Anda di halaman 1dari 15

ESSAY – GUNUNG MERAPI

Paper yang menjadi bahan dalam pembuatan essay ini berasal dari 2 sumber, yaitu :

An Overview of the Seismicity of Merapi Volcan (Java, Indonesia), 1983 – 1994 oleh A.

Ratdomopurbo dan G. Poupinet

Gunung merapi merupakan volkano basaltik andesitik dengan kawah yang mengandung

kubah lava. Gunung ini termasuk gunung yang sangat aktif hingga sekarang. Salah satu hal

yang berbahaya bagi populasi yang tinggal di lereng gunug merapi adalah aliran piroklastik

yang berasal dari partial collapse dari kubah gunung merapi, yang terbuat dari volume gas

yang besar dan puing padat pada temperatur dan tekanan tinggi. Cycle pertumbuhan dan

kehancuran kubah gunung merapi terjadi sesekali saja. Cycle ini merefleksikan aktivitas

seismik yang persistent, yang didominasi oleh kejadian di daerah dangkal.

Paper ini akan fokus pada observasi seismologi di Gunung Merapi yang dilakukan pada

tahun 1983 hingga 1994. VSI atau Volcanological Survey of Indonesia menggunakan

Gunung Merapi sebagai daerah percobaan untuk meningkatkan kemampuan ramalan dari

erupsi dan mitigasi bencana vulkanis.


Tabel dan gambar di atas merupakan tabel lokasi dari stasiun seismologi yang dipasang

di Gunung Merapi yang digunakan untuk mengobservasi aktivitas gunung tersebut.

Seismograf mekanik dipasang pada jarak 9 km dari puncak gunung tersebut. Seismic network

dipasang di Gunung Merapi pada tahun 1982 antara kolaborasi VSI dengan US Geological

Survey. Seismometer yang digunakan adalah Mark Product L4C sensors dengan damping

factor 0,8 dan transduction constant of 50 mV/mm/s. Unit di lapangan ditenagai oleh solar

panels. Sinyal langsung ditransmisikan menggunakan VHF ke Merapi Volcano Observatory

(MVO) di Yogyakarta, 25 km dari gunung tersebut. Pada Januari 1991, PCEQ digital

recording system diimplementasikan menggunakan DT-2821-12 bits untuk mendigitasi sinyal

analog dengan sampling frequency 100 Hz.

Klasifikasi gempa Merapi pertama kali diajukan oleh Shimozuru dan kawan-kawan,

berdasarkan hasil observasi seismologi pada September 1968. Terdapat 5 tipe menurut

Shimozuru dan kawan-kawan, yaitu :


1) Type 1 = double spindle, high frequency

2) Type 2 = double spindle, high frequency, low frequency

3) Type 3 = B-type yang diajukan oleh Minakami

4) Type 4 = banyak fasenya

5) Type 5 = spindle, lava avalanche

Setelah instalasi telemetered network dan letusan pada Juni 1984, terdapat klasifikasi

baru, yaitu :

1) Volcanotectonic A (VTA) 4) Low Frequency (LF)

2) Volcanotectonic B (VTB) 5) Tremor

3) Multiphase (MP) 6) Rock Falls

Di bawah ini merupakan contoh gambaran seismik dari masing-masing

klasifikasi tersebut :
Rock falls memiliki durasi 2 hingga 4 kali lebih lama daripada VTA atau MP. VTA

memiliki frekuensi yang tinggi dan P-Wave nya mudah untuk di pick. Pada VTA, perbedaan

antara S-Wave dan P-Wave dapat terlihat dengan mudah, yaitu waktu S-P lebih besar dari 0,5

detik. VTB memiliki bentuk gelombang dan frekuensi yang mirip VTA, tapi S-Wave jauh

lebih sulit untuk di pick, karena jarak yang lebih pendek antara source dan receiver-nya.

Hiposenter VTA umumnya ada di kedalaman 2,5 – 5 km dari puncak, sedangkan VTB berada

di kedalaman 1,5 km dari puncak. MP dan LF adalah kejadian dangkal. LF memiliki

frekuensi dominan sekitar 1,5 Hz dan terjadi pada periode yang panjang, umumnya

menggambar asal dari pressurized fluids. Kombinasi sinyal LF dan VTB disebut LHF (LF

muncul, kemudian dilanjutkan VTB). MP direlasilkan dengan kejadian pembentukan kubah,

dan durasinya sekitar dua kalinya VT. Frekuensi dominannya sekitar 3 – 4 Hz. Di bawah ini

contoh spectograms dan seismograms dari berbagai jenis kejadian di Gunung Merapi :
Tremor memiliki frekuensi mirip LF dan durasinya lebih lama daripada tipe kejadian

Merapi lainnya (several minutes to several hours). Rock falls merupakan event yang paling

sering terjadi di Merapi. Sinyal seismik dihasilkan oleh longsoran batu yang berjatuhan dari

kubah, dan terjadi selama beberapa menit, lebih lama daripada gempa bumi dengan

amplitudo yang sama. Frekuensi rock falls lebih tinggi dari tremor, dan terlihatnya seperti

noise. Rock falls terjadi karena gravitasi, dan terjadi ketika kubah dalam keadaan tidak stabil.

Selain itu, rock falls juga bisa terjadi karena terpecahnya aliran lava pada lereng di gunung

tersebut.

Figure 4 yang akan ditunjukan di bawah ini akan menampilkan overview seismicity di

Merapi dari tahun 1983, yang menunjukkan monthly variation dari MP, rock falls, dan VT.

Rock falls dan MP dapat mengindikasikan aktivitas di dalam atau di bawah kubah. VT

mengindikasikan aktivitas di bagian yang lebih dalam dari gunung api. Rock falls dan MP

bisa sangat banyak ketika erupsi, mencapai 12.000 kejadian per bulan, dan sekitar 400

kejadian per hari. MP dan rock falls diasosiakan dengan pertumbuhan kubah. Korelasi antara
MP dengan rock falls terlihat jelas untuk kejadian jangka panjang, tapi untuk kejadian jangka

pendek, tidak terlihat. Pada Januari 1994 hingga Maret 1994, banyak terjadi rock falls tanpa

adanya kejadian MP. Untuk VT, VTB umumnya jumlahnya bisa 5 kali lebih banyak daripada

VTA. Jika ada kejadian VT yang melebihi 1 kejadian per harinya, dapat mengindikasikan

peningkatan aktivitas vulkanik.


Di Merapi, MP dan LF sulit untuk diketaui lokasinya, tapi berada di dekat puncak dan

di bawah kubah. Lokasi VTA dan VTB bisa diketahui dengan picking waktu kedatangan P-

wave dan S-wave. Terdapat zona aseismik di sekitar 1,5 – 2,5 km di bawah puncak Merapi,

yang berada di antara 2 zona seismik.


Kejadian VTA dapat mengindikasikan aktivitas migrasi ke arah atas dari magma dari

kedalaman yang sangat dalam, lebih dari 5 km, ke kantong magma yang dangkal. Hal itu bisa

dibuktikan karena umumnya erupsi besar didahului oleh kejadian VTA. Meningkatnya

tekanan di daerah yang dangkal akan memicu terjadinya VTB, yang akhirnya VTA dan VTB

bisa terjadi secara bersamaan. Jumlah kejadian VTB lebih banyak dari VTA, hal ini mungkin

terjadi karena fragmentasi yang lebih besar dari bagian atas gunung api.

Juni 1984 terjadi di Merapi, didahului oleh VTA pada 27 Mei 1984. VT terjadi lagi

pada 4 Juni 1984, dengan rata-rata kejadian 1 – 2 kejadian per hari hinggga 10 juni, dimana 2

hari sebelum erupsi terjadi, terjadi kenaikan yang reguler dari aktivitas VTA dan VTB.

Magnitudonya berkisar di 1 dan 2. Terjadinya juga rock falls. Setelah aktivitas VT berhenti,

kemudian tiba-tiba terjadi ledakan erupsi, yang menghasilkan aliran piroklastik dan abu.

Kejadian setelah erupsi di dominasi oleh MP dan longsor.


Aktivitas vulkanik terjadi lagi setelah lama hiatus selama setahun dari Maret 1985.

Pada Oktober 1986, muncul 16 aliran piroklasik. Dan terjadi hujan deras yang sangat intense.

Sejak 15 Oktober 1986, MP events meningkat dari 3 events per hari, menjadi ratusan

events per hari. Pada tahun 1984, sempat terjadi rock falls di pertengahan Oktober, yang

mencapai 500 events per harinya. Ada gap 5 hari antara kejadian awal aliran piroklastik

dengan serangan MP events ini. Kubahnya berkembang pada tahun 1986 tanpa didahului VT.

Tidak ada juga gempa tremor dan LF. Pertumbuhan kubah ditemani dengan aktivitas MP dan

rock falls. Dari Oktober 1986 – Januari 1986 extrution rate terkulminasi dan meningkat
dengan sangat pesat per harinya. Aktivitas mulai berhenti setelah April 1987 dan aktivitas

MP mulai kembali ke jumlah yang normal.

Setelah 4 tahun beristirahat dari Juni 1984, dua aktivitas VT terekam pada Juni 1988

dan Agustus 1988. Dan tahun 1989, aktivitas vulkanis juga meningkat. Muncul tremor dan

VTB dengan intensitas yang tinggi. Pada Desember 1989, terjadi 45 kejadian VTB dalam

rentang 5 jam. Dan pada 23 – 24 Desember 1989, terjadi 150 VTB dengan magnitudo -0,6 –

2,5. Setelah Maret 1990, aktivitas VTA dan VTB meningkat dengan pesat. Pada 1991, VTB

events berlanjut dengan steady rate, tetapi VTA selalu mengalami peningkatan setiap

bulannya. Tremor dan LF juga muncul. Pada September 1991, VTA, VTB, LF, dan tremor

mencapai maximum rate secara bersamaan, kemudian aktivitas seismik menurun selama 4

bulan. Pada Februari 1992, Gunung Merapi kembali mengalami erupsi. Banyak dari gempa

VTB yang terjadi memiliki kemiripan wavewform, yaitu multiplets.


Pada Desember 1993, mncul fase aktivitas baru di Gunung Merapi, dimana bagian

upper south-west dari kubah yang terbentuk pada 1992 – 1993 mulai terdeformasi. Pada

Januari 1994, aktivitas ini mencapai kecepatan maksimumnya, kemudian mengalami

keretakan. Bagian frontal retakan mulai runtuh dan menghasilkan rock falls, dan ketika

volume material yang berjatuhannya banyak, akan menghasilkan aliran piroklastik kecil.

Pada Maret 1994, terbentuk kubah baru, dan kubah yang lama menghilang. Banyak terjadi

rock falls pada periode ini. Pada Mei 1994, kubahnya berkembang dengan sangat cepat,

berekspansi secara lateral dan vertikal. Pada akhir Agustus 1994, rate dari rock falls turun

secara mendadak, yang menandakan pertumbuhan kubah telah berhenti.


Pada autumn tahun 1994, pundaknya diselimuti oleh awan, dan rock falls event terjadi

sangat sedikit. Dalamnya kubah tidak tersolidikasi dan dalam keadaan quasi-stable. Erupsi

yang menghasilkan aliran piroklastik pada 22 November 1994 tidak didahului oleh aktivitas

seismik yang signifikan. Erupsi ini menghasil 2,3 juta m 3 material yang terendapkan di

Sungai Boyong dan Sungai Krasak. Erupsi ini menewaskan 60 orang.


Hasil observasi menunjukkan bahwa observasi menggunakan seismic network antara

1982 – 1995 memperlihatkan sifat yang berbeda pada gunung api. Salah satu informasi yang

didapat ialah aktivitas VT dapat mengindikasikan aktivitas transfer magma dan cairan dari

gunung api bagian dalam. MP dan rock falls mengindikasikan pengembangan pada aktivitas

di dalam dan di bawah kubah. Tetapi terdapat zona aseismic yang tumbuh di bawah kubah.

Mungkin juga ada aseismic fluid transfer di dalam gunung api.

Kita dapat membedakan aktivitas erupsi dengan VT events dan tanpa VT events. Erupsi

pada 1984 dan 1992 didahului oleh VT events, tetapi pada 1986 dan 1994 tidak didahului

oleh VT events. Karakteristik erupsi pada 1984 dan 1992 adalah kejadian erupsi mereka

explosive, terutama pada tahun 1984 yang membawa abu hingga ke kejauhan 80 km dari

Gunung Merapi. Ledakan tahun 1992 tidak sedahsyat 1984. Driving mechanism dari

explosion adalah tekanan gas. Erupsi pada 1986 dan 1994 berhubungan dengan

ketidakstabilan kubah. Tidak ada aktivitas pendahulu yang dapat menjelaskan penyebab

ketidakstabilan dari kubah. Terkadang kubah bisa menjadi tidak stabil karena hal internal

seperti aliran kecil dari magma ata meningkatnya tekanan gas. Monitoring dari kubah sangat

penting dalam aspek hazard mitigation. Menurut Hartmann, erupsi 1984 diklasifikasikan

sebagai Type-B eruption. Tetapi erupsi lainnya sulit untuk dimasukkan ke skema klasifikasi

Hartmann.
Tingkah laku dari kubah selalu menjadi hal esensial dalam aktivitas erupsi Gunung

Merapi. Setiap erupsi pada periode tertentu dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, seperti

yang ditunjukkan pada gambar di atas. Tahap 1 didominasi dengan keberadaan kubah lava

yang sudah ada dan dalam keadaan stabil selama bertahun-tahun. Tahap 2 adalah explosive

eruption yang mungkin didahului oleh small pyroclastic flows dan pelepasan gas.

Pembentukan dari kubah pertama dapat menghentikan fase ini. Kemudian gunung api akan

ada di fase istirahat selama kira-kira 1 tahun, kemudian bisa aktif lagi, yang akan membentuk

kubah lava baru.

Observasi lain seperti perubahan microgravity yang diobservasi oleh Jousset dan

kawan-kawan dapat mengindikasikan perubahan lokal pada physical properties di dalam

gunung api. Ketika kubah yang berkembang mencapai tinggi yang menyentuh hydrostatic

equilibrium, kubah akan mung tersolidifikasi pelan-pelan, tapi tidak stabil karena kubah

berdiri di lereng yang curam. Kubah dapat menjadi tidak stabil akibat gravitasi ketika internal

force menciptakan ketidakseimbangan atau modifikasi pada physical properties yang

disebabkan oleh faktor eksternal seperti hujan. Hal ini sangat berbahaya karena akan sulit

untuk di monitorisasi, karena keruntuhan dari kubah tidak didahului oleh aktivitas seismologi

atau geofisika.

Tepi kawah dari Merapi sangat ringkih dan dorongan dari kubah dapat merusaknya.

Puncak dari merapi saling silang karena retakan, dan injeksi magma dapat merusak dan

menyebabkan ketidastabilan lereng. Dibutuhkan multidisciplinary approach untuk

memonitorisasi Merapi karena seismologi hanya melihat sebagian kecil dari kejadian yang

terjadi di dalam gunung api. Pengukuran deformasi yang akurat dalam rentang waktu jangka
panjang dekat puncak dan di sisi samping juga sangat penting untuk memahami fisik dari

gunung api tersebut.

Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai