Pengertian Ilmu
Menurut Beni Ahmad Saebani (2009), istilah ilmu dalam
bahasa Arab dikenal dengan "ilm" yang artinya memahami, mengerti
atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan kata, ilmu pengetahuan
dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat
berarti mengetahui masalah sosial dan lain sebagainya. Berbeda
dengan ilmu merupakan pengetahuan khusus di mana seseorang
mengetahui apa pengebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan
ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu.Sifat ilmiah sebagai
persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu alam yang telah
ada lebih dahulu. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari
satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar
maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau
mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya.Dalam mengkaji
objek, yang dicari yaitu kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dan
objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif, bukan subjektif
berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.Ilmu
bersifat modis yaitu upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran.
Konsekuenai dari upaya ini yaitu harus terdapat cara tertentu untuk
menjamin kepastian kebenaran.
Metodis berasal dari kata Yunani "metodos" yang berarti cara,
jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan
dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.Ilmu harus terurai dan
terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis, sehingga
membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh,
terpadu, mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut
objeknya.
Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian
sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.Endang Saefuddin
Ashori (2009) memahami, kebenaran yang hendak dicapai dalam ilmu
Filsafat Ilmu | 61
yaitu kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu).
Dalam definisi tersebut, Sudarsono menarik beberapa sifat ilmu yang
menurutnya merupakan kumpulan pengetahuan mengenal suatu bidang
tertentu yang terdiri atas:
1. Berdiri secara satu kesatuan
2. Tersusun secara sistematis
3. Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat
dipertanggungjawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi
fakta dan data)
4. Mendapat legalitas bahwa ilmu itu hasil pengkajian atau riset
5. Communicable, ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga
dapat dimengerti dan dipahami maknanya
6. Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat
berlaku di mana saja dan kapan saja di seluruh alam semesta ini
7. Berkembang, ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan dan
penemuan baru. Sehingga manusia mampu menciptakan
pemikiran yang lebih berkembang dari sebelumnya. Fuad Ikhsan
(2010) memberikan pengertian ilmu adalah suatu cara berpikir
dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan
ilmu merupakan produk dari proses berpikir menurut langkah-
langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berpikir
ilmiah. Pertama logis, yaitu pikiran kita harus konsisten dengan
pengetahuan ilmiah yang telah ada.Kedua, harus didukung fakta
empiris, yaitu telah teruji kebenarannya yang kemudian
memperkaya khazanah pengetahuan ilmiah yang disusun secara
sistematik dan kumulatif.Kebenaran ilmiah tidak bersifat mutlak,
tetapi terbuka bagi koreksi dan penyempurnaan, mungkin saja
pernyataan sekarang logis kemudian bertentangan dengan
pengetahuan ilmiah baru. Dari hakikat berpikir ilmiah itu, dapat
disimpulkan beberapa karaktetistik dari ilmu yaitu:
1. Mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar
2. Atur jalan pikiran yang logis dan konsisten dengan
pengetahuan yang telah ada
3. Pengujian empiris sebagai kriteria kebenaran objektif
77
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati. Filsafat Ilmu. Jakarta:
Perpustakaan Nasional. 1982. hlm 55-56.
Filsafat Ilmu | 63
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa ilmu adalah
seperangkat atu kumpulan pengetahuan yang teratur yang memiliki
prosedur yang sistematis dan memiliki logika atau rasionalitas yang
didukung oleh fakta empiris secara objektif dan teruji kebenarannya
serta berdifat terbuka terhadap kritik. Ilmu memiliki satu norma sebagI
nilai perekat atasnya hal ini dimaksudkan agar ilmu tidak
disalahgunakan dalam penggunaannya bagi pembangun budaya dan
peradaban manusia.
Pada saat kelahirannya ilmu pengetahuan yang identik dengan
filsafat mempunyai corak mitologis di mana segala sesuatu yang ada
dan yang mungkin ada diterangkan.Dilihat dari sudut kedudukan ilmu
pengetahuan secara substantif (dan bukan lagi hanya sekedar sarana
dalam kehidupan umat manusia), secara ekstensif ilmu pengetahuan
telah menyentuh semua sendi dan segi kehidupan. Yang pada
gilirannya akan mengubah budaya manusia secara intensif.
B. Pengertian Kebudayaan.
Filsafat kebudayaan merupakan spektrum yang sangat luas
sebab berhubungan dengan hakikat kebudayaan di mana pelakunya
adalah manusia itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kebudayaan berasal dari istilah budaya yang berarti pikiran, akal budi,
atau adat istiadat, serta sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah
berkembang. Sedangkan kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian,
dan adat istiadat.
Sementara itu menurut dua antropolog, yaitu Kroeber dan
Kluckhon, paling tidak ada enam pemahaman pokok mengenai budaya
yakni:
1. Definisi Deskripsi cenderung melihat budaya sebagai totalitas
komprehensif yang menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus
menunjukkan sejumlah ranah (bidang kajian) yang membentuk
budaya.
2. Definisi Historis cenderung melihat budaya sebagai warisan yang
dialih-turunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya.
78
Endang Daruni Asdi. Filsafat Ilmu. Jakarta: Zaprulkhan. 1991. hlm
359-360.
79
Endang Daruni Asdi. Filsafat Ilmu. Jakarta: Zaprulkhan. 1992. hlm
360-361.
Filsafat Ilmu | 65
Definisi kebudayaan dari para ahli sangat beragam, sehingga
pemilihan definisi kebudayaan yang tepat sangat sukar.Berikut ini
beberapa pengertian kebudayaan dari para ahli.
a. Ki Hajar Dewantoro
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan
manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat
dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan
penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
pada lahirnya bersifat tertib dan damai
b. Sutan Takdir Alisyahbana
Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa kebudayaan
adalah manifestasi dari cara berpikir sehingga menurutnya pola
kebudayaan itu sangat luas sebab semua laku dan perbuatan tercakup
di dalamnya dan dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir
termasuk didalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan
maksud dari pikiran.
c. Koentjaraningrat
Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar.
d. Malinowski
Malinowski menyebutkan bahwa kebudayaan pada prindipnya
berdasarkan atas berbagai sistem kebudayaan manusia.Tiap tingkat
kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang khas. Misalnya guna
memenuhi kebutuhan manusia akan keselamatannya maka timbul
kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni seperangkat budaya
dalam bentuk tertentu, seperti lembaga kemasyarakatannya.
(Supartono Widyosiswoyo, 1996)
Jika sejarah kebudayaan berupaya memberikan kita gambarn
meyeluruh mengenai gejala kebudayaan (bentuk, nilai, kreasinya),
tugas filsafat kebudayaan ialah menyelidiki hakikat kebudayaan,
memahaminya berdasarkan sebab-sebab dan kondisi-kondisinya yang
esebsial.Filsafat kebudayaan juga bertugas menjabarkan kebudayaan
Filsafat Ilmu | 67
Pengaruh timbal balik antara ilmu dan kebudayaan, ilmu adalah
bagian dari pengetahuan.Untuk mendapatkan ilmu diperlukan cara-
cara tertentu, ialah adanya suatu metode dan mempergunakan sistem,
mempunyai objek formal dan objek material.Karena pengetahuan
adalah unsur dari kebudayaan, maka ilmu yang merupakan bagian dari
pengetahuan dengan sendirinya juga merupakan salah satu unsur
kebudayaan. (Endang Daruni Asdi, 1991)
Kecuali ilmu merupakan unsur dari kebudayaan, antara ilmu
dan kebudayaan ada hubungan timbal balik.Perkembangan ilmu
tergantung pada perkembangan kebudayaan, sedangkan perkembangan
ilmu dapat memberikan pengaruh pada kebudayaan.Keadaan sosial
dan kebudayaan, saling tergantungdan saling mendukung.Pada
beberapa kebudayaan, ilmu dapat berkembang dengan subur. Di sini
ilmu mempunyai peran ganda, yakni
1. Ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung pengembangan
kebudayaan
2. Ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan watak
bangsa.
(Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V, hlm.
141)
Koentjaraningrat menjelaskan, bahwa dalm budaya terdapat tujuh
unsur yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia ini yaitu:
Bahasa, Sistem pengetahuan, Organisasi sosial, Sistem peralatan hidup
dan teknologi, Sistem mata pencaharian hidup, Sistem religi, dan
Kesenian Lebih jauh Koentjaraningrat menjelaskan bahwa suatu unsur
universal kesenian dapat berwujud gagasan, ciptaan, pikiran, cerita,
dan syair-syair yang indah. Namun, kesenian juga dapat berwujud
tindakan interaksi berpola antara seniman pencipta, seniman
penyelenggara, sponsor kesenian, pendengar, penonton, dan konsumen
hasil kesenian, tetapi kecuali itu semua kesenian juga berupa benda-
benda indah, candi, kain tenun yang indah, benda-benda kerajinan dan
sebagainya.80
80
Endang Daruni Asdi. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di
Indonesia.Jakarta: Surajiyo. 1991. hlm 140.
68 | Imron, S,Ag., M.A
C. Pengembangan Kebudayaan
Menurut Suriasumantri (2009) Ilmu adalah bagian dari
pengetahuan dan pengetahuan adalah penyusun kebudayaan.Kebudayaan
nasional merupakan wujud aspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang
diwujudkan dengan kehidupan bernegara. Ilmu dan kebudayaan
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dilepaskan dan saling
memberikan pengaruh satu sama lain. Di dalam pengembangan
kebudayaan nasional ilmu beerperan dalam dua hal:
a. Ilmu sebagai sumber nilai pendukung terselenggaranya
pengembangan kebudayaan nasional.
b. Ilmu sebagai sumber nilai pengisi pembentukan watak suatu
bangsa.
Ilmu sebagai suatu cara berfikir dalam pengembangkan
kebudayaan memiliki manfaat yang dapat diambil dari karakteristik
ilmu itu sendiri, yakni rasional, logis, objektif, kritis, dan terbuka.
Karakter-karakter tersebut juga dapat digunakan dalam mengahadapi
masalah bangsa dalam berbagai bidang.Ilmu sebagai asas moral
bersifat otonom dan terbebas dari kekuasaan di luar bidang
keilmuan.Oleh karenanya seorang ilmuan sudah selayaknya
meninggikan kebenaran ilmiah dan mengabdi kepada masyarakat secara luas,
bukan hanya untuk golongan.Pengembangan kebudayaan nasional pada
hakikatnya adalah perubahan kebudayaan yang sekarang bersifat
konvensional ke arah situasi kebudayaan yang lebih mencerminkan
apresiasi dan tujuan nasional.
Proses pengembangan kebudayaan ini pada dasarnya adalah
penafsiran kembali nilai-nilai konvensional agar nilai sesuai dengan
tuntunan zaman serta pertumbuhan nilai-nilai baru yang fungsional.
Jika ilmu diterima mendukung pengembangan kebudayaan nasional,
maka bagaimanakah cara meningkatkan peranan keilmuan dalam
kehidupan kita? Untuk menjawab pertanyaan itu maka diperlukan
pokok-pokok pikiran sebagai berikut (Suriasumantri, 2009):
a. Ilmu merupakan bagian kebudayaan, sehingga setiap langkah dalam
kegiatan peningkatan ilmu harus memperhatikan kebudayaan kita.
b. Ilmu merupakan salah satu cara menemukan kebenaran.
Filsafat Ilmu | 69
c. Asumsi dasar dari setiap kegiatan dalam menemukan kebenaran
adalah percaya dengan metode yang digunakan.
d. Kegiatan keilmuan harus dikaitkan dengan moral.
e. Pengembangan keilmuan harus seiring dengan pengembangan
filsafat.
f. Kegiatan ilmah harus otonom dan bebas dari kekangan struktur
kekuasaan.
D. Pola Kebudayaan
Di negara-negara barat terdapat dua pola kebudayaan, yakni
antara masyrakat ilmuan dan masyarakat non-ilmuan.Hal yang
demikian terjadi lebih parah di Indonesia, beberapa kalangan
membagi kebudayaan keilmuan dalam dua golongan, yaitu ilmu-
ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Kedua bidang ilmu tersebut
memang berbeda, akan tetapi perbedaan itu tidak sampai
fundamenta. Dasar ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya
sama, demikian pula metode yang digunakan adalah metode ilmiah
yang sama (Suriasumantri, 2009). Ilmu alam mempelajari objek
fisik yang relatif tetap dan mudah dikontrol, sedangkan ilmu sosial
objek kajiannya adalah manusia yang memiliki kemampuan belajar
untuk mengembangkan kebudayaan. Perbedaan tersebut tidaklah
mengubah tujuan dari penalaahan ilmiah.Hal tersebut karena
penalaahan dunia ilmiah bertujuan untuk mencari penjelasan dari
hakikat gejala-gejala yang kita hadapi. Dalam perkembangannya
ilmu alam memang lebih maju, hal ini karena dalam ilmu sosial sulit
dalam melakukan pengukuran (misal, aspirasi masyrakat) dan
terlalu banyak variabel(Suriasumantri, 2009). Ilmu alam bersifat
nomotetis, yakni ilmu-ilmu yang berusaha menyusun hukum-hukum
yang berlaku umum dan objektif, sedangkan ilmu sosial bersifat
ideografis, yakni ilmu yang berdasarkan pada keunikan yang
berlakunya hanya sekali. Dalam perkembangan keilmuan
selanjutnya, ilmu alam dianggap yang paling benar dan lebih unggul
dari ilmu sosial, sebaliknya ilmu sosial dipandang sebelah mata dan
bagai sampah.Oleh karenanya ilmu sosial harus mengembangkan
diri untuk menyusun hukum-hukum yang berlaku umum dan model-
81
Endang Daruni Asdi. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di
Indonesia.Jakarta: Surajiyo. 1991. hlm 138.
Filsafat Ilmu | 71
72 | Imron, S,Ag., M.A
BAB VIII
Teori Kebenaran Ilmiah
82
Surajiyo.Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di indonesia.(Jakarta: PT Bumi
Aksara. 2007). Hlm, 101-102
Filsafat Ilmu | 73
yang lazim dijadikan penentu kriteria kebenaran ini, yaitu: teori
koherensi, teori korespondensi dan teori pragmatis, tetapi ada juga
teori performatif.
83
.Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu.Jakarta: (PT Rajagrafindo Persada. 2012). Hlm,115-
116.
84
.Jalaluddin. Filsafat Ilmu pengetahuan.(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.2013).
hlm, 134-136.
85
.Ahmad Jamindan Norman Ohiro. Filsafat Ilmu. (Bandung: Alfabeta. 2016). Hlm,
99
Filsafat Ilmu | 75
Teori Korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para
pengikut realisme, Di antara pelopor teori korespondensi ini adalah
Plato, Aristoteles, Moore, Russet, Ramsey, dan Tarskisa.Teori ini
dikembangkan oleh Bertrand Russell (1872-1970). Mengenai teori
korespondensi tentang kebenaran dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kita mengenal dua hal, yaitu pertama, pernyataan dan kedua,
kenyataan. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesesuaian antara
pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri.
Sebagai contohnya dapat dikemukakan: ―Jakarta adalah ibu kota
republik indonesia sekarang‖. Pernyataan ini disebut benar karena
karena kenyataannya Jakarta memang ibu kota Republik indonesia
sekarang. Kebenarannya terletak pada hubungan antara pernyataan
dengan kenyataan.86
Pada umunya, kaum realis menekankan teori korespondensi
untuk meneliti kebenaran-kebenaran pernyataan-pernyataan, mereka
membedakan objek pikiran dengan tindakan pikiran. Menurut mereka
kebenaran adalah hubungan erat antara putusan kita kepada fakta-fakta
pengalan atau kepada dunia sebagaimana adanya. Menurut Bartrant
Russel bahwa ―kebenaran adalah kesesuain antara arti yang dikandung
oleh perkataan-perkataan yang di ucapkan dengan arti yang dikandung
oleh perkataan-perkataan yang ditentukankan.
Teori koherensi bersifat rasional-aprioris, maka teori
korespondensi bersifat empiris-aposterioris, bila teori koherensi
menekankan pada hubungan diantara ide-ide secara tepat, logis, dan
sisitematis, sedangkan teori korespondensi menekankan pada apakah
ide-ide itu sendiri merupakan fakta atau bukan.87
3. Kebenaran Pragmatis
Teori ini pertama kali di perkenalkan oleh Charles S. pierce
(1914-1939) dalam tulisannya yang berjudul how to make our ideas
untuk pertama kalinya diikuti oleh william james dan john dewey
(1852-1859) james menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak
pada kosenkuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan teori prakmatis
86
Ahmad Jamindan Norman Ohiro. Filsafat Ilmu. (Bandung: Alfabeta. 2016). Hlm,
96-98
87
Jalaluddin.Filsafat Ilmu pengetahuan.(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.2013).
Filsafat Ilmu | 77
b. sesuatu itu benar apabila dapat diuji benar dengan eksperimen.
c. sesuatu itu benar apabila ia mendorong atau membantu perjuangan
biologis untuk tetap ada.
Jadi, bagi penganut pragmatis, batu ujian kebenaran ialah
kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workability), akibat atau
pengaruhnya yang memuaskan ( satisfactory consequence). Menurut
pendekatan ini initinya, tidak ada apa yang disebut kebenaran yang
tetap atau kebenaran yang mutlak.90
Kattsoff (1986) menguraikan tentang teori pragmatis ini adalah
penganut pragmatisme mengatakan meletakkan ukuran kebenaran
dalam salah satu macam konsekuensi.Atau prosisi itu dapat membantu
untuk mengadakan penyesuaian yang memuaskan terhadap
pengalaman, pernyataan itu adlah benar. Misalnya, pengetahuan naik
bis, kemudian akan turun dan akan bilang kepada kondektur ―kiri‖,
kemudian bis berhenti di posisi kiri. Dengan berhenti di posisi kiri,
penumpang bisa turun dengan selamat. Jadi, jadi mengukur kebenaran
bukan dilihat karena bis berhenti di posisi kiri, namun penumpang bisa
turun dengan selamat karena berhenti di posisi kiri.91
4. Kebenaran Performatif
Teori performatif (the performative theory of truht) teori ini
mengatakan bahwa kebenaran di putuskan atau dikemukakan oleh
pemegang otoritas tertentu.Dalam fase hidupnya manusia, manusia
kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif.Kebenaran
performatif dapat membawa kepada kepada kehidupan sosisal yang
rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan
sebagainya.
Contohnya, mengenai penentuan 1 syawal. Sebagai muslim di
indonesian mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah,
sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau
organisasi tertentu. Dalam fase hidupnya kadang manusia kala harus
mengikuti kebenaran performatif, pemegang otoritas yang menjadi
90
Ahmad Jamindan Norman Ohiro. Filsafat Ilmu. (Bandung: Alfabeta. 2016). Hlm,
100-101
91
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di indonesia. (Jakarta: PT Bumi
Aksara. 2007). hlm,106
92
Mukhtar Latif.Orientasi ke arah pemahaman filsafat ilmu. (Jakarta: Prenadamedia
group. 2004). hlm, 105
Filsafat Ilmu | 79
Teori ini berkembang diantara filsuf analisis bahasa, terutama
yang begitu ketat terhadap pemakaian gramatika.Misalnya suatu
kalimat standar harus ada subjek dan predikat. Jika kalimat tidak ada
subjek maka kalimat tersebut dinyatakan tidak baku atau bukan
kalimat. Seperti ―semua korupsi‖ ini bukan kalimat standar karena
tidak ada subjeknya.
C. Teori kebenaran nondeskripsi
Teori kebenaran nondeskripsi dikembangkan oleh penganut
filsafat fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu statement atau
pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat bergantung pada
peran dan fungsi dari pernyataan itu. Jadi, pengetahuan akan memiliki
nilai benar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis
dalam kehidupan sehari-hari.
D. Teori kebenaran logik yang berlebihan (logical superfluity of
truth)
Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistik yang diawali
oleh Ayer.Pada dasarnya menurut teori ini, problema kebenaran hanya
merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini mengakibatkan suatu
pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan
kebenarannya memiliki derajat logis yang sama yang masing-masing
saling melingkupinya.
Dengan demikian setiap proposisi mempunyai isi yang sama
memberikan informasi yang sama dan semua orang sepakat, maka
apabila kita membuktikannya lagi hal yang demikian itu hanya
merupakan bentuk logis yang berlebihan.misalnya suatu lingkaran
adalah bulat, ini telah memberikan kejelasandalam pernyataan itu
sendiri tidak perlu diterangkan lagi, karena pada dasarnya lingkaran
adalah suatu garis yang sama jaraknya dari titik yang sama, sehingga
berupa garis yang bulat.
Filsafat Ilmu | 81
P. Hardono Hadi, Epistemologi (Filsafat Pengetahuan). (Kanisius :
Yogyakarta) 1994
Prof. Dr. Wiramihardja, Sutardjo. Pengantar Filsafat. (PT Refika
Aditama : Bandung). 2007
Suriasumantri, Jujun S. 1970. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya Diindonesia.
Jakarta : PT Bumi Aksara
Surajiyo, 2012, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati. 1982. Filsafat Ilmu. Jakarta:
Perpustakaan Nasional.
Tafsir Ahmad, 2010, Filsafat Umum, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya