Anda di halaman 1dari 6

2. 1.

Fokus pada Problem, Bukan Hal Pribadi


Tahap pertama dalam penyelesaian konflik adalah memandang masalah secara objektif. Hal ini
bisa sulit jika ada aspek pribadi yang terlibat, dan bisa berujung ke saling menyalahkan tanpa
memandang masalah sebenarnya. Prinsip “fokus pada problem” juga bisa menjadi patokan untuk
menyelesaikan konflik paling mendasar seperti konflik kerja.

Kamu bisa mengantisipasi reaksi keras terkait hal pribadi dengan cara visualisasi problem.
Gunakan grafik, data, catatan, atau laporan yang bisa kamu deskripsikan dan tunjukkan ke semua
pihak yang berkepentingan. Hal ini membantu mengarahkan diskusi agar lebih objektif dan
terpusat, tidak melebar kemana-mana.

2. Berkomunikasi Secara Terbuka


Komunikasi terbuka adalah kunci mengatasi konflik tanpa menyimpan risiko “letusan” di
kemudian hari. Pemimpin atau manajer perlu menekankan prinsip komunikasi terbuka sejak
awal agar anggota organisasi terbiasa mengungkapkan setiap keberatan, kritik, atau potensi
konflik yang muncul.

Komunikasi terbuka terutama penting untuk tipe konflik yang lebih sulit ditangani, misalnya
konflik relasi dan nilai. Hal ini karena relasi dan nilai merupakan sesuatu yang sifatnya lebih
personal. Karena setiap anggota organisasi memiliki anggota dengan sifat dan nilai berbeda-
beda, komunikasi terbuka bisa memberi jalan untuk mengungkapkan persetujuan dan keberatan
masing-masing demi diskusi lebih lancar.

3. Kembangkan Metode Spesifik untuk Setiap Problem


Sebuah masalah dalam organisasi biasanya terdiri dari beberapa problem kecil, dan masing-
masing membutuhkan penyelesaian tersendiri. Kamu bisa membuat daftar tantangan yang
berkontribusi pada permasalahan besar. Daftar ini akan membantu dalam menciptakan rencana
kerja serta penciptaan solusi hingga ke akar masalahnya.

Selain melihat akar masalah, daftar problem spesifik ini juga memudahkan pembagian tugas.
Pemimpin organisasi bisa menugaskan solusi tertentu pada anggota yang memiliki keahlian
khusus untuk mengatasi masalah tersebut. Hal ini akan membuat proses penyelesaian konflik
lebih tepat sasaran.

4. Minta Pendapat Pihak Netral


Pihak netral atau mediator berperan penting dalam konflik yang berlarut-larut atau melibatkan
aspek pribadi seperti sudut pandang dan kepribadian. Mediator bisa siapa saja dalam organisasi
selama mereka tidak berkepentingan langsung dalam masalah yang dihadapi. Idealnya, mediator
adalah seseorang dengan suara yang dihormati oleh semua anggota.

5. Konsisten dan Komitmen dalam Penyelesaian Konflik


Ketika identifikasi masalah dan metode penyelesaian konflik sudah diputuskan, pastikan untuk
bersikap konsisten dalam pelaksanaannya. Semua anggota yang terlibat harus melaksanakan
bagian masing-masing dalam pemecahan masalah, sesuai kesepakatan.

6. Evaluasi dan Kompromi


Sama seperti setiap aktivitas penting organisasi, penyelesaian konflik juga membutuhkan
evaluasi. Hal ini menjadi panduan untuk mencegah konflik serupa atau memilih prosedur
penyelesaian yang efektif ketika hal yang sama terjadi. Dalam proses evaluasi, setiap pemimpin
dan anggota tim harus mendiskusikan hal-hal seperti penyebab utama konflik, masalah yang
menyertai, sikap atau perilaku yang menghambat proses penyelesaian, dan solusi terbaiknya.

Setelah membuat laporan evaluasi, setiap pemimpin dan anggota tim harus memperbaiki kinerja
berdasarkan laporan tersebut. Kompromi, keinginan untuk belajar, serta komitmen untuk
meningkatkan kinerja serta memperbaiki kesalahan menjadi kunci untuk mencegah atau
mengatasi konflik serupa.

7. Bersikap Adil terhadap Semua Anggota Tim


Akhirnya, ketika semua anggota tim telah menyepakati solusi konflik, pastikan semua orang
merasa puas dengan hasilnya. Apakah ada pihak yang merasa dirugikan atau diperlakukan tidak
adil dalam penyelesaian konflik? Apakah solusi yang dihasilkan cenderung menguntungkan satu
pihak?

Solusi penyelesaian konflik juga harus etis dan mengikuti kebijakan organisasi. Hal ini akan
membantu ketika ada ketidakpuasan dari anggota tim terkait hasil penyelesaian konflik yang
telah disepakati bersama.

1. Konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan
organisasi. Jelaskan perspektif konflik organisasi menurut Stephen P. Robbins (2005).

Jawab :
Menurut Stephen P. Robbins (2005), konflik organisasi dapat dilihat dari tiga
perspektif, yaitu:
1) Perspektif tradisional: Konflik dianggap sebagai sesuatu yang merugikan
organisasi dan harus dihindari. Pandangan ini menganggap bahwa konflik hanya
terjadi karena kurangnya komunikasi, persepsi yang salah, atau ketidakmampuan
untuk menyelesaikan masalah dengan baik.
2) Perspektif manusia: Konflik dilihat sebagai suatu hal yang wajar dan tidak dapat
dihindari dalam organisasi. Pandangan ini menganggap bahwa konflik terjadi
karena perbedaan kepentingan, nilai, dan tujuan antara individu atau kelompok
dalam organisasi.
3) Perspektif interaksi: Konflik dilihat sebagai suatu hal yang positif dan dapat
meningkatkan kinerja organisasi. Pandangan ini menganggap bahwa konflik
dapat memicu perubahan dan inovasi dalam organisasi, serta dapat
meningkatkan kreativitas dan kemampuan individu atau kelompok dalam
mencari solusi terbaik.
Dalam pandanganya, ia mengemukakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu hal
yang normal dan dapat diatasi dengan cara yang konstruktif. Oleh karena itu,
organisasi harus mampu mengelola konflik dengan baik agar tidak merugikan
kinerja dan tujuan organisasi (Wijayanti, 2015).

2. Aliran neo klasik atau bisa disebut aliran human relation menjadikan perilaku manusia dan
sifat social sebagai pusat perhatian. Anggapan dasar teori ini adlah menekankan pada
pentingnya aspek psikologis dan social karyawan sebagai individu maupun sebagai kelompok
kerjanya. Atas dasar anggapan ini maka teori neoklasik mendefinisikan suatu organisasi
sebagai sekelompok orang dengan tujuan Bersama manusia seharusnya dimanusiakan.

Teori organisasi klasik atau bisa disebut dengan teori tradisional berisi konsep-konsep
organisasi dalam kerangka waktu 1900-1930. Dalam teori ini organisasi secara umum
digambarkan oleh para teoritis klasik sebagai sangat tersentralisasikan dan tugas-tugasnya
terspesialisasikan serta memberikan petunjuk mekanisme structural yang kaku tidak
mengandung kreatifitas. Teori klasik mendefinisikan organisasi sebagai struktur hubungan,
kegiatan-kegiatan, komunikasi dan factor-faktor lain yang terjadi bila orang-orang
bekerjasama

Persamaan dari dua klasifikasi tersebut adalah neoklasik menekankan pada pentingnya aspek
psikologis dan sosial karyawan sebagai individu atau kelompok kerja,sedangkan
modern,memadukan antara organisasi klasik dg organisasi neoklasik yang melihat bahwa
semua unsur organisasi sebagai satu kesatuan yang saling bergantung dan tak bisa
dipisahkan.
Dan perbedaan dari dua klasifikasi tersebut adalah klasik menekankan manusia pada
dasarnya rasional, demi kepentingan sendiri. sementara sebaliknya neoklasik menekankan
bahwa manusia lebih banyak disegerakan oleh emosi dan perasaan. Dan teori klasik
dimaksudkan disini manusia dilihat sebagai instrument pasif yang dapat dibentuk bagi
kepentingan organisasi yang efisien tetapi sebaliknya berbeda teori neoklasik manusia bukan
instrument pasif melulu, tetapi ia juga bereaksi secara naluriah kepada lingkungan.
Dan perbedaan yang terakhir teori klasik manusia bereaksi sebagai individu tapi sebaliknya
teori neoklasik manusia selalu bereaksi sebagai anggota kelompok

4.

1. Prinsip motif: apabila lingkungan menjadi institusi maka proses dasar dalam organisasi
ini sifatnya reproduktif. Sedangkan jika yang dipandang sebagai institusi adalah
organisasi maka proses dasarnya memiliki sifat generatif.
2. Prinsip sumber: apabila lingkungan menjadi institusi maka proses dasar yang jadi
sumber dalam organisasi ini adalah growth of state atau pertumbuhan negara. Sedangkan
jika yang dipandang sebagai institusi adalah organisasi itu sendiri maka sumber yang
mempengaruhi organisasi adalah kelompok kecil (small group) dan imitasi terhadap
organisasi lain.
3. Prinsip lokus: apabila lingkungan menjadi institusi maka locusnya adalah di luar
organisasi. Sedangkan jika yang dipandang sebagai institusi adalah organisasi maka
locusnya adalah proses internal dalam organisasi.
4. Prinsip keluaran untuk institusionalisasi: jika lingkungan sebagai institusi maka
keluaran organisasi adalah memisahkan diri dari inti teknis dan ketidakefisienan. Apabila
yang dipandang sebagai institusi adalah organisasi maka outputnya adalah stabilitas,
efisiensi kontingen alternatif.

6.a.birokrasi menurut pandangan saya ada 2 yang pertama adalah tatanan organisasi yang
dimana dibawahnya memiliki komando dan bawahan-bawahan yang dimana tingkat atas
lebih banyak
Dan yang kedua cara bekerja atau susunan pekerjaan yang lamban serta ada aturan-
aturan yang banyak lika-liku

b. Birokrasi merupakan konsep yang luas dan multi makna. Albrow (1989) mengajukan
tujuh makna birokrasi, yaitu sebagai (1) organisasi rasional; (2) inefisiensi organisasi;
(3) kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat; (4) administrasi publik; (5) organisasi; (6)
administrasi yang dijalankan oleh pejabat; (7) masyarakat modern.

Dalam penelitian ini, makna birokrasi dimaksudkan adalah organisasi rasional. Max
Weber (Rosenbloom, et.al., 2002:150-153) membangun konsep birokrasi sebagai
bentuk ”organisasi legal-rasional” dengan ”karakter strukturalnya” terdiri atas elemen-
elemen: (1) spesialisasi; (2) hierarkis; (3) struktur karier; (4) cenderung permanen; (5)
berskala besar. Selain berkarakter struktural, birokrasi mempunyai ”karakter prosedural”
dengan elemen-elemen : (6) impersonal; (7) formalistik; (8) terikat aturan; (9) disiplin
tinggi. Dari kedua karakter ini akan menghasilkan birokrasi yang sangat efisien,
berkuasa (powerful) dan ekpansif .
Sharkansky kemudian menjabarkan birokrasi sebagai, administration unit are variously
term: department, bureaus, agencies, commissions, offices, services, or whatever label
the designers of a unit consider appropriate (Tachjan, 2006:88). Selanjutnya dijelaskan
oleh Tachjan, bahwa di Indonesia, yang dimaksud dengan organisasi (birokrasi) publik
adalah

“keseluruhan organisasi pemerintah yang menjalankan tugas-tugas negara dalam


berbagai unit administrasi di bawah departemen dan lembaga-lembaga non-
departemen, baik di pusat maupun di daerah, seperti tingkat propinsi, kabupaten, kota,
kecamatan, maupun desa dan kelurahan”.

Salah satu tugas birokrasi pemerintah adalah memberikan pelayanan. Berdasarkan


Kepmenpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, tugas birokrasi dalam melayani dapat
dikelompokkan ke dalam : (1) Kelompok pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang
menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya
KTP, Setifikat Tanah, IMB, Paspor, BPKP, dan sebagainya. (2) Kelompok pelayanan
barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk barang yang dibutuhkan
oleh public, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listik, air bersih dan
sebagainya. (3) Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, seperti pelayanan pendidikan,
pemeliharaan kesehatan dan sebagainya.

Birokrasi dalam penelitian ini adalah organisasi pelayanan publik yang ada pada
tingkat daerah (kecamatan) yang berfungsi menyelenggarakan pelayanan
kesehatan, yaitu Organisasi Puskesmas. Secara teoretik, birokrasi Puskesmas
dikategorikan sebagai street-level bureaucracy, yaitu birokrasi yang menjalankan
tugas berhadap-hadapan dengan masyarakat, di mana karena peran dan
kedudukannya itu, birokrasi menjadi representase pemerintah di mata publik,
seperti guru, dokter, perawat, polisi dan pekerja sosial (Lipsky, 1978:135-136).

7. Organisasi adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja
sama untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kehidupan organisasi, ada beberapa sumber
kekuasaan yang dapat digunakan oleh individu atau kelompok untuk mempengaruhi orang
lain, antara lain reward power, coercive power, legitimate power, dan referent power. Sejauh
ini di Indonesia menerapkan beberapa bentuk kekuasaan Bentuk kekuasaan ini adalah
bersumber dari tindakan pemaksaan. Artinya, pemimpin memiliki kekuatan untuk memaksa
seseorang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya. Tujuan utama
pemaksaan adalah kepatuhan dan kekuasaan dengan mengandalkan ancaman dalam gaya
manajemennya. Seringkali bentuk kekuasaan ini menimbulkan tanggapan negatif dan
cenderung disalahgunakan Bentuk kekuasaan ini adalah membuat anggota merasa
bertanggung jawab dan menghormati posisi tertentu. Pemimpin yang menggunakan
legitimate power akan dipatuhi oleh anggotanya. Kekuasaan ini biasanya didasarkan pada
suatu peran, sehingga dapat dengan mudah diatasi segera setelah seseorang kehilangan
posisi.

Anda mungkin juga menyukai