Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH STOMATOGNATI 2

HUBUNGAN SISTEM STOMATOGNATI


DENGAN POSTUR TUBUH

Disusun oleh kelompok 3:

NADIRA CALLISTA N (2019 - 11 - 111) NAZHIFA ALFATHIA (2019 - 11 - 116)

NADYA PUSPITA S (2019 - 11 - 112) NIKITA NUR F (2019 - 11 - 117)

NADYA PUTRI D (2019 - 11 - 113) NINDHIYA N (2019 - 11 - 118)

NARULITA (2019 - 11 - 114) NISRINA A.P YONA (2019 - 11 - 119)

NASYWA KAMILAH N (2019 - 11 – 115) NUR KHOFIFAH (2019 - 11 - 120)

Kelas: D / Semester 4

Tutor: Pricillia Priska Sianita Kurniawan, Sp.Ort, M.Kes

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
dan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah stomatognati 2 ini
yang membahas tentang hubungan system stomatognati dengan postur tubuh.
Adapun makalah ini kami buat dengan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah stomatognati 2 ini


yang membahas tentang hubungan system stomatognati dengan postur tubuh ini
dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi
terhadap pembaca.

Tangerang Selatan, 28 Mei 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 LATAR BELAKANG ....................................................................................... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................... 1

1.3 TUJUAN PENULISAN .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

2.1 SISTEM STOMATOGNATI ........................................................................... 3

2.2 POSTUR TUBUH ............................................................................................. 4

2.3 HUBUNGAN SISTEM STOMATOGNATI DENGAN POSTUR TUBUH 5

2.4 DISHARMONI SISTEM STOMATOGNATI ............................................... 6

2.5 KESEIMBANGAN SISTEM STOMATOGNATI ......................................... 7

2.6 KESALAHAN PADA POSTUR TUBUH ....................................................... 8

2.7 GEJALA YANG SERING TIMBUL ............................................................ 13

2.8 PERAWATAN YANG DI DAPATKAN....................................................... 14

BAB III KESIMPULAN................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Sistem stomatognati atau sistem mastikasi adalah unit fungsional tubuh


yang mengkoordinasi fungsi pengunyahan, penelanan, dan bicara.1,2 Komponen
utama sistem stomatognati tersebut adalah sendi temporomandibula (STM),
otot-otot pengunyahan dan kompleks gigi-periodontal yang bekerja secara
harmoni dan berhubungan erat dalam satu sistem.1,3 Pengaruh mekanisme
komponen stomatognati dapat bersifat langsung dan tidak langsung yang
ditransmisi oleh system saraf pusat (SSP) yang menerima informasi mengenai
berbagai keadaan melalui reseptor yang terdapat di rongga mulut, otot-otot, dan
STM.1

Berbagai informasi tekanan, nyeri, dan perubahan suhu menentukan


terjadinya modifikasi terhadap komponen sistem stomatognati.1 Sistem
stomatognati dapat memodifikasi komponennya dengan adanya adaptasi
fisiologik sehingga sedikit disharmoni yang terjadi tidak menimbulkan gejala-
gejala patologik.3 Adaptasi dapat berupa remodelling kondilus, erupsi pasif gigi,
ataupun adaptasi neuromuskular.1,3-6

Dalam keseharian, tanda dan gejala patologik kadang tidak dapat


dirasakan oleh individu.3 Adanya keluhan dan ketidaknyamanan yang dirasakan
mengganggu aktivitas sehari-hari akan membawa seseorang untuk mencari
pengobatan. Akan tetapi, pada saat ini biasanya kerusakan yang terjadi akan
lebih luas.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang akan
diungkapkan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa itu sistem stomatognati?


2. Apa itu postur tubuh?
3. Bagaimana hubungan sistem stomatognati dengan postur tubuh?
4. Bagaimana disharmoni sistem stomatognati?
5. Bagaimana keseimbangan sistem stomatognati?
6. Apa saja kesalahan pada postur tubuh?
7. Bagaimana gejala yang sering timbul?
8. Bagaimana perawatan yang di dapatkan?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun makalah ini bertujuan


untuk menyampaikan informasi yang meliputi:

1. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui apa itu sistem stomatognati.


2. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui apa itu postur tubuh.
3. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana hubungan sistem
stomatognati dengan postur tubuh.
4. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana disharmoni sistem
stomatognati.
5. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana keseimbangan sistem
stomatognati.
6. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui apa saja kesalahan pada postur tubuh.
7. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana gejala yang sering timbul.
8. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana perawatan yang di dapatkan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SISTEM STOMATOGNATI

Sistem stomatognatik atau sistem mastikasi adalah unit fungsional tubuh


yang mengkoordinasi fungsi pengunyahan, penelanan, dan bicara. Komponen
utama sistem stomatognatik tersebut adalah sendi temporomandibula (STM),
otot-otot pengunyahan dan kompleks gigi periodontal yang bekerja secara
harmoni dan berhubungan erat dalam satu sistem. Pengaruh mekanisme
komponen stomatognatik dapat bersifat langsung dan tidak langsung yang
ditransmisi oleh sistem saraf pusat (SSP) yang menerima informasi mengenai
berbagai keadaan melalui reseptor yang terdapat di rongga mulut, otot-otot, dan
STM. berbagai informasi tekanan, nyeri, dan perubahan suhu menentukan
terjadinya modifikasi terhadap komponen sistem stomatognatik.1

Menurut Glossary of Prosthodontic Terms, salah satu definisi STM


adalah artikulasi antara tulang temporal dan mandibula. Sendi ini merupakan
sendi diartrodial, bilateral ginglymus arthrodial yang menghubungkan
permukaan artikulasi kondilus mandibula dengan fosa artikularis tulang
temporal dengan diskus temporomandibular berada diantaranya. Sendi ini
merupakan bantalan dalam pergerakan mandibula ke segala arah, bergerak
secara pasif mengikuti komponen neuromuscular yang bergerak aktif dan
merupakan dan merupakan pemimpin dalam sistem stomatognatik. Pergerakan
mandibula mengikuti dan dibatasi oleh komponen neuromuscular dengan
komplek dental periodontal sebagai panduan arah pergerakan, sehingga gigi
juga merupakan bagian pasif dari sistem stomatognatik.1

Pergerakan mandibula terjadi sebagai hasil interaksi yang kompleks


komponen sistem stomatognatik, seperti otot-otot pengunyahan, STM dan gigi-

3
gigi yang dikoordinasi dan dikontrol oleh SSP. kompleks neuromuskular
mengatur refleks dan pergerakan voluntari mandibula. Artikulasi STM menjaga
hubungan perlekatan distal mandibula-maksila serta menyediakan gilding plane
bagi pergerakan mandibula ke anterior, lateral, dan inferior dalam batas
pergerakan mandibula.1 Gigi menyediakan relasi mandibula-maksila yang stabil
secara vertikal dan horizontal, dengan cara relasi interkuspal gigi-gigi yang
berlawanan. Gigi juga menyediakan dataran haluan pergerakan mandibula ke
anterior dan lateral dalam keadaan gigi berkontak. Harmonisasi keadaan diatas
menyediakan keseimbangan dalam sistem stomatognatik.2

2.2 POSTUR TUBUH

Postur tubuh merupakan salah satu kebiasaan yang terjadi bertahun-


tahun dan seringkali tidak disadari, dapat menyebabkan ketidakseimbangan
sendi dan otot, yang pada akhirnya menyebabkan keluhan nyeri pada sistem
stomatognatik dan struktur disekitarnya.6 Postur tubuh mengacu pada cara
tubuh diposisikan, termasuk apakah seseorang berdiri atau duduk, posisi relatif
bagian-bagian tubuh, dan seberapa banyak ruang yang ditempati tubuh. Postur
tubuh merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal.7

Postur mengacu pada posisi tubuh manusia dan orientasinya dalam


ruang. Postur tubuh melibatkan aktivasi otot yang dikendalikan oleh sistem
saraf pusat (SSP), mengarah pada penyesuaian postur tubuh. Penyesuaian
postural adalah hasil dari sistem mekanisme kompleks yang dikendalikan oleh
input multisensori (visual, vestibular, dan somatosensori) yang terintegrasi
dalam SSP.7

Melalui mekanisme feedback dan feedforward, penyesuaian postural


memainkan peran penting dalam kontrol postural ortostatik dan dinamis, yang
mempengaruhi kemampuan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Seperti refleks, penyesuaian postur tubuh meningkat melalui olahraga dan
pembelajaran. Penyesuaian ini ditimbulkan oleh beberapa jenis input aferen:

4
exteroceptive (sensitivitas kulit pada kaki), proprioseptif (terutama dari sendi
serviks, pinggul, pergelangan kaki, dan lutut), vestibular (utriculus, sacculus,
kanal setengah lingkaran), dan visual (pergerakan lingkungan sekitarnya). Input
aferen ini dapat dimodulasi oleh banyak faktor, seperti suasana hati dan
kecemasan.7

2.3 HUBUNGAN SISTEM STOMATOGNATI DENGAN


POSTUR TUBUH

Sistem stomatognatik (SS) juga memiliki peran penting dalam kontrol


postural. SS adalah unit fungsional yang dicirikan oleh beberapa struktur:
komponen rangka (rahang atas dan rahang bawah), lengkung gigi, jaringan
lunak (kelenjar ludah, suplai saraf dan pembuluh darah), dan sendi
temporomandibular dan otot pengunyahan (MM). Struktur ini bertindak selaras
untuk melakukan tugas fungsional yang berbeda (berbicara, memecah makanan
menjadi potongan-potongan kecil, dan menelan). Secara khusus, sendi
temporomandibular membuat koneksi otot dan ligamen ke daerah serviks,
membentuk kompleks fungsional yang disebut "sistem kranio-serviks-
mandibula". Persarafan aferen dan eferen SS yang luas tercermin dalam
representasi luas dari distrik orofasial di area motorik dan sensorik korteks
serebral.7

Studi terbaru menekankan peran potensial dari oklusi gigi dan aferen
trigeminal dalam mempertahankan kontrol postural. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa posisi mandibula yang berbeda menyebabkan variasi
postur tubuh. Misalnya, perubahan posisi mandibula, yang dapat menyebabkan
perubahan aferen proprioseptif dan periodontal, dapat mempengaruhi posisi
center of foot pressure (COP) dan stabilitas gaya berjalan. Sebaliknya,
perubahan postur tubuh dapat mempengaruhi posisi mandibula.7

Pengaruh reseptor periodontal pada postur tubuh dihipotesiskan oleh


Gangloff dan Perrin (2002), yang menemukan perubahan signifikan pada

5
kontrol postural setelah anestesi truncular unilateral pada saraf mandibula.
Faktanya, anestesi unilateral pada trigeminus menyebabkan pergeseran berat
badan ke ekstremitas kontralateral, yang menyebabkan ekstremitas inferior
homolateral berkontraksi. Posisi mandibula yang lebih simetris juga
menghasilkan pola kontraksi otot sternokleidomastoid (SCM) yang lebih
simetris dan mengurangi goyangan tubuh. Penelitian lain lebih lanjut
menunjukkan bahwa oklusi gigi dapat mempengaruhi postur tubuh dan
kelengkungan tulang belakang (misalnya, skoliosis dan lordosis).7

Korelasi positif antara morfologi kraniofasial yang berbeda dan sikap


postur telah dilaporkan, seperti postur bergeser ke anterior pada maloklusi kelas
II, dan postur bergeser ke posterior pada maloklusi kelas III. Lippold dkk. (2006)
telah menunjukkan korelasi antara parameter kraniofasial dan profil bentuk
punggung: pasien dengan pola kraniofasial distal dan vertikal menunjukkan
sudut dada atas, lumbar-lordotik, dan panggul yang lebih tinggi dari normal.
Lebih lanjut, pasien dengan skoliosis idiopatik menunjukkan frekuensi
maloklusi yang lebih tinggi daripada pasien kontrol; ini termasuk maloklusi
Sudut Kelas II, lateral crossbite, deviasi garis tengah bawah, dan asimetri
wajah.7

2.4 DISHARMONI SISTEM STOMATOGNATI

Disharmoni sistem stomatognati dapat diakibatkan oleh kebiasaan


sehari-hari, dalam hal ini adalah posisi tubuh dalam melakukan aktivitas
keseharian, yang lama kelamaan akan membentuk postur tubuh individu
tersebut.8 Kesalahan posisi kepala dan leher menyebabkan timbulnya
disharmoni pada otot-otot sekitar kepala dan leher termasuk otot pengunyahan
yang merupakan salah satu komponen sistem stomatognati.9

Keadaan ini mempengaruhi harmonisasi dalam sistem tersebut dan


mengganggu komponen lainnya, yaitu STM dan kompleks dentoperiodontal.
Disharmoni yang menjadi disfungsi STM, bila tidak dirawat dapat memicu

6
terjadinya temporomandibular disorders (TMD) yang dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari.3 Adapun TMD adalah suatu gangguan yang mempunyai
karakteristik nyeri pada otot-otot pengunyahan serta STM dan struktur di
sekelilingnya, keterbatasan fungsi rahang, adanya bunyi sendi, pola keausan
dan kegoyangan gigi yang abnormal.3,10

Keadaan ini mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang yang dapat


memperparah disfungsi yang sudah ada, yaitu timbulnya kebiasaan-kebiasaan
buruk baru seperti clenching, bruksomania, mengunyah permen karet, yang
kesemuanya dilakukan secara sadar sebagai kompensasi keadaan jiwa.3,5

2.5 KESEIMBANGAN SISTEM STOMATOGNATI

Pergerakan mandibula terjadi sebagai hasil interaksi yang kompleks


komponen sistem stomatognati, seperti otot-otot pengunyahan, STM dan gigi-
gigi, yang dikoordinasi dan dikontrol oleh SSP. Kompleks neuromuskular
mengatur refleks dan pergerakan voluntari mandibula. Artikulasi STM menjaga
hubungan perlekatan distal mandibula-maksila serta menyediakan guiding
plane bagi pergerakan mandibula ke anterior, lateral, dan inferior dalam batas
pergerakan mandibula.2

Gigi menyediakan relasi mandibula-maksila yang stabil secara vertikal


dan horisontal, dengan cara relasi interkuspal gigi-gigi yang berlawanan.11 Gigi
juga menyediakan dataran haluan pergerakan mandibula ke anterior dan lateral
dalam keadaan gigi berkontak. Harmonisasi keadaan di atas menyediakan
keseimbangan dalam sistem stomatognati.

Keseimbangan sistem stomatognatik dicapai dalam keadaan sebagai berikut:

1. STM yang stabil dan nyaman.


2. Anterior guidance harmonis dengan pergerakan fungsional.
3. Tidak adanya hambatan pada posterior, yaitu kontak merata pada relasi
sentrik relasinya,

7
4. Hubungan vertikal semua gigi harmonis dengan kontraksi otot-otot
elevator.
5. Hubungan horizontal semua gigi harmonis dengan zona netral.4

2.6 KESALAHAN PADA POSTUR TUBUH

Disharmoni dari sistem stomatognatik dapat disebabkan oleh beberapa


hal, seperti kebiasaan buruk postur tubuh yang dilakukan dalam aktivitas sehari-
hari. Tanpa disadari kebiasaan buruk tersebut menyebabkan ketidakseimbangan
posisi tulang dan fungsi otot, bila berlangsung terus-menerus dapat merubah
postur tubuh secara permanen. Posisi dan postur tubuh yang salah
mengakibatkan komponen neuromuskular mengalami ketidaknyamanan dan
ketidaklancaran dalam setiap pergerakan.12, 13

Kesalahan postur tubuh yang berkelanjutan dapat berdampak pada segi


kesehatan, penampilan, dan psikologis. Seseorang dengan posisi tubuh yang
buruk sangat berpotensi mempercepat timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot.
Jika keadaan tersebut berlangsung setiap hari dengan durasi yang lama maka
akan terjadi kerusakan otot, sendi, tendon, ligamen, dan jaringan-jaringan
disekitarnya yang memicu terjadinya gangguan sistem muskuloskeletal.
Kesalahan postur tubuh akan mempengaruhi posisi kepala dan leher, yaitu
kesalahan tersebut bisa menyebabkan terjadinya gangguan pada sendi
temporomandibula. Gangguan sendi temporomandibula adalah sekumpulan
gejala klinik yang melibatkan otot-otot pengunyahan, sendi temporomandibula,
atau kedua-duanya. Gejala utamanya adalah nyeri pada kepala dan leher,
adanya bunyi sendi, keterbatasan buka mulut, dan deviasi pada saat buka
mulut.14, 15

Posisi kepala yang lebih condong ke depan menyebabkan rotasi pada


bahu, elevasi dan abduksi pada skapula, depresi pada toraks dan forward
displacement pada tubuh. Ketidakeseimbangan antara muscular dan skeletal
dari postur kepala dan leher dapat berpengaruh terhadap tubuh, hal ini terjadi

8
karena tubuh merupakan satu rangkaian skeletal dan multi-sendi yang
terangkum dalam kompleks musculoskeletal. Pergerakan setiap sendi
merupakan interaksi dinamis dengan sendi lain dalam rangkaian. Abnormalitas
spina servikal yang paling umum mempunyai dampak langsung terhadap regio
kraniofasial adalah FHP. Inflamasi berkepanjangan dari otototot paraspinal
tidak hanya meningkatkan aktivitas otot-otot leher tetapi juga otot-otot
mastikasi.16

Kebiasaan duduk dengan menopang dagu memiliki signifikansi kuat


dengan bunyi kliking sendi temporomandibular dan tingkat keterkaitan sebesar
13,96%. Kebiasaan buruk seperti menopang dagu dapat menimbulkan tekanan
yang berlebihan pada oklusal. Karena tekanan tersebut diterima berulang dan
dalam jangka waktu yang lama diduga dapat menimbulkan gejala gangguan
sendi temporomandibula dimana gejala kliking merupakan gejala yang paling
sering menyertai disfungsi sendi temporomandibula.17

Duduk dengan menopang dagu menyebabkan ketidakseimbangan


sagital, ketidakseimbangan koronal, kemiringan sudut pelvis dan lordosis yang
signifikan secara statistik. Jadi hal tersebut bisa jadi menimbulkan masalah
kesehatan. Dengan kata lain, ketidakseimbangan servikal akibat duduk dengan
menopang dagu menyebabkan ketidakseimbangan tulang belakang. Duduk
dengan menopang dagu biasanya disertai dengan keadaan tulang belakang yang
membungkuk sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan trauma tulang
belakang. Selain itu, semakin lama durasi tekanan yang diterima pada dagu,
maka semakin besar pula tekanan yang dapat dapat menimbulkan gejala
temporomandibular disorders.17 Dalam masa pertumbuhan, kebiasaan yang
tidak benar, seperti menopang dagu, dapat membuat bentuk wajah berubah.
Beberapa contoh masalah yang bisa timbul karena kebiasaan yang salah adalah
dagu menonjol, wajah asimetris, tak berdagu, rahang bersudut, dan sebagainya.
Hal tersebut berpotensi menimbulkan gangguan pada sendi
temporomandibular.16

9
Pada kebiasaan duduk membungkuk dan bermalas-malasan, kepala
bersandar pada meja dalam keadaan duduk, membawa tas pada satu sisi, berdiri
bertumpu pada satu kaki, dan kebiasaan tengkurap memiliki sifat signifikansi
yang sedang. Kebiasaan duduk membungkuk dan bermalas-malasan dengan
bunyi kliking sendi temporomandibula memiliki sifat signifikansi yang sedang
dengan tingkat keterkaitan sebesar 4,75%. Duduk dengan posisi badan
membungkuk sangat membebani struktur jaringan lunak vertebrapada diskus
intervertebra, ligament dan otot. Duduk dalam posisi statis dan sikap tubuh yang
kurang ergonomis seperti duduk dalam posisi membungkuk (kurang dari 90
derajat) dapat memicu kerja otot yang kuat dan lama tanpa cukup pemulihan.
Pada sikap kerja statis terjadi kontraksi otot yang kuat dan lama tanpa cukup
kesempatan pemulihan, dan aliran darah ke otot terhambat. Akibatnya, timbul
rasa lelah dan nyeri pada otot tubuh. Apabila otot-otot punggung tersebut
menerima beban statis saat duduk jangka waktu lama, maka dapat menyebabkan
keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon keluhan hingga
kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan muskulokeletal
atau cidera pada sistem muskulokeletal.16

Kebiasaan duduk membungkuk dan bemalas-malasan cenderung


menyebabkan posisi leher dan kepala lebih condong ke depan. Penyimpangan
sikap tubuh tersebut bila dibiarkan dapat menyebabkan gangguan pada
keseimbangan otot leher, otot pembuka dan penutup mulut, selanjutnya akan
mempengaruhi sendi temporomandibula. Postur membungkuk cenderung
membuat posisi leher lebih ke anterior dan terdapat adanya hiperaktivitas dari
otot-otot mastikasi. Pasien gangguan sendi temporomandibua dengan disc
displacement menunjukkan pada MRI adanya deviasi tulang belakang terutama
pada servikal.16

Banyaknya variasi posisi duduk bebas tersebut disebabkan oleh ukuran


meja dan kursi yang digunakan tidak ergonomis, sehingga seseorang merasa
tidak nyaman. Ketidaksesuaian penggunaan meja dan kursi tentunya
mempengaruhi kenyamanan dari seseorang dalam beraktivitas, yang

10
ditunjukkan melalui variasi posisi duduk. Ketidaksesuaian tersebut
menyebabkan seseorang duduk dengan posisi yang salah, yakni dengan posisi
membungkuk dan posisi duduk bebas. Posisi duduk bebas adalah seperti berdiri,
memutar badan ke kanan dengan posisi ketiak di sandaran kursi, membungkuk
dengan pipi atau wajah yang menempel ke meja. Hubungan kebiasaan duduk
dengan menyandarkan kepala pada meja dengan bunyi kliking sendi
temporomandibula memiliki sifat signifikansi sedang dengan keterkaitan
sebesar 8,68%. Posisi tersebut akan membebani satu sisi rahang dengan beban
statis, sehingga rahang terdorong dan menekan gigi pada oklusi lateral yang tak
seimbang menyebabkan tekanan berterusan pada sisi yang terbebani. Selain itu,
kepala kondilus menerima tekanan berkelanjutan pada diskus artikularis, dan
jaringan retrodiskal yang mempunyai banyak vaskularisasi dan inervasi
sehingga dapat memicu terjadinya gangguan pada sendi temporomandibula.
Perubahan pola oklusi dan perpindahan posisi kondilus dapat menyebabkan
terjadinya bunyi kliking pada sendi temporomandibula.16

Kebiasaan membawa tas pada satu sisi dengan bunyi kliking sendi
temporomandibula memiliki sifat signifikansi yang sedang dengan keterkaitan
sebesar 10,38%. Membawa tas pada satu sisi dapat menyebabkan nyeri
musculoskeletal dan berubahan lengkung tulang belakang. Membawa tas
dengan satu sisi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan deviasi
tulang belakang dimana tulang belakang lebih condong ke arah beban tas dan
rotasi pada pelvis. Selain itu, posisi bahu menjadi tidak simetris dan otot leher
menjadi tidak seimbang. Selain itu posisi tubuh yang asimetri dapat
menyebabkan deviasi mandibula yang menjadi salah satu penyebab gangguan
sendi temporomandibular.16

Kebiasaan berdiri bertumpu pada satu kaki dan bunyi kliking sendi
temporomandibula memiliki korelasi dengan sifat signifikansi sedang dengan
keterkaitan sebesar 12,98%. Berdiri dengan bertumpu pada satu kaki
menempatkan semua berat tubuh ke satu sisi dan memaksa tulang belakang
melengkung ke satu sisi dan memberi tekanan pada area punggung bawah dan

11
pinggul. Selain itu, lengkung vertebrae juga lebih condong ke sisi tumpuan kaki
dan dapat terjadi rotasi pada pelvis. Kebiasaan beraktivitas dengan posisi
tengkurap dengan bunyi kliking sendi temporomandibula memiliki sifat
signifikansi sedang dengan keterkaitan sebesar 9,54%. Posisi tersebut bisa
menyebabkan subluksasi vertebra. Sublukasi dari servikal berpengaruh
langsung terhadap sendi temporomandibula dan lumbar vertebrae. Posisi tulang
belakang bisa mempengaruhi oklusi.16

Postur membungkuk saat berdiri, menunduk saat menggunakan ponsel,


dan duduk dengan menyilang kaki tidak ada korelasi yang signifikan, tetapi
kebiasaan tersebut dapat dinyatakan signifikan secara statistik apa bila α= 0,07.
Punggung yang membungkuk juga cenderung membuat seseorang
mencondongkan leher dan kepala ke depan, yang bisa menyebabkan
ketegangan pada leher dan punggung bagian atas.34 Komponen sistem
muskuloskeletal pada tubuh sangat berkaitan satu sama lain, bila satu unit
struktural terganggu maka keseimbangan sistem akan terganggu. kondisi
patologis di satu area juga dapat mempengaruhi area lainnya. Secara khusus,
otot rangka memainkan peran yang sangat penting, karena "rantai" anatomis
dan fungsional yang kontinu terbentuk antara tengkorak, rahang bawah, tulang
belakang, anggota badan dan panggul.Bila otot mengalami tekanan yang tinggi
pada rantai mandibula, hyoid, vertebra, panggul dan anggota badan, akan
disalurkan ke bagian tubuh lainnya. Sebagai konsekuensinya, tubuh kehilangan
keadaan keseimbangan, sehingga menimbulkan mekanisme kompensasi,
dimana terjadi tegangan otot pada bagian antagonis lainnya dari tubuh. Hal
tersebut berpengaruh terhadap otototot mastikasi dan juga dapat menyebabkan
gangguan pada sendi temporomandibular. Menunduk saat menggunakan ponsel
membuat posisi rahang tidak dalam posisi optimal, otot rahang dan otot leher
sulit untuk berfungsi dengan efisien. Semakin menunduk posisi kepala maka
beban yang diterima leher akan semakin besar. Dengan beban yang meningkat
leher akan mengalami ketegangan, terutama mengingat berapa banyak waktu
yang habiskan untuk melihat handphone.16

12
Duduk dengan menyilangkan kaki dapat mengurangi kelelahan otot
dengan mengurangi aktivitas otot pada otot perut internal dan eksternal perut,
dan dapat menyesuaikan ketinggian kedua sisi panggul untuk keselarasan yang
lebih baik jika kedua kaki individu memiliki panjang yang berbeda. Selain itu,
hal ini dapat memberi stabilitas pada sendi sakro-iliaka individu yang memiliki
ketidakstabilan di sendi tersebut dengan menghasilkan penambahan sendi
pinggul. Namun, duduk menyilangkan kaki juga bisa menimbulkan banyak
risiko bagi tubuh. Duduk dengan menyilangkan kaki menyebabkan
ketidakseimbangan pada otot abdominal internal dan oblique eksternal dan juga
berdampak pada ketidaksimetrisan tulang belakang. Selain itu, duduk
menyilang kaki juga dapat menyebabkan melemahnya vertebra lumbal atau
berotasi. Hal tersebut berpotensi menyebabkan posisi bahu dan pinggul menjadi
asimetri. Duduk dengan menyilang kaki juga dapat menyebabkan sakit
pinggang dan punggung. Hal tersebut menunjukkan bahwa duduk dengan
menyilang kaki tidak secara langsung dapat menyebabkan gangguan pada sendi
temporomandibula.16

Tidur dengan bantal yang terlalu tinggi tidak memiliki korelasi yang
signifikan secara statistik. Ketika berdiri tegak, kepala dan leher berada pada
satu garis lurus bila dilihat dari depan dan terdapat lengkung leher bila dilihat
dari samping. Posisi tersebut disebut juga neutral position. Neutral position
juga harus dipertahankan dalam posisi tidur. Bila posisi bantal terlalu tinggi,
maka posisi tersebut menyimpang dari posisi normal. Posisi tidur dengan bantal
terlalu tinggi dapat merubah postur kepala, leher, dan tulang belakang. Selain
itu otot-otot leher menjadi tidak rileks sehingga terdapat kemungkinan pegal
pada leher.16

2.7 GEJALA YANG SERING TIMBUL

Gejala-gejala yang paling sering timbul adalah5,6

1. Mendengung, tinitus, telinga berbunyi, bising pada telinga, pening, vertigo;

13
2. Bruksisma, keletuk sendi, nyeri dan bising saat membuka tutup mulut;
3. Myalgic asthenia. Nyeri dan kontraksi atau rasa tegang pada muka, pelipis,
tengkuk dan leher, pundak, punggung dan pinggang; nyeri dan tegang area
okular retrobulbar;
4. Ketidakseimbangan mandibular, descending postural syndrome;
5. Peningkatan tonus seluruh otot-otot tubuh;
6. Keterbatasan fungsi mulut, sulit membuka mulut saat bangun tidur,
deformasi kepala kondilus, perubahan kapsula dan ligamen diskus
artikularis;
7. Sindroma temporomandibula, artrosis STM;
8. Kesulitan membuka mulut dalam waktu lama;
9. Kesukaran saat mengunyah;
10. Kecenderungan menggigit pipi dan lidah;
11. Bruksisma, bruksomania;
12. Faset keausan gigi; kegoyangan dan bergesernya gigi;
13. Resesi gusi, poket periodontal, pyorea, paradentosis. Diastem gigi anterior
pada satu sisi, protrusi gigi seri pada satu sisi;
14. Fraktur gigi, pivot15 dan akar;
15. Deviasi mandibula dan asimetri wajah;
16. Anomali ortodonti, misal deviasi lateral mandibula, monolateral cross-bite,
deep bite, perbedaan klasifikasi Angle kanan dan kiri.

2.8 PERAWATAN YANG DI DAPATKAN

Akibat dari posisi dan postur tubuh yang salah, komponen


neuromuskular mengalami ketidaknyamanan dan ketidaklancaran dalam setiap
pergerakan. Untuk mengatasi hal tersebut, tiap komponen dalam sistem
stomatognati akan beradaptasi untuk memperoleh fungsi yang terbaik dalam
mempertahankan kesehatan sistem tersebut. Tetapi tidak semua komponen
dapat merespon dengan baik, komponen yang terlemah yang dapat mengalami

14
gangguan, kelainan, dan penyakit.4 Untuk mengetahui komponen terlemah
maka mekanisme atau patogenesis tiap etiologi harus dapat dipahami.

Dari penelitian Eriksson dkk,18 fungsi normal rahang tergantung dari


pergerakan simultan dari STM, atlanto-oksipital, dan sendi servikal-tulang
belakang. Kebiasaan menghentak leher kanan-kiri yang berkelanjutan
mengakibatkan trauma pada leher. Hal ini menyebabkan nyeri dan disfungsi
otot-otot leher yang mengganggu fungsi rahang, terbukti dengan adanya
pergerakan mandibula dan pergerakan kepala dengan amplitudo yang lebih
kecil, dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mempunyai kebiasaan
menghentak leher. Indikator lainnya adalah head extension awal yang lebih
kecil pada pergerakan buka tutup mulut.19

Posisi kepala yang sesuai akan melancarkan hubungan biomekanik


aktivitas rahang, dan pergerakan mandibula yang optimal serta menghasilkan
daya yang cukup.19 Interpretasi ini sejalan dengan hasil penelitian Hellsing dan
Hagberg20 yang menyebutkan bahwa mengangkat kepala akan menghasilkan
daya gigit maksimal. Sementara hasil penelitian Yamada dkk, menyebutkan
bahwa mengangkat kepala menghasilkan stabilitas pergerakan penutupan
mandibula.21

Pada kebiasaan bernapas melalui mulut, posisi postur kepala agak lebih
ke depan. Ricketts melaporkan bahwa terdapat hubungan antara posisi kepala
dan keperluan respiratori fungsional, sehingga postur kepala yang lebih ke
depan merupakan respon fungsional dari bernafas melalui mulut, yaitu sebagai
jalan masuk udara ke mulut karena adanya obstruksi nasal.22 Diagnosis
otorinolaringologi menunjukkan adanya obstruksi jalan napas atas, dapat dilihat
melalui fibroskopi nasal dan dilihat dari tidak adanya passive lip
seal/incompetency lip/hypotonus lip.22

Posisi tidur telungkup atau pada satu sisi akan membebani satu sisi
rahang dengan beban statis, sehingga rahang terdorong dan menekan gigi pada

15
oklusi lateral yang tak seimbang menyebabkan tekanan berterusan pada sisi
yang terbebani selama berjam-jam setiap malam. Keadaan ini menyebabkan
ketiga komponen sistem stomatognati mengalami obstruksi sirkulasi darah.6
Agar penelanan dapat berlangsung, otot pengunyahan akan aktif menggerakkan
rahang ke posisi relasi sentrik dan menggerakkan gigi dari oklusi lateral yang
salah ke oklusi lateral (posisi maksimal interkuspasi). Gigi bergerak dengan
cara bergeser, menyebabkan terjadinya bruksisma dan aksi negatif gingiva,
periodontium, dan STM.6

Selain itu, posisi tidur yang salah akan mengganggu proses penelanan
yang berlangsung spontan dan otomatis. Penelanan merupakan pergerakan yang
tidak disadari yang berlangsung setiap 4 menit sepanjang hidup.6 Proses
penelanan normal berlangsung pada keadaan rahang bebas bergerak dan berada
pada posisi yang benar, akan mengkompresi dan mengdekompresi gigi.
Pergerakan ini memungkinkan sirkulasi darah pada gigi, gingiva, periodonsium,
ligamen periodontal dan sementum, tulang alveolar, STM, dan otot-otot
pengunyahan.

Jika proses penelanan berlangsung pada posisi yang salah, penelanan


spontan tidak akan menghasilkan keuntungan fungsional, sehingga
menyebabkan stres pada otot-otot pengunyahan. Keadaan itu dapat
menimbulkan teeth chafing, clicking, grating, crackling, dan bruksisma,
sehingga merusak keseluruhan struktur gigi, gingiva, periodonsium, tulang, dan
STM.6 Parafungsi dan beban statis menyebabkan masalah periodontal seperti
periodontitis, paradentosis, dan pyorea.6, 11, 23

Posisi tidur yang salah juga menyebabkan kepala kondilus menerima


tekanan berkelanjutan pada diskus artikularis, dan jaringan retrodiskal yang
mempunyai banyak vaskularisasi dan inervasi. Selain itu, jika sirkulasi darah
pada koklea terhambat, timbul telinga mendengung, tinitus, dan telinga
mendenging. Pada vestibula dapat terjadi pening dan vertigo.6

16
BAB III
KESIMPULAN
Sistem stomatognatik atau sistem mastikasi adalah unit fungsional tubuh
yang mengkoordinasi fungsi pengunyahan, penelanan, dan bicara. Komponen
utama sistem stomatognatik tersebut adalah sendi temporomandibula (STM), otot-
otot pengunyahan dan kompleks gigi periodontal yang bekerja secara harmoni dan
berhubungan erat dalam satu sistem. Pengaruh mekanisme komponen
stomatognatik dapat bersifat langsung dan tidak langsung yang ditransmisi oleh
sistem saraf pusat (SSP) yang menerima informasi mengenai berbagai keadaan
melalui reseptor yang terdapat di rongga mulut, otot-otot, dan STM. berbagai
informasi tekanan, nyeri, dan perubahan suhu menentukan terjadinya modifikasi
terhadap komponen sistem stomatognatik.

Postur tubuh merupakan salah satu kebiasaan yang terjadi bertahun-tahun


dan seringkali tidak disadari, dapat menyebabkan ketidakseimbangan sendi dan
otot, yang pada akhirnya menyebabkan keluhan nyeri pada sistem stomatognatik
dan struktur disekitarnya. Postur tubuh mengacu pada cara tubuh diposisikan,
termasuk apakah seseorang berdiri atau duduk, posisi relatif bagian-bagian tubuh,
dan seberapa banyak ruang yang ditempati tubuh. Postur tubuh merupakan salah
satu bentuk komunikasi nonverbal.

Sistem stomatognatik (SS) juga memiliki peran penting dalam kontrol


postural. SS adalah unit fungsional yang dicirikan oleh beberapa struktur:
komponen rangka (rahang atas dan rahang bawah), lengkung gigi, jaringan lunak
(kelenjar ludah, suplai saraf dan pembuluh darah), dan sendi temporomandibular
dan otot pengunyahan (MM). Struktur ini bertindak selaras untuk melakukan tugas
fungsional yang berbeda (berbicara, memecah makanan menjadi potongan-
potongan kecil, dan menelan). Secara khusus, sendi temporomandibular membuat
koneksi otot dan ligamen ke daerah serviks, membentuk kompleks fungsional yang
disebut "sistem kranio-serviks-mandibula". Persarafan aferen dan eferen SS yang

17
luas tercermin dalam representasi luas dari distrik orofasial di area motorik dan
sensorik korteks serebral.

Disharmoni sistem stomatognati dapat diakibatkan oleh kebiasaan sehari-


hari, dalam hal ini adalah posisi tubuh dalam melakukan aktivitas keseharian, yang
lama kelamaan akan membentuk postur tubuh individu tersebut.

Keseimbangan sistem stomatognati dicapai dalam keadaan sebagai berikut


(1) STM yang stabil dan nyaman, (2) anterior guidance harmonis dengan
pergerakan fungsional, (3) tidak adanya hambatan pada posterior, yaitu kontak
merata pada relasi sentrik dan disklusi posterior saat kondilus keluar dari sentrik
relasinya, (4) hubungan vertikal semua gigi harmonis dengan kontraksi otot-otot
elevator, dan (5) hubungan horisontal semua gigi harmonis dengan zona netral.

Gejala-gejala yang paling sering timbul adalah (1) Mendengung, tinitus,


telinga berbunyi, bising pada telinga, pening, vertigo; (2) Bruksisma, keletuk sendi,
nyeri dan bising saat membuka tutup mulut; (3) Myalgic asthenia. Nyeri dan
kontraksi atau rasa tegang pada muka, pelipis, tengkuk dan leher, pundak,
punggung dan pinggang; nyeri dan tegang area okular retrobulbar; (4)
Ketidakseimbangan mandibular, descending postural syndrome; (5) Peningkatan
tonus seluruh otot-otot tubuh.

Untuk mengatasi hal tersebut, tiap komponen dalam sistem stomatognati


akan beradaptasi untuk memperoleh fungsi yang terbaik dalam mempertahankan
kesehatan sistem tersebut. Tetapi tidak semua komponen dapat merespon dengan
baik, komponen yang terlemah yang dapat mengalami gangguan, kelainan, dan
penyakit. Untuk mengetahui komponen terlemah maka mekanisme atau
patogenesis tiap etiologi harus dapat dipahami.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Mongini F. The stomatognathic system: function, dysfunction, and
rehabilitation. Chicago: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1984. p. 15-6.
2. Gross MD, Mathews JD. Occlusion in restorative dentistry: technique and
theory. Edinburgh: Churchill Livingstone; 1982.
3. Ash MM, Ramfjord S. Occlusion. 4th ed. Philadelphia: Mosby; 1995. p. 76,147.
4. Dawson PE. Functional occlusion from TMJ to smile design. St. Louis: Mosby
Elsevier; 2007. p. 53-4, 346-8.
5. Mandibular unbalance. [cited 18 Aug 2010]. Available from:
http://www.galiffa.com/.
6. Check your sleeping position.... [cited 18 Aug 2010]. Available from:
http://www.galiffa.com/.
7. Cuccia A, Caradonna C. The Relationship between the Stomatognathic System
and Body Posture. CLINICS. 2009;64(1):61-6.
8. The complete guide to the Alexander technique. [cited 2010 Aug 24]. Available
from: http://www.alexandertechnique.com/.
9. Wright EF, Domenech MA, Fischer JR. Usefulness of posture training for
patients with temporomandibular disorders. J Am Dent Assoc 2000; [cited 18
Aug 2010]; 131(2):202-10. Available from: http://www.jada.sagepub.com.
10. El-Amin EI, Khalid MA, Ali SE. Temporomandibular disorders in Al-Ahsa
province, KSA: An epidemiologic study. Saudi Dent J 2001;13(3):283-90.
11. Klineberg I, Rob J. Occlusion and clinical practice: An evidence-based
approach. Edinburgh: Wright Elsevier; 2004. p. 49-54.
12. Leonard, A., and Sabina M. The body posture and its imbalances in children
and adolescents. Science, Movement and Health 2014; 14(2):354-359.
13. Winarti, TM., dan Rikmasari, R. Kebiasaan postur tubuh yang buruk yang
mengganggu kesehatan sendi temporomandibula. Dentofasial 2011; 10(3):196–
201.

19
14. Perinetti, G. Correlations between the stomatognathic system and body posture:
biological or clinical implications Clinics 2009. 64(2):77–78. Cited from
https://doi.org/10.1590/ S1807-59322009000200002 (diakses Desember 2017).
15. Manfredini, D., B. Bucci, Marco, Nardini, L. G. The Diagnostic Process for
Temporomandibular Disorders. Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial
Journal. 2007; 9:35-39.
16. Kamila Washfanabila,dkk. 2018. Hubungan kebiasaan buruk postur tubuh
dengan bunyi kliking sendi temporomandibula. Departemen Prostodonsia,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. 37,40-42.
17. Okeson JP, Management of Temporomandibula Disorder and Oclussion, 4th
ed. St. Louis: Elsevier; 2007. p. 8-10, 224-227.
18. Eriksson PO, Haggman-Henrikson B, Nordh E, Zafar H. Co-ordinated
mandibular and head-neck movements during rhythmic jaw activities in man.
In: Haggman-Henrikson B, Zafar H, Eriksson PO. Disturbed jaw behavior in
whiplash-associated disorders during rhythmic jaw movements. J Dent Rest
2002; 81(11): 747-51.
19. Haggman-Henrikson B, Zafar H, Eriksson PO. Disturbed Jaw behavior in
whiplash-associated disorders during rhythmic jaw movements. J Dent Rest
2002; 81(11): 747-51.
20. Hellsing E, Hagberg C. Changes in maximum bite force related to extension of
the head. In: Haggman-Henrikson B, Zafar H, Eriksson PO (editor). Disturbed
jaw behavior in whiplash associated disorders during rhythmic jaw movements.
J Dent Rest 2002; 81(11): 747-51.
21. Yamada R, Ogawa T, Koyano K. The effect of head posture on direction and
stability of mandibular closing movement. In: Haggman- Henrikson B, Zafar H,
Eriksson PO. Disturbed Jaw behavior in whiplash-associated disorders during
rhythmic jaw movements. J Dent Rest 2002; 81(11): 747-51.
22. Neiva PD, Kirkwood RN, Godinho R. Orientation and position of head posture,
scapula and thoracic spine in mouth-breathing children. Int J Pediatr
Otorhinolaryngol 2008.

20
23. Wassel R, Naru A, Steele J, Nohl F. Applied occlusion. London: Quintessence
Pub. Co.; 2008. p. 24-7, 73-85.

21

Anda mungkin juga menyukai