Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa diartikan sebagai keadaan sejahtera, dimana individu memiliki
kemampuan untuk menyadari potensi yang ada dalam dirinya, dapat mengatasi tekanan
kehidupan yang terjadi, bekerja secara produktif dan dapat berkontribusi dalam
komunitasnya, World Health Organization/ WHO (2014). Individu yang sering
mengalami tekanan emosional, distress dan terganggunya fungsi (disfungsi), akan
berpotensi cukup besar mengalami gangguan jiwa yang dikenal dengan istilah ODGJ
(Orang Dengan Gangguan Jiwa).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri yang negatif, berupa mengkritik diri
sendiri, dimana seseorang memiliki fikiran negatif dan percaya bahwa mereka
ditakdirkan untuk gagal. Harga diri rendah sangat rentan terjadi pada seseorang dengan
situasi penuh dengan stressor. Respon kognitif ditunjukan berupa penyimpangan fikiran,
kebingungan, secara afektif pasien merasa rendah diri, merasa takut dan malu, secara
perilaku pasien menunjukkan pasif dan tidak responsif, kehilangan inisiatif dan sulit
mengambilan keputusan. (Septirina Rahayu, dkk. 2018).
Menurut World Health Organization (WHO) (2017) pada umumnya gangguan
mental yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan
4,4% dari populasi global menderita gangguan depresi dan 3,6% dari gangguan
kecemasan. Jumlah penderita depresi meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 dan
2015. Depresi merupakan penyebab terbesar kecacatan di seluruh dunia. Lebih dari 80%
penyakit ini dialami orang-orang yang tinggal di negara yang berpenghasilan rendah dan
menengah. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas tahun 2018), prevelansi
gangguan jiwa pada penduduk Indonesia 7,0 per mil.
Pasien dengan harga diri rendah harus dirawat karena dapat menimbulkan
masalah kejiwaan yang lebih serius diawali dengan harga diri rendah. Dampak yang
ditimbulkan jika pasien harga diri rendah tidak dirawat akan mengarah ke gangguan
isolasi sosial: menarik diri, gangguan persepsi sensori: halusinasi, dan perilaku kekerasan
(Meryana, 2017).
B. Tujuan
1. Tujuan penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu melakukan Asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan harga diri rendah
2. Mahasiswa dapat mengetahui apa penyebab gangguan harga diri rendah
3. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan harga diri rendah.
4. Merencanakan tindakan keperawatan yang tepat untuk mengatasi harga diri rendah.
5. Melaksanakan tindakan keperawatan kesehatan yang tepat untuk mengatasi masalah harga
diri rendah.
C. Manfaat
1. Sebagai pengembangan kemampuan mahasiswa dalam hal pemberian asuhan keperawatan
jiwa dan menambah pengalaman mahasiswa dalam merawat klien dengan harga diri
rendah.
2. Memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu keperawatan
jiwa mengenai perawatan komprehensif pada klien dengan masalah harga diri rendah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Harga Diri Rendah


Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan tidak berdaya
akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri dalam waktu yang lama
dan terus menerus (SDKI, 2016).
Harga diri rendah adalah individu senantiasa menampakkan perilaku penuh
keputusasaan dan depresi. Merasa terisolasi tidak menarik tidak mampu mengekspresikan
diri serta terlalu takut menghadapi kelemahan dan kekurangan dirinya. Seseorang yang
memiliki harga diri rendah mudah dihinggapi rasa takut seperti perasaan tidak diterima,
takut gagal atau takut berbuat kesalahan dan cenderung mudah putus asa bila menghadapi
masalah serta cenderung menenggelamkan diri pada rutinitas. Hal lain yang terdapat pada
individu dengan harga diri rendah adalah takut menunjukkan rasa marah terhadap orang
yang bersalah, lebih suka menjadi pendengar daripada aktif berpartisipasi, sangat peka
terhadap kritik, sering disibukkan oleh persoalan dalam dirinya, dan cenderung menarik
diri dari pergaulan.
Harga diri rendah kronik merupakan evaluasi diri negatif yang berkepanjangan
perasaan tentang diri atau kemampuan diri. Harga diri rendah yang berkepanjangan
termasuk kondisi tidak sehat mental karena dapat menyebabkan berbagai masalah
kesehatan lain, terutama kesehatan jiwa (Herdman & Kamitsuru, 2018 dalam Carpenito-
Moyet, 2010).

Menurut Damaiyanti (2012) harga diri rendah ada secara situasional dan kronik, yaitu :
1. Situasional, yaitu terjadi terutama yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami atau istri, perasaan malu karena sesuatu (korban pemerkosaan).
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri yang berlangsung lama yaitu sebelum
sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini dapat
ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronik atau pada klien gangguan jiwa.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah dapat
dimanifestasikan dengan perasaan lemah, tidak tertolong, tidak ada harapan, ketakutan,
merasa sedih, sensitif, tidak sempurna, rasa bersalah dan tidak adekuat, klien merasa
penilaian terhadap dirinya sangat rendah, adalah adanya koping individu yang tidak
efektif, hal ini didukung dengan karena klien tidak pernah mendapat feed back dari
lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin kecendrungan
lingkungan yang selalu memberi respon negatif untuk mendorong individu menjadi harga
diri rendah, dan hal ini jika tidak segera ditangani maka akan berakibat terjadinya isolasi
sosial: menarik diri.
Harga diri rendah disebabkan karena adanya ketidakefektifan koping individu
akibat kurangnya umpan balik yang positif. Penyebab harga diri rendah juga dapat terjadi
pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat
individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan
dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau
pergaulan.
Menurut NANDA (2015) faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi
faktor Predisposisi dan faktor Presipitasi yaitu :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi penolakan dari orang tua,
seperti tidak dikasih pujian, dan sikap orang tua yang terlalu mengekang,
sehingga anak menjadi frustasi dan merasa tidak berguna lagi serta merasa
rendah diri.
2. Faktor Presipitasi
b. Faktor presipitasi ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal misalnya ada
salah satu anggota yang mengalami gangguan mental sehingga keluarga merasa
malu dan rendah diri. Pengalaman traumatik juga dapat menimbulkan harga diri
rendah seperti penganiayaan seksual, kecelakaan yang menyebabkan seseorang
dirawat di rumah sakit dengan pemasangan alat bantu yang tidak nyaman
baginya. Respon terhadap trauma umumnya akan mengubah arti trauma dan
kopingnya menjadi represi dan denial.
C. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
Menurut Carpenito, L.J dan Keliat, B A dalam buku Kartika Sari (2015) tanda dan gejala
pada harga diri rendah yaitu :
1. Data Subjektif
a. Mengintrospeksi diri sendiri.
b. Perasaan diri yang berlebihan.
c. Perasaan tidak mampu dalam semua hal.
d. Selalu merasa bersalah
e. Sikap selalu negatif pada diri sendiri.
f. Bersikap pesimis dalam kehidupan.
g. Mengeluh sakit fisik
h. Pandangan hidup yang terpolarisasi.
i. Menentang kemampuan diri sendiri.
j. Menjelek-jelekkan diri sendiri.
k. Merasakan takut dan cemas dalam suatu keadaan.
l. Menolak atau menjauh dari umpan balik positif.
m. Tidak mampu menentukan tujuan.
2. Data Obyektif
a. Produktivitas menjadi menurun.
b. Perilaku distruktif yang terjadi pada diri sendiri.
c. Perilaku distruktif yang terjadi pada orang lain.
d. Penyalahgunaan suatu zat.
e. Tindakan menarik diri dari hubungan sosial.
f. Mengungkapkan perasaan bersalah dan malu.
g. Muncul tanda depresi seperti sukar tidur dan makan.
h. Gampang tersinggung dan mudah marah.
D. Proses Terjadinya Masalah
Harga diri seseorang didapatkan dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguan harga diri rendah akan terjadi ketika perlakuan orang lain
mengancam dirinya. Tingkat harga diri seseorang berada dalam tingkat
tinggi sampai rendah. Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi maka
dapat beradaptasi dengan lingkungan secara efektif, sedangkan jika
seseorang memiliki harga diri yang rendah maka lingkungan yang dilihat
akan terasa mengancam bagi dirinya.
Penyebab harga diri rendah juga dapat terjadi pada masa kecil sering
disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu
mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal
disekolah, pekerjaan atau pergaulan.
Seseorang yang berada pada situasi stressor berusaha
menyelesaikannya tapi tidak tuntas serta ditambah pikiran tidak mampu
atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran itu bisa disebut dengan
kondisi harga diri rendah situasional, jika pada situasi tersebut lingkungan
tidak mendukung positif dan justru menyalahkan secara terus menerus
maka akan mengakibatkan harga diri rendah kronis.

E. Pohon Masalah
Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Effect Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi sosial

Core Problem Harga Diri Rendah

Causa Ketidakefektifan mekanisme koping


F. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
Menurut NANDA (2015) faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi
faktor Predisposisi dan faktor Presipitasi yaitu :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi penolakan dari orang tua,
seperti tidak dikasih pujian, dan sikap orang tua yang terlalu mengekang,
sehingga anak menjadi frustasi dan merasa tidak berguna lagi serta merasa
rendah diri.

b. Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah juga meliputi ideal


diri seperti dituntut untuk selalu berhasil dantidak boleh berbuat
salah, sehingga anak kehilangan rasa percaya diri.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal
misalnya ada salah satu anggota yang mengalami gangguan mental
sehingga keluarga merasa malu dan rendah diri. Pengalaman traumatik
juga dapat menimbulkan harga diri rendah seperti penganiayaan
seksual, kecelakaan yang menyebabkan seseorang dirawat di rumah
sakit dengan pemasangan alat bantu yang tidak nyaman baginya.
Respon terhadap trauma umumnya akan mengubah arti trauma dan
kopingnya menjadi represi dan denial.
G. Peran Perawat
Peran perawat adalah mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau
menetap yang terjadi pada klien, memahami klien, dan memberikan pelayanan kesehatan
kepada klien. Klien yang mengalami harga diri rendah apabila tidak mendapat
pengobatan yang tepat akan mengakibatkan timbulnya resiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungannya sehingga diperlukan penanganan khusus.
Salah satu cara meningkatkan harga diri rendah pada klien dengan gangguan
konsep diri: harga diri rendah adalah dengan komunikasi terapeutik, komunikasi
terapeutik ini merupakan suatu komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Komunikasi terapeutik
memperhatikan klien secara holistik meliputi aspek keselamatan, menggali penyebab,
tandatanda dan mencari jalan terbaik atas permasalahan klien. Selain itu hubungan saling
percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien gangguan jiwa.
H. Mekanisme Koping
Seseorang dengan harga diri rendah memiliki mekanisme koping jangka pendek
dan jangka panjang. Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberikan hasil yang
telah diharapkan individu, maka individu dapat mengembangkan mekanis koping jangka
panjang (Direja, 2011). Mekanisme tersebut mencakup sebagai berikut :
1. Jangka Pendek
1. Aktivitas yang dilakukan untuk pelarian sementara yaitu : pemakaian obat-obatan,
kerja keras, nonton tv secara terus menerus.
2. Aktivitas yang memberikan penggantian identitas bersifat sementara, misalnya
ikut kelompok sosial, agama, dan politik).
3. Aktivitas yang memberikan dukungan bersifat sementara misalnya perlombaan.
2. Jangka Panjang
a. Penutupan identitas : terlalu terburu-buru mengadopsi identitas yang disukai dari
orang-orang yang berarti tanpa memperhatikan keinginan atau potensi diri sendiri.
b. Identitas Negatif : asumsi identitas yang bertentangan dengan nilai-nilai dan
harapan masyarakat.

I. Respon Adaptif
Respon individu terhadap konsep dirinya dimulai dari respon
adaptif dan maladaptif. Menurut Keliat dalam Ade Herman (2011) rentang
respon digambarkan sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Keracunan

Depersonalisasi Positif Rendah Identitas Diri

Keterangan :
1. Aktualisasi diri : Pernyataan konsep diri positif dengan pengalaman
sukses.
2. Konsep diri positif : Mempunyai pengalaman positif dalam perwujudan
dirinya.
3. Harga diri rendah : Perasaan yang negatif pada diri sendiri, hilangnya
percaya diri, tidak berharga lagi, tidak berdaya, dan pesimis.
4. Keracunan identitas : Kegagalan seseorang untuk mengintegrasikan
berbagai identifikasi masa anak-anak.
5. Dipersonalisasi : Perasaan sulit membedakan diri sendiri dan merasa
tidak nyata dan asing.
J. Cara Meningkatkan Harga Diri Rendah
Cara untuk meningkatkan harga diri rendah yaitu yang pertama berikan motivasi
untuk pasien belajar selalu menghargai diri sendiri. Walaupun terkadang orang lain
memandang pasien rendah tapi tetapkan keyakinan bahwa hanya diri pasienlah yang
berhak atas hidupnya, yang kedua berikan pasien bimbingan konseling untuk belajar
untuk menyukai diri sendiri, menyukai diri sendiri berarti menerima diri apa adanya, dan
belajar untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, yang ketiga motivasi keluarga
kepada pasien bahwa pasien memiliki gambaran diri yang positif, hal ini berhubungan
dengan penerimaan diri, gambaran diri merupakan cara pandang pasien terhadap diri
pasien, yang keempat motivasi keluarga untuk melakukan apa yang pasien anggap
penting.
Walaupun pasien merasa tidak mampu karena pasien malu dan takut, selanjutnya
yang kelima berikan pasien bimbingan belajar untuk hidup mandiri, tidak tergantung
dengan orang lain, sehingga pasien tidak rentan terhadap penolakan. Sementara itu
pentingnya meningkatkan harga diri rendah yaitu dengan maksud menghilangkan,
mengubah atau menghambat gejala-gejala yang ada serta mengoreksi perilaku yang
terganggu dan mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif terhadap klien
harga diri rendah (Purwasih, R. 2016).

K. Penatalaksanaan

Menurut NANDA 2015 terapi yang dapat diberikan pada penderita Harga Diri Rendah
yaitu :
1. Psikoterapi
Terapi ini digunakan untuk mendorong klien bersosialisasi lagi dengan orang lain.
Tujuannya agar klien tidak menyendiri lagi karena jika klien menarik diri, klien
dapat membentuk kebiasaan yang buruk lagi.
2. Therapy aktivitas kelompok
Terapi aktivitas kelompok sangat relevan untuk dilakukan pada klien harga diri
rendah. Terapi aktivitas kelompok ini dilakukan dengan menggunakan stimulasi atau
diskusi untuk mengetahui pengalaman atau perasaan yang dirasakan saat ini dan
untuk membentuk kesepakatan persepsi atau penyelesaian masalah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA
PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Mahasiswa dapat memodifikasi dalam pelaksanaan pemberian tindakan keperawatan
baik bagi pasien, keluarga dan kelompok
2. Mahasiswa jiwa lebih aktif menerapkan asuhan keperawatan dengan memodifikasi
tindakan keperawatan baik generalis maupun spesialis serta meningkatkan
kemampuan manajemen pelayanan keperawatan jiwa
DAFTAR PUSTAKA
Candra, I Wayana. 2017. Landasan Keilmuan Praktik Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Andi.
Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung :
Refika Aditama.
Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika
Meryana. 2017. Upaya Meningkatkan Harga Diri Dengan Kegiatan Positif Pada Pasien
Harga Diri Rendah. Surakarta
NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA.
Jogjakarta: Mediaction.
Purwasih, R. 2016. Penatalaksanaan Pasien Jiwa Dengan Gangguan Konsep Diri:
Harga Diri Rendah Di Ruang GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO
GONDOHUTOMO. SEMARANG. 3(2), 44-50
Septirina Rahayu, dkk. 2018. Perubahan Tanda Gejala dan Kemampuan Pasien Harga
Diri Rendah Kronis Setelah Latihan Terapi Kognitif dan Psikoedukasi Keluarga.
Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1
Wuryaningsih, Emi Wuri. 2018. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. Jember:
Universitas Jember.

Anda mungkin juga menyukai