Kelas: D / Semester 4
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
dan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah stomatognati 2 ini
yang membahas tentang hubungan system stomatognati dengan postur tubuh.
Adapun makalah ini kami buat dengan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang akan
diungkapkan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
gigi yang dikoordinasi dan dikontrol oleh SSP. kompleks neuromuskular
mengatur refleks dan pergerakan voluntari mandibula. Artikulasi STM menjaga
hubungan perlekatan distal mandibula-maksila serta menyediakan gilding plane
bagi pergerakan mandibula ke anterior, lateral, dan inferior dalam batas
pergerakan mandibula.1 Gigi menyediakan relasi mandibula-maksila yang stabil
secara vertikal dan horizontal, dengan cara relasi interkuspal gigi-gigi yang
berlawanan. Gigi juga menyediakan dataran haluan pergerakan mandibula ke
anterior dan lateral dalam keadaan gigi berkontak. Harmonisasi keadaan diatas
menyediakan keseimbangan dalam sistem stomatognatik.2
4
exteroceptive (sensitivitas kulit pada kaki), proprioseptif (terutama dari sendi
serviks, pinggul, pergelangan kaki, dan lutut), vestibular (utriculus, sacculus,
kanal setengah lingkaran), dan visual (pergerakan lingkungan sekitarnya). Input
aferen ini dapat dimodulasi oleh banyak faktor, seperti suasana hati dan
kecemasan.7
Studi terbaru menekankan peran potensial dari oklusi gigi dan aferen
trigeminal dalam mempertahankan kontrol postural. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa posisi mandibula yang berbeda menyebabkan variasi
postur tubuh. Misalnya, perubahan posisi mandibula, yang dapat menyebabkan
perubahan aferen proprioseptif dan periodontal, dapat mempengaruhi posisi
center of foot pressure (COP) dan stabilitas gaya berjalan. Sebaliknya,
perubahan postur tubuh dapat mempengaruhi posisi mandibula.7
5
kontrol postural setelah anestesi truncular unilateral pada saraf mandibula.
Faktanya, anestesi unilateral pada trigeminus menyebabkan pergeseran berat
badan ke ekstremitas kontralateral, yang menyebabkan ekstremitas inferior
homolateral berkontraksi. Posisi mandibula yang lebih simetris juga
menghasilkan pola kontraksi otot sternokleidomastoid (SCM) yang lebih
simetris dan mengurangi goyangan tubuh. Penelitian lain lebih lanjut
menunjukkan bahwa oklusi gigi dapat mempengaruhi postur tubuh dan
kelengkungan tulang belakang (misalnya, skoliosis dan lordosis).7
6
terjadinya temporomandibular disorders (TMD) yang dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari.3 Adapun TMD adalah suatu gangguan yang mempunyai
karakteristik nyeri pada otot-otot pengunyahan serta STM dan struktur di
sekelilingnya, keterbatasan fungsi rahang, adanya bunyi sendi, pola keausan
dan kegoyangan gigi yang abnormal.3,10
7
4. Hubungan vertikal semua gigi harmonis dengan kontraksi otot-otot
elevator.
5. Hubungan horizontal semua gigi harmonis dengan zona netral.4
8
karena tubuh merupakan satu rangkaian skeletal dan multi-sendi yang
terangkum dalam kompleks musculoskeletal. Pergerakan setiap sendi
merupakan interaksi dinamis dengan sendi lain dalam rangkaian. Abnormalitas
spina servikal yang paling umum mempunyai dampak langsung terhadap regio
kraniofasial adalah FHP. Inflamasi berkepanjangan dari otototot paraspinal
tidak hanya meningkatkan aktivitas otot-otot leher tetapi juga otot-otot
mastikasi.16
9
Pada kebiasaan duduk membungkuk dan bermalas-malasan, kepala
bersandar pada meja dalam keadaan duduk, membawa tas pada satu sisi, berdiri
bertumpu pada satu kaki, dan kebiasaan tengkurap memiliki sifat signifikansi
yang sedang. Kebiasaan duduk membungkuk dan bermalas-malasan dengan
bunyi kliking sendi temporomandibula memiliki sifat signifikansi yang sedang
dengan tingkat keterkaitan sebesar 4,75%. Duduk dengan posisi badan
membungkuk sangat membebani struktur jaringan lunak vertebrapada diskus
intervertebra, ligament dan otot. Duduk dalam posisi statis dan sikap tubuh yang
kurang ergonomis seperti duduk dalam posisi membungkuk (kurang dari 90
derajat) dapat memicu kerja otot yang kuat dan lama tanpa cukup pemulihan.
Pada sikap kerja statis terjadi kontraksi otot yang kuat dan lama tanpa cukup
kesempatan pemulihan, dan aliran darah ke otot terhambat. Akibatnya, timbul
rasa lelah dan nyeri pada otot tubuh. Apabila otot-otot punggung tersebut
menerima beban statis saat duduk jangka waktu lama, maka dapat menyebabkan
keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon keluhan hingga
kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan muskulokeletal
atau cidera pada sistem muskulokeletal.16
10
ditunjukkan melalui variasi posisi duduk. Ketidaksesuaian tersebut
menyebabkan seseorang duduk dengan posisi yang salah, yakni dengan posisi
membungkuk dan posisi duduk bebas. Posisi duduk bebas adalah seperti berdiri,
memutar badan ke kanan dengan posisi ketiak di sandaran kursi, membungkuk
dengan pipi atau wajah yang menempel ke meja. Hubungan kebiasaan duduk
dengan menyandarkan kepala pada meja dengan bunyi kliking sendi
temporomandibula memiliki sifat signifikansi sedang dengan keterkaitan
sebesar 8,68%. Posisi tersebut akan membebani satu sisi rahang dengan beban
statis, sehingga rahang terdorong dan menekan gigi pada oklusi lateral yang tak
seimbang menyebabkan tekanan berterusan pada sisi yang terbebani. Selain itu,
kepala kondilus menerima tekanan berkelanjutan pada diskus artikularis, dan
jaringan retrodiskal yang mempunyai banyak vaskularisasi dan inervasi
sehingga dapat memicu terjadinya gangguan pada sendi temporomandibula.
Perubahan pola oklusi dan perpindahan posisi kondilus dapat menyebabkan
terjadinya bunyi kliking pada sendi temporomandibula.16
Kebiasaan membawa tas pada satu sisi dengan bunyi kliking sendi
temporomandibula memiliki sifat signifikansi yang sedang dengan keterkaitan
sebesar 10,38%. Membawa tas pada satu sisi dapat menyebabkan nyeri
musculoskeletal dan berubahan lengkung tulang belakang. Membawa tas
dengan satu sisi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan deviasi
tulang belakang dimana tulang belakang lebih condong ke arah beban tas dan
rotasi pada pelvis. Selain itu, posisi bahu menjadi tidak simetris dan otot leher
menjadi tidak seimbang. Selain itu posisi tubuh yang asimetri dapat
menyebabkan deviasi mandibula yang menjadi salah satu penyebab gangguan
sendi temporomandibular.16
Kebiasaan berdiri bertumpu pada satu kaki dan bunyi kliking sendi
temporomandibula memiliki korelasi dengan sifat signifikansi sedang dengan
keterkaitan sebesar 12,98%. Berdiri dengan bertumpu pada satu kaki
menempatkan semua berat tubuh ke satu sisi dan memaksa tulang belakang
melengkung ke satu sisi dan memberi tekanan pada area punggung bawah dan
11
pinggul. Selain itu, lengkung vertebrae juga lebih condong ke sisi tumpuan kaki
dan dapat terjadi rotasi pada pelvis. Kebiasaan beraktivitas dengan posisi
tengkurap dengan bunyi kliking sendi temporomandibula memiliki sifat
signifikansi sedang dengan keterkaitan sebesar 9,54%. Posisi tersebut bisa
menyebabkan subluksasi vertebra. Sublukasi dari servikal berpengaruh
langsung terhadap sendi temporomandibula dan lumbar vertebrae. Posisi tulang
belakang bisa mempengaruhi oklusi.16
12
Duduk dengan menyilangkan kaki dapat mengurangi kelelahan otot
dengan mengurangi aktivitas otot pada otot perut internal dan eksternal perut,
dan dapat menyesuaikan ketinggian kedua sisi panggul untuk keselarasan yang
lebih baik jika kedua kaki individu memiliki panjang yang berbeda. Selain itu,
hal ini dapat memberi stabilitas pada sendi sakro-iliaka individu yang memiliki
ketidakstabilan di sendi tersebut dengan menghasilkan penambahan sendi
pinggul. Namun, duduk menyilangkan kaki juga bisa menimbulkan banyak
risiko bagi tubuh. Duduk dengan menyilangkan kaki menyebabkan
ketidakseimbangan pada otot abdominal internal dan oblique eksternal dan juga
berdampak pada ketidaksimetrisan tulang belakang. Selain itu, duduk
menyilang kaki juga dapat menyebabkan melemahnya vertebra lumbal atau
berotasi. Hal tersebut berpotensi menyebabkan posisi bahu dan pinggul menjadi
asimetri. Duduk dengan menyilang kaki juga dapat menyebabkan sakit
pinggang dan punggung. Hal tersebut menunjukkan bahwa duduk dengan
menyilang kaki tidak secara langsung dapat menyebabkan gangguan pada sendi
temporomandibula.16
Tidur dengan bantal yang terlalu tinggi tidak memiliki korelasi yang
signifikan secara statistik. Ketika berdiri tegak, kepala dan leher berada pada
satu garis lurus bila dilihat dari depan dan terdapat lengkung leher bila dilihat
dari samping. Posisi tersebut disebut juga neutral position. Neutral position
juga harus dipertahankan dalam posisi tidur. Bila posisi bantal terlalu tinggi,
maka posisi tersebut menyimpang dari posisi normal. Posisi tidur dengan bantal
terlalu tinggi dapat merubah postur kepala, leher, dan tulang belakang. Selain
itu otot-otot leher menjadi tidak rileks sehingga terdapat kemungkinan pegal
pada leher.16
13
2. Bruksisma, keletuk sendi, nyeri dan bising saat membuka tutup mulut;
3. Myalgic asthenia. Nyeri dan kontraksi atau rasa tegang pada muka, pelipis,
tengkuk dan leher, pundak, punggung dan pinggang; nyeri dan tegang area
okular retrobulbar;
4. Ketidakseimbangan mandibular, descending postural syndrome;
5. Peningkatan tonus seluruh otot-otot tubuh;
6. Keterbatasan fungsi mulut, sulit membuka mulut saat bangun tidur,
deformasi kepala kondilus, perubahan kapsula dan ligamen diskus
artikularis;
7. Sindroma temporomandibula, artrosis STM;
8. Kesulitan membuka mulut dalam waktu lama;
9. Kesukaran saat mengunyah;
10. Kecenderungan menggigit pipi dan lidah;
11. Bruksisma, bruksomania;
12. Faset keausan gigi; kegoyangan dan bergesernya gigi;
13. Resesi gusi, poket periodontal, pyorea, paradentosis. Diastem gigi anterior
pada satu sisi, protrusi gigi seri pada satu sisi;
14. Fraktur gigi, pivot15 dan akar;
15. Deviasi mandibula dan asimetri wajah;
16. Anomali ortodonti, misal deviasi lateral mandibula, monolateral cross-bite,
deep bite, perbedaan klasifikasi Angle kanan dan kiri.
14
gangguan, kelainan, dan penyakit.4 Untuk mengetahui komponen terlemah
maka mekanisme atau patogenesis tiap etiologi harus dapat dipahami.
Pada kebiasaan bernapas melalui mulut, posisi postur kepala agak lebih
ke depan. Ricketts melaporkan bahwa terdapat hubungan antara posisi kepala
dan keperluan respiratori fungsional, sehingga postur kepala yang lebih ke
depan merupakan respon fungsional dari bernafas melalui mulut, yaitu sebagai
jalan masuk udara ke mulut karena adanya obstruksi nasal.22 Diagnosis
otorinolaringologi menunjukkan adanya obstruksi jalan napas atas, dapat dilihat
melalui fibroskopi nasal dan dilihat dari tidak adanya passive lip
seal/incompetency lip/hypotonus lip.22
Posisi tidur telungkup atau pada satu sisi akan membebani satu sisi
rahang dengan beban statis, sehingga rahang terdorong dan menekan gigi pada
15
oklusi lateral yang tak seimbang menyebabkan tekanan berterusan pada sisi
yang terbebani selama berjam-jam setiap malam. Keadaan ini menyebabkan
ketiga komponen sistem stomatognati mengalami obstruksi sirkulasi darah.6
Agar penelanan dapat berlangsung, otot pengunyahan akan aktif menggerakkan
rahang ke posisi relasi sentrik dan menggerakkan gigi dari oklusi lateral yang
salah ke oklusi lateral (posisi maksimal interkuspasi). Gigi bergerak dengan
cara bergeser, menyebabkan terjadinya bruksisma dan aksi negatif gingiva,
periodontium, dan STM.6
Selain itu, posisi tidur yang salah akan mengganggu proses penelanan
yang berlangsung spontan dan otomatis. Penelanan merupakan pergerakan yang
tidak disadari yang berlangsung setiap 4 menit sepanjang hidup.6 Proses
penelanan normal berlangsung pada keadaan rahang bebas bergerak dan berada
pada posisi yang benar, akan mengkompresi dan mengdekompresi gigi.
Pergerakan ini memungkinkan sirkulasi darah pada gigi, gingiva, periodonsium,
ligamen periodontal dan sementum, tulang alveolar, STM, dan otot-otot
pengunyahan.
16
BAB III
KESIMPULAN
Sistem stomatognatik atau sistem mastikasi adalah unit fungsional tubuh
yang mengkoordinasi fungsi pengunyahan, penelanan, dan bicara. Komponen
utama sistem stomatognatik tersebut adalah sendi temporomandibula (STM), otot-
otot pengunyahan dan kompleks gigi periodontal yang bekerja secara harmoni dan
berhubungan erat dalam satu sistem. Pengaruh mekanisme komponen
stomatognatik dapat bersifat langsung dan tidak langsung yang ditransmisi oleh
sistem saraf pusat (SSP) yang menerima informasi mengenai berbagai keadaan
melalui reseptor yang terdapat di rongga mulut, otot-otot, dan STM. berbagai
informasi tekanan, nyeri, dan perubahan suhu menentukan terjadinya modifikasi
terhadap komponen sistem stomatognatik.
17
luas tercermin dalam representasi luas dari distrik orofasial di area motorik dan
sensorik korteks serebral.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Mongini F. The stomatognathic system: function, dysfunction, and
rehabilitation. Chicago: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1984. p. 15-6.
2. Gross MD, Mathews JD. Occlusion in restorative dentistry: technique and
theory. Edinburgh: Churchill Livingstone; 1982.
3. Ash MM, Ramfjord S. Occlusion. 4th ed. Philadelphia: Mosby; 1995. p. 76,147.
4. Dawson PE. Functional occlusion from TMJ to smile design. St. Louis: Mosby
Elsevier; 2007. p. 53-4, 346-8.
5. Mandibular unbalance. [cited 18 Aug 2010]. Available from:
http://www.galiffa.com/.
6. Check your sleeping position.... [cited 18 Aug 2010]. Available from:
http://www.galiffa.com/.
7. Cuccia A, Caradonna C. The Relationship between the Stomatognathic System
and Body Posture. CLINICS. 2009;64(1):61-6.
8. The complete guide to the Alexander technique. [cited 2010 Aug 24]. Available
from: http://www.alexandertechnique.com/.
9. Wright EF, Domenech MA, Fischer JR. Usefulness of posture training for
patients with temporomandibular disorders. J Am Dent Assoc 2000; [cited 18
Aug 2010]; 131(2):202-10. Available from: http://www.jada.sagepub.com.
10. El-Amin EI, Khalid MA, Ali SE. Temporomandibular disorders in Al-Ahsa
province, KSA: An epidemiologic study. Saudi Dent J 2001;13(3):283-90.
11. Klineberg I, Rob J. Occlusion and clinical practice: An evidence-based
approach. Edinburgh: Wright Elsevier; 2004. p. 49-54.
12. Leonard, A., and Sabina M. The body posture and its imbalances in children
and adolescents. Science, Movement and Health 2014; 14(2):354-359.
13. Winarti, TM., dan Rikmasari, R. Kebiasaan postur tubuh yang buruk yang
mengganggu kesehatan sendi temporomandibula. Dentofasial 2011; 10(3):196–
201.
19
14. Perinetti, G. Correlations between the stomatognathic system and body posture:
biological or clinical implications Clinics 2009. 64(2):77–78. Cited from
https://doi.org/10.1590/ S1807-59322009000200002 (diakses Desember 2017).
15. Manfredini, D., B. Bucci, Marco, Nardini, L. G. The Diagnostic Process for
Temporomandibular Disorders. Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial
Journal. 2007; 9:35-39.
16. Kamila Washfanabila,dkk. 2018. Hubungan kebiasaan buruk postur tubuh
dengan bunyi kliking sendi temporomandibula. Departemen Prostodonsia,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. 37,40-42.
17. Okeson JP, Management of Temporomandibula Disorder and Oclussion, 4th
ed. St. Louis: Elsevier; 2007. p. 8-10, 224-227.
18. Eriksson PO, Haggman-Henrikson B, Nordh E, Zafar H. Co-ordinated
mandibular and head-neck movements during rhythmic jaw activities in man.
In: Haggman-Henrikson B, Zafar H, Eriksson PO. Disturbed jaw behavior in
whiplash-associated disorders during rhythmic jaw movements. J Dent Rest
2002; 81(11): 747-51.
19. Haggman-Henrikson B, Zafar H, Eriksson PO. Disturbed Jaw behavior in
whiplash-associated disorders during rhythmic jaw movements. J Dent Rest
2002; 81(11): 747-51.
20. Hellsing E, Hagberg C. Changes in maximum bite force related to extension of
the head. In: Haggman-Henrikson B, Zafar H, Eriksson PO (editor). Disturbed
jaw behavior in whiplash associated disorders during rhythmic jaw movements.
J Dent Rest 2002; 81(11): 747-51.
21. Yamada R, Ogawa T, Koyano K. The effect of head posture on direction and
stability of mandibular closing movement. In: Haggman- Henrikson B, Zafar H,
Eriksson PO. Disturbed Jaw behavior in whiplash-associated disorders during
rhythmic jaw movements. J Dent Rest 2002; 81(11): 747-51.
22. Neiva PD, Kirkwood RN, Godinho R. Orientation and position of head posture,
scapula and thoracic spine in mouth-breathing children. Int J Pediatr
Otorhinolaryngol 2008.
20
23. Wassel R, Naru A, Steele J, Nohl F. Applied occlusion. London: Quintessence
Pub. Co.; 2008. p. 24-7, 73-85.
21