Anda di halaman 1dari 13

NAMA :

Luli Anggun Sasmita 180413620615

Ilham Akbar Alfian Suhartono 180413620764

Juhaina Aulia Hamidah 180413620743

Kukuh Mirdas Susilo 180413620777

Muhammad Wildan Fajar Saputra 180413620519

A. Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia


1. Pelaksanaan Otonomi Daerah pada Masa Orde Baru
Dalam masa orde batu dibentuk Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah. Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-
dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:

1. Desentralisasi,
2. Dekonsentrasi,
3. Tugas Pembantuan (medebewind),

UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam praktiknya
yang terjadi adalah sentralisasi (kontrol dari pusat) yang dominan dalam
perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu
fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah
ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.

2. Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Reformasi


Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi
yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan
memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat
berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain:

1. Dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih


mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan
daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui
prakarsanya sendiri.
2. Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan
asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan
otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
3. Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan
masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta
meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah.
4. Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, di mana semua
kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan,
moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada
daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
5. Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan
melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang
selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah
provinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah
administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi
kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
6. Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom.
Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat
dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah
kabupaten/kota.
7. Wilayah Provinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus
dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan
dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut provinsi.
8. Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya
sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi
pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan
bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif
bertanggung jawab kepada Presiden.
9. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD
sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh
pejabat yang berwenang.
10. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi
daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan
pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah,
daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat
dihapus dan atau digabung dengan daerah lain.
11. Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih
bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
12. Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur
yang ditetapkan pemerintah.
13. Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada provinsi
otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada provinsi adalah otonomi yang
bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak
efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerja sama antar
Kabupaten atau Kota.
14. Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara
membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah
Kabupaten sendiri maupun melalui berkerja sama antar daerah atau dengan pihak
ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah
daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis
Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan,
penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan
usaha milik daerah.
15. Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat
meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah
setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.

B. Analisis persoalan Otonomi Daerah di Indonesia dalam perspektif Ekonomi Politik

Keistimewaan Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai keistimewaan karena Yogyakarta secara


sepihak menyatakan kemerdekaan serta kedaulatannya dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda
sekaligus juga mengakhiri serta mengintegrasikan kemerdekaan dan kedaulatannya kepada
Pemerintah Republik Indonesia melalui Dekrit kerajaan yang dikenal dengan Amanat 5
September 1945 yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII.

Sesudah itu Sri Sultan Hamengkubowono IX dan Paku Alam VII mengeluarkan kembali
dekrit kerajaan, yang dikenal dengan Amanat 30 Oktober 1945, yang menyerahkan kekuasaan
legislatif kepada Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta.Semenjak saat itu dekrit kerajaan tidak
hanya ditandatangani kedua penguasa monarki melainkan juga oleh ketua Badan Pekerja KNI
Daerah Yogyakarta sebagai simbol persetujuan rakyat.

Pada 18 Mei 1946, secara resmi nama Daerah Istimewa Yogyakarta mulai digunakan
dalam urusan pemerintahan yang dikeluarkan melalui Maklumat No.18 tentang Dewan-Dewan
Perwakilan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Melalui Dekrit Kerajaan ini dinyatakan
bahwa hubungan antara Negeri Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Negeri Kadipaten
Pakualaman dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia bersifat langsung, dan kedua
kepala Negeri bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden, yang dikukuhkan dengan
piagam kedudukan oleh Presiden Republik Indonesia tanggal 19 Agustus 1945, yang diterimakan
pada tanggal 6 September 1945.

Secara hukum perkembangan ini sungguh menarik karena meski tidak diatur melalui UU
khusus, akan tetapi melalui dekrit kerajaan dapat dinyatakan bahwa Yogyakarta menganut
bentuk pemerintahan monarki konstitusional dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara legal formal dibentuk dengan UU
Nomor 3 Tahun 1950 yang kemudian diubah menjadi UU No 19 Tahun 1950. Pemerintah DI
Yogyakarta berdasarkan UU tersebut menikmati kewenangan antara lain:

1. Urusan Umum
2. Pemerintahan Umum.
3. Agraria.
4. Pengairan, djalan-djalan dan gedung-gedung.
5. Pertanian, Perikanan dan koperasi.
6. Kehewanan.
7. Kerajinan, perdagangan dalam negeri dan perindustrian.
8. Perburuhan.
9. Sosial.
10. Pembagian (Distribusi).
11. Penerangan.
12. Pendidikan, pengajaran dan kebudayaan
13. Kesehatan.
14. Lalu lintas dan angkutan bermotor.
15. Perusahaan.

Dari sisi pengaturan otonomi, tidak tampak adanya perbedaan antara


keistimewaan yang akan dipunyai oleh Yogyakarta dengan otonomi yang dinikmati oleh
propinsi yang lain yang tidak berstatus istimewa. Keistimewaan Yogyakarta hanya
tampak pada pengisian posisi kepala dan wakil kepala eksekutif di Yogyakarta yang
hanya bisa ditempati oleh Sultan/Pakualam dan/atau kerabat kerajaan. Sehingga RUU
Keistimewaan Yogyakarta dapat dinyatakan sebagai low degree of autonomy.
Tujuan otonomi adalah pembangunan dalam arti luas, yang meliputi segi
kehidupan dan penghidupan, dimana pemerintah daerah merupakan ujung tombak
pembangunan nasional. Kebijakan otonomi daerah telah memberikan ruang yang seluas-
luasnya kepada masyarakat di daerah untuk berpartisipasi membangun daerahnya. Di
Indonesia implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah belum berjalan
optimal, sehingga tujuan kebijakan belum dapat terwujudkan. Seiring dinamika sosial
politik dan ekonomi yang berkembang di Indonesia, perlu ditekankan pada kualitas
pimpinan yang efektif dan bertanggungjawab, sinerginitas disemua stakeholder, serta
dukungan dari berbagai elemen untuk mensukseskan pembangunan.

Salah satu contoh penerapan otonomi daerah yang ada di Yogyakarta adalah
Strategi penataan Kawasan Malioboro Menjadi Kawasan Pedestrian. Salah satu
kegiatan pariwisata andalah dari kota ini adalah wisata kota yang berpusat di sepanjang
Jalan Malioboro. Kawasan Malioboro merupakan tujuan utama wisata di kota ini
karena merupakan landmark dari Kota Yogyakarta dan tidak pernah sepi dari wisatawan.
Sejak zaman kolonial Belanda, Kawasan Malioboro memang telah menjadi pusat
perdagangan. Lokasinya yang strategis dan memanjang membentuk garis linier membuat
Jalan Malioboro dijadikan lokasi berdagang. Dalam perkembangannya, Kawasan
Malioboro selalu dibanjiri oleh wisatawan domestik maupun wisatawan asing. Tingginya
minat wisatawan yang ingin berkunjung ke Malioboro terutama pada saat akhir pekan
dan musim liburan dapat terlihat dari kepadatan lalu lintas yang selalu terjadi di kawasan
Jalan Malioboro, pasalnya tidak sedikit wisatawan yang datang menggunakan kendaraan
pribadi.
Kendaraan wisatawan selalu memadati kawasan ini sehingga menimbulkan
kemacetan lalu lintas.. Selain kemacetan, masalah lain muncul yaitu soal parkir untuk
kendaraan bermotor. Tingginya intensitas dan volume lalu lintas membuat kebutuhan
akan ruang parkir bagi wisatawan meningkat. Namun hal ini tidak diimbangi dengan
ketersediaan lahan parkir di Kawasan Malioboro. Kendaraan yang datang berkunjung
terus meningkat sementara lahan parkir yang tersedia tidak bertambah, akibatnya banyak
bahu jalan dan trotoar digunakan sebagai lahan parkir.
Para pejalan kaki pun harus berbagi tempat dengan kendaraan yang parkir
khususnya kendaraan roda dua. Hal ini berdampak pada ketidak nyamanan para
wisatawan yang berjalan kaki, ruang gerak mereka menjadi terbatas jika berpapasan
dengan pejalan kaki lainnya karena ruang trotoar yang seharusnya leluasa untuk berjalan
menjadi kecil akibat menjadi lahan parkir. Pemerintah kota setempat memang sudah
menyediakan kantong-kantong parkir di sekitar Kawasan Malioboro, namun
ketersediaanya belum dapat menampung jumlah kendaraan wisatawan yang datang
berkunjung. Parkir dan kemacetan membuat Malioboro menjadi kawasan yang semakin
padat dan tidak teratur.
Selain parkir dan kemacetan, masalah lain kembali muncul di kawasan ini yakni
pedagang kaki lima (PKL) yang semakin membuat kawasan ini padat dan tidak teratur.
Namun keberadaan para PKL saat ini membuat Kawasan Malioboro semakin sesak.
Bahkan tidak ada satu celah pun yang luput dari lapak para PKL tersebut. Saat Malioboro
sedang ramai oleh wisatawan, keberadaan lapak PKL ini cenderung mempersulit ruang
gerak bagi wisatawan.
Jumlah PKL yang sama banyaknya dengan jumlah wisatwan ini membuat
malioboro terlilat sangat tidak teratur. Pemerintah Kota Yogyakarta sendiri sebenarnya
telah mengeluarkan sebuah kebijakan untuk mengatur kawasan sepanjang Jalan
Malioboro ini agar kawasan tersebut tidak semakin padat dan tidak teratur. Hal ini telah
tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2010 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Yogyakarta, dimana pada pasal 80 mengatur
peruntukan Kawasan Malioboro sebagai kawasan pedestrian. Namun hal ini masih dalam
kajian berbagai pihak yang berkepentingan.

Analisis SWOT Kawasan Malioboro :


1. Strength
- Lokasi Kawasan Malioboro yang Strategis
Kawasan Koridor Jalan Malioboro letaknya berada di jantung Kota Yogyakarta
sehingga membuat kawasan ini mudah dijangkau. Hal ini didukung dengan lokasi
Malioboro yang dekat dengan stasiun kereta api, bandar udara, dan terminal bus
sehingga memudahkan wisatawan atau pengunjung yang ingin mencapai
Kawasan Malioboro.
- Kawasan Malioboro Memiliki Atraksi Wisata yang Beragam
Kawasan Malioboro merupakan kawasan yang memiliki beberapa jenis wisata
seperti wisata belanja, wisata kuliner dan wisata sejarah. Hal ini yang membuat
Kawasan Malioboro memiliki daya tarik tersendiri dari segi pariwisata. Wisata
belanja memang menjadi alasan utama bagi para pengunjung untuk mengunjungi
kawasan Malioboro. Pengunjung dapat berbelanja pada pedagang kaki lima di
sepanjang kawasan Jalan Malioboro. Selain itu pengunjung juga dapat melakukan
wisata kuliner. Kuliner yang disajikan merupakan makanan khas setempat. Untuk
wisata sejarah, pengunjung umumnya mengunjungi Museum Benteng Vredebug
dan Menumen Serangan Oemoem 1 Maret yang terdapat di bagian Selatan
Kawasan Malioboro. Selain itu, pengunjung dapat menikmati bangunan-bangunan
peninggalan zaman penjajahan Belanda pada bangunan di Kawasan Malioboro.
- Adanya Transportasi Tradisional di Kawasan Malioboro
Daya tarik lain di kawasan Malioboro yaitu kawasan ini memiliki transportasi
tradisional yang khas dan telah menjadi ikon di kawasan ini. Terdapat banyak
becak dan andong yang siap mengantarkan wisatawan berkeliling Kawasan
Malioboro. Adanya transportasi tradisional ini keunikan dan nilai lebih yang
menjadikan Malioboro berbeda dengan kawasan perbelanjaan lainnya sehingga
menarik banyak minat wisatawan untuk mengunjungi kawasan ini.

2. Weakness
- Kondisi Parkir
Banyaknya kendaraan wisatawan yang berkunjung ke kawasan ini membuat lahan
parkir yang disediakan oleh pengelola Kawasan Malioboro sudah tidak
mencukupi untuk menampung kendaraan para wisatawan. Karena lahan parkir
yang ada sudah tidak memenuhi daya tampung mengakibatkan banyak kendaraan
roda dua yang menggunakan jalur pedestrian di sisi sebelah timur Kawasan
Malioboro untuk dijadikan tempat parkir. Sedangkan untuk kendaraan roda
empat, lahan parkir pada kantor-kantor pemerintahan yang ada di kawasan ini
dijadikan sebagai alternatif lokasi parkir.
- Ketersediaan Fasilitas Sosial
Fasilitas Sosial merupakan fasilitas yang disediakan pemerintah atau swasta untuk
masyarakat dalam satu lingkungan. Fasilitas sosial yang sangat dibutuhkan pada
Kawasan Malioboro adalah tempat ibadah terutama masjid dan toilet umum.
Fasilitas tersebut sudah ada di Kawasan Malioboro, untuk masjid terdapat di utara
kawasan Malioboro dan di dalam kompleks perkantoran, dan untuk toilet umum
juga terdapat di dalam kompleks perkantoran DPD Yogyakarta. Namun menurut
perhitungan hasil kuisioner pengunjung, fasilitas tersebut dinilai masih belum
mencukupi kebutuhan pengunjung.
- Kondisi Pedagang Kaki Lima (PKL)
Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan ciri khas serta daya tarik tersendiri bagi
Malioboro, namun jumlah pedagang yang terus meningkat membuat Kawasan
Malioboro semakin padat dan sesak. Saat Malioboro sedang ramai oleh
wisatwan,keberadaan lapak PKL ini cenderung mempersulit ruang gerak bagi
wisatawan. Keberadaan PKL yang jumlahnya semakin banyak ini selain membuat
Malioboro semakin tidak teratur juga menimbulkan citra kota yang kurang baik
dan tidak tertata dengan rapi.

3. Opportunities
Yogyakarta merupakan salah satu destinasi pariwisata di Indonesia. Disamping terkenal
sebagai kota pendidikan, kebudayaan dan perjuangan, Yogyakarta juga dikenal dengan
kekayaan potensi pesona keindahan alam dan budaya.

Menurut data statistik DIY dalam angka tahun 2013, berdasarkan perhitungan Produk
Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan dan atas dasar harga
berlaku, perekonomian Yogyakarta tahun 2012 tumbuh sebesar 5,32%. Jumlah ini lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,16%. Berdasarkan PDRB atas
dasar harga berlaku, Jasa-jasa merupaka sektor yang paling banyak memberikan
pemasukan di Yogyakarta. Sedangkan menurut PDRB atas dasar harga
konstan, pemasukan terbesar diberikan oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.

Yogyakarta memang merupakan salah satu kota dengan banyak destinasi kunjungan
wisata. Selain itu, di Kota Yogyakarta sendiri banyak digelar acara kebudayaan yang
memang rutin diadakan setiap tahunnya. Seperti yang paling terkenal adalah Jogja Java
Carnival yang diadakan untuk memperingati hari jadi Kota Yogyakarta, kemudian
sekatenan untuk memperingati ulang tahun nabi Muhammad SAW yang diadakan pada
tiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud di alun-alun utara Yogyakarta.
4. Threats
Sebagai salah satu destinasi wisata di Indonesia, Yogyakarta memiliki beragam jenis
wisata yang ditawarkan untuk menarik wisatawan. Saat ini selain di pusat kota, para
wisatawan memilih untuk mengunjungi kawasan wisata lain seperti desa wisata yang
memang sedang berkembang di Yogyakarta dan juga wisata alam seperti pantai dan
pegunungan. Namun kabupaten lain di Yogyakarta mulai mengembangkan sektor wisata
yang lebih mengedepankan wisata alam.Kawasan Malioboro yang Belum Selesai Hingga
Saat ini Rencana mengenai pedestianisasi Kawasan Malioboro telah tertuang dalam
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Yogyakarta, dimana pada pasal 80 mengatur peruntukan Kawasan
Malioboro sebagai kawasan pedestrian. Rencana tersebut mencakup revitalisasi kawasan
Stasiun Tugu dan koridor Jalan Malioboro. Menurut Kepala Bappeda Kota
Yogyakarta, salah satu kendala yang dihadapi dalam rencana pedestrianisasi Kawasan
Malioboro adalah pada aspek hukum, karena tanah di kawasan tersebut dimiliki Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat.Setelah diketahui aspek-aspek internal dan aspek-aspek
eksternal dari Kawasan Malioboro, maka aspek-aspek tersebut akan disusun ke dalam
Matriks SWOT dan ditentukan strategi-strategi yang dapat diterapkan.

Membangun atau membuat fasilitas yang dapat mengurangi atau mencegahan dari erupsi
Merapi Analisis Kebijakan Terkait Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa
Kawasan Malioboro telah diarahkan menjadi kawasan pedestrian yang ramah bagi pejalan
kaki. Mangkubumi, Jalan Malioboro, Jalan Ahmad Yani diarahkan untuk area khusus
pejalan kaki . Kawasan Malioboro bagian selatan telah diterapkan car free day setiap hari
minggu pukul 06.00-09.00 b. Telah dilakukan penandatanganan nota kesepakatan
mengenai penataan Kawasan Malioboro oleh empat pemangku kepentingan yakni Pemda
DIY diwakili Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Pemkot Yogyakarta, PT
KAI serta Keraton Kasultananan Yogyakarta pada 10 Januari 2014 Pada hari besar seperti
tahun baru dan saat sedang ada festival kebudayaan, Kawasan Malioboro tertutup untuk
kendaraan bermotor. Lalu lintas di jalan tersebut dialihkan ke sisi Jalan Malioboro dan
parkir dialihkan ke kantong parkir di sekitar Kawasan Malioboro.
C. UMKM yang ada di lingkungan sekitar

Berdasarkan Peraturan Bupati Tulungagung Nomor 29 Tahun 2008 tentang Tugas, Fungsi dan
Tata Kerja Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Pasar Kabupaten Tulungagung
dan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kabupaten
Tulungagung berbunyi sebagai berikut: "Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan
Pasar Mempunyai Tugas Melaksanakan Urusan Pemerintah Daerah di Bidang Koperasi, Usaha
Mikro, Kecil, Menengah dan Pasar Berdasarkan Azas Otonomi dan Tugas Pembantuan".

Visi : "Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pembangunan Koperasi, Usaha


Mikro, Kecil, Menengah dan Pasar"

Misi :

1. Meningkatkan profesionalisme aparatur dalam mewujudkan pelayanan publik dalam


pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Pasar.
2. Pelaksanakan pemberdayaan organisasi dan tata laksana Koperasi secara profesional
didukung dengan penyuluhan advokasi hukum dan pengawasan yang baik menuju
Koperasi berkualitas.
3. Meningkatkan pangsa usaha Koperasi yang mandiri dan berdaya saing.
4. Meningkatkan Kinerja Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi yang
sehat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anggota.
5. Mewujudkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mandiri dan berdaya saing.
6. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam mengembangkan model
pendidikan dan pelatihan.
7. Meningkatkan pelayanan masyarakat dibidang retribusi pelayanan pasar
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan didapatkan informasi mengenai Peran
Dinas koperasi dan UMKM dalam meningkatkan kesejahteraan pengusaha UMKM di Kabupaten
Tulungagung. Tentunya dalam hal ini Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
berperan penting dalam membantu UMKM agar lebih maju dan berkembang. Dinas Koperasi
Mikro Kecil dan Menengah sendiri secara serius memberdayakan atau membina UMKM yang
bernaung dibawahnya dengan berbagai program yang digunakan sebagai sarana dalam
mewujudkan pengusaha yang kompetitif dan unggul. Peran yang dilakukan oleh Dinas Koperasi
dan UMKM Kabupaten Tulungagung disini sudah cukup baik, itu semua dapat dilihat dari makin
banyaknya anggota UMKM yang mengikuti pembinaan dari Dinas Koperasi dan UMKM
Kabupaten Tulungagung, dimana menurut Bapak Susilo Tri Andarwato selaku Seksi
Pengembangan Bidang Usaha Kecil dan Menengah menyatakan bahwa : "Dari tahun ke tahun
pembinaan Dinas UMKM mengalami peningkatan secara signifikan, itu semua dapat dilihat dari
banyaknya antusias UMKM Tulungagung dalam mengikuti progam pelatihan yang dilakukan
oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Tulungagung, semua itu tidak lepas dari sosialisasi
Dinas Koperasi dan UMKM dalam mengajak masyarakat supaya mengetahui sistem UMKM
yang benar dan sesuai prosedur". Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa sektor
UMKM ini mengalami peningkatan yang cukup baik dari tahun ketahun. Hal ini membuktikan
bahwa banyak UMKM yang ingin mengikuti pembinaan dari Dinas Koperasi guna membuat
UMKM tersebut lebih berkembang lagi. Sedangkan untuk pembinaan secara garis besar menurut
Bapak Susilo Tri Andarwato sebagai berikut: "Peran Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten
Tulungagung dalam membina usaha mikro, kecil, dan menengah yang ada di Tulunggung
dengan cara mengadakan pelatihan, diklat, pemantauan secara berkala mengenai perkembangan
UMKM secara langsung, pembinaan secara langsung dimaksudkan untuk meningkatkan skill
pelaku usaha supaya dapat menghasilkan produktivitas secara efisien dan efiktif.
DAFTAR REFERENSI

https://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia
https://bphn.go.id/data/documents/lit-2011-5.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/212826-strategi-penataan-kawasan-malioboro-
menj.pdf

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/11006/7/BAB%20IV.pdf

Anda mungkin juga menyukai