Anda di halaman 1dari 4

REVOLUSI INDUSTRI:

1. Mendeskripsikan rumusan kasus dan atau masalah pokok, aktor yang terlibat serta peran setiap
aktornya.

Belum optimalnya pelayanan publik seiring dengan perkembangan revolusi industri. Dimana pada
revolusi industri yang dihadapi saat ini, perkembangan teknologi begitu pesat, ditandai dengan
implementasi digitalisasi dalam celah kehidupan. Pemanfaatan teknologi ini lebih banyak dilakukan oleh
sektor privat/swasta, sehingga dipertanyakan peran pemerintah dalam digitalisasi ini terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik.

Namun dalam prakteknya, pemerintah belum dapat mengoptimalkan penyelenggaran pelayanan dalam
menghadapi Revolusi Industri terkini, terlebih menghadapi jumlah pelanggan yang lebih banyak.
Padahal, pelayanan publik dalam era industri 4.0 saat ini sudah memiliki dasar hukum yang jelas dalam
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dimana memaparkan bahwa
Pelayanan Publik harus memiliki sistem yang memudahkan masyarakat. Dalam pasal 23 UU No 25 Tahun
2009 menyebutkan adanya Sistem Informasi yang bersifat nasional dan sistem ini harus meliputi profil
penyelenggara, profil pelaksana, standar pelayanan, maklumat pelayanan, pengelola pengaduan dan
penilaian kinerja. Implementasi dari UU ini yang belum diaktualisasikan sepenuhnya oleh pemerintah.

Hal ini berimbas pada kepercayaan pelanggan yang kurang akibat ketidakseriusan pemerintah dalam
memanfaatkan teknologi digital ini.
Permasalahan lain adalah, Sistem Informasi Pelayanan Publik Nasionl (SIPPN) yang dibuat oleh
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, yang seharusnya menjadi wadah
informasi pelayanan publik, masih belum seluruhnya diterapkan oleh pemerintah maupun
kementerian/lembaga. Permasalahan ini disebabkan oleh lemahnya kewenangan Mempan RB dalam
mendorong integrasi sistem aplikasi ini. Sehingga, Peran pengawasan dan partisipasi masyarakat yang
dapat diwujudkan melalui SIPPN ini menjadi belum optimal.

Sistem E-Government implementasinya masih sangat minim. Padahal, sistem ini merupakan upaya
pemerintah dalam pemanfaatan komputer, jaringan komputer dan teknologi informasi guna
menjalankan pelayanan publik. E-Government ini sendiri sangat sejalan dengan Revolusi Industri 4.0.
Pemerintah belum serius memperhatikan perkembangan revolusi ini sehingga pelayanan publik yang
efektif dan efisien belum dapat tercapai dengan optimal.

Aktor yang Berperan :

1. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan tertinggi yang memegang kekuasaan


pemerintahan menurut undang-undang dasar. Dalam hal kasus, presiden RI Joko Widodo telah
meluncurkan road map “Making Indonesia 4.0” sebagai persiapan menghadapi Revolusi Industri 4.0

2. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, berperan yang


membantu presiden dalam penyelenggaraan pemerintah terkait pelayanan publik, telah merumuskan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor
13 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Informasi Pelayanan Publik Nasional (SIPPN).

3. Menteri, Pimpinan Lembaga, Gubernur, Bupati, Walikota, Direktur Utama BUMN, Direktur
Utama BUMD, merupakan pejabat-pejabat yang berperan dalam penyediaan pelayanan publik di era
digital ini. Keseluruh aktor ini wajib memastikan penyediaan informasi pelayanan publik ke dalam SIPPN
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Masyarakat sebagai objek penerima pelayanan publik. Dengan lemahnya sistem pelayanan
publik oleh pemerintah, tidak heran masyarakat lebih memilih sektor swasta untuk mendapat pelayanan
publik yang lebih memuaskan.

2. Melakukan analisis terhadap :

A. Bentuk penerapan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai dasar PNS, dan Pengetahuan tentang
kedudukan dan peran PNS dan NKRI oleh setiap aktor yang terlibat berdasarkan konteks deskripsi kasus.
B. Dampak tidak diterapkannya nilai-nilai dasar PNS dan pengetahuan tentang kedudukan dan peran
PNS dalam NKRI berdasarkan konteks deskripsi kasus

A. Bentuk pelanggaran nilai-nilai dasar PNS

- Akuntabilitas,merupakan kewajiban pertanggungjawaban yang harus dicapai. Dalam hal ini kewajiban
pemerintah belum optimal untuk memenuhi tanggung jawab untuk mewujudkan nilai-nilai publik, yaitu
menunjukkan sikap dan perilaku yang konsisten dan dapat diandalkan sebagai penyelenggara
pemerintahan. Belum mampu tercapai pemerintahan yang akuntabel, mengenai hal kepemimpinan,
transparansi, intergritas, responsibilitas, kepercayaan, keseimbangan, kejelasan dan konsistensi. Hal ini
terlihat dari belum seriusnya pemerintah memperhatikan dan mengayomi masyarakat yang masih gagap
teknologi, dan pelaksaanaan pelayanan publik mengikuti tuntutan Revolusi Industri 4.0 belum optimal.
Pemerintah tidak menjalankan amanahnya untuk melakukan input SIPPN.

- Nasionalisme. Nasionalisme sangat penting dimiliki, dengan nasionalisme kuat, maka akan memiliki
orientasi berpikir mementingkan kepentingan publik, bangsa dan negara. Hal ini berkaitan dengan fungsi
ASN sebagai pelaksana kebijakan publik, sebagai pelayan publik dan sebagai perekat dan pemersatu
bangsa. Pelanggaran dalam fungsi ini adalah pemerintah belum mampu beriorientasi pada kepentingan
publik, bangsa dan negara diatas kepentingan lainnya, dan belum memiliki karakter kepublikan yang
kuat dan mampu mengaktualisasikannya dalam setiap langkah pelaksanaan kebijakan publik. Hal ini
terlihat dari kurangnya rasa nasionalisme dengan tidak penyediaan informasi pelayanan publik ke dalam
SIPPN pagi para Menteri, Pimpinan Lembaga, Gubernur, Bupati, Walikota, Direktur Utama BUMN yang
belum menginput semua informasi mengenai pelayanan publik padahal tugas mereka sudah diatur
dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Informasi Pelayanan Publik Nasional
(SIPPN).

- Etika Publik. Pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah yaitu tidak memiliki unsur-unsur modalitas
dalam etika publik, yaitu akuntabilitas, transparansi, kesetaraan, profesionalitas. Dengan belum
optimalnya sistem E-Government mencerminkan belum terwujudnya pelayanan yang transparan.

- Komitmen Mutu. Komitmen mutu mencakup efektivitas, efisiensi, inovasi dan mutu. Pemerintah belum
seluruhnya mengimplementasikan aturan-aturan dan kebijakan terkait pelayanan mencerminkan belum
efektif dan efisiennya pelayanan. Belum adanya inovasi serius dari pemerintah dalam hal tata kelola,
pemanfaatan sistem e-government untuk mengimplementasikan digitalisasi. Serta mutu yang masih
rendah akibat pelayanan yang belum optimal, sehingga menimbulkan kurangnya kepercayaan
masyarakat.

- Anti Korupsi. Nilai-nilai integritas anti korupsi belum diterapkan seluruhnya oleh pemerintah. Terutama
nilai kejujuran dalam menginput data informasi pelayanan publik dalam masing-masing instansi ke
aplikasi SIPNN.disamping itu, pemerintah juga tidak mengimplementasikan nilai-nilai integritas lainnya
seperti, peduli, disiplin dan tanggung jawab.

Pada kasus tersebut, telihat ASN belum menunjukkan perannya dalam upaya pengoptimalan digitalisasi
dalam mengahapi Revolusi Industri 4.0. Peran ASN sebagai perencana, pelaksana dan pengawas
penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksaanan kebijakan
dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik serta bersih dari praktik korupsi,
kolusi dan nepotisme.

Pemerintah juga belum memahami kedudukannya yaitu melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh
pimpinan Instalasi Pemerintah, terlihat dari berbagai kebijakan dan aturan UU yang dibuat belum
direalisasikan sebagai wujud pertanggungjawaban dan profesionalitas.
B. Dampak Tidak Diterapkan Nilai-nilai ASN

Nilai-nilai dasar ASN sangatlah krusial diterapkan dalam menghadapi era digitalisasi Revolusi Industri
4.0. Bila nilai akuntabilitas tidak diterapkan, maka akan timbul pemerintahan yang tidak akuntabel. Nilai
nasionalisme jika tidak diterapkan berdampak pada pemerintah yang tidak berorientasi pada
kepentingan publik, bangsa dan negara. Bila etika publik tidak diterapkan, penyelenggaraan pemerintah
akan tidak sejalan dengan kode etik dan kode perilaku ASN, diantaranya melaksanakan tugasnya dengan
jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi. Bila komitmen mutu tidak diterapkan, tentunya tidak
akan terwujud pelayanan publik yang efektif, efisien, berinovasi dan bermutu. Dan bila nilai Anti Korupsi
tidak diterapkan, maka pelayanan publik tidak akan berintegritas.

Pelanggaran serta buruknya nilai aparatur pemerintag dapat terlihat dari banyaknya keluhan
masyarakat. Krisis kepercayaan masyarakat pada pelayanan pemerintah publik dicerminkan dari
beralihnya mereka kepada pelayanan sektor privat. Nilai-nilai dasar aneka yang tidak diterapkan dalam
optimalisasi pelayanan publik melalui aplikasi SIPPN ini berakibat pada lemahnya birokrasi pemerintah,
pelayanan tidak transparan, pemborosan anggaran pemerintah, sulitnya akses alur informasi secara
terbuka sehingga tidak mewujudkan cita-cita good govermence dan open government pada
penyelenggraan pemerintah di Indonesia. Selain itu, bisa membuka celah tindakan koruptif yang lebih
besar, yang tentunya berdampak buruk bagi diri sendiri, lingkungan, bangsa serta negara.

3. Mendeskripsikan gagasan-gagasan alternatif pemecahan masalah berdasarkan konteks deskripsi


kasus

Untuk mewujudkan “Making Indonesia 4.0” pemerintah tentunya harus menggencarkan Revolusi
Industri 4.0 di Indonesia. Gagasan-gagasan alternatif yang bisa diambil

- Mempersiapkan tenaga kerja yang handal dan berketrampilan untuk bisa menerapkan teknologi terkini
yang terus mengalami perubahan. Tenaga kerja harus terus belajar dan meningkatkan keterampilan
untuk memahami penggunaan teknologi atau mengintegrasikan kemampuan teknologi. Sosialisasi
terhadap SIPPN harus lebih gencar dilakukan, bila perlu diberikan sanksi pada pemerintah daerah
maupun kementrian/instansi yang tidak melakukan input pada aplikasi.
- Meningkatkan integritas ASN, dengan menanamkan dan memperkuat nilai-nilai aneka sehingga
diharapkan berbagai pelanggaran dapat diminimalkan
- Melakukan pengawasan dalam penerapan sistem SIPPN, sehingga bisa memantau, mengkoordinasi
serta mengevaluasi untuk perbaikan.

4. Mendeskripsikan konsekuensi penerapan dari setiap alternatif gagasan pemecahan masalah


berdasarkan konteks deskripsi kasus.

Anda mungkin juga menyukai