Anda di halaman 1dari 9

BAB X

ORANG-ORANG ( Subjek ) dan Benda-Benda ( Objek ) YANG DILINDUNGI PADA SAAT


SENGKETA BERSENJATA

Hukum humaniter melindungi orang-orang yang berdasarkan Konvensi Jenewa dan Protokol
Tambahannya memiliki kedudukan untuk dilindungi secara khusus serta objek-objek tertentu
juga dilindungi. Dilindungi adalah : mereka tidak boleh dijadikan sasaran militer.

10.1. Orang / Subjek yang dilindungi

Siapa sajakah yang harus dilindungi pada saat sengketa bersenjata ? Hukum humaniter
melindungi orang-orang yang tidak atau tidak lagi terlibat dalam pertempuran seperti
penduduk sipil, orang-orang yang terluka, tawanan perang, korban kapal karam, petugas medis
dan rohaniwan.

a. Definisi Orang-orang yang Dilindungi ( protected person)

 Hans Peter –Gasser ( 1993:24) berpendapat, a “ protected person” is anyone who,


as the basis of the Geneva Conventions and their Additional Protocols, has the right
to special protection i.e. to special protected status.
 Pasal 4 KJ IV : orang-orang yang dilindungi adalah, mereka yang dalam suatu
sengketa bersenjata atau peristiwa pendudukan, pada suatu saat tertentu atau
dengan cara bagaimanapun juga, berada dalam satu tangan pihak dalam sengketa
atau kekuasaan pendudukan, yang bukan Negara mereka.

b. Prinsip Dasar Perlindungan

 Frist Kalshoven dan Liesbeth Zegveld ( 2001: 53 – 54 ) menyatakan bahwa sistem


perlindungan Konvensi-konvensi Jenewa menempatkan tiga prinsip dasar terhadap
orang-orang yang dilindungi, yaitu: prinsip penghormatan, prinsip perlindungan, dan
prinsip perlakuan secara manusiawi .
 Berdasarkan ketiga prinsip dasar ini, maka setiap orang harus harus dihormati dan
dilindungi dalam segala keadaan dan diperlakukan secara manusiawi, tanpa perbedaan
yang didasarkan pada jenis kelamin. Ras, kebangsaan, agama , pandanganpolitik atau
setiap criteria lannya yang serupa ( Pasal I2 KJ I dan II, Pasal 16 KJ III, dan Pasal 27 KJ
IV ).
 Penghormatan dan perlindungan merupakan dua gagasan yang saling melengkapi.
 Penghormatan adalah unsur pasif unsur pasif, yaitu mengidentifikasikan suatu
kewajiban untuk tidak melakukan tindakan yang membahayakan, tidak menambah
penderitaan dan tidak membunuh orang yang dilindungi.
 Perlindungan merupakan unsure aktif, yaitu menandakan suatu kewajiban untuk
mencegah bahaya dan kerusakan/kerugian/kejahatan.
 Perlakuan secara manusiawi berkaitan dengan setiap maental yang akan mengatur
semua aspek perlakuan terhadap orang-orang yang dilindungi.

c. Orang-orang yang dilindungi meliputi :

a). Penduduk Spil

b). Kombatan yang telah berstatus hors de combat (tidak mampu lagi melanjutkan
pertempuran) dan jatuh ke tangan musuh ( perlindungan terhadap tawanan perang).

a). Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil, meliputi:

1) Perlindungan Umum terdiri dari:

 orang asing di wilayah pendudukan


 orang-orang yang tinggal di wilayah pendudukan
 interniran sipil

2) Perlindungan Khusus

Penduduk sipil yang tergabung dalam suatu organisasi sosial yang melaksanakan tugas-
tugas yang bersifat sosial untuk membantu penduduk sipil lainnya pada waktu sengketa
bersenjata; misalnya : Perhimpunan Palang Merah Nasional, Perhimpunan Penolong
Sukarela termasuk anggota pertahanan sipil.

b). Perlindungan Terhadap Tawanan Perang.

1. Siapa sajakah yang berhak mendapatkan status sebagai tawanan perang?

a) seseorang yang berstatus sebagai kombatan, otomatis mendapatkan perlakuan


sebagai tawanan perang, apabila mereka tidak mampu lagi melanjutkan
pertempuran dan jatuh ke tangan musuh,
b) sekelompok penduduk sipil tertentu, walaupun bukan kombatan, apabila jatuh ke
tangan musuh berhak pula mendapat status sebagai tawanan perang. Ketentuan ini
termuat dalam Pasal 4 A Konvensi Jenewa III, yang berbunyi :

Mereka yang berhak mendapatkan status sebagai tawanan perang yaitu :


1) Para anggota angkatan perang dari pihak yang bersengketa, anggota milisi atau
korps sukarela yang merupakan bagian dari angkatan perang.
2) Para anggota milisi lainnya, termasuk gerakan perlawanan yang diorganisasikan
(organized risistence movement) yang tergolong pada satu pihak yang
bersengketa dan beroperasi di dalam atau di luar wilayah mereka, sekalipun
wilayah itu diduduki, dan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a) dipimpin oleh orang yang bertanggungjawab atas bawahannya;

b) menggunakan tanda pengenal tetap yang dapat dilihat dari jauh;

c) membawa senjata secara terbuka; dan

d) melakukan operasi sesuai dengan hukum dan kebiasaan perang.

3). Para anggota angkatan perang regular yang menyatakan kesetiaannya pada suatu
pemerintah atau kekuasaan yang tidak diakui oleh negara penahan.

4). Orang-orang yang menyertai angkatan perang tanpa dengan sebenarnya menjadi
anggota dari angkatan perang tersebut, seperti anggota sipil awak pesawat udara
militer, wartawan perang, leveransir perbekalan, anggota kesatuan-kesatuan kerja
atau dinas-dinas yang bertanggungjawab atas kesejahteraan angkatan perang, asal
saja mereka telah mendapatkan pengakuan dari angkatan perang yang disertai dan
melengkapi diri mereka dengan sebuah kartu pengenal.

5). Awak kapal niaga termasuk nahkoda, pandu laut, dan taruna serta awak pesawat
udara sipil dari pihak-pihak yang bersengketa yang tidak mendapatkan perlakuan
yang lebih baik menurut ketentuan-ketentuan apapun dalam hukum internasional.

6). Penduduk wilayah yang belum diduduki, yang tatkala musuh mendekat, atas
kemampuannya sendiri dan dengan serentak mengangkat senjata untuk melawan
pasukan-pasukan yang datang menyerbu, tanpa memiliki waktu yang cukup untuk
menbentuk kesatuan-kesatuan bersenjata secara teratur, asal saja mereka
membawa senjata secara terbuka dan menhormati hukum dan kebiasaan
berperang (leeve en masse).

Dari keenam golongan di atas, yang termasuk kategori kombatan yakni nomor : (1), (2), (3), dan
(6) sedangkan nomor (4) dan (5) termasuk kategori penduduk sipil, namun apabila tertangkap
oleh musuh, berhak diperlukan sebagai tawanan perang.

Terhadap kedua kelompok di atas, pihak-pihak yang bersengketa harus melakukan tindakan-
tindakan sebagai berikut :
a) menjamin penghormatan, artinya mereka harus diperlakukan secara manusiawi
b) menjamin perlindungan, artinya mereka harus dilindungi dari ketidakadilan dan bahaya
yang mungkin timbul dari suatu peperangan, dan terhadap kemungkinan atas perkosaan
integritas kepribadian mereka.
c) memberikan perawatan kesehatan, artinya mereka berhak atas perawatan kesehatan
yang setara dan tidak boleh diabaikan, walaupun ia pihak musuh.

2.Tempat Tawanan Perang

Tempat tawanan perang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

 Di darat:
o tawanan perang tidak boleh ditahan dalam penjara
o tempat tinggal / asrama perang harus sama baiknya dengan tempat tinggal dari
negara penahan.
 Hygienisch.
o Makanan bagi tawanan perang harus cukup kualitas-kuantitas, maupun
variasinya.
 Sehat
o Negara penahan harus mengawasi dan mengambil segala kebersihan dan
kesehatan di dalam kamp tawanan.
 Jauh dari tempat pertempuran

3. Kesejahteraan Tawanan Perang

 Kegiatan dalam bidang agama-intelek-fisik


o tawanan perang harus diijinkan untuk menjalankan ibadah menurut agama
mereka.
o menghormati keinginan para tawanan sebagai individu. Negara penahan harus
mendorong kegiatan dalam bidang intelek, pendidikan, hiburan dan olah raga.
 Pekerjaan Tawanan Perang
 Pada dasarnya negara dapat menggunakan tenaga tawanan perang. Namun tawnan
perang yang berpangkat perwira hanya boleh dipekerjakan apabila mereka minta.
 Pekerjaan yang diberikan kepada tawanan perang :
o administrasi dan pemeliharaan tempat tawanan
o pertanian, industri yang berhubungan dengan produksi / pengambilan bahan
mentah
o pekerjaan umum / pembangunan yang tidak bersifat militer
o pengangkutan dan pengawasan gudang
o urusan dagang, pertukaangan dan kerajinan tangan.
4. Sumber Keuangan Tawanan Perang:

 uang muka bulanan


 upah kerja, apabila mereka dipekerjakan .

Uang muka bulanan dan upah kerja diatur sbb:

 Golongan I = dibawah Sersan = 8 France Swiss


 Golongan II = Sersan = 12 France Swiss
 Golongan III= Perwira Pertama = 50 France Swiiss
 Golongan IV= Perwira Menegah = 60 France Swiss
 Golongan V = Perwira Tinggi = 75 France Swiss
 Bisa diubah dengan persetujuan pihak yang berselisih.

5. Sanksi Pidana dan Disipiliner

Sanksi Pidana :

 Asas : Seorang tawanan perang tunduk kepada Undang-Undang dan perintah-perintah


yang berlaku dalam angkatan perang negara penahan.
 Hukuman disiplin, harus segera diperiksa dan hanya boleh dijatuhikan oleh komandan
kamp tawanan.
 Baik pidana maupun disipliner tidak boleh bertentangan dengan konvensi.

6. Berakhirnya Tawanan :

a.pemulangan langsung :

 luka – sakit (tidak bisa disembuhkan)


 luka – sakit yang menurut dokter tidak dapat sembuh dalam waktu setahun
 luka – sakit telah sembuh, tetapi kesehatan rohani -jasmani mundur untuk
selama-lamanya.

b.pembebasan, pemulangan sesudah permusuhan berakhir.

b.Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil.

Perlindungan terhadap penduduk sipil diatur dalam Konvensi Jenewa IV dan Bagian II Protokol
Tambahan 1977.
1.Perlindungan Umum

 Berdasarkan Konvensi Jenewa IV, perlindungan umum yang diberikan kepada penduduk
sipil tidak boleh dilakukan secara diskriminatif.
 Dalam segala keadaan, penduduk sipil berhak atas penghormatan pribadi, hak
kekeluargaan, kekayaan dan praktek ajaran agamanya.
 Terhadap penduduk sipil, tidak boleh dilakukan tindakan-tindakan sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal 27 – 34, yaitu :
 melakukan pemaksaan jasmani maupun rohani untuk memperoleh keterangan,
 melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan jasmani,
 menjatuhkan hukuman kolektif,
 melakukan intimidasi, teror, dan perampokan,
 melakukan pembalasan,
 menjadikan mereka sebagai sandera,
 melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan jasmani atau permusuhan
terhadap orang yang dilindungi.
 Konvensi Jenewa IV, juga mengatur mengenai pembentukan kawasan-kawasan rumah
sakit dan daerah-daerah keselamatan (safety zones), dengan persetujuan bersama
antara pihak-pihak yang bersengketa.
 Pembentukan kawasan ini terutama ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada
orang-orang sipil yang rentan terhadap akibat perang (seperti : orang luka dan sakit,
lemah, perempuan hamil atau menyusui, perempuan yang memiliki anak-anak balita,
orang lanjut usia dan anak-anak.
 Daerah keselamatan ini harus memnuhi syarat-syarat :
 Daerah kesehatan hanya boleh meliputi bagian kecil dari wilayah yang diperintah
oleh negara-negara yang mengadakannya.
 Daerah-daerah itu harus berpenduduk relatif lebih sedikit dibandingkan dengan
kemungkinan-kemungkinan akomodasi yang terdapat disitu.
 Daerah-daerah itu harus jauh letaknya dan tidak ada hubungannya dengan
segala macam obyek-obyek militer atau bangunan-bangunan industry yang
besar.
 Daerah-daerah seperti itu tidak boleh ditempatkan di wilayah-wilayah yang
menurut perkiraan, dapat dijadikan areal untuk melakukan peperangan.
 Daerah keselamatan (safety zones) berbeda dengan daerah-daerah yang
dinetralisasikan (netralized zones).
 Daerah keselamatan diperuntukan bagi penduduk sipil yang rentan terhadap
bahaya peperangan.
 Daerah netral ditujukan untuk :
 kombatan dan non kombatan yang berstatus hors de combat;
 orang-orang sipil yang berada dalam daerah tersebut, namun mereka
tidak ikut serta dalam permusuhan dan tidak melakukan kegiatan-
kegiatan yang bersifat militer selama mereka berdiam dalam batas-batas
daerah netral tersebut.
 Di antara penduduk sipil yang harus dilindungi, terdapat 3 kelompok orang-orang sipil
yang perlu dilindungi, yaitu ;
 Orang asing di wilayah pendudukan:
 harus diberi ijin untuk meninggalkan negara tersebut.
 hukum yang berlaku bagi mereka harus sesuai dengan Undang-Undang
yang berlaku di masa damai.
 Orang yang tinggal di wilayah pendudukan:
o penduduk sipil yang berada di dalam wilayah pendudukan harus
dilindungi.
o penguasa pendudukan (occupying power) tidak boleh mengubah hukum
yang berlaku di wilayah tersebut.
o pemerintah daerah-daerah di wilayah yang diduduki termasuk
pengadilannya harus diperbolehkan untuk melanjutkan aktivitas mereka.
o orang-orang sipil di wilayah yang diduduki harus dihormati hak asasinya,
misalnya : tidak boleh dipaksa bekerja untuk penguasa pendudukan,
tidak boleh dipaksa melakukan kegiatan militer.
 Interniran Sipil

Penduduk sipil yang dilindungi dapat diinternir (Seksi IV Pasal 79 – 135 Konvensi
Jenewa IV).

Tindakan menginternir penduduk sipil pada hakekatnya bukan merupakan suatu


hukuman, namun hanya merupakan tindakan penegakan administratif. Oleh
karena itu, walaupun penduduk sipil ini diiternir, numun mereka tetap memiliki
kedudukan dan kemampuan sipil mereka dan dapat melaksanakan hak-hak sipil
mereka (Pasal 80).

Orang-orang sipil yang dapat diinternir adalah :

a) penduduk sipil musuh dalam wilayah pihak yang bersengketa yang


diawasi dengan ketat demi kepentingan keamanan,
b) penduduk sipil musuh dalam wilayah pihak yang bersengketa yang
dengan sukarela menghendaki untuk diinternir atau karena keadaannya
menyebabkan diinternir,
c) penduduk spili musuh dalam wilayah yang diduduki, apabila penguasa
pendudukan menghendaki mereka perlu diinternir karena alas an
mendesak,
d) penduduk sipil yang telah melakukan pelanggaran hukum yang secara
khusus bertujuan untuk merugikan penguasa pendudukan.

Para Interniran sipil tidak boleh ditempatkan di dalam daerah-daerah yang


sangat terancam bahaya perang.

Bila kepentingan militer memerlukan tempat interniran ini harus ditandai


dengan huruf “IC” = Internment Camps, TI = Tempat Interniran, atau system
penandaan lainnya yang disepakati.

Pengurusan para interniran sipil, harus dilakukan oleh negara penahan.

Walaupun para interniran sipil dilindungi, namun tetap dapat dijatuhi sanksi
pidana dan sanksi disipliner. Sanksi-sanksi tersebut harus berdasarkan / sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku di daerah yang diinternir.

Setelah permusuhan berakhir, internir sipil harus dipulangkan ke negara asal


mereka. Tindakan seperti ini juga dapat dilakukan selama permusuhan
berlangsung.

2.Perlindungan Khusus

 Perlindungan khusus diberikan terhadap sekelompok penduduk sipil tertentu. Mereka


umunya adalah penduduk sipil yang tergabung dalam suatu organisasi sosial untuk
membantu penduduk sipil lainnya pada waktu sengketa bersenjata, seperti : Anggota
Perhimpunan Palang Merah Nasional dan lain-lain.
 Pada saat melaksanakan tugas yang bersifat sosial, mereka dilengkapi dengan sejumlah
fasilitas dan lambang-lambang khusus.
 Apabila melaksanakan tugas, mereka juga harus dihormati (respected) dan dilindungi
(protected).
 Dihormati berarti : mereka harus dibiarkan melaksanakan tugas-tugas pada saat
sengketa bersenjata.
 Dilindungi berarti : mereka tidak boleh dijadikan sasaran militer.
10.2. Benda / Objek yang Dilindungi

Objek—objek yang harus dilindungi pada waktu sengketa bersenjata tidak boleh dijadikan
sasaran untuk diserang, yaitu:

a. Benda-benda-benda budaya, seperti: monumen-monumen arsitektur, benda seni dan


sejarah, serta benda-benda budaya lainnya ( Konvensi Den Haag 14 Mei 1954, Protokol I
1954 dan II 1999 ).
b. Lingkungan ( Konvensi Jenewa tahun 1976 tentang Larangan Penggunaan Teknik
Modifikasi Lingkungan dalam Kegiatan Militer atau dalam Setiap Pertempuran ).
c. Objek-objek Kebudayaan dan temat-tempat ibadah ( Pasal 16 PT II KJ 1949).
d. Objek-objek yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup penduduk sipil, seperti:
daerah pertanian, instalasi air minum, irigasi ( Pasal 14 PT II KJ 1949 ).
e. Rumah Sakit dan Ambulans.
f. Lambang-lambang, misalnya lambang International Committee Red of the Cross
( ICRC )

Sumber Bahan Bab X

Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, ICRC, Jakarta, 1999.

Frits Kalshoven and Liesbeth Zegveld, Constraining on the Waging of War, - An Interoduction to
International humanitarian Law, ICRC, Geneva, 2001.

GPH. Haryomataram, Hukum Humaniter, Rajawali Press, Jakarta 1984.

Hans – Peter Gasser, International Humanitarian Law – An Introduction, Henry Institute Haupt,
1993.

Anda mungkin juga menyukai