Anda di halaman 1dari 5

BAB 2

A. PENGENDALIAN PENYAKIT

Pencegahan mengacu pada tujuan pengobatan yang mempromosikan, untuk


melestarikan, dan untuk memulihkan kesehatan ketika terganggu, dan untuk meminimalkan
penderitaan dan kesusahan (Gidey & Sc 2005) . Pencegahan, dalam arti sempit, berarti
mencegah perkembangan keadaan patologis. Dalam arti yang lebih luas, mencakup semua
langkah-definitif terapi antara mereka yang membatasi perkembangan penyakit pada setiap
tahap nya saja (Clark DW, 1967).

Pencegahan adalah mengambil suatu tindakan yang diambil terlebih dahulu sebelum
kejadian, dengan didasarkan pada data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis
epidemiologi atau hasil pengamatan/penelitian epidemiologi (Nasry, 2006). Pencegahan
penyakit masal adalah kemampuan untuk melindungi kesehatan penduduk melalui
administrasi intervensi kritis dalam menanggapi keadaan darurat kesehatan masyarakat untuk
mencegah perkembangan penyakit di antara mereka yang terkena atau berpotensi terkena
ancaman kesehatan masyarakat. Kemampuan ini meliputi penyediaan sesuai tindak lanjut dan
monitoring efek samping, serta pesan komunikasi risiko untuk mengatasi masalah kesehatan
msyarakat. (Definition & Tasks n.d.).

Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah, menunda,


mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecacatan, dengan menerapkan sebuah
atau sejumlah intervensi yang telah dibuktikan efektif (Murti 2010).

B. TINGKAT PENCEGAHAN PENYAKIT

1. Tingkat Pencegahan Primer

Tingkat pencegahan primer adalah suatu upaya untuk memodifikasi faktor risiko atau
mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan
pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau memnunda
kejadian baru suatu penyakit. Tingkat pencegahan primer berkaitan dengan pencegahan
primoridal dan reduksi kerugian. Pencegahan primordial merupakan strategi pencegahan
penyakit dengan menciptakan lingkungan yang dapat mengeliminasi faktor risiko, sehingga
tidak diperlukan intervensi preventif lainnya. Contoh: (1) Program eliminasi global cacar,
sehingga tidak diperlukan imunisasi cacar; (2) Penciptaan lingkungan bersih sehingga tidak
diperlukan pengabutan nyamuk Aedes agypti; (3) Program eliminasi garam dari semua
makanan yang jika tercapai sangat efektif untuk mencegah hipertensi.

2. Tingkat Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan pada fase penyakitasimtomatis,


tepatnya pada tahap preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala penyakit secara klinis melalui
deteksi dini (early detection). Jika deteksi tidak dilakukan dini dan terapi tidak diberikan
segera maka akan terjadi gejala klinis yang merugikan. Deteksi dini penyakit sering disebut
“skrining”. Skrining adalah identifikasi yang menduga adanya penyakit atau kecacatan yang
belum diketahui dengan menerapkan suatu tes, pemeriksaan, atau prosedur lainnya, yang
dapat dilakukan dengan cepat. Tes skrining memilah orang-orang yang tampaknya
mengalami penyakit dari orang-orang yang tampaknya tidak mengalami penyakit. Tes
skrining tidak dimaksudkan sebagai diagnostik. Orang-orang yang ditemukan positif atau
mencurigakan dirujuk ke dokter untuk penentuan diagnosis dan pemberian pengobatan yang
diperlukan (Last, 2001).

3. Tingkat Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dilakukan setelah penanganan sistem dengan berbagai strategi


pencegahan sekunder. Pencegahan tersier difokuskan pada perbaikankembali kearah sistem
stabilitas secara optimal. Tujuan utamanya adalah memperkuat daya tahan tubuh, mencegah
agar tidak mengalami kecacatan, serta mencegah penyakit muncul kembali (masa
rehabilitasi). Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah berbagai
akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien.
Pencegahan tersier biasanya dilakukan oleh para dokter dan sejumlah profesi kesehatan
lainnya (misalnya, fisioterapis). Pencegahan tersier dibedakan dengan pengobatan (cure),
meskipun batas perbedaan itu tidak selalu jelas. Jenis intervensi yang dilakukan sebagai
pencegahan tersier bisa saja merupakan pengobatan. Tetapi dalam pencegahan tersier, target
yang ingin dicapai lebih kepada mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan
dan organ, mengurangi sekulae, disfungsi, dan keparahan akibat penyakit, mengurangi
komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang penyakit, dan memperpanjang hidup. Sedang
target pengobatan adalah menyembuhkan pasien dari gejala dan tanda klinis yang telah
terjadi. Sebagai contoh, menurut CDC (dikutip Library Index, 2008), perbaikan yang sedang
sedang saja dalam pengendalian glukose darah dapat membantu mencegah retinopati,
neuropati, dan penyakit ginjal pada orang dengan diabetes. Menurunkan tekanan darah bisa
mengurangi komplikasi kardiovaskuler (penyakit jantung dan stroke) sebesar 50%, dan
mengurangi risiko retinopati, neuropati, dan penyakit ginjal.

Menurunkan berbagai lemak (lipid) darah, yakni kolesterol darah, low-density


lipoproteins (LDL), dan trigliserida, dapat menurunkan komplikasi kardiovaskuler sebesar
50% pada orang dengan diabetes (CDC, dikutip Library Index, 2008). Deteksi dini dan
pengobatan segera penyakit mata diabetik dapat mengurangi risiko kebutaan atau kehilangan
penglihatan (visus) sekitar 50%. Demikian pula deteksi dini dan pengobatan segera penyakit
ginjal dapat menurunkan dengan tajam risiko kegagalan ginjal, dan perawatan kaki dapat
menurunkan risiko amputasi sebesar 85% pada pasien dengan diabetes (CDC, dikutip Library
Index, 2008).Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan:

1) Memaksimalkan fungsi organ yang cacat

2) Membuat protesa ekstremitas akibat amputasi, dan

3) Mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik (Budiarto, 2003).

Tabel 4.5 menyajikan contoh berbagai penyakit/ kondisi dan pencegahan tersier.

Penyakit Pencegahan tersier


Infark otot jantung ulang Menurunkan tingkat kolesterol darah yang
tinggi Mengeliminasi faktor-faktor risiko
(merokok, obesitas, kurang aktivitas fisik,
stres)
Stroke ulang Mengobati tekanan darah tinggi
Mengeliminasi faktor-faktor risiko
(merokok, obesitas, kurang aktivitas fisik,
stres)
Retinopati diabetik Pemeriksaan mata pada pasien diabetik
Penyakit vaskuler diabetik pada kaki Perawatan kaki (podiatric care) rutin pasien
diabetes
Fraktura dan cedera Memasang rel pegangan tangan (handrails)
di rumah orang yang mudah jatuh
Ulserasi kulit kronis Penyediaan matras khusus untuk
penyandang cacat berat

Contoh pencegahan tersier adalah rehabilitasi penyakit jantung :

Sesuai dengan konsep rehabilitasi dini maka bagi penderita pasca serangan jantung
dan pasca bedah jantung tanpa komplikasi akan dilaksanakan program latihan sedini
mungkin. Penderita akan didatangi tim rehabilitasi untuk menjelaskan maksud latihan yuang
akan dilaksanakan.

Pada pelaksanaanya dirumah sakit program latihan ini dilakukan pada hari ke 2 dan
ke 3 dengan memberikan jenis latihan ringan dengan dibantu oleh instruktur sehingga disebut
sebagai latihan pasif (passive exercise program) yang akan dilanjutkan dengan latihan secara
aktif oleh penderita sendiri berupa kegiatan senam ditempat tidur, dikursi, latihan lengan dan
tangkai yang tujuannya untuk mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat posisi tidur yang
lama. Latihan dilanjutkan di ruang rawat berupa latihan jalan di ruangan, keluar ruangan serta
dilanjutkan dengan berlatih di ruang gymnasium dengan tetap melakukan pengawasan
terhadap perubahan nadi, tekanan darah serta keluhan pernafasan (hemodinamik) dari
penderita dan khusus di ruang gymnasium dilakukan monitoring perubahan rekaman
elektrokardiografi jarak jauh (tele monitor).

Penilaian ini amat bermanfaat dalam menentukan respons latihan terhadap penderita,
sebelum dipulangkan ke rumah dilakukan tes evaluasi kemampuan fisik penderita dengan
mempergunakan treadmill (jentera lari selanjutnya bagi penderita setelah dipulangkan ke
rumah. Semua jenis latihan ini dikenal sebagai program latihan rehabilitasi fase 1.

Program latihan bagi penderita selanjutnya setelah dipulangkan dari rumah sakit
merupakan program latihan Fase II yang dilaksanakan paling sedikit selama 1-2 bulan,
berupa latihan dengan meningkatkan program secara bertahap dengan berpedoman kepada
hasil treadmill yang telah dilaksanakan.

Latihan Fase II ini mencakup latihan penafasan, latihan ketahanan, latihan alat serta
latihan relaksasi yang sebaiknya dilaksanakan secara bersama-sama dengan penderita lain di
ruangan (indoor programme) yang telah dipersiapkan dengan berbagai perlengkapan di
bawah pengawasan ketat dari dokter rehabilitasi dan staf.
Penilaian terhadap hasil latihan ini sangat bermanfaat bagi penentuan ramalan
perjalanan penyakti (jantung) dan penderita selanjutnya serta untuk menilai perlukah
dilaksanakan intervensi operative terhadap penderita. Selama menjalani program fase II ini
terhadap penderita dilaksanakan upaya-upaya rehabilitasi lainya berupa penilaian terhadap
kondisi gizi, psikologis, masalah psikologis dsb, serta memberikan bimbingan khusus
terhadap hal-hal di atas melalui kegiatan pendidikan terhadap penderita dan keluarga (patient
and family aducation) secara group.

Pada akhirnya latihan fase II ini dilaksanakan lagi pengujian ulang kemampuan fisik
pendertita dengan tes treadmil atau tes ergocycle (sepeda statis) guna penyusunan program
selanjutnya (fase III). Program latihan fase III adalah merupakan program latihan lanjutan
bagi penderita yang dilaksanakan selama 3 s/d 6 bulan pasca serangan jantung.

Latihan disini merupakan program pemantapan terhadap latihan fase II. Karena
merupakan latihan lanjutan Fase III ini dilaksanakan di tempat yang lebih luas dan terbuka
sehingga disebut sebagai program out door. Disini penderita dilatih secara lebih mendalam
guna persiapan mereka untuk sendiri di rumah, karena sesudah latihan III ini biasanya
penderita sudah diizinkan untuk kembali bekerja ke pekerjaannya semula atau pekerjaan
barunya (return to work) dan berlatih di rumah sendiri (program rehabilitasi fase IV) atau
bergabung dengan klub-klub jantung yang berada di lokasi perumahan masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai