Anda di halaman 1dari 6

MANAJEMEN STRATEGIS

Indonesia saat ini telah mengimplementasikan berbagai macam teknologi


telekomunikasi, untuk memenuhi peningkatan pelanggan dan kualitas perlu
dilakukan pembenahan di semua sector. Salah satunya adalah infrastruktur
telekomunikasi. Teknologi LTE atau Long Term Evolution merupakan salah
satu teknologi berbasis 4Gsebagai lanjutan dari evolusi teknologi 3G yg telah
diimplementasikan di Indonesia sejak satu dasawarsa yg lalu. LTE
menawarkan kecepatan akses data mencapai 100Mbps atau sekitar 4x lipat
kecepatan teknologi 3G dengan HSDPA+. Operator Telkomsel merupakan
salah satu operator yg telah memulai melakukan implementasi teknologi LTE.
Namun seperti saat implementasi #G setelah 2G, selain membutuhkan
investasi yg cukup mahal masih banyak hal yg perlu dipertimbangkan dalam
melaksanakan implementasi LTE. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian dan
penelitian untuk untuk mendapatkan suatu rumusan strategi yg cocok untuk
melakukan implementasi LTE pada jaringan Telkomsel di Indonesia.
Penelitian dalam tesis ini dilakukan dengan melakukan perumusan strategi
Telkomsel dalam rangka melakukan implementasi jaringan LTE. Perumusan
strategi didasari oleh konsep ilmu management strategis dengan
mempergunakan metode perumusan strategi yg terdiri dari Matriks Evaluasi
Internal, Matriks Evaluasi External, SWOT, Matriks Internal External, dan
Matrik Grand Strategi, . Setelah dilakukan perumusan dihapkan akan
diperoleh strategi yg terbaik yg bisa diimplementasikan di jaringan Telkomsel.
Kata Kunci : Telkomsel, LTE, SWOT, Matriks Internal External, Matriks Grand
Strategi 1. PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan teknologi
telekomunikasi cellular di dunia yg telah mencapai tahapan generasi ke 4,
atau yg umum disebut sebagai LTE, maka duna telekomunikasi di Indonesia
diharapkan juga bisa mengimplementasikan teknologi tersebut sehingga bisa
dinikmasi oleh masyarakat dan tidak tertinggal oleh negara2 lain. Untuk itu
diperlukan strategi teknis maupun non teknis dalam pelaksanaan
pengimplentasian teknology 4G ini, dikarenakan sampai saat ini 70%
pengguna Handset atau HandPhone (data : PT. Telkomsel) masih
mempergunakan teknologi yg lama yaitu 2G. Dan seperti halnya
implementasi 3G setelah era 2G, dibutuhkan investasi yg cukup mahal
sehingga banyak yg perlu dipertimbangkan untuk implementasi LTE/4G untuk
itu diperlukan strategi yg tepat dalam implementasinya. Hal ini diperlukan
agar operator sebagai pihak penyenggara dan masyarakat sebagai pihak
yang mempergunakan teknologi tersebut bisa memperoleh hasil yg masimal
bagi kedua belah pihak Sistem 4G menyediakan solusi IP yang komprehensif
dimana suara, data, dan arus multimedia dapat sampai kepada pengguna
kapan saja dan dimana saja, pada rata-rata data lebih tinggi dari generasi
sebelumnya. Bagaimanapun, terdapat beberapa pendapat yang ditujukan
untuk 4G, yakni: 4G akan merupakan sistem berbasis IP terintegrasi penuh.
Ini akan dicapai setelah teknologi kabel dan nirkabel dapat dikonversikan dan
mampu menghasilkan kecepatan 100Mb/detik dan 1Gb/detik baik dalam
maupun luar ruang dengan kualitas premium dan keamanan tinggi. 4G akan
menawarkan segala jenis layanan dengan harga yang terjangkau. Setiap
handset 4G akan langsung mempunyai nomor IP v6 dilengkapi dengan
kemampuan untuk berinteraksi internet telephony yang berbasis Session
Initiation Protocol (SIP). Semua jenis radio transmisi seperti GSM, TDMA,
EDGE, CDMA 2G, 2.5G akan dapat digunakan, dan dapat berintegrasi
dengan mudah dengan radio yang di operasikan tanpa lisensi seperti IEEE
802.11 di frekuensi 2.4 GHz & 5-5.8Ghz, bluetooth dan selular. Integrasi voice
dan data dalam channel yang sama. Integrasi voice dan data aplikasi SIP-
enabled. Besarnya pasar dan begitu potensialnya pelanggan di Indonesia,
tentunya juga harus diikuti dengan peningkatan layanan dan kualitas yang
harus diberikan oleh para operator. Selain menetapkan tarif yang bersaing,
peningkatan teknologi juga harus terus dikembangkan dengan perluasan
jaringan dan penggunaan teknologiteknologi baru. Teknologi tertinggi saat ini
yang sudah diterapkan adalah 3G dengan HSDPA+ oleh Indosat dan
Telkomsel. HSDPA+ diklaim dapat mencapai downlink sebesar 21 Mbps,
yang tentunya akan semakin memanjakan pengguna mobile broadband di
Indonesia. Sementara untuk XL, Three, dan Axis masih berada di level
HSDPA dengan downlink sebesar 7 Mbps. Secara teori, tentunya pelanggan
akan lebih memilih operator dengan kecepatan downlink yang tinggi, namun
hal itu bukan berarti jaminan, melihat kepadatan pengguna, dan luasnya
infrastruktur jaringan yang dimiliki oleh operator data 2 Gambar 1. 1 Indonesia
Cellular Market Gambar 1. 2 Pangsa Pasar Operator Cellular Untuk
memenuhi peningkatan jumlah pelanggan tersebut, tentu perlu dilakukan
pembenahan di semua sektor. Salah satunya infrastruktur telekomunikasi.
Sebelumnya, pemerintah telah menyediakan alokasi frekuensi 3G di spektrum
2.1 GHz. Dari total 60 Mhz yang tersedia, Telkomsel, XL, dan Indosat masing-
masing memiliki 5 MHz, sementara Axis dan Three masing-masing sudah
memiliki 10MHz. Jumlah pelanggan mobile broadband saat ini di Indonesia
diperkirakan sudah mencapai 110 juta pelanggan, dilihat dari hasil penjualan
smartphone di Indonesia, sedangkan jumlah pelanggan fixed wireline
broadband termasuk serat optik FTTH tidak lebih dari 10%- nya (gambar 1.3).
Meningkatnya pengguna mobile broadband di Indonesia, menyebabkan
Telkomsel, Indosat, XL telah melakukan penambahan bandwidth 3G menjadi
2x10MHz untuk di masing-masing rentang frekuensi. Sehingga frekuensi 3G
untuk ketiga operator seluler terbesar di Indonesia tersebut akan menjadi
yang paling lebar. Peningkatan bandwidth merupakan salah satu jalan untuk
meningkatkan kulitas layanan, penggunaan internet seperti browsing, email,
dan chatting akan lebih cepat dan lancar. Selain itu penambahan frekuensi
juga merupakan sebuah tuntutan jaman untuk memenuhi peningkatan jumlah
pelanggan tersebut, tentu perlu dilakukan pembenahan di semua sektor.
Salah satunya infrastruktur telekomunikasi. Sebelumnya, pemerintah telah
menyediakan alokasi frekuensi 3G di spektrum 2.1 GHz. Dari total 60 Mhz
yang tersedia, Telkomsel, XL, dan Indosat masing-masing memiliki 5 MHz,
sementara Axis dan Three masing-masing sudah memiliki 10MHz. Jumlah
pelanggan mobile broadband saat ini di Indonesia diperkirakan sudah
mencapai 110 juta pelanggan, dilihat dari hasil penjualan smartphone di
Indonesia, sedangkan jumlah pelanggan fixed wireline broadband termasuk
serat optik FTTH tidak lebih dari 10%- nya (gambar 1.3). Meningkatnya
pengguna mobile broadband di Indonesia, menyebabkan Telkomsel, Indosat,
XL telah melakukan penambahan bandwidth 3G menjadi 2x10MHz untuk di
masing-masing rentang frekuensi. Sehingga frekuensi 3G untuk ketiga
operator seluler terbesar di Indonesia tersebut akan menjadi yang paling
lebar. Peningkatan bandwidth merupakan salah satu jalan untuk
meningkatkan kulitas layanan, penggunaan internet seperti browsing, email,
dan chatting akan lebih cepat dan lancar. Selain itu penambahan frekuensi
juga merupakan ajang persiapan para operator menuju implementasi
teknologi 4G. Teknologi LTE yang sudah dibicarakan sejak beberapa tahun
lalu, kini telah mulai diimplementasikan sebagai solusi infrastruktur dan
layanan yang akan diimplementasikan. LTE atau Long Term Evolution
merupakan salah satu teknologi berbasis 4G sebagai lanjutan evolusi 3G
yang telah diimplementasikan di Indonesia evolusi teknologi GSM menuju
LTE dapat dilihat seperti pada Gambar 1.1. LTE merupakan standarisasi
3GPP (Third Generation Partnership Project) sebagai metode akses untuk
high-speed baru untuk kelanjutan perkembangan telekomunikasi nirkabel
bergerak. Gambar 1.3 Pertumbuhan pengguna Broadband di Indonesia
Secara teori, LTE lebih mudah diimplementasikan dengan legacy network 3G
dan teknologi non-3GPP. LTE menawarkan kecepatan akses data mencapai
100 Mbps, atau sekitar 4 kali lipat HSDPA+, dan kemudahan dalam
implementasi jaringan. Namun seperti saat implementasi 3G setelah 2G,
selain investasi yang cukup mahal, banyak hal yang perlu dipertimbangkan
untuk melakukan implementasi LTE. Oleh karena itu, perlu dirumuskan suatu
strategi yang cocok dalam melakukan implementasi jaringan LTE di
Indonesia, agar LTE dapat diimplementasikan secara baik dan sesuai dengan
kebutuhan pelanggan dan pasar pengguna telekomunikasi mobile. 2.
TEKNOLOGI LTE Layanan mobile broadband terus berkembang seiring
dengan meningkatnya mobilitas masyarakat dalam beraktivitas serta
kebutuhan layanan internet. Berbagai teknologi seluler terus dikembangkan
mulai dari GSM/GPRS/EDGE (2G), UMTS/HSPA (3G), dan teknologi LTE.
kemampuan tinggi dalam sistem komunikasi bergerak yang merupakan
langkah menuju generasi ke-4 (4G) dari teknologi radio yang dirancang untuk
meningkatkan kapasitas dan kecepatan jaringan telepon mobile. LTE adalah
suatu proyek dalam Third Generation Partnership Project (3GPP) (Wardhana,
2014) Evolusi jaringan seluler sampai ke teknologi LTE ditunjukkan pada
gambar berikut : Gambar 2,1. Evolusi jaringan LTE Pada Gambar 3 dapat
dilihat bahwa LTE merupakan evolusi dari jaringan seluler yang dipersiapkan
untuk teknologi 4G. Keuntungan utama dengan LTE adalah throughput yang
tinggi, latency yang rendah, FDD dan TDD pada platform yang sama,
peningkatan pengalaman pelanggan dan arsitektur sederhana yang
mengakibatkan biaya operasional yang rendah. LTE juga akan mendukung
sel dengan teknologi jaringan yang lebih lama seperti GSM, CDMAOne,
WCDMA (UMTS), dan CDMA 2000. Banyak fasilitas yang didapat sehingga
perlu untuk upgrade 3G UMTS ke teknologi komunikasi mobile 4G, yang pada
dasarnya adalah sebuah sistem mobile broadband dengan peningkatan
layanan multimedia (Wardhana, 2014). 2.1. Arsitektur LTE Arsitektur jaringan
LTE dirancang untuk tujuan mendukung trafik packet switching dengan
mobilitas tinggi, quality of service (QOS), dan latency yang kecil. Pendekatan
packet switching ini memperbolehkan semua layanan termasuk layanan voice
menggunakan koneksi paket. Oleh karena itu pada arsitektur jaringan LTE
dirancang sesederhana mungkin, yaitu hanya terdiri dari dua node yaitu
eNodeB dan Mobility Management Entity/Gateway (MME/GW). Semua
interface jaringan pada LTE adalah berbasis internet protocol (IP). eNodeB
saling terkoneksi dengan interface X2 dan terhubung dengan MME/SGW
melalui interface S1 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5. Pada LTE
terdapat 2 logical gateway, yaitu Serving Gateway (S-GW) dan Packet Data
Network Gateway (PGW). S-GW bertugas untuk melanjutkan dan menerima
paket ke dan dari eNodeB yang melayani User Equipment (UE). P-GW
menyediakan interface dengan jaringan Packet Data Network (PDN), seperti
internet dan IMS. Selain itu PGW juga melakukan beberapa fungsi lainnya,
seperti alokasi alamat, packet filtering, dan routing. Jaringan LTE yang
disebut sebagai SAE (System Architecture Evolution) hanya terdiri atas dua
bagian, yaitu EPC (Evolved Packet Core) & E-UTRAN (Evolved UMTS
Terrestrial Radio Access Network). Gambar 2.2. Network Element sederhana
pada LTE Gambar 4 merupakan gambar arsitektur Network element jaringan
LTE secara sederhana. EPC terdiri dari 3 komponen seperti Serving Gateway
(S-GW), Packet Data Network Gateway (P-GW) dan Mobility Management
Entity (MME). Bagian E-UTRAN hanya terdiri dari komponen Evolved Node B
(eNB). User Equipment (UE) merupakan perangkat yang digunakan user
untuk berkomunikasi dengan jaringan LTE melalui komponen eNB. UE dapat
berupa handphone / smartphone, tablet, laptop, atau perangkat lain yang
dilengkapi dengan network adapter LTE. Alur kerja hubungan downlink LTE
dimulai dari P-GW hingga ke UE. Pada tahap awal, paket data yang berasal
dari jaringan di luar jaringan LTE masuk ke jaringan LTE melalui P-GW. PGW
berfungsi menangani paket-paket data, menetapkan peraturan/izin paket
data, penyaringan paket data, pemotongan aliran paket data, dan
menghubungkan UE kepada jaringan yang berada di luar jaringan LTE yang
biasa disebut sebagai IMS (IP Multimedia Subsystem), IMS dapat berupa
jaringan operator seluler ataupun jaringan internet. PGW juga merupakan
pintu masuk dan pintu keluar bagi setiap paket data yang akan dikirimkan dari
UE, ataupun paket data yang akan diterima UE.
3.1. Latar Belakang Perusahaan Telkomsel pada mulanya adalah nama
pelayanan dari jasa STBS (Sistem Telekomunikasi Bergerak Selular) yang
dikelola oleh PT. Telkom. Dengan nama inilah dimulai proyek percontohan
STBS pada awal bulan November 1993 di Pulau Batam dan Pulau Bintan,
dengan menggunakan teknologi GSM (Global System For Mobile) yang telah
dikenal luas didunia internasional. Proyek yang pertama kali menggunakan
teknologi GSM di Indonesia ini, berhasil membangun jaringan komunikasi
selular dari awal sampai dapat melakukan pembicaraan pada sistem
telekomunikasi bergerak hanya dalam tempo dua bulan, lebih tepatnya
sampai tanggal 31 Desember 1993 sejak dimulainya proyek ini. Keberhasilan
ini tidak hanya berhenti di Pulau Batam dan Bintan saja, dan terus
dikembangkan ke daerah lain, seperti Medan dan Pekanbaru. Nama
Telkomsel pun kemudian didaftarkan ke GSM MoU yang merupakan
organisasi perkumpulan operator GSM yang berkedudukan di Dublin, yang
mempunyai aturan standar teknis dan non teknis untuk seluruh operator GSM
di dunia. Dalam perjalanannya, atas permintaan pemerintah maka pada bulan
November 1994, Telkomsel dijadikan perusahaan patungan antara
PT.Telkom dan PT.Indosat, dengan pembagian kepemilikan saham masing-
masing 51% dan 49%. Perpaduan kedua perusahaan tersebut dimaksudkan
agar Telkomsel dapat dikelola secara lebih profesional, baik dalam hal teknis
dan pelayanan, maupun dalam hal pemasaran dan usaha di dalam dan luar
negeri sehingga Telkomsel bisa menjadi aset yang sangat berharga bagi
negara. Pada tanggal 26 Mei 1995 dengan berdasarkan pada keputusan
Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi serta Menteri Keuangan R.I.
maka secara resmi berdirilah PT.Telkomsel sebagai salah satu operator GSM
di Indonesia, dengan karyawannya yang berasal dari PT.Telkom dan
PT.Indosat serta ditambah tenaga-tenaga baru yang berpengalaman. Dengan
semakin berkembangnya bisnis telekomunikasi maka semakin besar pula
tuntutan bagi PT.Telkomsel untuk mengadakan pengembangan perusahaan
dengan melakukan kerjasama baik dengan perusahaan asing maupun lokal.
Karena saat itu PT.Telkom dan PT.Indosat telah tercatat pada Bursa Efek
Jakarta dan Bursa Efek New York, maka dilakukanlah tender secara terbuka
dan transparan selama kurun waktu satu tahun pada kedua lokasi tersebut.
Melalui proses tender yang ketat didapatlah rekanan baru yaitu PTT Telecom
Netherlands, anak perusahaan raksasa telekomunikasi Belanda KPN dan
Setdco Megacell Asia, perusahaan lokal yang dimotori pengusaha terkemuka
Indonesia, Setiawan Djody. Sehingga mulai Bulan Maret 1996 berubahlah
status PT. Telkomsel dari PMDN menjadi PMA dengan pembagian
kepemilikan saham, PT.Telkom 42.72%, PT.Indosat 35%, PTT Telecom
Netherlands 17.28%, dan Setdco Megacell Asia 5%. Strategi pengembangan
jaringan yang diterapkan PT.Telkomsel adalah dengan membangun
infrastruktur di luar Jakarta terlebih dahulu untuk kemudian baru masuk ke
Jakarta. Pengembangan ini berjalan amat pesat karena didukung sistem yang
tepat, terbukti hanya dalam tempo sekitar satu tahun, sampai Desember
1996. Jaringan yang dimiliki sudah sangat luas dengan mencakup 27 propinsi
dan 285 kota DATI II di seluruh Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya,
untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat luas. PT.Telkomsel
membuat suatu kebijakan sistem jemput bola dengan membuat kantor-kantor
cabang pelayanan yang disebut Grapari (Graha Pari Sraya) atau rumah
tempat para pengabdi, guna lebih mendekatkan keberadaannya dengan
masyarakat luas tersebut. 3.2. Visi, Misi dan Kinerja Perusahaan Visi yang
dimiliki oleh Telkomsel ialah buat pengembangan perusahaan ke depannya,
yaitu Telkomsel penyedia solusi nirkabel terkemuka di Indonesia. Telkomsel
selalu berusaha menyediakan layanan selular seluas-luasnya berstandar
layanan kelas global dan mengacu pada kepuasan pelanggan. Sementara itu,
misi yang dimiliki oleh Telkomsel ialah menjadi pilihan primer sebagai
penyedia solusi telekomunikasi nirkabel di Indonesia buat menghasilkan nilai
tambah bagi investor (penanam modal), karyawan, dan Negara.

Peningkatan biaya operation and maintenance yang cukup tinggi, masih


sebanding dengan pendapatan kotor. Sehinggan laba TELKOMSEL masih
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Selain peningkatan pada
operation and maintenance, TELKOMSEL juga mengalami peningkatan labor
cost sebesar 12%, terkait jumlah karyawan yang juga meningkat selama
tahun 2014. Peningkatan lain terdiri dari peningkatan biaya sewa interkoneksi,
dan peningkatan penyusutan aset karena network modernization. Penyusutan
& Amortisasi biaya meningkat 13,1% sebesar Rp 11,7 triliun, sejalan dengan
Perusahaan yang secara agresif melakukan perluasan jaringan dan juga
karena peningkatan biaya sewa menara yg dipergunakan untuk perluasan
jaringan tsb. Pendapatan TELKOMSEL merupakan komposisi dari SMS,
voice, layanan data dan VAS. Jumlah terbanyak saat ini berasal dari
pelanggang prepaid sebanyak 137 juta pelanggan (97%) dan postpaid
sebanyak 3juta pelanggan (3%), dari seluruh total pelanggan telkomsel
sebesar 140juta pelanggan. Namun pada tahun 2014 dari seluruh layanan
yang dihadirkan oleh TELKOMSEL, mengalami penurunan pada ARPU
sebanyak 6,5 % pada pelanggan post-paid , revenue layanan data mengalami
peningkatan cukup signifikan yakni sebanyak 10 % dari sebelumnya, dan
mengalami peningkatan ARPU sebesar 2.85% yg dihasilkan dari para
pelanggan kartu pre-paid (atau pra bayar). Total revenue yg dihasilkan pada
tahun 2014 sebesar 66 trilyun rupiah melebihi revenue yg dihasilkan pada
tahun sebelumnya, 2013, yg sebesar 60 trilyun rupiah. EBITDA (Earn Before
Tax Interest Depreciation Amortization) juga meningkat, menjadi 37 trilyun
rupiah, dari sebesar 33 trilyun rupiah pada periode tahun sebelumnya. 3.4.
Struktur Organisasi Perusahaan Pada tanggal 19 Desember 2014, PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (Telkom) dan Singapore
Telecommunications Ltd. (SingTel) selaku pemegang saham PT
Telekomunikasi Selular (Telkomsel) telah menetapkan Direksi dan Dewan
Komisaris Telkomsel yang baru. Sebagai Direktur Utama ditetapkan Ririek
Adriansyah menggantikan Alex J. Sinaga, yang telah ditetapkan sebagai
Direktur Utama Telkom. Selain Ririek, pemegang saham juga menetapkan
Sukardi Silalahi sebagai Direktur Network dan Priyantono Rudito sebagai
Direktur Human Capital Management menggantikan Abdus Somad Arief dan
Herdy Rosadi Harman yang juga ditetàpkan dalam RUPSLB untuk mengisi
posisi Direktur di Telkom. Penunjukkan Ririek Adriansyah serta penetapan
direksi Telkomsel yang baru, sejalan dengan strategi perusahaan dalam
memperkuat bisnis, organisasi dan sumber daya manusia secara
berkelanjutan yang dibutuhkan untuk menjadikan Telkomsel tetap bertumbuh
dan tetap menjadi yang terdepan (continue to win). Gambar 3.7 Struktur
Organisasi PT Telkomsel 3.5. Pengembangan Jaringan LTE LTE merupakan
standarisasi 3GPP (Third Generation Partnership Project) sebagai metode
akses untuk high-speed baru untuk kelanjutan perkembangan telekomunikasi
nirkabel bergerak menuju FMC atau fixedmobile convergence. LTE yang
berada pada standar IEEE 802.20, adalah langkah selanjutnya dalam
roadmap 4G yang berawal dari teknologi 2G dan 3G yang ada pada saat ini.
Dibangun oleh keluarga 3GPP yang sebelumnya telah berhasil membangun
teknologi GSM, GPRS, EDGE, dan WCDMA lalu sekarang HSDPA dan
kemudian HSPA+, LTE menawarkan evolusi yang smooth menuju kecepatan
yang lebih tinggi dengan latency yang rendah. Dengan menggunakan
spektrum frekuensi yang baik, LTE dapat berkembang menjadi lebih kaya
akan fitur dan aplikasinya.

Anda mungkin juga menyukai