Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI

RENDAH DI RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI


BUKIT RAWI

Disusun Oleh :
Sri Ayuni
NIM : 20231490104070

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Konsep Dasar Harga diri Rendah


1.1.1. Definsi
Harga diri rendah adalah suatu evaluasi atau perasaan negatih terhadap
diri sendiri atau kemampuan klien seperti tidak berarti, tidak berharga, tidak
berdaya yang dapat berlangsung dalam waktu lama dan terus menerus jika tidak
segera ditangani (PPNI, 2018).
Harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah
dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis (negatif self evaluasi yang
telah berlangsung lama). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak
langsung (nyata atau tidak nyata) (Samosir, 2020).

1.1.2. Etiologi
Harga diri rendah disebabkan karena adanya ketidakefektifan koping
individu akibat kurangnya umpan balik yang positif. Penyebab harga diri rendah
juga dapat terjadi pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima.
Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi harga diri rendah, meliputi:
1. Faktor Predisposisi
Menurut Diana (2020) faktor predisposisi yang mempengaruhi harga diri
rendah meliputi :
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi penolakan dari
orang tua, seperti tidak dikasih pujian, dan sikap orang tua yang terlalu
mengekang, sehingga anak menjadi frustasi dan merasa tidak berguna
lagi serta merasa rendah diri.
b. Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah juga meliputi ideal diri
seperti dituntut untuk selalu berhasil dantidak boleh berbuat salah,
sehingga anak kehilangan rasa percaya diri.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal
misalnya ada salah satu anggota yang mengalami gangguan mental sehingga
keluarga merasa malu dan rendah diri. Pengalaman traumatik juga dapat
menimbulkan harga diri rendah seperti penganiayaan seksual, kecelakaan
yang menyebabkan seseorang dirawat di rumah sakit dengan pemasangan
alat bantu yang tidak nyaman baginya. Respon terhadap trauma umumnya
akan mengubah arti trauma dan kopingnya menjadi represi dan denial.
Faktor presipitasi terjadi haga diri rendah biasanya adalah kehilangan
bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau
produktifitas yang menurun. Secara umum, ganguan konsep diri harga diri
rendah ini dapat terjadi secara stuasional atau kronik. Secara situasional
karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,
kecelakaan, perkosaan atau dipenjara. Termasuk dirawat dirumah sakit bisa
menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau
pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman (Yosep, 2016).
3. Perilaku
Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku yang
objektif dan dapat diamati serta perasaan subjektif dan dunia dalam diri
klien sendiri. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah salah
satunya mengkritik diri sendiri, sedangkan keracuan identitas seperti sifat
kepribadian yang bertentangan serta depersonalisasi (Stuart, 2018).

1.1.3. Rentang Respon


Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu.
Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang
terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan
lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan
sosial yang maladaptif.

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Aktualisasi diri, konsep diri, harga diri, kerancuan identitas, dan depersonalisasi
positif rendah
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima. Konsep diri
positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada pada dirinya
meliputi citra dirinya. Ideal dirinya harga dirinya, penampilan peran serta
identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukan bahwa individu itu
akan menjadi individu yang sukses.
2) Harga diri rendah Situasional merupakan perasaan negatif terhadap dirinya
sendiri, termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak, berguna,
pesimis tidak ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan
dengan harga diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri atau orang lain,
penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain, ganguan
dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif
mengenai tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir,
serta menarik diri dari realitas.
3) Keracuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk
mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian
psikososial dewasa yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan
keracuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang
bertentangan, hubungan interpersonal eksploitatif, perasaan hampa. Perasaan
mengambang tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidak
mampuan untuk empati terhadap orang lain.
4) Despersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien
tidak dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar dirinya. Individu
mengalami kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan
tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.

1.1.4. Manifestasi Klinisi


Tanda dan gejala harga diri rendah
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat adanya penyakit atau akibat
tindakan terhadap penyakit.
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Individu merasa tidak mampu dan
tidak berguna dan memandang dirinya lemah.
3. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri dari masyarakat.
Individu merasa tidak berguna sehingga klien merasa lebih suka
meyendiri dan enggan untuk berinteraksi dengan lingkungan
masyarakat.
4. Merendahkan martabat. Individu merasa dirinya lemah merasa bodoh,
merasa tidak mampu dalam melakukan segala hal, dan individu merasa
tidak tahu apa-apa, mengabaikan bahkan menolak kemampuan yang
dimiliki sehingga produktivitas individu menurun.
5. Percaya diri kurang. Individu merasa ragu-ragu dalam mengambil
keputusan, individu tidak memiliki rasa percaya pada dirinya dan
individu selalu memandnag dirinya negatif.
6. Mencederai diri sendiri dan orang lain. Akibat harga diri rendah
individu memandang hidupnya pesimis, tidak berguna sehingga
terdorong untuk merusak atau mengakhiri hidupnya. Bahkan klien
dengan harga diri rendah timbul perasaan benci dan dapat menimbulkan
perilaku kekerasan terhadap lingkungan sekitar
1.1.5. Klasifikasi
Mukhripah, Damaiyanti (2015), mengklasifikasikan harga diri rendah
menjadi dua, yaitu:
a. Kronik, yaitu perasaan negative terhadap diri berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara yang berpikir yang
negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negative
terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon mal yang adaptif.
Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronik atau pada
klien gangguan jiwa.
b. Situasional, yaitu terjadi terutama yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami atau istri, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu ( korban pemerkosaan, dituduh KKN, dipenjara
tiba-tiba).

1.1.6. Proses Terjadinya


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga
diri rendah situasional yang tidak terselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena
individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang prilaku klien
sebelumnya bahkan kecendrungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif
mendorong individu menjadi harga diri rendah. Harga diri rendah kronis terjadi
disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada pada suatu situasi yang
penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak
mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu
terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah
kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan
positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis (Samosir, 2020)

1.1.7. Patofisiologi

Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Koping individu tidak efektif

1.1.8. Mekanisme Koping Harga Diri Rendah Kronis


Seseorang dengan harga diri rendah kronis memiliki mekanisme koping
jangka pendek dan jangka panjang. Jika mekanisme koping jangka pendek tidak
memberikan hasil yang telah diharapkan individu, maka individu dapat
mengembangkan mekanis koping jangka panjang (Dwi, 2020). Mekanisme
tersebut mencakup sebagai berikut :

1. Jangka Pendek
a. Aktivitas yang dilakukan untuk pelarian sementara yaitu : pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonton tv secara terus menerus.
b. Aktivitas yang memberikan penggantian identitas bersifat sementara,
misalnya ikut kelompok sosial, agama, dan politik).
c. Aktivitas yang memberikan dukungan bersifat sementara misalnya
perlombaan.
2. Jangka Panjang
a. Penutupan identitas : terlalu terburu-buru mengadopsi identitas yang disukai
dari orang-orang yang berarti tanpa memperhatikan keinginan atau potensi
diri sendiri.
b. Identitas Negatif : asumsi identitas yang bertentangan dengan nilai-nilai dan
harapan masyarakat.

1.2. Manajemen Asuhan Keperawatan


2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan jiwa Menurut (Dwi, 2020), yaitu :
1. Identitas : Nama, umur, jenis kelamin, No RM, tanggal masuk RS,
tangal pengkajian.
2. Alasan masuk
Tanyakan kepada klien dan keluarga apa alasan klien dibawa ke rumah
sakit, Keluhan utama klien dengan harga diri rendah kronis biasanya
merenung atau menyendiri serta mengkritik atau menyalahkan diri
sendiri.
3. Faktor Predisposisi
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Adanya riwayat gangguan pada klien atau keluarga.
2) Adanya gangguan fisik atau penyakit termasuk gangguan
pertumbuhan dan perkembangan.
b. Riwayat Psikososial
1) Pada klien harga diri rendah riwayat psikososial yang perlu
diketahui adalah pernah atau tidak melakukan atau mengalami
dan atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dari lingkungan, kekerasan dalam rumah tangga, aniaya, dan
tindakan kriminal.
2) Merasakan pengalaman masa lalu lain yang tidak
menyenangkan baik biologi, psikologi, sosiologi, kultural,
maupun spiritual.
c. Riwayat Penyakit Keluarga Harga diri rendah kronis dapat
disebabkan oleh keturunan. Oleh karena itu, pada riwayat penyakit
keluarga harus dikaji apakah ada keluarga yang pernah mengalami
gangguan jiwa.
4. Faktor presipitasi
Masalah khusus tentang harga diri rendah kronis disebabkan oleh
setiap situasi yang dihadapi individu dan ia tak mampu menyelesaikan
masalah yang di hadapi . Situasi atas stressor ini dapat mempengaruhi
terjadinya harga diri rendah kronis.
5. Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
6. Psikososial
a. Genogram
Perbuatan genogram minimal 3 generasi yang menggambarkan
hubungan klien dengan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan
individu dan keluarga.
b. Konsep Diri
1) Gambaran Diri
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya,bagian tubuh yang
disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan
bagian yang disukai.
2) Identitas Diri
Kaji kepuasan klien terhadap jenis kelaminya, status sebelum
dirawat di rumah sakit. Klien merasa tidak berdaya dan rendah diri
sehingga tidak mempunyai status yang di banggakan atau di
harapkan di keluarga ataupun masyarakat.
3) Fungsi peran
Biasanya klien mengalami penurunan produktifitas dan merasa
tidak mampu dalam melaksanakan tugas.
4) Ideal diri
Tanyakan harapan tubuh, posisi status, peran. Harapan klien
terhadap lingkungan, dan harapan klien terhadap penyakitnya.
5) Harga Diri
Klien mengejek dan mengkritik dirinya sendiri, menurunkan
martabat, menolak kemampuan yang dimiliki.
c. Hubungan Sosial
Tanyakan siapa orang terdekat dikehidupan klien tempat mengadu,
berbicara, minta bantuin, atau dukungan. Serta tanyakan organisasi
yang diikuti dalam kelompok/ masyarakat (Febriana et. al, 2016).
1) Klien tidak mempunyai orang yang di anggap sebagai tempat
mengadu dan meminta dukungan.
2) Klien merasa berada di lingkungan yang mengancam.
3) Keluarga kurang memberikan penghargaan kepada klien.
4) Klien sulit berinteraksi.
d. Spritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah/ menjalankan keyakinan,
kepuasaan dalam menjalankan keyakinan.
7. Status Mental
a. Penampilan
Penampilan tidak rapi karena klien kurang minat untuk perawatan
diri.
b. Pembicaraan
Klien dengan frekuensi lambat, tertatah, volume suara rendah,
sedikit berbicara inkoheren dan bloking.
c. Aktivitas Motorik
Tegang, lambat, gelisah, dan terjadi penurunan aktivitas interaksin
d. Alam Perasan
Klien biasanya merasakan tidak mampu dan pandangan hidupnya
selalu pesimis.
e. Afek emosi
Terkadang afek klien tampak tumpul, emosi klien berubah-ubah,
kesepian, apatis, depresi atau sedih, dan cemas.
f. Interaksi selama wawancara
1) Tidak kooperatif, atau mudah tersinggung.
2) Kontak mata kurang: tidak mau menatap lawan bicara.
3) Defensif: selalu mempertahankan pendapat dan kebenaran
dirinya.
g. Persepsi-sensori
Klien mengalami halusinasi dengar/lihat yang mengancam atau
memberi perintah.
h. Proses berpikir
1) Arus Pikir:
a) Koheren: pembicaraan dapat dipahami dengan baik.
b) Inkoheren: kalimat tidak berbentuk, kata-kata sulit dipahami.
c) Tangensial: pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai
pada tujuan.
d) Flight of ideas: pembicaraan yang melompat dari satu topik ke
topik lainnya masih ada hubungan yan tidak logis dan tidak
sampai pada tujuan.
e) Bloking: pembicaraan terhenti tiba-tiba kemudian dilanjutkan
kembali.
f) Neologisme: membentuk kata-kata baru yang tidak di pahami
oleh umum.
g) Sosiasi bunyi: mengucapkan kata-kata yang mempunyai
persamaan bunyi.
2) Isi Pikir: Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau
menolak diri sendiri, mengejek dan mengkritik diri sendiri.
i. Tingkat kesadaran
Menurut Stuart. (2016) Biasanya klien tampak bingung dan kacau,
stupor adalah gangguan motorik seperti kelakuan, gerakan berulang-
ulang, anggota tubuh klien dalam sikap canggung yang
dipertahankan dalam waktu lama tetapi pasein menyadari semua
yang terjadi dilingkungan, sedasi yaitu klien mengatakan bahwa ia
merasa melayang-layang antara sadar atau tidak sadar.
j. Memori
1) Daya ingat jangka panjang:mengingat kejadian masa lalu lebih
dari satu bulan
2) Daya ingat jangka menengah:dapat mengingat kejadian yang
terjadi 1 minggu terakhir.
3) Daya ingat jangka pendek:dapat mengingat kejadian yang terjadi
saat ini.
k. Tingkat konsentrasi dan berhitung
1) Peratikan klien mudah berganti dari satu obyek ke obyek lain
atau tidak.
2) Tidak mampu berkonsentrasi.
3) Tidak mampu berhitung.
l. Kemampuan penilaian mengambil keputusan
1) Ringan: dapat mengambil suatu keputusan yang sederhana
dengan dibantu.
2) Bermakna : tidak mampu mengambil suatu keputusan walaupun
sudah dibantu.
m. Daya tilik diri
Klien tidak menyadari bahwa dia mengalami gangguan jiwa
2.2 Diagnosa
1. Harga diri rendah kronis (SDKI, D.0086)
2. Isolasi sosial (SDKI, D.0121)
3. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi (SDKI, D.0085)

2.3 Intervensi
Melaksanakan SP Harga Diri Rendah (HDR)
2.4 Strategi Pelaksanaan
SP 1 :
1) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien
(buat daftar kegiatan)
2) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari
daftar kegiatan) : buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan pasien saat
ini
3) Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
untuk dilatih
4) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya)
5) Masukan dalam jadwal kegiatan untuk Latihan dua kali perhari
SP 2 :
1) Evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan beri pujian
2) Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
3) Latih kegiatan kedua (alat dan cara melakukannya)
4) Masukan pada jadwal kegiatan untuk Latihan : dua kegiatan masing-
masing dua kali perhari
SP 3 :
1) Evaluasi kegiatan utama dan kedua yang telah dilatih dan berikan pujian
2) Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih
3) Latih kegiatan kedua (alat dan cara melakukannya)
4) Masukan pada jadwal kegiatan untuk Latihan : dua kegiatan masing-
masing dua kali perhari
SP 4 :
1) Evaluasi kegiatan pertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih dan berikan
pujian
2) Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih
3) Latih kegiatan ke empat (alat dan cara melakukannya)
4) Masukan pada jadwal kegiatan untuk Latihan : dua kegiatan masing-
masing dua kali perhari
SP 5 sd 12 :
1) Evaluasi kegiatan Latihan dan berikan pujian
2) Latih kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga
3) Nilai kemampuan yang telah mandiri
4) Masukan nilai apakah harga diri pasien meningkat

Anda mungkin juga menyukai