Anda di halaman 1dari 92

FILSAFAT ILMU

IMRON, S.Ag., M.A

Penerbit
Dilarang memperbanyak, mencetak, menerbitkan
sebagian maupun seluruh buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Ketentuan Pidana
Kutipan Pasal 72 Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

FILSAFAT ILMU
Penulis : IMRON, S.Ag., M.A
Layout : Nyimas Amrina Rosyada
Desain Cover : Ismoko

Hak Penerbit pada NoerFikri Palembang

Perpustakaan Nasional Katalog dalam Terbitan (KDT)


Anggota IKAPI (No. 012/SMS/13)

Dicetak oleh NoerFikri Offset


Jl. Mayor Mahidin No. 142
Palembang – Indonesia  30126
Telephone : 0711 366625
Fax : 0711 366625
Email : noerfikri@gmail.com

Cetakan I : Januari 2019

Hak Cipta dilindungi Undang-undang pada Penulis

All right reserved


ISBN : 978-602-447-363-1

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat


dan nikmat yang telah di karuniakan-Nya, sehingga kita bisa
melaksanakan kewajiban-kewajiban hidup kehambaan dan
kemasyarakatan. Sholawat dan salam semoga tetap di limpahkan
kepada Rosulullah Muhammad SAW yang telah berhasil melakukan
transformasi besar membawa manusia ke jalan kebajikan.
Buku ini merupan bagian kecil dari filsafat, sekedar mengkaji
materi-materi pokok pengantar Filsafat Ilmu itu sendiri, dengan
memahami materi pokok ini di harapkan menjadi jembatan untuk
menuju pada Filsafat secara keseluruhan dan .mendalam bagi para
mahasiswa.
Dengan membaca Buku yang sangat sederhana ini di harapkan
dapat memberi pengertian dasar Filsafat, baik kepada awam maupun
para mahasiswa yang tengah menempuh study.
Saya sangat menyadari bahwa di dunia ini tidak ada makhluk
yang sempurna, untuk itu kritik dan saran atas perbaikan Buku ini
menjadi amalan yang ikhlas di hadapan-Nya dan bermanfaat bagi
mahasiswa, Amin.

Penulis,

Imron, S.Ag., M.A

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................... i


Kata Pengantar ........................................................................... iii
Daftar Isi ...................................................................................... iv
Pendahuluan ................................................................................ vi

BAB I FILSAFAT ILMU DAN DASAR DASAR ILMU


PENGETAHUAN........................................................................ 1
A. Sejarah Filsafat .................................................................. 1
B. Pengertian Filsafat............................................................. 2
C. Penalaran ........................................................................... 7
D. Logika ............................................................................... 9
E. Sumber Pengetahuan ......................................................... 10
F. Kriteria Kebenaran ............................................................ 11

BAB II ONTOLOGI DAN HAKIKAT YANG DIKAJI ......... 13


A. Definisi Ontologi .............................................................. 13
B. Asumsi Ontologi dan Peluang........................................... 14
C. Paham dan Aliran Aliran Metafisika di dalam Ontologi .. 14
D. Objek Kajian dalam Aliran Metafisika Ontologi .............. 20

BAB III EPISTEMOLOGI ........................................................ 21


A. Pengertian Epistemologi ................................................... 21
B. Aliran Aliran Filsafat Pengetahuan ( Epistemologi ) ........ 25
C. Landasan Filsafat Pengetahuan ( Epistemologi ) .............. 28
D. Pengaruh Filsafat pengetahuan ( Epistemologi ) .............. 30

BAB IV AKSIOLOGI ................................................................. 33


A. Pengertian dan Hakikat Aksiologi .................................... 33
B. Kategori Dasar Aksiologi.................................................. 37
C. Sikap Dan Tanggung jawab Ilmuan .................................. 37

BAB V PENGETAHUAN SAINS .............................................. 41


A. Definisi pengetahuan Sains ............................................... 41
B. Aliran Teori Sains ............................................................. 42
C. Contoh Pengetahuan Sains ................................................ 48

BAB VI LOGIKA ILMU DAN BERPIKIR ILMIAH ............. 49


A. Pengertian Logika ilmu ..................................................... 49
iv
B. Pengertian Metode ilmiah ................................................. 51
C. Epistemologi Bayani ......................................................... 53
D. Epistemologi Burhani ....................................................... 55
E. Epitemologi Irfani ............................................................. 56
F. Kelemahan Kelemahan Berpikir Ilmiah ........................... 58

BAB VII FILSAFAT ILMU DAN KEBUDAYAAN ............... 61


A. Pengertian ilmu ................................................................. 61
B. Pengertian Kebudayaan..................................................... 64
C. Pengembangan Kebudayaan ............................................. 69
D. Pola Kebudayaan............................................................... 70

BAB VIII TEORI KEBENARAN ILMIAH ............................ 73


A. Pengetian Kebenaran Ilmiah ............................................. 73
B. Teori Teori Kebenaran ilmiah ........................................... 74

DAFTAR PUSTAKA

v
PENDAHULUAN

Untuk mempelajari mengenai filsafat perlu di pahami terlebih


dahulu pengertian tentang filsafat itu sendiri. Filsafat menurut kamus
besar bahasa Indonesia dapat berarti pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan
hukumnya. Filsafat dapat berarti juga teori yang mendasari alam
pikiran atau suatu kegiatan atau juga ilmu yang berintikan logika,
estetika, metafisika, dan epistemology1.
Filsafat dalam bahasa inggris, yaitu : philosophy, adapun istilah
filsafat berasal bahasa yunani : philosophia, yang terdiri dari dua kata:
philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos
(hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman
praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta
kebijaksanaan dan kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut
filosof yang dalam bahasa arab di sebut failasuf2. Dalam bahasa lain
filsafat dikenal dengan sebutan philosophy (Inggris), philosophie
(Prancis dan Belanda), filosofie, wijsbegeerte (Belanda), philosophia
(Latin), kata filsafat di ambil dari bahasa arab yaitu falsafah. Secara
etimologis, filsafat berasal dari bahasa yunani filosofia, merupakan
bentukan dari philos atau filo dan sephia atau sofia.
Filsafat merupakan pemikiran secara sistematis.Kegiatan
kefilsafatan ialah merenung.Tetapi merenung bukanlah melamun.Juga
bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-
untungan.Perenungan kefilsafatan ialah percobaan untuk menyusun
suatu sistem pengetahuan yang rasional, yang memadai untuk
memahami dunia tempat kita hidup, maupun untuk memahami diri kita
sendiri3. Berbicara tentang istilah filsafat, sesungguhnya sebagaimana
keragaman pengertiannya istilah ini juga digunakan untuk berbagai
objek yang berbeda.Pertama, istilah filsafat digunakan sebagai
namabidang pengetahuan, yaitu pengetahuan filsafat, suatu

1
Muchsin, Ikhtisar Materi Pokok Filsafat Hokum, STIH”IBLAM”,
Surabaya, 2004, cet ke-1, hal 3.
2
Amsal Bakhtiar, Fisafat Ilmu, Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 4.
3
Muchsin, Ikhtisar ………………………………………………., hal 5.

vi
pengetahuan yang ingin mengetahui segala sesuatu secara mendalam.
Kedua, istilah filsafat digunakan untuk menamakan sebuah hasil
karya.Hasil karya yang mendalam dari Plato disebut filsafat Plato,
pengetahuan mendalam dari Ibn Rusyd disebut filsafat Ibn Rusyd,
begitu selanjutnya.Ketiga, istilah filsafat digunakan untuk menunjuk
nama suatu keyakinan. Mulder, misalnya pernah mendefinisikan
filsafat sebagai sikap terhadap perjuangan hidup. Keempat, istilah
filsafat digunakan untuk memberi nama suatu usaha untuk
menemukan pengetahuan yang mendalam tentang sesuatu,
sebagaimana definisi yang dikemukakan Langeveld bahwa filsafat
adalah kegiatan berfilsafat. Atau menurut Runes, filsafat adalah usaha
mencari kebenaran, dan kebenaran itu sendiri adalah filsafat.Kelima,
yang paling dahulu kita kenal, istilah filsafat digunakan untuk
menamakan orang yang cinta pada kebijakan dan ia berusaha
mencapainya. Di sini perkataan “ia filosof” berarti ia pencinta dan
pencari kebijakan. Masih ada lagi penggunaan kata filsafat selain itu,
kita sering mendengar orang mengatakan “Ah, kau itu
berfilsafat”.Maksudnya ialah orang yang suka berbelit-belit dalam
menguraikan sesuatu.Perkataan berfilsafat dalam hal ini dalam
pengertian yang negatif4.
Seseorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang
berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang.Dia ingin
mengetahui hakikat dirinya dalam kemestaan galaksi.Atau seorang
yang berdiri di puncak tinggi memandang lembah di bawahnya. 5Jadi
jika di telaah lebih mendalam, karakteristik berpikir filsafat memiliki
tiga sifat yang pokok, yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif.
Sifat menyeluruh mengandung arti bahwa cara berpikir filsafat tidaklah
sempit (fragmentaris atau sektoral), tetapi selalu melihat persoalan dari
tiap sudut yang ada. Sifat mendasar artinya bahwa untuk dapat
menganalisa tiap sudut persoalan perlu dianalisis secara
mendalam.Sedangkan sifat spekulatif maksudnya bukan menganalisa

4
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra
(edisi kesepuluh). PT. Remaja Rosdakarya , Bandung, 2000, hal 13.
5
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Sinar
Harapan, Jakarta, 1984, Hal 20.

vii
suatu persoalan dengan untung-untungan tetapi harus memiliki dasar-
dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah6.
Harun Nasution berpendapat bahwa istilah fisafat berasal dari
bahasa Arab, karena orang Arab lebih dulu datang dan sekaligus
mempengaruhi bahasa Indonesia daripada orang dari bahasa inggris.
Oleh karena itu dia konsisten menggunakan kata falsafat, bukan
filsafat.Buku-bukunya mengenai filsafat di tulis dengan falsafat,
seperti falsafat agama dan falsafat dan mistisisme dalam
Islam.7Kendati istilah filsafatyang lebih tepat adalah falsafatyang
berasal dari bahasa Arab, kata filsafat sebenarnya bisa di terima dalam
bahasa Indonesia.Sebab, sebagian kata Arab yang diIndonesiakan
mengalami perubahan dalam huruf vokalnya, seperti masjid menjadi
mesjid, dan karomah menjadi keramat, karena itu perubahan huruf a
menjadi i dalam falsafah bisa di tolelir.Lagi pula dalam kamus bahasa
Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang di maksud, yaitu
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat
segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut
kalangan filosof adalah:
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik
serta lengkap seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta
nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan
sumbernya, hakikatnya, dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-
pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa
yang Anda katakana dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat.8
Pengertiam Filsafat secara terminologi sangat beragam, baik
dalam ungkapan maupun titik tekanannya. Bahwa, Moh. Hatta dan
Langeveld mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu di berikan

6
Ibid, hal 7.
7
Amsal Bakhtiar, Fisafat……………………………………….., hal 5.
8
Ibid, Hal 6.

viii
karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam definisinya.Oleh
karena itu, biarkan saja seorang meneliti filsafat terlebih dahulu
kemudian menyimpulkan sendiri.Pendapat ini ada benarnya, sebab
intisari berfilsafat itu terdapat dalam pembahasan bukan pada
definisi.Namun definisi filsafat untuk di jadikan patokan awal di
perlukan untuk memberi arah dan cakupan objek yang dibahas.

ix
x
BAB I
FILSAFAT ILMU DAN DASAR-DASAR ILMU
PENGETAHUAN

A. Sejarah Filsafat
Filsafat pada awalnya lahir dan berkembang
melaluikebudayaan dan peradaban Yunani kuno, lalu abad
penegetahuan, modern sampai abad kontemporer. Bertrand Russell
(1946), dalam bukunya History Of Western Philoshopy, memamparkan
bahwa munculnya filsafat yunani tersebut akibat kemahiran bangsa
Yunani dalam merajut dan menyempurnakan peradaban besar lainnya
pada saat itu seperti Mesir dan Meopotamia. Tesis Rusell juga sejalan
dengan pandangan Van Peursen ketika membagi latar kebudayaan
manusia yang mempunyai tiga ciri, khas yaitu mitis, ontologis , dan
fungsional.
Pada sekitar abad ke-7 SM, di Yunani mulai berkembang suatu
pendekatan yang sama sekali berlainan dibanding masa-masa
sebelumnya, yaitu pendekatan filsafat. Sejak saat itulah orang mulai
mencari jawaban rasional tentang berbagai problem yang dihadapi,
termasuk berbagai masalah mengenai alam semesta. Sejak saat itu pula
peran mitos, legenda, kepercayaan dan agama telah tergantikan oleh
fungsi logos (akal, budi, rasio) dan berkembang sebagi sebuah kazanah
ilmu pengetahuan.
Banyak ahli filsafat memberi kesimpulan bahwa filsof Yunani
pertama yang melahirkan dan mengembangkan pemikiran filsafat
periode awal adalah Thales. Meskipun sebetulnya para filsof Yuanni
yang terbesar lainya masih banyak seperti Socrates, Plato dan
Aristatoles, namun Thales-lah filsof yang pertama kali melahirkan
gagasan-gagasan kritis mengenai semua kehidupan yang katanya
berawal dari air. lalu, tesis tersebut mengundang perdebatan hingga
saat ini dan melahirkan banyak aliran pemikiran, ilmuan, dan pemikir
beasar dunia.
Peristiwa munculnya filsafat di Yunani dipengaruhi oleh
banyak faktor yang mendahului dan seakan-akan mempersiapkan

Filsafat Ilmu | 1
filsafat di Yunani kuno. Dalam hal ini, K. Bertens (1990) menyebutkan
ada tiga faktor, yaitu:
1. Mitos bangsa Yunani. Layaknya bangsa-bangsa besar lainnya,
yunani juga banyak memiliki mitologi. Mitologi tersebut
dianggapsebagai perintis yang mendahului filsafat. 1
2. Kesusastraan Yunani. Dua karya puisi Homeros yang berjudul
Ilyas dan odyssea mempunyai kedudukan istimewa dalam
kesussastraan Yunani. Syair-syair dalam karya tersebut sudah
lama diguanakan sebagai semacam buku pendidikan untuk rakyat
di Yunani. Syair-syair dalam karya tersebut sudah lama digunakan
sebagai semacam buku pendidikan untuk rakyat Yunani.
3. Pengaruh ilmu penegtahuan. Pengaruh ilmu pengetahuan dari
bangsa lain dalam menerima beberapa unsur ilmu penegtahhuan
juga merupakan faktor lainnya. Seperti ilmu ukur dan hitung
sebagian besar dari Mesir. Pengaruh Babilonia dalam ilmu
astronomi di Yunani. Pada masa Yunani inilah di dapatkan ilmu
pengetahuan yang bercorak dan benar-benar ilmiah.
Dalam banyak literatur filsafat mutahir, klasifikasi terhadap
sejarah filsafat Barat dibagi menjadi empat tahap penting Yaitu Filsafat
Klasik, Filsafat Abad Pertengahan, Modern, dan Kontemporer. Di era
filsafat klasik di bagi menjadi dua zaman, yakni: prasocraates dan
zaman keemasan.

B. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dai bahasa Yunani kuno yakni
Philosophia dan Philosopos yang berarti ―orang yang cinta pada
kebijaksanaan‖ atau ―cinta pada pengetahuan‖. Istilah filsafat pertama
kali di gunakan oleh Pytagoras pada abad ke-6 SM. Dalam filsafat
kegiatan mencintai penegtahuan/kebijaksanaan itu dilakukan dengan
cara mempertanyakan sesuatu secara mendasar dan menyeluruh.
Filsafat dipahami, dengan dmikian sebagai upaya terus-menerus
mencari penegtahuan dan kebenaran. Karena itu filsafat dengan
1
_______, Sejarah Lahirnya Filsafat, diakses dari
langitbukanlahdaratan.blogspot.co.id/2009/04/sejarah-lahirnya-filsafat, pada tanggal
7 maret 2018 pukul 10:00

2 | Imron, S,Ag., M.A


sendirinya identik dengan cara atau metode berfikir yang selalu segala
sesuatu dengan kritis dan mendasar. Adapun pertanyaan itu muncul
dari rasa ingin tahu manusia (homo curiosus) terhadap dunia dan
dirinya. Pertanyaan itu bisa pula berkaitan pertanyaan-pertanyaan
sederhana atau pertanyaan-pertanyaan serius yang membutuhkan yang
membutuhkan keseriusan untuk menjawabnya. Pertanyaan sehari-hari
memberikan jawaban yang dikenal dengan pengetahuan eksistensial
sementara pertanyaan teknis dan mendalam menghasilkan jawaban
yang disebut filsafat.2
Dalam filsafat, pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
itu dilakukan secara terus-menerus ( hingga akhirnya membuahkan
jawaban yang semakin lama semakin mendekati kebenaran). Karna itu,
sering pula disebut bahwa filsafat adalah sebuah ―tanda tanya‖ dan
bukan ―tanda seru‖. Artinya filsafat adalah sebagai upaya pencarian
kebijaksanaan atau pencarian pengetahuan yang tidak pernah selesai.
Ada beberapa penegertian yang dapat digunakan untuk memahami apa
itu filsafat. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Filsafat sebagai upaya spekulatif untuk menyajikan suatu
pandangan sistematik secara lengkap tentang seluruh realitas.
2. Filsafat sebagai upaya untuk melukiskan hakikat realitas paling
akhir serta paling dasar yang diakui sebagai suatu hal yang nyata.
3. Filsafat sebagai upaya untuk menentukan batas-batas dan
jangkauan penegtahuan: sumber penegetahuan, hakikat
penegtahuan, kaabsahan serta nilai-nilainya.
4. Filsafat sebagai hasil suatu penelitian kritis atas pengandaian –
pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan dari
berbagai bidang ilmu penegetahuan.
5. Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu
anda (kita) untuk menyatakan apa yang anda katakan dan untuk
mengatakan apa yang anda lihat.3

2
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasaik Hingga Kontempore, Jakarta, 2014, Hal:
2-3
3
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasaik Hingga Kontemporer, Jakarta, 2014,
Hal: 2-3
Asmal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2012, Hal: 6-7

Filsafat Ilmu | 3
Definisi Filsafat Mennurut Beberapa Para Ahli
1. Pythagoras (572-497 SM) berpendapat bahwa philos artinya
mereka yang mencintai kesenangan, mereka yang mencintai
kegiatan, dan mereka yang mencintai kebijaksanaan.
Shopiamengandung arti sebagai berikut: kerajinan, kebenaran
pertama, pengetahuan yang luas, kebijakan intelektual,
pertimbangan yang sehat, kecerikan dalam memutuskan hal-hal
praktis. Jadi intinya adalah mencari keutamaan mental (the pursuit
of mental excellence).
2. Plato (427-347 SM) mengatakan bahwa objek filsafat adalah
penemuan kenyataan atau kebenaran absolut (keduanya sama
dalam pandangannya), lewat ―dialektika‖.
3. Aristatoles (384-332 SM) filsafat adalah menyelidiki sebab dan
asas segala terdalam dari wujud.

Objek Filsafat Ilmu


Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek, yaitu
objek material dan objek formal.Objek material yaitu suatu yang
dijadikan sasaran peneyelidikan, seperti tubuh manusia, yaitu objek
material ilmu kedokteran.Adapun objek formalnya yaitu metode untuk
memahami objek material itu, seperti pendekatan induktif dan
deduktif.
Mohammad Adib (2010) mengemukakan bahwa ilmu filsafat
juga memiliki objek material dan objek formal.Objek material yaitu
apa yeng di pelajari dan dikupas sebagai bahan atau meteri
pembicaraan. Objek material yaitu objek yang dijadikan sasaran
menyelidiki suatu ilmu, atau objek yang dipelajari ilmu tersebut.Objek
material filsafat ilmu yaitu penegetahuan itu sendiri, yakni
pengetahuan ilmiah ―scientific knowledge‖ pengetahuan yang telah
disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehiinggga
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Adapun
objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang dari mana sang subjek
menelaah objek materialnya.
Setiap ilmu pasti berbeda dalam objek kajian formalnya. Objek
formal filsafat ilmu yaitu hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya

4 | Imron, S,Ag., M.A


filsafat ilmu lebih menaruh perhatiaan trehadap problem mendasar
ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu itu sesungguhnya?
Bagaimana memperoleh kebenaran ilmiah?Apa fungsi ilmu
pengetahuan bagi manusia? Problem inilah yang dibicarakan dalam
landasan pengembangan ilmu penegtahuan, yakni landasan ontologis,
epistemologis, dan aksiologis.4

Metode filsafat Ilmu


Di dalam filsafat ilmu setidaknya terdapat sepuluh metode yang
sering seklai digunkan, yaitu:
1. Metode kritis, yakni metode yang dikembangkan oleh Socrates
dan Plato. metode ini bersifat analisis terhadap istilah dan
pendapat.
2. Metode intutif, yakni metode yang dikembangkan oleh plotinos
dan bergson, dengan jalan introspeksi (bersama dengan persucian
moral), sehingga tercapai suatu penerangan atau pencerahan
pemikiran.
3. Metode skolastik, dikembangkan oleh Aristoteles, Thomas
aquinas, dan termasuk aliran filsafat abad pertengahan yang
bersifat sintesis deduktif. Karakter dari filsafat abad pertengahan
ini yaitu dengan bertitik tolak dari definisi atau perinsip yang jelas
kemudian ditarik kesimpulan.
4. Metode filsafat Rene Descartes dan pengikutnya yang dikenal
metode yang bertolak dari analisis mengenai hal-hal yang
kompleks kemudian dicapai intuisi akan hakikat yang sederhana
dan lebih terang.
5. Metode geometri yang dikreasikan Rene Descartes dan
pengikutnya. Menurutnya, hannya pengalamanlah yang
menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian atau ide
dalam introspeksi kemudian dibandingkan dengan cerapan-
cerapan atau impresi dan kemudian disusun bersamageometris.
6. Metode transendental yang dikreasikan Imanuel Kant. Metode ini
dikenal dengan metode neo-skkolastik, yang bertitik toak dari
tepatnya pengertian tertentu, yaitu dengan jalan analisis yang

4
Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2014, Hal: 31-32

Filsafat Ilmu | 5
diselidiki syarat-syarat apiori bagi penegrtian yang sedemikian
rumit dan kompleks.
7. Metode fenomenologis dari husserl,eksistensialisme yakni metode
denngan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction) refleksi
atas fenomena dalam kesadaran sehingga mencapai pengelihatan
hakikat yang murni.
8. Metode dealektis dari Hegel dan Marx, yakni metode yang
digunakan dengan jalan mengikuti dinamika fikiran atau alam
berfikir sendiri, menurut triade tesis, antitesis, dan sintesis sebagai
suatu hakikat kanyataan dicapai.
9. Metode neopositivistis, menurut metode ini bahwa kenyataan
dipahami menurut hakikatnya dengan jalan menggunakan aturan-
aturan seperti berlaku dalam ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10. Metode analitika bahasa sebagaimana yang dikreasikan
witgwnstein. Menetukan ssah tidaknya ucapan Filosofis,
menurutnya bahasa merupakan bola permainan makna
sipemiliknya.5

Tujuan Filsafat Ilmu


1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh
kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2. Mengetahui sajarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan
ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran
tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam
mendalami studi di perguruan tingg, terutama untuk membedakan
persoalan yang ilmiah dan nonilmiah.
4. Mendorong para calon ilmuwan dan ilmuawan untuk konsisten
dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan diantara
ilmu dan agama tidak ada pertentangan.6

5
Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2014, Hal: 35-36
6
Asmal Bakhtiar , Filsafat Ilmu, Jakarta. 2012, Hal: 20
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,Jakarta:Pustaka
Sinar Harapan,1970. Hal: 42-43

6 | Imron, S,Ag., M.A


C. Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam menarik
sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Penalaran menghasilkan
pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berfikir dan bukan
dengan perasaan. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai
apa yang disebut kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini
merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut.
Penalaran merupakan suatu proses penemuaan kebenaran dimana tiap-
tiap jenis penalran mempunyai kriteria kebenarannya masing-massing.
Sebagai suatu kegiatan berfikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri
tertentu:
1. Adanya suatu pola berfikir yang secara luas dapat disebut logika.
Maksudnya adalah kegiatan penalaran merupakan suatu proses
berfikir logis, dimana berfikir logis disini harus diartikan sebagai
kegiatan berfikir menurut suatu pola tertentu, atau dengan
perkataan lain menurut logika tertentu.
2. Adanya sifat analitik dari proses berfikirnya. Maksudnya adalah
penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang
mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran
lainnya yang menggunkan logikanya sendiri pula.

Prinsip-Prinsip Penalaran
Berbicara mengenai prinsip-prinsip penalaran ada empat
penalaran dimana Tiga prinsip dari Aristatoles dan satu prinsip dari
George Leibniz. Prinsip-prinsip penalaran sebagai berikut:
1. Prinsip Identitas. Prinsip ini di sebut Principium Idrntitas dalam
bahasa Latin. Prinsip ini berpendapat bahwa, ―suatu hal adalah
sama dengan halnya sendiri‖. Sehingga dapat kita pahami ― suatu
yang disebut p sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan
yang lain‖.
2. Prinsip Kontradiksi dalam bahasa latin disebut principium
contradictionis dalam prinsip ini diesebutkan bahwa, ―suatu tidak
dapat sekaligus merupakan hal itu dan bukan hal itu pada waktu
yangbersamaan‖, atau ―suatu pernyataan tidak mungkin
mempunyai nilai benar dan tidak benar pada saat yang sama‖.

Filsafat Ilmu | 7
Dengan kata lain, ―suatu tidaklah mungkin secara bersamaan
merupakaan p dan non –p‖.
3. Prinsip eksklusi tertii didalam bahasa latin disebut principium
exdusi tertii, yakni penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak
adanya kemungkinan ketiga. Prinsip ini berbunyi, ―suatu jika
dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak
ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah‖. Dengan
kata lain, ―suatu x mestilah p atau non-ptidak ada kemungkinan
ketiga‖. Arti dari sifat ini adalah dua sifat yang berlawanan penuh
(secara mutlak) tidak mungkin kedua-duanya dimiliki suatu benda,
mestilah hanya salah satu yang dapat dimilikinya sifat p atau non –
p.
4. Prinsip cukup alasan atau dalam bahasa latin disebut principium
rationis sufficientisyang dikemukakan oleh George Leibniz yang
berbunyi. ―suatu perubahan yang terjadi pada suatu hal tertentu
mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba
berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi‖. Dengan kata lain,
―adanya sesutau itu mestilah mempunyai alasan yang cukup,
demikian pula jika ada perubahan pada keadaan sesuatu‖. (Noor
Ms Bakry, 1983).7

Penalaran Proposisi Katogoris


Penalaran proposisi katogoris adalah suatu pernyataan yang
terdiri dari hubungan dua tertii sebagai subjek dan predikat serta dapat
dinilai benar atau salah.di dalm proposisi ini, Predikat (P)
menerangkan subjek (S) tanpa syarat.Proposisi ini di bagi menjadi dua
bagian, yaitu katogoris kuantitas dan katogoris kualitas. Katogoris
kuantitas berisikan dua hal sebagai berikut: universal (P menerangkan
semua S, misal semua anak SD itu miskin). Sementara katogoris
kualitas terdiri dari dua macam: positif (P dipersatukan dengan S
dihubungkan dengan kata hubung yang bersifat mengakui (affirmatif),
contoh: kambing adalh binatang, dan negatif (P dan S)dihubungkan
deng kata hubung yang bersifat mengingkari, (menegaskan) pacar Adi
bukan Sinta.

7
H. A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2015, Hal: 119-120

8 | Imron, S,Ag., M.A


Jadi unsur-unsur proposisi katogoris adalah:
1. Term sebagai subjek, hal yang sering diterangkan dalam
prnyataan, yang sering disimbolkan dengan huruf S
2. Term sebagai predikat, hal yang menerangkan dalam pernyataan,
yang sering disimbolkan deng P
3. Kopula, yang mengungkapkan adanya hubungan antara subjek dan
predikat, dapat mengiyakan atau mengingkari, yang menunjukan
kualitas pernyataan.
4. Kuantor, pembilang yang menunjukan lingkungan yang
dimaksudkan oleh subjek, dapat berbentuk universal atau
partikular, yang sekaligus pula menunjukan kuantitas pernyataan.

D. Logika
Penalaran merupakan suatu proses berfikir yang membuahkan
pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu
mempunyai dasar kebenaran maka proses berfikir itu harus
dilakukansuatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan dianggap
sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan
dengan cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika,
dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai ―pengkajian
untuk berfikir secara sahih‖.Dalam pearikan kesimpulan penalaran
ilmiah terdapat dua jenis penarikan kesimpulan, yakni logika induktif
dan logika deduktif.Logika induktif erat hubungannya dengan
penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi
kesimpulan yangbersifat umum.Sedangkan logika deduktif menarik
kesimpulan dari yang hal bersifat umum menjadi kasus besifat
individual (khusus).8
Induktif merupakan cara berfikir dengan cara menarik sebuah
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat
individual.
Deduktif adalah cara berfikir yang sebaliknya dari penalaran
induktiif, yakni berfikir dengan cara dari pernyataan yang bersifat
8
A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2015, Hal: 120-121
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,Jakarta:Pustaka
Sinar Harapan.,1970. Hal: 46-49
A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2015, Hal: 126-131

Filsafat Ilmu | 9
umum ditarik kesimpulan di tarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Untuk menarik kesimpulan menggunakan cara deduktif biasanya
menggunakan pola berpikir yang bernama silogismus, yakni penarikan
kesimpulan yang disusun dari dua buah pernyataan dan satu buah
kesimpulan. Pernyataan silogismus biasanya di sebut sebagai premis
dimana kemudian dapat kita bedakan sebagai premis mayor dan premis
minor. Kesimpulan yang dihasilkan merupakan pengetahuan yang
didapat melalui penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut.

E. Sumber Pengetahuan
Proses terbentuknya pengentahuan yang dimiliki oleh manusia
dapat diperoleh melalui pendekatan apriori maupun aposteriori.
Pengetahuan yang di dapat melalui pendekatan apriori
pengetahuanyang diperoleh tanpa melalui proses pengalaman, baik
pengalaman yang besumber dari pancaindra maupun pengalman batin
atau jiwa. Sebaliknya, pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan
aposteriori adalah pengetahuan yang diperolehnya melalui informasi
dari orang lain atau pengalaman yang telah ada sebelumnya.
Sumber pengetahuan sendiri didapat dari logika deduktif dan
induktif seperti yang telah dijelaskan sebeelumnya dimana terdapat
proses penalaran yang dibangun berdasarkan premis-premis yang
berupa pengatahuan yang benar. Ada juga pendapat yang mengatakan
bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh
manusia.
Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar pada dasarnya
ada dua sumber utama yang perlu diketaui oleh setiiap manusia,
yaitu berdasarkan rasio dan pengalaman manusia. Pengetahuanyang
diperoleh melalui sumber rasio, kebenarannya hanya didasarkan
pada kebenaran akan pikiran semata, pendapat ini dikembangkan
oleh para rasionalis, sedangkan orang yang menganut paham ini
disebut dengan istilah kaum rasionlisme. Sebaliknya, orang yang
berpendapat bahwa sumber pengetahuan diperoleh dari pengalaman,
kebenaran pengetahuan hannya didasarkan pada fakta-fakta yang
ada di lapangan, sedangkan orang menganut paham ini disebut
kaum epirisitme.

10 | Imron, S,Ag., M.A


Sumber pengatahuan selain didapat melalui rasionalisme dan
empirisme, ternyata masih ada cara lain untuk kita memahami hal ini
yakni intuisi dan wahyu. Intuisi adalah kegiiatan berpikir untuk
mendapatkan pengetahuan tanpa melalui proses penalaran tertentu.
Contohnya, seorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu
masalah tiba-tiba menemukan jawaban atas permasalahn tersebut.

F. Kriteria Kebenaran
Menurut Randall dan Bucher benar pada dasarnya adalah
persesuaian antara pikiran dan kenyataaan. Contohnya kita mengakui
kebenaran dari proposisi-proposisi berikut: Bumi bergerak
mengelilingi Matahari, Napoleon adalah panglima perang yang ulung,
besi lebih berat dari air. Untuk menentukan kebenaran suatu
pengetahuan ada tiga teori yang dapat dijadikan sebagai kriteria, yaitu:
1. Teori kebenaran yang didasarkan pada teori koherensi secara
sederhana dapat disimpulkan bahwa suatu proposisi(pernyataan)
dianggap benar bila mana kenyataan tresebut bersifat koheren atau
konsisten atau saling berhubungan dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar.
2. Teori kebenaran yang didasarkan pada teori korespondnsi, dimana
penggagas utamanya adalah Bernard Russell (1872-1970). Bagi
penganut teori korespondensi ini,maka suatu pernyataan dikatakan
benar bila materi pengetahuan yang dikandung pernyataan tersebut
salingberkesesuaian dengan objek yang dituju oleh pernyataan
tersebut
3. Teori kebenaran yang didasarkan pada teori pragmatisme. Teori
ini dicetuskan oleh Peirce (1839-1914) teori ini menyatakan
bahwa kebenaran suatu pernyataan diukur dengan dengan kriteria
apakah pernyataan tersebut berfilsafat fungsional dalam kehidupan
praktis.

Cara penemuan kebenaran


Untuk dapat memperoleh pengetahuan yang benar pada
dasarnya ada dua cara yang dapat ditempuh oleh manusia yaitu dengan
cara nonilmiah dan dengan cara ilmiah. Menurut para ahli filsafat

Filsafat Ilmu | 11
pengetahuan yang benar pada mulanya diperoleh melalui cara
nonilmiah dibanding dengan cara ilmiah, hal ini disebabkan oleh
keterbatasan daya pikir manusia.9
a. Cara Penemuan Kebenaran Nonilmiah
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan manusia untuk
memperoleh kebenran melalui cara nonilmiah, diantaranya adalah:
1. Akal sehat
2. Prasangka
3. Pendekatan intuisi
4. Penemuan kebetulan dan coba-coba
5. Pendekatan otoritas ilmiah dan pikiran kritis
b. Cara Penemuan Kebenaran Ilmiah
Untuk menemukan kebenaran melalui cara ilmiah dapat dilakukan
beberapa cara berikut ini:
1. Skeptik
2. Analitik
3. Kritis10

9
A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2015, Hal: 133-134
10
A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta, 2015, Hal: 137-141

12 | Imron, S,Ag., M.A


BAB II
Ontologi dan Hakikat Yang di Kaji

A. Definisi Ontologi
Kata ontologi berasal dari perkatan Yunani: On = being dan
Logos = logis. Jadi Ontologi adalah The theory of being qua being
(teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Menurut istilah,
ontologi ialah ilmu membahas tentang hakikat yang ada yang
merupakan ultimate realitybaik yang berbentuk jasmani/konkret
maupun rohani/abstrak.11Ontologi itu suatu cabang filsafat yang
membicarakan tentang hakikat ilmu pengetahuan. 12 . Hakikat adalah
realitas; realita adalah ke-real-an , Riil artinya kenyataan yang
sebenarnya. ; jadi, hakikat adalah kenyataan sebenarnya, keadaan
sebenarnya sesuatu bukan keadaan yang sementara atau keadaan yang
menipu bukan keadaan yang berupa13
Menurut asumsi atau paradigma beberapa ahli, Noeng
Muhadjir (2011) menjelaskan bahwa ontologi itu ilmu yang
membicarakan the being; yang dibahas ontologi hakikat
realitas.Heidegger (1981) mengatakan, istilah ontologi pertama kali
diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada 1936 M. untuk menemani
hakikat yang ada bersifat metafisis. menurut Jujun S. Suriasumantri
dalam buku Pengantar Ilmu dalam Perspektif mengatakan, ontologi
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu ,
atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai tori tentang
―ada‖. Sementara itu, A Dardiri dalam buku Humaniora, Filsafat dan
Logika mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa
yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas
dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal
universal, abstraksi ) dapat dikatakan ada ; dalam kerangka tradisional
ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari

11
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu,( Jakarta : Raja Grafindo, 2011) cet. 1-10, hlm. 134
12
Muchtar Latif, Orientasi ke arah pemahaman Filsafat Ilmu ( Jakarta : Prenemadia
Group ) cet. 1, hlm 173
13
Imron, Filsafat Umum, (Palembang : Noer Fikri Ofset, 2017) cet. 2, hlm. 90

Filsafat Ilmu | 13
hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi
dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada. Menurut Sidi Gazalba
dalam buku nya Sistematika Filsafat mengatakan, ontologi
mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan.sedangkan
menurut Amsal Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Agama I mengatakan
ontologi berasal dari kata ontos = sesuatu yang berwujud, ontologi
adalah teori/ilmu tentang wujud tentang hakikat yang ada. Ontologi
tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika
semata-mata.14

B. Asumsi Ontologi dan Peluang


Didalam asumsi di bidang ontologi adalah suatu dugaan yang
diterima sebagai dasar dan landasan berpikir yang di anggap benar,
karena ontologi adalah suatu ilmu yang menerangkan suatu realitas dan
kebenaran suatu hal jadi di dalam asumsi menduga-duga bahwa suatu
hal itu bisa jadi menjadi hal yang benar contohnya seorang sakaratul
maut yang diasumsi kan banyak orang akan meninggal dalam hitungan
jam atau hari, ataupun bulan dan pada akhirnya dugaan tersebut
memang benar adanya. Di dalam peluang ontologi adalah suatu
kegiatan yang konkret dan abstrak untuk mencapai tujuan, kesempatan
dan untuk hakikat suatu kehidupan tersebut.

C. Paham dan Aliran-Aliran Metafisika di dalam Ontologi


1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua.haruslah satu
hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi
ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing
bebas dan berdiri sendiri.Haruslah salah satunya merupakn sumber
yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang
lainnya.Istilah monoisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block
Universe.15Paham dan Aliran metafisika.Metafisika adalah suatu ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal yang nonfisik dan tidak

14
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hlm. 134
15
Ibid., hlm. 135

14 | Imron, S,Ag., M.A


kelihatan.sedangkan aliran adalah suatu pandangan, pendapat atau
paham dan sebagainya. jadi aliran metafisika adalah suatu pandangan
atau pendapat yang berhubungan dengan hal-hal yang nonfisik dan
tidak kelihatan. Di dalam objek suatu kajian aliran-aliran metafisika
terdapat beberapa aliran antara lain ;
a. Aliran Materialisme
Menurut materialisme hakikat benda adalah materi benda itu
sendiri. Rohani, Jiwa, spirit dan sebangsanya muncul dari benda.
Aliran ini adalah aliran yang tertua.Aliran ini menganggap bahwa
sumber yang asal itu adalah materi bukan rohani.Aliran ini sering
disebut juga naturalisme.Menurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang
lainnya jiwa atau ruh itu hanyalah merupakan akibat saja dan proses
gerakan kebenaran dengan salah satu cara tertentu
Kalau dikatakan bahwa materialisme sering disebut
naturalisme, sebenarnya ada sedikit perbedaan di antaranya dua paham
itu.Kalau Naturalisme berpendapat bahwa alam saja yang ada, yang
lainnya di luar alam tidak ada.Yang di maksud alam disini ialah
segala-galanya, meliputi benda dan ruh. Jadi benda dan ruh sama
nilainya dianggap sebagai alam yang satu. Sebaliknya, materialisme
menganggap ruh adalah kejadian dari benda. Jadi tidak sama nilai
benda dan ruh seperti dalam naturalisme.
Dari segi dimensinya, paham atau aliran ini sering dikaitkan
dengan teori Atomisme.Menurut teori ini semua materi tersusun dari
sejumlah bahan yang disebut unsur.Unsur itu bersifat tetap, tak dapat
dirusakkan.Bagian-bagian unsur itulah yang dinamakan atom-atom.16
Aliran pemikiran ini dipelopori oleh banyak bapak filsafat yaitu
Thales (624-546 SM) Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air
karena pentingnya bagi kehidupan.17Anaximender (585-528 SM)
berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara dengan alasan bahwa
udara adalah merupakan sumber dari segala kehidupan.Demokritos
(460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-

16
Ibid. hlm. 136
17
Ibid., hlm. 137

Filsafat Ilmu | 15
atom yang banyak jumlahnya.tak dapat dihitung dan amat halus.
Atom-atom inilah yang merupakan asal kejadian alam.
Ada beberapa alasan mengapa aliran ini dapat berkembang.
 Pada pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat
diraba biasanya dijadikan kebenaran terakhir. Pikiran yang masih
sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang, yang
abstrak
 Penemuan-penemuan menunjukkan betap bergantungnya jiwa
pada badan. Maka peristiwa jiwa selalu dilhat sebagai peristiwa
jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa itu.
 Dalam sejarah manusia memang bergantung pada benda (Tafsir
Ahmad, 2010 ; 28-31)
b. Aliran Idealisme
Idealisme adalah serba cita sedang spiritualisme berarti sebuah
ruh.Idealisme di ambil dari kata ―idea‖ yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa.Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka
ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu
sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.Materi atau zat itu
hanyalah suatu jenis dari penjelmaan ruhani.18
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah
ruhani, spirit atau sebangsanya adalah :
 Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari
materi bagi kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat
yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya, bayangan
atau penjelmaan saja.
 Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar
dirinya.
 Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang Benda tidak
ada, yang ada energi itu saja.19
Dalam Perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran Plato
(428-348 SM) dengan teori idenya.Menurutnya tiap-tiap yang ada di
alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap
sesuatu.maksudnya alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah

18
Ibid., hlm. 138
19
Ibid., hlm. 139

16 | Imron, S,Ag., M.A


berupa bayangan saja dari alam ide itu. jadi idela yang menjadi hakikat
ide sesuatu menjadi dasar wujud sesuatu.
2. Dualisme
Setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monisme) baik
materi ataupun ruhani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa
hakikat itu ada dua.Aliran ini disebut dualisme.Aliran ini berpendapat
bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal
sumbernya.yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani benda dan ruh,
jasad dan spirit. Materi bukan dari ruh, dan ruh bukan muncul dari
benda.sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing
bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi.Hubungan
keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling
jelas tentang adanya kerja keras sama kedua hakikat ini ialah dalam
diri manusia.
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang di
anggap sebagai bapak filsafat modern.Ia menamakan kedua hakikat itu
dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan).
Ini tercantum dalam bukunya Discours de methode (1637)
danMeditations de Prima Philoshopia (1641).
Seperti saat ketika Descartes meragukan segala sesuatu yang
dapat diragukan mula-mula ia mencoba meragukan semua yang dapat
diindera objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Dia
meragukan badannya sendiri.Keraguan itu menjadi mungkin karena
pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi dan juga pada pengalaman dengan
ruh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas.
Umumnya manusia tidak akan mengalami kesulitan untuk
menerima prinsip dualisme ini, karena setiap kenyataan lahir dapat
segera ditangkap oleh pancaindera kita sedang kenyataan batin dapat
segera diakui adanya oleh akal dan perasaan hidup.20
3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk
merupakan kenyataan.Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan
mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.21

20
Ibid., hlm 143
21
Ibid., hlm. 144

Filsafat Ilmu | 17
Pluralisme dalam Dictionary of Philoshophy and Religion dikatakan
sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun
dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas, Tokoh aliran ini
pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang
menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4
unsur, yaitu tanah, air, api dan udara.
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910
M).Kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan
filosof Amerika. Dalam buku nya The Meaning of Truth, James
mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum,
yang bersifat tetap yang, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang
mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dari segi segala yang
kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa
berubah, karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat
dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada
kebenaran yang mutlak yang ada kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang
benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali
dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari
banyak kawasan yang berdiri sendiri.Dunia bukanlah suatu universum,
melainkan suatu multi-versum.Dunia adalah suatu yang terdiri dari
banyak hal yang beraneka ragam, atau pluralis.22
4. Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin yang berarti nothing atau
tidak ada.Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang
positif.Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam
novelnya Father and Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di
Rusia. Dalam novel itu Bazarov sebagai tokoh sentral mengatakan
lemahnya lemahnya kutukan ketia ia menerima ide nihilisme.
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak
zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM)
yang memberikan tiga proporsi tentang realitas. Pertama, Realitas itu
sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, tidak dapat
diketahui.Ini disebabkan oleh penginderaan itu sumber ilusi.Akal juga
tidak mampu meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini karena

22
Ibid., hlm. 145

18 | Imron, S,Ag., M.A


kita telah dikungkung oleh dilema subjektif.Kita berpikir sesuai
dengan kemauan.Ide, kita yang kita terapkan pada fenomena. Ketiga,
sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita
beritahukan kepada orang lain.23
5. Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk
mengetahui hakikat benda.Baik hakikat materi maupun hakikat
ruhani.Kata Agnoticisme berasal dari bahas Grik, Agnotos yang berarti
unknown.A artinya not. Gno artinya Know.
Timbulnya aliran ini dikarena belum dapatnya orang mengenal
dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang
berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu
menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancendent
(sangat penting).
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksitensi dengan
tokoh-tokoh seperti, Soren Kierkegard (1813-1855 M) yang terkenal
dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme menyatakan,
manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai
aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan
kedlam sesuatu yang lain.
Sementara itu, Martin Heidegger (1889-1976 M), seorang
filosof jerman mengatakan, satu-satunya yang ada itu ialah manusia,
karena hanyalah manusia yang dapat memahami dirinya sendiri.Jadi
dunia adalah bagi manusia, tidak ada persoalan bagi alam metafisika.
Pada pemahaman lainnya, Jean Paul Sarte (1905-1980 M),
seorang filosof dan sastrawan Perancis yang ateis yang sangat
terpengaruh dengan pikiran ateisnya mengatakan bahwa manusia
selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan etre (ada)
melainkan a etre (akan atau sedang). Segala perbuatan manusia tanpa
tujuan karena tidak ada yang tetap selalu disangkal.
Segala sesuatu yang mengalami kegagalan.Das sein
(ada/berada) dalam cakrawala gagal.Ternyata segala macam nilai
hanya terbatas saja.Manusia tidak boleh mencari dan mengusahakan
kegagalan dan keruntuhan.Sebab hali ini bukanlah hal yang

23
Ibid., hlm. 146

Filsafat Ilmu | 19
asli.Kegagalan dan keruntuhan itu mewujudkan tulisan sandi (Chiffre)
sempurna dari ―ada‖. Di dalam kegagalan dan keruntuhan itu orang
mengalami ―ada‖, mengalami transenden(sangat penting)24
Jadi agnotisisme adalah paham pengingkaran atau
penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat
benda baik materi maupun ruhani. Aliran ini mirip dengan skeptisme
yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya
mengetahui hakikat. sedangkan kalau agnotisisme lebih dari itu karena
menyerah sama sekali.25

D. Objek kajian dalam Aliran metafisika Ontologi


Di dalam objek kajian aliran metafisika dalam ontologi
menurut Christian Wolf mengklasifikasikan bahwa di dalam kajian
tersebut yang membicarakan metafisika generalis/umum tentang hal
‗ada‖ (being). Jika diteliti lebih dalam bahwa metafisika dalam bahasa
Yunani :Jer/(meta) = setelah atau di balik, Cpuaiko (phusika) = hal-hal
di alami ) adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau
hakekat objek (fisik) di dunia. Objek material ontologi adalah yang ada
(hakikat) artinya segala-galanya meliputi yang ada sebagai wujud
konkret dan abstrak, indraw maupun tidak indrawi.26
Dan di dalam suatu keseluruhan objek kajian dari semua aliran
metafisika ontologi yang membahas suatu hakikat (kenyataan ) di
dalam suatu kajian aliran tersebut. walaupun perbedaannya di dalam
suatu aliran ada pembahasan suatu hakikat benda, ruh ataupun yang
lainnya. tetapi dari keseluruhan suatu aliran metafisika ontologi yang
terdiri dari Monoisme yang terbagi menjadi Aliran Materialisme dan
Aliran Idealisme, Aliran Dualisme, Pluralisme Nihilisme dan
Agnostisisme sama-sama rata bersepakat bahwa didalam objek kajian
aliran tersebut sama-sama membahas tentang suatu hakikat atau
kenyataan

24
Ibid., hlm. 148
25
Ibid.
26
A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, (Jakarta : PT Rineka Cipta), 2015, hlm. 223

20 | Imron, S,Ag., M.A


BAB III
EPISTEMOLOGI

A. Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata yunani episteme yang berarti
―pengetahuan‖,‖pengetahuan yang benar‖,‖pengetahuan ilmiah‖,dan
logos berarti teori. Dengan demikian, secara etimologis, epistemologi
dapat diartikan sebagai teori ilmu pengetahuan.Sebagai cabang filsafat,
epistemologi menyelidiki asal, sifat, metode dan bahasan pengetahuan
manusia.Epistemologi juga disebut sebagai teori pengetahuan (theory
of knowledge).27
Dalam rumusan lain disebutkan bahwa epistemologi adalah
cabang filsafat yang mempelajari cara memperoleh
pengetahuan.(Suadrsono, 2008,137). Runes dalam kamusnya (1971)
menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy which
investigastes the orggin, structure, methods and validity of knowlege.
Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah filsafat
pengetahuan karena ia membicarakan hal pengetahuan. Istilah
epistemologi unutk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh
J.F.Ferrier pada tahun 1854, (tafsir ahmad, 2010;23).28
Secara lebih rinci cakupan epistemologi dikemukakan jujun S.
Suria sumantri : bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya
pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya ?hal-hal apa
yang harus diperhatikan agar kita mendapat pengetahuan yang benar ?
apakah yang disebut kebenaran itu dan apa kriterianya? Cara, teknik
dan sarana apa yang membantu kita mendapatkan pengetahuan berupa
ilmu ?
Epistemologi merupakan suatu bidang filsafat nilai yang
mempersoalkan tentang hakikat kebenaran, karena semua pengetahuan
mempersoalkan tentang kebenaran (suparlan suhartono: 118).metode
ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu (Jujun S.Suriasumantri). lebih jauh, epistemologi dapat

27
Jalaluddin.Filsfat ilmu pengetahuan.(jakarta : PT Grafindo persada.2013) hlm 160
28
Imron.Filsafat umum. (Palembang : Noerfikri Offset.2017) hlm 92

Filsafat Ilmu | 21
didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
Secara umum epistemologi adalah cabang filsafat yang
mengkaji sumber-sumber, watak dan kebenaran pengetahuanIstilah-
istilah lain yang setara maksudnya dengan ‗epistemology‘ dalam
berbagai kepustakaan filsafat kadang-kadang disebut juga logika
material, criteriology, kritik pengetahuan, gnosiology dan dalam
bahasa indonesia lazim diperugunakan istilah ‗filsafat pengetahuan‘.
Epistemologi juga disebut sebagai cabang filsafat yan berurusan
dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian,
dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki.29
1. Sejarah Filsafat Pengetahuan (Epistemologi)
Jujun S.Suriasumantri (2010) mengatakan epistemologi
merupakan cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan. Littlejohn
(2005) mengatakan sebagai satu komponen dalam filsafat ilmu,
epistemologi difokuskan pada telaah tentang bagaimana cara ilmu
pengetahuan memperoleh kebenarannya, atau bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan yang benar,atau bagaimana seorang itu tahu
apa yang mereka ketahui.30
Bila ditinjau menurut sejarah epistemologi, maka terlihat
adanya suatu kecenderungan yang jelas mengenai bagaimana riwayat
cara-cara menemukan kebenaran (pengetahuan), kendatipun riwayat
dimaksud memperlihatkan adanya banyak kekacauaun perspektif yang
posisinya saling bertentangan.
Kerelativitasan pengetahuan tersebut berkembang secara terus
menerus atau berevolusi, dan pengetahuan secara aktif campur tangan
terhadap the worl dan subyek maupun obyeknya. Menurut plato,
pengetahuan yaitu suatu kesadaran mutlak, universal ideas of forms,
kesadaran bebas suatu subjek yang perlu dipahami. Sementara itu,
pemikiran muridnya aristolteles lebih menaruh penekanan metode
logika dan empiris bagi upaya penghimpunan pengetahuan, dia masih
29
Surajiyo. Filsafat ilmu dan perkembangannya di indonesia. (jakarta: PT Bumi
Aksara. 2007) hlm 24
30
Latif,muchtar. Orientasi ke arah pemahaman filsafat ilmu. (jakarta : Prenadamedia
Group. 2013) hlm 192-196

22 | Imron, S,Ag., M.A


menyetujui padangan bahwa pengetahuan seperti itu merupakan suatu
apprehension of necessary and universal principles (penangkapan
prisnsip yang diperlukan dan universal).
Pada masa renaisans, terdapat dua epistemologikal utama yang
posisinya mendominasi adalah filsafat, yaitu empirism dan
rasionalism.Empirism (empirisme) yaitu suatu epistemologi yang
memahami bahwa pengetahuan itu sebagai produk persepsi
indriawi.Sedangkan rationalism (rationalisme) melihat pengetahuan itu
sebagai adapun produk refleksi rasional.Menurut pandangan ini
pengetahuan dihasilkan dari sejenis pemetaan atau refleksi objek
eksternal melalui organ indriawi kita, yang dimungkinkan terbantu
melalui alat pengamatan berbeda menuju ke otak atau pikiran kita.
Menurut kant, pengetahuan itu dihasilkan dan diorganisasi dari
persepsi berdasarkan struktur kognitif bawaana, yang disebutnya
kategori. Kategori mencakup ruang, waktu, objek dan kausalitas. Pada
masa-masa mendekati awal abad ke-20, misalnya seperti logika
positivisme, konvensionalisme dan mekanik kuantum menurut
copenhagen interpretation filafat masih mendominasi kebanyakan cara
kerja ilmiah dalam cognitive science dan artificial intellegence.
Epistemologi pragmatis tidak memberikan jawaban jelas
terhadap pertanyaan mengenai asal usul pengetauan atau model. Ada
asumsi tersirat bahwa model dibangun dari bagian-bagian model lain,
dan data empiris yang perolehannya didasarkan pada prinsip coba-coba
salah (trial and eror) yand dilengkapi dengan beberapa heuristic atau
ilham. Pandangan yang lebih radikal ditawarkan oleh para penganut
constructivism.Kalanga ini mengasumsikan bahwa semua pengetahuan
dibangun dari goresan subjek pengetahuan.Tidak ada sesuatu yang
‘givens’, data atau fakta yang empiris yang objektif, kategori bawaan
sejak lahir, atau struktur struktur kogitif.
Semua pengetahuan dibangun dari stratch by the subject of
knowladge, maka cara untuk membedakan pengetahuan memadai atau
‗sebenarnya‘ dan pengetahuan yang tidak cukup atau palsu mejadi
tiada. Kita bisa membedakan dua pendekatan yang mencoba
menghindari kemutlakan relativism.Pendekatan yang pertama disebut

Filsafat Ilmu | 23
konstruktivism individual (individual contructivism) dan kedua yaitu,
konstruktivism sosial (social construstivism).
Pengkonstruksian itu merupakan suatu proses yang terus
berkelanjutan pada tingkatan yang berbeda, baik secara biologis
maupun psikologis atau sosial. Pengkonstruksian terjadi melalui
variasi potongan pengetahuan, dan retensi selektif kombinasi baru dna
mereka yang entah bagaimana berkonstruktibusi untuk kelangsungan
hidup reproduksi dan subjek didlaam lingkungan mereka.
Pendekatan konstruktivis sangat menutup diri atas pengetahuan
yang merupakan hasil konstruksi indvidu atau masyarakat, maka kita
telah bergerak kependekatan memetik, yakni pendekatan yang melihat
masyarakat dan individu yang dihasilkan oleh pengkonstruksian
melalui suatu proses evolusi yang terus-menerus san fragmantasi
independen pengetahuan yang berkompetisi demi dominasi. Dan
riwayat singkat tentang cara-cara menemukan kebenaran (pengetauan)
sebelumnya, kiranya memberikan gambaran bahwa melalui
argumentasinya masing-masing, kalang ilmuwan tidak memiliki cara
yang sama dalam upayanya menemukan kebenaran pada objek ilmu.
Asal usul pengetahuan termasuk hal yang sangat penting dalam
epistemologi. Untuk mendapatkan dari mana pengetahuan itu muncul
(berasal) bisa dilihat pula dari aliran-aliran dalam pengetahuan, dan
bisa dengan cara metode ilmiah serta dari sarana berpikir ilmiah.
Dimulai pada zaman Yunani kuno, ketika orang mulai
mempertanyakan secara sadar mengenai pengetahuan dan
merasakan bahwa pengetahuan merupakan faktor yang amat penting
yang dapat menentukan hidup dan kehidupan manusia.Zaman
Romawi tidak begitu banyak menunjukkan perkembangan
pemikiran mendasar sistematik mengenai pengetahuan.Hal itu
terjadi karena alam pikiran Romawi adalah alam pikiran yang
sifatnya lebih pragmatis dan ideologis. Masuknya agama Nasrani ke
Eropa memacu perkembangan epistemologi lebih lanjut, dari sinilah
tumbuh Rasionalisme, Empirisme, Idelisme, dan Positivisme yang
kesemuanya memberikan perhatian yang amat besar terhadap
problem pengetahuan.

24 | Imron, S,Ag., M.A


B. Aliran-aliran filsafat pengetahuan (Epistemologi)
Dari mana pengetahuan itu berasal da apa yang diyakini
sebagai kebenaran bisa dilihat dari aliran dalam pengetahuan. Dari
aliran ini tampak jelas perbedannya bagaimana pengetahuan itu
berasal. Aliran itu, yakni sebagai berikut :31
a. Rasionalisme
Rasionalisme dipelopori oleh rene descrartes (1596-1650) yang
disebut bapak filsafat modern. Ia ahli dalam ilmu, ilmu hukum dan
ilmu kedokteran. Ia mengatakan bahwa ilmu pengetahuan harus satu,
tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan
yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum. Yang harus
dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilih-
pilih. Rene descartes yang mnedirikan aliran rasionalisme ini
berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah
akal.32
Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode
deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu pasti.Latar belakang
munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri
dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang pernah diterima,
tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan
yang dihadapi.Rene descartes membedakan tiga ide yang ada dalam
diri manusia, yaitu :
1) innate ideas adalah ide bawaan yang dibawa manusia sejak lahir
2) adventitious ideas adalah ide-ide yang berasal dari luar diri
manusia, dan
3) factitious ideas adalah ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran itu
sendiri.
Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang
mencukupi dan yang dapatdipercaya adalah rasio (akal).Hanya
pengetahuan yang diperoleh melalui akallah yang memenuhi syarat
yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat
yang dipakai oleh semua pengetahuan ilmiah.Akal dapat menurunkan

31
Surajiyo. Filsafat ilmu dan perkembangannya diindonesia (jakrta : PT Bumi
Aksara.2007) hlm 33-35
32
Bachtiar,amsal. Filsafat ilmu. (jakarta : PT Rajagrafindo Persada.2004) hlm 104

Filsafat Ilmu | 25
kebenaran daripada dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas pertama yang
pasti.Metode yang diterapkan adalah deduktif.Teladan yang
dikemukakan adalah ilmu pasti. Filsufnya antara lain Rene Descartes,
B.Spinoza, dan leibniz.
Aliran rasionalisme ada dua macam yaitu dalam bidang agama
dan dalam bidang filsafat.Jika hanya rasio yaitu andalan rasionalisme
maka pengetahuan yang diperoleh ialah pengetahuan
filsafat.Penetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tanpa
dukunga data empiris.Jadi, pengetahuan filsafat ialah pengetahuan
yang logis.
b. Empirisme
Kata empiris berasal dari kata yunani empieriskosyang berasal
dari kata empiria, yang artinya pengalaman.Menurut aliran ini manusia
memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya.Dan bila
dikembalikan kepada kata yunaninya, pengalaman yang dimaksud
ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin karena manusia
menyentuhnya, gula manis karena manusia mencicipinya.
Aliran ini berpendapat, bahwa empiris atau pengalamanlah
yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman yang bantiniah
maupun yang lahiriah. Filsuf empirisme antara lain john locke, david
hume, william james. David hume termasuk dalam empirisme radikal
menyatakan bahwa ide-ide dapat dikembalikan pada sensasi-sensasi
(rangsang indra). William james menyatakan bahwa pernyataan
tentang fakta adalah hubungan diantara benda, sama banyaknya
dengan pengalaman khusus yang diperoleh secara langsung dengan
indra.
John lock (1632-1704), bapak aliran ini pada zaman modern
mengemukakan teori tabula rasa yang secara bahasa berati meja lilin.
Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari
pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu,
lantas ia memiliki pengetahuan. Sesuatu yang tidak diamati dengan
indra bukanlah pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman indera
itulah sumber pengetahuan yang benar.
Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran
ini adalah metode eksperimen.Kesimpulannya bahwa aliran empirisme

26 | Imron, S,Ag., M.A


lemah karena keterbatasan indera manusia.Misalnya benda yang jauh
kelihatan kecil, sebenarnya benda itu kecil ketika dilihat dari jauh
sedangkan kalau dilihat dari dekat benda itu besar.
c. Kritisisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana
seseorang ahli pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan
pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme. Seorang ahli pikir
jerman Immanuel Kant (1724-18004) mencoba menyelesaikan
persoalan diatas, pada awalnya, kant mengikuti rasionalisme tetapi
terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya kant mengakui peranan
akal harus dan keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan
sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal
(rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman
(empirime).
Dalam kritik atas Rasio Murni, I.Kant membedakan tiga
macam pengetahuan, sebagai berikut :
1) Pengetahuan analitis : disini predikat sudah termuat dalam subjek.
Predikat diketahui melalui suatu analisis subjek. Mislanya,
lingkaran itu bulat.
2) Pengetahuan sintetis aposteriori : predikat dihubungkan dengan
subyek berdasarkan pengalaman indrawi.
3) Pengetahuan sintesis apriori : akal budi dan pengalaman indrawi
dibutuhkan serentak. Ilmu pasti, ilmu pesawat, ilmu alam bersifat
sintetis apriori. Kalau saya tahu bahwa 10+5=15 memang terjadi
sesuatu yang sangat istimewa.
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun ia
mendasarkan diri dari nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak
mengingkari bahwa adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal.
d. Positivisme
Positivisme berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang
faktual dan yang positif. Apa yang kita ketahui secara positif adalah
segala yang tampak, segala gejala. Tokoh positivisme adalah auguste
comte. Misalnya untuk mengukur jarak kita harus menggunakan alat
ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat menggunakan neraca

Filsafat Ilmu | 27
atau timbangan misalnya kiloan .Dan dari itulah kemajuan sains benar
benar dimulai.
Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh bukti
empirisnya. Dan alat bantu itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi,
pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri
sendiri.Aliran ini menyempurnakan empirisme dan rasionalisme.
Menurut auguste comte, perkembangan pemikiran manusia
berlangsung dari tiga tahap atau tiga zaman, yaitu zaman teologis,
zaman metafisis dan zaman ilmiah atau zaman positif.
1) Pada zaman atau tahap teologis orang mengarahakan rohnya
kepada hakikat ‗batiniah‘ segala sesuatu kepada ‗sebab pertama‘
dan tujuan terakhir segala sesuatu. Jadi, orang masih percaya
kepada kemungkinan adanya pengetahuan atau pengenalan yang
mutlak. Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi tiga tahap yaitu, a.
Tahap yang paling bersahaja atau primitif ketika orang
menganggap bahwa segala benda berjiwa (animisme), b.tahap
ketika orang menurunkan kelompok hal-hal tertentu masing-
masing diturunkannya dari sesuatu kekuatan adikidrati, yang
melatarbelakanginya sedemikian rupa sehingga tiap kawasan
gejala memiliki dewa-dewanya sendiri (politeisme),c. Tahap yang
tertinggi, ketika orang mengganti dewa yang bermacam-macam
itu dengan satu tokoh tertinggi, yaitu dalam monoteisme.
2) Zaman yang kedua, yaitu zaman metafisika, sebenarnya hanya
mewujudkan sautu perubahan saja dari zaman teologis.
3) Zaman positif adalah zaman ketika orang tahu, bahwa tiada
gunanya untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan
yang mutlak, pengenalan teologis maupun pengenalan metafisis.
Sekarang ini orang berusaha menemukan hukum-hukum
kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah
dikenal atau disajikan kepadanya, yaitu dengan pengamatan dan
dengan memakai akalnya.

C. Landasan Filsafat Pengetahuan (Epistemologi)


Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara
yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar.

28 | Imron, S,Ag., M.A


Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan
yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan
yang didapatkan lewat metode ilmiah.Syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum
dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan
penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki
fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.
Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat
dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
1) Penemuan atau penentuan masalah. Di sini secara sadar kita
menetapkan masalah yang akan kita telaah dengan ruang lingkup
dan batas-batasannya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas.
Demikian juga batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita
akan mengalami kesukaran dalam melangkah kepada kegiatan
berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah.
2) Perumusan kerangka masalah merupakan usaha unutk
mendeskripsikan masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini kita
mengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam masalah
tersebut. Faktor-faktor tersebut membentuk suatu masalah yang
berwujud gejala yang sedang kita telaah.
3) Pengajuan hipotesis merupakan usaha kita untuk memberikan
penjelasan sementara menge-nai hubungan sebab-akibat yang
mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah
tersebut di atas. Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil
suatu penalaran induktif deduktif dengan mempergunakan
pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.
4) Hipotesis dari Deduksi merupakan merupakan langkah perantara
dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang diajukan. Secara
deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan
identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia
fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita
ajukan.
5) Pembuktian hipotesis merupakan usaha untuk megunpulkan
fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau fakta-

Filsafat Ilmu | 29
fakta tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka
dinyatakan bahwa hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh
fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis itu tidak terbukti,
maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita kembali
mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis
tertentu yang didukung oleh fakta.
6) Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah hipotesis yang telah
terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru dan
diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis
tersebut sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu
teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis
megnenai suatu gejala tertentu. Pengetahuan ini dapat kita
gunakan untuk penelaahan selanjutnya, yakni sebagai premis
dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang lainnya.
Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi
dalam suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka
mendapakan teori ilmiah tersebut.

D. Pengaruh Filsafat Pengetahuan (Epistemologi)


Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban
manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori
pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia,
dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial.Epistemologilah yang
menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi
yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan
bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai
merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi
tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi.
Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis
dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi
sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia.Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu
berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru.
Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-
pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang

30 | Imron, S,Ag., M.A


berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-
perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu,
dan sebagainya.

Filsafat Ilmu | 31
32 | Imron, S,Ag., M.A
BAB IV
Aksiologi

A. Pengertian dan Hakikat Aksiologi


Menurut bahasa yunani aksiologi berasal dari kata axios dan
logos.Axios artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu.Jadi
aksiologi adalah teori tentang nilaiNilai merupakan realitas yang
abstrak yang berfungsi sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip
yang menjadi pedoman dalam hidup.Nilai menempati kedudukan
penting dalam kehidupan seseorang, sampai pada suatu tingkat dimana
sementara orang lebih siap mengorbankan hidup ketimbang
mengorbankan nilai.nilai dapat dilacak dari tiga realitas, yakni : pola
tingkah laku, pola berpikir, dan sikap-sikap seorang pribadi atau
kelompok.33
Menurut kamus besar bahasa Indonesia aksiologi adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang
nilai-nilai, khususnya etika. Sedangkan menurut wibisono aksiologi
adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral
sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan
ilmu. Jadi aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian
tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and
wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and end). Aksiologi
mencoba merumuskan teori yang konsisten untuk prilaku etis.34
Aksiologi juga diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.Aksiologi
berhubungan dengan penggunaan ilmu pengetahuan.Seperti
dimaklumi, bahwa ilmu pengetahuan ditujukan untuk kepentingan
hidup manusia.Ilmu pengetahuan membantu manusia mengatasi
permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.Dengan
menguasai ilmu pengetahuan, manusia mampu mengobservasi,
memprediksi, memanipulasi, dan menguasai alam.35

33
Jalaludin, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 162.
34
Imron, Filsafat Umum( Palembang : Noer Fikri Offset, 2017), hlm. 108.
35
Ibid, hlm. 162.

Filsafat Ilmu | 33
Sebagai contoh, musim hujan yang berkepanjangan akan
mendatangkan banjir. Hasil observasi dari pengalaman berulang-ulang
ini membawa pada kesimpulan tentang gejala alam ini.Berdasarkan
kesimpulan tadi selanjutnya dapat diprediksi kapan musim hujan
terjadi, dan dapat mengakibatan banjir.Selanjutnya melalui
pengalaman diketahui pula bahwa air selalu mengalir ketempat yang
rendah.Atas dasar pemahaman ini maka dibuat saluran.Melalui saluran
tersebut luapan air akhirya dapat diatasi.Gejala alam berupa banjir
dapat dikuasai.Lebih dari itu dengan bantuan ilmu pengetahuan itu,
luapan air dapat dimanfaatkan.Ilmu pengetahuan tetang air ini ternyata
sudah lama dikenal oleh manusia.Bahkan memasuki abad ke-20
kemampuan manusia merekayasa air telah melahirkan sedikitnya 20
cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan langsung dengan air, atau
hydrolicsciences.36
Memurut Bramel, aksiologi terbagi menjadi tiga bagian diantaranya
adalah37:
a) Moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ni melahirkan
disiplin khusus yaitu etika.
a) Esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini
melahirkan keindahan.
b) Socio-politcal life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan
melahirkan filsafat social politik.
1. Nilai dan Kegunaan Ilmu Aksiologi
Dalam encyklopediaofphilosophy dijelaskan aksiologi disamakan
dengan ― Valu and Valuation‖:
a) Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, dalam pengertian
yang lebih sempit seperti baik, menarik, dan bagus. Sedangkan
dalam pegertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan
segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. 38
Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli
untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai
lawan dari suatu yang lain dan ia berbeda dengan fakta. Teori

36
Jalaludin, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 162-
163.
37
Imron, Filsafat Umum (Palembang : Noer Fikri Offset, 2017), hlm. 108.
38
Ibid hlm 108-109.

34 | Imron, S,Ag., M.A


nilai atau aksiologia adalah bagian dari etika. Lewis
menyebutkan sebagai alat untuk mencapai beberapa tujuan,
sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu menjadi
menarik, sebagai nilai inheren atau kebaikan seperti estetis dari
sebauh karya seni, sebagai nilai instrinsik atau menjadi baik
dalam dirinya sendiri, sebagai nilai contributor atau nilai yang
merupakan pengalaman yang mmberikan kontribusi. 39
b) Nilai sebagai kata beda yang konkret. Contohnya ketika kita
berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipaki untuk
merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai
dia.40 Kemudian digunakan apa-apa yang memiliki nilai atau
bernilai sebagai mana berlawanan dengan apa-apa yang tidak
dianggap baik atau tidak bernilai.
c) Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai,
memberi nilai atau dinilai. Dari definisi nilai diatas terlihat
dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai.
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai, teori
tentang nilai dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan
estetika.41 Menilai pada umumnya sinonim dengan kata evaluasi
ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai suatu
perbuatan. Deway membedakan dua hak dalam menilai, ia bisa
berarti menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi tersebut, terlihat
dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai
nilai. Nilai yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagi pertimbangan tentang apa
yang akan dinilai. Teori tersebut mengacu pada permasalahan
etika dan juga permasalahan estetika.
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, pertama etika
merupakan suatu kempulan pengetahuan mengenai penilain
terhadap perbuatan-perbuatan manusia.Seperti ungkapan ―saya
pernah belajar etika‖. Arti kedua merupakan suatu predikat yang

39
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 164.
40
Imron, Filsafat Umum (Palembang : Noer Fikri Offset, 2017), hlm. 108.
41
Ibid, hlm.109.

Filsafat Ilmu | 35
dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau
manusia-manusia yang lain. Seperti ungkapan ―ia bersifat etis
atau ia seorang yang jujur atau pembunuhan merupakan sesuatu
yang tindak susila‖.42
Dihadapkan dengan masalah moral dalam akses ilmu dan
teknologi yang bersifat merusak,para ilmuan terbagi ke dalam
dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat bahwa
ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara
ontologymaupun aksiologis. Dalam hal ini ilmuan hanyalah
menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk
mempergunakannya, apakah akan dipergunakan untuk tujuan
yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Golongan ini ingin
meanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total, seperti pada
waktu era Galileo.Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas
ilu terhadap nilai-niali hanyalah terbatas pada metafisik
keilmuan, sedangkan dalam penggunaanya haruslah
berlandaskan nilai-nilai moral. Golongan kedua mendasarkan
pendapatnya pada beberapa hal, yakni 43 :
a) Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh
manusia,yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia
yang mempergunaan teknologi-teknoogi keilmuan.
b) Ilmu telah berkembang pesat dan makin esoteric hingga kaum
ilmuan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin
terjadi bila terjadi penyalahgunaan.
c) Ilmu telah berkembang sedemikian rupa dimana terdapat
kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan
kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi
genetika dan teknik perbuatan sosial.44
Menurut Max Scheler, nilai-nilai itu terbangun dalam empat
peringkat yakni45:

42
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 165.
43
Ibid hlm. 169.
44
Ibid hlm. 169-170.
45
Jalaludin, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 162.

36 | Imron, S,Ag., M.A


a) Nilai-nilai kenikmatan.
b) Nilai-nilai kehidupan (kesehatan, kebugaran,dan
kesejahteraan umum).
c) Nilai-nilai kejiwaan (keindahan, kebenarandan pengetahuan
murni yang dicapai filsafat).
d) Nilai-nilai kerohanian.

B. Kategori Dasar Aksiologi


Menurut susanto (2011) mengatakan, ada dua kategori dasar
aksiologi : pertama, objectivsm, yaitu penilaian terhadap sesuatu yang
dilakukan apa adanya sesuai keadaan objek yang dinilai. Kedua,
subjectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu dimana dalam proses
penilaian terdapat undur intuisi (perasaan). Dari sini muncul empat
pendekatan etika, yaitu teori nilai intuitif, teor nilai rasional, teroi nilai
alamiahdan teori nilai emotif, teori nilai intuitif dan teori nilai rasional
beraliran objektivitas sedangkan teori nilai alamiah dan teori nilai
emotif berlairan subjektivis.46
Berikut pemaparanya: 47
a) Teori nilai intuitif. Menurut teori ini, sangat sukar jika tidak bisa
dikatakan mustahil untuk medefinisikan suatu perangkat nilai yang
absolut.
b) Teori nilai rasional. Menurut teori ini, janganlah percaya pada
nilai yang obyektif dan murni independen dari manusia.
c) Teori nilai alamiah. Menurut teori ini, nilai diciptaan manusia
bersama dengan kebutuhan dan hasrat yang dialaminya.
d) Teori nilai emotif. Menurut teori ini, nilai tidak lebih dari satu
opini yang tidak bisa diverivikasi, sekalipun diakui bahwa
penelitian menjadi bagian penting dari tindakan manusia.

C. Sikap dan Tanggung Jawab Ilmuan


Sikap seorang ilmuan dilihat dari sudut atau cara berfikirnya
yang berbeda yang pada hakikatnya adalah mereka yang biasa berfikir
dengan teratur dan teliti. Bukan saja jalan pikirnya yang mengalir

46
Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2004), hlm. 231.

Filsafat Ilmu | 37
melalui pola-pola yang teratur namun juga segenap materi yang
menjadi bahan pemikiranya dikaji dengan teliti.Disinilah kelebihan
seorang ilmuan dibandingkan dengan cara berfikir orang awam.48
Ilmu merupakan hasil karya seseorang ilmuan yang
dikomunikasikan dan dikaji secara luas. Jika hasil karyanya itu
memenuhi syarat-syarat keilmuan, maka karya ilmiah itu akan menjadi
ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat luas. Maka jelaslah,
jika ilmuan memiliki tanggung jawab yang besar bukan saja karena ia
merupakan warga masyarakat, melaikan karena ia juga memiliki fungsi
tertentu dalam masyarakat. Fungsinya selaku ilmuan tidak hanya
sebatas penelitian bidang keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas
hasil penelitianya agar dapat digunakan oleh masyarakat.
Tanggung jawab sosial lainya dari seorang ilmuan adalah
dalam bidang etika.Dalam bidang etika ilmuan harus memosisikan
dirinya sebagai pemberi contoh.Seorang ilmuan haruslah bersifat
obejktif, terbuka, menerima kritik dan pendapat orang lain, kukuh
dalam pendirianya, dan berani mengakui kesalahannya. Semua sifat ini
beserta sifat lainya merupaakan implikasi etis dari berbagai proses
penemuan ilmiah. Semua ilmuan pada hakikatnya adalah seorang
mansuia yang terbiasa berpikir dengan teratur dan teliti.Seorang
ilmuan tidak menolak atau menerima sesuatu secara begitu saja tanpa
pemikiran yang cermat. Disinilah kelebihan seorang ilmuan
dibandinkan dengan cara berfikir orang awam. Kelebihan seorag
ilmuan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah yang
menyebebkan ia mempunyai tanggung jawab sosial. Dia mesti
berbicara kepada masyarakat sekiranya ia mengetahui cara berpikir
mereka keliru, dan apa yang membuat mereka keliru, dan yang lebih
penting lagi harga apa yang harus dibayar untuk kekeliruan itu. Sudah
seharusnya pula terdapat dalam diri seorang ilmuan sebagai suatu
tauladan dalam masyarakat.49
Tugas seorang ilmuan harus menjelaskan hasil penlitianya
sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologis yang tepat.
Seorang ilmuan secara moral tidak akan membiarkan hasil penelitianya

48
Ibid, hlm. 242.
49
Jujun S. Suria sumantri, filsafat ilmu (Jakarta: Sinar Harapan,2000), hlm. 244-255

38 | Imron, S,Ag., M.A


atau penemuanya digunakan untuk menindas bangsa lain meskipun
yang menggunakan bangsanya sendiri.50Sejarah telah mencatat, para
ilmuan bangkit dan bersikap terhadap politik pemerintahnya yang
menurut anggapan mereka melanggar asas-asas kemanusiaan.
Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai
untuk kemaslahatan manusia atau sebaliknya dapat pula disalah
gunakan.Untuk itulah taggung jawab ilmuan harus dipupuk subur
kembangkan dan berada pada tempat yang tepat, baik tanggung
jawabnya secara akademis maupun tanggung jawab moral dan sosial
masyarakat.51

50
Surajiyo, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2012), hlm. 152.

51
Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2004), hlm. 243-245.

Filsafat Ilmu | 39
40 | Imron, S,Ag., M.A
BAB V
PENGETAHUAN SAINS

A. DEFINISI PENGETAHUAN SAINS


a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan,
danpemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala
isinya, termasuk manusia dan kehidupannya 52.
Menurut Kant, pengetahuan itu dihasilkan dan diorganisasi
dari persepsi berdasarkan struktur kognitif bawaana, yang
disebutnya kategori. Kategori mencakup ruang, waktu, objek dan
kausalitas. Menurut kant, pengetahuan itu dihasilkan dan
diorganisasi dari persepsi berdasarkan struktur kognitif bawaana,
yang disebutnya kategori. Kategori mencakup ruang, waktu, objek
dan kausalitas.
Menurut Plato, pengetahuan dihasilkan dari sejenis
pemetaan atau refleksi objek eksternal melalui organ indriawi kita,
yang dimungkinkan terbantu melalui alat pengamatan berbeda
menuju ke otak atau pikiran kita.
b. Sains
Kata sains berasal dari bahasa latin ‖science‖ yang berarti
pengetahuan ilmiah. Memandang dan mengamati keberadaan
(eksistensi) alam ini sebagai suatu objek53.
Menurut Webster New Collegiate Dictionary definisi dari
sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan
pembuktian atau pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran
umum.
Menurut Thomas Huxleyinti sains tidak lebih dari akal sehat
yang terlatih dan tertata.Tujuan pengetahuan sains (ilmiah)
menemukan kebenaran, memperluas pemahaman/pengetahuan,
deskripsi, eksplanasi, interpretasi, prediksi, retreodiksi, penemuan,

52
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu, Jakarta: RajawaliPers, 2014. Hlm.63
53
Ibid, Hlm.64

Filsafat Ilmu | 41
aplikasi, kontrol yang memberikan makna pada dunia yang
faktual54.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia sains berarti:
a. Ilmuteratur (sistematis) yang dapat diuji kebenarannya
b. Ilmu yang berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata (fisika,
kimia, dan biologi)
Sains adalah gambaran yang lengkap dan konsisten tentang
berbagai fakta pengalaman dalam suatu hubungan yang mungkin
paling sederhana (simple possible terms).Sains dalam hal ini
merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan
yang dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk
menggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi
di alam55.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi
manusia.Karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan
manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan
merupakan kenyataaan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban
manusia sangat berhutang kepada ilmu. Singkatnya ilmu merupakan
saran untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. 56
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang
kemudian akan diterapkan pada masyarakat.

B. ALIRAN TEORI SAINS


a. AliranTeori Empirisme
Menurut John Locke (1632-1704) Kata empirisme berasal
dari kata yunani ―empiriskos‖ yang berarti pengalaman.Menurut
John Locke aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Pengalaman yang dimaksud pengalaman inderawi.
Contohnya semua manusia pasti tahu bahwa garam itu asin, Karena
ia telah mencicipi garam tersebut57.

54
Ibid
55
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu, Jakarta: RajawaliPers, 2014. Hlm.64.
56
Imron, Filsafat Umum, Palembang:Noer Fikri Offset, 2017. Hlm.109.
57
Rosita Baiti, Dimensi-Dimensi Filsafat Ilmu, Palembang: GrafikaTelindo
Press,2017. Hlm. 110.

42 | Imron, S,Ag., M.A


Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan
melalui pengalamannya.Dan bila dikembalikan kepada kata
yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi.
Manusia tahu es dingin karena manusia menyentuhnya, gula manis
karena manusia mencicipinya.
Aliran ini berpendapat, bahwa empiris atau pengalamanlah
yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman yang bantiniah
maupun yang lahiriah. Filsuf empirisme antara lain john locke,
david hume, william james. David hume termasuk dalam empirisme
radikal menyatakan bahwa ide-ide dapat dikembalikan pada
sensasi-sensasi (rangsang indra). William james menyatakan bahwa
pernyataan tentang fakta adalah hubungan diantara benda, sama
banyaknya dengan pengalaman khusus yang diperoleh secara
langsung dengan indra.
John lock (1632-1704), bapak aliran ini pada zaman modern
mengemukakan teori tabula rasa yang secara bahasa berati meja
lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong
dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong
itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Sesuatu yang tidak diamati
dengan indra bukanlah pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman
indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan
aliran ini adalah metode eksperimen.Kesimpulannya bahwa aliran
empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia.Misalnya
benda yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu kecil ketika
dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat dari dekat benda itu
besar.58
Aliran Empirisme menegaskan pengalaman sebagai sumber
pengatahuan. Empirisme berpendirian semua pengetahuan diperoleh
lewat indra. Indra memperoleh kesan-kesan dari alam nyata, untuk
kemudian terkumpul dalam diri manusia, lalu menjadi

58
Imron, Filsafat Umum, Palembang:NoerFikri Offset, 2017. Hlm.109.

Filsafat Ilmu | 43
pengalaman.Pengetahuan yang berupa pengalaman terdiri atas
penyusunan dan pengaturan kesan-kesan yang bermacam-macam.59
Kelemahan aliran ini cukup banyak.Kelemahan pertama
ialah indera terbatas.Misalnya benda yang jauh kelihatan
kecil.Apakah benda itu kecil?Tidak. Keterbatasan kemampuan
indera ini dapat melaporkan objek tidak, sebagaimana adanya dari
sini akan terbentuk pengetahuan yang salah. Kelemahan kedua ialah
indera menipu. Pada orang yang sakit malaria, gula rasanya pahit,
udara panas dirasakan dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan
empiris yang salah juga. Kelemahan ketiga ialah objek yang
meniru, contohnya ilusi, fatamorgana.Kelemahan keempat berasal
dari indera dan objek sekaligus.
Dalam hal ini indera (mata) tidak mampu melihat seekor
kerbau secara keseluruhan, dan kerbau itu juga tidakdapat
melihatkan badannya secara keseluruhan.Kesimpulannya
ilahempirisme lemah karena keterbatasan indera manusia.Oleh
karena itu, muncul aliran rasionalisme.60
b. AliranTeori Rasionalisme
Menurut Rene Descartes (1586-1650) aliran ini mengajarkan
bahwa melalui akalnya manusia dapat memperoleh
pengetahuan.Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan
akal61.Rene Descartes (1586-1650) ahli dalam ilmu alam, ilmu
hukum, dan ilmu kedokteran.Ia menyatakan, bahwa ilmu
pengtahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu
orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode
yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah
apa yang jelas dan terpilah-pilah (clear and distinctively). Ilmu
pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti karena ilmu pasti
dapat dijadikan model cara mengenal secara dinamis. Rene
descartes yang mnedirikan aliran rasionalisme ini berpendapat
bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal.62

59
Rosita Baiti, Dimensi-Dimensi Filsafat Ilmu, Palembang: GrafikaTelindo
Press,2017. Hlm.110-111.
60
Imron, Filsafat Umum, Palembang:NoerFikri Offset, 2017. Hlm. 93-94.
61
Ibid. Hlm.110.
62
Ibid. Hlm. 94-95.

44 | Imron, S,Ag., M.A


Rene Descartes yang mendirikan aliran rasionalisme
berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya
adalah akal. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode
deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu pasti.Latar belakang
munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri
dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang pernah diterima,
tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu
pengetahuan yang dihadapi. Rene descartes membedakan tiga ide
yang ada dalam diri manusia, yaitu :
1) innate ideas adalah ide bawaan yang dibawa manusia sejak lahir
2) adventitious ideas adalah ide-ide yang berasal dari luar diri
manusia, dan
3) factitious ideas adalah ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran itu
sendiri.
Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang
mencukupi dan yang dapatdipercaya adalah rasio (akal).Hanya
pengetahuan yang diperoleh melalui akallah yang memenuhi syarat
yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat
yang dipakai oleh semua pengetahuan ilmiah.Akal dapat
menurunkan kebenaran daripada dirinya sendiri, yaitu atas dasar
asas pertama yang pasti.Metode yang diterapkan adalah
deduktif.Teladan yang dikemukakan adalah ilmu pasti. Filsufnya
antara lain Rene Descartes, B.Spinoza, dan leibniz.
Aliran rasionalisme ada dua macam yaitu dalam bidang
agama dan dalam bidang filsafat.Jika hanya rasio yaitu andalan
rasionalisme maka pengetahuan yang diperoleh ialah pengetahuan
filsafat.Penetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tanpa
dukunga data empiris.Jadi, pengetahuan filsafat ialah pengetahuan
yang logis.63
c. Aliran Teori Positivisme
Positivisme berasal dari kata ―positip‖ yang berarti factual,
yaitu apa yang berdasarkan fakta. Menurut positivisme pengetahuan
kita tidak boleh melebihi fakta-fakta.Positivisme senada dengan
empiris sebagai sumber pengatahuan.Perbedaan positifivisme

63
Imron, Filsafat Umum, Palembang:NoerFikri Offset, 2017. Hlm. 95-96.

Filsafat Ilmu | 45
dengan empiris adalah positivisme tidak menerima sumber
pengatahuan melalui pengalaman batin niah, tetapi hanyal
mengandalkan fakta-fakta yang ada.64
Menurut August Comte (1798-1857) aliran ini lahir sebagai
penyimbang pertentangan yang terjadi antara aliran empiris medan
rasionalisme. Aliran positivisme berusaha menyempurnakan dua
aliran diatas dengan mengeksperimen suatu bahan yang diuji.
Comte juga berpendapat bahwa indera sangat penting dalam
memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu
dan diperkuat dengan eksperimen65.
Positivisme berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang
faktual dan yang positif. Apa yang kita ketahui secara positif adalah
segala yang tampak, segala gejala. Tokoh positivisme adalah
auguste comte. Misalnya untuk mengukur jarak kita harus
menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat
menggunakan neraca atau timbangan misalnya kiloan .Dan dari
itulah kemajuan sains benar benar dimulai.
Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh
bukti empirisnya. Dan alat bantu itulah bagian dari aliran
positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme bukanlah suatu
aliran yang dapat berdiri sendiri.Aliran ini menyempurnakan
empirisme dan rasionalisme. Menurut auguste comte,
perkembangan pemikiran manusia berlangsung dari tiga tahap
atau tiga zaman, yaitu zaman teologis, zaman metafisis dan
zaman ilmiah atau zaman positif.
1) Pada zaman atau tahap teologis orang mengarahakan rohnya
kepada hakikat ‗batiniah‘ segala sesuatu kepada ‗sebab pertama‘
dan tujuan terakhir segala sesuatu. Jadi, orang masih percaya
kepada kemungkinan adanya pengetahuan atau pengenalan yang
mutlak. Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi tiga tahap yaitu : a.
Tahap yang paling bersahaja atau primitif ketika orang
menganggap bahwa segala benda berjiwa (animisme), b.tahap

64
Rosita Baiti, Dimensi-Dimensi Filsafat Ilmu, Palembang: GrafikaTelindo
Press,2017. Hlm. 113.
65
Ibid, Hlm.113

46 | Imron, S,Ag., M.A


ketika orang menurunkan kelompok hal-hal tertentu masing-
masing diturunkannya dari sesuatu kekuatan adikidrati, yang
melatarbelakanginya sedemikian rupa sehingga tiap kawasan
gejala memiliki dewa-dewanya sendiri (politeisme), c. Tahap
yang tertinggi, ketika orang mengganti dewa yang bermacam-
macam itu dengan satu tokoh tertinggi, yaitu dalam monoteisme.
2) Zaman yang kedua, yaitu zaman metafisika, sebenarnya hanya
mewujudkan sautu perubahan saja dari zaman teologis.
3) Zaman positif adalah zaman ketika orang tahu, bahwa tiada
gunanya untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan
yang mutlak, pengenalan teologis maupun pengenalan metafisis.
Sekarang ini orang berusaha menemukan hukum-hukum
kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah
dikenal atau disajikan kepadanya, yaitu dengan pengamatan dan
dengan memakai akalnya.
d. Aliran Teori Intuisionisme
Menurut Henri Bergson (1857-1941) berkeyakinan
bahwa akal dan indera memiliki keterbatasan.Karena
menurutnya objek-objek yang dibahas adalah objek yang selalu
berubah.Jadi, pengetahuan yang telah dimiliki manusia tidak
pernah tetap. Demikian halnya dengan akal, Akal hanya dapat
memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada
objek itu saja. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal
seperti diatas, Gergson mengembangkan satu kemampuan
tingkat tinggi yang dimiliki manusia yaitu intuisi.Intuisi adalah
hasil yang memerlukan suatu usaha.Usaha yang dapat
memahami kebenaran yang utuh dan tepat, serta yang
unique.Intuisi ini menangkap objek secara langsung tanpa
melalui pemikiran.Jadi, indera dan akal hanya mampu
menghasilkan pengetahuan yang tidak utuh (spatial), sedangkan
intuisi dapat menghasilkan pengetahuan yang utuh. 66

66
Imron, Filsafat Umum, Palembang:NoerFikri Offset, 2017. Hlm.97-98.

Filsafat Ilmu | 47
C. CONTOH PENGETAHUAN SAINS
a. Contoh Pengetahuan Beradarkan empirisme (Pengalaman)
Pengetahuan berdasarkan pengalaman melalui pendekatan
apriori (pengalaman yang sudah baku) dan aposteriori (pengalaman
yang tidak baku)
Contohnya :
1. Pendekatan Apriori pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui
pengalaman. Contohnya dalam rumusan metematika sudah kita
ketahui bahwasannya 1 + 1 = 2. Walaupun kita bertanya kepada
siapa saja rumusan 1 +1 = 2 jawabannya pastilah sama.
Sedangkan :
2. Pendekatan Apriori pengetahuan yang diperoleh melalui
pengalaman.
Contahnya seandainya kita ingin meminta resep nasi goreng
kepada ani dan yani, pasti keduanya memberikan resep yang
berbeda-beda karena apriori bersifat tidak baku dan sesuai
pengetahuan mereka terhadap resep tersebut.
b. Contoh Pengetahuan Berdasarkan Akal Manusia ( Rasionalisme)
Pengetahuan berdasarkan akal manusia ialah menganalisis,
menyimpukan, menilai apakah sesuai benar atau salah.
Contohnya jika seseorang mengatakan bahwa dia sedang berfikir
tentang sesuatu, ini berarti dia sedang membentuk gagasan umum
tentang sesuatu, atau sedang mempertimbangkan (mencari
argumentasi) berkaitan dengan suatu hal.
c. Contoh Pengetahuan Berdasarkan Positivisme
Pengetahuan berdasarkan positivisme ialah menggunakan
metode ilmiah dengan memasukkan eksperimen dan ukuran.
Contohnya air mendidih adalah 100oC, besi mendidih 1000oC dan
yang lainnya misalnya tentang ukuran meter, ton dan seterusnya.
d. Contoh Pengetahuan Berdasarkan Intusionisme
Intusionisme adalah sistem etika yang tidak mengukur baik
atau buruk sesuatu perbuatan berdasarkan hasilnya tetapi
berdasarkan niat dalam melaksanakan perbuatan
tersebut.Contohnya hati bekerja pada wilayah yang tidak bisa di
jangkau oleh akal, yakni pengalaman emosional dan spiritual.

48 | Imron, S,Ag., M.A


BAB VI
LOGIKA ILMU & BERFIKIR ILMIAH

A. Pengertian Logika Ilmu


Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang
berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan
dinyatakan dalam bahasa.67Logika adalah salah satu cabang filsafat.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica
scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari
kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.68Ilmu di sini
mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan
mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan
ke dalam tindakan.Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga
diartikan dengan masuk akal.Logika secara luas dapat didefinisikan
sebagai "pengkajian untuk berpikir secara valid.
Logika ialah ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan yang
lurus. Ilmu pengetahuan ini menguraikan tentang aturan-aturan serta
cara untuk mencapai kesimpulan, setelah didahului oleh suatu
perangkat premis. Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan di
mana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses
penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang
ditinjau dari segi ketepatannya.Logika adalah sebuah cabang filsafat
yang praktis.Praktis di sini berarti logika dapat dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani.
Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-
pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba
membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan
penalarannya. Logika digunakan untuk melakukan pembuktian.

67
Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, Psi, Pengantar Filsafat, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2007), hlm. 81.
68
Amsal Bakhtiar, Ilmu Filsafat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.
212.

Filsafat Ilmu | 49
Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan
yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang
filosofi,tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika. logika
tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan
pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dalam penalaran itu
memiliki dasar kebenaran, maka proses berpikir itu harus dilakukan
suatu cara tertentu hingga memunculkan kesimpulan valid (sahih).
Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan namun untuk
memusatkan tujuan studi kepada penalaran ilmiah, maka penyusun
akan melakukan penelaahan seksama hanya dengan terhadap dua jenis
cara penarikan kesimpulan, yakni logika deduktif dan logika induktif
karena logika dibagi menjadi dua cabang pokok berdasarkan dasar
penalaran dalam berlogika, yaitu logika deduktif dan logika induktif
. 69
1. Logika Deduktif
Logika deduktif, kadang disebut penalaran deduktif adalah
penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen
deduktif.Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari
kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-
premisnya.Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid,
bukan benar atau salah.Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid
jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis
dari premis-premisnya.Penarikan kesimpulan secara deduktif
biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan
silogismus, yang disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan.
Contoh argumen deduktif:
1. Semua Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang semester II
tinggal di Ma'had
2. Ani adalah mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang semester II
3. Ani tinggal di Ma'had

69
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1990 ), hlm. 88.

50 | Imron, S,Ag., M.A


2. Logika Induktif
Penalaran induktif, kadang disebut logika induktif—adalah
penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk
mencapai kesimpulan umum. Induksi merupakan cara berpikir
dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai
kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimualai
dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai
ruang lingkup yang khas dan terbatas dalamm menyusun
argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Contoh argumen induktif:
1. Kuda Sumba punya sebuah jantung
2. Kuda Australia punya sebuah jantung
3. Kuda Amerika punya sebuah jantung
4. Kuda Inggris punya sebuah jantung
5. Setiap kuda punya sebuah jantung

B. Pengertian Metode Ilmiah


Metodologi merupakan hal yang mengkaji tentang urutan
langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh
memenuhi ciri-ciri ilmiah. Secara etimologi, metode berasal dari
bahasa yunani yaitu kata methodos sambungan dari kata meta (sesudah
atau dibalik sesuatu) dan hodos (jalan yang harus ditempuh). jadi
metode adalah langkah-langkah (cara dan teknis) yang diambil,
menurut urutan atau sistematika tertentu untuk mencapai pengetahuan
tertentu. Metode menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara
mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis.
Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari
peraturan-peraturan dalam metode tersebut.jadi metodologi ilmiah
merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam
metode ilmiah. Metode berpikir ilmiah merupakan prosedur, cara atau
teknik dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu, jadi ilmu
merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah atau
dengan kata lain bahwa suatu pengetahuan baru dapat disebut suatu
ilmu apabila diperoleh melalui kerangka kerja ilmiah, syarat-syarat
yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bias disebut ilmu

Filsafat Ilmu | 51
tercantum dalam apa yang dinamakan metode ilmiah. Pendapat lain
mengatakan bahwa metode ilmiah adalah sebuah prosedur yang
digunakan ilmuwan dalam pencarian kebenaran baru. Dilakukan
dengan cara kerjasistematis terhadap pengetahuan baru dan melakukan
peninjauan kembalikepada pengetahuan yang telah ada. Tujuan dari
penggunaan metode ilmiah adalah tuntutan supaya ilmu pengetahuan
bisa terus berkembang seiring perkembangan zaman dan menjawab
tantangan yang dihadapi.
Terdapat perbedaan antara pengertian metode dengan
metodologi. Metodologi bersangkutan dengan jenis, sifat, dan bentuk
umum mengenai cara, aturan dan patokan prosedur jalannya
penyelidikan, yang menggambarkan bagaimana ilmu pengetahuan
harus bekerja. Adapun metode adalah cara kerja dan langkah-langkah
khusus penyelidikan secara sistematik menurut metodologi itu, agar
tercapai suatu tujuan yaitu kebenaran ilmiah. Peter senn dalam
membedakan metode dengan metodologi berpendapat bahwa metode
adalah suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai
langkah-langkah sistematis. Adapun metodologi adalah suatu
pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode
tersebut.
Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat
dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap
dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan
proses logico-hypo-thetico-verivikasi ini pada dasarnya terdiri dari
langkah-langka sebagai berikut :
1. Perumusan Masalah yang merupakan pertanyaan mengenai obyek
empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan
faktor-faktor yang terkait didalamnya.70
2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang
merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang
mungkin terdapat antara berbagai factor yang saling mengkait dan
membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini
disusun secara rasional berdasarkan premis ilmiah yang teruji

70
Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 36.

52 | Imron, S,Ag., M.A


kebenarannya dengan memperhatikan faktor empiris yang relevan
dengan permasalahan.
3. Perumusan Hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau
dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya
merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang
dikembangkan.
4. Pengujian Hipotesis yang merupakan fakta-fakta yang relevan
dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah
terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
5. Penarikan Kesimpulan merupakan penilaian apakah sebuah
hipotesis yang diajukan itu ditolak ataupun diterima. Sekiranya
dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup mendukung
hipotesis maka hipotesis itu diterima begitu pula sebaliknya.
Hipotesis yang diterima tadi dianggap menjadi bagian dari
pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan
yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan
pengetahuan ilmiah sebelumnya. Keseluruhan langkah diatas
harus ditempuh aagar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah.

C. Epistemologi Bayani
Secara etimologi, bayan berarti penjelasan (eksplanasi). Al
Jabiri berdasarkan beberapa makna yang diberikan kamus lisan al Arab
mengartikan sebagai al fashl wa infishal (memisahkan dan terpisah)
dalam kaitannya dengan metodologi dan al dhuhur wa al idhar (jelas
dan penjelasan) berkaitan dengan visi dari metode bayani. 71
Sementara itu, secara terminology bayan mempunyai dua arti (1)
sebagai aturan penafsiran wacana, (2) sebagai syarat-syarat
memproduksi wacana.Berbeda dengan makna etimologi yang telah ada
sejak awal peradaban Islam, makna etimologis ini baru lahir
belakangan, yakni pada masa kodifikasi (tadwin). Bayani adalah
metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash),
secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung artinya
memahiami teks sebagai pengetahuan jadi dan langsung

71
P. Hardono Hadi, Epistemologi (Filsafat Pengetahuan), 1994, Yogyakarta,
Kanisius.

Filsafat Ilmu | 53
Mengaplikasikannya tanpa perlu pemikiran; secara tidak langsung
berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu
tafsir dan penalaran.Meski demikian, hal ini bukan berarti akal atau
rasio bisa bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapi tetap harus
bersandar pada teks. Untuk mendapatkan pengetahuan , epistemologi
bayani menempuh dua jalan. Pertama berpegang pada redaksi teks
dengan menggunakan kaidah bahasa Arab. Kedua, menggunakan
metode qiyas ( analog ) dan inilah prinsip utama epistemologi bayani.
Dalam kajian ushul fikih, qiyas diartikan memberikan
keputusan hokum suatu masalah berdasarkan masalh lain yang telah
ada kepastian hukumnya dalam teks, Karena adanya kesamaan illah.
Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam melakukan qiyas: 1)
Adanya al Ashl yakni nash suci yang memberikan hukum dan dipakai
sebagai ukuran, 2) al far yakni sesuatu yang tidak ada hukumnya
dalam nash ,3) hukum al ashl yakni ketetapn hokum yang diberikan
oleh ashl, 4) illah yakni keadaan tertentu yang dipakai sebagai dasar
ketetapan hokum ashl . Contoh qiyas adalah soal hokum meminum
arak dari qurmah. Arak dari perasan kurma disebut far ( cabang )
karena tidak ada ketentuan hukumnya dalam nash dan ia akan di
qiyaskan dalam khomr . Khamr adalah ashl atau pokok sebab terdapat
dalam teks ( nash ) Dan hukumnya haram, alasanya ( illah ) Karena
memabukkan. Hasilnya, arak adalah haram karena ada persamaan
antara arak dan khamr , yakni sama sama memabukkan.
Menurut jabiri, metode qiyas sebagai cara mendapatkan
pengetahuan dalam epistemologi bayani digunakan dalam 3 aspek
yaitu : 1) qiyas jali , dimana far mempunyai persaolan hokum yang
kuat di banding ashl , 2) qiyas fi makna an nash dimana ashl dan far
mempunyai derajat hokum yang sama, qiyas al kahfi dimana illat ashl
tidak diketahui secara jelas dan hanya menurut perkiraan mujtahid.
Menurut Abd al jabar, seorang pemikir teologi muktazilah, metode
qiyas bayani diatas tidak hanya untuk menggali pengetahuan dari teks
tetapi juga bisa dikembangkan dan digunakan untuk mengungkapkan
persoalan non fisik ( ghoib). 72

72
http://babydee-el-habib.blogspot.com/2012/04/bayani-burhani-irfani.html (Diakses
pada 07 Mei 2018 Jam 21:14).

54 | Imron, S,Ag., M.A


D. Epistemologi Burhani
Al burhani secara sederhana bisa diartikan sebagai suatu
aktifitas berfikir untuk menetapkan kebenaran proposisi melalui
pendekatan deduktif dengan mengaitkan proposisi yang satu dengan
proposisi yang lain yang telah terbukti kebenaranya secara aksiomatik.
Selanjutnya, untuk mendapatkan sebuah pengetahuan, burhani
menggunakan aturan silogisme. Mengikuti Aristoteles, penarikan
kesimpulan dengan silogisme ini harus memenuhi beberapa syarat, (1)
mengetahui latar belakang dari penyusunan premis, (2) adanya
konsistensi logis antara alas an dan keismpulan, (3) kesimpulan yang
diambil harus bersifat pasti dan benar, sehingga tidak mungkin
menimbulkan kebenaran atau kepastian lain.
Al-Farabi mempersyaratkan bahwa premis-premis burhani
harus merupakan premis-premis yang benar, primer dan
diperlukan.Premis yang benar adalah premis yang memberi keyakinan,
menyakinkan. Suatu premis bisa dianggap menyakinkan bila
memenuhi tiga syarat; (1) kepercayaan bahwa sesuatu (premis) itu
berada atau tidak dalam kondisi spesifik, (2) kepercayaan bahwa
sesuatu itu tidak mungkin merupakan sesuatu yang lain selain darinya,
(3) kepercayaan bahwa kepercayaan kedua tidak mungkin sebaliknya.
Selain itu, burhani bisa juga menggunakan sebagian dari jenis-jenis
pengetahuan indera, dengan syarat bahwa objek- objek pengetahuan
indera tersebut harus senantiasa sama (konstan) saat diamati,
dimanapun dan kapanpun, dan tidak ada yang menyimpulkan
sebaliknya.
Derajat dibawah silogisme burhani adalah 'silogisme
dialektika', yang banyak dipakai dalam penyusunan konsep
teologis.Silogisme dialektik adalah bentuk silogisme yang tersusun
atas premis-premis yang hanya bertarap mendekati keyakinan, tidak
sampai derajat menyakinkan seperti dalam silogisme
demonstratif.Materi premis silogisme dialektik berupa opini-opini
yang secara umum diterima (masyhûrât), tanpa diuji secara
rasional.Karena itu, nilai pengetahuan dari silogisme dialektika tidak

Filsafat Ilmu | 55
bisa menyamai pengetahuan yang dihasilkan dari metode silogisme
demonstratif.Ia berada dibawah pengetahuan demontratif.

E. Epistemologi Irfani
Kata 'irfan adalah bentuk masdar dari kata 'arafa yang berarti
ma'rifah (ilmu pengetahuan. Kemudian 'irfan lebih dikenal sebagai
terminologi mistik yang secara khusus berarti "ma'rifah" dalam
pengertian "pengetahuan tentang Tuhan]". Kalau ilmu (pengetahuan
eksoterik) yakni pengetahuan yang diperoleh indera dan intelek melalui
istidlal, nazhar, dan burhan, maka 'irfan (pengetahuan esoterik) yaitu
pengetahuan yang diperoleh qalb melalui kasyf, ilham, i'iyan (persepsi
langsung), dan isyra. Aliran-aliran yang beragam dalam dunia Sufisme
atau Irfan memiliki kesatuan pandangan dalam permasalahan yang
esensial dan substansial ini dimana mereka menyatakan bahwa
pencapaian dan penggapaian hakikat segala sesuatu hanya dengan
metode intuisi mistikal dan penitian jalan-jalan pensucian jiwa, bukan
dengan penalaran dan argumentasi rasional, karena hakikat suatu
makrifat dan pengatahuan adalah menyelami dan meraih hakikat segala
sesuatu lewat jalur penyingkapan, penyaksian, intuisi hati, manifestasi-
manifestasi batin, dan penyaksian alam metafisika atau alam nonmateri
dengan mata batin serta penyatuan dengannya73.
Para sufi beranggapan bahwa segala makrifat dan pengetahuan
yang bersumber dari intuisi-intuisi, musyahadah, dan mukasyafah lebih
dekat dengan kebenaran daripada ilmu-ilmu yang digali dari
argumentasi-argumentasi rasional dan akal. Mereka menyatakan
bahwa indra-indra manusia dan fakultas akalnya hanya menyentuh
wilayah lahiriah alam dan manifestasi-manifestasi-Nya, namun
manusia dapat berhubungan secara langsung (immediate) yang bersifat
intuitif dengan hakikat tunggal alam melalui dimensi-dimensi
batiniahnya sendiri dan hal ini akan sangat berpengaruh ketika manusia
telah suci,lepas, dan jauh dari segala bentuk ikatan-ikatan dan
ketergantungan-ketergantungan lahiriah.74

73
Ibid.
74
http://blog.umy.ac.id/aufklarung/2011/11/29/epistimologi-bayani-burhani-dan-
irfani/aufklarung (Diakses 07 Mei 2018 Jam 21:16.)

56 | Imron, S,Ag., M.A


1. Epistemologi Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan
ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan
menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik.Tidak mengenal
adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.Filsafat ini
berorientasi dan menolak pemahaman dibalik realitas.
Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai
suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung
oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu
sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa
saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk,
maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Tesis
positivise adalah : bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan
valid, dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi obyek
pengetahuan.75
2. Epistemologi Pospositivisme
Post Positivisme lawan dari positivisme: cara berpikir yg
subjektif Asumsi terhadap realitas: there are multiple
realities(realitas jamak), Kebenaran subjektif dan tergantung pada
konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan keyakinan. Natural dan
lebih manusiawi.
3. Epistemologi Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita
sendiri (Von Glaserfeld).Pengetahuan bukan tiruan dari realitas,
bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada.Pengetahuan
merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang
dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang
diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
Konstruktivisme berada di titik temu dua aliran besar dalam
sejarah sosiologi: sosiologi pengetahuan dan sosiologi sains,
sosiologi pengetahuan dibentuk oleh pandangan tiga pemikir

75
Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, Psi, Pengantar Filsafat, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2007), hlm 145.

Filsafat Ilmu | 57
cemerlang : Marx, Mannheim dan Durkheim. Ketiganya
menekankan peran yang saling memberi akibat dari factor-faktor
social dalam membentuk kepercayaan individu.Marx terkenal
karena menyatakan bahwa kelas social menentukan beragam sikap
intektual.Mereka bertiga mengecualikan kepercayaan yang
dimunculkan oleh matematika dan ilmu alam dari analisis social
mereka.Kepercayaan ilmiah mereka anggap ditentukan secara
rasional dan bukan secara kausal, dan dengan demikian melampaui
pengaruh social dan cultural.Dualism epistemic inilah yang
membedakan periode klasik sosiologi pengetahuan dengan
manifestasinya yang lebih modern.76

F. Kelemahan – Kelemahan Berfikir Ilmiah


Metode bepikir ilmiah atau proses berpikir ilmiah merupakan
proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis
berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan observasi serta
membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena
alam.Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan
melakukan eksperimen.Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali,
hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
Pada hakekatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan
antara penalaran secara deduktif dan induktif.Masing-masing
penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme.
Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme
dan empirisme, karena kebenaran dengan cara berpikir ini bersifat
relatif atau tidak mutlak. Beberapa kelemahan yang dapat kita lihat
yaitu sebagai berikut:
1. Metode berpikir ilmiah tidak dapat digunakan kecuali pada
pengkajian objek-objek material yang dapat di indera. Metode ini
khusus untuk ilmu-ilmu eksperimental. Ia dilakukan dengan cara
memperlakukan materi (objek) dalam kondisi-kondisi dan faktor-
faktor baru yang bukan kondisi dari faktor yang asli. Dan
melakukan pengamatan terhadap materi tersebut serta berbagai

76
https://id.wikipedia.org/wiki/Epistemologi_konstruktivis (Diakses 07 Mei 2018
Jam 21:28)

58 | Imron, S,Ag., M.A


kondisi dan faktornya yang ada, baik yang alami maupun yang telah
mengalami perlakuan. Dari proses terhadap materi ini, kemudian
ditarik suatu kesimpulan berupa fakta material yang dapat diindera.
2. Metode berpikir ilmiah mengasumsikan adanya penghapusan
seluruh informasi sebelumnya tentang objek yang akan dikaji, dan
mengabaikan keberadaannya. Kemudian memulai pengamatan dan
percobaan atas materi. Ini dikarenakan metode ini mengharuskan
kita untuk menghapuskan diri dari setiap opini dan keyakinan si
peneliti mengenai subjek kajian. Setelah melakukan pengamatan
dan percobaan, maka selanjutnya adalah melakukan komparasi dan
pemeriksaan yang teliti, dan akhirnya merumuskan kesimpulan
bersarkan sejumlah premis-premis ilmiah.
3. Metode berpikir ilmiah bersifat tentatif, yaitu sebelum ada
kebenaran ilmu yang dapat menolak kesimpulan maka kesimpulan
dianggap benar. tetapi kesimpulan ilmiah bisa berubah sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan
4. Metode berpikir ilmiah tidak dapat membuat kesimpulan tentang
baik buruk sistem nilai dan juga tidak dapat menjangkau tentang
seni dan estetika
5. Metode berpikir ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan
yang tidak termasuk ke dalam kelompok ilmu. Demikian juga
halnya dengan bidang sastra yang termasuk dalam humaniora yang
jelas tidak mempergunakan metode ilmiah dalam penyusunan tubuh
pengetahuaannya.

Filsafat Ilmu | 59
60 | Imron, S,Ag., M.A
BAB VII
Filsafat Ilmu dan Kebudayaan

A. Pengertian Ilmu
Menurut Beni Ahmad Saebani (2009), istilah ilmu dalam
bahasa Arab dikenal dengan "ilm" yang artinya memahami, mengerti
atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan kata, ilmu pengetahuan
dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat
berarti mengetahui masalah sosial dan lain sebagainya. Berbeda
dengan ilmu merupakan pengetahuan khusus di mana seseorang
mengetahui apa pengebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan
ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu.Sifat ilmiah sebagai
persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu alam yang telah
ada lebih dahulu. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari
satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar
maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau
mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya.Dalam mengkaji
objek, yang dicari yaitu kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dan
objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif, bukan subjektif
berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.Ilmu
bersifat modis yaitu upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran.
Konsekuenai dari upaya ini yaitu harus terdapat cara tertentu untuk
menjamin kepastian kebenaran.
Metodis berasal dari kata Yunani "metodos" yang berarti cara,
jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan
dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.Ilmu harus terurai dan
terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis, sehingga
membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh,
terpadu, mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut
objeknya.
Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian
sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.Endang Saefuddin
Ashori (2009) memahami, kebenaran yang hendak dicapai dalam ilmu

Filsafat Ilmu | 61
yaitu kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu).
Dalam definisi tersebut, Sudarsono menarik beberapa sifat ilmu yang
menurutnya merupakan kumpulan pengetahuan mengenal suatu bidang
tertentu yang terdiri atas:
1. Berdiri secara satu kesatuan
2. Tersusun secara sistematis
3. Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat
dipertanggungjawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi
fakta dan data)
4. Mendapat legalitas bahwa ilmu itu hasil pengkajian atau riset
5. Communicable, ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga
dapat dimengerti dan dipahami maknanya
6. Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat
berlaku di mana saja dan kapan saja di seluruh alam semesta ini
7. Berkembang, ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan dan
penemuan baru. Sehingga manusia mampu menciptakan
pemikiran yang lebih berkembang dari sebelumnya. Fuad Ikhsan
(2010) memberikan pengertian ilmu adalah suatu cara berpikir
dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan
ilmu merupakan produk dari proses berpikir menurut langkah-
langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berpikir
ilmiah. Pertama logis, yaitu pikiran kita harus konsisten dengan
pengetahuan ilmiah yang telah ada.Kedua, harus didukung fakta
empiris, yaitu telah teruji kebenarannya yang kemudian
memperkaya khazanah pengetahuan ilmiah yang disusun secara
sistematik dan kumulatif.Kebenaran ilmiah tidak bersifat mutlak,
tetapi terbuka bagi koreksi dan penyempurnaan, mungkin saja
pernyataan sekarang logis kemudian bertentangan dengan
pengetahuan ilmiah baru. Dari hakikat berpikir ilmiah itu, dapat
disimpulkan beberapa karaktetistik dari ilmu yaitu:
1. Mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar
2. Atur jalan pikiran yang logis dan konsisten dengan
pengetahuan yang telah ada
3. Pengujian empiris sebagai kriteria kebenaran objektif

62 | Imron, S,Ag., M.A


4. Mekanisme yang terbuka terhadap koreksi
Selanjutnya Sudarsono menegaskan (2008), secara umum ilmu
merupakan pengetahuan, diantara para filsuf dari berbagai aliran
terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang
sistematis dan pengetahuan atau pengetahuan yang dihimpun dengan
perantara metode ilmiah.Pengetahuan hanyalah produk/hasil dari suatu
kegiatan yang dilakukan manusia.Pengertian ilmu sebagai
pengetahuan, aktivitas atau metode bila ditinjau lebih dalam
sesungguhnya tidak saling bertentangan, tetapi merupakan kesatuan
logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan
aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode
tertentu dan akhirnya aktivitas akan mendatangkan pengetahuan yang
sistematis. Kesatuan dan interaksi di antara aktivitas, metode, dan
pengetahuan yang boleh dikatakan menyusun diri menjadi ilmu.77
Dengan demikian, pengetahuan ilmu selengkapnya berarti
aktivitas penelitian, metode ilmiah, dan pengetahuan sistematis. Ketiga
pengertian ilmu itu saling bertautan logis dan berpangkal pada satu
kenyataan yang sama bahwa ilmu hanya terdapat dalam masyarakat
manusia, dimulai dari segi pada manusia yang menjadi pelaku
fenomena yang disebut ilmu. Hanyalah manusia (dalam hal ini ilmuan)
yang memiliki kemampuan rasional, melakukan aktivitas kognitif dan
mendambakan berbagai tujuan yang berkaitan dengan ilmu. Menurut
The Liang Gie (2007), ilmu adalah Rangkaian aktivitas manusia yang
rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur
dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang
siatematik mengenai kealaman, kemasyarakatan, atau keorangan untuk
tujuan mencapai kebenaran memperoleh pemahamn, memberikan
penjelasan, atau melakukan penerapan. Dengan demikian, ilmu dapat
dipandang sebagai keseluruhan pengetahuan kita dewasa ini atau
sebagai suatu aktivitas penelitian, atau sebagai metode untuk
memperoleh pengetahuan, ilmu harus dilihat sebagai suatu aktifitas
kemasyarakatan pula.

77
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati. Filsafat Ilmu. Jakarta:
Perpustakaan Nasional. 1982. hlm 55-56.
Filsafat Ilmu | 63
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa ilmu adalah
seperangkat atu kumpulan pengetahuan yang teratur yang memiliki
prosedur yang sistematis dan memiliki logika atau rasionalitas yang
didukung oleh fakta empiris secara objektif dan teruji kebenarannya
serta berdifat terbuka terhadap kritik. Ilmu memiliki satu norma sebagI
nilai perekat atasnya hal ini dimaksudkan agar ilmu tidak
disalahgunakan dalam penggunaannya bagi pembangun budaya dan
peradaban manusia.
Pada saat kelahirannya ilmu pengetahuan yang identik dengan
filsafat mempunyai corak mitologis di mana segala sesuatu yang ada
dan yang mungkin ada diterangkan.Dilihat dari sudut kedudukan ilmu
pengetahuan secara substantif (dan bukan lagi hanya sekedar sarana
dalam kehidupan umat manusia), secara ekstensif ilmu pengetahuan
telah menyentuh semua sendi dan segi kehidupan. Yang pada
gilirannya akan mengubah budaya manusia secara intensif.

B. Pengertian Kebudayaan.
Filsafat kebudayaan merupakan spektrum yang sangat luas
sebab berhubungan dengan hakikat kebudayaan di mana pelakunya
adalah manusia itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kebudayaan berasal dari istilah budaya yang berarti pikiran, akal budi,
atau adat istiadat, serta sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah
berkembang. Sedangkan kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian,
dan adat istiadat.
Sementara itu menurut dua antropolog, yaitu Kroeber dan
Kluckhon, paling tidak ada enam pemahaman pokok mengenai budaya
yakni:
1. Definisi Deskripsi cenderung melihat budaya sebagai totalitas
komprehensif yang menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus
menunjukkan sejumlah ranah (bidang kajian) yang membentuk
budaya.
2. Definisi Historis cenderung melihat budaya sebagai warisan yang
dialih-turunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya.

64 | Imron, S,Ag., M.A


3. Definisi Normatif : bisa mengambil dua bentuk. Yang pertama,
budaya adalah aturan atau jalan hidup yang membentuk pola-pola
perilaku dan tindakan yang konkret.Yang kedua, menekankan peran
gugus nilai tanpa mengacu pada perilaku.
4. Definisi Psikologis, cenderung memberi tekanan pada peran budaya
sebagai piranti pemecahan masalah yang membuat orang bisa
berkomunikasi, belajar, atau memenuhi kebutuhan material maupun
emosionalnya.
5. Defini Struktural, mau menunjuk pada hubungan atau keterkaitan
antara aspek-aspek yang terpisah dari budaya sekaligus menyoroti
fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang berbeda dari perilaku
konkret.
6. Definisi Genetis, definisi budaya yang melihat asal usul bagaimana
budaya itu bisa eksis atau tetap bertahan. Definisi ini cenderung
melihat budaya lahir dari interaksi antarmanusia dan tetap bisa
berthan karena ditransmisikan dari satu generasi ke generasi
berikutnya78.
Meski keenam pengertian pokok tersebut masih dipakai sampai
sekarang, namun dalam ranah teori kebudayaan terdapat sejumlah
pergeseran pemahaman yang biasanya berkisar pada tema-tema
berikut:
1. Kebudayaan cenderung diperlawankan dengan yang material,
teknologis, dan berstruktur sosial.
2. Kebudayaan dilihat sebagai ranah yang ideal, yang spiritual, nan
non-material.
3. "Otonomi kebudayaan" lebih mendapat penekanan.
4. Sejumlah upaya dibuat untuk tetap berada pada zona netral-nilai
(artinya tidak berat sebelah, misalnya menyamakan kebudayaan
dengan kesenian). 79

78
Endang Daruni Asdi. Filsafat Ilmu. Jakarta: Zaprulkhan. 1991. hlm
359-360.
79
Endang Daruni Asdi. Filsafat Ilmu. Jakarta: Zaprulkhan. 1992. hlm
360-361.

Filsafat Ilmu | 65
Definisi kebudayaan dari para ahli sangat beragam, sehingga
pemilihan definisi kebudayaan yang tepat sangat sukar.Berikut ini
beberapa pengertian kebudayaan dari para ahli.
a. Ki Hajar Dewantoro
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan
manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat
dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan
penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
pada lahirnya bersifat tertib dan damai
b. Sutan Takdir Alisyahbana
Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa kebudayaan
adalah manifestasi dari cara berpikir sehingga menurutnya pola
kebudayaan itu sangat luas sebab semua laku dan perbuatan tercakup
di dalamnya dan dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir
termasuk didalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan
maksud dari pikiran.
c. Koentjaraningrat
Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar.
d. Malinowski
Malinowski menyebutkan bahwa kebudayaan pada prindipnya
berdasarkan atas berbagai sistem kebudayaan manusia.Tiap tingkat
kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang khas. Misalnya guna
memenuhi kebutuhan manusia akan keselamatannya maka timbul
kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni seperangkat budaya
dalam bentuk tertentu, seperti lembaga kemasyarakatannya.
(Supartono Widyosiswoyo, 1996)
Jika sejarah kebudayaan berupaya memberikan kita gambarn
meyeluruh mengenai gejala kebudayaan (bentuk, nilai, kreasinya),
tugas filsafat kebudayaan ialah menyelidiki hakikat kebudayaan,
memahaminya berdasarkan sebab-sebab dan kondisi-kondisinya yang
esebsial.Filsafat kebudayaan juga bertugas menjabarkan kebudayaan

66 | Imron, S,Ag., M.A


pada tujuan-tujuannya yang paling dasar dan karena itu juga
menentukan arah dan luas perkembangan budaya.Karena kebudayaan
bersangkutan dengan perkembangan esensial dan kesempurnaan
manusia, kerangka dasar filsafat kebudayaan niscaya diletakkan oleh
antropoloi filosofis, etika dan teologi natural.Antropologi filsafat
(filsafat manusia) bergumul dengan filsafat manusia. Etika
membentangkan apa yang seharusnya dibuat manusia. Dan teologi
natural memaparkan kepada kita tujuan alami manusia.
Sedangkan dalam perspektif J.W.M. Bakker SJ, jika ilmu
kebuadayaan mengumpulkan fakta dan cara pelaksanaannya,
mengambil darinya keseragaman dan perbedaan, menetapkan hukum
empiris dan secara induktif menyusun definisi kebudayan. Filsafat
kebudayaan menguji definisi tersebut pada taraf metafisis menurut
norma-norma transenden. Tegasnya: ilmi kebudayaan mempelajari
peristiwa dan bentuk-bentuk sosial berbeda-beda menurut batasan
ruang dan waktu, filsafat kebudayaan mendakati hakikat kebudayaan
sebagai sifat esensi manusia yang untuk sebagian mengatasi ruang dan
waktu empiris, dimensi sejarah dan setempat. Filsafat kebudayaan
memangdang kebudayaan dari segi realisasi kemanusiaan.
Dalam konteks ini, tujuan mebudayaan yang utama bukannya
pemuasan kebutuhan manusiawi, tapi juga mengembangkan
mekayaan-kekayaan yang terkandung dalam kodrat manusiawi dan
karena itu kebudayaan mewakili manusia sebagai citra Allah
pencipta.Pengaturan dan luasnya kebudayaan tergantung pada apakah
individu dan komunitas menilai kebutuhan sejati manusia secara tepat
atau tidak, yakni menempatkan tujuan lebih rendah di bawah yang
lebih tinggi di bawah tujuan tertinggi manusia.Manusia terarah kepada
kehidupan kekal.Namun, ini tidak menolak tuntutan kebudayaan
duniawi. Sebaliknya, ini menempatkan tuntutan-tuntutan itu dibawah
kebaikan total pribadi manusia yang tidak hanya terbatas pada
kehidupan ini. Dengan memperhatikan tujuan sejati dari seluruh
kebudayaan dan cacat dalam kebudayaan dewasa ini, filsafat
kebudayaan kiranya dapat mempengaruhi pembaruan dan peningkatan
kebudayaan bagi semua manusia.

Filsafat Ilmu | 67
Pengaruh timbal balik antara ilmu dan kebudayaan, ilmu adalah
bagian dari pengetahuan.Untuk mendapatkan ilmu diperlukan cara-
cara tertentu, ialah adanya suatu metode dan mempergunakan sistem,
mempunyai objek formal dan objek material.Karena pengetahuan
adalah unsur dari kebudayaan, maka ilmu yang merupakan bagian dari
pengetahuan dengan sendirinya juga merupakan salah satu unsur
kebudayaan. (Endang Daruni Asdi, 1991)
Kecuali ilmu merupakan unsur dari kebudayaan, antara ilmu
dan kebudayaan ada hubungan timbal balik.Perkembangan ilmu
tergantung pada perkembangan kebudayaan, sedangkan perkembangan
ilmu dapat memberikan pengaruh pada kebudayaan.Keadaan sosial
dan kebudayaan, saling tergantungdan saling mendukung.Pada
beberapa kebudayaan, ilmu dapat berkembang dengan subur. Di sini
ilmu mempunyai peran ganda, yakni
1. Ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung pengembangan
kebudayaan
2. Ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan watak
bangsa.
(Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V, hlm.
141)
Koentjaraningrat menjelaskan, bahwa dalm budaya terdapat tujuh
unsur yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia ini yaitu:
Bahasa, Sistem pengetahuan, Organisasi sosial, Sistem peralatan hidup
dan teknologi, Sistem mata pencaharian hidup, Sistem religi, dan
Kesenian Lebih jauh Koentjaraningrat menjelaskan bahwa suatu unsur
universal kesenian dapat berwujud gagasan, ciptaan, pikiran, cerita,
dan syair-syair yang indah. Namun, kesenian juga dapat berwujud
tindakan interaksi berpola antara seniman pencipta, seniman
penyelenggara, sponsor kesenian, pendengar, penonton, dan konsumen
hasil kesenian, tetapi kecuali itu semua kesenian juga berupa benda-
benda indah, candi, kain tenun yang indah, benda-benda kerajinan dan
sebagainya.80

80
Endang Daruni Asdi. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di
Indonesia.Jakarta: Surajiyo. 1991. hlm 140.
68 | Imron, S,Ag., M.A
C. Pengembangan Kebudayaan
Menurut Suriasumantri (2009) Ilmu adalah bagian dari
pengetahuan dan pengetahuan adalah penyusun kebudayaan.Kebudayaan
nasional merupakan wujud aspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang
diwujudkan dengan kehidupan bernegara. Ilmu dan kebudayaan
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dilepaskan dan saling
memberikan pengaruh satu sama lain. Di dalam pengembangan
kebudayaan nasional ilmu beerperan dalam dua hal:
a. Ilmu sebagai sumber nilai pendukung terselenggaranya
pengembangan kebudayaan nasional.
b. Ilmu sebagai sumber nilai pengisi pembentukan watak suatu
bangsa.
Ilmu sebagai suatu cara berfikir dalam pengembangkan
kebudayaan memiliki manfaat yang dapat diambil dari karakteristik
ilmu itu sendiri, yakni rasional, logis, objektif, kritis, dan terbuka.
Karakter-karakter tersebut juga dapat digunakan dalam mengahadapi
masalah bangsa dalam berbagai bidang.Ilmu sebagai asas moral
bersifat otonom dan terbebas dari kekuasaan di luar bidang
keilmuan.Oleh karenanya seorang ilmuan sudah selayaknya
meninggikan kebenaran ilmiah dan mengabdi kepada masyarakat secara luas,
bukan hanya untuk golongan.Pengembangan kebudayaan nasional pada
hakikatnya adalah perubahan kebudayaan yang sekarang bersifat
konvensional ke arah situasi kebudayaan yang lebih mencerminkan
apresiasi dan tujuan nasional.
Proses pengembangan kebudayaan ini pada dasarnya adalah
penafsiran kembali nilai-nilai konvensional agar nilai sesuai dengan
tuntunan zaman serta pertumbuhan nilai-nilai baru yang fungsional.
Jika ilmu diterima mendukung pengembangan kebudayaan nasional,
maka bagaimanakah cara meningkatkan peranan keilmuan dalam
kehidupan kita? Untuk menjawab pertanyaan itu maka diperlukan
pokok-pokok pikiran sebagai berikut (Suriasumantri, 2009):
a. Ilmu merupakan bagian kebudayaan, sehingga setiap langkah dalam
kegiatan peningkatan ilmu harus memperhatikan kebudayaan kita.
b. Ilmu merupakan salah satu cara menemukan kebenaran.

Filsafat Ilmu | 69
c. Asumsi dasar dari setiap kegiatan dalam menemukan kebenaran
adalah percaya dengan metode yang digunakan.
d. Kegiatan keilmuan harus dikaitkan dengan moral.
e. Pengembangan keilmuan harus seiring dengan pengembangan
filsafat.
f. Kegiatan ilmah harus otonom dan bebas dari kekangan struktur
kekuasaan.

D. Pola Kebudayaan
Di negara-negara barat terdapat dua pola kebudayaan, yakni
antara masyrakat ilmuan dan masyarakat non-ilmuan.Hal yang
demikian terjadi lebih parah di Indonesia, beberapa kalangan
membagi kebudayaan keilmuan dalam dua golongan, yaitu ilmu-
ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Kedua bidang ilmu tersebut
memang berbeda, akan tetapi perbedaan itu tidak sampai
fundamenta. Dasar ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya
sama, demikian pula metode yang digunakan adalah metode ilmiah
yang sama (Suriasumantri, 2009). Ilmu alam mempelajari objek
fisik yang relatif tetap dan mudah dikontrol, sedangkan ilmu sosial
objek kajiannya adalah manusia yang memiliki kemampuan belajar
untuk mengembangkan kebudayaan. Perbedaan tersebut tidaklah
mengubah tujuan dari penalaahan ilmiah.Hal tersebut karena
penalaahan dunia ilmiah bertujuan untuk mencari penjelasan dari
hakikat gejala-gejala yang kita hadapi. Dalam perkembangannya
ilmu alam memang lebih maju, hal ini karena dalam ilmu sosial sulit
dalam melakukan pengukuran (misal, aspirasi masyrakat) dan
terlalu banyak variabel(Suriasumantri, 2009). Ilmu alam bersifat
nomotetis, yakni ilmu-ilmu yang berusaha menyusun hukum-hukum
yang berlaku umum dan objektif, sedangkan ilmu sosial bersifat
ideografis, yakni ilmu yang berdasarkan pada keunikan yang
berlakunya hanya sekali. Dalam perkembangan keilmuan
selanjutnya, ilmu alam dianggap yang paling benar dan lebih unggul
dari ilmu sosial, sebaliknya ilmu sosial dipandang sebelah mata dan
bagai sampah.Oleh karenanya ilmu sosial harus mengembangkan
diri untuk menyusun hukum-hukum yang berlaku umum dan model-

70 | Imron, S,Ag., M.A


model matematika.Dari usaha bidang ilmu sosial, ilmu ekonomi
merupakan cabang ilmu sosial pertama yang mengalami intervensi
ilmu alam (Herwandi, 2007)81.

81
Endang Daruni Asdi. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di
Indonesia.Jakarta: Surajiyo. 1991. hlm 138.

Filsafat Ilmu | 71
72 | Imron, S,Ag., M.A
BAB VIII
Teori Kebenaran Ilmiah

A. Pengertian Kebenaran Ilmiah


Apakah kebenaran itu?Inilah pertanyaan yang lebih lanjut harus
dihadapi didalam ilmu filsafat ilmu.Secara umum orang merasa bahwa
tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran.Problematika
mengenai kebenaran, seperti halnya problematika tentang
pengetahuan, merupakan masalah-masalah yang mengacu pada
tumbuh dan berkembnagnya dalam filsafat ilmu. Kebenaran ilmiah
merupakan salah satu pokok yang fundamental dan senantiasa aktual
dalam pergumulan hidup manusia merupakan upaya mempertanyakan
dan membahasakan kebenaran. Kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan
dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan
dan dimanfaatkan oleh manusia. Disamping itu proses untuk
mendapatkanya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Dalam kamus umum bahasa indonesia yang ditulis oleh
Purwadarminta ditemukan arti kebenaran, yakni: 1. Keadaan (hal yang
sebagainya) yang benar (cocok dengan keadaan yang sesungguhnya);
misal. Kebenaran berita ini masih saya saksikan 2. Sesuatu yang benar
(sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian halnya dan sebagainya);
misal, kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh agama. 3. Kejujuran;
Kelurusan hati; misal, tidak ada seorangpun sangsi akan kebaikan dan
kebenaran hatimu. 4. Selalu izin; perkenaan; misal, dengan kebenaran
yang dipertuan. 5. Jalan kebetulan; misal, penjahat itu dapat dibekuk
dengan secara kebenaran saja.82
Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sesuai dengan fakta
dan mengandung isi pengetahuan. Pada saat pembuktiannya kebenaran
ilmiah harus kembali pada status ontologis objek dan sikap
epistemologis (dengan cara dan sikap bagaimana pengetahuan terjadi)
yang disesuaikan dengan metodologisnya. Atas dasar pemahaman ini
maka muncul perbedaan kriteria kebenaran. Ada beberapa teori pokok

82
Surajiyo.Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di indonesia.(Jakarta: PT Bumi
Aksara. 2007). Hlm, 101-102

Filsafat Ilmu | 73
yang lazim dijadikan penentu kriteria kebenaran ini, yaitu: teori
koherensi, teori korespondensi dan teori pragmatis, tetapi ada juga
teori performatif.

B. Teori-teori Kebenaran Ilmiah


1. Kebenaran Koherensi
Secara etimologi, koherensi adalah saling berhubungan.Dengan
demikian, suatu itu dianggap benar apabila sebuah pernyataan disebut
benar bila berhubungan dengan fakta. Teori yang pertama dalah teori
keherensi atau kosistensi yang sering pula dinamakan the coherence
theory of truth, menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan antara putusan (judgement) dengan sesuatu yang lain, yaitu
fakta yang realitas, tetapi atas hubunganantara putusan-putusan itu
sendiri, dengan kata lain, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara
putusan yang baru dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita
ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu.83
Menurut Bochenski, umumnya para filsuf menyebut kebenaran
ini sebagai kebenaran ontologok (ontological truth),maksudnya adalah
pemikiran atau ide yang didalamnya terkandung pengetahuan atau
pengalaman amat menentukan adanya kebenaran. Dengan demikian,
tanpa adanya pikiran atau pengalaman, kebenaran itu tidak akan
pernah ada. Orang-orang mudah untuk menerima teori koherensi ini
dengan begitu mudah karena, memang logis dan dapat diterima oleh
akal sehat, serta tidak bertentangan.Namun demikian, saling
berhubungan diantara ide-ide itu secara logis bisa saja palsu atau
bohong.Maka perlu kita saksikan kemampuan fakta itu sendiri, sebab
ide tentang fakta hanya merupakan sebagian dari fakta itu sendiri.84
Menurut teori ini putusan yang satu dengan putusan yang
lainnya saling berhubungan dan saling menerangkan satu sama
lainnya. Karenanya lahir lah rumusan: Thruth is a systematic
coherence. Artinya kebenaran adalah saling hubungan yang sistematis;

83
.Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu.Jakarta: (PT Rajagrafindo Persada. 2012). Hlm,115-
116.
84
.Jalaluddin. Filsafat Ilmu pengetahuan.(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.2013).
hlm, 134-136.

74 | Imron, S,Ag., M.A


truth is consistency, artinya kebenaran adalah kosistensi dan
kecocokan.
Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM)
mengembangkan teori koherensi ini berdasarkan pada pemikiran
Eucliddalam menyusun ilmu ukurannya. Selanjutnya teori koherensi
ini berkembang pada abad ke-19 dibawah pengaruh hegeldan diikuti
dan diikuti oleh pengikut mazhab idealisme.
Seperti filsuf Britania F. M Bradley (1864-924).Mengenai teori
koherensi ini atau kosistensi ini dapat kita simpulkan sebagai berikut:
pertama, kebenaran menurut teori ini ialah kesesuaian antara suatu
pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih
dulu kita ketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Kedua, teori ini
sepertinya dapat dinamakan teori penyaksian (justifikasi) tentang
kebenaran, karena menurut teori ini satu putusan dianggap benar
apabila mendapat penyaksian (justifikasi) pembenaran oleh putusan-
putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui, diterima dan
diakui kebenaranya.85
2. Kebenaran Korespondensi
Teori ini kadang disebut the accordance theory of
truth.Menurut teori ini, kebenaran atau keaadaan benar itu apabila ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau
pendapat dengan apa yang sungguh merupakan hal-halnya atau
faktanya.
Pengertian lain menurut Jujun S. Suriasumantri menyatakan
kebenaran menurut teori korespondensi yaitu apabila suatu pernyataan
adalah benar jika materi kebenaran yang di kandung pernyataan itu
bersifat korespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh
pernyataan tersebut.
Lebih lanjut lagi Amsal Bakhtiar menyatakan suatu proposisi
atau pengertian adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang di
selaraskannya, yaitu apabila ia menyatakan apa adanya.Kebenaran
adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang berselaras dengan realita,
yangserasi (correspondents)dengan situasi aktual.

85
.Ahmad Jamindan Norman Ohiro. Filsafat Ilmu. (Bandung: Alfabeta. 2016). Hlm,
99

Filsafat Ilmu | 75
Teori Korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para
pengikut realisme, Di antara pelopor teori korespondensi ini adalah
Plato, Aristoteles, Moore, Russet, Ramsey, dan Tarskisa.Teori ini
dikembangkan oleh Bertrand Russell (1872-1970). Mengenai teori
korespondensi tentang kebenaran dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kita mengenal dua hal, yaitu pertama, pernyataan dan kedua,
kenyataan. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesesuaian antara
pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri.
Sebagai contohnya dapat dikemukakan: ―Jakarta adalah ibu kota
republik indonesia sekarang‖. Pernyataan ini disebut benar karena
karena kenyataannya Jakarta memang ibu kota Republik indonesia
sekarang. Kebenarannya terletak pada hubungan antara pernyataan
dengan kenyataan.86
Pada umunya, kaum realis menekankan teori korespondensi
untuk meneliti kebenaran-kebenaran pernyataan-pernyataan, mereka
membedakan objek pikiran dengan tindakan pikiran. Menurut mereka
kebenaran adalah hubungan erat antara putusan kita kepada fakta-fakta
pengalan atau kepada dunia sebagaimana adanya. Menurut Bartrant
Russel bahwa ―kebenaran adalah kesesuain antara arti yang dikandung
oleh perkataan-perkataan yang di ucapkan dengan arti yang dikandung
oleh perkataan-perkataan yang ditentukankan.
Teori koherensi bersifat rasional-aprioris, maka teori
korespondensi bersifat empiris-aposterioris, bila teori koherensi
menekankan pada hubungan diantara ide-ide secara tepat, logis, dan
sisitematis, sedangkan teori korespondensi menekankan pada apakah
ide-ide itu sendiri merupakan fakta atau bukan.87
3. Kebenaran Pragmatis
Teori ini pertama kali di perkenalkan oleh Charles S. pierce
(1914-1939) dalam tulisannya yang berjudul how to make our ideas
untuk pertama kalinya diikuti oleh william james dan john dewey
(1852-1859) james menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak
pada kosenkuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan teori prakmatis

86
Ahmad Jamindan Norman Ohiro. Filsafat Ilmu. (Bandung: Alfabeta. 2016). Hlm,
96-98
87
Jalaluddin.Filsafat Ilmu pengetahuan.(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.2013).

76 | Imron, S,Ag., M.A


(the progmatic theory of thruth). Menurut william james, pragmatis
berasal dari kata yunani ―pragma” yang berarti tindakan atau action,
dari istilah practice dan practical dikembangkan dalam bahsa inggris.
Teori in kadang disebut teori inherensi (inherent theory of
truth).Padangannya suatu prosisi bernilai benar apabila mempunyai
kosenkuensi yang dapat digunakan atau bermanfaat.88
Dalam pandangan william, kebenaran mengacu kepada sebuah
proses yang sedang berlangsung. Dalam kaitan dengan pragmatisme
william james menyebutkan: the truth is in the making, sehingga
dalam kebenaran ilmiah tidak ada istilah pasti benar, seperti dianut
oleh determinisme. Sebagai pendukung paham pragmatisme, john
dewey menyatakan bahwa manusia adalah pengaruh timbal balik
anatara organisme dan sekitarnya, sedangkan pikiran adalah alat untuk
menyesuaikan diri. Bagi john dewey pemisahan antara teoti dan
praktik harus di tiadakan.
Teori pragmatis menyatakan bahwa kebenaran itu relatif,
kebenaran juga berkembang. Mereka membedakan antara truth dan
rightdalam memaknakan kebenaran.Truth adalah kebenaran dalam
cara berfikir dan right adalah kebenaran yang menjadikan berhasil
dalam cara bertindak. Sejalan dengan kondisi in, maka hukum dan
dalil ilmu pengetahuan sering harus berubah sebagai hasil nyelidikan
lebih lanjut.Pernyataan dianggap benar selama fungsional dan
mempunyai kegunaan, bila terjadi perkembangan ilmu yang
menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu di tinggalkan,
dengan demikian.Kebenaran dianggap bersifat sementara.89
Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya dan oleh
akibat dampak praktisnya, jadi kebenaran ialah apa saja yang berlaku
(works). Masalahnya sekarang ialah apa yang dimaksudkan dengan
―hasil yang memuaskan‖ (satisfactory result) itu. Antara lain,
dikemukakan oleh penganutnya:
a. sesuatu itu benar apabila memuaskan keinginan dan tujuan
manusia.
88
Mukhtar Latif.Orientasi ke arah pemahaman filsafat ilmu. (Jakarta: Prenadamedia
group. 2004). hlm, 104
89
Jalaluddin.Filsafat Ilmu pengetahuan.(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.2013).
hlm, 139-141

Filsafat Ilmu | 77
b. sesuatu itu benar apabila dapat diuji benar dengan eksperimen.
c. sesuatu itu benar apabila ia mendorong atau membantu perjuangan
biologis untuk tetap ada.
Jadi, bagi penganut pragmatis, batu ujian kebenaran ialah
kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workability), akibat atau
pengaruhnya yang memuaskan ( satisfactory consequence). Menurut
pendekatan ini initinya, tidak ada apa yang disebut kebenaran yang
tetap atau kebenaran yang mutlak.90
Kattsoff (1986) menguraikan tentang teori pragmatis ini adalah
penganut pragmatisme mengatakan meletakkan ukuran kebenaran
dalam salah satu macam konsekuensi.Atau prosisi itu dapat membantu
untuk mengadakan penyesuaian yang memuaskan terhadap
pengalaman, pernyataan itu adlah benar. Misalnya, pengetahuan naik
bis, kemudian akan turun dan akan bilang kepada kondektur ―kiri‖,
kemudian bis berhenti di posisi kiri. Dengan berhenti di posisi kiri,
penumpang bisa turun dengan selamat. Jadi, jadi mengukur kebenaran
bukan dilihat karena bis berhenti di posisi kiri, namun penumpang bisa
turun dengan selamat karena berhenti di posisi kiri.91
4. Kebenaran Performatif
Teori performatif (the performative theory of truht) teori ini
mengatakan bahwa kebenaran di putuskan atau dikemukakan oleh
pemegang otoritas tertentu.Dalam fase hidupnya manusia, manusia
kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif.Kebenaran
performatif dapat membawa kepada kepada kehidupan sosisal yang
rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan
sebagainya.
Contohnya, mengenai penentuan 1 syawal. Sebagai muslim di
indonesian mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah,
sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau
organisasi tertentu. Dalam fase hidupnya kadang manusia kala harus
mengikuti kebenaran performatif, pemegang otoritas yang menjadi

90
Ahmad Jamindan Norman Ohiro. Filsafat Ilmu. (Bandung: Alfabeta. 2016). Hlm,
100-101
91
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di indonesia. (Jakarta: PT Bumi
Aksara. 2007). hlm,106

78 | Imron, S,Ag., M.A


rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin
masyarakat, dan masyarakat dan sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak
terbiasa berfikir kritis dan rasional.Mereka kurang inisiatif dan
inovatif, karena terbias mengikuti kebenaran pemegang otoritas.Pada
beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada
adat.Kebiasaan ini seakan-akan kebenaran mutlak.Mereka tidak berani
melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan
rasio untuk mencari kebenaran.92
Ada beberapa teori kebenaran lain jarang digunakan dan jarang
diketahui yaitu, teori kebenaran Berdasarkan arti (semantic theory of
truth), teori kebenaran sintaksis, teori kebenaran nondeskripsi dan teori
kebenaran logik yang berlebihan (logical superfluity of truth).
A. Teori kebenaran Berdasarkan arti (semantic theory of truth)
Proposisi itu ditinjau dari segi artinya atau maknanya, apakah
proposisi yang merupakan pangkat tumpunya itu mempunyai referen
yang yang jelas.Oleh sebab itu, teori ini mempunyai tugas untuk
menguakkan kesahan dari suatu proposisi dalam refrensinya.
Teori kebenaran senantik dianut oleh paham filsafat analitika
bahasa yang dikembangkan paska filsafat Bertrand Russell sebagai
tokoh pemula dari filsafat analitika bahasa, misalnya filsafat secara
etimologi berasal dari bahasa yunani philosophia yang berarti cinta
akan kebijaksanaan. Pengetahuan tersebut dinyatakan benar bila ada
refrensi yang jelas.Jika tidak mempunyai refrensi yang jelas maka
pengetahuan tersebut dinyatakan salah.
B. Teori kebenaran sintaksis
Para penganut teori kebenaran sintaksis, berpangkat pada
keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu
pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya. Dengan demikian suatu
pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti
atauran-aturan sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain apabila
propoisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang
disyaratkan maka propoisi tidak mempunyai arti.

92
Mukhtar Latif.Orientasi ke arah pemahaman filsafat ilmu. (Jakarta: Prenadamedia
group. 2004). hlm, 105

Filsafat Ilmu | 79
Teori ini berkembang diantara filsuf analisis bahasa, terutama
yang begitu ketat terhadap pemakaian gramatika.Misalnya suatu
kalimat standar harus ada subjek dan predikat. Jika kalimat tidak ada
subjek maka kalimat tersebut dinyatakan tidak baku atau bukan
kalimat. Seperti ―semua korupsi‖ ini bukan kalimat standar karena
tidak ada subjeknya.
C. Teori kebenaran nondeskripsi
Teori kebenaran nondeskripsi dikembangkan oleh penganut
filsafat fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu statement atau
pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat bergantung pada
peran dan fungsi dari pernyataan itu. Jadi, pengetahuan akan memiliki
nilai benar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis
dalam kehidupan sehari-hari.
D. Teori kebenaran logik yang berlebihan (logical superfluity of
truth)
Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistik yang diawali
oleh Ayer.Pada dasarnya menurut teori ini, problema kebenaran hanya
merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini mengakibatkan suatu
pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan
kebenarannya memiliki derajat logis yang sama yang masing-masing
saling melingkupinya.
Dengan demikian setiap proposisi mempunyai isi yang sama
memberikan informasi yang sama dan semua orang sepakat, maka
apabila kita membuktikannya lagi hal yang demikian itu hanya
merupakan bentuk logis yang berlebihan.misalnya suatu lingkaran
adalah bulat, ini telah memberikan kejelasandalam pernyataan itu
sendiri tidak perlu diterangkan lagi, karena pada dasarnya lingkaran
adalah suatu garis yang sama jaraknya dari titik yang sama, sehingga
berupa garis yang bulat.

80 | Imron, S,Ag., M.A


Daftar Pustaka

Bakhtiar amsal. 2004. Filsafat ilmu. Jakarta : PT Raja Grafindo


Persada
Bakhtiar, Asmal. 2012. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada
Baiti, Rosita. Dimensi-Dimensi Filsafat Ilmu. Palembang: Grafika
Telindo Press. 2017.
Endang Daruni Asdi. 1991. Filsafat Ilmu. Jakarta: Zaprulkhan.
Endang Daruni Asdi. 1992. Filsafat Ilmu. Jakarta: Zaprulkhan.
Endang Daruni Asdi. 1991. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di
Indonesia.Jakarta
Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat. (Bulan Bintang : Jakarta). 1990
Imron. 2017. Filsafat Ilmu. Palembang : Noerfikri Offset
Ihsan, A. Fuad. 2015. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Rineka Cipta..
Ismail, Fu'ad Farid Dr & Hamid Mutawalli, Abdul Dr. Cara Mudah
Belajar Filsafat (Barat dan Islam), : ( IRCiSoD : Jogjakarta)
2003
Jamin, Ahmad dan Norman Ohiro. 2016. Filsafat Ilmu. Bandung:
Alfabeta
Jalaluddin. 2013. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : PT Grafindo
Persada
Kukla, Andre. Konstruktivisme Sosial dan Filsafat Ilmu: (Jendela :
Yogyakarta) 2003
Lubis, Akhyar Yusuf. 2014. Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer.
Depok: PT Rajagrafindo Persada
Latif, muchtar. 2003. Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat
Ilmu.Jakarta : Prenadamedia Group
Latif, Mukhtar. 2014. Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group.

Filsafat Ilmu | 81
P. Hardono Hadi, Epistemologi (Filsafat Pengetahuan). (Kanisius :
Yogyakarta) 1994
Prof. Dr. Wiramihardja, Sutardjo. Pengantar Filsafat. (PT Refika
Aditama : Bandung). 2007
Suriasumantri, Jujun S. 1970. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya Diindonesia.
Jakarta : PT Bumi Aksara
Surajiyo, 2012, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati. 1982. Filsafat Ilmu. Jakarta:
Perpustakaan Nasional.
Tafsir Ahmad, 2010, Filsafat Umum, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya

82 | Imron, S,Ag., M.A

Anda mungkin juga menyukai