Anda di halaman 1dari 8

 

Dinamika Ketidakamanan Kerja dan Motivasi Berprestasi


pada Guru Honorer di Kota Salatiga
Doddy Hendro Wibowo
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
doddy.hendro@gmail.com

Abstract
Teacher is a unique job, a job that requires a high commitment beyond the desire for
money. This study is for the empirical interest of the relationship between job insecurity
and achievement motivation by Honorary Teacher. This study involved 95 teachers with
honorary status from 34 educational institutions in kindergarten, elementary / junior high
school, high school / vocational school in the suburbs of Salatiga, Central Java. Based on
trials with N = 95 there is no significance of Job Insecurity and Achievement Motivation
in Honorary Teachers in Salatiga, Central Java (r = 0.045; p = 0.668> 0.05; 2-tailed).
This means, job insecurity does not give effect to achievement motivation by Honorary
Teachers in Salatiga.

Keywords: Job Insecurity, Achievement Motivation, Honorary Teacher.

PENDAHULUAN seseorang dengan dorongan berprestasi


Motivasi merupakan komponen yang tinggi akan menyenangi pekerjaan
penting dan berpengaruh dalam kinerja yang kemungkinan berhasil besar, akan
karyawan. Karyawan yang bermotivasi tetapi tidak senang pada tugas yang
tinggi adalah orang yang melaksanakan terlalu berat atau terlalu ringan. Selain
upaya substansial, guna menunjang itu ia juga tidak senang mengambil
tujuan-tujuan produksi kesatuan resiko besar. Hanya saja dorongan kuat
kerjanya dan organisasi di mana ia terdapat dalam dirinya untuk secara
bekerja, sedangkan karyawan yang bertanggung jawab terhadap
bermotivasi rendah, hanya memberikan keberhasilan dan kegagalan
upaya minimum dalam hal bekerja melaksanakan tugasnya dan tidak
(Winardi, 2001). melemparkan tanggung jawab itu
Ada berbagai jenis motivasi yang kepada orang lain. Nasution (2000)
mempengaruhi kinerja karyawan di menyebutkan bahwa motivasi berpretasi
dalam organisasi, salah satunya adalah memiliki fungsi penting, yakni: Menjadi
motivasi berprestasi. Teori motivasi penggerak yang melepaskan energi
yang diungkapkan oleh Abraham seseorang, Menentukan arah perbuatan
Maslow yang melihat bahwa motivasi ke tujuan yang akan dicapai, dan
merupakan suatu keutuhan dari fungsi menentukan perbuatan-perbuatan apa
seseorang (Feist, Feist dan Roberts, yang harus dijalankan yang serasi guna
2017). Sedangkan David C. McClelland mencapai tujuan itu, dengan
(dalam Usman, 2006) juga mengesampingkan perbuatan-perbuatan
mengungkapkan bahwa manusia yang tak bermanfaat bagi tujuan itu.
memiliki tiga kebutuhan pokok, yaitu: Motivasi berprestasi merupakan
a). kebutuhan akan prestasi suatu dorongan yang bersumber dari
(achievement); b) kebutuhan akan dalam dan luar diri untuk menyelesaikan
kekuasaan (power); dan 3) kebutuhan tugas sebaik-baiknya dan seefektif
akan persahabatan (affilition). Siagian mungkin hingga mencapai suatu tujuan
(2004) mengungkapkan bahwa yang telah ditentukan. Ada berbagai

ISSN : 1411-6073 (Media Cetak Psikodimensia, Vol. 17 | No. 1 | Tahun 2018


2579-6321 (Media Online)  
 
78

 
macam faktor yang mempengaruhi pekerjaan pun kurang jelas karena status
tingkat motivasi berprestasi seseorang kepegawaiannya (Arfa, Kandou &
yakni faktor internal dan faktor Munayang, 2013). Keadaan tersebut
eksternal. Faktor internal merupakan membuat guru honorer memiliki
motivasi yang muncul dari dalam, perasaan tidak aman berkaitan dengan
seperti minat atau keinginan (curiosity), pekerjaan yang dijalani. Dalam dunia
sehingga seseorang tidak lagi kerja hal ini disebut ketidakamanan
termotivasi oleh bentuk-bentuk insentif kerja (job insecurity).
atau hukuman. Sedangkan motivasi Ketidakamanan kerja merupakan
ekstrinsik ialah motivasi yang perhatian individu tentang pekerjaan
disebabkan oleh keinginan untuk yang ditekuni (De Witte, 2005). Seorang
menerima ganjaran atau menghindari Guru Honorer yang bekerja di sekolah
hukuman, motivasi yang terbentuk oleh akan mengalami situasi ketidakamanan
faktor-faktor eksternal berupa ganjaran kerja di mana ia tidak mengetahui
dan atau hukuman. tentang masa depan pekerjaannya
Motivasi berprestasi adalah (Martinez, De Cuyper, & De Witte,
komponen penting yang dapat 2010). Ketidakamanan kerja merupakan
meningkatkan kinerja seorang karyawan suatu antisipasi terhadap ancaman akan
termasuk pengajar/ guru di dalam adanya risiko berkaitan dengan
organisasi sekolah (Loekmono dan kelangsungan pekerjaan sehingga
Pobas, 2005). Guru yang memiliki menimbulkan perasaan tidak aman di
motivasi yang tinggi akan mampu dalam bekerja. Ketidakamanan kerja
mengemban tugas dan tanggung meliputi dua aspek, yakni aspek
jawabnya bahkan mampu melampaui kognitif, mengacu pada kemungkinan
target kerja yang ditetapkan. Melalui kehilangan pekerjaan dan aspek afektif,
kinerja guru yang baik dan berprestasi mengacu pada ketakutan kehilangan
maka visi dan misi di dalam dunia pekerjaan (Borg&Eliazur, dalam Sverke,
pendidikan dapat dicapai. Hellgren,& Naswall, 2006). Seseorang
Guru di Indonesia, terbagi yang merasa tidak aman atau merasa
menjadi dua, yaitu Guru bertatus tetap mendapatkan ancaman dari pihak
dan Guru berstatus tidak tetap (Guru tertentu maka akan muncul perasaan
honorer). Tugas yang diemban oleh takut yang besar (Feist, Feist dan
kedua status guru tersebut sama, namun Roberts, 2017).
Guru Honorer belum mendapatkan Sverke, Hellgren, dan Naswal
imbalan yang sesuai, Kondisi guru (2006), dalam jangka pendek job
honorer di Indonesia seharusnya insecurity akan berdampak terhadap
mendapatkan perhatian lebih dari kepuasan kerja, keterlibatan kerja,
pemerintah. Pekerjaan dan tanggung komitmen organisasi dan kepercayaan
jawab yang diemban tidak sebanding terhadap pemimpin, seperti
dengan gaji atau perlindungan dan berkurangnya kepercayaan terhadap
jaminan kesehatan dan jaminan hari tua pemimpin sehingga berdampak pada
yang dapat diterima. Pendapatan yang kesalahpahaman antara pemimpin dan
diperoleh berupa honorarium per bulan, bawahan dalam hal pendapat. Dalam
cuti dan perlindungan hukum, selain itu jangka panjang, ketidakamanan kerja
mereka tidak mendapatkan fasilitas yang akan berdampak terhadap kesehatan
sama dengan guru tetap. Pemberhentian fisik, kesehatan mental, performa kerja,
tanpa pesangon juga dapat terjadi karena dan intensi pindah kerja (turnover).
nasib guru honorer tergantung pada Silla, Gracia, dan Peiro (2005),
kebijaksanaan kepala sekolah (Balkis melakukan penelitian tentang
dan Masykur, 2016) dan masa depan ketidakamanan kerja kepada pekerja

ISSN : 1411-6073 (Media Cetak Psikodimensia, Vol. 17 | No. 1 | Tahun 2018


2579-6321 (Media Online)  
 
79

 
berstatus permanen dan temporer keberlangsungan pekerjaannya
dengan jenis kontrak kerja dan jam kerja terancam, maka ia akan melakukan
(full time-part time). Hasil peneitian evaluasi terhadap lembaga di tempat ia
disimpulkan bahwa kelompok pekerja bekerja. Sedangkan seseorang yang
dengan status temporer memiliki tingkat kebutuhan rasa aman dalam bekerja
job insecurity yang lebih tinggi dapat terpenuhi, maka ia termotivasi
dibandingkan dengan kelompok pekerja untuk dapat meningkatkan hierarki
berstatus permanen. Penelitian serupa kebutuhan berikutnya yaitu penghargaan
dilakukan oleh Kuroki (2012) yang dan aktualisasi diri. Hal ini diperkuat
melibatkan partisipan buruh manufaktur dengan hasil penelitian dari Bonita dan
di Jepang berstatus temporer, Hasil Nurtjahjanti (2016) yang dilakukan
penelitian menunjukkan kelompok kepada Karyawan tetap PT Nyonya
buruh dengan status temporer memiliki Meneer Semarang menunjukkan bahwa
tingkat ketidakamanan kerja lebih tinggi. ada hubungan negatif antara Job
Namun pengalaman Insecurity dengan Motivasi Kerja (rxy=-
ketidakamanan kerja merupakan 0,223). Hal ini menunjukkan semakin
pengalaman yang sifatnya subjektif. Job tinggi job insecurity maka motivasi kerja
Insecurity merupakan penilaian akan semakin menurun.
subyektif individu tentang adanya Peneliti tertarik melakukan
ancaman berupa ‘ketidakpastian’ yang penelitian dan kajian untuk menguji
mengarah kepada kondisi kehilangan secara empiris apakah ada hubungan
pekerjaan (DeWitte, 2005). Hal ini antara Ketidakamanan Kerja dan
berarti tingkat keamanan kerja menjadi Motivasi Berprestasi pada Guru Honorer
rendah atau bahkan tidak merasakan di Kota Salatiga. Peneliti melihat bahwa
ketidakamanan kerja apabila seseorang profesi sebagai Guru merupakan
bekerja karena alasan sukarela atau tidak pekerjaan yang unik, pekerjaan yang
ada target yang ingin dicapai. mensyaratkan pada komitmen yang
Sebaliknya, seseorang yang memiliki tinggi melebihi hasrat untuk sekedar
persepsi bahwa di dalam bekerja dia mendapatkan uang/ materi (Ariani,
harus mampu memenuhi aspek kognitif 2015). Selai itu, motivasi berprestasi
dan afektif, seperti karir, masa depan, yang dimiliki seorang guru honorer
atau takut akan kehilangan pekerjaan merupakan motivasi yang bersifat
maka taraf ketidakamanan kerja menjadi inisiatif, dari dalam diri (intrinsik) dan
tinggi. tidak ada paksaan (Andani dan
Guru honorer yang bekerja di kota Sulasminten, 2015). Guru merasa bahwa
Salatiga memiliki status yang belum tugas yang diemban merupakan
pasti dan dimungkinkan merasakan panggilan jiwa dan bisa disebut dengan
ketidakpastian yang lain, seperti: gaji hobi/ kegemaran. Guru merasa puas
yang terbatas, fasilitas yang minim, apabila muridya berhasil selesai di
eksistensi sekolah di masa depan, dan jenjang tertent dan dapat melanjutkan ke
kepastian tentang status pekerjaan. jenjang yang lebih tinggi. Guru juga
Kondisi ketidakpastian tersebut merasa senang apabila muridnya
cenderung menimbulkan perasaan tidak memahami penjelasan guru dan
aman bekerja (job insecurity) sebagai mengerjakan tugas/ pekerjaan rumah
guru. Tentu saja hal ini akan seseuai yang diperintahkan. Hal ini
mempengaruhi aspek sikap kerja yang semakin menguatkan bahwa profesi
dimiliki salah satunya adalah aspek guru, merupakan profesi unik yang tidak
motivasi berprestasi dari Guru Honorer bisa dibandingkan dengan yang lain,
yang bekerja di sekolah tersebut. Ketika bahwa di dalamnya ada faktor minat,
seorang Guru Honorer, merasa bahwa

ISSN : 1411-6073 (Media Cetak Psikodimensia, Vol. 17 | No. 1 | Tahun 2018


2579-6321 (Media Online)  
 
80

 
panggilan jiwa dan komitmen (Ariani, METODE
2015; Wangi dan Anisaa, 2015). Responden Penelitian. Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk ini melibatkan 95 guru berstatus honorer
menguji secara empiris hubungan antara dari 34 instansi pendidikan pada jenjang
Ketidakamanan Kerja dengan Motivasi TK, SD/ MI,SMP, SMA/SMK yang ada
Berprestasi yang dimiliki oleh Guru di daerah pinggiran Kota Salatiga. Data
Honorer. Demografik subjek penelitian disajikan
berikut:

Tabel 1. Data Demografik Subjek Penelitian


Frekuensi Persentase
Tempat Mengajar PAUD 8 9%
SD/ Sederajat 41 43%
SMP/ Sederajat 20 21%
SMA/Sederajat 26 27%
Jenis Kelamin Laki-laki 28 29%
Perempuan 67 71%
Usia 20-30 tahun 55 58%
31-40 tahun 29 31%
41-50 tahun 9 4%
>50 tahun 2 2%
Latar Belakang SMA/SMK 3 1%
Pendidikan Diploma 4 2%
Strata 1 86 91%
Strata 2 2 1%
Lama Mengajar 1-5 tahun 54 57%
6-10 tahun 25 26%
11-15 tahun 8 9%
16-20 tahun 4i 4%
>20tahun 4 4%

Mengacu pada tabel tersebut, (9%), 16-20 tahun ada 4 guru (4%), dan
terlihat jenjang dan jumlah guru adalah lebih dari 20 tahun ada 4 guru (4%).
pada jenjang TK 8 guru (9%), SD/ MI
41 guru (43%), SMP 20 guru (21%), Penelitian ini menggunakan
SMA/SMK 26 guru (27%) yang ada di desain penelitian kuantitatif dengan
daerah pinggiran Kota Salatiga. Ditinjau studi korelasional.
dari jenis kelamin, guru berjenis kelamin Pengambilan sampel
laki-laki ada 28 guru (29%) dan menggunakan teknik purposive
perempuan 67 guru (71%). Berdasarkan sampling, dimana partisipan telah
usia 20-30 tahun ada 55 guru (58%), ditentukan oleh peneliti dengan
usia 31-40 tahun ada 29 guru (31%), beberapa persyaratan yaitu: guru
usia 41-50 tahun ada 9 guru (4%) dan honorer yang bekerja di Sekolah (TK,
berusia lebih dari 50 tahun ada 2 guru SD, SMP, & SMA Swasta maupun
(2%). Berdasarkan latar belakang Negeri) yang berada di kota Salatiga.
pendidikan dari lulusan SMA/ SMK ada Angket motivasi berprestasi
3 guru (1%), Diploma ada 4 guru (2%), disusun oleh penulis, dengan acuan
Strata 1/ S1 ada 86 guru (91%) dan aspek-aspek motivasi berprestasi yang
Strata 2/ S2 ada 2 guru (1%). dikembangkan oleh Tim Achievement
Berdasarkan lama mengajar yaitu 1-5 Motivation Training (AMT)
tahun ada 54 guru (57%), 6-10 tahun ada Massachuset, berdasarkan teori
25 guru (26%) , 11-15 tahun ada 8 guru McClelland (dalam Usman, 2006).
reliabilitas Angket Motivasi Berprestasi

ISSN : 1411-6073 (Media Cetak Psikodimensia, Vol. 17 | No. 1 | Tahun 2018


2579-6321 (Media Online)  
 
81

 
dilakukan menggunakan teknik analisis akan diolah dengan menggunakan
Alpha Cronbach. Dari hasil perhitungan program komputer Statistic Packages
reliabilitas diperoleh hasil  = 0,888. for Social Science (SPSS).
Angka ini menunjukkan bahwa Angket
Motivasi Berprestasi yang digunakan HASIL
dalam penelitian ini reliabel dengan Berdasarkan uji korelasi dengan
kategori sangat baik (Azwar, 2013). Dan N=95 didapatkan bahwa nilai koefisien r
skala Ketidakamanan Kerja atau Job = 0,045; dengan probabilitas 0,668
Insecurity Scale/JIS mengadaptasi dari (p>0,05; 2-tailed), nilai probabilitas
skala yang dikembangkan oleh Ashford, yang diperoleh tersebut lebih dari 0,05,
Lee,& Bobko (1989). Berdasarkan hasil sehingga Ho diterima dan Ha ditolak.
uji coba, nilai Alpha Cronbach adalah Hal ini berarti bahwa tidak terdapat
0,925; yang berarti bahwa reliabilitas hubungan antara Ketidakamanan Kerja
skala ketidakamanan kerja pada dengan Motivasi Berprestasi pada Guru
penelitian ini tergolong sangat baik Honorer di Kota Salatiga.
(Azwar, 2013). Selanjutnya data mengenai
Teknik Analisis Data. Penelitian kategorisasi job insecurity guru pada
ini dilakukan dengan rancangan studi sekolah-sekolah pinggiran di Salatiga
korelasional. Data yang diperoleh dari disajikan pada Tabel. 2 berikut ini:
sampel populasi penelitian selanjutnya

Tabel 2. Kategori Job Insecurity dan Motivasi Berprestasi


Kategori Ketidakmanan Kerja Motivasi Berprestasi
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
Rendah 14 15 11 12
Sedang 64 67 66 69
Tinggi 17 18 18 19
Total 95 100.0 95 100.0

Berdasarkan tabel kategori di atas, Meneer Semarang menunjukkan bahwa


nampak bahwa mayoritas (67 %) guru ada hubungan negatif antara Job
honorer yang bekerja di Kota Salatiga Insecurity dengan Motivasi Kerja (rxy=-
memiliki tingkat ketidakamanan kerja 0,223). Peneliti akan mencoba mengkaji
yang tergolong sedang. Begitu pula hasil penelitian dengan beberapa
dengan kategorisasi Motivasi pendekatan yang dapat memberikan
Berprestasi pada Guru Honorer di penjelasan tentang faktor penyebab
Salatiga, menunjukkan bahwa hasil penelitian yang tidak terbukti.
mayoritas (69%) guru honorer yang Berdasarkan data demografik,
bekerja di sekolah pinggiran kota menunjukkan bahwa tingkat motivasi
Salatiga memiliki tingkat motivasi berprestasi yang dimiliki guru honorer
berprestasi yang tergolong sedang. tergolong sedang. Hal ini menunjukkan
bahwa dorongan atau niat untuk meraih
DISKUSI prestasi yang dimiliki oleh Guru
Hasil penelitian menunjukkan Honorer berkaitan dengan pencapaian
kondisi yang berbeda dari penelitian prestasi dalam tugasnya sebagai guru
sebelumnya yang dilakukan oleh Bonita cenderung sedang. Tim Achievement
dan Nurtjahjanti (2016) yang dilakukan Motivation Training (AMT)
kepada Karyawan tetap PT Nyonya Massachuset, (dalam Usman, 2006)

ISSN : 1411-6073 (Media Cetak Psikodimensia, Vol. 17 | No. 1 | Tahun 2018


2579-6321 (Media Online)  
 
82

 
orang yang motivasi berprestasinya adanya ancaman berupa ‘ketidakpastian’
tinggi memiliki indikator: 1) yang mengarah kepada kondisi
Bertanggung jawab atas perbuatannya, kehilangan pekerjaan. Faktor penyebab
mengaitkan diri pada karier atau masa ketidakamanan kerja yaitu: variabel
depan; 2) Berusaha mencari umpan balik makro (unsur regional/lokasi tempat
atas segala perbuatannya, mendengarkan kerja dan unsur organisasional); variabel
pendapat orang lain; 3) Berani posisional/ latar belakang individu yang
mengambil resiko dengan penuh menentukan posisinya di tempat kerja
perhitungan melebihi orang lain; 4) (usia, lama bekerja, jabatan, dsb) dan
Berusaha melakukan sesuatu secara variabel corak kepribadian individu
inovatif dan kreatif, banyak gagasan dan (DeWitte, 2005). Berdasarkan dari data
mampu mewujudkan gagasannnya demografik, 67% guru honorer di kota
dengan baik; 5) Mampu mengatur Salatiga memiliki tingkat ketidakamanan
waktunya, 6) Bekerja keras dan bangga kerja yang tergolong sedang.
atas hasil yang telah dicapai. Ketidakamanan kerja merupakan
Ada banyak faktor yang dapat pengalaman yang subyektif.
mempengaruhi motivasi yakni motivasi Berdasarkan variabel corak kepribadian
yang berasal dari dalam diri (Intrinsik) individu, Seseorang bisa memberikan
dan berasal dari luar diri (Ekstrinsik). makna yang berbeda terhadap arti dari
Guru Honorer dengan kondisi yang ketidakamanan kerja, misalnya ada
serba terbatas, terutama dengan status seorang guru yang memaknai statusnya
honorer yang dimiliki, harapan untuk sebagai guru honorer merupakan status
dapat memiliki motivasi berprestasi yang mengancam pekerjaannya sehingga
yang tinggi belum akan terpenuhi. khawatir tidak bisa bertanggung jawab
Sesuai dengan teori motivasi yang terhadap keluarga. Namun ada pula yang
diungkapkan oleh Abraham Maslow melihat pekerjaan sebagai guru honorer
yang melihat bahwa motivasi merupakan sebuah pekerjaan yang
merupakan suatu keutuhan dari fungsi dilakukan secara sukarela dan memang
seseorang (Feist, Feist dan Roberts, ingin bekerja tanpa status tetap karena
2017). Seseorang akan meningkat ke ingin terbebas dari segala bentuk ikatan
jenjang yang lebih tinggi apabila jenjang (Greenhalgh & Rosenblatt, 1984). Hal
yang lebih rendah telah dipenuhi. ini pun diperkuat dengan hasil penelitian
Sementara bagi Guru Honorer, aspek kepada guru honorer oleh Balkis dan
keamanan kerja yang belum terpenuhi, Masykur (2016) yang menyatakan
misalnya belum ada jaminan kerja atau bahwa sebagai seorang Guru Honorer,
jaminan perasaan aman dari adanya ada perasaan berupa enggan melepas
PHK, belum ada jaminan keselamatan pekerjaan karena telah merasa nyaman,
kerja, jaminan kesehatan, belum adanya memantapkan diri untuk terus mengabdi
pemberian tunjangan atau pesangon dan bertahan terus untuk menjadi
masa pensiun, serta belum adanya seorang guru walaupun tidak ada
perlindungan dalam bekerja. Beberapa kejelasan secara status.
hal tersebut yang kemungkinan Berdasarkan data demografik
menyebabkan para Guru Honorer penelitian, juga terdapat 67 orang guru
merasakan ketidakamanan kerja, Honorer berjenis kelamin perempuan
sehingga untuk dapat meningkat ke (71%). Apabila ini dikaitkan dengan
jenjang yang lebih tinggi (meraih peran gender di dalam keluarga, seorang
penghargaan dan berprestasi) belum perempuan atau istri memiliki peran dan
dapat terwujud. tanggung jawab yang tidak sebesar yang
Ketidakamanan kerja merupakan diemban laki-laki atau suami sebagai
penilaian subyektif individu tentang Kepala Keluarga yang bertugas untuk

ISSN : 1411-6073 (Media Cetak Psikodimensia, Vol. 17 | No. 1 | Tahun 2018


2579-6321 (Media Online)  
 
83

 
memberi nafkah bagi keluarganya. Laki- consequences, of job insecurity: A
laki dalam Budaya Patriarki jawa theory-based measure and
dipandang sebagai penyedia kebutuhan subtantive test. Academy of
hidup dan pelindug dalam menghadapi Management Journal, 32(4), 803-
dunia di luar keluarga (Hermawati, 829.
2007). Dari hal ini nampak bahwa faktor
tanggung jawab untuk menghidupi Azwar, S. (2013). Dasar-dasar
keluarga pada perempuan yang menjadi psikometri. Yogyakarta: Pustaka
subjek penelitian nampak cenderung Pelajar Offset.
kurang berpengaruh terhadap perasaan
ketidakamanan kerja yang dirasakan Balkis, A.S.& Masykur, A.M. (2016).
oleh Guru Honorer berjenis kelamin Memahami Subjective Well-
perempuan. Being Guru Honorer Sekolah
Dasar Negeri (Sebuah Studi
SIMPULAN Kualitatif Fenomenologis). Jurnal
Berdasarkan dari hasil penelitian Empati, 5 (2), 223-228.
yang diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara Bonita, R.& Nurtjahjanti, H.(2016).
Ketidakamanan Kerja dengan Motivasi Hubungan Antara Job Insecurity
Berprestasi pada Guru Honorer di Kota Dengan Motivasi Kerja Pada
Salatiga. Hal yang menjadi kelemahan Karyawan Pt. Nyonya Meneer
penelitian ini adalah terbatasnya Semarang. Jurnal Empati 5(3),
informasi dari Guru Honorer. Oleh 549-552.
sebab itu, untuk penelitian selanjutnya
dengan tema yang serupa, dengan De Witte, H. (2005). Job insecurity:
metode penelitian kualtitatif, perlu digali review of the international
lebih lanjut tentang motif, latar belakang literature on definitions,
individu (peran gender), lokasi dan prevalence, antecedents and
corak kepribadian dari seorang Guru consequences. SA Journal of
berstatus Honorer. Industrial Psychology, 31(4), 1-6.

DAFTAR PUSTAKA Feist J., Feist, G.J.,Roberts,T. (2017).


Teori Kepribadian jilid 1 dan jilid
Arfa, R.K.D., Kandou L.F.J., & 2 (Ed.8). NY: McGrawHill
Munayang, H. (2013). Greenhalgh, L.,& Rosenblatt, Z. (1984).
Perbandingan kejadian dan Job insecurity: Toward conceptual
tingkat depresi guru honorer di clarity. Academy of Management
Sekolah Dasar Negeri pada empat Review, 9, 438-448.
kecamatan di Kota Kotamobagu
Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Kuroki, M. (2012). The deregulation of
E-Biomedik (Ebm), 1(1), 733-742. temporary employment and
workers’ perceptions of job
Ariani, D.S. (2015). Hubungan Antara insecurity. ILR Review, 65(3),
Dukungan Sosial Rekan Kerja dan 560-577.
Komitmen Karier pada Guru
SMA di Kota Salatiga. Jurnal Loekmono, L dan Pobas. (2005).
Psikologi Undip 14 (2), 111-117. Hubungan antara Motivasi
Berprestasi dengan Kinerja Guru
Ashford, S. J., Lee, C., & Bobko, P. SD Kecamatan Polen, Timor
(1989). Content, causes, and Tengah Selatan. Satya Widya

ISSN : 1411-6073 (Media Cetak Psikodimensia, Vol. 17 | No. 1 | Tahun 2018


2579-6321 (Media Online)  
 
84

 
Jurnal Penelitian Pengembangan                                                             
Kependidikan, 18(2). 152 – 157.  
Nasution, S. (2000). Didaktik Asas-asas
Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Siagian, S. (2004). Teori Motivasi dan
Aplikasinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Usman, H. (2006). Manajemen Teori,
Praktik, dan Riset Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Winardi, J. (2001). Motivasi dan
Pemotivasian dalam Manajemen.
Jakarta: Rajawali Pers.
Martinez, G., DeCuyper, N., & DeWitte,
H. (2010). Review of the job
insecurityliterature: The case of
Latin America. Avancesen
Psicología Latino
Americana/Bogotá (Colombia),
28(2),94-204.

Maulidina, N.R. & Nurtjahjanti, H.


(2016). Hubungan Antara
Ketidakamanan Kerja Dengan
Psychological Well-Being Pada
Karyawan Kontrak Rumah Sakit
Islam Sultan Agung Semarang.
Jurnal Empati 5(2), 189-194.

Silla, Inmaculada., Gracia, Francisco, J.,


&Peiro, Jose Maria. (2005). Job
insecurity and health-related
outcomes among different types
of temporary workers. Economic
and Industrial Democracy, 26(1),
89-117.

Sugiyono. (2012). Memahami penelitian


kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sverke, M., Hellgren, J., &Naswall, K.


(2006). Jobinsecurity: A literature
review. Stockholm: National
Insitutefor Working Life.

Wangi E.N.& Anisaa, F.R. (2015).


Subjective Well-Being pada Guru
Honorer di SMP Terbuka 27
Bandung. Bandung: Psychology
Forum UMM.

ISSN : 1411-6073 (Media Cetak Psikodimensia, Vol. 17 | No. 1 | Tahun 2018


2579-6321 (Media Online)  
 

Anda mungkin juga menyukai