Anda di halaman 1dari 5

Kasus 1.

Keluhan Masyarakat Terkait Birokrasi


Pelayanan Publik
Oleh: WIRDATHUL AINI
Selasa, 15 November 2016 | 11:22

BURUKNYA birokrasi tetap menjadi salah satu


problem terbesar yang dihadapi ASIA. Hal ini
dilihat dari masih banyak sebagian para pejabat
tinggi pemerintah Indonesia yang memanfaatkan
posisi mereka untuk menguntungkan diri sendiri
dan orang terdekat. Informasi mengenai kinerja
birokrasi publik terjadi karena kinerja belum
dianggap sebagai suatu hal yang penting oleh
pemerintah. Tidak tersedianya informasi
mengenai indikator kinerja birokrasi publik
menjadi bukti dan ketidakseriusan pemerintah
untuk menjadikan kinerja pelayanan publik
sebagai agenda kebijakan yang penting. 

Akibatnya, para pejabat birokrasi tidak memmiliki insentif untuk menunjukkan kinerja sehingga
kinerja birokrasi cenderung menjadi sangat rendah. Pemerintah terhadap birokrasi seringkali
tidak ada hubungannya dengan kinerja birokrasinya. Misalnya, dalam menentukan anggaran
birokrasinya, pemerintah sama sekali tidak mengaitkan anggaran dengan kinerja birokrasi.
Anggaran birokrasi publik selama ini lebih didasarkan atas input, bukan output. 

Anggaran yang diterima oleh sebuah birokrasi publik lebih ditentukan oleh kebutuhan , bukan
oleh hasil yang akan diberikan oleh birokrasi itu pada masyarakatnya. Akibatnya, dorongan
untuk mewujudkan hasil dan kinerja cenderung rendah dalam kehidupan birokrasi publik. Karena
anggaran sering menjadi driving force dari perilaku birokrasi dan para pejabatnya, mengaitkan
anggaran yang diterima oleh sebuah birokrasi publik dengan hasil atau kinerja bisa menjadi
salah satu  faktor yang mendorong perbaikan kinerja birokrasi publik. 

Para pejabat birokrasi yang ingin memperoleh anggaran yang besar menjadi terdorong untuk
menunjukkan kinerja yang baik. Kalau ini dapat dilakukan, data dan informasi mengenai kinerja
birokrasi publik pasti akan tersedia sehingga penilaian kinerja birokrasi publik juga menjadi lebih
mudah dilakukan.Kenyataannya, kepentingan birokrasi publik seringkali berbenturan satu
dengan yang lainnya. Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam
menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. 

Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena
ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima. Birokrasi yang memiliki
kinerja buruk dalam memberikan pelayanan kepada publik akan sangat mempengaruhi kinerja
pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan daya saing suatu
negara pada era global.

1-5
Birokrasi pelayanan publik di Indonesia, berdasarkan laporan dan The world competitiveness
Yearbook Tahun 1999 berada pada kelompok negara-negara yang memiliki  Indeks
Competitiveness paling rendah diantara 100 negara paling kompetitif di dunia. Semakin buruk
dan semakin korup karena dengan semakin besarnya skor yang dimiliki, semakin buruk kualitas
birokrasi disuatu negara. Kinerja birokrasi dapat kita lihat melalui berbagai dimensi, seperti
dimensi akuntabilitas, efisiensi, efektifitas, responsifiitas, maupun responsibilitas. 

Berbagai literatur yang membahas kinerja birokrasi pada dasarnya memiliki kesamaan
substansial yakni untuk melihat seberapa jauh tingkat pencapaian hasil yang telah dilakukan
oleh birokrasi pelayanan. Aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan publik seringkali masih
menerapkan standar nilai atau norma pelayanan secara sepihak, seperti pemberian pelayanan
yang hanya berdasarkan pada petunjuk dan pelaksanaan sehingga kecenderungan yang terjadi
adalah lemahnya komitmen aparat birokrasi untuk akuntabel terhadap masyarakat yang
dilayaninya. Salah satu faktor penyebab yang menjadikan rendahnya timgkat akuntabilitas
birokrasi adalah terlalu lamanya proses Indroktinasi Kultur birokrasi yang mengarahkan aparat
birokrasi untuk selalu melihat keatas. 

Selama ini aparat birokrasi telah terbiasa lebih mementingkan kepentingan pimpinan daripada
kepentingan masyarakat pengguna jasa. Birokrasi tidak pernah merasa bertanggungjawab
kepada publik, melainkan bertanggung jawab kepada pimpinan atau atasannya. Pemberian
pelayanan yang memakan proses dan prosedur panjang, seperti yang terjadi di Unit Pelayanan
Terpadu juga menjadi indikasi masih rendahnya akuntabilitas dan birokrasi pelayanan yang ada.
Keberadaan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap ( UPTSA) sebagai unit pelayanan yang pada
awalnya dirancang untuk memudahkan pelayanan masyarakat, pada kenyataannya justru
cenderung memperpanjang proses dan prosedur pelayanan. 

Keluhan yang disampaikan oleh masyarakat pengguna jasa merupakan indikator pelayanan
yang memperlihatkan bahwa produk pelayanan yang selama ini dihasilkan oleh birokrasi belum
dapat memenuhi harapan pengguna layanan. Kualitas SDM yang rendah tersebut ditandai
dengan ketidakmampuan petugas memberikan solusi kepada customer atau lebih dikenal
dengan melakukan tindakan diskresi. Faktor rendahnya pendidikan para petugas pelayanan
mempengaruhi pemikiran mereka bahwa semua keputusan harus berasal dari atasan dan harus
berpegang teguh kepada petunjuk dan pelaksanaan sehingga ketika seorang pengguna jasa
memerlukan pelayanan yang cepat, aparat tidak mampu memenuhinya karena harus menunggu
instruksi atasan terlebih dahulu. 

Hal ini menyebabkan pelayanan publik memerlukan waktu pelayanan yang relatif lebih lama.
Sebagai penyelenggara pelayanan publik, birokrasi pemerintah gagal dalam merespon dinamika
politik dan ekonomi sehingga pelayanan publik cenderung menjadi tidak efisien dan tidak
responsif. Bahkan, berbagai bentuk patologi birokrasi telah berkembang dalam penyelenggaraan
pelayanan publik. Akibatnya, muncul banyak praktik KKN dalam penyelenggaraan pelayanan

2-5
yang sangat merugikan masyarakat. Kinerja pelayanan publik ini adalah hasil dan kompleksitas
permasalahan yang ada ditubuh birokrasi Indonesia. 

Dalam mewujudkan birokrasi yang baik, perlu dibangun birokrasi berkultur dan struktur rasional-
egaliter, bukan irasional-hirarkis. Caranya dengan pelatihan untuk menghargai penggunaan
nalar sehat dan menggunakan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Perlunya memiliki semangat pioner,
bukan memelihara budaya minta petunjuk dari atasan. Perlu dibiasakan mencari cara-cara baru
yang praktis untuk pelayanan publik, inisiatif, antisipatifdan proaktif, cerdas membaca keadaan
kebutuhan publik, memandang semua orang sederajat dimuka hukum, menghargai prinsip
kesederajatan kemanusiaan, setiap orang yang berurusan diperlakukan dengan sama
pentingnya. 

Birokrasi Indonesia kedepan perlu mendukung dan melakukan peran pemberdayaan dan
memerdekakan masyarakat untuk berkarya  dan berkreatifitas. Birokrasi harus bertindak
profesional terhadap publik, berperan menjadi pelayanan masyarakat yang baik. Dalam
memberikan pelayanan kepada publik haruslah ada transparansi biaya dan tidak terjadinya
pemungutan liar. PNS perlu memberikan informasi dan transparansi sebagai hak masyarakat
dan  bisa dimintai pertanggungjawabannya. Birokrasi yang saling bersaing antar bagian  dalam
meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam melayani publik secara kompetitif, bukan minta
dilayani atau membebani masyarakat dengan pungutan liar, salah urus dan ketidakpedulian. 

Jika ingin menciptakan birokrasi yang efisien, efektif, disiplin dan profesional, tentunya harus
mengutamakan tingkat pendidikan untuk melihat bagaimana dan sejauh mana mentalitas dan
moralitasnya para pelaksana birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Disamping itu, sebagai lembaga pelayanan publik tentunya juga sangat memerlukan pondasi
utama pada birokrasi yang bertujuan untuk memperkuat jalannya birokrasi dengan baik. Visi,
misi dan motivasi haruslah ada sebagai pegangan dalam menjalani kewajiban birokrasi, karena
berpengaruh terhadap peran birokrasi sebagai pemberi pelayanan publik yang baik agar tidak
melenceng dan merosot dalam kinerja yang tidak semestinya.***

Ditulis oleh: WIRDATHUL AINI


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL, ILMU ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
http://riaugreen.com/view/Ruang-Opini/22431/Keluhan-Masyarakat-Terkait-Birokrasi-Pelayanan-
Publik.html#.XKiLepgzZnI

3-5
Kasus 2.

Kinerja Manufaktur Melambat

JAKARTA-Kinerja manufaktur nasional mengalami perlambatan pada November,


dengan mencatatkan indeks pembelian manajer (PMI), menurut riset HSBC, sebesar
51,5 dari bulan sebelumnya 51,9.
Kendati lebih rendah dibandingkan dengan PMI Oktober, HSBC menyebutkan
kegiatan produksi di Indonesia masih mencatat pertumbuhan pada bulan lalu,
melanjutkan tren positif dalam 5 bulan berturut-turut.
"Aktivitas manufaktur terus berekspansi, didukung oleh rekor kenaikan pesanan
baru, khususnya permintaan ekspor baru yang melonjak ke tingkat yang cukup
tinggi. Ini mencerminkan pemulihan permintaan dari pasar-pasar utama di Asia," ujar
Ekonom HSBC wilayah Asean Su Sian Lim dalam rilisnya, Senin (3/12).
Ekspansi yang kuat, menurut HSBC, juga menjadi motor pertumbuhan sektor
manufaktur Indonesia, dengan mencatatkan pertumbuhan nilai yang tercepat dalam
20 bulan. Berbagai perusahaan yang dipantau HSBC mengaitkan fenomena itu
dengan permintaan yang juga menguat.
HSBC juga merilis perbaikan kinerja subkontraktor di sektor manufaktur Indonesia
untuk pertama kalinya sejak Maret 2012. Akan tetapi, angkatan kerja manufaktur
menurun pada November, meskipun tingkat pengangguran masih terjaga di level
yang rendah.
Melalui survei itu, perusahaan manufaktur di Indonesia mencatat kenaikan harga
selama November, seiring dengan kenaikan harga bahan baku, seperti tepung,
metanol, plastik, dan logam.
Dengan demikian, produsen melakukan penyesuaian dengan menaikan harga
penjualan secara moderat dibandingkan dengan kenaikan ongkos produksi.
Raja Sapto Oktohari, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi),
mengatakan sebenarnya banyak kejadian di tingkat nasional dalam 2 bulan terakhir
yang menghambat kinerja manufaktur nasional.
Masalah itu mulai dari infrastruktur yang belum teratasi sampai dengan konflik
antara buruh dan pengusaha yang memanas.
"Ini menjadi keprihatinan kami dan permasalahan internal ini harus segera
diselesaikan supaya kinerja manufaktur tidak terganggu," katanya.
Menurutnya, prospek manufaktur di dalam negeri masih menjanjikan selama
berbagai faktor yang menghambat bisa segera diatasi. Semua pemangku
kepentingan harus saling mendukung guna menciptakan iklim usaha yang lebih
kondusif.

4-5
"Indonesia masih menjadi negara yang menarik bagi investasi, tetapi banyak
pekerjaan rumah harus diselesaikan, seperti regulasi, birokrasi, dan infrastruktur,"
ujarnya.

Pertumbuhan Naik

Menteri Perindustrian M.S. Hidayat optimistis pertumbuhan sektor manufaktur


nasional bisa mencapai 7,5% pada kuartal terakhir tahun ini, seiring dengan
meningkatnya aktivitas penanaman modal di dalam negeri.
Menurutnya, perkembangan industri manufaktur saat ini relatif lebih baik
dibandingkan dengan 4 tahun lalu, yang hanya tumbuh sekitar 3%. Buktinya, kata
Hidayat, pada kuartal III/ 2012, industri pengolahan tumbuh 6,36%, di mana sektor
nonmigas mencatat kenaikan 7,27% dan sektor migas terkontraksi 5,02%
dibandingkan dengan periode yang sama 2011.
"Selain karena didukung oleh tingginya konsumsi masyarakat, meningkatnya
investasi di sektor industri juga menjaga kinerja sektor tersebut hingga saat ini,"
ujarnya, belum lama ini. 
Menurutnya, penanaman modal dalam negeri (PMDN) pada kuartal II/2012
mencapai Rp10,25 triliun, melonjak 67,84% dibandingkan dengan investasi pada
kuartal sebelumnya. Adapun, penanaman modal asing (PMA) di sektor manufaktur
membukukan nilai US$3,08 miliar, tidak saja lebih tinggi 84,27% dari investasi
periode yang sama 2011, tetapi juga naik 44,42% dibandingkan dengan 3 bulan
pertama 2012.
"Pesatnya investasi di industri nonmigas diperkirakan menyebabkan pertumbuhan
produksi sektor ini terus meningkat, yang berarti hingga akhir 2012."
Karena itu, kata Menperin, dengan asumsi perekonomian global membaik dan
teratasinya masalah buruh, pertumbuhan industri kuartal IV diperkirakan masih akan
tinggi pada kisaran 7,0%-7,5%.
sumber : Bisnis Indonesia

5-5

Anda mungkin juga menyukai