Anda di halaman 1dari 16

Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti


saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai
suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya/mengalahkannya atau
membuatnya tidak berdaya.

Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi


ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka
tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka
secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya,
jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah
ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.

Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat


menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat
pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing
komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri
– sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
Sumber Konflik dalam Organisasi

 Perbedaan tujuan dan tata waktu (incompatible goals and


time horizons)

Setiap orang/organisasi memiliki pandangan dan tujuan yang


berbeda, hal ini dapat menimbulkan konflik antar
individu/grup di dalam suatu organisasi.

 Kewenangan yang melebihi batas/tumpang tindih


(overlapping authority)

Kewenangan yang berlebih rentan menimbulkan konflik.


Organisasi sebisa mungkin menghindari terjadinya tumpang
tindih kewenangan.

 Ketergantungan dalam berinteraksi (task


interdependencies)
Ketergantungan pekerjaan satu arah berarti bahwa
keberhasilan pekerjaan satu pihak terkait dengan kerja dari
pihak lain, sehingga apabila pihak lain gagal/tidak
bertanggung jawab akan menciptakan konflik diantara
keduanya.

 Perbedaan penilaian dan penghargaan (incompatible


evaluation and reward systems)

Pertarungan kekuasaan antar departemen dengan


kepentingan- kepentingan atau sistem penilaian yang
bertentangan, persaingan masing-masing pihak terkait
pencapaian dan penghargaan.

 Sumberdaya yang langka (scarce resources)

Kelangkaan sumber daya dan dana yang langka. Hal ini


karena suatu individu atau organisasi yang memiliki sumber
daya dan dana yang terbatas.

 Perbedaan status sosial (status inconsistencies)

Beberapa individu/grup memiliki status social lebih tinggi


yang berpotensi menimbulkan konflik dengan individu/grup
yang lain karena merasa ada pihak yang diistimewakan.

Manajemen Strategis Konflik 

 Kompromi (Compromising)

Mengelola konflik dengan kompromi diantara kedua belah


pihak, masing-masing pihak tidak hanya memikirkan
tujuannya namun juga memikirkan tujuan pihak lain sampai
diperoleh pertukaran yang dapat diterima kedua belah pihak.
Kompromi merupakan cara penyelesaian konflik dengan
melakukan negosiasi pada pihak-pihak yang berkonflik dan
mencari jalan tengah bagi kebaikan bersama.

 Kolaborasi (Collaborating)

Kolaborasi adalah cara menyelesaikan konflik dengan


bekerjasama untuk memperoleh hasil yang memuaskan
karena semua pihak bersinergi dalam menyelesaikan masalah
dengan tetap memperhatikan kepentingan semua pihak.

 Akomodasi (Accomodating)

Ini merupakan kegiatan mengumpulkan berbagai pendapat


dari banyak pihak yang terlibat dalam konflik. Dengan
mengumpulkan pendapat, maka organisasi dapat mencari
jalan keluar dengan tetap mengutamakan kepentingan salah
satu pihak yang berkonflik. cara seperti ini masih bisa
menimbulkan konflik baru dan perlu dilakukan evaluasi
secara berkala.

 Menghindar (Avoiding) 

Individu atau organisasi pada umumnya cenderung


menghindari konflik. Berbagai hal sensitif dan berpotensi
menyebabkan konflik sebisa mungkin dihindari. Ini
merupakan cara yang paling efektif menjaga lingkungan
terhindar dari konflik terbuka.

 Kompetisi (Competing)

Ini adalah cara menyelesaikan konflik dengan mengarahkan


pihak yang berkonflik untuk saling bersaing dan
memenangkan kepentingan masing-masing. Pada akhirnya
salah satu pihak akan kalah dan mengalah atas kepentingan
pihak lain. Ini merupakan strategi cadangan dan dianggap
kurang efektif bila salah satu pihak lebih kuat dari yang lain.
Dalam tahun-tahun terakhir, kita melihat begitu nyata
keunggulan bisnis yang didorong oleh inovasi, terutama dalam
inovasi yang berhubungan dengan teknologi informasi dan
digitalisasi.  Dahulu inovasi hanya milik perusahaan besar
yang mampu menginvestasikan sumberdaya pada unit kerja 
penelitian dan pengembangan. Sedangkan perusahaan
menengah dan kecil karena keterbatasan sumberdaya tidak
banyak yang melaksanakan inovasi. Namun seiring dengan
perkembangan teknologi dan akses terhadap teknologi yang
semakin luas bagi seluruh kalangan, inovasi dewasa ini
banyak terlihat justru pada perusahaan skala kecil yang baru
tumbuh yang kita kenal dengan istilah startup company.   
Inovasi merupakan realisasi ide kreatif yang menciptakan nilai
tambah sehingga dapat menjadi kapitalisasi pada hasil bisnis.
Inovasi dapat kita lihat hasilnya sebagai suatu penciptaan nilai
tambah pada proses atau juga suatu penciptaan nilai tambah
pada produk. Jadi inovasi dapat berupa inovasi proses dan
inovasi produk. Pada kegiatan inovasi produk, sering kali
didapat hasil yang luar biasa, seperti mobil terbang, robot, dll.
Kegiatan inovasi yang menghasilkan penemuan produk baru
kita kenal dengan istilah invention (penemuan). Sedangkan
inovasi proses dapat juga dilakukan secara radikal dan
menyeluruh yang kita kenal dengan konsep process
reengeneering.

Lebih lanjut menurut Drucker, kepentingan utama dalam


sebuah disiplin dan praktek manajemen adalah memunculkan
kewirausahaan (entrepreneurship) dan inovasi. Organisasi
akan menurun kinerjanya dengan cepat apabila tidak
melakukan inovasi, dan bagi organisasi baru  akan tutup jika
tidak mampu mengelola inovasi. Dalam fakta jaman sekarang
bahwa inovasi sosial menjadi semakin nyata berdampak
signifikan bagi dunia usaha dibandingkan temuan (invension)
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknik. Dalam hal ini,
manajemen memegang peranan penting dalam mengupayakan
terwujudnya inovasi bagi suatu organisasi.

Walaupun pada hakekatnya manajemen merupakan


serangkaian kegiatan untuk mengelola sumberdaya organisasi
dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien
melalui fungi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengendalian. Namun Drucker dalam konsepnya
menekankan bahwa fundamental dari kegiatan manajemen
adalah membuat orang mampu mencapai kinerjanya melalui
visi organisasi, nilai organisasi, dan struktur organisasi serta
pelatihan dan pengembangan yang membuat mereka mampu
merespons perubahan dengan tepat.  Jadi obyek manajemen
menurut Drucker tidak hanya pekerjaan (task), namun juga
merupakan orang (people) dalam konteks sumberdaya
organisasi. Berbeda dengan Warren Bennis yang menekankan
bahwa manajemen merupakan kegiatan do the things
right yang obyeknya adalah menyelesaikan pekerjaan. Warren
Bennis juga menyatakan bahwa manajemen berbeda dengan
leadership, dimana leadership merupakan kegaitan do the right
thingsyang merupakan esesnsi dari keteladanan, moral,
panutan dalam bertindak. Terlepas dari dikotomi pembedaan
manajemen dan leadership, dapat kita lihat bahwa di dalam
manajemen memerlukan aaspek leadership, terutama ketika
melaksanakan fungsi actuating dalam rangkaian planning,
organizing, actuaring, dan controlling. Dalam
melaksanakan actuating , seorang manajer berperan sebagai
konduktor untuk menggerakan orang lain melaksanakan
rencana yang telah dikemas dalam organisasi pelaksana. Jadi,
dapat kita simpulkan bahwa manajemen dan leadership
adalah suatu yang saling melengkapi (komplementer) dalam
rangka melaksanakan tugas mencapai hasil (kinerja), yaitu get
things done through other people.
Berikut merupakan beberapa konsep Drucker yang
dirangkum dalam artikel yang ditulis oleh Scott Thurm and
Joann S. Lublin dari sumber the Essensial Drucker;

Dari gambar rangkuman konsep manajemen Peter Drucker


diatas, dapat kita katakan bahwa manajemen yang baik akan
mendorong organisasi mencapai tujuannya melalui pencapaian
kinerja para anggotanya. Kinerja yang dicapai melalui
persamaaan tujuan (visi), persamaaan nilai (values), dan
struktur (organisasi) yang efektif dan produktif, sehingga
membuat semua anggota organisasi mampu mengantisipasi
perubahan karena memiliki kompetensi yang cukup yang
diperoleh lewat pelatihan dan pengembangan yang baik. Aspek
produktivitas karyawan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan, sehingga organisasi akan mampu bersaiang dalam
inovasi dan marketing. Subyek utama dalam seluruh kegiatan
manajemen yang diperlukan tersebut merupakan karyawan
(people) uang memerlukan pengukuran, karena manusia pada
dasarnya adalah makhluk yang ingin berbeda dari orang lain,
sehingga pengukuran kinerja secara menyeluruh, baik dari
aspek proses dan hasil merupakan juga bagian dari obyek
kegiatan manajemen. 
 
Complexity adalah salah satu penemuan paling menarik yang
diperbincangkan oleh para ilmuwan di abad ke-20. Hal ini
diungkapkan oleh seorang sosiolog keturunan Inggris-Jerman,
Dirk Baeker. Dalam teori dan praktik
manajemen, complexity juga merupakan masalah yang
diperhitungkan. Apa sebenarnya complexity? Bagaimana cara
mendefinisikannya?
Penggunaan kata complex seringkali diidentikkan dengan
kata complicated. Seorang ahli masih bisa melacak fenomena
dari sebuah entitas yang complicated dengan menganalisis
hubungan-hubungan yang logis yang terjadi antarelemen
pembentuknya. Namun, complexity benar-benar tidak
transparan. Cara mengukurnya adalah dengan
menerjemahkan elemen-elemen penyusunnya, hubungan yang
mungkin terjadi antar-elemennya, dan variasi dari hubungan-
hubungan yang terus berubah sesuai konteks dan waktu.
Sungguh bukan hal yang mudah melakukan perhitungan
rumit seperti ini.
Kita ambil contoh permainan catur. Tidak diragukan lagi catur
adalah suatu permainan yang complex. Memindahkan sebuah
posisi bidak (prajurit, raja, kuda, dsb) ada aturannya.
Biasanya cukup 40 move sampai ada lawan main yang
kalah. Complexity permainan catur diperlihatkan dari angka
Shannon-nya, yaitu jumlah batas bawah dari berapa banyak
permainan yang mungkin terjadi. Ada 10120 kombinasi yang
diidentifikasi oleh Claude E. Shannon dalam paper-nya yang
berjudul “Programming a Computer for Playing Chess” pada
tahun 1950. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan jumlah
atom yang ada di alam semesta, yaitu 1080.2. Dengan fakta
seperti ini, kira-kira strategi apa yang ada di kepala
seorang grand master catur? Apakah dia menghitung setiap
kemungkinan dari lawan mainnya? Ternyata tidak. Eric Leifer,
seorang sosiolog asal Amerika, melakukan wawancara kepada
seorang grand master catur tentang hal ini. Dia mendapatkan
strategi kuncinya adalah merancang permainan dalam situasi
yang sedemikian rupa yang justru membiarkan sebanyak-
banyaknya complexity terjadi. Alasannya adalah dengan
membiarkan begitu banyak kemungkinan yang terjadi, akan
lebih mudah untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi di
awal-awal permainan.
Cara klasik dalam berurusan dengan complexity adalah
analisis, prekalkulasi, dan pemahaman keterkaitan
antarelemen. Apa yang bisa kita pelajari dari grand
master catur yang tadi adalah bukan strategi para pemainnya
yag menentukan arahnya permainan, melainkan evolusi dari
permainan itu sendiri.
Grand master catur adalah manajer bagi permainannya
sendiri. Lalu, bagaimana seorang manajer dalam sebuah
organisasi menghadapi complexity? Pada dasarnya, suatu
organisasi sama complex-nya dengan permainan catur karena
terdiri dari elemen-elemen sosial yang berperilaku di
lingkungan yang tidak dapat diprediksikan. Organisasi
menjadi semakin complex ketika jumlah dan ukurannya
semakin besar. Menurut Peter F. Drucker, “manajemen
semakin diperlukan ketika sebuah organisasi telah mencapai
ukuran dan tingkat complexity tertentu.” Pertanyaan yang
kemudian muncul adalah bagaimana kita dapat menemukan
keseimbangan antara ekspektasi dari klien, pemegang saham,
dan karyawan? Apa yang harus kita lakukan untuk
mempersiapkan diri menghadapi next society?
Di dalam suatu organisasi terdapat dua golongan pekerja.
Yang pertama adalah mereka yang kreatif dan memiliki
keahlian khusus, seperti ilmuwan, arsitek, dan engineer. Yang
kedua adalah mereka yang biasa-biasa saja yang mengerjakan
aktivitas rutin setiap harinya, seperti resepsionis dan buruh.
Golongan pertama ini kerap diperlakukan spesial dan dianggap
aset perusahaan yang penting; secara umum
disebut knowledge worker. Namun ada juga yang berpendapat
golongan kedua ini juga disebut knowledge worker. Hal ini
dikarenakan meskipun bukan pekerjaaan yang kreatif, namun
pengalaman dan pengetahuan kognitif seperti resepsionis
menerima telepon, merupakan pengetahuan tacit yang jika
dikelola dengan baik dapat menjadi keuntungan bagi
perusahaan. Knowledge worker sendiri mengacu kepada
individu yang memiliki karakter tidak puas akan pekerjaan
yang rutin dan tanpa perkembangan. Mereka menganggap
bahwa pengetahuan adalah dasar pencapaian target (Martin
Feregrino, 1959).
Tujuan utama dari next management adalah menghubungkan
dua elemen yang tidak mudah dilakukan. Yang pertama
adalah “mengoptimasikan” organisasi dimana terdapat orang-
orang yang membuat keputusan secara rasional sehingga
mampu membuat organisasi berkembang efektif dan efisien.
Dan yang kedua adalah “memotivasi” setiap anggota organisasi
dengan memberikan ruang yang cukup untuk melakukan
pengembangan diri. Next society seperti inilah yang harus
dihadapi oleh para manajer di era complexity. Yang menjadi
tantangan adalah bagaimana membangun knowledge
worker yang akan mampu secara bersama-sama menghadapi
era complexity.
Peter F. Drucker, seorang pemikir manajemen modern,
mengemukakan 10 prinsip next management untuk
menghadapi era complexity.
1. Management is about human beings. Its task is to make
people capable of joint performance.
Manajemen untuk mencapai kinerja bersama adalah dengan
menjadikan kelangsungan hidup perusahaan sebagai cita-cita
utama setiap karyawan. Keuntungan hanyalah sarana untuk
mencapai tujuan ini. Tantangannya adalah menuntun orang
biasa melakukan hal yang luar biasa.
2. Management means communicating.
Manajer yang baik adalah manajer yang selalu berkomunikasi.
Ia melakukan apa yang bisa dilakukan untuk memastikan
karyawan merasa didengar atas saran dan solusi mereka
dalam diskusi yang terbuka. Manajer harus mampu
mengurangi interval hierarki dalam organisasi. Semua
komunikasi yang terjadi harus bertujuan untuk menciptakan
pelanggan baru. Pada ketenagakerjaan tradisional,
karyawanlah yang melayani sistem, namun di era
ketenagakerjaan yang bernuansa pengetahuan, sistemlah yang
harus melayani karyawan. Jika seseorang berkata tentang
“masalah”, tidak ada yang lebih penting dari menyampaikan
masalah tersebut sehingga semua jadi tahu dan tidak berpura-
pura acuh.

3. Organise things, so that knowledge becomes productive.


Di abad 21 ini, orang yang sukses adalah orang yang bisa
menerapkan pengetahuan secara sistematis. Drucker
menegaskan bahwa nantinya tidak akan ada lagi yang disebut
negara miskin, yang ada hanyalah negara yang bodoh. Sama
halnya yang terjadi dengan suatu organisasi, perusahaan, dan
industri. Mengelola pengetahuan berarti setiap orang akan
bertanggung jawab untuk menjelaskan apa yang bisa
dilakukan untuk berkontribusi kepada organisasi. Dengan
demikian, organisasi dapat berkinerja dengan baik dimana
semua orang secara terus-menerus membiarkan orang lain
tahu tentang wawasan, pengalaman, dan lompatan
pengetahuan yang telah diperoleh.
4. Eliminate waste.
Sebuah perusahaan harus mampu menyingkirkan
pemborosan. Tubuh manusia melakukan itu secara otomatis,
namun organisasi selalu memiliki resistensi yang hebat.
Kebiasan-kebiasan lama, kelemahan yang selalu dapat
ditoleransi, atau rutinititas yang sangat melekat dapat
mengancam kelangsungan hidup organisasi. Membuang hal-
hal seperti itulah yang menjadi tugas setiap orang. Bagi
Drucker, pengabaian (abandonment) adalah titik awal suatu
perubahan untuk menciptakan solusi-solusi yang inovatif.
Meninggalkan segala sesuatu memang sulit. Ada pepatah
mengatakan “Rebirth can begin once the dead are
buried.” Mungkin saja tiap orang nantinya akan bertanya-
tanya dalam hati, “Mengapa tidak dari dulu saya melakukan
ini?” Pernah Drucker bertanya kepada Jack Welch,
“Seandaianya sekarang Anda tidak berada dalam bisnis ini,
akankah Anda berani memulainya hari ini?”
5. Observe organisations’ environment.
Pelanggan seperti apa yang tidak bisa kita jangkau? Kegagalan
apa yang harus kita ingat? Bagaimana kesuksesan besar bisa
terwujud? Pertanyaan-pertanyaan itu bisa dijawab dengan
mulai mempelajari lingkungan atau suasana organisasi. Untuk
memperoleh keuntungan dari kondisi yang ada, manajemen
harus berhati-hati untuk tidak melakukan perencanaan yang
berlebihan yang dapat menutup peluang yang mungkin
menguntungkan.
6. See in contradictions chances to enhance your own
organisations’ performance.
Seorang manajer yang inovatif selalu memposisikan dirinya
sampai ke batas yang mungkin bertentangan dengan dirinya.
Dengan begitu, ia dapat terus-menerus memperbaiki,
memperluas, dan memperkuat organisasi yang ia pimpin.
Organisasi yang terbiasa terhadap segala sesuatu yang
kontradiktif, akan dengan mudah berinovasi dan menghadapi
era yang penuh dengan complexity.
7. Network with competent colleagues from non-profit, for
profit and public organizations and take on social
responsibilities.
Apa yang memotivasi knowledge worker tidak hanya
tergantung pada kepuasan dalam meyelesaikan tugas dan
tanggung jawabnya saja. Berkomitmen untuk melayani publik
dan melakukan tanggung jawab sosial merupakan faktor yang
menentukan manajemen mencapai suatu kedewasaan pribadi.
Mereka memang menikmati pekerjaannya, tetapi mereka juga
ingin melakukan sesuatu yang membawa perbedaan. Apa yang
bisa dipelajari dari organisasi sosial adalah kemampuan
mereka untuk menarik dan memelihara anggotanya. Kita
harus menerima kenyataan bahwa kita harus memperlakukan
setiap orang layaknya seorang sukarelawan. Mereka adalah
orang-orang yang secara bebas dan sukarela memberikan ide
yang ada di kepala mereka tanpa merasa terbatasi dengan
aturan-aturan.
8. Identify your personal strengths, use the strengths of
your team, and make strengths effective and weakness
irrelevant.
Manajer yang sukses adalah manajer yang mau bekerja
bersama-sama dengan individu yang berada di dalam
organisasi. Hubungan atasan-anak buah memang sudah
ditentukan dan tidak mungkin diubah, tetapi hubungan
antarmanusialah yang dapat membuat perbedaan.
Mengelola knowledge worker berarti mau mencurahkan waktu
untuk mereka, mengerti apa yang mereka kerjakan dan apa
yang dapat membangun hubungan personal dengan mereka,
membimbing dan mendengarkan mereka, dan berani
menantang serta memberikan semangat kepada mereka.
Seorang Jack Welch saja mampu mengingat seribu orang
dalam timnya dengan nama dan tugas mereka.
9. Integrate entrepreneurship and innovation into what
you do every day.
Aktivitas kewirausahaan mampu menciptakan hal-hal baru
melalui prosedur yang sistematis. Yang pertama adalah ketika
seorang wirausaha mengadakan sebuah meeting, selalu
terdapat perbedaan yang jelas antara hal yang wajib
didiskusikan, masalah yang membutuhkan solusi, dan
peluang yang tidak boleh dilewatkan. Yang kedua adalah
orang-orang yang berada di lingkungan yang bernuansa
kewirausahaan selalu memperhatikan siapapun yang berhasil
melakukan lebih baik dan bertanya “Bagaimana caramu
melakukannya?” Dan yang ketiga adalah seorang wirausaha
selalu memikirkan regenerasi.

10. Come to an agreement with your colleagues about a


minimal code of ethics for the management profession.
Jika kita ingin terus melihat kesuksesan dari suatu fungsi
dalam organisasi, maka sangat diperlukan untuk
mengembangkan kode etik dalam profesi manajemen.

Individu-individu dalam next society akan selalu tertarik dan


tertantang dengan complexity. Pada akhirnya, seperti
seorang grand master catur, seorang next manager tidak akan
takut terhadap complexity dan akan terus berkembang untuk
mengelolanya menjadi peluang yang menguntungkan bagi
organisasi. Ia adalah innovator dalam menemukan dan
menjembatani gap yang ada, dimana orang lain melihatnya
sebagai labirin tanpa penyelesaian. Tingkatkan variasi pilihan
dan “Build up the game!”
Sumber: Peter F.Drucker’s Next Management (Winfrey W.
Weber, Gladius Kulothungan)

Anda mungkin juga menyukai