Anda di halaman 1dari 24

RAHASIA

TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT Lampiran III


Keputusan Dankodiklat TNI AD
KODIKLAT
Nomor Kep / / XI / 2011
Tanggal Nopember 2011

HUKUM HUMANITER

BAB I
PENDAHULUAN

1. Umum.
a. Keberadaan Hukum Humaniter (humanitarian law) atau yang dahulu
dikenal dengan hukum perang (law of war), atau hukum sengketa bersenjata
(law of armed conflict) memiliki sejarah yang sama tuannya dengan peradaban
manusia tentang perang itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada aturan-aturan
berperang yang termuat dalam aturan tingkah laku, moral dan agama yang ada.
Bahkan pada masa 3000-1500 SM ketentuan-ketentuan ini sudah ada pada
bangsa Sumeria, Babilonia dan Mesir Kuno. Selain itu pula konsep perang yang
adil (just war) sudah dikenal dalam peradaban bangsa Romawi.
b. Agar ketentuan hukum humaniter dipatuhi oleh seluruh prajurit maka
terlebih dahulu para prajurit harus mengetahui apa isi dan makna dari hukum
humaniter. Sejalan dengan itu, pasal 47 Konvensi Jenewa IV mengatur
tentang kewajiban untuk menyebarluaskan isi Konvensi baik di waktu damai
maupun di waktu perang, serta memasukkan dalam program-program kegiatan
Militer termasuk dalam pendidikan.
c. Guna melaksanakan isi dan makna hukum humaniter sebagaimana yang
tertuang dalam Konvensi Jenewa, dengan ini dibuat bahan ajaran tentang hukum
humaniter agar dapat dipelajari, dipahami dan diterapkan dalam pelaksanaan
tugas sebagai seorang Prajurit TNI Angkatan Darat.

2. Maksud dan tujuan.

a. Maksud. Naskah Sekolah Sementara ini disusun sebagai bahan


ajaran bagi Tenaga Pendidik dan Prajurit Siswa pada Pendidikan Pertama
Bintara TNI AD Tahap I.
b. Tujuan. Agar Prajurit Siswa mengetahui tentang Hukum
Humaniter.

RAHASIA
2

3. Ruang lingkup dan tata urut

a. Ruang Lingkup. Ruang lingkup bahan ajaran ini meliputi hal-hal


mendasar mengenai Hukum Humaniter yang perlu diketahui oleh Prajurit
Siswa.
b. Tata Urut. Bahan ajaran ini disusun dengan tata urut sebagai berikut :
1) Pendahuluan.
2) Kombatan dan Non Kombatan.
3) Sasaran yang boleh diserang dan tidak boleh diserang.
4) Penggunaan senjata.
5) Perlakuan terhadap tawanan perang dan korban perang.
6) Perlakuan terhadap orang sipil.
7) Tanda-tanda perlindungan.
8) Tanggung jawab komandan.
9) Penentuan cara (taktik dan teknik) bertempur.
10) Evaluasi.
11) Penutup.

BAB II
KOMBATAN DAN NON KOMBATAN

4. Umum.

a. Dalam rangka Konvensi Den Haag IV tahun 1907, Konvensi Jenewa


tahun 1949 dan Protokol tambahan I tahun 1977 ditentukan mengenai prinsip
pembedaan. Prinsip ini menentukan adanya perbedaan antara Kombatan dan
Non Kombatan. Perbedaan ini diperlukan karena perlakuan terhadap mereka
di dalam suatu operasi militer berbeda. Agar seseorang yang terlibat dalam
suatu peperangan memiliki status sebagai kombatan, harus memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu.
b. Sengketa bersenjata terdiri dari sengketa bersenjata internasional dan
sengketa bersenjata non-internasional. Dalam sengketa bersenjata internasional
lebih mudah membedakan antara kombatan dan non-kombatan, karena pihak-
pihak yang berperang biasanya menggunakan pakaian seragam militer. Tetapi
dalam sengketa bersenjata non-internasional, sulit membedakan antara
kombatan dan non kombatan, karena pihak yang berperang tidak selalu
menggunakan pakaian seragam Militer. Disatu pihak tentara pasukan
pemerintah yang terlibat dalam sengketa bersenjata non-internasional
menggunakan seragam Militer, di lain pihak pasukan pemberontak biasanya
tidak menggunakan tanda-tanda pembeda, sehingga sulit dibedakan apakah ia
seorang sipil atau kelompok pemberontak.
3

c. Prinsip pembedaan ini menentukan siapa yang boleh dijadikan sasaran


dan siapa yang tidak boleh dijadikan sasaran. Kombatan berhak untuk terlibat di
dalam peperangan sedangkan non-kombatan tidak boleh terlibat atau dilibatkan
secara langsung dalam pertempuran. Apabila suatu pihak dalam sengketa
bersenjata melibatkan non-kombatan dalam pertempuran maka tindakan itu
merupakan suatu kejahatan perang.

5. Kombatan. Kombatan adalah anggota angkatan bersenjata dari pihak-pihak


yang terlibat dalam sengketa bersenjata, milisi, kelompok sukarelawan, Levee en
Masse dan Gerakan Perlawanan yang terorganisasi, kecuali personel kesehatan dan
rohaniawan.
Pada saat terlibat dalam suatu pertempuran atau dalam persiapan operasi
Militer, para kombatan harus membedakan dirinya dari penduduk sipil. Merupakan
kebiasaan bagi anggota angkatan bersenjata yang terorganisir untuk mengenakan
seragam.
Para anggota angkatan bersenjata dari setiap Milisi lainnya, Korps Sukarela atau
gerakan-gerakan perlawanan terorganisasi, mengenakan suatu tanda pembeda yang
pasti dan dapat dikenali, serta membawa senjata secara terbuka.

a. Menurut pasal 1 Peraturan Den Haag 1907 agar kelompok-kelompok


Milisi Sukarelawan memperoleh status sebagai kombatan maka dia harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Didampingi oleh seorang yang bertanggung jawab atas anak
buahnya.
2) Mempunyai suatu lambang pembeda khusus yang dapat dikenali
dari jarak jauh.
3) Membawa senjata secara terbuka.
4) Melakukan operasinya sesuai dengan peraturan-peraturan dan
kebiasaan-kebiasaan perang.

b. Pasal 2 Peraturan Den Haag 1907 menentukan persyaratan agar dapat


diakui sebagai Levee en masse yaitu :

1) Penduduk dari wilayah yang belum diduduki.


2) Secara spontan mengangkat senjata terhadap pasukan musuh
yang datang.
3) Tdak ada waktu untuk mengorganisasikan diri/seketika.
4) Mengindahkan kaidah hukum dan kebiasaan perang.
5) Membawa senjata secara terbuka.

Dengan demikian berdasarkan atas ketentuan pasal 1 dan 2 Peraturan


Den Haag 1907 maka golongan yang dapat secara aktif terlibat dalam sengketa
bersenjata adalah : Tentara, Milisi dan Korps Sukarela; dan Levee en masse.
4

c. Pasal 13 Konvensi Jenewa I dan II Tahun 1949, menyimpulkan bahwa


Gerakan perlawanan yang terorganisasi juga dapat dimasukkan dalam kategori
Kombatan, selama mereka juga:

1) Memiliki pemimpin yang bertanggung jawab atas bawahannya.


2) Mengenakan tanda-tanda tertentu yang dapat dikenali dari jarak
jauh.
3) Membawa senjata secara terbuka.
4) Melakukan operasinya sesuai dengan hukum dan kebiasaan
perang.

d. Pasal 43 dan 44 Protokol Tambahan I Tahun 1977 secara tegas


menentukan bahwa yang digolongkan sebagai kombatan adalah mereka yang
termasuk dalam pengertian Angkatan Bersenjata suatu negara, selain tenaga
kesehatan dan rohaniawan.

6. Non Kombatan.

a. Non Kombatan adalah orang-orang sipil atau anggota angkatan perang


yang tidak terlibat secara langsung dalam pertempuran/permusuhan atau tidak
memenuhi syarat sebagai kombatan(misal ; awak kapal pelayaran nahkhoda
sipil; wartawan sipil yang menyertai angkatan perang, kombatan yang menyerah,
luka atau sakit termasuk tawanan perang (hors de combat).
b. Orang-orang sipil berarti setiap orang yang tidak menjadi anggota
angkatan bersenjata dan tidak turut serta di dalam ”levee en masse”, Orang-
orang sipil dilindungi dari serangan, menurut hukum sengketa bersenjata,
mereka akan kehilangan perlindungan tersebut apabila mereka ikut serta secara
langsung dalam pertempuran.
c. Hukum perang memberikan status sebagai non-kombatan kepada
personel rohaniawan dan kesehatan sipil maupun militer.
Para personel kesehatan angkatan bersenjata dapat dipersenjatai dengan
senjata ringan perorangan untuk perlindungan diri mereka sendiri atau untuk
melindungi orang yang luka dan sakit yang sedang berada dalam perawatan
mereka. Peralatan dan perlengkapan kesehatan serta transportasi kesehatan
harus dilindungi artinya tidak boleh dijadikan sebagai sasaran serangan.
Personel rohaniawan yang disertakan dalam angkatan bersenjata
mempunyai status sebagai orang yang dilindungi dan tidak dapat diserang.
Mereka dilengkapi dengan suatu kartu yang menunjukan identitas mereka
sebagai rohaniawan. Apabila tertangkap, mereka dapat diminta untuk
memberikan bimbingan rohani terhadap para tawanan perang dari angkatan
bersenjata mereka sendiri.
5

7. Evaluasi.

a. Sebutkan ketentuan yang mengatur tentang kombatan !


b. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kombatan !
c. Sebutkan orang-orang yang termasuk sebagai non kombatan !
d. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan levee en masse !
e. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan non-kombatan, dan
siapa saja yang dapat dikategorikan sebagai non-kombatan !

BAB III

SASARAN YANG BOLEH DISERANG DAN TIDAK BOLEH DISERANG

8. Umum. Sasaran dalam sengketa bersenjata dapat berbentuk sasaran orang,


sasaran benda dan sasaran tempat. Masing-masing dapat dibedakan menjadi sasaran
yang boleh diserang dan sasaran yang tidak boleh diserang.

9. Sasaran yang boleh diserang.

a. Sasaran Orang. Sasaran (Target) yang dapat diserang terdiri dari :


1) Kombatan yaitu anggota angkatan bersenjata musuh;
2) Orang sipil yang melibatkan diri secara langsung dalam
pertempuran.
3) Orang-orang yang dilindungi (tawanan perang, orang luka dan
sakit, anak-anak wanita dan orang-orang jompo) tapi merusak statusnya
dengan melibatkan diri/dilibatkan dalam pertempuran.
4) Pasukan-pasukan yang melakukan penyerangan dengan
cara diterjunkan dari udara (pasukan para/lintas udara).

b. Sasaran benda. Benda-benda yang boleh dijadikan sasaran serangan


seperti :
1) Senjata dan munisi
2) Kendaraan, pesawat dan kapal militer.
3) Peralatan dan perlengkapan militer

c. Sasaran Tempat. Tempat-tempat yang dapat dijadikan sebagai serangan


terdiri dari :
6

1) Tempat-tempat atau kedudukan lawan, pertahanan militer lawan


atau tempat-tempat yang digunakan sebagai tempat bertahan seperti
perkubuan, merupakan sasaran yang sah.
2) Lingkungan alam, medan kritik, hutan lindung dan sungai yang
digunakan sebagai sarana militer atau sebagai tempat pertahanan militer,
merupakan sasaran yang sah, akan tetapi dalam penggunaan kekuatan
militer tidak dirusak/dihancurkan secara berlebihan.
3) Kota-kota dan lokasi - lokasi yang dipertahankan atau digunakan
sebagai tempat pertahanan militer, merupakan sasaran yang sah, akan
tetapi dalam penggunaan kekuatan militer tidak dirusak / dihancurkan
secara berlebihan.
4) Tempat yang dilindungi, seperti rumah sakit, tempat ibadah,
sekolah, musium, tetapi disalah gunakan untuk tempat pertahanan,
tempat menyimpan peralatan militer atau tempat persembunyian pasukan,
merupakan sasaran yang sah, akan tetapi dalam penggunaan kekuatan
militer tidak dirusak/dihancurkan secara berlebihan.

10. Sasaran yang tidak boleh diserang.

a. Sasaran orang. Sasaran yang tidak boleh diserang terdiri dari :


1) Orang sipil.
2) Orang-orang yang dilindungi seperti anak-anak , wanita hamil,
orang lanjut usia.
3) Musuh yang menyerah, tawanan perang, orang yang luka atau
sakit (hors de combat).
4) Pilot yang terjun dengan parasut untuk menyelamatkan diri dari
pesawat tempurnya yang terkena tembakan atau mengalami kerusakan.
5) Personel kesehatan dan rohaniawan angkatan bersenjata.
6) Anggota organisasi bantuan kemanusiaan.
7) Personel kesehatan sipil dan rohaniawan sipil.
8) Penjaga benda-benda cagar budaya.
9) Wartawan perang.

b. Sasaran benda. Sasaran benda yang tidak boleh dijadikan sasaran


serangan terdiri dari :
1) Harta benda milik orang sipil.
2) Benda-benda budaya.
3) Fasilitas kesehatan, rumah sakit, sekolah, tempat ibadah dan
fasilitas sosial lainnya.
4) Serta instalasi yang mengandung materi yang berbahaya seperti
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.
7

c. Sasaran tempat. Tempat-tempat yang tidak boleh diserang seperti :


1) Rumah sakit dan bangunan sosial lainnya, seperti panti asuhan,
rumah jompo dan lain-lain.
2) Reaktor nuklir.
3) Tempat-tempat penimbunan bahan-bahan kimia yang berbahaya.
4) Instalasi-instalasi yang mengandung bahan-bahan yang berbahaya
bagi masyarakat umum, obyek yang penting bagi masyarakat umum,
seperti bendungan (dam), irigasi dan lain sebagainya.
5) Objek yang penting bagi kepentingan / kelangsungan hidup
penduduk seperti bendungan (dam), irigasi, instalasi air minum, jaringan
listrik, rel kereta api dan lain-lain.

11. Evaluasi.

a. Sebutkan sasaran orang, sasaran benda dan sasaran tempat yang boleh
diserang !
b. Sebutkan sasaran orang, sasaran benda dan sasaran tempat yang tidak
boleh diserang !

BAB IV

PENGGUNAAN SENJATA

12. Umum.

a. Penggunaan senjata dalam konflik bersenjata tidak tak terbatas. Artinya


penggunaan senjata dibatasi dan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan
hukum humaniter dan perjanjian-perjanjian internasional mengenai senjata.
Pembatasan penggunaan senjata bertujuan untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang berlebihan, penderitaan yang tidak perlu, serta mengurangi
korban dan memperkecil kerugian dan pihak-pihak yang bersengketa serta
orang sipil.
b. Penggunaan senjata yang dibenarkan dalam suatu sengketa bersenjata
yaitu senjata harus digunakan sesuai dengan peruntukannya. Suatu senjata
yang diperbolehkan dipergunakan dalam suatu pertempuran dapat berubah
menjadi tidak boleh dipakai dalam pertempuran apabila digunakan tidak sesuai
dengan peruntukannya.
c. Dengan demikian peraturan hukum humaniter dalam hal penggunaan
senjata dalam konflik bersenjata, dibatasi keberadaanya menjadi senjata yang
memang benar-benar dilarang digunakan serta senjata yang penggunaannya
dibatasi sesuai kebutuhan serta tujuan yang hendak dicapai.
8

13. Penggunaan senjata.

a. Senjata yang penggunaannya sah yaitu senjata yang tidak menimbulkan


penderitaan yang tidak perlu dan luka yang berlebihan. Penggunaan senjata
harus sesuai dengan tujuan pembuatannya.
b. Senjata yang dilarang untuk digunakan.
1) Senjata yang direncanakan atau dimodifikasi untuk menyebabkan
penderitaan yang berlebihan, misalnya : anak peluru yang ujung
depannya digergaji, sehingga pecahannya menyebar di dalam organ
tubuh dan sulit untuk diselamatkan; proyektil yang diisi dengan pecahan
kaca atau senjata tajam yang diberi racun.
2) Senjata yang menimbulkan luka karena menggunakan fragmen-
fragmen yang tidak terdekteksi dengan sinar X di dalam tubuh manusia.
3) Proyektil kaliber kecil yang beratnya kurang dari 400 gram tapi
mengandung zat yang mudah meledak setelah mengenai tubuh.
4) Gas cekik, gas beracun atau gas lainnya.
5) Senjata biologi dan senjata kimia.
6) Senjata nuklir dilarang digunakan karena menimbulkan kerugian
dan kerusakan yang sangat dahsyat serta bertentangan dengan prinsip-
prinsip dasar hukum humaniter.

c. Senjata yang dibatasi penggunaannya. Persenjataan yang sah tetapi


penggunaanya dibatasi, artinya boleh digunakan secara benar dan tepat sesuai
dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam perjanjian internasional.

1) Senjata pembakar yaitu senjata atau amunisi yang dirancang untuk


menimbulkan kebakaran, misalnya : penyembur api, bom napalm.
Pembatasan penggunaannya :
a) Dilarang digunakan untuk menyerang orang sipil,
perorangan atau obyek sipil dengan senjata pembakar yang
ditembakan dari udara.
b) Dilarang digunakan untuk menyerang obyek militer yang
berlokasi di tengah pemukiman sipil dengan menggunakan senjata
pembakar yang ditembakan dari udara, terkecuali sasaran militer
tersebut telah diisolir (orang-orang sipil telah dievakuasi) dan
dilakukan dengan kehati-hatian guna mengurangi kerugian dan
kerusakan berlebihan terhadap kehidupan dan harta benda orang
sipil.
c) Dilarang digunakan untuk membakar hutan atau tanaman
yang rimbun, kercuali terdapat sasaran militer yang tersembunyi di
dalam hutan atau tanaman yang rimbun tersebut.

2) Ranjau laut. Lokasi penempatan ranjau laut harus dicatat, tidak


ditanam pada perairan netral.
3) Ranjau darat. Batasan penggunaannya :
9

a) Tidak boleh digunakan secara membabibuta untuk


menghindari kerugian yang berlebihan pada orang sipil bila
dibandingkan dengan keuntungan militer yang ingin dicapai.
b) Lokasi penanamannya harus dicatat.

4) Booby Traps tidak boleh diletakan pada :


a) Gedung, bangunan atau tempat-tempat yang terdapat
simbol perlindungan yang diakui secara internasional, seperti
Palang Merah Internasional, benda cagar budaya.
b) Mayat, korban luka atau orang sakit.
c) Kuburan, tempat kremasi atau pemakaman.
d) Fasilitas, peralatan, bahan pengobatan dan angkutan
kesehatan.
e) Mainan anak-anak.
f) Benda-benda yang bernilai keagamaan.
g) Makanan dan minuman.
h) Perlengkapan dan peralatan dapur.
i) Monumen sejarah, karya seni dan tempat ibadah.
j) Hewat dan kulit binatang.

5) Pemboman, roket, misil hanya ditujukan terhadap sasaran-sasaran


militer yang jauh dari pemusatan pemukiman penduduk sipil.

14. Evaluasi.

a. Jelaskan penggunaan senjata yang dibenarkan dalam sebuah


pertempuran !
b. Sebutkan dan jelaskan senjata yang dilarang digunakan !
c. Sebutkan dan jelaskan senjata yang penggunaannya dibatasi !

BAB V

PERLAKUAN TERHADAP TAWANAN PERANG DAN KORBAN PERANG

15. Umum.

a. Dalam suatu peperangan terhadap kategori orang-orang yang perlu


mendapatkan perlakuan tertentu yaitu Tawanan Perang, Korban Perang dan
orang Sipil , sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa I, II, III dan IV tahun
1949.
10

b. Pada pihak yang terlibat dalam persengketaan bersenjata memiliki


kewajiban yang sama dalam memberikan perlindungan dan perlakuan terhadap
Tawanan Perang, Korban Perang dan orang Sipil sesuai ketentuan yang berlaku.

16. Perlakuan terhadap tawanan perang.


a. Tawanan Perang. Pengertian tawanan perang menurut pasal 4
Peraturan Den Haag, pasal 4 Konvensi Jenewa III tahun 1949, tawanan perang
adalah setiap kombatan yang jatuh ke tangan kekuasaan musuh.
b. Orang-orang yang berhak diperlakukan sebagai tawanan perang.
1) Semua anggota Angkatan Bersenjata, selain personel medis dan
rohaniawan, harus diperlakukan sebagai tawanan perang jika tertangkap.
2) Anggota milisi serta anggota dari barisan sukarela lainnya,
termasuk gerakan perlawanan terorganisir yang memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a) Dipimpin oleh seorang yang bertanggung jawab atas
bawahannya.
b) Mempunyai tanda pengenal tetap yang dapat dikenal dari
jauh.
c) Membawa senjata terang-terangan.
d) Melakukan operasi militer sesuai dengan hukum dan
kebiasaan perang.
3) Orang-orang yang menyertai angkatan perang yang telah
mendapat pengesahan dari angkatan perang tanpa menjadi anggota
angkatan perang tersebut seperti :
a) Anggota sipil awak pesawat terbang.
b) Wartawan perang.
c) Pemasok perbekalan.
d) Anggota kesatuan kerja atau dinas yang bertanggung jawab
atas kesejahteraan angkatan perang.
4) Awak kapal sipil dan awak pesawat terbang sipil. Yang termasuk
dalam kelompok awak kapal sipil dan awak pesawat sipil adalah anggota
awak kapal pelayaran niaga termasuk nahkoda, pandu laut, taruna dan
pilot pesawat terbang sipil dari pihak yang bersengketa yang tidak
mendapat perlakuan yang menguntungkan menurut ketentuan hukum
perang.
5) Anggota levee en Masse yaitu penduduk wilayah yang belum
diduduki yang ketika musuh mendekat, atas kemauan sendiri dan dengan
serentak, mengangkat senjata untuk melawan pasukan-pasukan yang
menyerbu, tanpa mempunyai waktu untuk membentuk kesatuan-kesatuan
bersenjata yang teratur dengan persyaratan :
a) Mereka membawa senjata terang-terangan;
b) Menghormati hukum perang dan kebiasaan perang.
11

6) Personel Kesehatan.
a) Anggota militer yang khusus dilatih untuk dipekerjakan pada
dinas kesehatan militer (pasal 25 dan pasal 29 Konvensi Jenewa I).
b) Namun anggota dinas kesehatan yang dipekerjakan khusus
dalam administrasi kesatuan-kesatuan dan bangunan-bangunan
kesehatan serta rohaniawan yang bertugas dalam angkatan perang
tidak termasuk tawanan perang namun harus dihormati dan
dilindungi dalam segala keadaan.

c. Perlakuan yang manusiawi. Tawanan perang harus selalu diperlakukan


secara manusiawi. Hal tersebut berarti bahwa :
1) Kehormatan dan pribadi mereka harus dihormati.
2) Mereka harus dilindungi dari kekerasan, perbuatan tidak senonoh,
intimidasi, penghinaan, penyelewengan atau dipertontonkan dihadapan
umum.
3) Wanita harus diperlakukan dengan hormat, sesuai dengan jenis
kelamin mereka dan tidak lebih rendah dari pada pria.
4) Mereka tidak boleh dipaksa menjalani pemotongan anggota badan
dan experimen ilmiah.
5) Tindakan balas dendam (Reprisal) dilarang dilakukan terhadap
tawanan perang.

d. Tindakan awal saat penangkapan.


1) Ketika kombatan musuh ditangkap, mereka menjadi tawanan
perang.
2) Tawanan perang harus diperlakukan secara manusiawi.
3) Tawanan perang harus dibiarkan tetap memiliki :
a) Pakaian militer dan peralatan protektif seperti helm tempur,
pelindung tubuh, masker gas dan nuklir, pakaian pelindung
bakteriologi dan kimia.
b) Dekorasi, badge, tanda pangkat, peralatan makan, kantong
ransum, botol air.
c) Kartu identitas dan tanda pengenal.
d) Pakaian.
e) Milik pribadi, termasuk benda-benda seperti kacamata dan
benda-benda bernilai sentimental seperti foto-foto keluarga.

4) Uang dan benda berharga hanya bisa diambil dari tawanan perang
atas perintah Perwira jika hal tersebut disalahgunakan untuk
memperlancar pelarian. Barang-barang yang dipindahkan untuk
pengamanan bisa dipertanggung jawabkan dan dikembalikan kepada
pemiliknya, biasanya setelah mereka mencapai kamp tawanan permanen,
atau paling tidak pada saat dikembalikan ke tanah airnya.
12

5) Berikut ini barang-barang yang bisa dirampas dari tawanan perang.


a) Senjata dan amunisi.
b) Peralatan militer.
c) Dokumen-dokumen militer seperti perintah, peta dan buku
harian yang berisi informasi militer.

6) Tawanan perang harus dipastikan identitasnya. Untuk itu mereka


diberi nomor registrasi dan dicatat nama, pangkat, nomor registrasi
prajurit dan tanggal lahir mereka. Kepada tawanan perang dapat
diajukan pertanyaan-pertanyaan, karena tawanan perang bisa menjadi
sumber intelijen berharga, tetapi tidak boleh dilakukan dengan paksaan
atau tindakan penyiksaan atau tindakan kejam lainnya untuk
mendapatkan informasi dari mereka.

7) Tawanan perang yang sedang membutuhkan pelayanan kesehatan


secara intensif harus diberikan perawatan sesegera mungkin pada
kesempatan pertama. Bagi orang yang terluka atau sakit serius harus
segera dievakuasi melalui pos-pos kesehatan atau rumah sakit terdekat.

8) Mereka harus dievakuasi secepat mungkin dari zona tempur ke


kamp tawanan perang permanen. Saat menunggu evakuasi mereka
tidak boleh ditempatkan di suatu tempat atau lokasi yang membahayakan.

9) Apabila ada keraguan tentang apakah orang yang tertangkap


berhak untuk mendapatkan status sebagai tawanan perang ataukah tidak,
maka orang yang ditangkap tersebut harus diperlakukan sebagai tawanan
perang hingga statusnya ditentukan oleh pengadilan yang dibentuk untuk
keperluan tersebut.

e. Evakuasi tawanan perang.


1) Kombatan musuh yang tertangkap atau menyerah adalah tawanan
perang dan segera dievakuasi ke kamp tawanan perang yang letaknya
agak jauh dari daerah atau zona perang dan jauh dari ancaman bahaya.
2) Perpindahan tawanan perang dilaksanakan secara manusiawi
dengan cara pemindahan yang dilakukan terhadap pasukan yang
melakukan penahanan.
3) Selama evakuasi, tawanan perang harus disediakan makanan dan
minuman yang layak untuk dikonsumsi dan beberapa pakaian serta
pelayanan kesehatan sepanjang mereka butuhkan.
4) Daftar tawanan perang yang sedang dievakuasi harus dikumpulkan
secepat mungkin.
5) Penahanan tawanan perang di kamp transit harus sesingkat
mungkin.
13

6) Evakuasi dalam situasi tempur luar biasa. Penanganan tawanan


perang menjadi sulit apabila terjadi dalam situasi tempur luar biasa,
seperti patroli jarak jauh atau pasukan khusus yang beroperasi di
belakang garis pertahanan musuh, penyerangan komando dan perang
gerilya. Jika personel yang tertangkap ditahan, pasukan penangkap
akan sangat terbebani. Jika tawanan perang dilepas, mereka dapat
memberi informasi kepada musuh yang akan mengancam tugas dan
hidup pasukan penangkap. Bila mana kondisi pertempuran menyulitkan
atau menghambat evakuasi mereka, tawanan perang bisa dilucuti dan
dilepas. Lakukan tindakan pencegahan untuk menjamin keselamatan
mereka, termasuk penyediaan air, ransum dan pakaian pelindung seperti
perlengkapan yang harus mereka bawa.
7) Selama evakuasi, tawanan perang harus dilindungi, terutama
terhadap tindakan kekerasan dan intimidasi dan dari perbuatan tercela
serta menjadi tontotan masyarakat.
8) Tawanan perang tidak boleh diarak keliling jalan raya dengan
tujuan ditonton atau diejek oleh musuh.
9) Laporan-laporan media harus menghormati martabat tawanan
perang sehingga mereka seharusnya tidak difoto kecuali mereka
menyetujuinya atau difoto dengan sukarela.

f. Perpindahan Tawanan Perang.


1) Perpindahan tawanan perang dilakukan sama dengan persyaratan
perpindahan pasukan yang menahan.
2) Tawanan perang dapat dibawa dengan berjalan kaki jika tidak ada
alat trasportasi, tetapi perjalanan harus dilaksanakan sesuai dengan
kemampuan fisik tawanan perang itu. Bilamana kondisi fisiknya sehat
dan terlatih maka personel militer musuh yang ditawan bisa menempuh
jarak 40 Km setiap hari dalam cuaca yang baik. Tetapi bila tawanan
perang tersebut yang sudah mengalami kelelahan dalam pertempuran,
hanya mampu menempuh jarak maksimal 20 Km dalam iklim tropis atau
dipegunungan atau hutan dengan tingkat kecepatan sangat lamban
3) Perpindahan melalui kereta api atau transportasi darat seharusnya
dilakukan dengan menggunakan trasportasi yang layak dan memenuhi
standar kesehatan. Oleh karena itu, perpindahan tawanan perang tidak
boleh dilakukan dengan menggunakan kendaraan yang penuh sesak,
tidak dilengkapi pemanas pada musim dingin, kotor atau truk barang
tertutup yang tidak terlebih dahulu dibersihkan.

g. Interogasi Tawanan Perang.


1) Pihak yang membawa boleh menanyai tawanan perang guna
mendapatkan informasi taktis dan strategis.
2) Dalam melakukan pemeriksaan terhadap tawanan perang tidak
boleh dilakukan dengan siksaan fisik atau mental atau bentuk siksaan
lainnya.
14

3) Tawanan perang yang menolak untuk menjawab pertanyaan-


pertanyaan tidak boleh diancam atau diperlakukan tidak senonoh.
4) Seorang tawanan perang hanya berkewajiban untuk
memberitahukan nomor registrasi, pangkat, nama dan tanggal lahir ketika
mereka diperiksa atau ditanyai. Pemeriksaan terhadap tawanan perang
dimaksudkan untuk mengindentifikasi tawanan perang tersebut dan
melaporkan penangkapannya kepada pejabat pemerintah negaranya dan
keluarganya. Tawanan perang yang tidak mampu menyebutkan
identitasnya karena kondisi fisik dan mentalnya tidak memungkinkan
harus diserahkan kepada petugas kesehatan.
5) Identitas tawanan perang dapat didapatkan dengan menggunakan
berbagai jenis peralatan yang bersifat tidak memaksa.
6) Tawanan perang yang terluka dan sakit bisa diinterogasi, tetapi hal
tersebut tidak boleh dilakukan apabila ternyata bisa membahayakan
kesehatannya. Periksalah terlebih dahulu kesehatan tawanan perang
sebelum diinterogasi bila kesehatannya diragukan.
7) Pengajuan pertanyaan harus dibuat dalam bahasa yang dipahami
oleh tawanan perang.
8) Tawanan perang wanita, harus diberi perlakuan sebaik mungkin
seperti yang diberikan kepada pria dan harus diperlakukan sesuai dengan
jenis kelamin mereka. Ini berarti untuk melaksanakan hal tersebut perlu
diperhatikan kekuatan fisik mereka dan juga perlu dilindungi
kehormatannya serta hal-hal khusus seperti faktor-faktor biologis,
menstruasi, kehamilan serta kelahiran anak.
9) Bila terhadap tawanan perang perlu dilakukan penutupan mata
dan pemisahan untuk kepentingan keamanan atau untuk mencegah kerja
sama sebelum interogasi dilakukan, tindakan ini dapat dibenarkan asalkan
dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin.

17. Perlakuan terhadap korban perang.

a. Korban perang yaitu orang yang luka, sakit dan korban dalam
peperangan.
1) Orang yang luka dan sakit adalah setiap orang baik militer mapun
sipil yang karena trauma, penyakit atau ketidakmampuan mental atau fisik
membutuhkan bantuan atau perawatan medis dan tidak mampu lagi
terlibat dalam pertempuran.
2) Sedangkan korban kapal karam adalah setiap orang baik militer
maupun sipil yang karam di laut atau perairan lain sebagai akibat dari
kecelakaan yang menimpanya dan tidak mampu lagi terlibat dalam
pertempuran.

b. Perlindungan umum yang diberikan kepada orang yang luka, sakit dan
korban karam kapal.
1) Anggota angkatan perang yang luka dan sakit atau tidak mampu
lagi terlibat dalam pertempuran harus dilindungi dan tidak boleh diserang.
15

2) Korban karam tidak hanya terbatas pada orang yang terapung di


laut, tetapi juga mereka yang melakukan pendaratan darurat karena
kerusakan pesawat udara.
3) Perlindungan yang diberikan tidak boleh ada diskriminasi
berdasarkan jenis kelamin, suku, kebangsaan, agama, politik atau
berdasarkan kriteria lainnya.
4) Mereka tidak boleh menjadi sasaran tindakan kekerasan baik fisik
maupun mental terutama pembunuhan, pembantaian, penganiayaan atau
sebagai eksperimen biologis.
5) Dilarang meninggalkan orang yang luka dan sakit tanpa obat-
obatan, perawatan atau membiarkan mereka terjangkit penyakit menular
atau infeksi.
6) Pihak-pihak dalam sengketa harus segera mencatat mengenai data
setiap orang yang luka dan sakit dari pihak lawan yang jatuh ke
tangannya dan setiap keterangan yang membantu untuk mengenalinya,
yang meliputi :
a) Nama negara asalnya.
b) Nomor registrasi prajurit.
c) Nama keluarga.
d) Nama kecilnya.
e) Tanggal lahir.
f) Tiap keterangan yang tercantum pada kartu tanda
pengenalnya.
g) Tanggal dan tempat penangkapan.
h) Keterangan mengenai luka atau penyakitnya.
7) Kombatan yang luka dan sakit yang jatuh ke tangan musuh pada
dasarnya merupakan tawanan perang dan diperlakukan sebagai tawanan
perang setelah orang tersebut sembuh.
8) Setiap pihak yang terlibat pertempuran terutama apabila
pertempuran telah berakhir harus mengambil tindakan untuk mencari dan
mengumpulkan yang luka dan sakit untuk diberikan perlindungan dan
perawatan.

18. Evaluasi.

a. Jelaskan orang-orang yang dapat diperlakukan sebagai tawanan perang !


b. Bagaimana perlakuan terhadap tawanan perang, jelaskan !
c. Benda-benda apa saja yang dapat dirampas dari para tawanan perang
dan benda-benda apa saja yang tidak boleh dirampas dari tawanan perang,
jelaskan !
d. Saat melakukan interogasi, hal-hal apa saja yang dapat ditanyakan
kepada tawanan perang ?
16

BAB VI

PERLAKUAN TERHADAP ORANG SIPIL

19. Umum.

a. Dalam suatu peperangan terhadap orang-orang yang perlu mendapatkan


perlakuan tertentu selain tawanan perang dan korban perang adalah orang Sipil,
sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa I, II, III dan IV tahun 1949.
b. Pada semua pihak yang terlibat dalam persengketaan bersenjata memiliki
kewajiban yang sama dalam memberikan perlindungan dan perlakuan terhadap
orang Sipil sesuai ketentuan yang berlaku.

20. Perlakuan terhadap orang sipil.

a. Orang-orang sipil tidak diperbolehkan mengambil bagian langsung dalam


peperangan dan dilindungi dari serangan. Jika mereka mengambil bagian
langsung dalam peperangan maka mereka kehilangan perlindungan tersebut.
b. Orang sipil yang telah mengambil bangian langsung dalam peperangan
akan dikenai tuntutan hukum di pengadilan, tetapi mereka tetap berhak
mendapat perlindungan berdasarkan ketentuan dalam Konvensi Jenewa IV
tahun 1949 dan protokol tambahan I tahun 1977.
c. Orang sipil yang melakukan kegiatan kerusuhan atau kegiatan yang
mengganggu kelancaran suatu operasi militer, dapat dihukum jika hal itu
bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan-peraturan yang
dikeluarkan oleh penguasa untuk menjamin keamanan terhadap orang-orang
sipil.
d. Tidak diperbolehkan melakukan penindakan secara kolektif terhadap
orang sipil untuk membalas kegiatan-kegiatan tidak sah yang dilakukan oleh
mereka.
e. Orang sipil secara perseorangan maupun kelompok, harus dilindungi dari
bahaya yang timbul dari operasi-operasi militer.
f. Orang sipil tidak hanya harus dilindungi dari serangan langsung, tetapi
operasi militer harus dilaksanakan dengan cara sedemikian rupa sehingga
orang-orang sipil terhindar dari kematian, luka dan penderitaan yang berlebihan.
g. Larangan untuk menimbulkan kelaparan. Tindakan yang menyebabkan
timbulnya bahaya kelaparan bagi orang sipil sebagai salah satu metode perang
adalah dilarang.
h. Perlindungan terhadap benda-benda yang sangat dibutuhkan
kelangsungan hidup mereka sehari-hari. Dilarang untuk mengambil, menyerang,
merusak atau menghancurkan atau mencemari benda-benda milik orang sipil
yang sangat mereka butuhkan untuk kelangsungan hidup mereka seperti bahan
pokok makanan, lahan pertanian untuk produksi , padi, ternak, instalasi dan
persediaan air minum. Larangan ini tidak berlaku untuk objek-objek yang
hanya digunakan oleh Angkatan Bersenjata atau yang memberikan dukungan
langsung terhadap kegiatan militer. Jadi apabila pasukan musuh berlindung di
ladang gandum atau dikebun buah-buahan, maka mereka dapat diserang.
17

i. Orang sipil tidak boleh digunakan sebagai tameng dengan maksud untuk
menguntungkan bagi operasi militer atau merintangi operasi-operasi militer pihak
musuh.
j. Para pihak yang berperang tidak dibenarkan memaksa orang sipil menjadi
perlindungan bagi operasi-operasi militer, dan mengambil keuntungan dari
keberadaan atau gerakan orang sipil untuk melindungi operasi-operasi Militer.
Hal ini tidak menghalangi seorang Komandan Militer untuk mempertahankan
sebuah kota dan Komandan Militer diperbolehkan melakukan kekerasan
bersenjata untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya dalam suatu
wilayah yang padat penduduknya, terutama bila wilayah tersebut sedang
terkepung dan ruang manuvernya terbatas.
k. Hal-hal yang tidak boleh dilakukan, misalnya adalah :
1) Menempatkan personel militer di bawah perlindungan konvoi
kendaraan yang mengangkut bantuan.
2) Menyembunyikan senjata di wilayah pemukiman.
3) Menembakkan mortir dari pasar.
4) Dilarang menempatkan warga sipil pada tempat-tempat yang
membahayakan sehingga mereka mudah menjadi sasaran tembakan,
dengan tujuan melindungi pasukan sendiri dari serangan musuh.

21. Evaluasi.

1. Sebutkan peraturan yang mengatur tentang perlindungan terhadap orang


sipil!
2. Bagaimana perlakuan terhadap orang sipil saat terjadinya konflik
bersenjata ? jelaskan!

BAB VII
TANDA-TANDA PERLINDUNGAN

22. Umum.

a. Dalam hukum humaniter dikenal beberapa tanda-tanda perlindungan


umum yang sifatnya sudah dikenal dan digunakan secara internasional. Tanda-
tanda ini digunakan untuk melindungi tempat, situs, lokasi maupun instansi atau
instalasi yang patut dilindungi, karena tempat, situs, lokasi maupun instansi atau
instalasi tersebut merupakan tempat budaya, peribadatan, tempat sipil atau jika
diserang dan dihancurkan dapat menimbulkan dampak kerusakan atau bahaya
yang meluas.
18

b. Pengenalan tanda-tanda ini diperlukan agar dalam melakukan serangan


tidak melakukan pelanggaran atau dalam mempertahankan sebuah lokasi,
tempat-tempat tertentu yang memang harus dilindungi segera diberi tanda-tanda
yang dimaksud agar pihak lawanpun tidak menyerang tempat-tempat yang
dilindungi.

23. Tanda-tanda perlindungan.

Jangan menyerang petugas atau fasilitas yang


menggunakan tanda Palang Merah atau Bulan Sabit
Merah, termasuk juga rumah sakit. (lambang Palang
Merah dan Bulan Sabitnya berwarna merah di dalam
kotak berwarna putih.

Jangan menyerang fasilitas yang menggunakan tanda


Zona Rumah Sakit dan Zona Keselamatan. (tanda
menyilang berwarna merah, berada di dalam kotak
putih).

PG PW Kamp Tawanan Perang (Tulisan PG dan PW berwarna


hitam berada di dalam kotak putih.

IC Tempat Interniran orang sipil. (tulisan IC berwarna


hitam berada di dalam kotak putih).

Jangan menyerang tempat-tempat yang menggunakan


tanda Perlindungan Masyarakat. (segitiga berwarna
biru tua berada di dalam kotak yang berwarna oranye).

Perlindungan Umum Benda Budaya. Jangan


menyerang tempat-tempat ibadah, museum dan
tempat-tempat lain yang menggunakan tanda
perlindungan. (segitiga atas dan belah ketupat bawah
berwarna biru tua dan segitiga yang berada di samping
kiri dan kanan berwarna putih).
19

Perlindungan khusus benda budaya. Jangan


menyerang instalasi berbahaya yang dapat
menimbulkan bencana meluas (dam atau bendungan,
reaktor nuklir, pembangkit listrik tenaga air). (segitiga
atas dan belah ketupat bawah berwarna biru tua dan
segitiga yang berada di samping kiri dan kanan
berwarna putih).

Bendera gencatan senjata. (bendera berwarna putih).

Jangan menyerang gedung-gendung dan instalasi


berbahaya. (warna di dalam lingkaran berwarna
oranye).

24. Evaluasi.

a. Gambarkan tanda-tanda perlindungan yang tidak boleh diserang, baik


yang digunakan oleh orang maupun tempat !
b. Gambarkan tanda perlindungan yang digunakan untuk tawanan perang
dan interniran sipil !
c. Gambarkan tanda perlindungan masyarakat dan perlindungan benda
budaya !

BAB VIII

TANGGUNG JAWAB KOMANDAN

25. Umum.

a. Pada dasarnya seorang komandan memiliki tanggung jawab penuh dan


menyeluruh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di kesatuannya.
Sudah menjadi suatu kebiasaan (custom) dalam kehidupan militer, bahwa
seorang komandan bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan oleh
bawahannya dalam rangka melaksanakan tugas mereka.
20

b. Tanggung jawab komandan untuk mengendalikan dan mengawasi


bawahannya merupakan sendi utama dari kehidupan militer yang bertanggung
jawab.

26. Tanggung jawab Komandan.

a. Komandan mengeluarkan perintah yang harus dipatuhi oleh prajurit


bawahannya. Agar tidak menimbulkan keraguan dan penafsiran yang keliru
oleh bawahannya, maka seorang komandan harus memberikan perintah yang
jelas dan ringkas sehingga mudah dimengerti dan memastikan bahwa perintah
yang dikeluarkan benar-benar dilaksanakan dengan tepat oleh bawahannya.
b. Setelah mengeluarkan perintah, komandan harus tetap waspada dan
memonitor perilaku serta tindakan anak buahnya setiap saat.
c. Pengamatan dan pengawasan atas pelaksanaan perintah oleh komandan
sangat penting untuk menghindari tindakan yang menyimpang atau melampaui
perintah maupun tindakan mengabaikan perintah.
d. Apabila komandan membiarkan prajurit bawahannya melakukan suatu
pelanggaran hukum atau kejahatan dan tidak mengambil tindakan yang
seharusnya, sesuai dengan kewenangannya untuk mencegah, menghentikan
dan menindak prajurit bawahannya yang melakukan pelanggaran tersebut, maka
komandan tersebut dapat dimintai tanggung jawab secara hukum atas
pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh prajurit bawahannya itu.

27. Evaluasi.

a. Mengapa perintah harus diberikan secara jelas dan ringkas, jelaskan!


b. Apakah komandan yang membiarkan anggotanya melakukan
pelanggaran hukum atau kejahatan dapat dimintai pertanggungjawaban secara
hukum, jelaskan!

BAB IX
PENENTUAN CARA (TAKTIK DAN TEKNIK) BERTEMPUR

28. Umum.

a. Tindakan penting yang harus dilakukan oleh komandan dalam suatu


operasi militer adalah membedakan antara orang sipil dan kombatan musuh,
melakukan penggunaan kekerasan senjata secara proporsional dan melakukan
tindakan untuk mencegah terjadinya korban yang tidak perlu.
b. Cara-cara bertempur yang ditentukan di dalam hukum humaniter harus
dipatuhi oleh para pihak yang terlibat dalam peperangan. Bila para pihak
melakukan suatu cara bertempur atau taktik yang bertentangan atau dilarang
oleh hukum humaniter, maka tindakan para prajurit tersebut dapat dipersalahkan
sebagai kejahatan.
21

c. Oleh karena itu dalam suatu peperangan para kombatan harus


memahami dengan baik tentang cara-cara bertempur yang sah dan menghindari
penggunaan cara bertempur yang bertentangan dengan hukum humaniter.

29. Penentuan cara bertempur.

a. Cara bertempur yang dibenarkan :


1) Operasi psikologi untuk melemahkan semangat dan kemauan
bertempur pihak musuh.
2) Ruses war, yaitu gerak tipu yang merupakan strategi perang yaitu
tindakan untuk menyesatkan musuh untuk mendorong musuh berbuat
ceroboh atau melakukan kesalahan. Gerak tipu ini dapat dibenarkan bila
dalam pelaksanaannya tidak ada unsur perbuatan khianat atau cara-cara
licik. Berikut ini contoh-contoh ruses of war.
a) Membentuk kamuflase, sasaran tiruan (decoys), operasi
pura-pura (mock operations), penyebaran informasi palsu dan
pengacauan transmisi radio.
b) Penggunaan benda milik musuh untuk menyesatkan dengan
syarat :

(1) Kombatan boleh menggunakan seragam musuh,


tetapi tidak boleh dipakai pada waktu bertempur.
(2) Penggunaan bendera dan tanda symbol musuh
diperbolehkan sepanjang tidak dipakai saat terlibat
pertempuran.
(3) Peralatan musuh yang berhasil dirampas dapat disita
dan digunakan jika benda tersebut milik negara musuh.
(4) Kendaraan milik pribadi, dapat disita, tetapi harus
dikembalikan dan diberikan kompensasi kepada pemiliknya
bila terjadi perdamaian.

b. Cara berperang yang dilarang.

1) Perbuatan licik adalah cara untuk memberikan keyakinan kepada


lawan dengan maksud mengkhianati pihak lawan.
a) Berpura-pura tidak mampu lagi bertempur karena terluka
atau sakit.
b) Berpura-pura menyerah atau berunding dengan membawa
bendera tanda gencatan senjata.
c) Berpura-pura sebagai orang sipil dan berstatus sebagai non-
kombatan.
22

d) Berpura-pura sebagai orang yang dilindungi dengan


memakai symbol PBB, simbol, seragam dan emblem negara netral
atau negara lain yang tidak terlibat dalam peperangan.
e) Menyalahgunakan tanda palang merah, bulan sabit dan
symbol benda-benda budaya.
f) Menyalahgunakan tanda-tanda peringatan kecelakaan yang
diakui secara internasional seperti sinyal ICAO dan IMCO.
g) Membuat musuh mati kelaparan (starvation).
h) Melakukan tindakan pembalasan (reprisal) orang sipil atau
tawanan perang, orang yang luka, sakit dan karam, petugas
kesehatan dan rohaniawan, bangunan, peralatan dan kapal yang
dilindungi, obyek sipil, obyek budaya, obyek yang vital untuk
kehidupan orang sipil, tempat yang mengandung material yang
berbahaya dan lingkungan alam.
i) Menjadikan manusia atau orang sipil sebagai tameng.
j) Melakukan teror terhadap orang sipil.
k) Melakukan tindakan mengeksekusi semua tawanan serta
penjarahan.
l) Melakukan gerakan militer di bawah perlindungan konvoi
bantuan kemanusiaan.
m) Menyembunyikan persenjataan di perumahan.
n) Melakukan tembakan mortir dari pasar.

2) Penggunaan bendera, emblem, seragam musuh saat melakukan


serangan atau untuk digunakan sebagai tameng, memperoleh
keuntungan, melindungi atau mencegah operasi militer.

30. Evaluasi.

a. Bagaimana cara bertempur yang dibenarkan, jelaskan !


b. Bagaimana cara bertempur yang dilarang, jelaskan !
RAHASIA
23

23
BAB X
EVALUASI

31. Evaluasi.

a. Apakah yang dimaksud dengan kombatan? Jelaskan dan berikan


contohnya !
b. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sasaran orang, sasaran benda dan
sasaran tampat. Berikan contoh sasaran orang, sasaran benda dan sasaran
tempat yang boleh diserang dan berikan contoh sasaran orang, sasaran benda
dan sasaran tempat yang tidak boleh diserang!
c. Sebutkan senjata yang dilarang untuk digunakan dan yang
penggunaannya dibatasi ?
d. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ”tawanan perang” dan siapa saja
yang dapat menjadi tawanan perang dan apa saja menjadi hak-haknya !
e. Jelaskan bagaimana perlakuan terhadap korban perang !
f. Jelaskan bagaimana perlakuan terhadap orang sipil !
g. Sebut dan gambarkan minimal 5 buah tanda perlindungan, serta jelaskan
maknanya !
h. Perbuatan yang bagaimanakah seorang komandan dapat dimintai
pertangungjawaban atas anggotanya ?
i. Bagaimana cara bertempur yang benar dan bagaimana pula cara
bertempur yang dilarang? jelaskan !
j. Apa yang akan dilakukan oleh seorang komandan regu bila menghadapi
musuh yang terluka dan gugur, jelaskan !

BAB XI
PENUTUP

32. Penutup. Demikian Naskah Sekolah Sementara ini disusun sebagai bahan
ajaran bagi Tenaga Pendidik dan Prajurit Siswa dalam proses belajar mengajar
pelajaran Hukum Humaniter pada Pendidikan Pertama Bintara TNI AD Tahap I.

A.n. Komandan Kodiklat


Dirdik

Agus Kriswanto
Brigadir Jenderal TNI

RAHASIA
24

AHASIA

Anda mungkin juga menyukai