Anda di halaman 1dari 91

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK KIMIA FARMA 543 TASIKMALAYA


PERIODE 01-29 FEBRUARI 2020

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Apoteker (Apt.)
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh :
SELMA MUNGGARAY
240431119032

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GARUT
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK KIMIA FARMA 543 TASIKMALAYA
Jl. HZ Musthofa No. 108
Periode 01– 29 Februari
2020

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Apoteker


Di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Garut
2020

Disusun Oleh :
Selma
Munggaray
240431119032

Disetujui oleh :

Shendi Suryana, M.Farm.,Apt Olivia Sedona, S.Farm.,Apt


Perseptor Internal Perseptor Eksternal

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
petunjuk, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma 543 Tasikmalaya.
Penyusunan laporan ini bertujuan untuk melengkapi salah satu syarat mengikuti
ujian apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Garut. Dalam menyelesaikan laporan ini,
penulis mendapatkan banyak pengarahan, dukungan moral dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. dr. Siva Hamdani, MARS selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Garut.
2. Dr. Ria Mariani, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Garut.
3. Shendi Suryana, M.Farm., Apt selaku preseptor internal Praktik Kerja Profesi
Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Garut.
4. Olivia Sedona, S.Farm., Apt selaku Apoteker Penanggung Jawab Apotek
Kimia Farma 543 Tasikmalaya dan selaku preseptor instansi Praktik Kerja
Profesi Apoteker.
5. Seluruh staff dan karyawan Apotek Kimia Farma 543 Tasikmalaya, atas
semua bantuan dan kerjasamanya selama pelaksanaan Praktik Kerja Profesi
Apoteker.
6. Kedua orang tua, yang senantiasa memberikan do’a, kasih sayang, serta
dukungan baik moril maupun materil.
7. Segenap Staff Pengajar dan karyawan Program Studi Profesi Apoteker,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Garut..
8. Rekan-rekan Apoteker Angkatan kedua tahun 2019 Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Garut. yang senantiasa membantu dan

ii
memberi motivasi. Semua pihak yang telah membantu proses praktik kerja
rofesi apoteker dan penyusunan laporan ini. Semoga Allah SWT membalas
semua kebaikan mereka.
Akhirnya, penulis berharap semoga laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di
rumah sakit ini dapat menambah dan memperluas wawasan dalam bidang kesehatan,
khususnya bidang kefarmasian.

Tasikmalaya, Februari 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................... iii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................... v

DAFTAR GAMBAR.............................................................................. vi

DAFTAR TABEL................................................................................... vii

BAB
I PENDAHULUAN....................................................................... 1

1.1 Latar Belakang........................................................................ 1

1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker.................................. 2

1.3 Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker.......................... 2

II TINJAUAN UMUM APOTEK................................................. 3

2.1 Definisi Apotek...................................................................... 3

2.2 Tugas dan Fungsi Apotek....................................................... 3

2.3 Persyaratan Apotek................................................................. 3

2.4 Tata Cara Pendirian Apotek................................................... 7

2.5 Pencabutan Izin Apotek.......................................................... 13

2.6 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP.. 13

2.7 Pelayanan Farmasi Klinik....................................................... 25

III TINJAUAN KHUSUS APOTEK.............................................. 35

3.1 Sejarah PT. Kimia Farma Apotek.......................................... 35

3.2 Visi dan Misi.......................................................................... 37

3.3 Apotek Kimia Farma 543 Tasikmalaya.................................. 37


3.4 Tugas dan Fungsi Tenaga Kerja............................................. 41

iv
3.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan 43

Apotek Kimia Farma 543 Tasikmalaya...................................


3.6 Pelayanan Kefarmasian Apotek Kimia Farma 543 Tasikmalaya
47
IV TUGAS KHUSUS....................................................................... 52
4.1 Tinjauan Pustaka..................................................................... 52
4.2 Terapi Epilepsi….................................................................... 62
V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA................................................................. 71
LAMPIRAN................................................................................ 73

v
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman

1 Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma 543.............................................75


2 Alur Pelayanan Resep...................................................................................76
3 Contoh Surat Pesanan Prekursor...................................................................77
4 Contoh Surat Pesanan Obat Reguler.............................................................78
5 Contoh Surat Pesanan OOT..........................................................................79
6 Contoh Blanko Copy Resep..........................................................................80
7 Contoh Blanko Kartu Stok............................................................................81
8 Contoh Plastik Klip dan Etiket Obat.............................................................82
9 Contoh Faktur dan Pembukuan....................................................................83
10 Contoh Label Obat Perhatian Khusus...........................................................84
11 Contoh Tempat Dispensing dan Kardus Pengiriman....................................85
12 Contoh Tempat Penyimpanan Obat..............................................................86
13 Contoh Tempat Penyerahan Resep...............................................................87

vi
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

II.1 Penandaan Obat Bebas.................................................................................14


II.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas...................................................................14
II.3 Penandaan Tanda Peringatan........................................................................14
II.4 Penandaan Obat Keras dan psikotropika......................................................15
II.5 Penandaan Narkotika....................................................................................17
II.6 Penandaan Obat Generik..............................................................................25
III.1 Logo PT. Kimia Farma (Persero).................................................................36

vii
DAFTAR TABEL

TABEL Halaman
VI.1 Faktor Resiko Epilepsi…......................................................... 59

VI.2 Gejala dan Tanda Epilepsi ...................................................... 62

VI.3 Daftar Obat Anti Epilepsi beserta Indikasi............................. 64

VI.4 Dosis Umum Obat Anti Epilepsi Dewasa.............................. 65

VI.5 Efek Samping Obat Anti Epilepsi........................................... 66

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36
tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis.1 Untuk mendukung upaya kesehatan tersebut diperlukan
sarana-sarana kesehatan. Salah satu sarana kesehatan yang mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut adalah apotek. 2
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2017, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian oleh apoteker.2 Pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dimana
peran apoteker untuk memberikan pelayanan langsung dan
bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud untuk mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien.3
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari
drug oriented ke patient oriented yang mengacu kepada pharmaceutical
care. Pharmaceutical care ini diartikan sebagai kegiatan pelayanan
kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai
komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Oleh karena itu, apotek diharapkan
mampu menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu. Apoteker dalam
menjalankan praktik harus sesuai standar untuk menghindari kemungkinan
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Salah satu upaya
seorang apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian yang baik

1
2

antara lain mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam


menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. (4)
Praktik Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu upaya untuk
mendapatkan pengalaman di dunia kerja, pengetahuan dan pemahaman
tentang peran apoteker di pelayanan Kefarmasian.

1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker


Tujuan praktik kerja profesi di apotek bagi mahasiswa tingkat profesi
apoteker adalah:
1. Mengetahui dan memahami kegiatan di apotek pada umumnya dan
Apotek Kimia Farma pada khususnya.
2. Meningkatkan pemahaman secara langsung di lapangan tentang peran,
fungsi, dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan
kefarmasian di apotek.
3. Memberi bekal bagi para calon apoteker dalam rangka mempersiapkan
diri untuk menjadi tenaga profesi kesehatan yang berkualitas.
4. Memberikan gambaran bagi calon apoteker agar dapat lebih memahami
dan mempunyai pengalaman mengenai berbagai permasalahan yang
terjadi di apotek serta mengetahui bagaimana cara mengatasinya.
5. Meningkatkan keterampilan para calon apoteker dalam bidang
manajerial perbekalan farmasi, dan kemampuan berkomunikasi yang
baik.
1.3 Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan di satu apotek
pelayanan PT. Kimia Farma Apotek yaitu Apotek Kimia Farma 543
Tasikmalaya, pada tanggal 01 Februari 2020 sampai dengan tanggal 29
Februari 2020. Praktik Kerja Profesi Apoteker dibagi menjadi 2 shift : Pagi
(07.00-14.00 WIB) dan Siang (14.00-21.00 WIB).
BAB II
TINJAUAN UMUM APOTEK

2.1 Definisi Apotek


Berdasarkan Permenkes RI No. 9 tahun 2017 tentang Apotek, Apotek
adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian
oleh Apoteker.2 Salah satu praktik kefarmasian yang dapat dilakukan di
Apotek yaitu pelayanan kefarmasian dimana pada Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 73 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.4

2.2 Tugas dan Fungsi Apotek


Menurut permenkes no. 9 tahun 2017 tentang apotek mengenai
penyelenggaraan fungsi apotek diantaranya :
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai.
2. Pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.
2.3 Persyaratan Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2017 tentang Apotek, mengenai persyaratan pendirian menyebutkan :
1. Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau
modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
2. Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan
pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan
sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. Pendirian Apotek harus
memenuhi persyaratan, meliputi:2

3
4

2.3.1 Lokasi
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran
Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat
dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian.
2.3.2 Bangunan Apotek
Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan,
dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia. Bangunan
Apotek harus bersifat permanen, dapat merupakan bagian dan atau
terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah
kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.
2.3.3 Sarana dan Prasarana di Apotek
Paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:
i) Area penerimaan Resep
Area ini ditempatkan di bagian paling depan sehingga mudah
terlihat oleh pasien. Sekurang kurangnya terdiri atas counter
penerimaan resep serta satu set komputer untuk melakukan pekerjaan
administrasi.
ii) Ruang pelayanan Resep dan peracikan
Ruang pelayanan Resep dan peracikan meliputi rak obat dan meja
peracikan. Sekurang-kurangnya tersedia peralatan peracikan,
timbangan obat, air minum (mineral) untuk pengencer, sendok obat,
bahan pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko
salinan Resep, etiket, dan label obat. Ruangan dapat dilengkapi
dengan pendingin ruangan.
iii) Area Penyerahan
Area penyerahan obat berupa counter penyerahan obat yang
dapat digabungkan atau bersebelahan dengan counter penerimaan
Resep.
iv) Ruang Konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja
dan kursi konseling, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu
konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan
pasien.
v) Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,
temperatur, kelembaban, serta ventilasi untuk menjamin mutu produk
dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan
lemari obat, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, alat pengukur
suhu dan catatan suhu.
vi) Ruang Arsip
Digunakan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP serta catatan
pelayanan kefarmasian seperti catatan konseling maupun catatan
pengobatan pasien dalam jangka waktu tertentu.
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:
a. Instalasi air bersih
b. Instalasi listrik.
c. Sistem tata udara.
d. Sistem proteksi kebakaran.
Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian. Diantaranya rak obat, alat
peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi,
komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan
pasien, dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan.Sarana, prasarana,
dan peralatan harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan
baik.
2.3.4 Ketenagaan
Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat
dibantu oleh apoteker lain, tenaga teknis kefarmasian dan atau tenaga
administrasi. Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian wajib memiliki
surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Semua Apoteker yang akan melaksanakan praktik kefarmasian
harus memiliki sertifikat kompetensi Apoteker. Sertifikat kompetensi
profesi Apoteker berlaku selama lima tahun dan dapat dilakukan
sertifikasi ulang setelah habis masa berlakunya. Calon Apoteker yang
baru lulus pendidikan profesi harus mengikuti Uji Kompetensi
Apoteker Indonesia (UKAI) sebelum dapat diberikan sertifikat
kompetensi Apoteker.5
Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK) dan/ atau tenaga administrasi dalam pengelolaan
Apotek. Apoteker wajib memiliki surat izin praktik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan berupa Surat Izin Praktik
Apotek (SIPA).(4) Sebelum memperoleh SIPA, Apoteker harus
memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 31 tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Nomor 889 tahun 2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, STRA
diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
Menteri akan mendelegasikan pemberian STRA kepada Komite
Farmasi Nasional (KFN). Masa berlaku STRA selama 5 tahun dan
dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk
memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:5
a. Memiliki ijazah Apoteker.
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
apoteker.
d. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik; dan.
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi.
Pengurusan SIPA dilakukan di Penyelenggara Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota tempat Apoteker akan
melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian. Permohonan SIPA harus
melampirkan:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat
keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian.
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4
sebanyak 2 (dua) lembar.
Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat
memiliki paling banyak 3 SIPA untuk fasilitas pelayanan kefarmasian,
sementara Apoteker yang memiliki SIA (Surat Izin Apotek), boleh
memiliki paling banyak 2 SIPA di fasilitas pelayanan kefarmasian
lain.
2.4 Tata Cara Pendirian Apotek 6
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 9 tahun 2017 tentang
Apotek, Apotek dapat didirikan oleh Apoteker dengan modal sendiri
dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
Namun, pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
Apoteker yang bersangkutan apabila pendirian suatu Apotek bekerja sama
dengan pemilik modal. Sebelum suatu Apotek dapat beroperasi, seorang
Apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA). SIA berlaku selama 5
tahun dan dapat diperpanjang apabila masih memenuhi persyaratan.
Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis untuk memperoleh SIA
melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten/Kota apabila
perizinan dilakukan diluar wilayah DKI Jakarta atau PTSP Kecamatan
apabila perizinan dilakukan di wilayah DKI Jakarta. Permohonan harus
ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen
administratif meliputi: 4
a. Fotokopi SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker), dapat menggunakan
SIPA kesatu, kedua atau ketiga.
b. Fotokopi KTP Apoteker.
c. Surat Pernyataan bahwa APA tidak merangkap/bekerja di Apotek lain/
Industri lain dan sanggup bekerja sebagai APA di Apotek dimaksud.
d. Fotokopi perjanjian kerjasama antara APA dan Pemilik Sarana Apotek
(PSA) (di depan Notaris).
e. Surat pernyataan PSA bahwa tidak pernah terlibat pelanggaran
perundangundangan dibidang Farmasi.
f. Peta Lokasi dan Denah Bangunan Apotek.
g. Status Bangunan dan kaitannya dengan PSA (Hak Milik/Sewa/Kotrak).
h. Daftar Asisten Apoteker dilampiri Fotokopi Ijasah dan SIPTTK.
i. Surat izin Atasan untuk APA yang bekerja sebagai PNS/BUMN; dan
j. Surat Izin Tempat Usaha (SITU).
Paling lama dalam waktu 6 hari kerja sejak menerima permohonan
dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untuk
melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek. Tim pemeriksa
harus melibatkan unsur dinas kesehatan kabupaten/kota yang terdiri atas
tenaga kefarmasian dan tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan
prasarana. Paling lama dalam waktu 6 hari kerja sejak tim pemeriksa
ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat
yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota. Paling lama dalam waktu 12 hari kerja sejak
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan dan dinyatakan
memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan
SIA dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Bila hasil pemeriksaan oleh tim pemeriksa dinyatakan masih belum
memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus
mengeluarkan surat penundaan paling lama dalam waktu 12 hari kerja.
Pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu 1 bulan
sejak surat penundaan diterima. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi
kelengkapan persyaratan, maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
mengeluarkan Surat Penolakan. Apabila Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA melebihi jangka waktu (12 hari
kerja), Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan Apotekdengan
menggunakan BAP sebagai pengganti SIA. Pemerintah daerah menerbitkan
SIA bersamaan dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA.
Oleh sebab itu, masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA. Setiap
perubahan alamat dilokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah
lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek harus
dilakukan perubahan izin mengikuti ketentuan seperti pengajuan SIA untuk
pertama kalinya. Namun, untuk Apotek yang melakukan perubahan alamat
di lokasi yang sama atau perubahan nama Apotek tidak perlu dilakukan
pemeriksaan setempat oleh tim pemeriksa.
2.4.1 Perizinan Pendirian Apotek
Perizinan pendirian apotek dilakukan berdasarkan sistem online
single supmission (OSS) yaitu pelayanan perizininan berusaha
terintegrasi secara elektronik. Berdasarkan Permenkes No 26 tahun
2018 tentang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara
elektronik.
Pelaksanaan kewenangan penerbitan perizinan berusaha wajib
dilakukan melalui lembaga OSS. Lembaga OSS untuk dan atas nama
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota menerbitkan perizinan
berusaha. Penerbitan perizinan berusaha oleh lembaga OSS dilakukan
dalam bentuk dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dibidang informasi, transaksi elektronik dan
dokumen elektronik disertai dengan tandatangan elektronik.
Dokumen elektronik berlaku sah dan mengikat berdasarkan
hukum serta merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dibidang informasi, transaksi
elektronik dan dokumen elektronik dapat dicetak atau print out.
Mekanisme mendirikan apotek diantaranya :
i) Pemohon mengajukan berkas permohonan, antara lain :
a. Mengisi formulir permohonan.
b. Fotokopi KTP pemilik/ penanggungjawab/ direktur utama
perusahaan.
c. Fotokopi akta notasi pendirian perusahaan (bila ada),
fotokopi sertifikat bangunan.
d. Fotokopi STRA, SIPA, denah bangunan, dan daftar sarana
prasarana.
e. BAP dan Dinas Kesehatan, mengisi surat-surat pernyataan
yang telah disediakan.
f. Nomor induk berusaha (NIB)
ii) Berkas pemohon yang telah lengkap selanjutnya dilakukan
validasi dan meminta pertimbangan teknis ke Dinas Kesehatan.
Setelah pertimbangan teknis terbit dan diterima oleh Dinas
penamaan modal dan perizinan terpadu (DPMPT) diajukan draft
izin.
iii) DPMPT melakukan verifikasi kesesuaian komitmen dengan
peraturan perundang-undangan Tim teknis DPMPT melakukan
survei tempat lokasi (jika diperlukan). DPMPT memberikan
persetujuan pemenuhan komitmen/penolakan komitmen tidak
terpenuhi melalui OSS.
iv) Pemohon menerima notifikasi pemenuhan komitmen dari OSS.
2.4.2 Pembayaran Izin Apotek
i) Perizinan berusaha dapat dikenakan biaya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
ii) Biaya diabayarkan oleh pelaku usaha pada saat penyampaian
dokumen pemenuhan komitmen.
iii) Biaya sebagai bagian dari pemenuhan komitmen.
iv) Pelaku usaha yang telah melakukan pembayaran biaya
mengunggah bukti pembayaran ke dalam sistem OSS.
v) Pelaku usaha yang tidak melakukan kewajiban pembayaran biaya
Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional yang telah
diberikan dinyatakan batal.
2.4.3 Masa Berlaku Izin Usaha
i) Izin usaha berlaku selama pelaku usaha menjalankan usaha
dan/atau kegiatannya.
ii) Izin komersial atau operasional berlaku untuk jangka waktu 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.
2.4.4 Pengawasan
i) Menteri, gubernur, dan/atau bupati/wali kota wajib melakukan
pengawasan atas :
a. Pemenuhan komitmen.
b. Pemenuhan standar, sertifikasi, lisensi dan/atau pendaftaran.
c. Usaha dan/atau kegiatan
ii) Pengawasan dimulai sejak tanggal pernyataan komitmen yang
tercantum dalam OSS.
iii) Pengawasan dilakukan memulai pemeriksaan
a. Dokumen termasuk laporan kegiatan usaha.
b. Ketenagaan.
c. Sarana prasarana.
d. lokasi/tempat.
iv) Dalam hal hasil ditemukan ketidaksesuaian atau penyimpangan,
meteri, gubernur, dan/atau bupati/wali kota mengambil tindakan.
v) Tindakan dapat berupa :
a. Peringatan.
b. Notifikasi pembatalan perizinan berusaha.
c. Penghentian sementara kegiatan berusaha.
d. Pengenaan denda administratif, dan/atau.
e. Pencabutan perizinan usaha
vi) Tindakan disampaikan melalui sistem OSS oleh menteri,
gubernur, dan/atau bupati/wali kota kepala lembaga OSS.
vii) Lembaga OSS berdasarkan penyampaian menteri, gubernur,
dan/atau bupati/wali kota melakukan peringatan, pembatalan,
penghentian sementara kegiatan berusaha, pengenaan denda
administratif, dan/atau pencabutan perizinan berusaha.
2.4.5 Ketenagaan
Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat
dibantu oleh apoteker lain, tenaga teknis kefarmasian dan atau tenaga
administrasi. Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian wajib memiliki
surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Semua Apoteker yang akan melaksanakan praktik
kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi Apoteker. Sertifikat
kompetensi profesi apoteker berlaku selama lima tahun dan dapat
dilakukan sertifikasi ulang setelah habis masa berlakunya. Calon
Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi harus mengikuti Uji
Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI) sebelum dapat diberikan
sertifikat kompetensi Apoteker.5
Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK) dan/ atau tenaga administrasi dalam pengelolaan
Apotek. Apoteker wajib memiliki surat izin praktik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan berupa Surat Izin Praktik
Apotek (SIPA).4 Sebelum memperoleh SIPA, Apoteker harus
memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 31 tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Nomor 889 tahun 2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, STRA
diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
Menteri akan mendelegasikan pemberian STRA kepada Komite
Farmasi Nasional (KFN). Masa berlaku STRA selama 5 tahun dan
dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk
memperoleh STRA.
Apoteker harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 5
a. Memiliki ijazah Apoteker.
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
Apoteker.
d. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik; dan
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi.
Pengurusan SIPA dilakukan di Penyelenggara Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota tempat Apoteker akan
melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian. Permohonan SIPA harus
melampirkan:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat
keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian.
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4
sebanyak 2 (dua) lembar.
Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat
memiliki paling banyak 3 SIPA untuk fasilitas pelayanan kefarmasian,
sementara Apoteker yang memiliki SIA (Surat Izin Apotek), boleh
memiliki paling banyak 2 SIPA di fasilitas pelayanan kefarmasian lain
2.5 Pencabutan Izin Apotek
Pencabutan SIA dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
berdasarkan hasil pengawasan dan atau rekomendasi kepala Balai POM.
Pelaksanaan pencabutan SIA dilakukan setelah dikeluarkan teguran
sebanyak 3 kali.Dalam hal Apotek melakukan pelanggaran berat yang
membahayakan jiwa, SIA dapat dicabut tanpa peringatan. Keputusan
Pencabutan SIA oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota disampaikan
langsung kepada Apoteker dengan tembusan kepada Direktur Jenderal,
kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Badan, dan Dinas
Kabupaten/Kota. 2
2.6 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
2.6.1 Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, dan Obat Keras
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat
dibeli tanpa Resep dokter. Obat bebas memiliki tanda khusus pada
kemasan dan etiket yaitu lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna
hitam. 7 Contoh: Vitamin C tablet.

Gambar II.1 Penandaan Obat Bebas

Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan


oleh Apoteker tanpa Resep dokter dengan disertai tanda peringatan
berupa persegi panjang berwarna hitam dengan panjang 5 cm dan
lebar 2 cm dengan huruf berwarna putih. Obat bebas terbatas
memiliki tanda khusus pada kemasan dan etiket yaitu lingkaran biru
dengan garis tepi berwarna hitam.7 Contoh: Betadine gargle,
Dimenhidrinat (Antimo).
Gambar II.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas

Gambar III.3 Penandaan Tanda Peringatan


Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di Apotek dengan
Resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K
dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh:
Captopril, Glibenklami

Gambar II.4 Penandaan Obat Keras dan Psikotropika

i) Pengelolaan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, dan Obat


Keras
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan perlu diperhatikan
pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan
masyarakat sekitar Apotek.
b. Pengadaan
Pengadaan harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan
peraturan perundang- undangan untuk menjamin kualitas
pelayanan kefarmasian. Pengadaan obat dilakukan kepada
PBF resmi dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) yang
berisi nama obat dan jumlah obat yang dipesan. SP dibuat
rangkap dua, satu untuk PBF dan satu untuk arsip Apotek.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga
yang tertera dalam surat pesanan dengan faktur dan kondisi
fisik barang yang diterima.
d. Penyimpanan
Aspek yang perlu diperhatikan pada penyimpanan obat/bahan
obat yaitu harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik pada
kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan
stabilitasnya, apabila ada suatu keadaan yang menyebabkan
obat harus dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah
terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
(nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa) pada
wadah baru. Sistem penyimpanan dilakukan dengan
memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi obat serta
disusun secara alfabetis dan pengeluaran obat memakai
sistem First Expire First Out dan First In First Out. Obat
yang memiliki nama maupun bentuk kemasan yang mirip
(Look Alike Sound Alike/ LASA) tidak boleh diletakkan
berdekatan dan harus diberikan penanda dengan stiker LASA
pada tempat penyimpanan obat.
e. Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan obat selain narkotika, psikotropika dan
prekursor yang kadaluwarsa atau rusak harus dilakukan
sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan, dan dilakukan oleh
Apoteker serta disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima)
tahun dapat dimusnahkan oleh Apoteker disaksikan oleh
petugas lain di Apotek.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan
jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui
pengaturan sistem pengelolaan persediaan. Pengelolaan
persediaan dapat menggunakan prinsip pareto, analisis ABC,
maupun analisis VEN atau kombinasi ketiganya. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan,
kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa,
kehilangan serta pengembalian pesanan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan
lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari
pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan laporan yang digunakan untuk kebutuhan
manajemen keuangan, barang dan laporan lainnya
2.6.2 Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Apotek, meliputiNarkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan.

Gambar II.5 Penandaan Narkotika


i) Narkotika
Menurut Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika,
Narkotika digolongkan menjadi: (8)
a. Narkotika Golongan 1
Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan. Dalam jumlah terbatas, Narkotika
Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk
reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah
mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala
Badan Pengawas obat dan Makanan.
Contoh : seluruh bagian tanaman papaver somniverum L.
kecuali bijinya
b. Narkotika Golongan II
Narkotika golongan dua, berkhasiat untuk pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin,
Fentanil.
c. Narkotika Golongan III
Narkotika golongan tiga adalah narkotika yang memiliki daya
adiktif ringan, tetapi bermanfaat dan berkhasiat untuk
pengobatan dan penelitian. Contoh: Kodein, Buprenorfin,
Etilmorfin.
ii) Psikotropika
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma
ketergantungan digolongkan menjadi: 9
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
Contoh: MDMA (3,4-methylenedioxy-methamphetamine),
LSD (Asam lisergat dietilamida)
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh: Metamfetamin.
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh: Amobarbital.
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobat-an dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh: Diazepam,
Klordiazepoksid.
iii) Prekursor
Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan
kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk
keperluan proses produksi industri farmasi atau produk antara,
produk ruahan, dan produk jadi Narkotika dan Psikotropika.
Prekursor digolongkan menjadi 2, yaitu Prekursor Tabel I seperti
Potassium Permanganat, 1-Fenil 2 Propanon, Asam Asetat
Anhidrat, Asam Asetil Antranilat, Isosafrol, 3,4
Metilendioksifenil 2-Propanon, Piperonalm Safrol, Efedrin,
Pseudoefedrin, Fenil Propanol Amin Hidroklorida, Ergometrin
dan Asam Lisergat, serta Prekursor Tabel II seperti Asam
Hidroklorida, Asam Sulfat, Toluen, Dietil Eter, Aseton, Metil Etil
Keton, Asam Fenil Asetat, Asam Antranilat dan Piperidin.
Prekursor dalam penggolongan Tabel I merupakan bahan awal
dan pelarut yang sering digunakan dan diawasi lebih ketat
dibandingkan Prekursor dalam penggolongan pada Tabel II.10
iv) Pengelolaan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Pengelolaan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor meliputi: 11
a. Pemesanan
Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
di Apotek hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan.
Surat pesanan untuk Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
hanya dapat berlaku untuk masing-masing Narkotika,
Psikotropika, atau Prekursor Farmasi. Surat pesanan
narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis
narkotika. Sedangkan surat pesanan Psikotropika atau
Prekursor Farmasi dapat digunakan untuk beberapa jenis
Psikotropika atau Prekursor Farmasi. Surat pesanan harus
terpisah dari pesanan barang lain. Surat pesanan narkotika
dibuat rangkap 4, sementara surat pesanan psikotropika
dibuat rangkap 3 dan surat pesanan prekursor dibuat
rangkap 2.
b. Penyimpanan
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi di fasilitas pelayanan kefarmasian termasuk Apotek
harus mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Narkotika
dan Psikotropika di Apotek disimpan di dalam lemari khusus.
Sedangkan untuk Prekursor Farmasi harus disimpan dalam
bentuk Obat jadi di tempat penyimpanan Obat yang aman
berdasarkan analisis risiko. Lemari khusus untuk menyimpan
Narkotika dan Psikotropika di Apotek harus terbuat dari
bahan yang kuat, tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2
(dua) buah kunci yang berbeda, diletakkan di tempat yang
aman dan tidak terlihat oleh umum dan kunci lemari khusus
dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang
ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.
c. Penyerahan
Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika dan/atau
Psikotropika kepada Apotek lainnya, puskesmas; instalasi
Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik; dokter; dan
pasien. Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan Resep
yang mengandung Narkotika antara lain adalah:
1. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan
pengobatan atau ilmu pengetahuan.
2. Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk
pengobatanpenyakit berdasarkan Resep Dokter.
3. Apotek dilarang mengulangi penyerahan Narkotika atas
dasar salinan Resep Dokter.
4. Apotek dilarang melayani salinan Resep yang
mengandung Narkotika.
5. Untuk Resep Narkotika yang baru dilayani sebagian atau
belum sama sekali, Apotek boleh membuat salinan
Resep, tetapi salinan Resep tersebut hanya boleh dilayani
oleh Apotek yang menyimpan Resep asli.
d. Pemusnahan
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
hanya dapat dilakukan dalam hal diproduksi tanpa memenuhi
standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat
diolah kembali, telah kadaluarsa, tidak memenuhi syarat
untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan,
dibatalkan izin edarnya, atau berhubungan dengan tindak
pidana.Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi harus dilakukan dengan tidak mencemari lingkungan
dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat.
Pemusnahan dilakukan dengan tahapan yaitu penanggung
jawab Apotek menyampaikan surat pemberitahuan dan
permohonan saksi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan/atau Balai Besar Badan Pengawas Obat dan Makanan
setempat serta harus membuat Berita Acara Pemusnahan
yang paling sedikit memuat hari, tanggal, bulan, dan tahun
pemusnahan, tempat pemusnahan, nama penanggung jawab
fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan,
nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain
badan/sarana tersebut, nama dan jumlah Narkotika dan
Psikotropika yang dimusnahkan, cara pemusnahan, serta
tanda tangan penanggung jawab fasilitas pelayanan
kefarmasian dan saksi. Berita Acara Pemusnahan harus
dibuat paling sedikit sebanyak 3 (tiga) rangkap. Pencatatan
dan Pelaporan
Apotek wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan dan
pengeluaran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Pencatatan paling sedikit terdiri atas:
1. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
2. Jumlah persediaan.
3. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan.
4. Jumlah yang diterima.
5. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan
penyaluran/penyerahan.
6. Jumlah yang disalurkan/diserahkan.
7. Nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau
penyaluran/penyerahan.
8. Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
Pencatatan yang dilakukan harus sesuai dengan dokumen
penerimaan dan dokumen penyaluran. Seluruh dokumen
pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen penyaluran,
dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib
disimpan secara terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun.
Pelaporan disampaikan paling lambat setiap tanggal 10
setiap bulan melalui aplikasi SIPNAP (Sistem Informasi
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) yang dapat diakses di
website http:// www. sipnap.kemkes.go.id
v) SIPNAP (Sistem Informasi Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika)
Aplikasi SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika) dikembangkan dan dikelola oleh Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes.
Software SIPNAP ini diberikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi
dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pihak Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sebagai user akan melakukan input data unit
pelayanan, seperti Apotek, puskesmas, dan rumah sakit, ke dalam
software SIPNAP. Softwareakan memberikan output berupa
lembar kerja dalam format Microsoft Excel yang kemudian
dibagikan kepada unit pelayanan yang ada di kabupaten/kota
tersebut. Lembar kerja tersebut diisi oleh unit pelayanan melalui
komputer dan selanjutnya diserahkan kembali kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dalam bentuk softcopy setiap
bulannya. Hasil isian lembar kerja dari unit pelayanan tersebut
lalu dimasukkan ke dalam software SIPNAP oleh pihak pengelola
SIPNAP di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Setelah semua hasil laporan dari unit pelayanan
direkapitulasi, selanjutnya data tersebut dikirimkan melalui
internet ke server yang ada di Kementerian Kesehatan. Program
SIPNAP ini juga dilengkapi dengan aplikasi berupa daftar dalam
form Excel berisi nama-nama narkotika dan psikotropika yang
dapat dilaporkan.12 Implementasi penggunaan SIPNAP ini
dilakukan melalui bimbingan teknis oleh petugas dari
Kementerian Kesehatan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan
satu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang berada di ibukota
provinsi.
Pihak Kementerian Kesehatan akan memberikan user ID dan
password kepada pengelola SIPNAP di Dinas Kesehatan Provinsi
dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Laporan terdiri dari
laporan pemakaian narkotika dan psikotropika untuk bulan
bersangkutan meliputi periode, status pelaporan, jenis entry,
produk, status transaksi, stok awal, pemasukan dari PBF (jika ada
transaksi), pemasukan dari sarana (jika ada transaksi),
pengeluaran untuk Resep (jika ada transaksi), pengeluaran untuk
sarana (jika ada transaksi), status pemusnahan, nomor Berita
Acara Pemusnahan (BAP), tanggal BAP, jumlah yang
dimusnahkan, dan stok akhir.Setelah dilakukan input dan
pengiriman laporan dalam SIPNAP, maka rekapitulasi pelaporan
dapat diunduh dan disimpan kemudian ditampilkan dalam format
file excel untuk diprint dan ditandatangani oleh Apoteker
Pengelola Apotek (APA). Password dan username untuk login ke
dalam SIPNAP didapatkan setelah melakukan registrasi pada
Dinkes setempat. 12
Melalui server tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dapat melihat hasil laporan yang telah dikirimkan ke server
Kementerian Kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi bertugas
untuk mengecek pengiriman laporan yang telah dilakukan oleh
pihak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui server SIPNAP
tersebut. Selain itu, Dinas Kesehatan Provinsi juga melakukan
pembinaan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui
sosialisasi dan pelatihan software SIPNAP serta memberi teguran
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang belum
mengirimkan laporannya.12
2.6.3 Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA)
Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) adalah obat keras yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. DOWA
bertujuan untuk pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi
adalah pelayanan farmasi yang memberikan kesempatan kepada
pasien untuk memilih sendiri tindakan pengobatan berdasarkan
penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari apoteker.
Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi
obat bebas, obat bebas terbatas, dan DOWA. Swamedikasi bertujuan
untuk : 13
1. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya
sendiri guna mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang
melalui sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri
secara tepat, aman, dan rasional.
2. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE
(Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat
kepada masyarakat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.
919/MENKES/PER/X/1993, obat yang dapat diserahkan tanpa resep
dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 13
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil,
anak di bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan
risiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi
diIndonesia.
5. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Melayani pasien yang memerlukan DOWA, Apoteker di apotek
diwajibkan untuk :
1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam DOWA yang bersangkutan.
2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
3. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya,
kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu
diperhatikan oleh pasien.
2.6.4 Obat Generik
Obat generik adalah obat dengan nama resmi Internasional Non
Proprietary Name (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia
atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.14

Gambar II.6 Penandaan Obat Generik

2.7 Pelayanan Farmasi Klinik


Seorang Apoteker di Apotek bertanggung jawab melaksanakan
pelayanan farmasi klinik, hal ini berhubungan langsung dengan pasien
untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sesuai yang tercantum dalam
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 2016, yang termasuk
pelayanan farmasi klinik adalah: 4
2.7.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian Resep dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Kajian administratif, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin
dan berat badan, nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP),
alamat, nomor telepon dan paraf, dan tanggal penulisan Resep.
2. Kajian kesesuaian farmasetik, meliputi bentuk dan kekuatan,
sediaan stabilitas sediaan, dan kompatibilitas (ketercampuran
Obat). Pertimbangan klinis, meliputi ketepatan indikasi dan dosis
Obat, aturan, cara dan lama penggunaan Obat, duplikasi dan/atau
poli farmasi, reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek
samping Obat, manifestasi klinis lain), kontra indikasi, dan
interaksi.
2.7.2 Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi Obat, kegiatannya dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep, dengan
menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep dan
mengambil Obat.
2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan.
3. Memberikan etiket dengan ketentuan warna putih untuk Obat
oral, warna biru untuk Obat luar dan suntik, dan pelabelan “kocok
dahulu” pada bentuk sediaan suspensi atau emulsi.
4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah
untuk Obat yang berbeda.
5. Memeriksa kembali penulisan nama pasien pada etiket, cara
penggunaan serta jenis dan jumlah Obat.
6. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien, lalu memastikan
ulang identitas dan alamat pasien serta memastikan bahwa yang
menerima Obat adalah pasien atau keluarganya.
7. Menyerahkan Obat disertai pemberian informasi Obat meliputi
cara penggunaan Obat, manfaat Obat, makanan dan minuman
yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, dan cara
penyimpanan.
8. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh
Apoteker (apabila diperlukan).
9. Menyimpan Resep pada tempatnya.
10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien (patient medication
record).Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau
pelayanan swamedikasi disertai edukasi kepada pasien yang
memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan
memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai maupun Obat
Wajib Apotek.
2.7.3 Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak
memihak, dievaluasi dengan kritis, dan dengan bukti terbaik dalam
segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien
atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat
bebas, dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi
khusus, rute, dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi,
terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu
hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan,
harga, sifat fisika atau kimia dari obat.
Kegiatan pelayanan informasi obat di apotek meliputi menjawab
pertanyaan baik lisan maupun tulisan, membuat dan menyebarkan
buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan),
memberikan informasi dan edukasi kepada pasien, memberikan
pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang
sedang praktik profesi, melakukan penelitian penggunaan obat,
membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah,
melakukan program jaminan mutu.
2.7.4 Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime
questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu
dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus
melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah
memahami Obat yang digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien
yang perlu diberi konseling:
Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/ginjal, ibu hamil dan menyusui).
a. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya:
TB,DM,AIDS, epilepsi).
b. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
c. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoxin, fenitoin, teofilin).
d. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk
indikasi penyakit yang sama.
e. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
2.7.5 Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat
melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah,
khususnya untuk kelompok lansia, dan pasien dengan pengobatan
penyakit kronis lainnya.
2.7.6 Pemantauan Terapi Obat
Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Hal utama
yang dilakukan adalah mengidentifikasi masalah terkait Obat.
Selanjutnya memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang
berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek
terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki dan
dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk
mengoptimalkan tujuan terapi
2.7.7 Monitoring Efek Samping Obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat
yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal
yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan
terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS

3.1 Sejarah PT. Kimia Farma Apotek


Kimia Farma merupakan pionir dalam industri farmasi Indonesia. Cikal
bakal perusahaan dapat dirunut balik ke tahun 1917, ketika NV Chemicalien
Handle Rathkamp & Co, perusahaan farmasi pertama di Hindia Timur,
didirikan. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-
perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah
perusahaan farmasi menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma. Selanjutnya pada
tanggal 16 Agustus 1971 bentuk hukumnya diubah menjadi Perseroan
Terbatas, menjadi PT Kimia Farma (Persero). Sejak tanggal 4 Juli 2001
Kimia Farma tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan
Bursa Efek Surabaya. PT. Kimia Farma Tbk. sejak tahun 2003 terdiri dari 2
anak perusahaan yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma
Trading & Distribution. PT. Kimia Farma Tbk. menyediakan jasa layanan
kesehatan yang terintegrasi meliputi manufaktur, pemasaran, distribusi, ritel
apotek, laboratorium klinik dan klinik kesehatan. Ruang lingkup usaha dari
PT. Kimia Farma Tbk ini meliputi Holding dan Anak perusahaan.15
PT. Kimia Farma Apotek dibentuk pada tanggal 4 Januari 2003 dimana
jalur usahanya dalam bidang farmasi. PT. Kimia Farma Apotek, adalah anak
perusahaan yang dibentuk oleh Kimia Farma untuk mengelola Apotek-
apotek milik perusahaan yang ada, dalam upaya meningkatkan kontribusi
penjualan untuk memperbesar penjualan konsolidasi PT. Kimia Farma Tbk.
PT. PT. Kimia Farma Apotek dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang
membawahi 3 direktur (Direktur Operasional, Direktur Keuangan serta
Direktur SDM dan Umum) dan 1 manajer (Manajer Pengembangan).
Direktur Operasional membawahi Manager Controller, Manager
Compliance dan Risk Management serta Manager Principal and
Merchandise. Direktur Keuangan membawahi Manajer Akuntansi,
Keuangan dan IT serta Manajer Apotek Bisnis (Unit Bisnis). Direktur SDM

35
36

dan Umum membawahi Manajer Human Capital dan General Affair.


Apotek Kimia Farma melayani penjualan langsung, melayani resep dokter
dan menyediakan pelayanan lain, misalnya praktek dokter, optik, dan
pelayanan OTC (swalayan) serta pusat pelayanan informasi obat. Apotek
Kimia Farma dipimpin oleh tenaga Apoteker yang bekerja full timer
sehingga dapat melayani informasi obat dengan baik.
.

Gambar III.1 Logo PT. Kimia Farma (Persero)

Ada 2 (dua) jenis Apotek Kimia Farma, yaitu Apotek administrator


yang sekarang disebuat Business Manager (BM) dan Apotek pelayanan.
Business Manager membawahi beberapa Apotek pelayanan yang berada
dalam suatu wilayah. Business Manager bertugas menangani pembelian,
penyimpanan barang dan administrasi apotek pelayanan yang berada di
bawahnya. Dengan adanya konsep unit BM, diharapkan pengelolaan aset
dan area apotek dalam suatu menjadi lebih efektif dan efisien, keuangan dari
demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang
menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Secara umum keuntungan
yang diperoleh melalui konsep BM adalah: Koordinasi modal kerja menjadi
lebih mudah.
1. Apotek-apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan,
sehingga mutu pelayanan akan meningkat yang diharapkan berdampak
pada peningkatan penjualan.
2. Merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang
diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi.
3. Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumber
barang dagangan yang lebih murah.
3.2 Visi dan Misi
Visi dari PT. Kimia Farma adalah Layanan kesehatan yang terkemuka dan
mampu memberikan solusi Kesehatan masyarakat di Indonesia.
Misi dari PT. Kimia Farma Apotek yaitu:
1. Jaringan layanan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek,
klinik, laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya.
2. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal.
3. Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya
(Feebased income).
3.3 Apotek Kimia Farma 543 Tasikmalaya
3.3.1 Lokasi Apotek Kimia Farma 543
Apotek Kimia Farma 543 didirikan di jalan HZ. Musthofa Nomor
108 Tasikmalaya, berada di lokasi yang sangat strategis, dikarenakan
lokasinya terletak di pinggir jalan dan bertempat dipusat kota
Tasikmalaya yang mudah dilihat dan diakses menggunakan kendaraan
umum/pribadi. Disekitar lingkungan apotek terdapat Bank BNI,
tempat pembelanjaan, tempat makanan dan permukiman penduduk
yang cukup padat.
3.3.2 Tata Ruang Apotek Kimia Farma 543
Apotek Kimia Farma 543 memiliki sarana gedung yang cukup
memadai untuk melakukan semua kegiatan pelayanan apotek. Apotek
Kimia Farma 543 memiliki bangunan permanen yang ditata sesuai
dengan tata ruang mulai dari depan hingga belakang yang terdiri dari:
i) Ruang tunggu
Ruang tunggu dilengkapi dengan kursi yang bisa menampung 8-
10 orang konsumen/pasien, dan pendingin ruangan yang bertujuan
untuk memberikan kenyamanan selama konsumen berada di
apotek. Selain itu, didekat ruang tunggu tersedia timbangan berat
badan dan pengukur tinggi badan.
ii) Swalayan Farmasi dan Alat Kesehatan
Swalayan farmasi merupakan penjualan obat dengan
menggunakan konsep swalayan dimana barang-barang yang
dijual diletakkan pada lemari dan etalase yang dilengkapi dengan
label penamaan yang sesuai pada setiap lemari, agar memudahkan
pelanggan/pasien untuk mencari barang atau sediaan farmasi
lainnya. Swalayan farmasi ini berada di sebelah kanan ruang
tunggu apotek.
Penggolongan obat/produk di swalayan adalah sebagai berikut:
a. Tradisional Medicine, meliputi jamu, OHT, dan obat-obat
herbal.
b. Medical Equipment, meliputi alat-alat cek kesehatan,
timbangan berat badan,termometer , P3K, dll.
c. Milk and nutrition, meliputi susu untuk ibu hamil, susu untuk
balita, susu untuk diabetes, dan susu untuk usia lanjut.
d. Food and drink, meliputi air mineral, makanan ringan,
minuman dingin dan permen.
e. Paper Product and Diapers, meliputi kapas kecantikan,
kapas kesehatan dan diapers.
f. Baby and child care, meliputi dot, krim, lotion, cologne, dan
sabun mandi untuk bayi, breast pump, cotton buds, breast
pad, dan tissue basah.
g. Food Supplement, meliputi vitamin, suplemen otak,
suplemen mata, suplemen kulit, dan madu. Pada satu rak
yang sama terdapat teh, kassa gulung, kassa steril, alkohol,
rivanol, dan plester.
h. Oral Care, meliputi pasta gigi, perekat gigi dan obat kumur.
i. Personal Care, meliputi alat kontrasepsi seperti kondom,
lubrikan, alat tes kehamilan, dan yang lainnya.
j. Beauty care, meliputi bedak tabur, bedak padat, lipstik, make
up remover, body lotion.
k. Topical, meliputi obat tetes mata, minyak gosok dan urut,
minyak kayu putih (Fitocare), koyo, gel dan salep otot.
l. Vitamin and Mineral, meliputi vitamin untuk anak dan
dewasa dengan berbagai jenis bentuk sediaan (sirup, tablet
hisap, tablet salut, kapsul lunak, dan lain-lain).
m. Medicine, meliputi macam-macam obat batuk untuk anak dan
dewasa, obat demam, obat flu dan batuk.
n. Alat kesehatan, berbagai macam penunjang kesehatan seperi,
kursi roda, tongkat, alat nebulizer dan lainnya.
iii) Meja Penerimaan Resep dan Penyerahan Obat
Meja penerimaan resep dan penyerahan obat dilengkapi
dengan dua perangkat komputer yang terhubung dengan printer
kasir yang memudahkan transaksi penjualan baik tunai maupun
non- tunai secara komputerisasi, cashdrawer sebagi tempat
penyimpanan uang, dan kursi untuk konsumen/pasien dan
apoteker ketika melakukan komunikasi langsung mengenai obat
dan pertanyaan/keluhan lainnya.
iv) Ruangan Penulisan Etiket
Ruang penulisan etiket terletak di belakang ruang penyerahan
obat kepada pasien. Di ruangan ini terdapat berbagai macam
peralatan yang diletakkan dan disusun dalam tempat khusus.
Peralatan ini berupa plastik klip obat dengan tiga ukuran yaitu
ukuran kecil, sedang dan besar, etiket putih untuk obat-obat
dalam, etiket biru untuk obat-obat luar, stiker merah untuk
penggunaan antibiotik, stiker coklat untuk obat saluran
pencernaan, stiker kuning untuk obat yang menyebabkan kantuk,
alat-alat tulis seperti pulpen, pensil, penggaris, spidol, tersedia
juga gunting, salinan resep, kwitansi pembayaran, nota, dan lain-
lain.
v) Ruang Penyimpanan Obat
Ruang penyimpanan obat berada dibagian dalam tempat
penerimaan resep. Ruang penyimpanan obat disusun secara
alfabetis berdasarkan efek farmakoterapinya, yaitu hormon,
vitamin, tetes dan salep mata, drop, sirup, kardiovaskuler, saluran
pernapasan, sistem saraf pusat, obat-obat generik, obat-obat
produk Kimia Farma, obat-obat termolabil (didalam lemari
pendingin pada suhu dingin 2-8ºC). Untuk obat golongan
narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus yang
tertutup dan terkunci.
vi) Mushola
Letaknya di belakang ruang apotek, yang dilengkapi dengan
mukena dan sajadah.
vii) Toilet
Ada 1 toilet yang tersedia di Apotek Kimia Farma 543
yang bersebelahan dengan mushola.

3.3.3 Struktur Operasional Apotek Kimia Farma 543


Jumlah tenaga kerja di Apotek Kimia Farma terdiri dari 1
orang Apoteker Pengelola Apotek (APA), 4 orang tenaga teknis
kefarmasian, dan 2 orang SPG (Sales Promotion Girl).
Manajemen SDM memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan
pegawai. Rekrutmen di apotek Kimia Farma dilakukan oleh PT.
Kimia Farma Persero Tbk. dan Kimia Farma Unit Bisnis
Tasikmalaya. Sasaran yang dicapai dengan adanya SDM adalah agar
pelayanan yang diberikan dapat berjalan dengan semaksimal
mungkin, dan dapat meningkatkan jumlah penjualan. Pengembangan
karier dan kinerja SDM dilakukan dengan cara mengadakan
pelatihan terhadap karyawan yang bekerja di apotek Kimia Farma.
Evaluasi interen juga dilakukan terhadap sumber daya manusia,
maupun kegiatan operasional apotek.
3.4 Tugas dan Fungsi Tenaga Kerja
3.4.1 Apoteker Penanggung Jawab
Pemimpin Apotek Kimia Farma 543 adalah seorang apoteker
penanggung jawab yang telah memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
dan Surat Izin Apotek (SIA). Apoteker penanggung jawab bertanggung
jawab terhadap seluruh kegiatan apotek dan memiliki kemampuan untuk
merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengawasi jalannya
apotek. Tugas dan fungsi apoteker penanggung jawab apotek:
1. Melaksanakan visi, misi, dan tujuan.
2. Melaksanakan bisnis plan dan strategi plan.
3. Mengarahkan dan mengelola kegiatan penjualan apotek untuk
mencapai target yang telah ditetapkan.
4. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program kerja pada
setiap fungsi yang ada di apotek.
Wewenang dan tanggung jawab apoteker penanggung jawab apotek:
a. Menentukan arah atau kebijakan terhadap seluruh kegiatan yang ada
di apotek.
b. Memutuskan pemecahan masalah yang dihadapi bawahan untuk
memastikan adanya peningkatan kemampuan dan kompetensi
bawahan.
c. Mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan di apotek.
3.4.2 Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
Tenaga teknis kefarmasian bertanggung jawab langsung kepada
APA. Tugas tenaga teknik kefarmasian adalah sebagai berikut:
1. Menerima resep dan memeriksa keabsahan dan kelengkapan resep
sesuai dengan peraturan kefarmasian.
2. Memeriksa ketersediaan obat dan perbekalan farmasi
lainnya berdasarkan resep yang diterima.
3. Melakukan pencatatan data pembelian ke dalam komputer.
Tenaga teknis kefarmasian di Apotek Kimia Farma dibagi
lagi menjadi beberapa bagian, diantaranya:
i) Bagian pengadaan
Tenaga teknis kefarmasian bagian pengadaan di Apotek Kimia Farma
543 bertanggung jawab terhadap tersedianya obat, alat kesehatan dan
komoditi non obat. Tugas bagian pengadaan meliputi:
a. Melaksanakan pembelian berdasarkan jenis dan jumlah
perbekalan farmasi yang dibutuhkan sesuai dengan pareto dan
buku defekta.
b. Membuat daftar pareto, memeriksa stok barang secara periodik.
c. Mengarsipkan Surat Pesanan (SP) dan membuat rekapitulasi.
d. Menerima barang yang datang dan memvalidasi formulir
penerimaan barang.
e. Memasukkan data barang yang datang ke dalam komputer.
f. Memasukkan data resep BPJS.
g. Mengarsipkan resep BPJS untuk di klaim oleh bagian BM ke
kantor BPJS
ii) Bagian pelayanan
Tenaga teknis kefarmasian bagian pelayanan di Apotek Kimia Farma
543 bertugas dalam melayani konsumen dengan ramah dan santun,
melakukan penjualan dengan harga yang telah ditetapkan, memberikan
informasi dan solusi kepada konsumen, membina hubungan baik dengan
pelanggan. Dalam melayani pelanggan, TTK bertugas secara bergantian
sesuai dengan jam kerja. Selain melayani pelanggan, bagian pelayanan
juga bertugas dalam:
a. Melakukan pekerjaan kefarmasian termasuk menghitung dosis,
meracik/ menyiapkan obat, memberi etiket dan memeriksa
kembali kesesuaian obat yang telah disiapkan dengan resep.
b. Mencatat pengeluaran obat pada kartu stok, terutama untuk
obat-obat golongan narkotik dan psikotropik.
c. Menyusun obat di rak penyimpanan.
d. Merekap faktur yang masuk.
iii) Kasir (kasir pada masing-masing shift) Tugas kasir antara lain
adalah:
a. Mendata pengeluaran, penerimaan, dan penyimpanan uang hasil
penjualan.
b. Menyerahkan uang hasil penjualan kepada kasir di Bussiness
Manager sesuai dengan Bukti Setoran Kasir (BSK) dan LIPH
(Laporan Ikhtisar Penjualan Harian).
c. Menerima uang hasil penjualan tunai harian dari kas kecil setiap
penggantian shift.
d. Mengelola dana kas kecil untuk keperluan operasional harian

3.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Apotek Kimia


Farma 543
Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah suatu
proses yang merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan.
Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah untuk
mengendalikan dan menjaga keseimbangan antara persediaan barang apotek
dengan permintaan atau pengeluaran barang sehingga tidak terjadi
penumpukan barang ataupun kekosongan persediaan.
3.5.1 Perencanaan dan Pengadaan
Perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi bertujuan untuk
untuk menjaga dan menjamin ketersediaan barang di apotek, sehingga tidak
terjadi kekosongan atau kelebihan barang.
Proses perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi (kecuali
narkotika dan psikotropika) dilakukan dengan menggunakan metode pareto
ABC, didasarkan pada data penggunaan/penjualan barang di apotek selama
3 bulan terakhir. Barang kemudian diklasifikasikan berdasarkan Pareto
ABC, namun untuk di Apotek Kimia Farma 543 hasil pareto yang
dipesankan hanya pareto A dan B saja. Analisis Pareto merupakan analisis
yang menggunakan pengelompokkan berdasarkan nilai barang yang
dihasilkan, yaitu daftar barang yang disusun mulai dari barang yang
memberikan konstribusi nilai tertinggi hingga nilai terendah. Adapun
pengelompokkan tersebut adalah:
1. Klasifikasi Pareto A: 15%-20% dari jenis barang bernilai 80% dari
omzet.
2. Klasifikasi Pareto B: 20%-25% dari jenis barang bernilai 15% dari
omzet.
3. Klasifikasi Pareto C: 50%-60% dari jenis barang bernilai 5% dari
omzet.
Keuntungan dengan menggunakan analisis pareto adalah perputaran
lebih cepat sehingga modal dan keuntungan tidak terlalu lama berwujud
barang, namun dapat segera berwujud uang, mengurangi resiko
penumpukan barang, mencegah terjadinya kekosongan barang yang bersifat
dan meminimalkan penolakan resep. Barang yang tidak terjual dalam 3
bulan terakhir merupakan stok pasif yang akan di dropping ke Apotek
Kimia Farma lain yang memerlukan. Pengadaan perbekalan farmasi
dilakukan melalui pemesanan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang
menjalin Ikatan Kerja Sama (IKS), dengan apotek Kimia Farma. Adapun
dasar pemilihan PBF atau distributor adalah sebagai berikut:
1. Legalitas, misalnya izin resmi dinyatakan dengan Certificate of
Original dan Certificate of Analysis.
2. Ketersediaan dan kualitas barang yang akan dikirim
dapat dipertanggung jawabkan.
3. Kondisi barang, mencakup besarnya potongan harga/diskon yang
diberikan.
4. Kecepatan pengiriman barang yang tepat waktu (service level).
5. Service After Sales yang baik, misalnya dalam pengembalian barang
kadaluwarsa.
6. Cara pembayaran, biasanya dipilih yang jangka waktu
pembayarannya relatif lama.
Pembayaran hanya dilakukan oleh BM Tasikmalaya, sedangkan
apotek hanya menerima barang dan menyetujui faktur. Pengadaan dengan
cara seperti ini memberikan beberapa keuntungan yaitu akan mendapatkan
potongan harga karena barang yang dipesan dari semua unit Apotek Kimia
Farma akan direkapitulasi oleh BM.
3.5.2 Penerimaan
Barang pesanan diterima dari PBF yang datang diterima oleh
petugas apotek dan harus disesuaikan dengan faktur, SP serta fisik barang.
Pemeriksaan dilakukan oleh petugas penerimaan barang dan dilakukan
terhadap nama barang, jenis barang, jumlah barang, tanggal kadaluarsa obat,
serta kondisi fisik barang. Apabila barang sesuai dengan pesanan, faktur
diberi stampel apotek, tanggal dan tanda tangan petugas penerima. Faktur
yang asli dikembalikan kepada PBF yang akan digunakan sebagai bukti
penagihan, sedangkan salinannya disimpan di apotek. Jika barang tidak
sesuai pesanan atau tidak sesuai dengan SP, maka akan dibuatkan nota
pengembalian barang atau retur dari bagian pembelian dan mengembalikan
barang tersebut ke PBF yang bersangkutan untuk ditukar dengan barang
yang sesuai.
3.5.3 Pendistribusian
Pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan Apotek
Kimia Farma 543 dilakukan terhadap dropping (Permintaan barang dari
outlet Kimia Farma), pelayanan resep dokter dan pelayanan non resep yang
meliputi obat-obat OTC (Over The Counter), UPDS (Upaya Pengobatan
Diri Sendiri), kosmetik, dan alat kesehatan. Penjualan dapat dilakukan
secara tunai dan kredit. Untuk penjualan kredit hanya diperuntukkan bagi
perusahaan yang mempunyai kontrak kerja sama dengan pihak Apotek
Kimia Farma 543 Tasikmalaya.
3.5.4 Pengendalian
Untuk mencegah atau meminimalisir kerugian akibat kehilangan
atau kerusakan barang dilakukan kegiatan pengendalian antara lain:
1. Melakukan uji petik setiap minggu (minimal 2 kali dalam
seminggu), uji petik merupakan hal yang harus dilakukan oleh
apoteker dan TTK. Uji petik dilakukan untuk mengontrol barang
setiap harinya. Uji petik bertujuan untuk membandingkan antara
stock fisok obat dengan stock komputer. Uji petik tidak dilakukan
penginputan data ulang di komputer.
2. Melakukan stock opname setiap 3 bulan sekali. Seluruh kegiatan
stock opname dibawah tanggung jawab apoteker penanggung jawab.
Stock opname dilakukan oleh asisten apoteker yang dibantu dengan
petugas apotek lain. Hasil dari stock opname dilaporkan kepada
apoteker penanggung jawab sehingga memberikan informasi
mengenai kondisi dan nilai barang apotek untuk kemudian
merumuskan tindakan penyelesaian jika ada masalah atau
ketidaksesuaian. Tujuan stock opname, yaitu :
3. Mengetahui jumlah fisik barang yang ada di stok dan kesesuaiannya
dengan data komputer, sehingga jika terjadi kehilangan dapat
terdeteksi lebih awal.
a. Mendata barang-barang yang sudah kadaluarsa dipisahkan atau
telah mendekati waktu kadaluarsa. Barang-barang yang telah
kadaluarsa dipisahkan dan dibuat laporannya secara tersendiri.
b. Mengetahui barang-barang yang slow moving dan fast moving
sebagai acuan untuk perencanaan pengadaan yang lebih baik.
4. Dropping adalah penyerahan obat dan atau perbekalan farmasi yang
dilakukan dari Apotek Kimia Farma satu ke Apotek Kimia Farma
lainnya dalam satu wilayah unit Bisnis Manager. Dropping
dilakukan jika barang yang diminta tidak tersedia dalam persediaan
apotek, untuk menghindari penolakan resep obat serta salah satu
bentuk pengendalian barang yang slow moving.
5. Spreading merupakan pemerataan barang yang tidak laku di salah
satu outlet kimia farma tetapi laku di jual pada outlet lain. Spreading
di lakukan 1 bulan sekali pada awal bulan. Barang yang akan
dilakukan pemerataan data yang dimabil dilihat dari klasifikasinya
pada data komputer. Setiap barang yang telah dilakukan pemerataan
maka ada BPBA (Bon Permintaan Barang Apotek).
6. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi barang/obat
(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluarsa). Kartu stok
yang ada di apotek Kimia Farma 543 Tasikmalaya terdapat dua
kategori yaitu kartu stok fisik dan kartu stock digital. Kartu stok fisik
hanya dilakukan untuk obat yang termasuk golongan narkotika dan
psikotropika sedangkan untuk kartu stok digital dilakukan pada
komputer dengan keterangan untuk obat reguler dan narkotika
psikotropika.
3.5.5 Pelaporan
Pelaporan yang ada di apotek Kimia Farma 543 Tasikmalaya terdiri
dari laporan eksternal dan laporan internal. Laporan eksternal meliputi
pelaporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika dengan cara online
ke dinas kesehatan yaitu menggunakan SIPNAP (Sistem pelaporan
narkotika dan psikotropika). Sedangkan untuk pelaporan internal meliputi
pelaporan keuangan yang harus dilaporkan ke unit Bisnis Manager.

3.6 Pelayanan Kefarmasian Apotek Kimia Farma 543


3.6.1 Pelayanan Resep Tunai
Resep tunai merupakan permintaan obat tertulis dari dokter untuk
pasien yang dibayar secara tunai oleh pasien yang bersangkutan. Pelayanan
resep tunai di Apotek Kimia Farma 543 adalah sebagai berikut:
i) Penerimaan Resep
a. Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian menerima resep yang
dibawa oleh pasien dan memeriksa kelengkapan resep (skrining
resep). Skrining resep meliputi aspek administrasi, farmasetika
dan klinis.
b. Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian selanjutnya
mengkonfirmasi ketersediaan obat kepada pasien dengan cara
mengecek obat secara komputerisasi dan mengecek ketersediaan
fisik obat secara nyata.
c. Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian mengkonfirmasi harga
dan meminta persetujuan pasien untuk melakukan transaksi.
d. Jika pasien menyetujui, maka transaksi dapat dilakukan dan
apoteker atau tenaga teknis kefarmasian akan meminta data
lengkap pasien sebagai arsip. Setelah selesai, pasien diminta
untuk menunggu proses penyiapan obat.
ii) Proses Penyiapan Obat
a. Untuk obat insulin
Dilakukan proses pengecekkan jumlah pen insulin (dihitung
ulang). Sedangkan untuk obat jadi, proses penyiapan dimulai
dari penulisan etiket seperti yang tercantum pada poin 2.
b. Penulisan etiket terhadap obat yang telah disediakan.
Etiket putih untuk obat dalam (yang melalui saluran pencernaan)
berbentuk larutan/suspensi/emulsi dan etiket biru untuk obat luar
(tidak melalui saluran pencernaan) berbentuk sediaan topical dan
insulin. Untuk sediaan tablet/kaplet/kapsul digunakan etiket kemasan
klip plastik berwarna biru.
c. Pengemasan obat.
Pada etiket atau kemasan ditulis tanggal resep, nama pasien, cara
penggunaan, nama obat dan jumlah obat, serta label keamanan.
iii) Penyerahan Obat oleh Apoteker
a. PIO (Pemberian Informasi Obat)
Penyerahan obat disertai dengan pemberian informasi tentang
nama obat, kegunaan obat, dosis, jumlah dan aturan pakai, cara
penyimpanan, efek samping yang mungkin timbul dan cara
mengatasinya, interaksi obat (bila ada), informasi mengenai obat
dengan cara pemberian khusus, seperti penggunaan pen insulin,
inhaler/obat semprot untuk asma, suppositoria, tablet salut
enterik dan sebagainya. Pemberian informasi obat ini dilakukan
untuk seluruh pasien yang bertujuan untuk memberikan
pengertian dan pemahaman penggunaan obat yang rasional
(tepat, aman, efektif). Pemberian informasi obat dapat dilakukan
dengan menanyakan informasi yang diberikan oleh dokter
mengenai penyakit yang diderita pasien, agar terjadi kesesuaian
antara diagnosis dokter dengan informasi yang akan
disampaikan oleh apoteker mengenai obat yang diresepkan.
Dalam hal ini, apoteker terutama menginformasikan kegunaan
atau tujuan diberikannya obat tersebut dalam terapi suatu
penyakit, apakah untuk mengatasi penyakit, untuk mencegah
reaksi-reaksi alergi, untuk mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi, untuk mengatasi efek samping, atau untuk mengatasi
interaksi obat pada terapi dengan kombinasi obat.
b. Konseling
Konseling merupakan salah satu layanan kefarmasian yang
dilakukan oleh Apoteker bukan hanya sekedar pemberian
informasi obat, namun dapat menambahkan pengetahuan pasien
tentang kondisi dan informasi tentang hal-hal apa saja yang
dapat dilakukan pasien agar tercapainya tujuan terapi yang
maksimal. Tujuan pemberian konseling adalah untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan pasien
dalam menjalani pengobatannya serta untuk memantau
perkembangan terapi yang dijalani pasien. Konseling dilakukan
kepada pasien dengan kondisi tertentu, yaitu:
1) Pasien dengan kondisi khusus (Pediatrik, geriatrik,
gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan
menyusui.
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misal:
TB, DM, AIDS, Epilepsi).
3) Pasien yang menggunakan obat denganinstruksi
khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering
down/off).
4) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoxin, fenitoin, teofilin).
5) Pasien dengan polifarmasi, pasien menerima beberapa obat
untuk indikasi penyakit yang sama.
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
3.6.2 Pelayanan Resep Kredit
Resep kredit merupakan permintaan obat yang ditulis oleh dokter
instansi atau perusahaan untuk pasien yang ditanggung oleh perusahaan atau
asuransi yang telah mempunyai Ikatan Kerja Sama (IKS) dengan Apotek
Kimia Farma 543, dimana pembayaran dilakukan dalam jangka waktu
tertentu sesuai dengan persetujuan bersama. Salah satu keuntungan dari
adanya Ikatan Kerja Sama ini, pihak Apotek Kimia Farma mendapatkan
pelanggan yang tetap, tanpa harus melakukan promosi, karena pegawai
instansi yang bersangkutan akan diarahkan ke Apotek Kimia Farma bila
sedang membutuhkan pelayanan farmasi. Instansi yang bekerja sama
dengan Apotek Kimia Farma 543 antara lain hanya BPJS.
Prosedur pelayanan resep kredit hampir sama dengan pelayanan
resep tunai, namun perbedaannya terletak pada pemberian harga dan
pembayarannya. Pada pelayanan obat dengan resep kredit pasien tidak
membayar secara langsung, cukup dengan menunjukkan kartu identitas
kepegawaian pada petugas apotek dan memenuhi administrasinya. Pada saat
menyerahkan obat, petugas akan meminta tandatangan pasien sebagai bukti
tanda terima. Resep diserahkan ke bagian administrasi penjualan untuk
dikumpulkan, dicatat, dan dijumlahkan berdasarkan masing-masing
perusahaan atau asuransi untuk diberikan ke Bisnis Manajemen.
Penjualan obat secara tunai maupun kredit dicatat pada laporan
harian apotek oleh petugas apotek. Resep-resep kredit dijumlahkan,
kemudian dibuatkan kwitansinya untuk penagihan pada saat jatuh tempo
pembayaran yang telah disepakati.
3.6.3 Pelayanan Obat Non Resep
i) Pelayanan untuk Pasien Swamedikasi
a. Mendengarkan keluhan penyakit pasien.
b. Menggali informasi dari pasien, meliputi:
Who, siapa yang menggunakan obat. What, apa gejala yang
dialami. How Long, berapa lama gejala berlangsung. Action, apa yang
sudah dilakukan terhadap gejala tersebut. Medicine, obat lain yang
telah digunakan atau sedang digunakan.
c. Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan
ekonomi pasien berupa obat bebas, bebas terbatas, dan Daftar
Obat Wajib Apotek (DOWA).
d. Menginformasikan harga kepada pasien.
e. Jika pasien setuju, obat dapat disiapkan.
f. Diberikan informasi yang cukup kepada pasien, seperti nama
obat, indikasi, cara pemakaian obat dan efek samping yang
mungkin terjadi.
ii) Pelayanan di Swalayan Farmasi
Pelayanan swalayan farmasi meliputi penjualan obat dan perbekalan
farmasi lainnya seperti obat OTC (Over The Counter) baik obat bebas
maupun bebas terbatas. Penjualan bebas dan pelayanan swalayan farmasi
meliputi penjualan obat bebas, obat bebas terbatas, perlengkapan bayi,
kosmetik, alat kesehatan, suplemen, vitamin, susu, perawatan kulit,
perawatan rambut, kosmetik, herbal health care, alat kontrasepsi dan
perbekalan farmasi lainnya yang dapat dibeli tanpa resep dokter.
Alur pelayanan obat bebas adalah sebagai berikut:
a. Petugas menanyakan obat yang dibutuhkan oleh pelanggan atau
pelanggan menanyakan obat yang dicari.
b. Memeriksa ketersediaan barang dan menginformasikan harga
pada pelanggan.
c. Bila pelanggan setuju maka akan langsung diadakan transaksi di
kasir, baik secara tunai maupun debit, selanjutnya struk dicetak
1 lembar untuk kepentingan penyerahan kepada pelanggan
sebagai bukti pembayaran.
BAB IV
TUGAS KHUSUS
EPILEPSI

4.1 Tinjauan Pustaka


4.1.1 Definisi Epilepsi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling
umum terjadi dan mengenai sekitar 50 juta orang di dunia. Tidak ada
perbedaan usia, jenis kelamin, atau ras, meskipun kejadian kejang
epilepsi yang pertama mempunyai dua pembagian, dengan puncaknya
pada saat masa kanak-kanak dan setelah usia 60 tahun. Kata epilepsi
berasal dari bahasa Yunani yakni epilepsia yang berarti serangan.
Epilepsi secara medis merupakan manifestasi gangguan otak dengan
berbagai etiologi namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu
serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron
kortikal secara berlebihan, International League Against Epilepsy
(ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005
merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang
ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan
bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan
adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Terdapat beberapa
elemen penting dari definisi epilepsi yang baru dirumuskan oleh ILAE
dan IBE yaitu: Riwayat sedikitnya satu bangkitan epilepsi
sebelumnya, perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan
terjadinya bangkitan selanjutnya dan berhubungan dengan gangguan
pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologi dan konsekuensi sosial
yang ditimbulkan.
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa
yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan
sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh

52
53

hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan


disebabkan oleh suatu penyakit otak akut.
Lepasnya muatan listrik yang berlebihan ini dapat terjadi di
berbagai bagian pada otak dan menimbulkan gejala seperti
berkurangnya perhatian dan kehilangan ingatan jangka pendek,
halusinasi sensoris, atau kejangnya seluruh tubuh.
4.1.2 Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu gangguan neurologis yang umum
terjadi di seluruh dunia. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan
sekitar 50/100.000 penduduk, sementara di negara berkembang
22
mencapai 100/100.000 penduduk. Insiden epilepsi di dunia masih
tinggi yaitu berkisar antara 33-198 per 100.000 penduduk tiap
tahunnya (23). Angka rata-rata orang dengan epilepsi per 1000 populasi
bervariasi di seluruh wilayah. Amerika mempunyai angka rata-rata
12,59, 11,29 di Afrika, 9,4 di Mediterania Timur, 8,23 di Eropa, dan
3,66 di Pasifik Barat. Sementara itu, Asia Tenggara memiliki angka
rata-rata sebanyak 9,97. 23
Indonesia sendiri prevalensi penderita epilepsi cukup tinggi yaitu
berkisar antara 0,5%- 2% bila penduduk Indonesia berjumlah sekitar
200 juta jiwa, maka kemungkinan penderita epilepsi sebanyak 1-4 juta
jiwa. Insidensi epilepsi di Indonesia berkisar antara 11-34 orang/
100.000 penduduk.
Epilepsi dapat terjadi pada pria maupun wanita dan pada semua
(25)
umur. Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak .
Insiden tertinggi terjadi pada umur 20 tahun pertama, menurun sampai
umur 50 tahun, dan setelah itu meningkat lagi (24).
4.1.3 Etiologi
Kasus epilepsi yang tidak diketahui penyebabnya (epilepsi
idiopatik) sekitar 70% dan sekitar 30% yang diketahui sebabnya
(epilepsi simptomatik). Epilepsi dapat disebabkan oleh abnormalitas
aktivitas syaraf akibat proses patologis yang mempengaruhi otak,
gangguan biokimia atau metabolik, dan lesi mikroskopik di otak
akibat trauma pada saat lahir, atau cedera lain. 22
Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai
berikut:
1. Idiopatik: tidak terdapat les structural di otak atau defisit
neurologis, diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan
umumnya berhubungan dengan usia.
2. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk di sini adalah sindrom West, sindrom
Lennox- Gastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis sesuai
dengan ensefalopati difus.
3. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi
structural pada otak, misalnya; cedera kepala, infeksi SSP,
kelainan congenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah
otak, toksik (alkohol atau obat), metabolik, kelainan
neurodegeneratif.
4.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan tanda klinik dan data EEG (Electroencephalography),
kejang dibagi menjadi 4 :
i) Kejang Umum (Generalized Seizure)
Kejang yang terjadi jika aktivasi terjadi pada kedua hemisfer
otak secara bersama-sama ,kejang umum adalah kejang yang
muncul bersumber dari daerah luas di korteks di kedua belahan
otak, pada kejang ini selalu disertai dengan hilangnya kesadaran
(19)
. Kejang umum dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain
Absen (petit mal), mioclonik, klonik, tonik, tonik-klonik, atonik
dan spasme infantil (20).
a) Absen (Petit Mal)
Merupakan kejang yang ditandai dengan hilangnya kesadaran
secara tiba-tiba disertai dengan berhentinya aktivitas
motorik.Seserorang yang mengalami kejang ini akan
menghentikan aktivitasnya secara tiba-tiba dan seperti
melamun dengan pandangan kosong, setelah kejang berakhir
aktivitas akan dilanjutkan kembali seperti tidak terjadi apa-
apa. Delapan puluh persen kejang ini berlangsung selama
lebih kurang 10 detik, serangan dapat muncul kembali
(23)
bahkan ratusan kali dalam sehari .
b) Mioklonik
Adalah salah satu kejang idiopatik pada sindrom epilepsi. Kejang ini
dapat di stimulasi oleh kebisingan,
c) Klonik Kejang
Klonik berupa gerakan ritmik tangan dan kaki biasanya terjadi pada
kedua sisi tubuh, kejang jenis ini jarang terjadi.
d) Tonik
Kejang tonik berupa ekstensi leher, kontraksi otot-otot wajah dengan
mata membuka lebar dan kontraksi otot- otot pernafasan, biasanya
berlangsung selama 60 detik. Kejang ini sering terjadi pada saat
pasien tidur, apabila serangan terjadi pada saat pasien berdiri maka
pasien akan jatuh (24).
e) Tonik-klonik (Grand Mall)
Merupakan kejang yang menggambarkan epilepsi dalam persepsi
umum masyarakat. Kejang ini paling banyak terjadi yaitu pada 10%
populasi penderita epilepsi. Pasien yang awalnya berdiri akan tiba-
tiba terjatuh jika mengalami kejang ini, diawali dengan fase tonik
selama 10-30 detik dimana anggota badan akan kaku, rahang seperti
terjepit dan terjadi sesak kemudian diikuti dengan fase klonik
dimana gerakan kejang berasal dari keempat anggota badan, terjadi
gangguan pernafasan dan keluar air liur atau bahkan busa dari
mulut(23).
f) Atonik Kejang
Merupakan kategori kejang yang paling parah, kejang ini dapat
terjadi pada semua usia dan selalu berkaitan dengan meluasnya
kerusakan otak dan ketidakmampuan belajar. Jika seseorang
mengalami kejang ini akan tiba-tiba kehilangan masa otot sehingga
seringkali terjatuh secara mendadak, lebih sering terjadi pada anak-
anak (19).

g) Spasme Infantil
Yang dikenal dengan west syndrome yang ditandai dengan adanya
sentakan tiba-tiba dan penegangan, lutut tertarik ke atas dan tubuh
membengkuk ke depan, biasanya terjadi pada penderita usia 3
sampai 12 bulan dan umumnya berhenti pada usia 2 sampai 4 tahun
(24)
.
ii) Kejang Parsial
Adalah kejang yang terjadi jika aktivasi dimulai dari daerah tertentu
di otak. Kejang parsial atau fokal dibagi dalam beberapa kategori antara
lain kejang parsial sederhana, kejang parsial kompleks dan kejang parsial
general sekunder. Kejang parsial sederhana dicirikan ketika tidak ada
gangguan kesadaran, kejang ini sering timbul dari korteks
sensorimotor(24). Kejang parsial sederhana sendiri diklasifikasikan lebih
lanjut menurut manifestasi
a) Kejang Parsial Sederhana
Kejang parsial sederhana dicirikan tidak ada gangguan kesadaran,
diakibatkan oleh penyakit cerebral fokal. Setiap daerah kortikal
mungkin akan terganggu terutama pada bagian lobus frontal dan
temporal, biasanya hanya berlangsung selama beberapa detik. Pada
kejang parsial sederhana terdapat beberpa manifestasi yaitu gejala
motorik, sensorik khusus dan menifestasi psikis. Pada manifestasi
motorik terjadi sentakan (clonus), timbul di daerah frontal atau pusat
walaupun tidak menutup kemungkinan bisa menyebar ke daerah lain.
Pada manifestasi sensori pasien akan mengalami mati rasa, shock,
nyeri dan terdapat sensasi terbakar, timbul di wilayah tengah atau
parietal. Sedangkan pada manifestasi psikis dapat berupa beberapa
bentuk manifestasi, lebih sering terjadi pada kejang parsial
kompleks, timbul dari fokus temporal, frontal atau parietal.

b) Kejang Parsial Kompleks


Kejang parsial kompleks dibbedakan menjadi dua kategori yaitu aura
dan kejang parsial dengan gangguan kesadaran. Pada aura,
merupakan jenis kejang yang sama dengan kejang parsial sederhana
tidak disertai dengan penurunan kesadaran, berlangsung singkat
dalam hitungan detik dan jarang terjadi dalam hitungan menit atau
jam. Pada kejang aura ini biasanya disertai dengan sesak nafas.
Sedangkan pada kejang parsial kompleks disertai dengan penurunan
kesadaran, pasien akan mengalami keadaan seperti kejang absence
dan gejala motorik. Terjadi gangguan pergerakan dan kadang-kadang
disertai dengan serangan tonik (24).
iii) Kejang Unclassified
Merupakan bentuk kejang yang tidak sesuai dengan pola klinis dan
EEG pada klasifikasi kejang yang telah ditetapkan oleh ILAE
(International League Against Epilepsy). Sepertiga kejang pada kasus
(19)
epilepsi merupakan kejang unclassified . Jenis kejang ini belum
sempurna atau karena hilangnya hasil diagnosis yang penting dan
informasi prognosis dari pasien yang bisa menghasilkan skema
klasifikasi lebih lanjut yang tidak tepat.
4. Status Epileptikus
Status epileptikus merupakan keadaan dimana terjadi serangan
epilepsi secara terus-menerus, sering dan berulang-ulang terjadi minimal
30 menit tanpa kembalinya kesadaran penuh. Merupakan jenis kejang
yang jarang ada tetapi termasuk jenis yang berbahaya dimana dapat
menyebabkan kerusakan otak.
4.1.5 Patofisiologi
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih
dominan daripada proses inhibisi. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi
ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar
masuk ion-ion menerobos membran neuron. Tiap sel hidup, termasuk
neuron- neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh
adanya potensial membran sel. Potensial membran neuron bergantung pada
permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui
oleh ion K+ dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh
ion Ca2+, Na+ dan Cl-, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi ion
K+ dan kosentrasi rendah ion Ca2+, Na+, dan Cl-, sedangkan keadaan
sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion
inilah yang menimbulkan potensial membran (22).
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrit-dendrit
dan badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah
polarisasi membran neuron berikutnya. Jenis neurotransmitter, yakni
neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan
listrik dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi
sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik.
Neurotransmitter- neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat
dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah
gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Kedua jenis
neurotransmitter melepas muatan listrik akan terjadi transmisi impuls atau
rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila
potensial aksi tiba di neuron.
Membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada
dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi
membrane neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik (22).

4.1.6 Faktor Resiko Epilepsi


Epilepsi disebabkan oleh keadaan yang mengganggu stabilitas
neuron- neuron otak yang dapat terjadi pada saat prenatal, perinatal ataupun
postnatal.
Tabel IV.1 Faktor resiko epilepsi

Prenatal Natal Postnatal


a. Umur ibu saat hamil a. Asfiksia a. Kejang demam
terlalu muda (<20 tahun)
atau terlalu tua (>35
tahun)
b. Kehamilan dengan b. Bayi dengan berat badan b. Trauma kepala
eklamsia dan hipertensi lahir rendah (<2500
gram)
c. Kehamilan primipara atau c. Kelahiran prematur atau c. Infeksi SSP
multipara postmatur
d. Pemakaian bahan toksik d. Partus lama d. Gangguan
metabolik
e. Persalinan dengan alat
Sumber: Wiknjosastro (1997)

4.1.7 Diagnosa
Diagnosis epilepsi merupakan masalah tersendiri karena membuat
diagnosis epilepsi secara rutin memerlukan pengetahuan klinis dan
keterampilan yang khusus. Kebanyakan pasien epilepsi, diagnosis dapat
dibuat dengan mengetahui secara lengkap riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik dan neurologi, pemeriksaan elektroensefalografi, dan pencitraan otak.
Pemeriksa epilepsi dituntut supaya mampu melakukan pemeriksaan
anamnesis yang cermat dan tepat terhadap penderita (wawancara riwayat
kejang pasien, termasuk apa yang terjadi sebelum, selama dan setelah
serangan kejang), serta melakukan pemeriksaan klinis dan neurologis secara
sistematik. Hasil diagnosa mengarah ke epilepsi maka sudah sepantasnya
direncanakan pemeriksaan spesifik yang mendukung diagnosa epilepsy.
Pemeriksaan spesifik yang mendukung diagnosa epilepsi tersebut meliputi :
i) Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh,
karena pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami
penderita. Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama
dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan
informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis
juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler
dan obat-obatan tertentu. Anamnesi meliputi: Pola/bentuk serangan,
ada/tidaknya penyakit lain, lama serangan, faktor pencetus, gejala sebelum,
selama dan paska serangan, usia saat serangan terjadi, riwayat penyakit
epilepsy dalam keluarga, frekuensi serangan, riwayat penyakit dan terapi
sebelumnya.
ii) Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan
epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan
kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus
menepis sebab- sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan
riwayat penyakit sebagai pegangan. Pemeriksa pada anak-anak harus
memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali,
perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan
pertumbuhan otak yang unilateral.
iii) Pemeriksaan penunjang
i) Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rmenegakkan diagnosis epilepsi. Kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan
adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolic. Rekaman EEG dikatakan abnormal:
Pertama, asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama
di kedua hemisfer otak. Kedua, irama gelombang tidak teratur, irama
gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta.
Ketiga, adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada keadaan
normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku
majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas,
misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia,
epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus
per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG
gelombang paku/tajam/lambat dan paku majemuk yang timbul secara
serentak (sinkron).
ii) Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita
yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan
diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG
memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta
memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang
ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang
penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk
kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan
prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.
iii) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan
untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. CT Scan
dibandingkan dengan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik
akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan
hipokampus kanan dan kiri.

4.1.8 Gejala dan Tanda


Gejala dan tanda epilepsi diantaranya dapat dilihat pada Tabel IV.2
dibawah ini.

Tabel IV.2 Gejala dan tanda epilepsi

Gejala epilepsy Tanda epilepsy


a. Penderita mengalami a. Sukar bernapas
kehilangan kesadaran b. Mata kebiruan
b. Setelah sadar, penderita mengalami c. Keluar busa dari mulut atau
sakit kepala dan nyeri otot. air liur yang berlebih.
c. Kebingungan d. Kejang - kejang
d. Mengalami aura ( mendengar e. Keluar keringat dingin
sesuatu, melihat sesuatu, f. Gerakan menghentak yang
merasa sudah melakukan tidak terkontrol pada tangan
sesuatu, dll) dan kaki
c
Sumber: Anonim (2014)

4.2 Terapi Epilepsi


4.2.1 Tatalaksana Terapi.
Tatalaksana epilepsi meliputi tiga bidang yaitu penegakan diagnosi
mengenai jenis bangkitan menurut penyebabnya dengan tepat. Kedua,
melakukan terapi, dan ketiga rehabilitasi, sosisalisasi, dan edukasi.
i) Terapi Farmakologi
Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal yaitu :
a. Tatalaksana Fase Akut (saat kejang)
Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan
oksigenasi otak yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera
mungkin, mencegah kejang berulang, dan mencari faktor
penyebab. Serangan kejang umumnya berlangsung singkat dan
berhenti sendiri. Pengelolaan pertama untuk serangan kejang
dapat diberikan diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat
badan anak < 10 kg atau 10 mg bila berat badan anak > 10 kg.
Jika kejang masih belum berhenti, dapat diulang setelah selang
waktu 5 menit dengan dosis dan obat yang sama. Jika setelah dua
kali pemberian diazepam per rektal masih belum berhenti, maka
penderita dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.
b. Pengobatan Epilepsi
Terapi farmakologi pada epilepsi merupakan terapi menggunakan
OAE (Obat Anti Epilepsi). Obat anti epilepsi yang biasa
digunakan seperti fenitoin, fenobarbital, valproat, kabamazepin,
okskarbazepin, etosuksimid, lamortrigin, dan benzodiazepin.
ii) Terapi non-farmakologi
Selain dengan terapi menggunakan obat, dapat pula dilakukan terapi
non- farmakologi. Terapi non-farmakologi untuk epilepsi meliputi:
a. Pembedahan
Merupakan opsi pada pasien yang tetap mengalami kejang
meskipun sudah mendapat lebih dari 3 agen antikonvulsan,
adanya abnormalitas fokal, lesi epileptik yang menjadi pusat
abnormalitas penyebab epilepsi.
b. Diet Ketogenik
Diet ketogenik adalah diet tinggi lemak, cukup protein, dan
rendah karbohidrat, yang akan menyediakan cukup protein untuk
pertumbuhan, terapi kurang karbohidrat untuk kebutuhan
metabolisme tubuh. Tubuh akan menggunakan lemak sebagai
sumber energi, yang pada gilirannya akan menghasilkan
senyawa keton. Mekanisme diet ketogenik sebagai antiepilepsi
masih belum diketahui secara pasti, namun senyawa keton ini
diperkirakan berkontribusi terhadap pengontrolan kejang (24).
4.2.2 Obat Anti Epilepsi
Obat anti epilepsi merupakan obat yang digunakan untuk terapi
epilepsi. OAE berdasarkan Consensus Guidelines on the Management of
Epilepsy 2010 dapat dilihat pada Tabel IV.3 berikut ini :
Tabel IV.3 Daftar Obat Anti Epilepsi beserta Indikasi

Tipe kejang Pilihan pertama Pilihan kedua


Kejang parsial
Kejang parsial Parsial Karbamazepin (M/A) Acetazolamid (A) Clonazepam
kompleks Umum sekunder Lamotrigin (M/A) (A) Gabapentin (A)
Levetiracetam (M/A) Phenobarbital (A) Phenitoin
Oxcarbazepin (M/A) (M/A)
Topiramat (M/A)
Valproat (M/A)
Kejang umum
Tonik-klonik/grand mal, Karbamazepin (M/A) Acetazolamid (A)
Klonik Lamotrigine (M/A) Levetiracetam (A) Phenobarbital
Topiramate (M/A) (A)
Valproate (M/A) Phenitoin (M/A)
Absence /petit mal/lena Ethosuximid*(M/A) Acetazolamid (A) Clonazepam
Lamotrigin (M/A) (A)
Valproat (M/A)
Atonik, Tonik Valproat (M/A) Acetazolamid (A) Clonazepam
(A) Lamotrigin (A) Phenitoin
(M/A)
Topiramat (A)
Mioklonik Valproat (M/A) Acetazolamid (A) Clonazepam
(M/A) Lamotrigin (A)
Levetiracetam (A)
Phenobarbital (M/A)
Piracetam (A)
M : Monoterapi A : Adjuvan terapi
Sumber: Anonimb (2010)

Dosis Obat Anti Epilepsi (OAE) untuk dewasaberdasarkan


Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy 2010 dapat dilihat
pada Tabel IV.3 berikut:

Tabel IV.4 Dosis Umum Obat Anti Epilepsi Dewasa

Obat Anti Epilepsi Dosis Harian Dosis /


Hari
Karbamazepin Awal : 100 mg. Pemeliharaan : 400-1600 mg. 2-3
Klonazepam Awal : 0.25 mg. Pemeliharaan : 0.5-4 mg. 2-3
Ethosuximid Awal : 250 mg/kg. Pemeliharaan : 750-2000 mg. 2-3
Gabapentin Awal : 300 mg. Pemeliharaan : 900-3600 mg. 2-3
Lamotrigin Awal : 25 mg. Pemeliharaan : 100-200 mg. 1-2
Levetiracetam Awal : 500 mg. Pemeliharaan : 1000-3000 mg 2
Oxcarbazepin Awal : 600 mg. Pemeliharaan : 1200-2400 mg. 2
Phenobarbital Awal : 30 mg. Pemeliharaan : 30-180 mg. 1-2
Phenitoin Awal : 200-300 mg. Pemeliharaan : 300-400 mg. 1
Topiramat Awal : 25-50 mg. Pemeliharaan : 200-400 mg. 2
Valproat Awal : 400-600 mg. Pemeliharaan : 400-2500 mg. 2
b
Sumber: Anonim (2010)

4.2.3 Mekanisme Kerja Obat Anti Epilepsi


Mekanisme obat jenis ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
mekanisme dengan memblokade aksi glutamat (glutamate blockers) dan
mekanisme dengan mendorong aksi inhibisi GABA (Gamma Amino Butyric
Acid) pada membran postsinaptik dan neuron.
a.) Blokade aksi glutamat (glutamate blockers)
Reseptor glutamat mengikat glutamat, suatu neurotransmitter
eksitatorik asam amino yang penting dalam otak. Reseptor glutamat
mempunyai 5 tempat ikatan yang potensial sehingga menyebabkan
respon yang berbeda-beda tergantung tempat yang distimulasi atau
dihambat. Obat-obat anti epilepsi yang termasuk dalam mekanisme ini
diantaranya ialah felbamat dan topiramat.
b.) Mendorong aksi inhibisi GABA
Pada membran post sinaptik dan neuron reaksi kejang. Merupakan
hasil ketidakseimbangan antara aktivitas eksitasi dan inhibisi pada otak,
dimana aktivitas eksitasinya lebih tinggi daripada inhibisi. Akson
melepaskan neurotransmitter, melalui ruang sinaps yang berhubungan
dengan dendrit-dendrit dan badan sel neuron lain. Neurotransmitter
terbagi menjadi dua bagian yaitu eksitator dan inhibitor. Hasil pengaruh
kedua neurotransmitter tersebut dapat bersifat eksitasi atau inhibisi.
Eksitasi terjadi lebih kuat, maka neuron akan lebih mudah melepaskan
muatan listrik dan meneruskan impuls ke neuron-neuron lain. Inhibisi
yang lebih kuat, maka neuron-neuron akan dihambat untuk tidak
meneruskan impuls ke neuron lain. Proses inhibisi ini akan menghentikan
serangan epilepsi.
4.2.4 Efek Samping OAE
Hampir semua OAE menimbulkan efek samping. Efek samping yang
sering dihubungkan dengan penggunaan OAE adalah idiosinkrasi, gangguan
kognitif, dan komplikasi lain akibat penggunaan jangka panjang. Dengan
hal ini, maka dalam pengobatan epilepsi perlu mempertimbangkan antara
kekhasiatan obat dan efek samping yang dapat terjadi pada penderita.

Tabel IV.5 Efek samping obat anti epilepsi

Obat Anti Epilepsi Efek Samping


Karbamazepin Gangguan suasana hati, anti mania, psychosis
Oxcarbazepin
Felbamat Iritabilitas, kebingungan, susah tidur, nafsu makan
Berkurang.
Gabapentin Anxiolytic, pobia dengan orang dan panik
Phenobarbital Sedasi, aggression, hiperaktif, gangguantidur,
Primidon psychosispenurunan kognitif
Phenitoin Depresi , penurunan kognitif, Encephalophaty
Tiagabin Depresi, kebingungan,
Topiramat Aggression, kurang perhatian, depresi, psychosis
Valproat Encephalopathy, anti mania
Vigabatrin Psikomotor lambat, depresi
Sumber: Panayiotopoulos (2010)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di
Apotek Kimia Farma 543 Tasikmalaya dari tanggal 2-30 Februari 2020, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Tugas dan tanggung jawab apoteker di Apotek adalah memimpin
seluruh kegiatan apotek dan bertanggungjawab terhadap pengembangan
serta kelangsungan hidup apotek.
2. Membuat laporan dan memberikan data kegiatan apotek untuk jangka
waktu tertentu kepada atasan.
3. Apoteker juga bertugas melakukan penerimaan resep dan penyerahan
obat yang disertai informasi dan edukasi kepada pasien berkaitan
dengan terapi obat, meliputi nama obat, khasiat, cara pemakaian,
interval pemakaian, efek samping yang mungkin terjadi, serta
melakukan monitoring penggunaan obat.
4. Apoteker melakukan kegiatan pengembangan dengan jalan mengikuti
dan merencanakan usaha pengembangan apotek, meningkatkan
pelaksanaan dan kegiatan usaha di bidang manajemen apotek.

5.2 Saran
Secara umum, dari hasil kegiatan dan pengamatan selama Praktik Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma 543 Tasikmalaya, pengelolaan
pelayanan kefarmasian di apotek sudah cukup baik. Beberapa hal yang mungkin
dapat menjadi masukan untuk meningkatkan kinerja dalam pelayanan kefarmasian
di apotek, antara lain:
1. Penempelan label harga pada barang yang dijual di swalayan, guna
keefektifan sehingga pelanggan tidak perlu datang ke kasir untuk
menanyakan harga.
2. Obat-obat dengan cara pemakaian yang khusus, sebaiknya disertai

68
69

dengan brosur cara pemakaian obat untuk mengurangi medication


error.
3. Ketersediaan obat perlu ditingkatkan agar tidak terjadi penolakan resep
yang berulang dan supaya pasien tidak menunggu lama ketika menebus
resep.
4. Dilakukan penyimpanan obat dengan penempelan label obat LASA
(look a like sound a like)
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2009). Undang-


Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Jakarta: Departemen kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan


Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Nomor 889/MENKES/PER/V/2011
tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor
Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
71
72

7. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. (2007).


Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Ditjen
Binfar dan Alkes.

8. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta: Sekretariat
Negara Republik Indonesia.

9. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta:
Sekretariat Negara Republik Indonesia.

10. Presiden Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia No. 44 Tahun 2010 tentang Prekursor. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan, Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

12. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2008).


Training of Trainer Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP)
dan Sistem Pelaporan Dinamika Obat Pedagang Besar Farmasi.
Dalam Buletin INFARKES 1, Edisi Agustus 2008, 5.

13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1993). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 919/MENKES/PER/I/1993
tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
14. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010 Tentang Kewajiban
Penggunaan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintah. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

15. PT. Kimia Farma Profil Perusahaan (diakses 8 September 2019) tersedia di
: http://www.kimiafarma.co.id.

16. Sukandar EY, Andrajati R, Sigit JL, Adnyana IK, Setiadi AP.,( 2008).
Buku 2 : Iso Farmakoterapi., Penerbit PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.

17. BADAN POM, (2017). IONI ”Informatorium Obat Nasional


Indonesia”., Jakarta :Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.

18. Medscape. (2019). Medscape reference. Aplikasi Medscape. [diakses


2019].

19. Shorvon, S. 2010. Handbook of Epilepsy Treatment. 3th Edition.


Singapore: Toppan Best-set Premedia Limited.

20. Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V. 2015.
Pharmacotheraphy Handbook. Ed 9th.

21. WHO.2016.Epilepsy.http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs999/en/.
Diakses tanggal 15 September 2016.

22. WHO. 2001. Epilepsy: epidemiology, etiology, and prognosis. WHO Fact
Sheet No. 165.
23. WHO. 2006. Neurological Disorder: Public Health Challenges. Geneva.
WHO Press.

24. Ikawati, Z,. 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat.


Yogyakarta: Bursa Ilmu Karangkajen. Hal 85- 102.

25. Purba, J.S. 2008. Epilepsi Permasalahan di Reseptor atau


Neurotransmitter. Journal of Pharmaceutical Development and Medical
Application. Dikases pada tanggal 19 Desember 2012.

26. Wibowo, S., dan Gofir, A., 2006, Obat Anti Epilepsi, 1-44, Pustaka
Cendekia Press, Yogyakarta.
LAMPIRAN 1
STRUKTUR ORGANISASI APOTEK KIMIA FARMA 543
TASIKMALAYA

Apoteker
PenanggungALUR
Jawab Apotek

Asisten Apoteker Fakturing dan Dropping


Asisten Apoteker Asisten Asisten
Pengadaan dan Apoteker Apoteker
Keuangan
BPJS Merchandise
Gambar V.1 Bagan Struktur Organisasi

Keterangan :

Apoteker Penanggung Jawab : Olivia Sedona, S.Farm., Apt


Asisten Apoteker : Devi Pitara (Pengadaan dan
Keuangan)
Wida Wanti (Fakturing dan
Dropping)
Ai Ane Nuraeni (Merchandise)
Ladi Padri S (BPJS)
LAMPIRAN 2

ALUR PELAYANAN RESEP

Penerimaan Resep

Resep Kredit Resep Tunai

Pemeriksaan Kelengkapan administrasi, Pemeriksaan Kelengkapan administrasi,


dan pengecekan stok barang dan pengecekan stok barang

Memastikan Persyaratan Lengkap Pemberian Harga dan konfimasi pasien

Meminta no Hp, nama, alamat pasien Pasien Membayar di kasir dan diberi
Meminta no Hp, nama, alamat

Dispensing/Penyiapan oabat

Obat Jadi Obat Racikan

Pemberian Etiket

Pemeriksaan Kesesuaian obat

Penyerahan Obat disertai dengan Pemberian informasi Obat

Obat diterima Pasien Resep disimpan oleh petugas

Gambar V.2 Bagan Alur Pelayanan Resep di Apotek Kimia Farma 543
Tasikmalaya
LAMPIRAN 3

CONTOH SURAT PESANAN PREKURSOR

Gambar V.3 Contoh Surat Pesanan Prekursor


LAMPIRAN 4

CONTOH SURAT PESANAN OBAT REGULER

Gambar V.4 Contoh Blanko Surat Pesanan Obat Reguler


LAMPIRAN 5

CONTOH SURAT PESANAN OOT

Gambar V.5 Contoh Surat Pemesanan OOT


LAMPIRAN 6

CONTOH BLANKO COPY

RESEP

Gambar V.6 Contoh Blanko Copy Resep


lAMPIRAN 7

CONTOH KARTU STOK OBAT

Gambar V.7 Contoh Blanko Kartu Stok


LAMPIRAN 8

CONTOH PLASTIK KLIP DAN ETIKET OBAT

Gambar V.8 Contoh Plastik klip dan etiket obat


LAMPIRAN 9

CONTOH FAKTUR DAN PEMBUKUAN

Gambar V.9 Contoh Faktur dan Pembukuan


LAMPIRAN 10

CONTOH LABEL OBAT PERHATIAN KHUSUS

Gambar V.10 Contoh Label Obat Perhatian Khusus


LAMPIRAN 11

TEMPAT PENYIMPANAN OBAT

Gambar V.11 Tempat Penyimpanan Obat


LAMPIRAN 12

TEMPAT DISPENSING DAN KARDUS PENGIRIMAN BARANG UNTUK


KE APOTEK KIMIA FARMA LAIN

Gambar V.12 Tempat Dispensing dan Kardus Pengiriman Barang


LAMPIRAN 13

TEMPAT PENYERAHAN RESEP

Gambar V.13 Tempat Penyerahan Resep

Anda mungkin juga menyukai