Anda di halaman 1dari 52

KOMA DIABETIC KETOASIDOSIS (DKA)

(ICD–E9.11)

PENGERTIAN
Kesadaran menurun pada pasien diabetes mellitus yang mengalami ketoasidosis

ANAMNESIS
Kesadaran menurun, pasien diabetes mellitus,

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran menurun (variatif dari gelisah s/d GCS 1.1.1), lethargis, nafas Kussmaul, nafas bau
keton (aseton).

KRITERIA DIAGNOSIS
Penderita DM, dengan kesadaran menurun, nafas Kussmaul dan berbau keton, dengan
laboratorium penunjang : analisa gas darah : pH < 7,3, HCO 3- < 15mmol/l, kadar gula sewaktu :
> 14mmol/l atau > 400 mg%, terdapat keton dalam plasma.

DIAGNOSIS BANDING
1. Sindroma hiperosmolar (HHS, hyperosmolar hyperglycaemic
syndrome.
2. Alcoholic ketoacidosis (ethanol induced hypoglycemia)
3. Hipoglikemia

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, angkaeritrosit, angkaleukosit,
angkatrombosit,hitungjenisleukosit, hemoglobin A1-C, GDS(guladarahsewaktu), keton
plasma/urin, Na+, K+, Cl-, analisa gas darah (arteri), ureum, kreatinin.
2. Elektrokardiografi
3. Radiologi : rontgentoraks

TERAPI
1. Bantuan hidup umum untuk pasien kritis (jalan nafas bebas dan aman, bantuan nafas
dengan oksigen sampai SaO2 > 93 % , bantuan sirkulasi dengan mengusahakan parameter
hemodinamik dalam kisaran baik/normal (T 90-140 mmHg sistol, MAP>65 mmHg, nadi<
100x/mnt)
2. Pemberian cairan infuse sampai normovolemia dengan kristaloid maupun koloid dengan
panduan tanda vital dan perfusi perifer,
3. Terapi insulin : Initial bolus intravena 0.15 unit/kgBB dilanjutkan 0,1unit/kgBB /jam, dengan
panduan cek GDS tiap jam, bila GDS tidak turun 50mg%, kecepatan insulin dinaikkan 2x, bila
penurunan > 150 mg%, kecepatan insulin diturunkan ½ x. Pemberian insulin kontinyu
diberikan sampai dengan tidak ditemukan keton dalam urin/plasma. Pemberian insulin harus
memperhitungkan kadar K+ > 3,0.

25
4. Regulasi kadar glukosa darah : dalam 24 jam pertama GDS minimum : 200 mg%, bila GDS <
200 mg% beri infus D5% dan kecepatan insulin sekitar 1,0 unit/jam.
5. Kadar elektrolit dipantau sejak awal, diperiksa bersamaan dengan pemeriksaan gula darah.
Regulasielektrolit :
- Koreksi K + untuk mencapai kadar normal,
- Koreksi fosfat - : hanya apabila sangat rendah (< 0,4 mmol/l)
- Mg++ : tidak dianjurkan pemberian Mg
6. Koreksi Asam – Basa : pemberian bikarbonat natrikus hanya dibolehkan bila pH < 6,9.
7. Terapi penyakit penyerta dan penyakit-penyakit yang mendasari, dan komplikasi-komplikasi
yang terjadi, misal : pemberian antibiotika untuk infeksinya, hemodialisis atau CRRT untuk
gagal ginjalnya

EDUKASI
Edukasi keluarga mengenai resiko dan komplikasi: hipoglikemia, hipotensi, shock, thrombosis
vena dalam, edema otak, gagalginjal, gagal multi organ, meninggal.

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

KEPUSTAKAAN
1. Oh’s Intensive Care Manual 6th Ed. Editor:Bersten,A.D. &Soni, N., Butterworth Heinemann
Elsevier, Philadelpia, 2009,hal :615-620
2. Irwin &Rippe’s Intensive Care Medicine 7 th Ed. Editor: Irwin,R.S. &Rippe, J.M., Wolter Kluwer
Lippincott Williams &Wilkins, philadelpia, 2012, hal: 1139-1145.
3. Texbook of Critical Care 6th Ed. Editor : Vincent, J.L. et al,Elsevier Saunders, Philadelpia, 2011,
hal: 1205-1214.

------------------------------------------------

26
ACUTE KIDNEY INJURY
(ICD-10 :N 17)

PENGERTIAN
Penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam yang ditandai dengan kenaikan kadar kreatinin
dalam serum ≥0,3 mg/dl (≥26,4 µmmol/l),atau dalam 7 hari ada kenaikan≥1,5 kali dari nilai
dasar, atau pengurangan produksi urine (oliguri)≤ 0,5 ml/kg/jam dalam waktu 6 jam.

ANAMNESIS
- Riwayat kehilangan cairan dari saluran cerna (muntah-muntah, diare), riwayatperdarahan.
- Riwayat penyakit yang dapat menurunkan perfusi ginjal seperti gagal jantung,
sirosishepatis, tirotoksikosis, hipoprotenemiaberat.
- Riwayat penggunaan diuretik yang cukup lama dan tidak terkontrol.
- Riwayat minum Ace inhibitor / ARB, NSAID, obat tradisional/herbal.
- Riwayat panas, rash, artralgia, sinusitis dan hemoptisis bias karena penyakit autoimun,
vaskulitis, allergic interstitial nephritis (AIN).
- Adakah kejadian yang bias menyebabkan akut tubulernekrosis seperti penyakit tropic
(malaria), gigi tanular, crushing injury, toksin lingkungan, sepsis, pascaoperasi,
zatnefrotoksik (zatradiokontras, anti jamur, antivirus, anti neoplastik, narkoba).
- Riwayat nyeri pinggang yang bias disebabkan oleh trombosis vena renalis, nefrolitiasis,
obstruksi atau infark ginjal. Obstruksi intristik (tumor, batu, nekrosispapila), obstruksi
ekstrinstik (keganasan di pelvis, retroperitoneal, fibrosis, penekanan kandung kemih
seperti hipertrofi/keganasan prostat, batu, tumor, striktururetra.)
- Riwayat keluarga ginjal polikistik.

PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan ke hemodinamik, penilaian status volum dan ada
tidaknya penyakit sistemik penyerta yang bias mencederai ginjal.
- Hipotensi yang disertai hipotermia atau panas bias karena sepsis atau respon inflamasi
sistemik.
- Hipertensi berat karena glomerulonefritis akut, skleroderma, hipertensimalignan atau
preeklampsia.
- Tanda-tanda kekurangan cairan seperti mata cekung, mukosamulut yang kering, lidah
keriput, vena leher kolaps saat pasien terlentang, hipotensiortostatik (penurunan
tekanan sistolik ≥10 mmHg, nadi naik≥10-15 kali/menit), nadi cepat dan kecil, oliguria,
kurangnya turgor kulit, akral dingin dan sianosisperifer.
- Peningkatan tekanan vena jugularis, ronkhi basah di paru, asites dan edema adalah
tanda-tanda kelebihan volume total tubuh.
- Skleritis dan uveitis dijumpai pada penyakit autoimun.
- Pada pemeriksaan Abdomen, adakahasites, hepatosplenomegali, bruit vaskuleratau
aneurism aorta abdominalis. Pada palpasitera banyak kandung kemih, menandakan
distensi akibat obstruksi.
- Pada pemeriksaan rectal adakah pembesaran prostat yang difus.

27
KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria AKIN
Tahap Kriteria Kreatinin Serum
Kriteria Produksi Urin
1. Kenaikan kreatinin serum ≥0,3 mg/dl (≥26,4µmol/l), atau produksi urin kurang dari 0,5
ml/kg/Jam lebih dari 6 jam Kenaikan ≥150% sampai 200% (1,5 sampai 2 kali lipat dari nilai
dasar)
2. Kenaikan kreatinin serum > 200% - 300% atau produksi urin kurang dari 0,5 ml/kg/jam lebih
dari 12 jam (>2-3 kali lipat dari kenaikkan nilai dasar)
3. Kenaikan kreatinin serum > 300% (>3 kali lipat dari nilai dasar), atau produksi urin kurang
dari 0,3 ml/kg/jam lebih dari 24 jam
4. Kadar kreatinin ≥ 4,0 mg/dl (≥354 µmol/l) atau anuria 12 jam.
B. Kriteria RIFLE
Kelas Kriteria Kreatinin Serum/GFR
Kriteria Produksi Urin
Risk : - Kenaikkan kreatinin serum 1,5 kali atau
produksi urin kurang dari 0,5 ml/kg/jam selama 6 jam
- GFR >20%
Injury : - Kenaikan kreatinin serum 2 kali atau produksi
urin kurang dari 0,5 ml/kg/jam selama 12 jam
- GFR>50%
Failure : - Kenaikan kreatinin serum 3 kali atau kreatinin
≥4mg/dl atau produksi urin kurang dari 0,3
ml/kg/jam selama 24 jam atau kenaikan akut
≥ 0,5 mg/dl atau Anuria selama 12 jam
- GFR>75%
Loss : Gagal ginjal akut persisten =
Hilang fungsi ginjal selama > 4 minggu
ESRD : End Stage Renal Disease

28
DIAGNOSIS BANDING

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Langkah awal adalah periksa kreatinin dan urea nitrogen darah guna menilai fungsi ginjal.
- Normal, bilarasio urea nitrogen darah dengan kreatinin darah adalah 8:1. Pada prerenal,
rasioini>20:1.

29
- Eosinofilia perifer ditemukan pada Allergic Interstitial Nephritis (AIN) atau penyakit
ateroemboli.
- Hiperkalemia diduga karena minum obat NSAID, inhibitor ACE, rabdomiolisis atau sindroma
tumor lisis.
- Periksa berat jenis dan osmolalitas urin, menilai kemampuan konsentrasi urin. Pada Oliguria,
berat jenis urin>1.020 dan osmolalitas>500 mOsm/kg. Pada ATN/AIN berat jenis urin 1.010-
1.012 dan osmolalitas 300-350 mOsm/kg.
- Analisissedimenurin:
 Perdarahan nonglomerular bentuk eritrosit di urin relatif normal sedang perdarahan
glomerular eritrosit berbentuk dismorfik.
 Leukosituria dijumpai AIN, nekrosispapiler dan pielonefritis.
 Hialin dan silinder granular pada prenal gagal ginjal akut.
 Silinder lebar (diameter lebihdr 3 sel darah putih) pada insufisiensi ginjal kronik.
 Muddy Brown tubular cast atau sel bebas epiteltubulus ginjal yang spesifik untuk ATN.
 Silindereritrosit dijumpai pada glomerulonefritis, vaskulitis dan kadang AIN.
 Silinderleukosit dijumpai pada AIN, pielonefritis, glomerulonefritis.
 Kristal asamuratbisa di urin yang pekat, kalau banyak nefropatiasamurat, sindromlisis
tumor.
 Kristal oksalatkarenakeracunanetilenglikol.
- Fraksiekskresinatrium (FeNa normal <1%), fraksi Na yang difilter yang dibuang ke urin. Pada
ATN selalu>2%.
- Ultrasound ginjal: melihat ukuran ginjal, mendeteksi tanda-tanda obstruksi seperti
hidronefrosis atau dilatasi system kolekting dan menilai ekhogenisitas ginjal.
- Penilaianlaboratorium yang spesifik:
 Glomerulonefritis: antinuklearantibodi, double stranded DNA,komplemen serum.
 Vaskulitis: antineutrofilsitoplasmikantibodi.
 Goodpasturesindrom: antiglomerular basement membrane antibody.
 Glomerulonefritispascainfeksi di salurannafasatasatau di kulit: titer antistreptolisin O
tinggi.
- Marker untukcederatubuler:
 Cystatin C.
 Kidney Injury Molecule 1(KIM-1).
 Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL).
 Interleukin-18 (IL-18).
Plasma panel: NGAL danCystatin C.
Urinpanel :NGAL, IL-18 dan KIM-1.
- Biopsiginjal, mendiagnosis kelainan glomeruler atau penyakit mikrovaskuler, diagnosis
defenitif AIN.

TERAPI
Prinsip manajemen berdasarkan stadium AKI.
- Risiko tinggi:
 Hentikan semua obat-obatan yang nefrotoksik.

30
 Optimalkan status volum dan tekanan perfusi.
 Monitoring hemodinamik.
 Monitor kreatinin serum dan diuresis.
 Hindari hiperglikemia.
 Hindari prosedur radiokontras.
- AKI stadium 1
 Diagnostik yang bersifat non invasif.
 Pertimbangkan diagnostik invasif.
- AKI stadium 2
 Penyesuaian dosis obat.
 Pertimbangan terapi pengganti ginjal, seperti hemodialisis, SLEDD, CVVH.
 Pertimbangan rawat di ICU.
- AKI stadium 3
 Hindari pemasangan kateter di subklavia.
- Rekomendasipengobatan
 Ekspansi volum intravaskuler pasien berisiko/dengan AKI yang tanpa syokh emoragik
disarankan memakai cairan kristaloid dari pada koloid (albumin atau starches) (2B).
 Pemakaian vasopresor bersamaan resusitasi cairan untuk pasien syok vasomotor atau
berisikoAKI(1C).
 Ada protocol manajemen hemodinamik dan parameter oksigenasi untuk pasien
perioperatif risiko tinggi (2C) dan syok septik (2C) guna mencegah terjadi / perburukan.
 Kebutuhan kalori pasien AKI (semua stadium) adalah 20-30 kcal/kg/hari(2C).
 Hindari pembatasan protein intake dengan harapan mencegah atau menunda RRT(2D).
 Protein 0,8-1gr/kg/hari untuk pasien AKI nonkatabolik yang tanpadialisis(2D), 1-
1,5gr/kg/hari(2D) pasien AKI yang didialisis dan maksimum 1,7gr/kg/hari pasien dengan
terapi pengganti ginjal kontoniu(CRRT) dan pasien hiper katabolik(2D).
 Nutrisi yang diberikan lebih disukai via ruteenteral(2C).
 Tidak direkomendasikan memakai diuretic mencegahAKI(1B).
 Tidak menggunakan diuretik untuk pengobatan AKI, kecuali manajemen volum
overload(2C).
 Tidak disarankan menggunakan dopamine dosis kecil/fenoldopam untuk mencegah atau
mengobati AKI(1A)/(2C).
 Tidak disarankan menggunakan atrial natriuretikpeptide(ANP) untuk mencegah (2C) atau
mengobati AKI(2B).
 Tidak disarankan antibiotika aminoglikosid, kecuali tidak ada pilihan lain(2A).
 Pasien dengan fungsi ginjal normal disarankan aminoglikosid dosis tunggal dari pada dosis
multiple harian(2B).
 Monitor kadara minoglikosid darah kalau diberikan dosis tunggal lebih 48 jam(2A),dosis
multi pelharian lebih 24jam(1A),
 Pengobatan mikosis sistemik disarankan anti fungal azole dan/atau echinocandin dari
pada amfoterisin B bila efikasi terapinya sama(1A).
- Kriteriaterapipenggantiginjal /DialisispadaAKI :
 Oliguria :produksiurin<200 ml dalam 12 jam

31
 Anuria :produksiurin<50 ml dalam 12 jam.
 Hiperkalemia :potasium>6,5 mmol/l
 Asidemia (keracunan asam) yang berat : pH <7,0
 Azotemia :kadar urea >30 mmol/L
 Uremik organ seperti ensefalopati, perikaditis, neuropati atau miopatiuremikum.
 Disnatremia berat: konsentrasi>160mmol/L atau< 115mmol /L
 Hipertermia (suhu>39,5 selsius).
 Edema organ khususnya paru.
 Keracunan obat yang bias didialisis.
 Pasien berisiko edema/ARDS yang membutuhkan produk darah banyak karena
koagulopati.

EDUKASI
- Evaluasi 3 bulanpertamapasca AKI, adakahonset baru atau mengalami perburukan.
- Obati penyakit dasar seperti hipertensi, diabetes.
- Rutin medical check up.

PROGNOSIS
Tergantung dari beberapa faktor :
a. Penyakit dasarnya
b. Pada umumnya hospital acquired mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan
community acquired.
c. Komplikasi terutama perdarahan saluran cerna dan penyakit system kardiovaskuler,
infeksisekunder disertai sindroma sepsis.
d. Oliguria lebihidari 24 jam.
e. Umur pasien lebih dari 50 tahun.
f. Diagnosis dan pengobatan terlambat.

Prognosis AKI buruk bila :


a. Infeksi sekunder disertai sindroma sepsis.
b. Disertai gagal multiorgan.
c. Umur pasien di atas 50 tahun disertai penyakit system kardiovaskuler
d. Program dialysis terlambat

KEPUSTAKAAN
1. Bellomo R, Ronco C, Kellum JA, et al. Acute renal failure—definition, outcome measures,
animal models, fluid therapy and information technology needs: the Second International
Consensus Conference of the Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) Group. Crit Care 2004;
8: R204-212 with permission from Bellomo R et al.;22 accessed http://ccforum.com/
content/8/4/R204.
2. Devarajan P. Emerging Biomarker of Acute Kidney Injury. In Acute Kidney Injury,Ed.Ronco C,
Bellomo R, Kellim JA. Karger.2007.p.l203-12.
3. Kidney International Supplements (2012) 2, 8–12; doi:10.1038/kisup.2012.7.

32
4. Raggio J, Umans JG. Diagnosis Acute Renal Failure. In: Murray PT, Brady HR, Hall JB, Ed.
Intensive Care in Nephrology.London: Taylor&Francis, 2006. p.99-111.
5. Sukandar E. Nefrologi Klinik. Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah FK UNPAD 2002.
Peninjauan ulang.
6. Uchino S, Bellomo R. Indication for initiatiation, cessation, and withdrawal of Renal
Replacement Therapy. In: Murray PT, Brady HR, Hall JB, Ed. London: Taylor&Francis, p.2006.
137-45.

------------------------------------------------

33
ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
(ICD-10: J80)

PENGERTIAN
Penyakit ARDS memiliki karakteristik :
1. Cedera paru dengan onset akut, yang timbul dalam 1 minggu sejak gejala timbul, dengan
perburukan gejala pernafasan.
2. Gambaran opak bilateral pada rontgen toraks yang tidak disebabkan oleh
penyakit paru lainnya (efusi pleura, kolaps paru, atau nodul paru)
3. Gagal nafas yang tidak disebabkan oleh gagal jantung atau kelebihan cairan
(edema paru)
4. Rasio PO2/FiO2 <300 mmHg.

ANAMNESIS
- Keluhan sesak napas
- Riwayat sepsis, transfusi darah, kontusio paru, aspirasi isi lambung, penyalahgunaan obat
atau overdosis.
- Atau riwayat syok, hampir tenggelam, inhalasi zat iritan atau toksik.

PEMERIKSAAN FISIK
- Takipneu
- Hipoksemia
- Penyerta : penurunan kesadaran, takikardi
- Ronki paru.

KRITERIA DIAGNOSIS
Terpenuhinya 4 kriteria :
1. Cedera paru dengan onset akut, yang timbul dalam 1 minggu sejak gejala
timbul, dengan perburukan gejala pernapasan.
2. Gambaran opak bilateral pada rontgen toraks yang tidak disebabkan oleh
penyakit paru lainnya (efusi pleura, kolaps paru, atau nodul paru)
3. Gagal napas yang tidak disebabkan oleh gagal jantung atau kelebihan cairan
(edema paru)
4. Rasio PO2/FiO2<300 mmHg.

Kategori ARDS :
- ARDS ringan PaO2/FiO2 200-300 mmHg
- ARDS sedang PaO2/FiO2 101-200 mmHg
- ARDS berat PaO2/FiO2 ≤100 mmHg
- (dengan PEEP minimum 5 cmH2O)

DIAGNOSIS BANDING
- Edema paru

34
- Penyakit paru kronis (luluh paru, penyakit paru interstisial)
- Keganasan paru
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Analisa Gas Darah
- Rontgen toraks
- Tekanan vena sentral

TERAPI
1. Perawatan di ICU
2. Pemberian ventilasi mekanik
- Target volum tidal 6 mL/kgBBP(Berat Badan Prediksi) pada pasien ARDS-sepsis (grade
1A)
- Tekanan plateau diukur dengan target batas atas inisial saat inflasi paru pasif ≤30
cmH2O (grade 1B).
- Tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP) diberikan untuk menghindari kolaps alveolar pada
ekspirasi akhir (atelektrauma) (grade 1B).
- Strategi menggunakan PEEP yang lebih tinggi pada pasien sepsis dengan ARDS sedang
atau berat. (grade 2C.
- Teknik rekruit alveolus diberikan pada pasien sepsi dengan hipoksemia refrakter berat
(grade 2C).
- Posisi tengkurap dilakukan pada pasien ARDS dengan PaO2/FiO2 ≤100 mmHg di fasilitas
yang telah berpengalaman (grade 2B).
- Kepala pasien dielevasi 30-45 derajat untuk mencegah risiko aspirasi dan mencegah
VAP (grade 1B).
- Ventilasi sungkup non-invasif (NIV) dapat diberikan pada sebagian kecil pasien ARDS
yang mungkin dapat memperoleh manfaat positif dari NIV dengan penuh
pertimbangan (grade 2B).
- Protokol penyapihan harus dilakukan, dan pasien secara teratur menjalani Uji Napas
Spontan untuk evaluasi penghentian ventilasi mekanik ketika pasien memenuhi
kriteria: a) sadar, dapat dibangunkan; b) hemodinamik stabil (tanpa vasopresor); c)
tidak ada kondisi perburukan baru yang berpotensi serius; d)kebutuhan ventilasi
rendah dan PEEP rendah; e)kebutuhan FiO2 yang rendah yang dapat terpenuhi
dengan sungkup muka atau kanula nasal. Bila Uji Napas Spontan berhasil, ekstubasi
harus dipertimbangkan. (grade 1A).
- Tidak perlu secara rutin menggunakan kateter Swan-Ganz (grade 1A)
- Pemberian cairan secara konservatif bila tidak ada tanda hipoperfusi jaringan (grade
1C).
- Obat beta 2 agonis tidak diperlukan bila tidak ada indikasi spesifik seperti
bronkospasme (grade 1B)
3. Setting ventilasi mekanik mengikuti protokol ARDSnet.

Tahap I : Pengaturan ventilator tahap awal

35
1. Hitung Berat Badan Prediksi
(BBP)/Predicted Body Weight (PBW)
» Laki-laki (kg) = 50 + 0,9 (tinggi badan(cm) – 153)
» Perempuan (kg) = 45,5 + 0,9 (tinggi badan(cm) – 153)
2. Pilih mode ventilasi (Volume Controlled / Pressure Controlled
3. Volume tidal inisial = 8 mL/kgBBPrediksi
4. Turunkan volume tidal 1 mL/kg tiap ≤2 jam hingga volume tidal 6 mL/kgBBPrediksi.
5. Laju napas diatur dengan target tercapainya ventilasi semenit basal (<35x/menit)
6. Sesuaikan volume tidal dan laju napas agar target pH dan tekanan plateau tercapai.
Target pH: 7,300-7450
Tatalaksana asidosis : (pH <7,30)
Bila pH 7,150-7,300: Naikkan Laju Napas hingga pH>7,300 atau PaCO2 <25 (Laju Napas
maksimum = 35x/menit)
Bila pH <7,150:Naikkan Laju Napas ke 35 x/menit.
Bila pH tetap <7,150, volume tidal dapat dinaikkan sebesar 1 mL/kg sampai pH >7,150
(Pplat 30 cmH2O boleh dilampaui)
Tatalaksana alkalosis: (ph >7,45) Turunkan Laju Napas bila memungkinkan.
Target rasio I:E: Inspirasi ≤ ekspirasi
Target oksigenasi: PaO2 55-80 mmHg atau SpO2 88-95%
PEEP minimum 5 cmH2O. Pertimbangkan untuk meningkatkan kombinasi FiO2/PEEP
seperti tabel di bawah ini untuk mencapai target.

PEEP lebih rendah / FiO2 lebih tinggi


FiO2 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5 0,6 0,7 0,7
PEEP 5 5 8 8 10 10 10 12

FiO2 0,7 0,8 0,9 0,9 0,9 1,0


PEEP 14 14 14 16 18 18-24

PEEP lebih tinggi / FiO2 lebih rendah


FiO2 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,4 0,4 0,5
PEEP 5 8 10 12 14 10 10 12

FiO2 0,5 0,5-0,8 0,8 0,9 1,0 1,0


PEEP 5 5 8 8 10 10

Target Tekanan Plateau: ≤30 cmH2O


Periksa Pplat (0,5 inspiratory pause), sekurangnya tiap 4 jam dan setiap setelah
perubahan PEEP atau volume tidal.
Bila Pplat >30 cmH2O: turunkan volume tidal 1 mL/kg (minimum 4 mL/kg)
Bila Pplat <25 cmH2O dan volume tidal <6 mL/kg, naikkan volume tidal 1 mL/kg hingga
Pplat >25 cmH2O atau volume tidal = 6 mL/kg.

36
Bila Pplat <30 dan tampak dis-sinkroni: tingkatkan volume tidal 1 mL/kg hingga 7-8 mL/kg
bila Pplat tetap ≤30 cmH2O.

Tahap II: Penyapihan


A. Lakukan Uji Napas Spontan setiap hari, ketika:
1. FiO2 ≤0,4 dan PEEP ≤8.
2. PEEP dan FiO2 ≤ dari nilai di hari sebelumnya.
3. Pasien mengeluarkan usaha bernapas spontan yang cukup. (Dengan cara menurunkan
laju ventilator hingga 50% selama 5 menit untuk mendeteksi usaha napas).
4. Tekanan darah sistolik ≥90 mmHg tanpa topangan vasopresor.
5. Tidak ada obat pelumpuh otot.
B. Uji Napas Spontan:
Bila seluruh kriteria di atas terpenuhi, mulai Uji Napas Spontan hingga 120 menit dengan
FiO2 ≤0,5 dan PEEP ≤5:
1. Pasangkan T-piece, atau CPAP ≤5 cmH2O dengan PS ≤5.
2. Nilai toleransi pasien hingga 2 jam dengan parameter :
a. SpO2 ≥90: dan/atau PaO2 ≥60 mmHg.
b. Volume tidal ≥4 mL/kgBB Prediksi.
c. Laju napas ≤35x/menit
d. pH ≥7,300
e. Tidak ada distres pernapasan (distres=adanya 2 gejala atau lebih):
- Denyut jantung >120% dari basal.
- Penggunaan otot napas aksesoris
- Napas paradoks
- Diaforesis
- Tanda sesak napas
3. Bila pasien tampak toleran selama 30 menit, pertimbangkan ekstubasi.
4. Identifikasi dan terapi penyebab / kondisi yang menyebabkan terjadinya ARDS. Bila
penyebabnya adalah pneumonia, maka diberikan terapi antibiotika sesuai panduan
dari ATS/IDSA tentang CAP, HAP, VAP, HCAP.
5. Mengembalikan dan mempertahankan fungsi hemodinamik. Pemberian cairan
menggunakan strategi yang konservatif dengan target, dan menggunakan topangan
vasopresor dan inotropik sesuai target.
6. Pencegahankomplikasipadapenyakitkritis,
dengancarapemberianprofilaksisulkuslambung, pencegahan emboli parudanDeep Vein
Thrombosis, pencegahanVentilator-associated Pneumonia,
kontrolguladarahdanfungsimetabolik, danpencegahangagal organ multipel.
7. Pemberiannutrisi yang cukup.
8. Sedasi kontinu atau sedasi berkala harus diminimalisasi pada pasien sepsis dengan
ventilasi mekanik dengan memakai target sedasi.
9. Pemakaianmetilprednisolon dosis rendah pada fase awal ARDS berat dapat diberikan.
10. Penggunaan High Frequency Oscillation Ventilation bila pasien terintubasi dalam
ventilator >48 jam dan; FiO2 > 0.6 dan tidak dapat mempertahankan PaO2 > 65mmHg
(PEEP >15 cmH2O) bila fasilitas tersedia.

37
11. Penggunaan Extra Corporeal Membrane Oxygenation (ECMO) hanya di rumah sakit
yang telah berpengalaman. ECMO dapat dipertimbangkan bila rasio PaO2/FiO2 <150
mmHg, dan ECMO diindikasikan ketika PaO2/FiO2 <80 mmHg. PaCO 2> 80 mm Hg atau
tekanan plateau akhir inspirasi >30 cmH2O juga dapat menjadi indikasi ECMO pada
pasien ARDS.

EDUKASI
Edukasi keluarga mengenai berbagai prosedur, risiko, komplikasi dan mortalitas.

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Mortalitas : ARDS ringan 27%
ARDS sedang 32%
ARDS berat 45%

KEPUSTAKAAN
1. Acute Respiratory Distress Syndrome; the Berlin definition. ARDS Definition
Task Force, Ranieri VM, Rubenfeld GD, Thompson BT, Ferguson ND, Caldwell E, Fan E. JAMA.
2012 Jun 20;307(23):2526-33.
2. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al: Surviving Sepsis Campaign:
International guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012. Crit Care
Med. 2013; 41:580-637
3. ARDSnet. Protokol Ventilasi Mekanik.
http://www.ardsnet.org/system/files/ventilator%20protocol%20card.pdf Diunduh tanggal
15 Oktober 2013.
4. Gurka DP, Balk RA. Acute respiratory failure. In: Parillo Je, Dellinger RP. Critical
care medicine: principles of diagnosis and management in the adult. 3rd ed. Philadelphia,
PA: Mosby Elsevier; 2008. P.773-89
5. Meduri GU, Golden E, Freire AX, et al. Methylprednisolone infusion in early
severe ARDS: results of a randomized controlled trial. Chest 2007; 131:954-63.
6. Intensive Care Prince of Wales Hospital. Clinical Practice Guidelines HFOV.
http://intensivecare.hsnet.nsw.gov.au/five/doc/POW/ventilation_high_frequency_oscillatio
n_V_pow.pdf
7. Extracorporeal Life Support Organization. Patient specific guidelines: a
supplement to the ELSO general guidelines. April 2009:15-19
(http://www.elso.med.umich.edu/WordForms/ELSO%20Pt%20Specific%20Guidelines.pdf).

------------------------------------------------

38
39
CEDERA KEPALA
(ICD-10:S 09)

PENGERTIAN
Adanya disfungsi otak akibat pengaruh eksternal

ANAMNESIS
Terdapat riwayat trauma yang diikuti tanda-tanda penurunan fungsi otak (antara lain : sakit
kepala, kejang, kelemahan satu/dua sisi tubuh, penurunan daya ingat, penurunan kemampuan
berpikir, gangguan metabolik,gangguan pernapasan, penurunan kesadaran)

PEMERIKSAAN FISIK
- Dengan/tanpa jejas
- Kesadaran menurun (lihat PPK penilaian kesadaran)
- Tanda vital bervariasi (lihat PPK penilaian tanda vital)
- Terdapat lateralisasi (lihat PPK penilaian fungsi otak)
- Penurunan fungsi otak lainnya (lihat PPK penilaian fungsi otak)

KRITERIA DIAGNOSIS
Adanya gejala klinis penurunan fungsi otak pasca trauma disertai gambaran abnormal CT
scan/MRI kepala (lihat prosedur CT scan kepala, MRI kepala)

DIAGNOSIS BANDING
Cedera kepala non traumatik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium awal bisa menunjukkan nilai normal
Gambaran abnormal dari CT scan kepala atau MRI kepala

TERAPI
1. Intubasi endotrakeal mutlak dilakukan pada pasien dengan GCS ≤ 8. (lihat prosedur intubasi
endotrakea )
2. Pada pasien dengan GCS ≥ 8, intubasi endotrakeal dilakukan bila terdapat insufisiensi
pernapasan akibat cedera kepala.
3. Hindari hipoksia dan peningkatan beban kerja pernapasan dengan menggunakan ventilasi
mekanik. Pengaturan ventilasi mekanik disesuaikan dengan target PaO 2 ≥ 100 mmHg,
PaCO2 35-45 mmHg, SpO2> 90%. (lihat prosedur ventilasi mekanik, pneumonia, ARDS)
4. Hindari hipotensi (MAP < 90 mmHg, TD sistolik< 100 mmHg). Status normovolemia dicapai
dengan menggunakan kristaloid (NacL 0,9%, ringer laktat), koloid sintetik dengan target
tekanan vena sentral (CVP) 7-12 cmH2O. (lihat prosedur tekanan vena sentral)
5. Pada pasien yang anemis,berikan transfuse sel darah merah (packed red blood cells)
dengan target hematokrit (Hct) 30%. (lihat prosedur transfusi)

40
6. Pada hipotensi refrakter setelah pemberian cairan yang adekuat, gunakan dopamine atau
norepinefrin.
7. Target tekanan intrakranial (TIK / intracranial pressure) 20-25 mmHg, target tekanan perfusi
serebral (cerebral perfusion pressure) 60-70 mmHg. (lihat prosedur monitoring TIK).
8. Bila ada peningkatan TIK, tatalaksana sesuai algoritme terlampir. (lihat lampiran algoritme
peningkatan TIK)
9. Lakukan pemeriksaan laboratorium (darah perifer lengkap, fungsi hemostasis, analisa gas
darah, elektrolit darah, gula darah, protein darah, fungsi hati, dan lain-lain) secara berkala.
(lihat prosedur pemeriksaan laboratorium)
10. Lakukan pemeriksaan penunjang radiologi berkala (rontgen dada, CT scan/MRI kepala)
(lihat prosedur rontgen dada, CT scan kepala, MRI kepala)
11. Lakukan FAST HUG:
- Feeding : berikan nutrisi enteral sesegera mungkin (lihat prosedur nutrisi enteral)
- Analgesia : gunakan analgetik yang sesuai (morfin, fentanyl, non narkotika) (lihat
prosedur analgesia di ICU)
- Sedation : berikan cukup sedasi untuk menghindari peningkatan TIK (lihat prosedur
sedasi di ICU)
- Thromboembolic prophylaxis : intermittent compression pneumatic stocking, heparin
dan turunannya, fisioterapi. (lihat prosedur thromboembolic prophylaxis)
- Head of bed elevation : letakkan pasien dengan posisi kepala naik 30-45°
- Stress ulcer prophylaxis : antagonis sebagian reseptor H2, penghambat pompa
proton (lihat prosedur pencegahan stress ulcer)
- Glucose control : kadar gula darah dipertahankan stabil dengan target ≤ 180 g/dL
(lihat prosedur regulasi kadar gula darah)

EDUKASI
1. Edukasi keluarga mengenai kondisi pasien.
2. Edukasi keluarga mengenai rencana tindakan semasa perawatan.
3. Edukasi keluarga mengenai perkiraan lama perawatan.
4. Edukasi keluarga mengenai kemungkinan komplikasi selama perawatan.
5. Edukasi keluarga mengenai prognosis pasien.

PROGNOSIS
Insiden kematian, kondisi vegetatif, cacat permanen :
- > 60 tahun : 92%
- > 56 tahun : 86%
- < 50 tahun : 50%
Prognosis diperkirakan berdasarkan status APACHE score II dan/atau SOFA score (lihat PPK
APACHE score, SOFA score)

KEPUSTAKAAN

41
1. Torbey MT ed. Neurocritical care. Cambridge Univ. Press
2. Cohen MS, Marion DW : Traumatic brain injury. Di Fink MP, Abraham E, Vincent
JL, KochanekPM : Textbook of critical care 5th ed.
3. Guidelines for the Management of Severe Traumatic Brain Injury 3rd ed.

------------------------------------------------

42
EKLAMPSI DAN PREEKLAMPSI BERAT
(ICD-014.13)

PENGERTIAN
Preeklampsi Berat adalah keadaan terjadinya peningkatan Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg,
Proteinuria ≥ 5 gr/24 jam disertai gangguan visus,sakit kepala, penurunan kesadaran,epigastric
pain,edema paru,oliguria < 500 ml/24 jam dan disebut Eklampsi bila disertai Kejang dengan
atau tanpa koma pada kehamilan > 20 Mggatau setelah melahirkan tanpa adanya defisit
neurologis

ANAMNESIS
Riwayat penyakit atau keluhan :
 Adanya hipertensi sebelum dan selama kehamilan
 Adanya riwayat keluarga dengan hipertensi dan penyakit yang sama
 Adanya tanda klinis : sakit kepala,gangguan penglihatan, edema paru, penurunan
kesadaran, sesak, nyeri ulu hati, kelemahan tubuh
 Adanya kejang dengan atau tanpa koma

PEMERIKSAAN FISIK
a. Hamil ≥ 20 minggu
b. Kesadaran : menurun disertai atau tanpa Kejang
c. Tekanan Darah : ≥ 160/110 mmHg
d. Dyspnoe
e. Cyanosis

KRITERIA DIAGNOSIS
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium, Radiologi)

DIAGNOSIS BANDING
a. Kejang :
- CVA
- Hypertensive Encephalopathy
- Infeksi Otak (Meningitis,Encephalitis,Abscess)
- Thrombotic thrombocytopenia purpura
- Gangguan Metabolik
- Epilepsi
- Tumor Otak
- Posterior reversible encephalopathy syndrome
- Penggunaan obat-obatan
b. Nyeri perut/epigastric :

43
- Abruptio Placentae
- Acute appendicitis
- Cholecystitis dan biliary colic
- Blunt abdominal trauma
- Aneurisma abdomen
- Kista ovarium terplintir

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
- Proteinuria ≥ 5 gr dalam urine 24 jam
- HELLP syndrome (Hemolysis,Elevated Liver Enzymes,Low Platelets)
- Trombosit < 100.000/mm
- Peningkatan LDH (Lactic Acid Dehydrogenase) > 600IU/l
- Peningkatan Creatinin
- AST,ALT meningkat 2x normal 200-700 IU/l
- Peningkatan Uric Acid > 6mg/dl

TERAPI
1. Penanganan Tekanan Darah > 160/110 dengan target penurunan 15-25%, sekitar 140/90.
Diberikan obat-obat :
- Nicardipin titrasi mulai dosis 0,15 ug/kg/jam
- Nitroglycerin 10 – 100 mg/ menit
- Diltiazem dosis 0,15 ug/kg/jam
2. Penanganan Kejang :
Berikan Mg SO4 :
- Bolus 4 - 6 gr dalam 20 menit, dilanjutkan 1 – 2 gr/jam
- Monitor toxicity, terapetik level : 5 – 8 mg/Dl
- Dapat diberikan 2 gr/IV bila kejang timbul lagi
- MgSO4 dihentikan 24 jam setelah partus
- Bila masih kejang, dapat diberikan Diazepam atau Propofol dan dilakukan penanganan
jalan nafas (intubasi + control)
3. Penanganan HELLP syndrome :
- Terminasi kehamilan bila sudah > 34 mg, dapat secara normal atau operasi section caecar
- Bila masih < 34 mg dapat ditunda untuk pemberian Bethamethason 12 mg/24 jam/IM
sebanyak 2 x Terminasi kehamilan dilakukan setelah 24 jam pemberian Bethametason
terakhir
- BilaTrombocyt < 20.000 lakukan transfuse trombocyt
4. Penangan Edema Paru :
- Berikan Furosemide 20 – 40 mg/IV, dapat diberikan lagi setelah 30 menit 40 – 60 menit
- Monitor balans cairan, pemasangan catheter vena central dapat membantu menghitung
meskipun secara kasar.
- Dapat dilakukan tindakan intubasi dan bantuan ventilasi mekanis bila edema paru tetap
ada dan pasien mengalami gawat/gagal nafas.
- Pemantauan lebih kepada penanganan hipertensi, fungsi ginjal, adanya coagulopathy

44
EDUKASI
Edukasi keluarga mengenai risiko dan komplikasi

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam

KEPUSTAKAAN
1. Chawla R, Nasa P, Chawla R. Severe Preeclampsia. In : ICU Protocols : A
Stepwise Approach. India: Springer India. 2012. pp.599-605.
2. David R, Gambling M.Hypertensive Disorders. In :Chesnut Obstetric
Anesthesia : Principles and Practice.3rded.Mosby. Inc. 2004. pp.825-827.
3. VarelmannDJ.Obstetric Critical Care. In :Pocket ICU. Philadelphia. Lipincott
Williams & Wilkins. 2013 ; 33:1-3.
4. I Gouviea,C Costa et al, Pre eclampsia in the intensive care unit : Indicators of
severity and hospital outcome, Critical Care 2005, 9 (suppl 1): P 216

------------------------------------------------

45
GAGAL NAPAS AKUT KARENA PNEUMONIA BERAT
(J 96.0)

PENGERTIAN
Ketidakmampuan paru-paru untuk menghantarkan oksigen masuk kedalam darah dan
mengeluarkan karbondioksida dari darah akibat infeksi paru berat

ANAMNESIS
Gejala yang umum didapatkan pada pasien dengan gagal napas karena pneumonia berat
adalah peningkatan upaya napas (work of breathing) serta gejala gangguan perfusi jaringan
yang biasanya di dahului dengan keluhan:
 Demam,
 Sesaknapas
 Batuk,
 Sekret yang purulen,
 Nyeri dada saat tarik nafas dalam dan batuk

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fungsi pernapasan. Pemeriksaan
bias dilakukan dengan teknik IPPA ( Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1. Inspeksi :peningkatanfrekwensinapas, pernafasancupinghidung,
penggunaanototnapastambahan, retraksiinterkostal, takipneu, pernafasanparadoksal,
sianosis, penurunankesadaran
2. Palpasi :fokal fremitus menurunpadasisiparu yang sakit.
3. Perkusi : pekaksisiparu yang sakit
4. Austkultasi :suaranapasmenurunpadasisiparu yang sakit, ronkibasahkasar

KRITERIA DIAGNOSIS
 Diagnosis gagal napas klinis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik.
 Diagnosis gagal napas definitive adalah diagnosis gagal nafas klinis ditambah dengan
pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaanthoraksfoto : infiltrat di paru
2. Pemeriksaan AGD (analisa Gas darah) arteri :
a. PaO2 < 60 mmHg :gagal napas hipoksemia
b. PaCO2 > 50 mmH :gagal napas hiperkapnea
c. PaO2 < 60 dan PaCO2 > 50 mmH: gagal napas tipe campuran
Sedangkan diagnosis pneumonia dapatdigunakanskor CPIS (Clinical Pulmonary Infection Score),
dimana pneumonia bila skorCPIS > 6 yang terdiri:

46
Temperatur (0C) ≥ 36.6 dan ≤ 38.4 0
≥ 38.5 dan ≤ 38.9 1
≥ 39.0 dan ≤ 36.0 2
Leukosit (mm3) ≥ 4000 dan ≤ 11.000 0
≤ 4000 dan ≥ 11.000 1
Sekret trakeal Ketiadaan sekresi trakeal 0
Adanya sekresi trakeal non purulen 1
Adanya sekresi trakeal purulen 2
Oksigenasi >240 atau ARDS 0
PaO2/FiO2 (mmHg) ≤240 dan tanpa ARDS 2
Foto thorak Tanpa infiltrat 0
Infiltrat difus atau berbercak 1
Infiltrat lokal 2
Progresivitas infiltrat Tanpa progresivitas radiologik 0
Progresivitas radiologik (tanpa gagal jantung dan 2
ARDS)
Kultur aspirat trakeal Hasil kultur jarang, sedikit atau tidak tumbuh 0
Hasil kultur menengah atau banyak 1
Bakteri patogen = pada pewarnaan gram +
1
TERAPI
 Gagal napas akut karena pneumonia berat
 Posisipasien Head up 30-45o
 Terapioksigen:
 Menggunakan oksigen masker
 Oksigen via Non Rebreathing Mask
 Resusitasi menggunakan Bag Valve Mask
 VentilasiMekanik.
 Antibiotikempiris.
 Chest terapi.
 Cairandannutrisi
 Hand hygiene
 Menggunakan maskermedispada droplet infection
 Menggunakan masker N95 padaairbone infection
 Manajemenkebersihanlingkunganpasien
 Penanganan sampah-sampah medis
 Penggunaan alat proteksi diri pada petugas kesehatan
 Membatasi jumlah individu dalam ruang perawatan
Gagal napas akut karena pneumonia berat
1. Posisipasien Head up 30-45o
2. Terapioksigen:

47
- Menggunakanoksigen masker
- Oksigen via Non Rebreathing Mask
- Resusitasimenggunakan Bag Valve Mask
- VentilasiMekanik.
3. Antibiotikempiris.
4. Chest terapi.
5. Cairandannutrisi

EDUKASI
 Hand hygiene
 Menggunakan maskermedispada droplet infection
 Menggunakan masker N95 padaairbone infection
 Manajemenkebersihanlingkunganpasien
 Penanganansampah-sampahmedis
 Penggunaanalatproteksidiripadapetugaskesehatan
 Membatasijumlahindividudalamruangperawatan

PROGNOSIS
 Advitam : dubia ad bonam
 Adsanationam : dubia ad bonam
 Adfungsionam : dubia ad bonam

KEPUSTAKAAN
1. Todi S, Chawla R. Severe community acquired pneumonia. In: ICU Protokols. Editors:
Chawla R, Todi S. Springer. New York. 2012, p. 79-83.
2. Pande R. Ventilator associated pneumonia. In: ICU Protokols. Editors: Chawla
3. R, Todi S. Springer. New York. 2012, p. 85-91.
4. McLean B, Zimmerman JL. Diagnosis and management of acute respiratory failure. In:
Fundamental Critical Care Support. Society of Critical Care Medicine. Atlanta. 2010, p.1-
14.
5. IDSA/ATS Guidelines for CAP in Adults • CID 2007:44 (Suppl 2)• S27
------------------------------------------------

GANGGUAN ELEKTROLIT YANG MENGANCAM NYAWA

48
(ICD-10: E 87.8)

PENGERTIAN
 Gangguan elektrolit adalah nilai elektrolit dalam serum yang melebihi atau kuangdarinilai
normal.
 Gangguan elektrolit yang mengancam nyawa adalah gangguan elektrolit yang dapat
mengganggu fungsi jantung,
 Aritmia jantung hingga mengakibatkan henti jantung dan/atau mempengaruhi kesadaran.
 Hiperkalemia adalah konsentrasi kalium serum melebihi 5.5mEq/L
 Hiperkalemia ringan adalah konsentrasi kalium serum 5.5-5.9mEq/L
 Hiperkalemia sedang adalah konsentrasi kalium serum6.0-6.4 mEq/L
 Hiperkalemia berat adalah konsentrasi kalium serum> 6.5mEq/L
 Hipokalemia adalah konsentrasi kalium serum kurang dari3.5 mEq/L
 Hipokalemia berat adalah konsentrasi kalium serum<2.5 mEq/L
 Hipernatremia adalah konsentrasi natrium serum melebihi 145 mEq/L
 Hiponatremia adalah konsentrasi natrium serum kurang dari 135mEq/L
 Hiponatremia berat adalah konsentrasi natrium serum< 120 mEq/L
 Hipercalcemia adalah konsentrasi kalsium serum melebihi10 .5mg/dL(2.5mmol/L) atau ion
kalsium melebihi 5.6 mg/dL (1.4mmol/L)
 Krisis hiperkalsemia adalah konsentrasi kalsium serum melebihi14 mg/dL (3.5 mmol/L)
atau ion kalsium melebihi10 mg/dL (2.5 mmol/L)
 Hipocalcemia adalah konsentrasi kalsium serum kurang dari 8 mg/dL (2.1 mmo/L) atau ion
kalsiumkurangdari 4.2 mg/dL (1.1 mmol/L)
 Hipermagnesemia adalah konsentrasi magnesium serum melebihi 2.2 mEq/L (1.1 mmol/L)
 Hipomagnesemia adalah konsentrasi magnesium serum kurangdari 1.3 mEq/L (0.6 mmol/L)

ANAMNESIS
Hiperkalemia:
Lemas, paralisis, parestesia, gagalginjal, pemakaianobat ACE-I, angiotensin II receptor
antagonist, diuretic yang hematkalium, NSAID, betabloker.

Hipokalemia:
Diare, riwayatpemakaianobat diuretic, laxative, steroid, low intake
Lemas, fatigue, kramkaki, konstipasi, paralisishinggasulitbernapas

Hipernatremia
Haus, demam, gangguankesadaran

Hiponatremia
Mual, muntah, sakitkepala, diplopia
Riwayatpemakaian thiazide diuretic, gagalginjal, operasi tumor otak, trauma kepala
Hiperkalsemia

49
Batuginjal, artritis, mual, muntah, anoreksia, konstipasi, nyeri abdomen,
gangguankonsentrasidandayaingat, confusion, stupor, coma, letargi, fatigue, lemas, gatal,
keratitis
Riwayathiperparatiroid, gagalginjalkronik, keganasanmpemakaian diuretic thiazide, hipertiroid

Hipokalsemia
Riwayathipoparatiroidpasca op atau gagalginjalkronik

Hipermagnesemia
Riwayatgagalginjal, pemberian MgSO4

Hipomagnesemia
Diare, polyuria, kelaparan, alcoholism, malabasorpsi

PEMERIKSAAN FISIK
Hiperkalemia:
Paralisis flaccid, reflex tendon menurun, aritmia

Hipokalemia
Ascending paralysis, aritmia

Hipernatremia
Demam, deficit neurologis focal, kejang, hiperventilasi

Hiponatremia
Kejang, koma

Hipercalcemia
Hipertensi, peptic ulcer

Hipocalcemia
Hiperreflexia, ChovstekdanTrousseaue sign, parestesiaekstremitasdanwajah,kramotot, tetani,
kejang, papilledema, gejala extrapyramidal, diaphoresis, hipotensi, gagaljantungkongestif

Hipermagnesemia
Confusion, depresinapas, cardiac arrest

Hipomagnesemia
Tremor, ataxia, Nistagmus, Aritmia

KRITERIA DIAGNOSIS
1. Konsentrasi kalium serum melebihi 5.5 mEq/L disertai gangguan irama jantung
2. Konsentrasi kalium serum > 6.5 mEq/L dengan atau tanpa gangguan irama
jantung

50
3. konsentrasi kalium serum < 2.5 mEq/L disertai gangguan irama jantung
malignan
4. Konsentrasi natrium serum melebihi 145 mEq/L atau konsentrasi natrium
serum < 120 mEq/L yang disertai gangguan kesadaran, kejang
5. Konsentrasi kalsium> 14 mg/dL (>3.5 mmol/L)
6. Konsentrasi kalsium serum < 8 mg/dL (2.1 mmol/L) atau ion kalsium< 4.4
mg/dL (1.1 mmol/L)
7. Konsentrasi magnesium serum melebihi 2.2 mEq/L (1.1 mmol/L)
8. Hipomagnesemia adalah konsentrasi magnesium serum kurang dari 1.3 mEq/L
(0.6 mmol/L)

DIAGNOSIS BANDING
Tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaanelektrolit serum natrium, kalium, magnesium, kalsium, dan /atau kalsium ion
 Gula darah
 Urinalisa, elektroliturin (natrium), glukosaurin
 Fungsi ginjal (ureumdankreatinin)

EKG
Hiperkalemia:
 Blok derajat 1 (PR interval memanjang>0.2 detik)
 Gelombang P hilang/flat
 Gelombang T tinggi (peaked/tented) (gel T lebih besar dari gelombang R pada lebih dari 1
lead)
 ST depresi
 Gelombang S dan T menyatu (sine wave pattern)
 QRS melebar (>0.12 detik)
 Takikardia ventricular
 Bradikardia

Hipokalemia
 Gelombang U
 Gelombang T flat
 Perubahan ST
 Aritmia (terutamabilapasienmengkonsumsidigoksin)
 Cardiopulmonary arrest (PEA, pulseless VT/VF, asystole)

Hipokalsemia
 Prolonged QT interval
 Terminal T wave inversion
 AV Blok

51
 Fibrilasiventrikel
Hipermagnesemia
 Prolonged PR dan QT interval
 Gelombang T peaking
 AV blok
 Cardiac arrest

Hipomagnesemia
 Prolonged PR dan QT interval
 ST depresi
 Gelombang T inversion
 Gelombang P flat
 Torade de pointes
 Durasi QRS meningkat

Analisa gas darah

TERAPI
Hiperkalemia berat:
1. Bolus calcium glukonas 10% 10 ml (jikaadagangguangambaran EKG)
2. Glucose plus insulin–25 g glucose dan 10 U regular insulin berikanIV dalam 15 -30 menit
3. Nebulized salbutamol 5 mg nebulized selama15 minutes
4. Furosemide iv 40-80 mg
5. Pemberianbikarbonat 50 mEqdalam 5 menitbilaasidosisberat.
6. Dialysis

Hipokalemia
1. Pemberian K+ is 10 mEq/jam melaluijalur iv periferatau 20 mEq/jam melaluijalur iv
central venous catheter dengan ECG monitoring.
2. Hentikanobat yang mengakibatkanhipokalemia
3. Koreksihipomagnesemia

Hipernatremia
1. Bila hypernatremia akut atau simtomatikberatberikancairanhipotonik.
2. Bilapasienhipovolemiadenganhemodinamikterganggu,
berikancairanisotonikuntukmemperbaiki status volume.
Setelahhemodinamikstabilberikancairanhipotonik iv (NaCl 0.45% atau Dextrose 5%)
3. Koreksimaksimal 12 mEq/L dalam 24 jam
4. Akut hypernatremia dapatdikoreksilebihcepat di awal(1-2 mEq/L/jam), kenaikan 5 mEq/L
sudahmemperbaikigejala

52
Hiponatremia
1. Bila hiponatremia akut atau simtomatik berat berikan NaCl hipertonik (NaCl 3% ) 1 mEq /
L /jam hingga gejala neurologis hilang setelah itu kecepatan koreksi 0,5 mEq/L/ jam
2. Koreksi maksimal 12 mEq/L dalam 24 jam pertama
3. Bila SIADH restriksi cairan 50-66% dari kebutuhan cairan

Adroge Madias formula

Perubahan Na = (Na infus +K infus ) –serum Na


Total body water + 1

Total body water 0.6 x berat badan untuk laki-laki dan 0.5x berat badan untuk perempuan

Krisis Hiperkalsemia
1. Hidrasi dengan normal saline target urin output 200 ml/jam
2. Bila volume intra vascular telah tercukupi dapat diberikan furosemide
3. Calcitonin 4-8 IU per kg IM tiap 6 jam selama 24 jam
4. Bila akibat keganasan berikan hidrokortison 200 mg IV selama 3 hari
5. Pasien gagal ginjal atau gagal jantung diterapi dengan dialysis

Hipokalsemia akut dan simtomatik


1. Calcium gluconas 10 % 10-20 ml IV dilarutkan dalam dextrose 5% diberikan selama 10 menit
dengan monitor EKG
2. 10 ampul calcium gluconas 10% 10 ml dilarutkan dalam 1 liter dextrose 5% diberikan 50
ml/jam untuk mencegah hipocalcemia berulang.
3. Koreksi hipomagnesemia

Hipermagnesemia
1. Calcium glukonas 10% 10 ml
2. Suport ventilator
3. NaCl 0.9% dan furosemide IV
4. Dialysis

Hipomagnesemia
1. 2 g MgSO4 50% IV diberikan selama 15 min
2. Bila Torsade de pointes 2 g MgSO4 IV selama 1-2 min
3. Bila kejang 2 g Mg SO4 selama 10 min

EDUKASI
Edukasi keluarga mengenai risiko dan komplikasi

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam

53
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam

KEPUSTAKAAN
1. European Resuscitation Council Guidelines for Rescucitation 2010. Section 8. Cardiac
arrest in special scircumstances: Electrolyte abnormalities, poisoning, drowning, accidental
hypothermia, hyperthermia, asthma, anaphylaxis, cardiac surgery, trauma, pregnancy,
electrocution
2. Life Threatening Electrolyte Abnormalities. Ciruculatiion 2005: 112:IV-121-IV-125
3. A Practical Approach to Hypercalcemia. American Family Physician. 2003; 67; 9: 1959-
1966
4. Diagnosis and management of Hypocalcemia BMJ 2008; 336: 1298-302

------------------------------------------------

54
PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS
(ICD-10: K92.2)

PENGERTIAN
Perdarahan saluran cerna atas akut adalah perdarahan saluran cerna yang sumbernya berasal
dari bagian proksimal ligamentum Treitz yang memerlukan transfusi darah lebih dari 3-5 unit
dalam 24 jam.

ANAMNESIS
1. Hematemesis (coffee ground vomitus)
2. Melena (black stools with rotten odor)
3. Hipotensi ortostatik, ini sebagai penanda perdarahan banyak
4. Lemah, pusing sampai pingsan
5. Riwayat dyspepsia (nocturnal symptoms), riwayat ulkus, mudah kenyang, penggunaan
NSAID atau aspirin
6. Diduga sindroma Boerhaave (perforasi esophagus) jika ada riwayat muntah dan dijumpai
emfisema subkutis, perlu segera tindakan bedah.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan awal ditujukan untuk evaluasi tanda-tanda syok dan perdarahan yang banyak
2. Pemeriksaan untuk menilai adanya tanda-tanda instabilitas hemodinamik dan tanda-tanda
perfusi yang buruk :
 Takikardi (laju nadi > 100x/menit
 Tekanan darah < 90 mmHg
 Ekstremitas dingin
 Pingsan
3. Hematemesis dan atau melena
4. Rekam EKG

KRITERIA DIAGNOSIS
1. Hematemesis dan atau melena
2. Instabilitas hemodinamik
3. Pingsan

DIAGNOSIS BANDING
1. Aneurisma aorta abdominal
2. Barrett Esophagus dan Barrett Ulcer
3. Ulkus duodeni
4. Kanker esofagus
5. Varises esofagus
6. Esophagitis
7. Kanker gaster
8. Gastric outlet obstruction

55
9. Ulkus gaster
10. Gastrinoma
11. Gastritis akut

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah lengkap (Hb, hematokrit, lekosit, trombosit) tiap 4-6 jam dan fibrinogen
2. Differential count, aPTT, PT, INR
3. Blood Urea Nitrogen
4. Kadar calcium
5. Foto toraks
6. Endoskopi, sebelumnya pasien dilakukan intubasi lebih dahulu. Yang direkomendasikan
adalah upper endoscopy
7. Angiografi, jika endoskopi tidak bisa mendeteksi sumber perdarahan
8. Analisis gas darah arteri dan vena sentral

TERAPI
1. Pasang monitor EKG, tekanan darah, oksimetri
2. Pasang 2 infus perifer dengan iv kateter 14-16 G pada kedua lengan kanan
3. Intubasi guna mencegah aspirasi
4. Mengembalikan volume cairan tubuh, tiap perdarahan 1 ml diberikan cairan kristaloid 3 ml
5. Pemasangan pipa lambung
6. Tranfusi
7. Pemasangan kateter arteri pulmonalis jika ada penyakit penyerta kardiovaskuler dan
pulmoner
8. Pemasangan kateter urin
9. Jika terjadi perforasi viscus ( ulkus duodeni perforasi, perforasi ulkus gaster (Boerhaave
syndrome) dilakukan intervensi bedah
10. Jika kondisi tidak memungkinkan tindakan bedah dilakukan tindakan konservatif
11. Dapat juga dilakukan clipping or sewing technique
12. Esomeprazole 80 mg bolus iv, dilanjutkan infusi 8 mg/jam (pantoprazol atau lanzoprazol)
selama 48-72 jam
13. Endoskopi dilakukan pada hematemesis dan melena
14. Jika tindakan endoskopi gagal menghentikan perdarahan perlu tindakan intervensi bedah

EDUKASI
1. Penjelasan risiko penggunaan obat NSAID dan aspirin
2. Segera pergi ke dokter atau rumah sakit jika ada tanda-tanda perdarahan saluran cerna

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam / malam
Ad sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad fungsional : dubia ad bonam / malam

56
KEPUSTAKAAN
1. Cerulli MA. Upper Gastrointestinal Bleeding. Medscape.com. Updated Oct 7, 2013
2. Banerjee R; Reddy DN. ICU Protocols. A Stepwise Approach. Springer India 2012; 285-292

------------------------------------------------

57
PERDARAHAN SALURAN CERNA BAWAH
(ICD-10: K92.2)

PENGERTIAN
Perdarahan saluran cerna bawah akut adalah perdarahan saluran cerna yang sumbernya
berasal dari bagian distal ligamentum Treitz yang memerlukan transfusi darah lebih dari 3-5
unit dalam 24 jam.

ANAMNESIS
1. Hematochezia
2. Hipotensi ortostatik
3. Riwayat penggunaan NSAID, warfarin, aspirin, riwayat penyakit liver

PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan fisik awal perlu segera dilakukan untuk menilai adanya tanda-tanda syok dan
perdarahan banyak
2. Lemah,
3. Pemeriksaan untuk menilai adanya tanda-tanda instabilitas hemodinamik dan tanda-tanda
perfusi yang buruk :
 Takikardi (laju nadi > 100x/menit
 Tekanan darah < 90 mmHg
 Ekstremitas dingin
 Pingsan
4. Abdomen distended dan shifting dullness di panggul
5. Colok dubur

KRITERIA DIAGNOSIS
1. Hematochezia
2. Melena .
3. Hipotensi
4. Hb dan hemaktokrit turun

DIAGNOSIS BANDING
1. Kelainan anatomi : Diverticulitis
2. Vaskuler :
 Angiodisplasia
 Iskemia
 Radiation induced colitis
3. Neoplasma
4. Inflamasi :
 Infeksi : Salmonella, Shigela
 Non-infeksi : Crohn disease, ulcerative colitis
5. Penyakit anorektal :

58
 Hemoroid
 Annals fissure
 Fistula in ano

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah lengkap ( Hb, hematokrit, lekosit, trombosit) dan hitung jenis
2. Faktor koagulasi : PT, APTT, fibrinogen, INR
3. Blood Urea Nitrogen (BUN)
4. Kadar kalsium
5. Foto toraks
6. Endoskopi
7. Angiografi, jika perdarahan tetap berlansung dan endoskopi tidak bisa mengindentifikasi
tempat sumber perdarahan

TERAPI
Tujuan terapi adalah memperbaiki kondisi syok, abnormalitas faktor koagulasi dan stabilisasi
pasien.
1. Pertahankan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
2. Pasang monitor : EKG, tekanan darah, oksimetri
3. Pasang infus, kalau perlu dua infus pada kedua lengan dengan kateter intravena no 16 G
4. Berikan cairan infus pengganti, tiap 1 ml darah dengan 3 ml cairan kristaloid
5. Pasang pipa nasogastrik, bilas dengan cairan isotonik hangat
6. Jika pasien ada riwayat penyakit kardiovaskular dan paru yang berat pertimbangkan
pemasangan kateter arteri pulmonalis guna pemantauan hemodinamik (fungsi jantung)
7. Pemasangan kateter urin guna pemantauan produksi urin sebagai pantauan perfusi ginjal
8. Terapi hemostatik endoskopik untuk perdarahan karena ulkus atau varises
9. Terapi bedah jika perforated viscus (ulkus gaster perforasi, ulkus duodeni perforasi atau
Boerhaave syndrome)
Pada ulkus peptikum risiko tinggi diberika dosis tinggi Proton Pump Inhibitor (PPI)

EDUKASI
1. Bila mengalami perdarahan segera periksa ke dokter dan ke rumah sakit
2. Penjelasan tentang risiko penggunaan obat NSAID, aspirin dan warfirin

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam / malam
Ad sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad fungsional : dubia ad bonam / malam

KEPUSTAKAAN
1. Cagir B. Lower Gastrointestinal Bleeding Treatment and Management. Medscape.com.
Updated. April 22, 2013
2. Rana SS, Bhasin DK. Lower Gastrointestinal Bleeding. In ICU Protocols. A Stepwise
Approach. Springer 2012; 293-298

59
SEPSIS BERAT dan SYOK SEPSIS
(ICD10 : R 65.2)

PENGERTIAN
 Sepsis adalah suatu respon tubuh terhadap inflamasi sistemik.
 Sepsis berat adalah sepsis dengan disfungsi organ secara akut atau hipoperfusi jaringan
akibat infeksi atau diduga adanya infeksi).
 Syok sepsis adalah sepsis berat dengan hipotensi yang tidak membaik dengan resusitasi
cairan yang agresif.

ANAMNESIS
Tidak spesifik ditujukan untuk mencari sumber infeksi dari organ yang terkena dan gangguan
fungsi organ terkait

PEMERIKSAAN FISIK
 Demam > 38,30C atau hipotermia (suhu inti) <360 C
 Laju Nadi > 90 X/menit atau > 2 x SD nilai normal sesuai usia
 Takhipnea
 Perubahan status mental
 Edema atau balans cairan positif (>20 ml/kg selama 24 jam)

KRITERIA DIAGNOSIS
Sepsis
 Lekositosis >12000 atau lekopenia < 4000
 Hitung jenis normal dengan sel imatur >10%
 CRP plasma > 2 x SD diatas nilai normal
 Prokalsitonin plasma > 2 x SD diatas nilai normal
 Hipotensi arterial Tekanan Darah Sistolik < 90 mmHg , Tekanan Arteri Rerata < 65 mmHg
atau turun > 40 mmHg atau <2x SD dibawah normal
 Hiperglikemia (kadar gula darah >180 mg/dl) tanpa ada diabetes
Sepsis berat
 Hipoksemia arterial (Pa02/FIO2 < 300)
 Oliguria akut (urin <0,5 ml/kgBB/jam paling sedikit 2 jam walaupun dengan resusitasi
adekuat
 Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dL dari basal
 Koagulopati abnormal (INR . 1,5 atau aptt> 60 detik
 Ileus (Bising usus negatif)
 Trombositopenia < 100.000 mol/L)
 Hiperbilirubinemia (Bilirubin > 4 mg/dL)
 Hiperlaktatemia > 4 mg/dL
 Penurunan pengisian kapiler atau motling

DIAGNOSIS BANDING

60
Invasive Candidiasis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Kultur dan Resistensi
 Elektrolit (Na,K,Ca,Mg,Cl)
 Analisa Gas Darah Arteri dan Vena
 Pemeriksaan PT, D-Dimer, Fibrinogen
 Pemeriksaan Bilirubin
 Pemeriksaan Foto Torak
 Pemeriksaan EKG
 Pemeriksaan Echokardiografi
 Pemeriksaan Urinalisis
 Pemeriksaan Prokalsitonin atau CRP

TERAPI
 Resusitation Bundle harus selesai dalam 3 jam
1. Pengukuran kadar Laktat
2. Ambil kultur sebelum pemberian antibiotik
3. Berikan Antibiotik Empirik Spektrum luas
4. Berikan cairan kristaloid pada hipotensi atau laktat > 4 mmol/L
 Syok Sepsis Bundle harus selesai dalam 6 jam
1. Berikan vasopresor (pada hipotensi yang tidak memberikan respon terhadal resusitasi
cairan awal) untuk mempertahankan Tekanan Arteri Rerata > 65 mmHg
2. Apabila tetap hipotensi walaupun telah diberikan resusitasi cairan atau kadar laktat awal
> 4 mmol/L
a. Pasang kateter vena sentral (CVC)
b. Periksa Saturasi Oksigen dari CVC (ScvO2)
c. Periksa ulang kadar laktar
(Target > CVP 8 – 12 mmHg /10-15 cmH2O, ScvO 2> 70% dan kadar Laktat normal dan
TAR > 65 mmHg)
 Terapi Antimikroba harus diberikan dalam satu jam setelah diagnosis
- Empirik anti infeksi satu atau lebih yang mempunyai aktifitas terhadap patogen (bakteri
dan/atau jamur atau virus) dan mengalami penetrasi dengan konsentrasi yang adekuat
terhadap jaringan yang diduga sebagai sumber infeksi
- Pemberian antimikroba harus dinilai ulang setiap hari untuk memungkinkan dilakukan de-
eskalasi
- Pemeriksaan Prokalsitonin yang rendah atau parameter lain yang sama digunakan untuk
menghentikan antimikroba empirik, tapi tidak ada bukti infeksi lain.
a. Terapi kombinasi diberikan pada pasien netropeni dan pada pasien yang susah diterapi,
infeksi MDR seperti pseudomonas dan acinetobachter. Pada pasien dengan infeksi
berat dengan gagal nafas dan syok bisa diberikan kombinasi beta laktam spectrum luas
dengan aminoglikosida atau fluoroquinolon untuk P.aeruginosa. Kombinasi beta laktam
dengan makrolid diberikan pada infeksi Streptococcus pneumoniae

61
b. Terapi kombinasi empirik tidak boleh diberikan lebih dari 3-5 hari. De-eskalasi dilakukan
segera setelah diketahui kuman penyebab.
c. Lama pemberian 7-10 hari, pemberian lebih lama bisa diberikan pada pasien dengan
respon klinis yang lambat, tidak dipasang drainage dari sumber infeksi, atau bakteriemi
dengan S.aureus, infeksi jamur dan virus atau defisiensi imun termasuk netropeni.
d. Terapi antivirus harus dimulai sedini mungkin pada pasien dengan syok sepsis atau
sepsis berat pada daerah endemik virus.
Kontrol sumber infeksi
- Apabila diketahui ada sumber infeksi, maka harus dilakukan kontrol dalam 12 jam setelah di
diagnosis.
- Bila kontrol sumber infeksi harus dilakukan sebaiknya sefisiologis mungkin yaitu dengan
pemasangan drainage perkutaneus daripada tindakan bedah.
- Apabila dicurigai akses IV sebagai sumber infeksi, harus dicabut setelah bisa dipasang akses
IV lain.
 Pencegahan Infeksi
a. Dekontaminasi oral selektif atau dekontaminasi digestif harus dimulai dan diduga sebagai
metoda untuk mengurangi insidensi VAP.
b. Untuk dekontaminasi orofaringeal digunakan chlorhexidine untuk mengurangi risiko VAP
 Support Hemodinamik dan terapi penunjang
Terapi Cairan:
- Kristaloid
- Albumin 4-5%
- Resusitasi cairan pada pasien dengan gejala hipoperfusi dengan curiga hipovolemia
diberikan minimal 30 ml/kgBB kristaloid (albumin dengan dosis ekivalen). Pada beberapa
pasien memerlukan pemberian yang lebih banyak dan lebih cepat.
Vasopresor:
- Terapi vasopresor awal untuk mencapai TAR > 65 mmHg
- Pilihan utama adalah Norepinefrin
- Epinefrin dapat ditambahkan untuk mengurangi dosis norepinefrin, apabila diperlukan
untuk mempertahankan tekanan darah.
- Vasopresin 0,03 U/menit dapat ditambahkan pada norepinefrin untuk lebih meningkatkan
tekanan darah atau untuk menurunkan dosis norepinefrin
- Dosis rendah vasopressin tidak dianjurkan sebagai vasopresor awal tunggal.
- Dopamin dapat digunakan sebagai alternatif pada beberapa pasien (misal pada pasien
dengan risiko rendah untuk mengalami takhiaritmia dan absolut atau relatif bradikardi)
- Dosis rendah dopamine tidak boleh diberikan untuk proteksi ginjal
- Semua pasien yang diberikan vasopresor harus dipasang kateter urin
Terapi Inotropik
- Dobutamin bisa diberikan sampai dosis 20 g/kgBB/menit bila diduga ada:
a. Disfungsi miokard, peningkatan tekanan pengisian jantung, isi sekuncup rendah
b. Apabila gejala hipoperfusi menetap walaupun CVP dan TAR sudah tercapai.
Kortikosteroid

62
- Apabila pemberian cairan dan vasopresor sudah bisa memperbaiki hemodinamik , tidak usah
diberikan hidrokortison . Apabila tidak bisa tercapai bisa diberikan hidrokortison dosis 200
mg/hari kontinu intravena
- Hidrokortison tidak usah diberikan apabila tidak ada syok sepsis
- Gunakan secara kontinu
Terapi Suportif lain
Pemberian Produk Darah
- Bila tidak ada iskemia miokard, hipoksemia berat, perdarahan akut, maka pemberian
transfusi hanya diberikan bila Hb < 7 gr/dL dengan target 7 – 9 gr/dl pada dewasa
- FFP tidak boleh diberikan untuk memperbaiki faktor koagulasi kecuali ada perdarahan
- Pemberian profilaksis platelet hanya diberikan bila < 10.000/mm 3 (walaupun tidak ada
perdarahan). Bila pasien mempunyai risiko perdarahan disarankan diberikan tranfusi platelet
bila kadarnya < 20.000mm3 . Pada perdarahan aktif atau akan dilakukan prosedur invasif
disarankan diberikan transfusi platelet untuk mencapai kadar > 50.000/mm3.
Ventilasi Mekanik pada ARDS akibat sepsis
- Target Volum Tidal 6 ml/kgBB prediksi pada ARDS akibat sepsis
- Tekanan plateau < 30 mmH2O
- Gunakan PEEP untuk mencegah kolaps alveoli
- Gunakan strategi PEEP tinggi dibandingkan PEEP rendah
- Recruitment maneuver digunakan pada hipoksemia berat refrakter
- Pada pasien dengan ventilasi mekanik Kepala tempat tidur harus dinaikkan 30-45 0 untuk
mencegah risiko aspirasi dan VAP
- Penggunaan NIV harus dipertimbangkan risiko nya
- Protokol penyapihan dengan Spontaneous Breathing Tria (SBT) harus dilakukan secara
reguler untuk evaluasi kemampuan untuk dilepas dari ventilasi mekanik, bila memenuhi
kriteria: a. sadar, b. hemodinamik stabil (tanpa vasopresor), c. tidak ada kondisi serius baru,
d. kebutuhan ventilasi dan PEEP rendah, e. kebutuhan FiO 2 rendah, dapat diberikan dengan
kanula nasal atau sungkup muka. Bila SBT berhasil, lakukan ekstubasi
- Strategi pemberian cairan konservatif dibandingkan liberal pada pasien tanpa tanda-tanda
hipoperfusi
- Bila tidak ada indikasi spesifik jangan diberikan -2 agonis
Sedasi, analgesi dan Pelumpuh otot pada sepsis
- Pemberian sedasi kontinu atau intermiten pada pasien dengan ventilasi mekanik harus
diminimalkan dengan target tertentu
- Pelumpuh otot sebaiknya dihindarkan pada pasien dengan ventilasi mekanik. Bila diperlukan
pemberian intermiten atau kontinu harus diberikan dengan monitor train-of-four untuk
monitor kedalaman blokade
- Penggunaan pelumpuh otot tidak boleh > 48 jam
Kontrol Glukosa
- Protokol pengelolaan gula darah di ICU dilakukan bila pada 2 kali pemeriksaan kadar gula
darah > 180 gr/dL. Target gula darah < 180 gr/dL
- Pemeriksaan gula darah dilakukan 1-2 jam sampai gula darah stabil, kemudian dilakukan
setiap 4 jam
- Hati-hati apabila menggunakan pemeriksaan gula darah kapiler, karena bisa tidak akurat

63
Terapi Renal Pengganti (Renal Replacement Therapy)
- CRRT dan IHD bisa dilakukan pada sepsis berat dengan hemodinamik stabil
- Bila hemodinamik tidak stabil harus digunakan CRRT
Terapi bikarbonat
- Jangan menggunakan bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau untuk mengurangi
vasopresor pada pasien hipoperfusi akibat laktatemia dengan pH > 7,15
Profilaksis DVT (Deep Vein Thrombosis)
- Pemberian 1X /hari LMWH lebih baik dibandingkan dengan 2 X/hari UFH
- Kalau klirens kreatinin < 30 mL/menit, gunakan LMWH lain dengan metabolisme ginjal yang
rendah.
- Bila memungkinkan diberikan kombinasi dengan intermitten pneumatic compression.
- Bila pasien dengan kontraindikasi dengan heparin (misal pada pasien trombositopeni,
koagulopati berat, perdarahan aktif, perdarahan intraserebral) gunakan terapi mekanik
profilaksis seperti stocking atau intermitten pneumatic compression, kecuali ada
kontraindikasi
Profilaksis ulkus stres
- Anti Histamin-2 (AH-2)atau Proton Pump Inhibitor (PPI)diberikan pada pasien dengan risiko
perdarahan
- PPI lebih baik dibandingkan AH-2
- Pasien tanpa faktor risiko tidak usah diberikan profilaksis
Nutrisi
- Pemberian oral atau enteral lebih baik daripada puasa atau pemberian IV glukosa selama 48
jam pertama setelah diagnosis
- Hindarkan pemberian kalori penuh pada minggu pertama (lebih baik sampai 500 kalori/hari),
bila toleransi baik bisa ditingkatkan
- Gunakan IV Glukosa dan enteral nutrisi daripada TPN atau PN untuk menambah enteral
nutrisi dalam 7 hari pertama setelah diagnosis
- Jangan memberikan immunomodulasi spesifik

EDUKASI
 Penjelasan kepada keluarga pasien mengenai risiko gagal multi organ dan mortalitas yang
tinggi pada pasien sepsis berat
 Penjelasan tentang pentingnya pencegahan infeksi

PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia
 Ad sanationam: dubia
 Ad fungsionam: dubia

KEPUSTAKAAN
1. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A etal. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines
for Management of Severe Sepsis and Septic Shock:2012. Crit Care Med,2013;41(2):580-637.

64
---------------------------

65
------------------------------------------

66
STROKE HEMORARGIK
(ICD-10: G46)

PENGERTIAN
Suatu gangguan fungsional otak terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian
yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak berupa perdarahan primer substansi
otak yang terjadi secara spontan bukan karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena, maupun kapiler.

ANAMNESIS
Ada tidaknya defisit neurologi akut atau penurunan tingkat kesadaran.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliput hemiparese, monoparese atau
quadriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia,
vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba,terdapat tanda yang dapat membedakan
stroke hemoragik dan stroke iskemik gejala seperti mual muntah, sakit kepala, dan perubahan
tingkat kesadaran
Apakah pasien terlihat sesak atau kesulitan untuk bernafas (frekuensi nafas meningkat >
30x/menit, melibatkan otot-otot bantu pernafasan, misalnya m. intercostalis, m. suprasternal,
epigastrium)
Apakah pasien mengalami penurunan kesadaran (cenderung tidur, tidak respon terhadap
rangsang suara, sentuh, nyeri)
Riwayat penyakit lain :
Riwayat gangguan pembekuan darah
Riwayat penggunaan obat-obatan antikoagulan (misalnya pada pasien dengan gangguan irama
jantung)
Riwayat kejang sebelumnya

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan awal / umum
Pemeriksaan fisik tanda trauma, infeksi, dan iritasi meninges.
Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke, pemeriksaan fundus okuli,
jantung, vaskuler perifer.
Pemeriksaan neurologis untuk mengidentifikasi gejala stroke.
 Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus cranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral,
gait, dan reflek,tanda meningismus.
Pemeriksaan tanda-tanda kegawatan yang mengindikasikan dirawat di ruang rawat intensif
(ICU). meliputi :
 Airway
 Pastikan adakah sumbatan pada jalan nafas.

67
(sumbatan jalan nafas dapat terjadi pada pasien dengan penurunan kesadaran disertai muntah,
lidah yang jatuh ke belakang, gigi palsu, sisa makanan, atau slem yang menumpuk/tidak dapat
dikeluarkan)
Penurunan kesadaran berat dengan GCS < 8 merupakan indikasi untuk dilakukan intubasi (ETT
atau LMA).
Sebelum melakukan intubasi, perhatikan stabilitas servikal dan tanda-tanda peningkatan TIK.
Pasien dengan trauma kepala/servikal harus dihindari ekstensi leher yang berlebihan, sehinggat
tehnik pemasangan nasotrachel tube lebih baik daripada orotracheal tube. Pada pasien dengan
peningkatan TIK, intubasi dilakukan dengan cara cepat (rapid sequence intubation), disertai
dengan pemberian obat sedasi dan blok neuromuskuler yang adekuat, diikuti lidokain (IV atau
intratracheal)
Breathing
Nilai apakah pernafasan pasien adekuat, dilihat dari frekuensi nafas, pola nafas, retraksi/kerja
otot-otot pernafasan tambahan, adakah wheezing atau ronkhi, dan status oksigenasi.
Periksa saturasi oksigen dengan pulse oksimetri (saturasi oksigen yang diharapkan adalah > 92-
95%). Bila diperlukan dapat diberikan iksigen melalui binasal canul atau simple mask.
Periksa analisa gas darah (AGD/BGA)
Pasien yang membutuhkan perawatan di ICU dengan ventilator adalah pasien yang system
respirasinya gagal mencapai oksigenasi, ventilasi atau kebutuhan metabolisme. Gagal nafas
dibagi 2, yaitu : Tipe 1 (hipoksemi) bila PaO 2< 60 mmHg (sering ditemukan pada kerusakan
parenkim paru, seperti pneumonia, emboli paru dan acute respiratory distress
syndrome/ARDS)dan Tipe 2 (hiperkapni) bila PaCO2> 50 mmHg (sering ditemukan pada pasien
neuromuskuler seperti Myastenia Gravis/MG dan GBS)
Circulation / sirkulasi
Nilai apakah sirkulasi adekuat dan hemodinamik stabil. Meliputi tekanan darah/MAP (target :
100 – 120 mmHg), tekanan vena sentral (jika terpasang CVC, dengan target 5 – 12 mmHg) ), dan
cerebral perfusion pressure/CPP (target 50 - 70 mmHg).
Pasien yang meruoakan indikasi rawat ICU adalah pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil
dan memerlukan monitoring ketat.
Indikasi rawat intensif (ICU) pada penderita stroke, adalah pasien yang memerlukan :
1. Manajemen jalan napas
Sumbatan jalan napas disebabkan oleh 3 hal, pertama: pasien stroke akut dengan
penurunan sensibilitas, lidah akan jatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas secara
intermitten, karena penurunan tonus lidah dan otot faring; kedua, pasien dengan gangguan
pada batang otak, reflex menelan dan reflex batuk menurun. Selain itu, pasien mungkin
tidak dapat mengeluarkan sekret. Pasien stroke dapat mengalami depresi napas karena
aspirasi atau CAP.
Pasien yang mengalami penurunan kesadaran dengan GCS <8, memerlukan intubasi.
2. Monitoring ketat hemodinamik
3. Tatalaksana peningkatan tekanan intrakranial
4. Observasi defisit neurologis

68
KRITERIA DIAGNOSIS
- Intra Cerebral Hemoragik(ICH)/Perdarahan Intraserebral (PIS)
- Sub Arachnoid Hemoragik(SAH)/Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

DIAGNOSIS BANDING
1. Infark serebri
2. Penyebab koma yang lain (metabolic)
3. SOL
4. Pecahnya Berry Aneurism

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hematologirutin, guladarahsewaktu, fungsiginjal (ureum, kreatinin),
pemeriksaanelektrolitsetiap hari
- Analisa gas darah dilakukan setiap hari terutama pada pasien dengan ventilator, atau serial
(setiap 6 jam/12 jam) pada pasien dengan ventilator dan sedang dilakukan weaning
ventilator.
- Pemeriksaan rontgen paru, apabila dicurigai infeksi paru, udem paru maupun kelainan
jantung, atau pasien yang telah mengalami infeksi paru dan hendak dinilai respon terhadap
pemberian antibiotik
- Kultur darah, urine dan sputum, bila dicurigai terjadi infeksi pada saluran napas, saluran
kemih dan aliran darah, serta untuk menilai respon terhadap antibiotic yang diberikan
- Pungsilumbaljikadicurigaiadanyaperdarahan sub arachnoid
- EEG jikadicurigaiadanyakejang
- Arteriografi bila PSA dicurigai akibat aneurisma yang rupture
- EKG rutin pada pasien dengan gangguan irama jantung

TERAPI
Prinsip penatalaksanaan Stroke Hemoragik di ICU:
1. Tatalaksana kondisi fisiologis umum yang harus di optimalkan pada stroke akut
2. Tatalaksana profilaksis terhadap komplikasi yang berpotensi muncul
3. Tatalaksana spesifik yang secara langsung melawan aspek yang berbeda dari pathogenesis
stroke, termasuk tatalaksana rekanalisasi dan neuroprotektor

Manajemen jalan napas


 Intubasi dilakukan pada pasien dengan laju napas meningkat (> 30 kali/menit), saturasi
oksigen menurun (< 95%), produksi sekret meningkat
 Pada saat intubasi diperlukan penggunaan obat pelumpuh yang adekuat tanpa
menyebabkan gangguan stabilitas hemodinamik dan mencegah peningkatan TIK yang
disebabkan oleh stimulasi pada trakea.
 Jika diperlukan anestesi saat intubasi, pilihan utamanya Thiopental 3-5 mg/kgBB IV, Etomide
0.3-0.5 mg/kgBB IV (short acting). Pada pasien dengan peningkatan TIK blockade
neuromuskuler dapat diinduksi dengan Vecuronium.
 Intubasi oral merupakan metode intubasi yang paling aman pada penderita stroke

69
 Penggunaan ETT sebaiknya tidak lebih dari 2 minggu. Evaluasi dilakukan setelah penggunaan
ventilator 7 – 10 hari. Bila 3 hari setelah pemasangan ETT diperkirakan perlu waktu lebih
lama sebaiknya dilakukan early tracheostomy

Mode ventilasi mekanik


 Yang paling umum digunakan adalah ventilasi pressure support, tekanan yang ditambahkan
untuk mencapai volume total 5 – 8 ml/kgBB dan frekuensi pernapasan < 25 kali/menit.
 Pasien yang koma atau dengan pola pernapasan abnormal memerlukan controlled
mechanical ventilation; SIMV (Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation) merupakan
pilihan utama.
 Pasien dengan peningkatan TIK tidak dianjurkan menggunakan PEEP tiggi (Positive End
Expiratory Pressure) selama ventilasi, meskipun pengaturan tekanan sampai dengan 10
cmH2O masih bisa ditoleransi.
 Pasien dengan oksigenasi yang buruk (misalnya karen pneumonia, ARDS, oedem polmu
neurogenik) memerlukan mode ventilator yang kompleks, misalnya pressure control, inverse
ratio ventilation, PEEP level tinggi dan NO inhalasi.
 Jika tida ada perbaikan dalam 7 – 10 hari, harus direncanakan tracheostomi sesegera
mungkin.
 Weaning ventilator dilakukan bila :
- Problem yang menyebabkan pasien membutuhkan ventilator telah teratasi
- Pasien sadar dan responsif
- Analgesik yang baik, dapat batuk, penggunaan inotropik dosis minimal
- Fungsi usus normal, tidak ada distensi abdomen
- Status metabolik mengarah ke normal
- Hb cukup
 Angka-angka yang digunakan untuk memprediksi weaning yang berhasil:
- Minute ventilation : < 10 lpm
- Kapasitas vital/BB : > 10 ml/kgBB
- Laju napas < 35 x/menit
- Volume tidal/BB : > 5 ml/kgBB
- Tekanan inspirasi maksimal : < - 25 cmH2O
- PaO2/PAO2 : > 0,35
- RR/Volume tidal : < 105
- PaO2/FiO2 : > 200 mmHg (26,3 kPa)

Monitoring Hemodinamik/sirkulasi
- Sebaiknya dilakukan pemasangan CVC (central venous catheter), dengan tujuan agar dapat
memantau kecukupan cairan pasien, serta untuk jalur memasukkan cairan dan nutrisi
parenteral. Tekanan vena sentral dijaga 5 – 12 mmHg.
- Cairan yang digunakan adalah cairan kristaloid atau koloid intravena. Hindari pemberian
cairan hipotonik seperti glukosa.
- Optimalkan tekanan darah, secara umum target minimal MAP 70 mmHg.
- Hipovolemia dikoreksi dengan larutan saline normal.

70
- Aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi
- Bila MAP tidak tercapai dan cairan sudah mencukupi, dapat diberikan obat-obat
vasopresor secara titrasi seperti dopamine, norepinefrin atau epinefrin.

Tatalaksana Hipertensi
 Apabila TDS > 200 mmHg atau MAP > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan
darah setiap 5 menit.
 Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gajala dan tanda
peningkatan tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan
perfusi serebral > 60 mmHg.
 Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B)
 Bila TDS 150 – 220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg
cukup aman (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B)
 Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100 mmHg.
 Obat antihipertensi yang ideal : Labetolol (kombinasi α dan  bloker). ACE inhibitor dapat
digunakan karena tidak mempunyai pengaruk pada TIK dan CBF. Ca channel blocker dapat
meningkatkan TIK namun dapat menjaga atau meningkatkan CBF.

Tatalaksana aritmia jantung dan gangguan fungsi jantung yang berhubungan dengan atau
disebabkan oleh fase akut stroke
Gangguan gambaran EKG yang sering muncul adalah pemanjangan gelombang QQT, gelombang
U, gelombang T abnormal dan ST elevasi atau ST depresi. Untuk itu diperlukan monitor EKG
yang kontinu.

Tatalaksana vasosapasme sebagai komplikasi dari perdarahan subarachnoid


 Pencegahan vasospasme :
Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara oral
60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. (AHA/ASA, Class I, Level of Evidence A)
 NaCL 3% intravena 50 ml 3 kali sehari (hati-hati terhadap timbulnya komplikasi berupa
CPM (central pontine myelinolisis) Jaga keseimbangan elektrolit
 Delayed vasospasme :
- Stop nimodipin, antihipertensi dan diuretika
- Berikan 5% albumin 250 ml intravena
- Bila memungkinkan lakukan pemasangan Swangaz, dan usahakan wedge pressure
12-14 mmHg
- Jaga cardiac index sekitar 4L/menit/sg.meter
- Berikan dobutamin 2-15 g/kgBB/menit

71
 Pertimbangkan terapi triple-H (Hypervolemic-Hypertension-Hemodilution) perlu
dipertimbangkan dengan tujuan mempertahankan tekanan perfusi serebral (AHA/ASA,
Class IIa, Level of Evidence B)

Tatalaksana Peningkatan TIK dan oedema serebri


 Pasien diposisikan dengan elevasi kepala 15 – 30 0.
 Protocol intubasi harus diseusikan pada pasien dengan peningkatan TIK, misalnya
menggunakan midazolam, etomidate atau thiopental, yang memiliki efek neuroprotektif
dan menurunkan TIK. Reflex batuk harus ditekan dengan menggunakan lidokain,
recuronium ata vecuronium. Suction agresif dan gerakan manipulative pada leher harus
dilakukan hati-hati.
 Pengaturan cairan, yaitu dengan menghindari cairan bebas, memberikan cairan isotonis.
Osmolalitas serum dipertahankan dalan kondisi normal, pasien juga harus dalam keadaan
euvolemik sepanjang waktu. Hipertensi dan hipertermi harus segera diatasi, karena
demam dan tekanan darah tinggi dapat meningkatkan oedema serebri
 Peningkatan TIK yang terjadi diterapi dengan
- Osmotherapy; dengan menggunakan manitol, menyebabkan turunnya viskositas
darah dan menyebabkan vasokonstriksi. Komplikasi yang dapat muncul adalah
hipovolemik, CPP menurun, hiperkalemia, gagal ginjal akut, dan oedema rebound
- Saline hipertonik; dapat menurunkan TIK secara efektif. Komplikasi ; diabetes
insipidus, oedema pulmo, gagal jantung kongestif, oedema rebound dan peningkata
midline shifting
- Hiperventilasi; dapat menurunkan TIK tetapi dapat menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah serebral dan akibatnya CBF menurun menyebabkan iskemia.
Hiperventilasi lebih efektif bila CBF kita hiperemis dan sebaiknya dilakukan dengan
monitor SjvO2 atau AVDO2.
- Barbiturate dosis tinggi
- Barbiturate seringkali digunakan pada pasien dengan peningkatan TIK refrakter
 Hipotermia
- Hipotermia yang dinduksi digunakan untuk mengatasi peningkatan TIK yang
refrakter.
 Bedah dekompresi
- Pasien dengan skor GCS < 8, dengan tanda klinis herniasi trans tentorial, atau
dengan perdarahan intraventrikuler yang luas atau hidrosefalus, dapat
dipertimbangkan untuk penanganan dan pemantauan tekanan intracranial. Tekanan
perfusi otak 50 – 70 mmHg dapat dipertahankan tergantung pada status otoregulasi
otak (AHA/ASA, Class Ib, Level of Evidence C)
- Drainase ventrikuler sebagai tata laksana hidrosefalus dapat dipertimbangkan pada
pasien dengan penurunan tingkat kesadaran (AHA/ASA, Class IIa, Level of Evidence
B)
- Pasien dengan perdarahan sereberal yang mengalami perburukan neurologis, atau
yang terdapat kompresi batang otak, dan atau hidrosefalus akibat obstruksi
ventrikel sebaiknya menjalani operasi evakuasi bekuan darah secepatnya (AHA/ASA,
Class I, Level of Evidence B)
72
- Pada pasien dengan bekuan darah di lobus >30 ml, dan terdapat di 1 cm dari
permukaan, evakuasi perdarahan intracranial supra tentorial dengan kraniotomi
standar dapat dipertimbangkan (AHA/ASA, Class Ib, Level of Evidence B)
 Kontrol suhu
- Dua tipe tindakan yang dilakukan untuk mengatasi demam pada pasien:antipiretik
dan surface cooling.
- Antipiretik yang digunakan pada pasien stroke adalah acetaminophen, Aspirin dan
NSAIDs.
 Metabolisme glukosa
- Target kadar glukosa adalah < 200mg/dL, dikendalikan dengan pemberian insulin
dengan sliding scale.
 Nutrisi
- Formula enteral yang ideal mengandung intake kalori yang adekuat (25-30 Kcal/
KgBB/hari.
 Sedasi
- Pilihan utama : Propofol merupakan obat pilihan, karena dapat menurunka TIK
dan CMRO2. Benzodiazepine dan midazolam juga dapat digunakan, obat-obat ini
tidak mempengaruhi TIK, TPC, dan CMRO2.
 Profilaksis DVT
- Penggunaan heparin atau LMWH untuk profilaksis DVT merupakan kontraindikasi
pada pasien dengan stroke hemoragik. Pasien stroke hemoragik dapat digunakan
stocking elastic eksternal
 Manajemen cairan dan elektrolit
- Kebutuhan cairan, elektrolit dan balance cairan harus dievaluasi setiap hari.
Koreksi dilakukan apabila terjadi abnormalitas elektrolit
 Infeksi nosokomial
- Antibiotik diberikan apabila pasien menunjukkan tanda-tanda infeksi.
- Antibiotik yang diberikan seharusnya sesuai dengan hasil pemeriksaan kutur dan
sensitivitas.
- Antibiotik yang direkomendasikan pada pneumonia adalah kombinasi
cephalosporin generasi ketiga dan aminoglycoside.
- Terapi empiris terhadap infeksi aliran darah sebaiknya termasuk vancomisin
ditambah cephalosporin generasi ketiga.
 Ulkus dekubitus
- Mobilisasi rutin terhadap pasien yang immobile berguna untuk menghindari
tekanan berlebih. Kulit pasien harus dijaga tetap kering. Gunakan kasur air atau
kasur angin.
- Bila ulkus dekubitus tidak respon terhadap terapi konservatif, antibiotik dapat
diberikan selama beberapa hari sebelum dilakukan debridement.

EDUKASI
Penjelasan pada keluarga tentang faktor risiko stroke dan rehabilitasi pasca stroke

73
PROGNOSIS
Ad sanam dan Ad vitam
Tergantung beratnya stroke dan komplikasi yang timbul
Ad functionam
Penilaian dengan parameter :
 Activity of daily living (Barthel index)
 NIH Stroke Scale (NIHSS). (Class I, Level of Evidence B))
Risiko kecacatan dan ketergantungan fisik/kognitif setelah 1 tahun : 20-30%

KEPUSTAKAAN
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2011. Jakarta, 2011.
2. Gofir A. Manajemen Stroke Evidence Based Medicine. Yogyakarta: Pustaka Cendekia, 2009.
3. American Heart Association (AHA) / American Stroke Association (ASA). Guidelines for the
Early Management of Adult with Ischemic Stroke. USA, 2007, 2011.
4. American Heart Association (AHA) / American Stroke Association (ASA). Guidelines for the
Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage. USA, 2010.
5. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran
darah otakdalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor Harsono. Gadjah Mada
university press, Yogyakarta. 2007. Hal 81-115.
6. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar
edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006. Hal : 270-93

------------------------------------------------

SYOK HIPOVOLEMIK
(ICD-10: R57.1)

74
PENGERTIAN
Syok adalah hipotensi yang berhubungan dengan hipoperfusi (aliran darah organ yang tidak
memadai) sehingga hantaran oksigen tingkat seluler terganggu.

ANAMNESIS
Diare, perdarahan, buang air kecil yang berlebihan, dehidrasi, lukabakarluas, pankreatitis.

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaranmenurun, lemah.
KV : TD < 90 mmHg (MAP <60 mmHg, penurunan>40% TD sistolikdari TD sistoliksehari-hari),
Nadi : cepatdanlemah
Paru : normal atauadatanda-tanda pneumothorax atauhematothorax
Abdomen: bisaadakelainansesuaiasalpenyakit, produksiurinmenurun
Ekstremitas : dingin

KRITERIA DIAGNOSIS
Tekanan darah sistolik < 90 mm Hg ,tekanan arteri rata-rata < 60 mm Hg atau hipotensi yang
signifikan apabila terjadi penurunan tekanan darah sistolik > 40 mm Hg dari tekanan sehari-hari.

DIAGNOSIS BANDING
1. Syokkardiogenik
2. Syokdistributif
3. Syokobstruktif

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Lab : Hemoglobin, Hematokrit, AGD, Elektrolit, ureum/kreatinin, Guladarahsewaktu.
2. Penunjanglainnya :fototoraks,USG abdomen.

TERAPI
Kristaloid (RingrerLaktat, NatriumKlorida 0,9%)
Koloid (gelatin, hydroxyethyl starches)
Produkdarah (PRC,FFP)
Obat-obatan (dosistitrasi)
Norepinephrine
Epinephine
Dopamin

EDUKASI
Risiko terjadi gagal resusitasi dan terjadi ganguan-organ yang lain.

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam

75
KEPUSTAKAAN
1. Dries DJ (ed) Fundamental Critical Care Support. Society of Critical Care
Medicine.5th,20012:7-1

------------------------------------------------

76

Anda mungkin juga menyukai