Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

APOTEK KIMIA FARMA 605 CIAMIS

Disusun Oleh :
CICI RESTA, S.Farm
52120026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

APOTEK KIMIA FARMA 605 CIAMIS

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker STIKes Bakti Tunas
Husada Tasikmalaya

Cici Resta, S.Farm


52120026

Disetujui Oleh :

Pembimbing PKPA STIKes Bakti Pembimbing PKPA Apotek Kimia Farma


Tunas Husada Tasikmalaya 605 Ciamis

Apt. Tresna Lestari, S.Si., M.Si apt. Wahyu Fitriantoro Purta, S.Farm
NIY : 880095

Mengetahui :
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker

apt. Nur Rahayuningsih, M.Si


NIY: 880057

i
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
berupa kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan
Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma 605 Ciamis dengan baik
dan dapat menyusun laporan ini.
Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
Apoteker pada Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker di STIKes Bakti Tunas
Husada Tasikmalaya. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan
dukungan selama pelaksanaan PKPA ini:
1. Apotek Kimia Farma 605 Ciamis sebagai tempat PKPA telah dilaksanakan.
2. Apt. Hj. Nur Rahayuningsih, M.Si. selaku Ketua Program Studi Profesi
Pendidikan Apoteker STIKes Bakti Tunas Husada.
3. Apt. Tresna Lestari, M.Si selaku pembimbing praktek kerja profesi apoteker.
4. apt. Wahyu Fitriantoro Putra, S.Farm, selaku pembimbing eksternal praktek
kerja profesi apoteker di Apotek Kimia Farma 605 Ciamis
5. Apt. Anissa Setiani, S. Farm selaku Apoteker Pendamping di Apotek Kimia
Farma 605 Ciamis
6. Kepada seluruh staff yang ada di Apotek Kimia Farma 605 Ciamis

7. Kedua orang tua dan serta keluarga tercinta yang senantiasa memberikan doa,
kasih sayang dan motivasi sehingga menjadi sumber kekuatan dan semangat
bagi penulis.
8. Seluruh rekan-rekan PSPPA angkatan III, terimakasih atas dukungan dan
motivasi serta bantuannya.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas kebaikan dan
ketulusan semua pihak yang telah membantu, dalam penulisan laporan ini dari awal
sampai akhir.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
laporan ini. Maka dari itu, segala saran dan kritik yang membangun sangat

ii
diharapkan oleh penulis. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat yang
berarti bagi ilmu pengetahuan dan dunia kesehatan khususnya kefarmasian.
Semoga kerjasama yang baik ini dapat terus dilanjutkan dan ditingkatkan di masa
mendatang.

Tasikmalaya, Juni 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Apotek ........................................................................... 3
2.2 Tugas dan Fungsi Apotek................................................................ 3
2.3 Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang – Undangan
tentang Apotek ................................................................................ 3
2.4 Persyaratan Apotek ......................................................................... 4
2.5 Persyaratan APA ............................................................................. 6
2.6 Tugas dan Tanggung Jawab APA ................................................... 6
2.7 Studi Kelayakan Pendirian Apotek ................................................. 7
2.8 Pengelolaan Apotek ........................................................................ 11
2.9 Perpajakan ....................................................................................... 24
2.10 Pelayanan KIE dan Pharmaceutical Care ........................................ 28
2.11 Evaluasi Apotek .............................................................................. 29
BAB III KEGIATAN PKPA DI APOTEK DAN PEMBAHASAN
3.1 Sejarah Kimia Farma ...................................................................... 32
3.2 Apotek Kimia Farma 605 Ciamis ................................................... 35
3.3 Pengelolaan Apotek ........................................................................ 36
3.4 Perpajakan ....................................................................................... 43
3.5 Pelayanan KIE dan Pharmaceutical Care ........................................ 43
3.6 Evaluasi Apotek .............................................................................. 44

iv
BAB IV TUGAS KHUSUS
4.1 Definisi Antibiotika......................................................................... 45
4.2 Penggolongan Antibiotika............................................................... 45
4.3 Efek Samping Antibiotik ................................................................ 47
4.4 Penggunaan Antibiotik untuk Kelompok Khusus ........................... 48
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ......................................................................................... 57
5.2 Saran ................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 58
LAMPIRAN ................................................................................................... 61

v
DAFTAR TABEL

Halaman
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kimia Farma 605 ......................................... 35

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Apotek Kimia Farma 605 Ciamis ................................................. 60
Lampiran 2 Swalayan ....................................................................................... 61
Lampiran 3 Surat Pesanan ................................................................................ 62
Lampiran 4 Surat Pesanan Prekursor Farmasi ................................................. 63
Lampiran 5 Surat Pesanan Psikotropika .......................................................... 64
Lampiran 6 Nota Penerimaan Obat .................................................................. 65
Lampiran 7 Kwitansi Apotek ........................................................................... 66
Lampiran 8 Copy Resep ................................................................................... 67
Lampiran 9 Nota Pengambilan / Pengantar Obat ............................................. 68
Lampiran 10 Form Swamedikasi ..................................................................... 69
Lampiran 11 Etiket dan Label .......................................................................... 70

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014
tentang Kesehatan, Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Upaya kesehatan merupakan kegiatan atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, serta pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau
masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
2016 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, menjelaskan bahwa Pekerjaan Kefarmasian
ini dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, kemanusian dan perlindungan serta
keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang
memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu dan juga kemanfaatan.
Pekerjaan kefarmasian ini dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang terdiri dari
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Dalam menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian pada Pelayanan Kefarmasian merupakan suatau pelayanan langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien.
Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi di bidang
farmasi, telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan Kefarmasian dari pengelolaan
obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care)
yang mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan
obat yang baik dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan
akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error).

1
2

Medication error merupakan kejadian yang tidak hanya merugikan pasien, namun
juga dapat berbahaya bagi keselamatan pasien khususnya dalam pengobatan.
(Permenkes No 51 Tahun 2009)
Apoteker juga harus dapat memahami dan menyadari kemungkinan
terjadinya kesalahan dalam pengobatan, proses pelayanan, serta mencegah ataupun
mengatasi masalah terkait Obat (drug related problem), masalah
farmakoekonomi, dan juga mengenai farmasi social (socio-pharmacoeconomy).
Untuk menghindari hal tersebut, apoteker harus menjalankannya sesuai dengan
standar pelayanan kefarmasian. Apoteker juga diharapkan mampu berkomunikasi
dengan tenaga kesehatan lainnya, dalam pemerian terapi kepada pasien secara
rasional (Permenkes No. 73 Tahun 2016)
Apoteker yang bertanggung jawab di apotek memiliki peran khusus dalam
meningkatkan upaya kesehatan masyarakat serta perbekalan farmasi lainnya.
Peranan apoteker di apotek tidak hanya memastikan bahwa stok obat selalu
tersedia, namun apoteker juga berperan dalam melakukan monitoring atau
pemantauan terhadap kondisi pasien. Serta mengatur jadwal pemberiaan obat agar
pasien dapat rutin meminum obat. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka
Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker STIKes Bakti Tunas Husada
Tasikmalaya bekerja sama dengan Apoteker Kimia Farma dalam
menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dari tanggal 29 Maret
sampai dengan 08 Mei 2021.

1.2 Tujuan
a. Memahami peran dan fungsi apotek
b. Mempelajari cara pengelolaan dan pelayanan obat di apotek secara
langsung
c. Mempelajari cara berkomunikasi yang baik
dengan pasien pada saat memberikan infomasi
obat
d. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki
dunia kerja sebagai Apoteker yang professional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Apotek


Di dalam Permenkes No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian,
menjelaskan bahwa fasilitas pelayanan kefarmasian adalah sarana yang digunakan
untuk menyelenggrakan pelayanan kefarmasian salah satunya yaitu Apotek.
Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktek
kefarmasian oleh Apoteker (Permenkes No. 9 Tahun 2017).
Pekerjaan kefarmasian merupakan pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional
(Permenkes No. 51 Tahun 2009).

2.2 Tugas dan Fungsi Apotek


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, fungsi Apotek adalah :
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker
b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan farmasi
c. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan penditribusian atau
penyaluran Obat, pengelolaan Obat, pelayanan Obat atau Resep dokter,
pelayanan informasi Obat serta pengembangan Obat, bahan Obat dan
Obat tradisional.

2.3 Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang – Undangan tentang


Apotek
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang
diatur dalam:

3
4

a. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang


Psikotropika.
b. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang
Narkotika.
c. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 1980 tentang
Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek.
e. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.
g. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
h. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

2.4 Persyaratan Apotek


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2017 Tentang Apotek,
menjelaskan bahwa apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dana
tau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Dan juga
apoteker yang mendirikan apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka
pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang
bersangkutan.
Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, yaitu :
a. Lokasi
Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota dapat mengatur persebaran Apotek
di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam
5

mendapatkan pelayanan kefarmasian


b. Bangunan
Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang
cacat, anak –anak, dan juga orang lanjut usia. Bangunan Apotek juga
harus bersifat permanen, juga dapat merupakan bagian dana tau terpisah
dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah took, rumah kantor, rumah
susun, dan bangunan yang sejenis.
c. Sarana, prasarana, dan peralatan
Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi :
1) Penerimaan Resep
2) Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
3) Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
4) Konseling
5) Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
6) Arsip
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas :
1) Instalasi air bersih
2) Instalasi listrik
3) System tata udara
4) System proteksi kebakaran
Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian. Peralatan yang ada di Apotek
antara lain meliputi rak obat , alat peracikan, bahan pengemas obat,
lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat,
formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan
kebutuhan. Formulir catatan pengobatan pasien merupakan catatan
mengenai riwayat penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan
atas permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker yang
diberikan kepada pasien.
6

d. Ketenagaan
Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat
dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga
administrasi. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki
surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

2.5 Persyaratan APA


Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017 tentang Apotek, yaitu :
a. Fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
c. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker
d. Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan
e. Daftar prasarana, sarana, dan peralatan
f. Surat rekomendasi dari organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI) sesuai tempat praktik
g. Pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar
h. Izin sarana / BAPT untuk berpraktik atau bekerja di sarana
2.6 Tugas dan Tanggung Jawab APA
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang
Standar pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apoteker mempunyai tugas di
antaranya:
a. Memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan di Apotek
b. Mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat
(drug related problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial
(socio- pharmacoeconomy)
c. Mampu menjalankan praktik sesuai standar pelayanan
d. Mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam
menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan Obat yang rasional
7

e. Mampu melakukan monitoring penggunaan Obat, melakukan evaluasi


serta mendokumentasikan segala aktivitas
2.7 Studi Kelayakan Pendirian Apotek
A. Definisi Studi Kelayakan
Studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan mempelajari secara
mendalam tentang layak atau tidaknya suatu usaha atau bisnis yang akan
dijalankan. Mempelajari secara mendalam berarti, meneliti secara
sungguh-sungguh data dan informasi, selanjutnya diukur, dihitung dan
dianalisis dengan menggunakan metode tertentu. Sedangkan bisnis
berarti ; usaha yang dijalankan memberikan manfaat baik financial
maupun non financial. Kelayakan, menunjukkan apakah usaha yang
dijalankan memberikan manfaat besar dibandingkan biaya (Purwana &
Hidayat, 2016).
B. Analisis Studi Kelayakan
a. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan. Hal paling penting yang harus dikaji dalam suatu
studi kelayakan bisnis adalah ada tidaknya potensi kebutuhan akan
investasi yang dimaksud. Data-data yang dibutuhkan di dapat dengan
melakukan survey/pengumpulan data sekunder maupun primer serta
kajian yan tepat.
b. Studi Kelayakan Teknis
Kelayakan Teknis secara teknik perlu dilakukan kajian terhadap
lokasi investasi yang tepat serta solusi-solusi teknik dalam proyek
tersebut.
c. Studi Kelayakan Finansial
Studi Kelayakan Finansial dilakukan untuk memenuhi kedua aspek
diatas. Hal-hal yang perlu diketahui adalah : Start-Up Costs (S),
Operating Cost (O), Revenue Projection (R), Sources of Financing
(S), dan profitability analysis (Purwana & Hidayat, 2016).
8

C. Manfaat Studi Kelayakan


a. Pelaku bisnis/manajemen perusahaan
Pihak pelaku bisnis/manajemen perusahaan memerlukan studi
kelayakan sebagai dasar dalam mengambil keputusan untuk
melanjutkan ide bisnis atau tidak. Jika berdasarkan hasil studi
kelayakan suatu ide bisnis dinyatakan layak dilaksanakan maka
pelaku bisnis/manajemen akan menjalankan ide bisnis tersebut untuk
mengembangkan usahanya.
b. Investor
Pihak investor memerlukan studi kelayakan sebagai dasar untuk
mengambil keputusan apakah akan ikut menanamkan modal pada
suatu bisnis atau tidak. Jika berdasarkan hasil studi kelayakan suatu
ide bisnis dinyatakan layak dilaksanakan maka investor akan
menanamkan modalnya dengan harapan memperoleh keuntungan
dari investasi yang ditanamkan, demikian pula sebaliknya.
c. Kreditor
Pihak kreditor memerlukan studi kelayakan sebagai salah satu dasar
dalam mengambil keputusan, apakah akan memberikan kredit pada
suatu bisnis yang diusulkan atau tidak. Jika berdasarkan hasil studi
kelayakan suatu ide bisnis dinyatakan layak dilaksanakan maka
kreditor akan memberikan kredit dengan harapan akan memperoleh
keuntungan berupa harga, demikian pula sebaiknya.
d. Pemerintah
Pihak pemerintah memerlukan studi kelayakan sebagai dasar untuk
mengambil keputusan, apakah memberikan izin terhadap suatu bisnis
atau tidak. Jika berdasarkan hasil studi kelayakan suatu ide bisnis
dinyatakan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
memberikan kesempatan kerja, mengoptimalkan sumber daya yang
ada, dan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka
pemerintah akan memberikan izin, sebaliknya, jika suatu bisnis
memiliki dampak negatif yang lebih besar dibandingkan manfaatnya
9

maka pemerintah tidak akan memberikan izin atas ide bisnis yang
diajukan.
e. Masyarakat
Masyarakat memerlukan studi kelayakan sebagai dasar untuk
mengambil keputusan, apakah mendukung suatu bisnis atau tidak.
Jika berdasarkan hasil studi kelayakan suatu ide bisnis dinyatakan
akan memberikan dampak positif yang lebih besar terhadap
masyarakat dibandingkan dampak negatifnya maka masyarakat akan
mendukung ide bisnis tersebut. Namun, jika studi kelayakan
menyatakan bahwa suatu ide bisnis akan memberikan dampak negatif
yang lebih besar terhadap masyarakat dibandingkan dampak
positifnya maka masyarakat akan menolak ide bisnis tersebut
(Suliyanto, 2010).
D. Langkah – langkah Membuat Studi Kelayakan
a. Penemuan ide bisnis
Tahap penemuan ide merupakan tahap seseorang menemukan sebuah
ide bisnis. Ide bisnis muncul karena peluang bisnis yang dipandang
memiliki prospek yang baik terlihat. Penemuan ide bisnis ini dapat
bersumber dari bacaan, hasil pengamatan, informasi dari orang lain,
media masa, maupun berdasarkan pengalaman.
b. Melakukan studi pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan untuk memperoleh gambaran umum
peluang bisnis dari ide bisnis yang akan dijalankan, termasuk
didalamnya prospek dan kendala yang dapat muncul dari bisnis yang
akan dilakukan. Jika berdasarkan studi pendahuluan suatu ide bisnis
yang akan dijalankan memiliki kendala yang besar dan kurang
prospek maka penyusunan studi kelayakan yang lebih mendalam
tidak perlu dilakukan. Sebaliknya, jika berdasarkan studi
pendahuluan sebuah ide bisnis memiliki prospek yang baik dan
pelaku bisnis memiliki keyakinan untuk mengatasi kendala yang
mungkin muncul maka proses dilanjutkan dengan tahun berikutnya.
10

c. Membuat desain studi kelayakan


Setelah gambaran umum tentang peluang bisnis dari ide bisnis yang
akan dijalankan diperoleh, langkah selanjutnya adalah membuat
desain studi kelayakan yang meliputi penentuan aspek-aspek yang
akan diteliti, responden, teknik pengumpulan data, penyusunan
kuesioner, alat analisis data, penyusunan anggaran untuk melakukan
studi kelayakan, sampai dengan penentuan desain laporan akhir.
d. Pengumpulan data
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan observasi,
wawancara, maupun kuesioner, sedangkan sumber data dapat berupa
data primer maupun data sekunder. Pengumpulan data seringkali
merupakan pekerjaan yang paling memerlukan waktu dan biaya yang
besar untuk penyusunan studi kelayakan bisnis sehingga proses
pengumpulan data harus didesain sebaik mungkin.
e. Analisis dan interpretasi data
Analisis data dapat dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif
maupun kuantatif. Analisis kualitatif dapat dilakukan jika data yang
dikumpulkan berupa data kualitatif (judgement), sedangkan analisis
kuantitatif dilakukan jika data yang dikumpulkan berupa data
kuantitatif.
f. Menarik kesimpulan dan rekomendasi
Kesimpulan didasarkan pada hasil analisis data untuk memutuskan
suatu ide bisnis layak atau tidak layak berdasarkan setiap aspek yang
diteliti. Sedangkan rekomendasi memberikan arahan petunjuk tentang
tindak lanjut ide bisnis yang akan dijalankan serta memberikan
catatan- catatan jika ide bisnis tersebut akan dilaksanakan.
g. Penyusunan laporan studi kelayakan bisnis
Format maupun desain laporan akhir harus disesuaikan dengan
pihakpihak yang akan menggunakan studi kelayakan bisnis. Selain
itu, besarnya anggaran untuk menyusun studi kelayakan bisnis juga
harus dipertimbangkan.
11

2.8 Pengelolaan Apotek


A. Pengelolaan obat
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Apotek meliputi perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian,
pencatatan dan pelaporan.
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu
diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan
kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka
pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga
yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang
diterima.
d. Penyimpanan
1) Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari
pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi
dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah
terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang
jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya
memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal
12

kadaluwarsa.
2) Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi
yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan
kontaminasi
4) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan
bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara
alfabetis.
5) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire
First Out) dan FIFO (First In First Out)
e. Pemusnahan dan penarikan
1) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai
dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat
kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat
selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker
dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang
memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.
Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
2) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima)
tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan
oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya
petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara
Pemusnahan Resep selanjutnya dilaporkan kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota.
3) Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
13

peraturan perundangundangan.
4) Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standard/ketentuan peraturan perundang-undangan
dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar
(voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
5) Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Menteri.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan
jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui
pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan
pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa,
kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan
cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya
memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan,
jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Penc`atatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan
(kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan
terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan
manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan
14

lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat


untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan, meliputi pelaporan narkotika,
psikotropika dan pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai
pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal.
2. Pelayanan Farmasi Klinik
Menurut ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek, pelayanan farmasi klinik merupakan
bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien. Pelayanan farmasi klinik meliputi:
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis.
1) Kajian administratif meliputi: nama pasien, umur, jenis
kelamin dan berat badan; nama dokter, nomor Surat Izin
Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan tanggal
penulisan Resep.
2) Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: bentuk dan
kekuatan sediaan; stabilitas; dan kompatibilitas
(ketercampuran Obat).
3) Pertimbangan klinis meliputi: ketepatan indikasi dan dosis
Obat; aturan, cara dan lama penggunaan Obat; duplikasi
dan/atau polifarmasi; reaksi Obat yang tidak diinginkan
(alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain); kontra
indikasi; dan interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian
15

maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.


Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada
setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan
terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).
b. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep
dilakukan hal sebagai berikut:
1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep dengan
menghitung kebutuhan jumlah Obat yang harus sesuai
dengan Resep
2) mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan
dengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa
dan keadaan fisik Obat.
3) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
4) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi: warna
putih untuk Obat dalam/oral, warna biru untuk Obat luar
dan suntik, menempelkan label “kocok dahulu” pada
sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
5) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan
terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu
Obat dan menghindari penggunaan yang salah. Sebelum
Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien
pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat
(kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep),
Memanggil nama dan nomor tunggu pasien, Memeriksa
ulang identitas dan alamat pasien;
16

6) Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi


Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain
manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus
dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan
Obat dan lain-lain. Penyerahan Obat kepada pasien
hendaklah dilakukan dengancara yang baik, mengingat pasien
dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil,
pemastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau
keluarganya
7) Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan
diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan)
8) Menyimpan Resep pada tempatnya
9) Apoteker membuat catatan pengobatan pasien. Apoteker
di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau
pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan
edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep
untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau
bebas terbatas yang sesuai.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Menurut ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek, Pelayanan Informasi Obat (PIO)
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam
pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala
aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien
atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat
Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk
sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian,
farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,
keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek
17

samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika


atau kimia dari Obat dan lain-lain. Kegiatan Pelayanan
Informasi Obat di Apotek meliputi:
1) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
2) Membuat dan menyebarkanbuletin/ brosur/ leaflet,
pemberdayaan masyarakat (penyuluhan)
3) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada
mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi
5) Melakukan penelitian penggunaan Obat
6) Membuat program jaminan mutu. Pelayanan Informasi
Obat harus didokumentasikan untuk membantu
penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat
d. Konseling
Menurut ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek, Konseling merupakan proses
interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan
three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai
rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.
Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau
keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi
hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
(misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi).
18

3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus


(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi
sempit (digoksin, fenitoin, teofilin).
5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa
Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok
ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk
penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu
jenis Obat.
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Adapun tahapan dalam melakukan kegiatan konseling:
1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
2) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat
melalui Three Prime Questions, yaitu:
a) Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
b) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara
pemakaian Obat Anda?
c) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang
diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat
tersebut?
3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi
kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah
penggunaan Obat
4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk
menyelesaikan masalah penggunaan Obat
5) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman
pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan
meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien
memahami informasi yang diberikan dalam konseling.
e. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat
19

melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan


rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan
pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan
Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker,
meliputi :
1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang
berhubungan dengan pengobatan
2) Identifikasi kepatuhan pasien
3) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan
di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma,
penyimpanan insulin
4) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
5) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan
penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
6) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di
rumah
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan
efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria pasien:
1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3) Adanya multidiagnosis.
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
6) Menerima Obat yang sering diketahui
menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
Kegiatan yang dilakukan dalam PTO:
1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2) Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat
pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit,
20

riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui


wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga
kesehatan lain
3) Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah
terkait Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak
diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat
yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah,
terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau
terjadinya interaksi Obat
4) Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi
pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah
atau berpotensi akan terjadi
5) Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang
berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan
pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak
dikehendaki
6) Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi
yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan
dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan
tujuan terapi.
7) Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi
Obat
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Menurut ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek, Monitoring Efek Samping Obat
(MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang
terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi
fungsi fisiologis.
21

Kegiatan:
1) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai
resiko tinggi mengalami efek samping Obat.
2) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat
Nasional Faktor yang perlu diperhatikan:
4) Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
5) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
B. Administrasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
kegiatan administrasi di apotek meliputi :
a. Administrasi umum
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan
internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan
yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi
keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal
merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi
pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya. Petunjuk
teknismengenai pencatatan dan pelaporan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal.
b. Administrasi pelayanan
Administratif pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan
catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring
penggunaan obat.
22

C. SDM
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh
Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga
Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat
Izin Praktik Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus
memenuhi kriteria:
a. Persyaratan administrasi
1) Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang
terakreditasi
2) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
3) Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
4) Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda
pengenal.
c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang
berkesinambungan.
d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan
pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop,
pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan
perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar
pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik)
yang berlaku.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus
menjalankan peran yaitu:
a. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan
pasien. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem
pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.
23

b. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil
keputusan dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada
secara efektif dan efisien.
c. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun
profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh
karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
d. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
e. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik,
anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti
kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang
Obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Obat.
f. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing
Professional Development/CPD)
g. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan
Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan
pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.
24

2.9 Perpajakan
Subjek pajak penghasilan terbagi mejadi beberapa bagian (Dirjen Pajak,
2013) :
a. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak
b. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan
nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
c. Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa:
1) Tempat kedudukan manajemen
2) Cabang perusahaan
3) Kantor perwakilan
4) Gedung kantor
5) Pabrik
6) Bengkel
7) Gudang
8) Ruang untuk promosi dan penjualan
9) Pertambangan dan penggalian sumber alam
10) Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
11) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan
12) Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
25

d. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
e. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas
f. Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi
atau menanggung risiko di Indonesia; \Komputer, agen elektronik, atau
peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh
penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.
Subjek Pajak Dalam Negeri (Dirjen Pajak, 2013) adalah:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
atau orang pribadi yang dalam 8Pajak Penghasilan suatu tahun pajak
berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia; Kewajiban pajak subjektif orang pribadi dimulai pada saat
orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat
tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali
unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan
2) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
3) Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah
4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara;
Kewajiban pajak subyektif badan dimulai pada saat badan tersebut
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada
saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
26

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang


berhak. Kewajiban pajak subyektif warisan yang belum terbagi dimulai
pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir
pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
Adapun pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat.
Pajak pusat meliputi:
a. Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya bisa dilimpahkan
pada pihak lain:
1) Bea Materai untuk kwitansi lebih dari Rp 250.000,00 dikenakan
biaya materai Rp 3.000,00.
2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), merupakan pajak tak langsung yang
dikenakan pada setiap pembelian berapa pun jumlah rupiah yang
dibelanjakan. Besarnya pajak yang harus dibayar sebesar 10% dari
jumlah pembelian. Misalnya untuk setiap pembelian obat khususnya
untuk PBF yang PKP (Pengusaha Kena Pajak) maka dikenai PPN
sebesar 10%.
b. Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak
yang bersangkutan. Pajak langsung meliputi Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Undang-Undang Perpajakan No. 17 Tahun 2000, ada beberapa
pajak yang dikenakan untuk usaha apotek
1) PPh 21
Pasal 21 Undang-Undang Perpajakan No. 17 Tahun 2000,
menyatakan bahwa pajak ini merupakan pajak pribadi (penghasilan
karyawan tetap) terhadap gaji karyawan setiap tahun yang telah
dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Pajak ini dikenakan
pada karyawan tetap yang telah melebihi PTKP dan dibayarkan
sebelum tanggal 15 setiap bulan.Keterlambatan pembayaran dikenai
denda sebesar Rp 50.000,00 ditambah 2% dari nilai pajak yang
harus dibayarkan.
27

2) PPh 23
Apabila apotek dimiliki suatu persero maka selain pajak
diatas, dikenakan pula ketentuan PPh pasal 23 yang mengatur bahwa
keuntungan bersih yang dibagikan kepada persero dikenai 15% dari
saham yang dibagikan tersebut. PPh 23 merupakan pajak yang
dikenakan pada badan usaha berdasarkan pembagian deviden.
3) PPh 25
Berupa pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan
sebesar 1/12 dari perhitungan pajak satu tahun
sebelumnya.Pembayaran dilakukan setiap bulan sebelum tanggal 15
dan pada akhir tahun diperhitungkan dengan besar pajak yang
sesungguhnya yang harus dibayar
4) PPh 28
Apabila pajak yang terhutang untuk satu tahun pajak ternyata
lebih kecil dari jumlah kredit pajak (PPh 25) maka setelah dilakukan
perhitungan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah
dilakukan pemeriksaan dengan hutang pajak berikut sanksi-
sanksinya
5) PPh 29
Apabila pajak yang terhutang untuk satu tahun pajak ternyata
lebih besar dari jumlah kredit pajak yang sudah dilakukan
perhitungan, maka kekurangan pajak yang terhutang harus dilunasi
selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak
berakhir bagi Wajib Pajak sebelum surat pemberitahuan
disampaikan.
6) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan setiap tahun dan
besarnya tergantung dari luas tanah, luas bangunan, serta lokasi
apotek yang ditempati apotek sebagai sarana usaha.
28

7) Pengusaha Kena Pajak (PKP)


Pajak yang dikenakan kepada badan usaha atau orang pribadi
yang melakukan usaha. Pengusaha kecil dengan kemampuan sendiri
dapat mengajukan permohonan untuk menjadi PKP

2.10 Pelayanan KIE dan Pharmaceutical Care


A. Pharmaceutical Care
Pharmaceutical care merupakan penyediaan perawatan
mengenai pengobatan yang dilakukan secara langsung oleh apoteker,
dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang pasti. Hasil ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian ini tidak hanya
melibatkan tentang pengobatan saja, namun juga memberikan
keputusan kepada pasien mengenai penggunaan obat seperti
pemilihan obat, dosis, rute pemberian obat, pemantauan terapi obat
serta pemberian informasi dan konseling terhadap pasien (ASHP,
2008).
Fungsi utama dalam asuhan kefarmasian ini yaitu untuk
mengidentifikasi potensi dan masalah actual terkait pengobatan pasien,
menyelesaikan masalah terkait pengobatan yang sebenarnya, serta
mencegah potensi masalah terkait pengobatan. Masalah yang
berhubungan dengan pengobatan merupakan suatu kejadian atau
keadaan yang melibatkan terpai pengobatan yang sebenarnya atau
berpotensi mengganggu hasil yang optimal untuk pasien tertentu
(ASHP, 2008).
B. Pelayanan KIE
Komunikasi merupakan pertukaran fakta, gagasan, opini atau
emosi antara dua orang atau lebih, juga merupakan usaha yang
sistematis untuk mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan
masyarakat dengan menggunakan berbagai prinsip dan juga metode
komunikasi, baik menggunakan komunikasi antar pribadi maupun
29

komunikasi massa. Informasi merupakan keterangan, gagasan ataupun


kenyataan yang perlu diketahui oleh masyarakat. Dan edukasi adalah
memberikan suatau masukan untuk melakukan proses perubahan
perilaku kearah yang lebih positif. Pendidikan kesehatan merupakan
salah satu kompetensi yang dituntut dari tenaga kesehatan, karena
merupakan salah satu peranan yang harus dilaksanakan dalam setiap
memberikan pelayanan kesehatan, baik terhadap individu, keluarga,
kelompok ataupun masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Pelaksanaan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) yang
diberikan kepada pasien merupakan salah satu tugas serta tanggung
jawab apoteker dalam menjalankan pelayanan kepada pasien.
Berdasarkan Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 yang menyatakan
bahwa pelayanan di apotek selain pelayanan resep juga meliputi
promosi dan edukasi serta pelayanan residensial (home care).

2.11 Evaluasi Apotek


Evaluasi mutu di Apotek dilakukan terhadap:
a. Mutu Manajerial
1) Metode Evaluasi
a) Audit, merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas
pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan
pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan
standar yang dikehendaki. Oleh karena itu, audit merupakan alat
untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan
Kefarmasian secara sistematis. Audit dilakukan oleh Apoteker
berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil
pengelolaan.
Contoh:
i. audit Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai lainnya (stock opname)
ii. audit kesesuaian SPO
30

iii. audit keuangan (cash flow, neraca, laporan rugi laba)


b) Review, yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan
Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review
dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
pengelolaan Sediaan Farmasi dan seluruh sumber daya yang
digunakan.
Contoh:
i. pengkajian terhadap Obat fast/slow moving
ii. perbandingan harga Obat
c) Observasi, dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil
monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan
Farmasi.
Contoh:
i. observasi terhadap penyimpanan Obat
ii. proses transaksi dengan distributor
iii. ketertiban dokumentasi
2) Indikator Evaluasi Mutu
a) Kesesuaian proses terhadap standar
b) Efektifitas dan efisiensi
b. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
1) Metode Evaluasi Mutu
a) Audit,dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring
terhadap proses dan hasil pelayanan farmasi klinik.
Contoh:
i. audit penyerahan Obat kepada pasien oleh Apoteker
ii. audit waktu pelayanan
b) Review, dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring
terhadap pelayanan farmasi klinik dan seluruh sumber daya
yang digunakan.
Contoh: review terhadap kejadian medication error
31

c) Survei, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan


kuesioner. Survei dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil
monitoring terhadap mutu pelayanan dengan menggunakan
angket/kuesioner atau wawancara langsung Contoh: tingkat
kepuasan pasien
d) Observasi, yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses
dengan menggunakan cek list atau perekaman. Observasi
dilakukan oleh berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh
proses pelayanan farmasi klinik. Contoh : observasi pelaksanaan
SPO pelayanan
2) Indikator Evaluasi Mutu
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan
adalah:
a) Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero deffect dari
medication error;
b) Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin mutu
pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;
c) Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit
d) Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa
kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala
penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala,
memperlambat perkembangan penyakit.
(Permenkes, 2016)
BAB III
KEGIATAN PKPA DI APOTEK DAN PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Kimia Farma


A. PT Kimia Farma Tbk
Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di
Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817.
Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle
Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks
perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958,
Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah
perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka
Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan
hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama
perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero).
Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali
mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma
(Persero) Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan
dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek
Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan
kini bernama Bursa Efek Indonesia). Berbekal pengalaman selama
puluhan tahun, Perseroan telah berkembang menjadi perusahaan dengan
pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian
diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan
bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.
Berdasarkan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya Nomor AHU-
0017895.AH.01.02 Tahun 2020 tanggal 28 Februari 2020 dan Surat
Nomor AHU-AH.01.03-0115053 tanggal 28 Februari serta tertuang
dalam Akta isalah RUPSLB Nomor 18 tanggal 18 September 2019,
terjadi perubahan nama perusahaan yang semula PT Kimia Farma

32
33

(Persero) Tbk menjadi PT Kimia Farma Tbk, efektif per tanggal 28


Februari 2020
B. Visi dan Misi PT Kimia Farma Tbk
a. Visi
Menjadi perusahaan Health care pilihan utama yang terintegrasi dan
menghasilkan nilai yang berkesinambungan.
b. Misi
1) Melakukan aktivitas usaha di bidang-bidang industri kimia dan
farmasi, perdagangan dan jaringan distribusi, retail farmasi dan
layanan kesehatan serta optimalisasi asset
2) Mengelola perusahaan secara Good Corporate Governance dan
operational excellence didukung oleh SDM professional
3) Memberikan nilai tambah dan manfaat bagi seluruh stakeholder.
C. Anak Perusahaan
Perseroan memiliki bidang usaha di bidang industri farmasi, yang
didukung oleh manufaktur, research & development, pemasaran,
distribusi, ritel, laboratorium klinik dan klinik kesehatan. Saat ini,
Perseroan memiliki 6 Anak Perusahaan yaitu :
a. PT Kimia Farma Trading & Distribution, yang bergerak di bidang
perdagangan dan distribusi baik obat maupun alat kesehatan. Saat ini
Perseroan memiliki 46 Cabang KFTD yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia.
b. PT Kimia Farma Apotek, bergerak di bidang ritel farmasi dan yang
terbesar dari kekuatan jaringan apotek di Indonesia. Perseroan
memiliki lebih dari 560 Apotek Kimia Farma yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Pada tahun 2012, Perseroan mulai membuka
konsep bisnis ritel baru yaitu dengan konsep One Stop Healthcare
Solution (OSHCS) yaitu layanan kesehatan dari praktek dokter/klinik
kesehatan, laboratorium klinik hingga apotek semuanya dilayani
dalam satu atap secara terintegrasi. Terkait dengan bisnis layanan
laboratorium klinik, Perseroan telah membentuk PT Kimia Farma
34

Diagnostika yang berada di bawah kewenangan PT Kimia Farma


Apotek.
c. PT Sinkona Indonesia Lestari, bergerak di bidang produksi dan
pemasaran produk kina beserta turunannya dan satu-satunya
perusahaan yang memproduksi kina dan bahan baku di Indonesia yang
hampir seluruh produksinya di ekspor ke luar negeri.
d. PT Kimia Farma Diagnostika (KFD) dibentuk sejak tahun 2008 dan
mulai beroperasi secara mandiri pada awal tahun 2010. Ruang lingkup
bisnis usaha KFD meliputi pengelolaan dan pengembangan
laboratorium klinik dengan visi menjadi perusahaan jaringan layanan
laboratorium terbaik di Indonesia untuk mendukung kehidupan yang
lebih sehat. Komposisi pemegang saham PT Kimia Farma Apotek
yaitu 99.96% dan 0.04% YKKKF.
e. PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP) didirikan pada 25
Januari 2016 dan merupakan pabrik bahan baku farmasi pertama di
Indonesia. Merupakan kerjasama dengan skema joint venture antara
PT Kimia Farma (Persero) Tbk dengan PT Sungwun Pharmacopia
Indonesia sebagai perwakilan dari Sungwun Pharmacopia Co Ltd dari
Korea Selatan. Komposisi pemegang saham yaitu 75% PT Kimia
Farma (Persero) Tbk dan 25% Sungwun Pharmacopia Co Ltd.
f. PT Asuransi InHealth memiliki usaha di bidang asuransi dan
membagi bidang usahanya menjadi tiga bagian yaitu Asuransi
Kesehatan InHealth, Managed Care, Asuransi Kesehatan InHealth dan
Asuransi Jiwa. Komposisi kepemilikan saham PT Kimia Farma
(Persero), Tbk. 10%, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk60%, PT
Asuransi Jasa Indonesia (Persero) 10% dan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan 20%.
35

3.2 Apotek Kimia Farma 605 Ciamis


Apotek Kimia Farma 605 Ciamis merupakan suatu apotek yang berlokasi di
Jalan Ir. H. Juanda, Ciamis, Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Lokasi bangunan Apotek Kimia Farma 605 cukup strategis sebagai tempat
pendirian apotek, karena berdekatan dengan pusat perbelanjaan serta dekat dengan
daerah perkantoran dan juga pemukiman penduduk sehingga sangat mudah
diakses.
Apotek Kimia Farma 605 menjalankan fungsinya sebagai salah satu apotek
pelayanan kefarmasian dan kesehatan pada masyarakat melalui pelayanan selama
15 jam setiap harinya serta terdapat pembagian shift dalam bekerja.
A. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan garis bertingkat yang mendeskripsikan
komponen – komponen yang menyusun perusahaan. Dimana setiap
individu atau sumber daya manusia yang berada pada lingkup perusahaan
tersebut memiliki posisi dan fungsinya masing – masing. Apotek Kimia
Farma 605 dipimpin oleh seorang Apoteker Penanggung Jawab Apotek
dan didampingi oleh Apoteker Pendamping serta dibantu oleh dua orang
tenaga teknis kefarmasian, 1 orang non tenaga teknis kefarmasian.

Apoteker Penanggung Jawab


apt. Wahyu Fitriantoro Putra, S.Farm

Apoteker Pendamping
apt. Anissa Setiana, S.Farm

Administrasi Resep Merchadise-ing dan Pelaporan Pengarsipan


Kredit Sipnap Uus Usman
Fitriyani Sari Puspa Dewi, Fitriyani Sari Puspa Dewi, Amd Farm
Amd Farm
Effendi

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kimia Farma 605


36

3.3 Pengelolaan Apotek


A. Pengelolaan Obat
a. Perencanaan dan Pengadaan
Sesuai dengan peraturan Permenkes No.73 Tahun 2016,
perencanaan di Apotek Kimia Farma 605 memperhatikan dari pola
penyakit serta pola konsumsi atau history penggunaan sebelumnya.
History penggunaan sebelumnya, di Apotek Kimia Farma 605
menggunakan Analisis Pareto ABC. Pareto ABC merupakan metode
pembuatan grup atau penggolongan
berdasarkan peringkat nilai. Selain itu juga, perencanaan dilakukan
dengan melihat data persediaan yang habis atau sudah mencapai batas
persediaan minimal. Sehingga barang yang akan dipesan sesuai
dengan kebutuhan dan seringnya barang tersebut dicari oleh
konsumen, serta dapat menghindari terjadinya penumpukan barang
yang berlebih.
Pengadaan Perbekalan Farmasi di Apotek Kimia Farma 605
dilakukan berdasarkan analisis Pareto sehingga dapat diketahui barang
yang bersifat fast moving ataupun slow moving. Pemesanan barang
dilakukan berdasarkan jumlah stok obat yang tercatat dalam system
POS Kimia Farma. Jumlah stok obat yang sudah mencapai nilai
minimum tersebut dilakukan pemesanan dengan mengirimkan BPBA
secara online yang berisi daftar permintaan barang Apotek Kimia
Farma 605 ke Business Manager (BM) untuk di Approve.
Kegiatan pengadaan perbekalan farmasi di Apotek Kimia Farma
605 dibagi menjadi ebebrapa bagian :
1) Pengadaan Barang Konsinyasi
Barang Konsinyasi merupakan barang yang akan dibayar kepada
distributor, namun hanya barang yang terjual saja. Pemesanan ini
dapat dilakukan secara langsung oleh Apotek tanpa melalui BM.
2) Pengadaan Barang BPJS
Pengdaan barang BPJS dilakuakn dengan cara mengirimkan
37

kebutuhan obat yang kosong di Apotek untuk waktu 1 bulan,


dengan mengirimkan Surat Pesanan ke BM. Kemudian pembeliaan
ini dilakukan oleh pihak BM sesuai dengan e-catalog.
3) Spreading
Spreading merupakan pengadaan barang di apotek, dengan cara
saling tukar menukar barang antar Apotek Kimia Farma. Spreading
ini dilakukan sesuai dengan data yang sudah ada di system
computer dan disetujui oleh BM. Tujuan dari spreading sendiri
yaitu salah satu cara pengadaan dengan cara melakukan perputaran
atau penyebaran barang dari satu apotek yang satu ke apotek yang
lain. Proses perputaran atau penyebaran data ini
dilakukan dengan melihat history suatu produk pada apotek aktif
atau pasif, jika pasif maka pihak BM akan mencari apotek lain
dimana barang tersebut berpeluang untuk terjual.
4) Pesanan Mendesak
Pemesanan barang ini dilakukan dengan Apotek Kimia Farma yang
jaraknya terdekat dengan Apotek Kimia Farma 605. Pemesanan ini
diperlukan persetujuan dari apotek yang dimintai barang.
b. Penerimaan
Penerimaan barang dilakukan dengan memeriksa barang yang
datang sesuai dengan surat pesanan yang dibuat, baik itu dari jumlah
yang dipesan, jenis serta kualitas barang yang dipesan. Dalam
penerimaan barang diperhatikan tanggal kadaluwarsa dan kondisi fisik
barang. Setelah barang diperiksa dan disesuaikan dengan yang tertera
di faktur, maka petugas akan menandatangani serta memberikan
stempel Kimia Farma pada faktur. Kemudian faktur tersebut yang
diterima oleh pihak Apotek akan dilakukan entry faktur dan
selanjutnya dikirimkan ke pihak BM untuk mendapatkan approve dan
dimasukkan sebagai stok di Apotek.
38

c. Penyimpanan
Penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma 605 berdasarkan kelas
terapi, sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam pengambilan
obat yang sesuai dengan indikasi penyakit pasien. Jumlah stok obat ini
dapat diketahui melalui kartu stok ataupun data di computer. Selain
berdasarkan kelas terapi, penyimpanan juga dilakukan berdasarkan
system FEFO (First Expired First Out). Selain itu juga, penyimpanan
dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan penyimpanan narkotika
dan psikotropika disimpan dilemari khusus yang terbuat dari kayu,
tertutup rapat dan terkunci. Penyimpanan yang lainnya juga
dilakukan, seperti penyimpanan berdasarkan resep. Penyimpanan obat
deng resep BPJS disimpan di dalam lemari yang berbeda, dengan
tujuan agar mempermudah dalam pelayanan.
d. Pemusnahan
Pemusnahan obat yang dilakukan di Apotek Kimia Farma 605
seperti pemusnahan obat non narkotika, dilakukan dengan cara
membuat Berita Acara sesuai dengan Peraturan yang ada dan
disaksikan oleh Apoteker serta Tenaga Teknis Kefarmasian. Dalam
pemusnahan resep, hamper tidak pernah dilakukan. Karena resep yang
ada di Apotek Kimia Farma 605 dikumpulkan atau diarsipkan.
Pemusnahan obat narkotika dan psikotropika disaksikan oleh
petugas Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan serta petugas
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Apoteker Pengelola Apotek harus
membuat berita acara paling sedikit 3 rangkap. Berita acara tersebut
dikirimkan kepada Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
serta Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.
e. Pengendalian
Pengendalian perbekalan farmasi di Apotek Kimia Farma 605
dilakukan melalui:
1) Kartu Stok
Pengendalian persediaan barang dilakukan oleh asisten apoteker.
39

Seluruh barang yang masuk dan yang keluar ditulis dalam kartu
stok. Hal ini berguna untuk mengetahui jenis barang yang harus
dipesan atau dibeli. Pembelian atau pemesanan baranag dilakukan
setiap hari senin
2) Stok Opname
Stok opname adalah pemeriksaan jumlah dan kondisi fisik barang
yang dilakukan setiap satu kali dalam tiga bulan. Pemeriksaan
dilakukan untuk mengecek apakah jumlah fisik barang sesuai
dengan data dalam kartu stok atau data di komputer. Stok fisik yang
dihitung adalah sisa fisik barang saat berakhirnya periode stok opname
f. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan data di Apotek Kimai Farma 605 dilakukan dengan
system computer. Pencatatan ini dilakukan setiap kegiatan
berlangsung dari mulai pengadaan seperti Surap Pesanan, penerimaan
(Faktur dan surat penerimaan barang), penyimpanan di kartu stok dan
di data computer serta nota atau struk penjualan.
Dalam pelaporan obat Narkotika dan Psikotropika di Apotek Kimia
Farma 605, dilakukan setiap satu bulan sekali yang dilakukan oleh
Apoteker dengan cara melakukan pelaporan SIPNAP secara online.
Pelaporan keuangan atau pendapatan harian Apotek Kimia Farma 605
dilakukan setiap hari.
B. Pengelolaan Resep Administratif
a. Pelayanan Resep Tunai
Pelayanan resep tunai ini dilakukan pada pelanggan atau
konsumen yang datang langsung ke apotek untuk menebus obat yang
dibutuhkan dan dibayar secara tunai. Alur pada pelayanan ini,
meliputi:
1) Pasien datang dan menyerahkan resep
2) Petugas memeriksa kelengkapan resep serta ketersediaan obat yang
ada dalam resep
3) Penetapan harga
40

4) Permintaan semua obat atau sebagian, ada atau tidaknya


penggantian obat atas persetujuan dokter/pasien, pembuatan
kwitansi dan salinan resep (apabila diminta)
5) Pembayaran tunai
6) Penyiapan obat
7) Validasi kesesuaian resep
8) Penyerahan obat disertai dengan pemberian informasi obat
b. Pelayanan Resep Kredit
Pelayanan resep kredit merupakan permintaan obat yang tertulis
dari dokter kepada pasien, dimana resep tersebut dilakukan secara
kredit berdasarkan kontrak kerja sama antara pihak Apotek Kimia
Farma 605 dengan Lembaga Jaminan Kesehatan yang terkait.
Prosedur pelayanan resep kredit hampir sama dengan pelayanan resep
tunai. Yang membedakan dalam pelayanan resep kredit yaitu dalam
melakukan pembayarannya. Pasien yang membawa resep kredit
tidak melakukan pembayaran secara langsung, tetapi pasien hanya
menunjukkan kartu identitas dari Lembaga Penjamin tersebut serta
memenuhi persyarat yang ditetapkan untuk memenuhi
administrasinya. Alur dari pelaynana ini, meliputi :
1) Petugas apotek menerima resep dari pasien
2) Dilakukan pemeriksaan kelengkapan data sesuai dengan ketentuan
serta melakukan input data ke komputer
3) Pemerian nomor
4) Penyiapan obat dan atau peracikan obat
5) Pemeriksaan akhir antara resep dan obat yang disiapkan
6) Penyerahan obat kepada pasien yang dilakukan beserta pelayanan
informasi obat
7) Meminta pasien untuk menandatangi nota serta dimintai nomor
telepon pasien
Prinsip dari pelayanan resep kredit ini hampir sama dengan resep
tunai. Yang membedakannya hanya dalam pembayarannya saja.
41

Pembayaran resep kredit akan ditanggung oleh Lembaga Jaminan


Kesehatan yang bekerja sama dengan Apotek Kimia Farma 605.
Resep yang telah diberi harga kemudian dijumlahkan sesuai dengan
instansi yang bersangkutan agar dapat dilakukan penagihan pada saat
jatuh tempo yang telah disepakati.
c. Pelayanan Non Resep
Pelayanan ini merupakan pelayanan terhadap pasien yang terdiri
atas pelayanan Over The Counter (OTC) dan Upaya Pengobatan Diri
Sendiri (UPDS). Obat – obatan yang dilayanan yaitu obat bebas, obat
bebas terbatas, obat keras yang termasuk kedalam Daftar Obat Wajib
Apotek (DOWA), obat herbal, serta kosmetik dan alat kesehatan. Hal
penting yang diutamakan dalam pelayanan ini yaitu dalam pemberian
informasi obat yang sesuai dengan keluhan pasien. Alur dari
pelayanan ini, meliputi :
1) Pasien datang ke apotek dengan memberi tahu keluhan yang
dirasakan dan atau langsung menanyakan obat yang akan di beli
2) Petugas apotek akan menawarkan obat sesuai dengan keluhan dan
atau memberikan obat yang di tanyakan oleh pasien sesuai dengan
ketersediaan obat dan memberikan infromasi harga
3) Melakukan transaksi secara tunai atau debet
4) Dan melakukan penyerahan obat kepada pasien disertai dengan
cara penggunaannya.
C. Sumber Daya Manusia (SDM)
Apotek Kimia Farma 605 dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola
Apotek. Dalam menjalankan tugasnya, APA dibantu oleh salah satu
Apoteker Pendamping dan 2 Tenaga Teknis Kefarmasian serta 1 Non
Tenaga Teknis Kefarmasian yang dibagi tugas menjadi bagian
adminstrasi resep kredit, pengelolaan faktur dan pelaporan sipnap, serta
pengarsipan.
Bentuk pengelolaan Sumber Daya Manusia di Apotek Kimia Farma
605 diwujudkan melalui pembentukan struktur organisasi dan pembagian
42

fungsi serta peranan masing-masing SDM di Apotek sesuai dengan


Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Adapun beberapa contoh tugas dan
tanggung jawab dari setiap personalia adalah :
a. Apoteker Pengelola Apotek
Penanggung jawab teknis kegiatan yang berlangsung di apotek,
melakukan fungsi manajerial yaitu mengorganisasikan, memimpin
dan mengawasi semua kegiatan apotek, melakukan fungsi
professional, yaitu mengelola sistem pelayanan kefarmasian dan
kegiatan yang berhubungan dengan operasional apotek, melakukan
fungsi retailer, yaitu mengidentifikasi, mengatur dan memantau proses
pengadaan, pemesanan, penyimpanan dan penjualan sediaan farmasi
seta perbekalan kesehatan lainnya, mengatur dan mengelola sumber
daya manusia termasuk membina kedisiplinan karyawan terhadap
perusahaan, melakukan kegiatan pengembangan usaha dengan cara
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan.
b. Apoteker Pendamping
Apoteker pendamping yaitu apoteker yang melaksanakan
praktek kefarmasian di apotek dan bertugas mendampingi Apoteker
Penanggung Jawab Apotek serta membantu dalam melakukan
pelayanan kefarmasian di Apotek. Apoteker Pendamping di Apotek
Kimia Farma 605 selain ditugaskan dalam mendampinggi APJ dalam
pelayanan, Apoteker pendamping juga memiliki Jobdesk lain yang
diberikan oleh APJ yaitu dalam melakukan perencanaan dan
pengadaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan
kebutuhan Apotek.
c. Administrasi Resep Kredit
Bagian ini bertanggung jawab dalam Resep Jaminan Kesehatan
yang bekerja sama dengan Apotek Kimia Farma 605, seperti BPJS,
Mandiri Inhealt, dan PLN. Bagian dari administrasi resep kredit
bertanggung jawab dalam kelengkapan dokumen, pengumpulan serta
43

penginputan data resep kredit agar mempermudah dalam melakukan


penagihan.
d. Pengelolaan Faktur dan Pelaporan Sipnap
Bagian ini bertanggung jawab dalam entry data faktur sesuai
dengan barang yang datang ke apotek serta surat pesanan yang dibuat
oleh bagian pengadaan. Kemudian setelah dilakukan entry faktur,
bagian ini melapor ke pihak BM untuk meng-approve agar barang
dapat masuk sebagai stok obat di apotek.
Bagian pelaporan Sipnap ini bertanggung jawab mulai dari
pengelolaan resep Narkotika dan Psikotropika yang masuk untuk
dipisahkan dari resep umum dan melakukan pelaporan Sipnap secara
online setiap 1 bulan sekali
e. Pengarsipan
Bagian ini bertanggung jawab dalam segala jenis pengarsipan
dan penyimpanan data yang ada di Apotek Kimia Farma 605

3.4 Perpajakan
Sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), PPN bukanlah hal yang asing. PPN
merupakan pajak yang sudah pasti akan muncul dan wajib dipungut atas setiap
pertambahan nilai karena adanya produksi Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau
Jasa Kena Pajak (JKP) oleh PKP. Tarif PPN-nya sebesar 10%.
Setiap sebulan sekali pajak disetorkan ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak)
Ketentuan pemberian kode dan nomor faktur pajak mengacu pada Peraturan
Direktur Jenderal Pajak nomor PER-24/PJ/2012. Nomor faktur pajak diberikan
secara otomatis melalui laman efaktur.pajak.go.id dan nomor ini diberikan per
tahun.

3.5 Pelayanan KIE dan Pharmaceutical Care


Pharmaceutical care merupakan penyediaan perawatan mengenai
pengobatan yang dilakukan secara langsung oleh apoteker, dengan tujuan untuk
mendapatkan hasil yang pasti. Hasil ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
44

hidup pasien. Pelayanan kefarmasian seperti Pemberian Informasi Obat, Konseling


serta Edukasi dan Promsosi sudah dilakukan dengan baik di Apotek Kimia Farma
605.
Dalam Pelayanan Informasi Obat dilakukan terhadap pasien yang datang ke
Apotek dengan atau tanpa resep yang di tebus oleh pasien tersebut. PIO
merupakan suatu komunikasi satu arah yang dilakukan oleh apoteker dalam
memberikan informasi mengenai obat yang diterima oleh pasien. Pemberian
informasi ini tidak hanya obat saja, pemberian informasi mengenai alat kesehatan
juga dilakukan. Pelayanan informasi obat ini meliputi jenis obat, kegunaan, cara
menggunakan obat dan alat kesehatan yang benar, dan waktu penggunaan obat.
Konseling merupakan komunikasi dua arah yang dilakukan oleh Apoteker
dan Pasien. Dimana pasien menyampaikan keluhan mengenai pemyakit yang
dirasakannya dan didiskusikan bersama dengan Apoteker untuk mendapatkan
solusi yang bisa digunakan oleh pasien. Konseling tidak dilakukan kepada semua
pasien yang datang ke Apotek, namun konseling dilakukan kepada pasien dengan
penyakit tertentu dan dengan kemauan dari pasien tersebut.
Kegiatan promosi dan edukasi juga dilakukan di Apotek Kimia Farma 605
seperti Obat Herbal, vitamin dan yang lainnya. Dilakukannya kegiatan ini selain
untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan, juga diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan pasien dalam penggunaan obat terutama dalam
swamedikasi.

3.6 Evaluasi Apotek


Evaluasi Apotek Kimia Farma 605 dilakukan setiap hari, evaluasi ini
dilakukan dengan metode diskusi. Evaluasi apotek dilakukan guna untuk mutu
manajerial. Contoh – contoh evaluasi yang dilakukan di Apotek Kimia Farma 605
yaitu dari mulai pengadaan sampai dengan pencatatan dan pelaporan obat, serta
mengevaluasi pelayanan kefarmasian di Apotek.
BAB IV
TUGAS KHUSUS

4.1 Definisi Antibiotika


Antibiotika merupakan zat kimiawi yang dihasilkan oleh suatu
mikroorganisme atau dapat juga secara semisintesis, yang dalam mekanisme
kerjanya dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba jenis lain
tetapi bersifat kurang toksik bagi pejamunya (Dorland, 2011). Pengertian lain dari
antibiotika yaitu suatu zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat menghambat atau membunuh mikroba jenis lain (Sukandar, 2008).

4.2 Penggolongan Antibiotika


Penggolongan antibiotika dapat diklasifikasikan berdasarkan empat
mekanisme, yaitu berdasarkan aktivitas antibiotika, struktur kimia antibiotika,
sifat toksisitas selektif, dan mekanisme aksi antibiotika.
a. Berdasarkan aktivitas antibiotika
Berdasarkan aktivitasnya, antibiotika dapat dibagi menjadi dua kelompok
besar yaitu antibiotika berspektrum luas (Broad Spectrum) dan antibiotika
berspektrum sempit (Narrow Spectrum). Definisi antibiotika berspektrum
luas yaitu antibiotika yang dapat menghambat atau membunuh bakteri dari
dua jenis golongan, seperti Gram-negatif ataupun Gram-positif. Antibiotika
berspektrum sempit memiliki arti yaitu antibiotika yang hanya mampu
menghambat satu jenis golongan bakteri, contohnya hanya mampu
menghambat atau membunuh jenis bakteri dari Gram-negatif atau hanya
dapat menghambat atau membunuh jenis bakteri dari Gram-positif (Pratiwi,
2008).
b. Berdasarkan struktur kimia antibiotika
Berdasarkan struktur kimianya, antibiotika dapat diklasifikasikan kedalam
10 golongan, yaitu sebagai berikut :

45
46

Penggolongan Antibiotika Berdasarkan Struktur Kimia (WHO, 2013)


Golongan
Jenis Antibiotika
Antibiotika
Golongan penisilin Amoksisilin, ampisilin, metampisilin, bacampisilin
Golongan Streptomisin, tobramisin, gentamisin, kanamisin,
aminoglikosida neomisin
Golongan tetrasiklin Doksisiklin, tetrasiklin, minosiklin, oksitetrasiklin
Golongan makrolida Eritromisin, spiramisin, klaritromisin
Ofloksasin, siprofloksasin, levofloksasin,
Golongan kuinolon
trovafloksasin
Golongan
Kotrimoksazol, trimetoprim, sulfametoksazol
sulfonamide
Golongan amfenikol Kloramfenikol, tiamfenikol
Antibiotika lain Metronidazol, tinidazol, ornidazol

1) Berdasarkan toksisitas selektif


Berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, antibiotika terdiri dari dua
jenis yaitu bakteriostatik dan bakterisid. Antibiotika yang memiliki
aktivitas bakteriostatik artinya memiliki sifat menghambat
pertumbuhan mikroba, sedangkan antibiotika yang memiliki aktivitas
bakterisid artinya memiliki sifat membunuh mikroba. Kadar minimal
yang diperlukan untuk menghambat dan atau membunuh pertumbuhan
mikroba biasanya disebut kadar hambat minimal (KHM) dan kadar
bunuh minimal (KBM). Pada antibiotika tertentu aktivitasnya dapat
meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid apabila kadar
antibiotika tersebut ditingkatkan melebihi KHM- nya (Gunawan et al.,
2007).
2) Berdasarkan mekanisme aksi
Berdasarkan mekanisme aksi, antibiotika dapat dibagi menjadi lima
kelompok yaitu sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 2011) :
a) Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti
beta laktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem,
inhibitor beta laktamase), basitrasin dan vankomisin.
b) Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya
47

aminoglikosida, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida


(eritromisin, azitomisin, klaritromisin), klindamisin, mupirosin
dan spektinomisin.
c) Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat,
misalnya trimetoprin dan sulfonamid.
d) Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya
kuinolon dan nitrofurantoin.

4.3 Efek Samping Antibiotik

NO Antibiotik Informasi

1 Beta Reaksi yg tidak diinginkan:


laktam • alergi: anafilaksi, urtikaria, serum sickness, rash dan demam ;
(penisilin, • Diare: umum terjadi pada penggunaan ampisilin, augmentin,
sefalospori seftriakson dan sefoperazon. Kolitis terkait antibiotik dapat
n, terjadi pada sebagian besar penggunaanantibiotik
monobakta
m,
karbapene
m)
• Anemia hemolitik: umum terjadi pada dosis tinggi. Aktifitas
antiplatelet (penghambatan agregasi platelet) sebagian besar
terjadi padapenisilin antipseudomonal dan betalaktam lain pada
dalam kadar serum tinggi.

• Hipotrombinemia lebih sering terkait dengan sefalosporin yang


memiliki rantai samping metiltetrazoletiol (sefamandol,
sefotetan, sefoperazon, sefametazol). Reaksi ini dapat dicegah
dan bersifat reversibel denganpemberian vit K.

2 Aminoglikos Efek samping:


ida Hipotensi, mual, nefrotoksisitas; insiden kejadian 10%-15%.
(gentamisin, Umumnya reversibel, biasanya terjadi 5-7 hari terapi. Faktor
tobramisin, risiko: dehidrasi, usia, dosis, durasi, pemberian bersama
amikasin, nefrotoksin, penyakit liver.
metilmisin)

3 Makrolid Efek samping:


(eritromisi • Mual, muntah, “rasa terbakar: di perut; pada pemberian oral.
n, Azitromisin dan klaritromisin menyebabkan mual lebih rendah
azitromisi dibandingkan eritromisin.
n,
klaritromi
sin)
48

• Cholestatic jaundice: dilaporkan pada semua garam


eritromisin, paling utama dengan estolat

• Ototoksisitas: sebagian besar terjadi pada dosis tinggi pada


pasien yang mengalami gangguan ginjal dan atau gagal hepatik

4 Tetrasiklin Efek samping:


• Alergi
• Fotosensitifitas
• Deposisi gigi/tulang dan diskolorisasi:; hindari digunakan pada
anak, wanita hamil dan ibu menyusui.
• Gastrointestinal: umumnya gastrointestinal bagian atas
• Hepatiis: umumnya pada kehamilan dan orang tua
• Renal (azotemia): tetrasiklin memiliki efek antianabolik dan
seharusnya dihindari pada pasien dengan penurunan fungsi
ginjal. Yang paling kurang menimbulkan masalah ini:
doksisiklin.
• Vestibular: terkait dengan minosiklin, terutama pada dosis
tinggi.
5 Vankomisin Efek samping:
• Ototoksisitas; hanya jika digunakan bersama dengan ototoksin,
misalnya aminoglikosida dan makrolid
• Nefrotoksisitas: sedikit hingga tidak bersifat nefrotoksisitas.
Dapat meningkatkan nefrotoksisitas aminoglikosida.
• Hipotensi, flushing: terkait dengan infus cepat vankomisin.
Lebih umum terjadi pada peningkatan dosis.
• Flebitis: memerlukan pengenceran volume besar.

4.4 Penggunaan Antibiotik untuk Kelompok Khusus


a. Penggunaan Antibiotik Pada Anak
Perhitungan dosis antibiotik berdasarkan per kg berat badan ideal sesuai
dengan usia dan petunjuk yang ada dalam formularium. Pada praktek
pemilihan antibiotik untuk anak tetap memperhatikan manfaat dan risiko.
b. Penggunaan Antibiotik Pada Usia Lanjut
Hal yang harus diperhatikan pada pemberian antibiotik pada usia lanjut:
1) Pada umumnya pasien usia lanjut (>60 tahun) mengalami mild renal
impairement (gangguan fungsi ginjal ringan) sehingga penggunaan
antibiotik tertentu yang eliminasinya terutama melalui ginjal
memerlukan penyesuaian dosis atauperpanjangan interval pemberian.
49

2) Komorbiditas pada usia lanjut yang sering menggunakan berbagai


jenis obat memerlukan pertimbangan terjadinya interaksi dengan
antibiotik.
c. Penggunaan Antibiotik Pada Penurunan Fungsi Ginjal (Renal
Insufficiency) dan Gangguan Fungsi Hati
1) Penyesuaian Dosis pada Penurunan Fungsi Hati
Pedoman penyesuaian dosis insufisiensi fungsi liver tergantung dari
kondisi fungsi hati tersebut. Secara umum dikatakan bahwa
penyesuaian dosis hanya dilakukan pada insufisiensi hati serius sehingga
insufisiensi ringan sampai sedang tidak perlu dilakukan penyesuaian
dosis. Strategi praktissbb :
a) Dosis total harian diturunkan sampai 50% bagi obat yang
tereliminasi melalui liver padapasien sakit hati serius
b) Sebagai alternatif, dapat menggunakan antibiotik yang
tereliminasi melalui ginjal dengan dosis regular
2) Penyesuaian Dosis pada Gangguan Fungsi Ginjal
a) Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal, dosis
antibiotik disesuaikan dengan bersihan kreatinin (Creatinine
clearance). Penyesuaian dosis penting untuk dilakukan terhadap
obat dengan rasio toksik–terapetik yang sempit, atau obat yang
dikonsumsi oleh pasien yang sedang mengalami penyakit ginjal.
b) Usahakan menghindari obat yang bersifat nefrotoksis.
Berikut adalah beberapa acuan yang dapat digunakan dalam penyesuaian
dosis:
1) Jika bersihan kreatinin (Clearance creatinine = ClCr) obat yang
tereliminasi melalui ginjal 40-60 ml/menit, dosis diturunkan 50%
dengan interval waktu regular
2) Jika Clearance creatinine (Clcr) 10-40ml/menit, dosis obat yang
eliminasi utamanya melalui ginjal diturunkan 50% dan interval waktu
pemberian diperpanjang dua kali lebih lama dari interval regular
3) Sebagai alternatif, dapat menggunakan antibiotik yang eliminasi
50

utamanya melalui hati dengan dosisreguler


4) Clearance creatinine (Clcr) digunakan sebagai gambaran fungsi
ginjal. Perhitungan dapatmenggunakan formula sbb :
Laki-laki : Clcr (ml/menit) = [(140-Umur(th)]x BB(kg)
72 Srcr (mg/dl)
Perempuan = 0.85 x ClCr (laki-laki)
5) Dosis muatan (Loading dose) dan dosis rumatan (maintenance dose)
insufisiensi ginjal. Kalkulasi dosis muatan obat yang rute eliminasi
utama melalui ginjal tidak ada perubahan dosis, sedangkan dosis
rumatan disesuaikan dengan kalkulasi bersihan kreatinin
6) Pada Antibiotik Golongan Aminoglikosida (misalnya: Amikasin,
Gentamisin, Netimisin, Tobramisin dll), penggunaan dosis tunggal
setelah dosis muatan telah terbukti menurunkan risiko potensial
toksisitas ginjal. Strategi ini direkomendasikan bagi semua pasien
termasuk pasien kritis (Critically Ill) (Menteri Kesehatan RI, 2011).

Resep 1
51

1) Administratif (Kelengkapan Resep)

No. URAIAN PADA RESEP


ADA TIDAK
1 Nama Dokter 
2 SIP Dokter 
3 Aalmat Dokter 
4 Nomor telepon 
5 Tempat dan tanggal penulisan 
resep
6 Tanda resep diawal penulisan 
resep (R/)
7 Nama Obat 
8 Kekuatan obat 
9 Jumlah obat 
10 Nama pasien 
11 Jenis kelamin 
12 Umur pasien 
13 Barat badan 
14 Alamat pasien  ü
15 Aturan pakai obat 
16 Iter/tanda lain 
17 Tanda tangan/paraf dokter ü 
Kesimpulan:
Resep tersebut lengkap / tidak lengkap.
Resep tidak lengkap karena tidak mencantumkan informasi mengenai
umur, berat badan pasien serta paraf dokter.

2) Kesesuaian Farmasetis

No Kriteria Permasalahan Pengatasan


1 Bentuk sediaan - Sesuai
2 Stabilitas obat - Sesuai
3 Inkompatibiltas - Sesuai
4 Cara pemberian - Sesuai
5 Jumlah dan aturan pakai - Sesuai
52

No. Nama Obat Dosis Dosis Literatur Kesimpulan Rekomendasi


Resep
1 Amoxicillin 2x sehari oral: 250 mg tiap 8 jam, Sesuai -
1 tablet dosis digandakan pada
500 mg infeksi berat; Anak
hingga 10 tahun: 125 -
250 mg tiap 8 jam,
dosis digandakan pada
infeksi berat (PIONAS)
2 Methylprednis 2x sehari Dosis dewasa: 2-60 mg Sesuai -
olone 1 tablet 4 per hari (PIONAS)
mg

3 Cetirizine 1x sehari Dewasa dan anak diatas Sesuai -


6 tahun: 10mg
perhari. Anak 3-6
tahun : 5 mg/hari atau
2,5 mg (PIONAS)

3) Aspek Klinis
a. Amoxicillin
Indikasi Dosis Mekanisme
Antibiotik Oral: 250 mg tiap 8 jam, dosis digandakan Amoksisilin merupakan
pada infeksi berat; antibiotik golongan
Anak hingga 10 tahun: 125 - 250 mg tiap 8 penisilin yang efektif
jam, dosis digandakan pada infeksi berat. untuk mengatasi infeksi
Otitis media, 1 g setiap 8 jam. Anak 40 yang disebabkan oleh
mg/kg bb sehari dalam 3 dosis terbagi bakteri Gram positif dan
(maksimum 3 g sehari). Gram negatif.
Pneumonia, 0,5 – 1 g setiap 8 jam. Amoksisilin bersifat
Antrax (terapi dan profilaksis setelah bakteriolitik,
paparan), 500 mg setiap 8 jam; Anak berat mengandung senyawa β-
badan kurang dari 20 kg, 80 mg/kg bb laktam, dan berperan
sehari dalam 3 dosis terbagi, berat badan sebagai inhibitor sintesis
lebih dari 20 kg, dosis dewasa. dinding sel. Mekanisme
Terapi oral jangka pendek: aksi amoksisilin yaitu
Abses gigi: 3 g, diulangi setelah 8 jam; menghambat sintesis
Infeksi saluran kemih: 3 g, diulangi setelah dinding sel bakteri
10-12 jam; dengan mengikat satu
Injeksi intramuskular: 500 mg tiap 8 jam; atau lebih pada ikatan
Anak, 50-100 mg/kg bb sehari dalam dosis penisilin-protein (PBPs –
terbagi; Protein binding
Injeksi intravena atau infus: 500 mg tiap 8 penisilin’s), sehingga
jam, dapat dinaikkan sampai 1 g tiap 6 jam menyebabkan
pada infeksi berat; Anak: 50-100 mg/hari penghambatan pada
53

dalam dosis terbagi. tahapan akhir


Listerial meningitis (dalam kombinasi transpeptidase sintesis
dengan antibiotik lain), infus intravena, 2 g peptidoglikan dalam
setiap 4 jam untuk 10 -14 jam. dinding sel bakteri,
Endokarditis (dalam kombinasi dengan akibatnya biosintesis
antibiotik lain jika diperlukan), infus dinding sel terhambat,
intravena, 2 g setiap 6 jam, ditingkatkan dan sel bakteri menjadi
hingga 2 g setiap 4 jam, seperti dalam pecah (Kaur et al. 2011).
endokarditis enterokokus atau jika
amoksisilin digunakan tunggal (PIONAS).

b. Methylprednisolone
Indikasi Dosis Mekanisme
Antiinflamasi Dosis dewasa: 2-60 mg per hari, terbagi Metilprednisolon (MT)
menjadi 1-4 kali pemberian, tergantung adalah obat golongan
jenis penyakit yang sedang diobati. kortikosteroid.
Dosis anak-anak: 0,5-1,7 mg/kgBB per Kortikosteroid
hari. Pemberian obat dilakukan tiap 6-12 merupakan golongan
jam (Alodokter). hormon steroid yang
sangat penting yang
berefek pada fisiologi
manusia. Mekanisme
aksi kortikosteroid
sebagai anti inflamasi
adalah dengan
menghambat sintesis
asam arakidonat oleh
pospolipid agar tidak
membentuk
prostaglandin dan
leukotrien untuk
mengeluarkan mediator
inflamasi serta
menurukan permeabilitas
vaskular pada daerah
yang mengalami
inflamasi (Gupta et al.
2008).
54

c. Cetirizine
Indikasi Dosis Mekanisme
Antihistamin Dewasa dan anak diatas 6 tahun: 10mg/hari Mekanisme kerja obat
pada malam hari bersama makanan. Anak cetirizine adalah dengan
3-6 tahun : 5 mg/hari pada malam hari atau menghalangi peningkatan
2,5 mg pada pagi dan malam hari. Tidak permeabilitas kapiler,
ada data untuk menurunkan dosis pada dan edema yang
pasien lansia. Insufisiensi ginjal, disebabkan oleh
dosis 1/2 kali dosis rekomendasi (PIONAS). pelepasan histamin.
Selain itu, kerja obat
yang menekan aksi
histamin pada saraf
akhir, akan mengurangi
rasa gatal dan kemerahan
pada kulit akibat reaksi
alergi.

Resep 2
55

1) Administratif (Kelengkapan Resep)

No. URAIAN PADA RESEP


ADA TIDAK
1 Nama Dokter 
2 SIP Dokter 
3 Aalmat Dokter 
4 Nomor telepon 
5 Tempat dan tanggal penulisan 
resep
6 Tanda resep diawal penulisan 
resep (R/)
7 Nama Obat 
8 Kekuatan obat 
9 Jumlah obat 
10 Nama pasien 
11 Jenis kelamin 
12 Umur pasien 
13 Barat badan 
14 Alamat pasien  ü
15 Aturan pakai obat 
16 Iter/tanda lain 
17 Tanda tangan/paraf dokter ü 
Kesimpulan:
Resep tersebut lengkap / tidak lengkap.
Resep tidak lengkap karena tidak mencantumkan informasi mengenai
SIP Dokter dan berat badan pasien.

2) Kesesuaian Farmasetis

No Kriteria Permasalahan Pengatasan


1 Bentuk sediaan - Sesuai
2 Stabilitas obat - Sesuai
3 Inkompatibiltas - Sesuai
4 Cara pemberian - Sesuai
5 Jumlah dan aturan pakai - Sesuai
56

No. Nama Obat Dosis Dosis Literatur Kesimpulan Rekomendasi


Resep
1 Azitromycin 1x sehari 2 Anak di atas 6 bulan, 10 Sesuai -
mL mg/kg bb sekali sehari
(syrup) selama 3 hari; berat badan
15-25kg, 200mg sekali
sehari selama 3 hari; berat
badan 26-35 kg, 300 mg
sekali sehari selama 3
hari; berat badan 36-45
kg, 400 mg sekali sehari
selam 3 hari.(PIONAS)
Tiap 5 ml: azitromisin
200 mg.

2) Aspek Klinis
a. Azitromicin

Indikasi Dosis Mekanisme


Antibiotik Dewasa : 500 mg sekali sehari selama 3 hari. Azitromisin merupakan
Anak : antibiotik spektrum
 di atas 6 bulan, 10 mg/kg bb sekali sehari sedang yang bersifat
selama 3 hari; bakteriostatik
 berat badan 15-25kg, 200mg sekali sehari (menghambat
selama 3 hari; pertumbuhan kuman).
 berat badan 26-35 kg, 300 mg sekali sehari Antibiotik ini bekerja
selama 3 hari; dengan cara menghambat
 berat badan 36-45 kg, 400 mg sekali sehari sintesis protein kuman
selam 3 hari (PIONAS). dengan jalan berikatan
secara reversibel dengan
ribosom subunit 50.
Azitromisin tidak
menghambat
pembentukan ikatan
peptide, namun lebih
pada menghambat proses
translokasi tRna dari
tempat akseptor di
ribosome ke lokasi donor
di peptidil (Kaur et al.
2011).
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Apotek merupakan sarana untuk melakukan pelayanan kefarmasian yang
dipimpin oleh apoteker dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian.Pemberian
Informasi tentang penggunaan obat kepada pasien merupakan hal yang harus
diperhatikan oleh tenaga kefarmasian. Sehingga kesalahan penggunaan obat
padapasien dapat dihindari. Hal tersebut akan menjadikan pelayanan kefarmasian
di Apotek semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan
masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

5.2 Saran
Berdasarkan pengamatan selama Praktik Kerja Profesi Apoteker yang
dilaksanaan di Apotek Kimia Farma 605 Ciamis, maka penulis memberikan
beberapa masukan dalam hal berikut:
a. Perlu disediakannya ruangan konseling untuk menunjang pelayanan
konsultasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada pasien oleh apoteker.
b. Program Pelayanan Informasi Obat (PIO) terus ditingkatkan seperti
dengan cara menyediakan brosur-brosur atau papan media mengenai
informasi obat atau pun informasi mengenai kesehatan terbaru pada
umumnya.

57
DAFTAR PUSTAKA

Brunton, L.L., B.A. Chabner, and B.C. Knollmann, Goodman & Gilman's: The
Pharmacological Basis of Therapeutics. 2011, McGraw-Hill: New York

Corwin, E.J. (2011). Patofisiologi Buku Ajar. Cetikan ke-3. Jakarta: EGC. Interna
Publishing.

Dorland, W.A., Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 28, diterjemahkan oleh
Mahode, A.A. dan Rachman, L.Y., hal. 68, Penerbit Buku Kedokteran ECG,
Jakarta.

Direktorat Jendral Pajak, 2013. Ketentuan Umum Perpajakan. Jakarta: Direktorat


Jendral Pajak

Gunawan, S.G., Setiabudi, R., Nafrialdi, Elysabeth, (Ed), 2007, Farmakologi dan
Terapi, Edisi 5, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, pp. 585-595.

Gupta, P., Bhatia, V., 2008. Corticosteroid Physiology and Priciples Therapy,
Indian Jurnal Pediatric, vol.75,

Kaur, S.P., Rekha, R., Sanju, N., 2011. Amoxicillin : A Broad Spectrum
Antibiotic. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences, 3 (3), 30-37.

Kementrian Kesehatan RI, 2011, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi


Antibiotik.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan: Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian:
Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian: Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2017 tentang Apotek: Jakarta

Kimia Farma. 2015. Profil Perusahaan Kimia Farma.


https://www.kimiafarma.co.id/index.php?lang=id

58
59

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT.


Rineka Cipta

Nuraini, Bianti. 2015. “Risk Factors of Hypertension.” Jurnal Majority 4(5): 10–
19.

Pratiwi, S,T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Penerbit Erlangga, Jakarta, pp. 151-
162.

Purwana, D., & Hidayat, N. (2016). Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada.Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Bisnis.
Bandung: Alfabeta.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2018.

Sukandar, E., 2008, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, PAPDI, Jakarta.

Suliyanto. 2010. Studi Kelayakan Bisnis Pendekatan Praktis. Andi Offset.


Yogyakarta.

World Health Organization, 2013, Guidelines for ATC Classification and DDD
Assignment, 16th edition, WHO Collaborating Centre for Drug Statistics
Methodology Norwegian Institute of Public Health, Oslo, pp. 15-22. Apotek
Kimia Farma 605 Ciamis
LAMPIRAN 1
Apotek Kimia Farma 605 Ciamis

60
LAMPIRAN 2

Swalayan

61
LAMPIRAN 3
Surat Pesanan

62
LAMPIRAN 4
Surat Pesanan Prekursor Farmasi

63
LAMPIRAN 5
Surat Pesanan Psikotropik

64
LAMPIRAN 6

Nota Penerimaan Obat

65
LAMPIRAN 7

Kwitansi Apotek

66
LAMPIRAN 8

Copy Resep

67
LAMPIRAN 9

Nota Pengambilan / Pengantar Obat

68
LAMPIRAN 10

Form Swamedikasi

69
LAMPIRAN 11

Etiket dan Label

70

Anda mungkin juga menyukai