A. PENGENDALIAN PENYAKIT
Pencegahan adalah mengambil suatu tindakan yang diambil terlebih dahulu sebelum
kejadian, dengan didasarkan pada data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis
epidemiologi atau hasil pengamatan/penelitian epidemiologi (Nasry, 2006). Pencegahan
penyakit masal adalah kemampuan untuk melindungi kesehatan penduduk melalui
administrasi intervensi kritis dalam menanggapi keadaan darurat kesehatan masyarakat untuk
mencegah perkembangan penyakit di antara mereka yang terkena atau berpotensi terkena
ancaman kesehatan masyarakat. Kemampuan ini meliputi penyediaan sesuai tindak lanjut dan
monitoring efek samping, serta pesan komunikasi risiko untuk mengatasi masalah kesehatan
msyarakat. (Definition & Tasks n.d.).
Tingkat pencegahan primer adalah suatu upaya untuk memodifikasi faktor risiko atau
mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan
pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau memnunda
kejadian baru suatu penyakit. Tingkat pencegahan primer berkaitan dengan pencegahan
primoridal dan reduksi kerugian. Pencegahan primordial merupakan strategi pencegahan
penyakit dengan menciptakan lingkungan yang dapat mengeliminasi faktor risiko, sehingga
tidak diperlukan intervensi preventif lainnya. Contoh: (1) Program eliminasi global cacar,
sehingga tidak diperlukan imunisasi cacar; (2) Penciptaan lingkungan bersih sehingga tidak
diperlukan pengabutan nyamuk Aedes agypti; (3) Program eliminasi garam dari semua
makanan yang jika tercapai sangat efektif untuk mencegah hipertensi.
Tabel 4.5 menyajikan contoh berbagai penyakit/ kondisi dan pencegahan tersier.
Sesuai dengan konsep rehabilitasi dini maka bagi penderita pasca serangan jantung
dan pasca bedah jantung tanpa komplikasi akan dilaksanakan program latihan sedini
mungkin. Penderita akan didatangi tim rehabilitasi untuk menjelaskan maksud latihan yuang
akan dilaksanakan.
Pada pelaksanaanya dirumah sakit program latihan ini dilakukan pada hari ke 2 dan
ke 3 dengan memberikan jenis latihan ringan dengan dibantu oleh instruktur sehingga disebut
sebagai latihan pasif (passive exercise program) yang akan dilanjutkan dengan latihan secara
aktif oleh penderita sendiri berupa kegiatan senam ditempat tidur, dikursi, latihan lengan dan
tangkai yang tujuannya untuk mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat posisi tidur yang
lama. Latihan dilanjutkan di ruang rawat berupa latihan jalan di ruangan, keluar ruangan serta
dilanjutkan dengan berlatih di ruang gymnasium dengan tetap melakukan pengawasan
terhadap perubahan nadi, tekanan darah serta keluhan pernafasan (hemodinamik) dari
penderita dan khusus di ruang gymnasium dilakukan monitoring perubahan rekaman
elektrokardiografi jarak jauh (tele monitor).
Penilaian ini amat bermanfaat dalam menentukan respons latihan terhadap penderita,
sebelum dipulangkan ke rumah dilakukan tes evaluasi kemampuan fisik penderita dengan
mempergunakan treadmill (jentera lari selanjutnya bagi penderita setelah dipulangkan ke
rumah. Semua jenis latihan ini dikenal sebagai program latihan rehabilitasi fase 1.
Program latihan bagi penderita selanjutnya setelah dipulangkan dari rumah sakit
merupakan program latihan Fase II yang dilaksanakan paling sedikit selama 1-2 bulan,
berupa latihan dengan meningkatkan program secara bertahap dengan berpedoman kepada
hasil treadmill yang telah dilaksanakan.
Latihan Fase II ini mencakup latihan penafasan, latihan ketahanan, latihan alat serta
latihan relaksasi yang sebaiknya dilaksanakan secara bersama-sama dengan penderita lain di
ruangan (indoor programme) yang telah dipersiapkan dengan berbagai perlengkapan di
bawah pengawasan ketat dari dokter rehabilitasi dan staf.
Penilaian terhadap hasil latihan ini sangat bermanfaat bagi penentuan ramalan
perjalanan penyakti (jantung) dan penderita selanjutnya serta untuk menilai perlukah
dilaksanakan intervensi operative terhadap penderita. Selama menjalani program fase II ini
terhadap penderita dilaksanakan upaya-upaya rehabilitasi lainya berupa penilaian terhadap
kondisi gizi, psikologis, masalah psikologis dsb, serta memberikan bimbingan khusus
terhadap hal-hal di atas melalui kegiatan pendidikan terhadap penderita dan keluarga (patient
and family aducation) secara group.
Pada akhirnya latihan fase II ini dilaksanakan lagi pengujian ulang kemampuan fisik
pendertita dengan tes treadmil atau tes ergocycle (sepeda statis) guna penyusunan program
selanjutnya (fase III). Program latihan fase III adalah merupakan program latihan lanjutan
bagi penderita yang dilaksanakan selama 3 s/d 6 bulan pasca serangan jantung.
Latihan disini merupakan program pemantapan terhadap latihan fase II. Karena
merupakan latihan lanjutan Fase III ini dilaksanakan di tempat yang lebih luas dan terbuka
sehingga disebut sebagai program out door. Disini penderita dilatih secara lebih mendalam
guna persiapan mereka untuk sendiri di rumah, karena sesudah latihan III ini biasanya
penderita sudah diizinkan untuk kembali bekerja ke pekerjaannya semula atau pekerjaan
barunya (return to work) dan berlatih di rumah sendiri (program rehabilitasi fase IV) atau
bergabung dengan klub-klub jantung yang berada di lokasi perumahan masing-masing.