Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH HUKUM PENGANGKUTAN

Pengangkutan Multimoda

DISUSUN OLEH:
Aganta Haris Saputra (201410110311324)
Indra Puspa Amy S (201410110311303)
Kenang Dio Zakaria (201410110311329)
Muh Alwi (201410110311304)
Yudistira ( )

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016-2017
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan sektor ekonomi dan sektor-sektor lain di


Indonesia akan terus didorong oleh laju industri dan perdagangan
di dalam dan luar negeri. Dalam hubungan ini sektor transportasi
berperan sangat penting dan menentukan sebagai urat nadi
kehidupan dan perkembangan ekonomi, sosial, politik dan
menunjang mobilitas barang dan manusia, yang terus tumbuh
sebagai akibat perkembangan berbagai sektor. Pengembangan
sektor transportasi di Indonesia diupayakan dengan pendekatan
kesisteman menuju perwujudan Sistem Transportasi Nasional
(Sistranas) yang efisien, efektif dan terjangkau oleh masyarakat
pemakai jasa transportasi, baik dari aspek alokasi jaringannya
maupun kewajaran tarifnya.
Sementara itu kemajuan teknologi khususnya di bidang
transportasi dan pengemasan barang dengan peti kemas serta
tuntutan kebutuhan masyarakat industri maju mengarah kepada
pelayanan angkutan dari pintu kepintu (door to door service),
baik dalam lingkup domestik maupun internasional. Hal ini
mendorong tumbuh berkembangnya angkutan intermoda dalam
kerangka Sistem Transportasi Intermoda/ Sistem Transportasi
Multimoda, atau Combined Transport System yang diarahkan
sekaligus untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
transportasi untuk logistik dan distribusi. Penerapan Sistem
Transportasi Intermoda (STI) di negara-negara maju tumbuh
dengan pesat sejalan dengan peningkatan penggunaan peti
kemas, dengan standar ISO (International Standard Organisation)
yang dirasakan dapat memberikan berbagai keuntungan antara

2
lain mengurangi waktu pada titik transhipment, pelaksanaan
pengangkutan relatif cepat, mengurangi keruwetan formalitas
dan dokumentasi, memerlukan hanya satu agen/ operator,
penghematan biaya, sehingga dapat menekan harga barang
serta meningkatkan daya saing.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian, ciri-ciri dan ruang lingkup dari pengangkutan


multimoda ?
2. Apa manfaat pengangkutan multimoda?
3. Bagaimana pelaksanaan dan tanggung jawab pengangkutan multimoda
di Indonesia?
4. Bagaimana dasar hukum dan kedudukan pengangkutan multimoda di
Indonesia?
5. Bagaimana pengembangan sistem transportasi pengangkutan
multimoda di Indonesia?
6. Bagaimana peran sektor swasta dalam pengangkutan multimoda di
Indonesia?

1,3 Tujuan dan Manfaat

1. Mengetahui pengertian, ciri-ciri dan ruang lingkup dari pengangkutan


multimoda,
2. Mengetahui manfaat pengangkutan multimoda di Indonesia,
3. Mengetahui pelaksanaan dan tanggung jawab pengangkutan
multimoda di Indonesia,
4. Mengetahui bagaimana dasar hukum dan kedudukan pengangkutan
multimoda di Indonesia ,
5. Mengetahui pengembangan sistem transportasi pengangkutan
multimoda di Indonesia
6. Mengetahui peran sektor swasta dalam pengangkutan multimoda di
Indonesia

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian, Ciri- ciri, dan Ruang Lingkup Pengangkutan Multimoda

Menurut United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD):


“… the carriage of goods by at least two different modes of transport on
the basis of a multimodal transport contract from a place in one country
at which the goods are taken in charge by the multimodal transport
operator (MTO) to a place designated for delivery situated in a different
country.”
Menurut OECD mendefinisikan angkutan multi moda sebagai "Movement of
goods (in one and the same loading unit or a vehicle) by successive modes of
transport without handling of the goods themselves when changing modes" atau
jika diterjemahkan sebagai pergerakan barang (dalam satu unit muatan atau
kendaraan) dengan moda dengan berbagai moda tanpa penanganan barang itu
sendiri pada saat perpindahan moda. Sedangkan transportasi Multimoda
berdasarkan Sistranas didefinisikan sebagai angkutan barang dengan
menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar 1
(satu) kontrak sebagai dokumen angkutan multimoda ke suatu tempat diterimanya
barang oleh badan usaha angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan
untuk penyerahan barang kepada penerima barang angkutan multimoda.
Angkutan Multimoda berdasarkan PP Nomor 8 Tahun 2011: Transportasi
barang dengan menggunakan paling sedikit dua moda transportasi yang berbeda,
atas dasar satu kontrak yang menggunakan dokumen transportasi multimoda, dari
suatu tempat barang diterima oleh operator transportasi multimoda ke suatu

4
tempat yang ditentukan untuk penerimaan barang tersebut. Dalam lingkup
internasional sesuai The International Multimodal Transport Convention of Goods
1980 dari PBB pengangkutan intermoda merupakan salah satu cara pengangkutan
barang dengan ciri, antara lain :
a) Menggunakan 2 jenis moda/ alat transpor atau lebih
b) Menggunakan hanya satu dokumen pengangkutan yang dikeluarkan oleh
satu operator yang bertanggungjawab penuh.
c) Terjadi peralihan barang dari suatu negara ke negara lain.
d) Tersedia pelayanan door to door
Dari gambaran di atas Sistem Transportasi Intermoda dapat
diartikan sebagai konsep transportasi dengan menggunakan
lebih dari satu moda transport dengan pelayanan “door to door”
dibawah tanggung jawab satu operator. Sistem ini menerapkan
penggunaan peti kemas dengan ukuran standar ISO, sehingga
sering disebut “door to door movement by container” atau
“global through freight system”. Ukuran standar tersebut
memungkinkan peti kemas diangkut secara praktis dan efisien,
bila diikuti dengan keseragaman fasilitas pendukungnya seperti
alat transportasi, alat bongkar muat, terminal, gudang, jalan
raya, jembatan dlsb. Disamping itu juga diperlukan
keseragaman pendukung lainnya antara lain administrasi
angkutan, kepabeanan, komunikasi/ informasi dll.
Ruang lingkup kegiatan transportasi intermoda meliputi
pelayanan angkutan one stop service dan door to door
( mengarah kepada Cargo Consolidation & Distribution Centre),
pengurusan dokumen barang dan dapat pula meliputi
pengoperasian fasilitas terminal dan pergudangan. Sistem ini
akan sangat berperan dalam menunjang kelancaran ekspor-
impor, terutama dari aspek lama waktu pengiriman dan biaya
pengiriman. Dalam skala makro akan memberikan dampak :

5
- Optimalisasi penggunaan infrastruktur nasional
- Penghematan devisa negara dari freight cost
(men-datangkan Mother Vesel, pergeseran FOB ke CIF)
- Akselerasi perwujudan transhipment port Indonesia
dan alih teknologi
Dalam skala mikro memberikan penghematan biaya :
per-sediaan, handling, pemeriksaan, asuransi, administrasi dll.
Pemakai jasa akan memperoleh kemudahan dari sistem ini
karena mekanisme pengiriman barang terintegrasi, dan shipper
hanya berhubungan dengan pihak operator/ penanggungjawab
saja, sehingga arus barang lancar.
2.2 Manfaat Pengangkutan Multimoda di Indonesia

Transportasi intermoda sebagaimana dikemukakan terdahulu


dapat memberikan manfaat/ keuntungan baik bagi pemilik
barang, operator angkutan maupun pemerintah, sebagai
berikut :
Bagi Pemilik Barang (shipper,consignee) :
- Jangka waktu penyerahan barang relatif pendek
- Biaya total relatif rendah
- Keselamatan barang, jadual angkutan dan biaya
terkendali
- Hanya satu penanggungjawab dalam arti
reponsibility terhadap pemilik barang.

Bagi Operator Angkutan


- Mempermudah perhitungan biaya transport serta
menghemat biaya-biaya tertentu seperti packaging
cost, biaya bunga dan premi asuransi
- Menyederhanakan administrasi dokumen arus barang

6
- Menghemat waktu pada kegiatan transit meliputi
antara lain transhipment/ bongkar muat,
penyimpanan/ pergudangan dan menyederhanakan
handling serta meminimalkan kerusakan barang.

Bagi Pemerintah
- Memperlancar distribusi barang dan jasa ke seluruh
wilayah Negara
- Mendorong peningkatan daya saing produk nasional
dan ekspor serta meningkatkan penerimaan devisa
- Meningkatkan penggunaan infrastruktur nasional
serta pengawasan terhadap rantai transportasi
- Mempermudah pelaksanaan prosedur pajak pada
kegiatan perdagangan.

2.3 Pelaksanaan dan Tanggung Jawa Pengangkutan Multimoda

Dalam arti luas penyelenggara atau operator transportasi


intermoda adalah pihak/ badan hukum yang berdasarkan suatu
kontrak kerja memberikan jasa transportasi secara terusan dan
menggunakan lebih dari satu moda transport, dengan
menerbitkan satu dokumen angkutan untuk seluruh angkutan
tersebut.
Penyelenggara transportasi intermoda,sebagai penangungjawab
tunggal angkutan barang,dikenal dengan sebutan Multimodal
Transport Operator (MTO) atau Intermodal Transport Operator
(ITO),yang terdiri atas 2 bentuk perusahaan ialah Vessel Operator
Common Carrier (VOCC) dan Non Vessel Opertor Common Carrier
(NVOCC).MTO-VOCC umumnya dijalankan oleh perusahaan

7
pelayaran yang memiliki armada,sedangkan MTO-NVOCC
dilakukan oleh perusahaan jasa pengurusan transportasi (freight
forwarder).Dalam hal MTO-NVOCC,freight forwarder yang
menjadi MTO dapat menguasai sarana pengangkutan atas dasar
persewaan dan sekaligus mengambil alih tanggung jawab atas
barang yang diangkut,dari perusahaan pengangkutan yang
bersangkutan.Hal ini dapat dilakukan sesuai ketentuan di dalam
The Hamburg Rules l978.
Dalam konteks Indonesia penyelenggara yang dimaksud
dapat berstatus BUMN, perusahaan swasta dan koperasi. Salah
satu BUMN yang menyandang predikat perusahaan jasa
pengurusan transportasi atau Freight Forwarder ialah PT. Varuna
Tirta Prakasya . Penyelenggaraan transportasi intermoda pada
umumnya melibatkan beberapa pihak sebagai berikut :

- Carrier, meliputi pemilik/ pengelola angkutan jalan


raya, kereta api, pelayaran, penerbangan, dan
angkutan sungai danau dan penyeberangan (ASDP).
- Non Carrier, meliputi pergudangan, terminal peti
kemas CFS (Container Freight Station), Depo
konsolidasi, perusahaan pengepakan, pengurusan
Bea-Cukai, ekspor impor, transaksi luar negeri Pihak
lain terkait, seperti perbankan, asuransi muatan,
instansi kepabeanan, pelabuhan dan Freight
Forwarder. Penerbitan satu dokumen angkutan
mencerminkan secara prinsip disatukannya tanggung
jawab dalam proses angkutan barang tersebut
ditangan satu penanggungjawab ialah operator
transportasi intermoda

8
Tanggung Jawab Operator
Pengaturan tanggung jawab
Pengaturan mengenai lingkup tanggung jawab yang
dimaksud tertuang antara lain dalam The International
Multimodal Transport Convention of Goods 1980 dari PBB, di
mana ditetapkan bahwa operator tidak saja bertanggungjawab
atas tindakannya sendiri tetapi juga atas tindakan orang-orang
yang bekerja padanya (sub kontraktor) dan atau agen angkutan
yang ditunjuknya, selama barang berada dalam kekuasaannya.
Konvensi ini antara lain mengatur mengenai resiko operator,
batas waktu pengajuan ganti rugi, resiko pemilik/ pengirim
barang, dan penyelesaian sengketa. Khusus mengenai resiko
operator, ditetapkan jenis kegiatan yang dapat dituntut ganti
ruginya, meliputi physical loss or damage dan keterlambatan
penyerahan barang. Untuk jenis kehilangan atau kerusakan lain
yang tidak termasuk dalam konvensi dapat diterapkan
pengaturan perundang-undangan nasional. Dewasa ini
ketentuan dalam konvensi ini belum dapat diterapkan karena
belum diratifikasi oleh banyak negara yang bersangkutan.

Tanggung jawab dalam praktek

Dalam praktek, pengaturan tanggung jawab


masih mengikuti ketetapan-ketetapan dari lembaga
swasta seperti ICC Rules dan FIATA Bill of lading.
Sebagai gambaran umum tanggung jawab operator
berdasarkan ICC Uniform Rules for a Combined
Transport Document, meliputi antara lain :

9
- Memberikan kepuasan penampilan transportasi
intermoda termasuk semua pelayanan yang
diperlukan bagi operasinya.
- Menyerahkan barang kepada penerima/ consignee di
tempat tujuan dalam keadaan seperti waktu diterima
dari pengirim/ shipper.
- Menanggung perbuatan/ kesalahan yang dilakukan
agen, sub kontraktor dan karyawannya.
- Bertanggungjawab atas kehilangan/ kerusakan
barang yang terjadi selama dalam angkutan sampai
penyerahan di tujuan.
Operator tidak dapat dibebani tanggung
jawab apabila kerusakan/ kehilangan barang
disebabkan antara lain oleh kesalahan shipper/
consignee, packing/ marking tidak baik, handling
dilakukan shipper/ cosignee, dan lain-lain.

2.4 Dasar Hukum dan Kedudukan Pengangkutan Multimoda di Indonesia

Dasar Hukum Pelaksanaan Angkutan Multimoda di Indonesia :


1. United Nations Convention on International Multimodal Transport of
Goods
2. ASEAN Framework Agreement on Multimodal Transport (AFAMT)
3. Sistem Transportasi Nasional, Permenhub Nomor : KM. 49 Tahun 2005
4. UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, Keterpaduan antar
moda diatur pada bagian keempat angkutan multimoda Pasal 147 Ayat 1,2
dan 3
5. UU Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Keterpaduan antar moda
diatur pada bagian kesepuluh tentang angkutan multimoda terdiri dari
Pasal 50 ayat 1 dan 2, Pasal 51 ayat 1 dan 2, Pasal 53 ayat 1 dan 2, Pasal
54 dan Pasal 55

10
6. UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Keterpaduan antar moda
diatur pada paragraf 11 tanggung jawab angkutan intermoda pasal 182,
angkutan multimoda pasa; 187, 188, 189, 190 dan 191
7. UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan,
Keterpaduan antar moda diatur pada bagian kelima Angkutan Multimoda
Pasal 165.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Angkutan Multimoda
dan
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM. 8 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Multimoda
Posisi Transportasi Intermoda di Indonesia

Pengaturan legalitas & kelembagaan


Sebagaimana diketahui berdasarkan konsep dasar STI maka 4 unsur
pokoknya ialah penggunaan lebih dari 1 jenis alat /moda transport,tanggung jawab
berada pada satu operator tunggal, penggunaan satu dokumen angkutan dan
terjadinya peralihan barang antar negara. Pelaksanaan transportasi intermoda di
negara berkembang termasuk Indonesia belum berjalan dengan baik sebagaimana
di negara maju. Hal ini antara lain nampak dari kenyataan bahwa terdapat 2
unsur pokok yang masih terhambat ialah tanggung jawab tunggal dan penggunaan
satu dokumen angkutan (dokumen tunggal).
Dalam proses pengangkutan “Intermoda” di Indonesia tanggung jawab
masih berada pada masing-masing segmen/bagian kegiatan transportasi, karena
peraturan perundang –undangan yang ada belum dapat mencakup semua aspek
tanggung jawab pihak –pihak yang terlibat dalam rantai pengangkutan tersebut,
atau bila adapun, seringkali tidak cukup jelas sehingga kadang-kadang
menimbulkan perbedaan penafsiran/konflik.
Dalam hal dokumen angkutan, tranportasi intermoda di Indonesia juga belum
menggunakan dokumen tunggal. Masing-masing moda angkutan pada umumnya
masih menggunakan dokumen angkutannya sendiri yang belum terintegrasi
dengan dokumen angkutan lainnya, di mana tanggung jawab pengangkut sering
tidak jelas. Di samping itu proses penyelesaian dokumen tersebut relatif lama

11
karena masih dilakukan secara manual, sehingga cenderung menghambat
kelancaran arus barang.

Berdasarkan hasil kajian Badan Litbang Departemen


Perhubungan mengenai hal-hal tersebut di atas dapat dikemukakan antara
lain :

- Perumusan tanggungjawab para pihak di pelabuhan terhadap


barang yang diangkat secara intermoda masih belum jelas sehingga
berpotensi menimbulkan konflik, meskipun ada ketentuan KUH
Perdata.
- Tuntutan ganti rugi atas barang yang diangkut oleh moda transport
darat dalam praktek sulit diselesaikan secara memuaskan, terutama
pada angkutan truk.
- Tanggungjawab ekspeditor diatur pada KUHD, tetapi untuk Freight
Forwarder belum ada peraturan khusus.
- Pengaturan untuk operator transportasi intermoda belum ada,
sedangkan kegiatan yang dimaksud telah semakin berperan
terutama untuk angkutan ke dan dari luar negeri.
Sejalan dengan situasi belum adanya perundang-undangan serta penyelenggaraan
serta pemantauan khusus terhadap kegiatan transportasi intermoda maka belum
dirasakan kebutuhan adanya penanganan khusus untuk membina dan mengawasi
penyelenggaraan serta pengembangan sistem transportasi intermoda di Indonesia.
Dari pengalaman di negara maju yang telah melaksanakan STI nampaknya
diperlukan adanya suatu badan/ komite bersama (pemerintah, penyelenggara,
pemakai jasa) untuk membina dan mengawasi penyelengggaraan dan
pengembangan STI secara mantap.
2.5 Pengembangan Sistem Transportasi Multimoda di Indonesia

Sistem Transportasi Nasional

12
Melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.15
tahun 1997 tanggal 6 Juni 1997 telah ditetapkan Sistem
Transportasi Nasional (Sistranas). Sistranas merupakan tatanan
transportasi yang terorganisasi secara sistematis, terdiri dari
moda transportasi darat (angkutan jalan raya, angkutan kereta
api, angkutan sungai, danau dan penyeberangan), moda
transportasi laut, moda transportasi udara dan transportasi pipa.
Masing-masing moda transportasi terdiri atas prasarana dan
sarana yang saling berinteraksi, membentuk satu sistem
pelayanan jasa yang efektif dan efisien dan terwujud dalam
jaringan transportasi nasional yang terpadu secara serasi dan
harmonis, menjangkau seluruh wilayah Indonesia dan luar
negeri. Ketentuan mengenai Sistranas ini dimaksudkan untuk
menjadi pedoman, baik dalam perencanaan dan pengembangan
maupun dalam penyelenggaraan serta penataan jaringan
transportasi, agar mampu mewujudkan penyediaan jasa
transportasi sesuai tingkat kebutuhan, lancar, tertib dan teratur.
Secara spesifik sasaran Sistranas adalah terciptanya
penyelenggaraan transportasi yang efektif dalam arti kapasitas
mencukupi, terpadu, tertib dan teratur, lancar, cepat dan tepat,
selamat, aman, nyaman, biaya terjangkau dan efisien, dalam arti
beban publik rendah dan utilitas tinggi. Sistranas yang efektif
dan efisien diwujudkan melalui pembentukan jaringan
transportasi yang merupakan satu kesatuan jaringan prasarana
dan jaringan pelayanan transportasi.
Penyelenggara/ penyedia jasa transportasi dapat dilakukan
oleh pemerintah melalui unit pelaksana teknis, BUMN, swasta
dan koperasi. Di samping sebagai penyelenggara, pemerintah
juga mempunyai peranan sebagai pembina sehingga
berkewajiban untuk menyusun rencana dan merumuskan

13
kebijakan, mengendalikan dan mengawasi perwujudan Sistranas.
Dihadapkan kepada pertumbuhan ekonomi yang akan terus
berkembang di masa depan, yang menuntut pertumbuhan sektor
transportasi secara memadai, maka peranserta para
penyelenggara perlu terus ditingkatkan. Peningkatan peranserta
tersebut nampaknya tidak mungkin hanya dipenuhi oleh
pemerintah/ BUMN, tetapi perlu ditanggulangi pula oleh sektor
swasta dan koperasi. Dalam hubungan ini maka peran serta
BUMN, swasta dan koperasi dalam penyelenggaraan dan
penyediaan jasa transportasi serta pengembangannya, perlu
terus didorong dan ditingkatkan antara lain melalui penciptaan
iklim usaha yang sehat/ kompetitif dan saling menghidupi.
Demikian pula peran serta penyelenggara tersebut dalam
Sistranas baik di laut maupun di udara, harus terus ditingkatkan
agar mampu memperoleh pangsa pasar yang wajar dalam
angkutan luar negeri. Dalam kaitan dengan penyelengaraan STI
dalam kerangka Sistranas, maka pangsa pelayanan suatu moda
transportasi ditentukan oleh faktor-faktor antara lain pembinaan
pemerintah, kondisi giografis, hubungan antar daerah, sistem
transportasi yang telah ada dan karakteristik teknis/ ekonomis
masing-masing moda transport.

Mengenai karakteristik teknis/ ekonomis yang dimaksud


dapat dikemukakan sebagai berikut :

- Moda transportasi jalan raya memiliki karakteristik


dapat melakukan penetrasi ke pelosok dan sangat
fleksibel, efisien untuk pelayanan lintas jarak sedang
tetapi kurang mampu melayani volume yang besar.

14
- Moda transportasi kereta api bersifat kurang
fleksibel, tidak dapat melayani sampai kepelosok,
cocok untuk mengembangkan lintas yang panjang
dengan volume muatan yang besar dan
menguntungkan dari segi pelestarian alam serta
lingkungan hidup.
- Moda transportasi laut memiliki karakteristik antara
lain berkecepatan rendah, biaya relatif rendah,
menguntungkan untuk angkutan jarak jauh dengan
volume muatan yang besar.
- Moda transportasi udara memiliki karakteritik
kecepatan sangat tinggi, biaya relatif tinggi, volume
angkutan terbatas, mampu melakukan penetrasi
sampai kepelosok dan menguntungkan untuk
pelayanan lintas jarak jauh dengan kecepatan tinggi.
STI dalam kerangka Sistranas
Pengembangan sistem transportasi intermoda sebagai bagian
integral Sistranas akan mengikuti pokok-pokok arah
pengembangan Sistranas antara lain sebagai berikut :
- Pengembangan dilakukan secara terpadu baik dalam
aspek intramoda maupun intermoda serta terpadu
pula dengan sektor pembangunan lainya sesuai
kebutuhan dan perkembangan iptek serta dengan
berpedoman kepada tata ruang nasional.
- Penentuan pangsa pelayanan antar moda transport
untuk tiap lintasan transportasi ditentukan
berdasarkan variabel dan volume angkutan agar
tercapai biaya angkutan yang minimal.

15
- Pengembangan dilaksanakan dengan menerapkan
pendekatan atau prinsip dasar hierarkhis, geografis,
ekonomis dan mendukung pengembangan wilayah.
- Dalam jangka menengah dan jangka panjang perlu
mempertimbangkan faktor-faktor antara lain :
jaringan transportasi yang telah ada, tata ruang,
pola produksi dan konsumsi, serta hierarkhi kota
yang bersangkutan.
- Pengembangan mengarah kepada peningkatan daya
saing melalui peningkatan efisiensi berupa
penerapan teknologi maju, pengurangan subsidi,
kerjasama antar perusahaan (sinergi), inovasi
menajemen dan pelayanan, standardisasi pelayanan
dan teknologi.
- Penerapan berbagai kebijakan pemerintah guna
meningkatkan peran serta sektor swasta berupa
deregulasi, debirokratisasi, kemudahan perizinan,
fasilitas finansial, tarif, pengurangan intervensi,
pengutamaan penggunaan produksi dalam negeri
dan peningkatan keterpaduan pelayanan antar
moda.
Beberapa pemikiran dalam rangka reformasi kebijakan sektor
transportasi, yang kini masih dalam proses pembahasan, perlu
menjadi acuan dalam pengembangan STI, antara lain :

- Moda transportasi menempati posisi sebagai elemen


pada STI dalam mengantisipasi tuntutan pemakai
jasa atas pelayanan “ door to door “ .
- Penyelenggara transportasi perlu berorientasi kepada
kualitas, kompetisi yang sehat, efisiensi,

16
perkembangan teknologi terutama telematika, serta
antisipatif terhadap pasar bebas dan kemungkinan
aliansi global.
- Sumber daya manusia sektor transportasi
dikembangkan secara profesional agar mampu
bersaing dipasar global.
- Produk hukum transportasi harus disempurnakan
dalam kerangka deregulasi dan debirokratisasi
secara lebih efektif dan efisien.
- Pemerintah diharapkan dapat menunjang upaya :
- Menciptakan iklim investasi yang
kondusif
- Menghapus restriksi dalam pengadaan
armada
- Melaksanakan privatisasi lanjut pada
BUMN
- Pentarifan sesuai mekanisme pasar
secara bertahap
- Penerapan pola landlord pada
pengelolaanpelabuhan, yang
terintegrasi dengan pengembangan
zona industri dan hinterland

2.6 Peran Sektor Swasta Dalam Pengangkutan Multimoda di Indonesia

Perusahaan penyelenggara transportasi intermoda yang


lengkap disebut Multimodal Transport Operator (MTO) atau
Intermodal Transport Operator (ITO), yang memiliki alat angkut
multimoda dan memberikan jasa pengurusan transportasi
kepada pemilik barang berdasar suatu kontrak door to door.

17
Perusahaan nasional seperti ini dewasa ini belum nampak
keberadaannya di Indonesia. Meskipun demikian MTO dapat
terbentuk dari pengembangan perusahaan pengangkutan
(Carrier), perusahaan ekspedisi muatan (expeditor) atau
perusahaan jasa pengurusan transportasi (freight forwarder),
baik yang beroperasi dengan moda transportasi darat, moda
transportasi laut maupun moda transportasi udara.
Sesuai peraturan perundangan transportasi yang berlaku ialah
U.U Nomor.13/1992 (Perkeretaapian), U.U Nomor.14/1992 (LLA
Jalan), U.U Nomor.15/1992 (Penerbangan) dan U.U
Nomor.21/1992 (Pelayaran), peluang swasta nasional/ badan
hukum Indonesia dalam pengusahaan penyelenggaraan
transportasi dan kegiatan pendukungnya di atur sebagai berikut :

Untuk transportasi Darat

- Angkutan Jalan
Pengusahaan angkutan orang dan/ atau
barang dengan kendaraan umum dapat
dilakukan oleh Badan hukum Indonesia
berdasarkan izin Pemerintah.
- Angkutan Kereta Api
Perkeretaapian diselenggarakan oleh
Pemerintah dan pelaksananya diserahkan
kepada badan penyelenggara yang
dibentuk untuk maksud itu. Badan usaha
lain dapat diikutsertakan atas dasar
kerjasama dengan badan penyelenggara

Untuk transportasi Laut/ perairan

18
- Pelabuhan
Penyelenggara pelabuhan umum dilakukan
oleh Pemerintah dan pelaksanaannya
dapat dilimpahkan kepada BUMN yang
didirikan untuk maksud tersebut. Badan
hukum Indonesia dapat diikutsertakan
atas dasar kerjasama dengan BUMN
tersebut.
- Angkutan perairan
Penyelenggaraan angkutan perairan
termasuk usaha penunjang dilakukan oleh
badan hukum Indonesia berdasarkan izin
Pemerintah.

Untuk transportasi Udara

- Bandar Udara & Navigasi


Penyelenggaraan bandar udara untuk
umum dan pelayanan navigasi
penerbangan dilakukan oleh Pemerintah
dan pelaksanaannya dapat dilimpahkan
kepada BUMN yang didirikan untuk
maksud tersebut. Badan Hukum Indonesia
dapat diikutsertakan dalam
penyelenggaraan bandar udara atas dasar
kerjasama dengan BUMN tersebut.
- Angkutan Udara
Kegiatan angkutan udara niaga yang
melayani angkutan di dalam negeri atau ke

19
luar negeri hanya dapat diusahakan oleh
Badan hukum Indonesia berdasar izin dari
Pemerintah.

Peluang swasta nasional/Badan hukum Indonesia (termasuk


BUMN) dalam penyelenggaraan MTO belum di atur dalam
peraturan perundangan tertentu, sehingga perlu dipersiapkan
pengaturannya dalam kaitan pengembangan STI.
Meskipun demikian dengan memperhatikan peraturan
perundangan transportasi yang telah ada, dapat diperkirakan
bahwa peluang penyelenggaraan MTO cukup prospektif bagi
swasta nasional, apalagi bila dikaitkan dengan pertumbuhan
ekonomi dan pasar global. Peluang swasta juga cukup terbuka
untuk bekerjasama dengan Logistik Holding dan Pariwisata
Holding,guna mengisi kebutuhan sekaligus melengkapi jaringan
proses kegiatan Holding tersebut,antara lain pada kegiatan
angkutan di jalan raya,menuju perwujudan suatu Total Logistic
Holding Company. Khusus bagi investor asing terutama yang
bergerak di bidang STI/ MTO juga cukup berpeluang, karena
sangat diperlukan oleh swasta nasional/ BUMN untuk menjadi
mitra dalam rangka akses .pasar global dan alih teknologi, yang
harus dilaksanakan sesuai ketentuan perundangan penanaman
modal asing yang berlaku.

20
BAB II

PENUTUP

Kesimpulan

Meskipun transportasi intermoda telah berkembang dengan


pesat di negara maju, namun dari aspek pengaturan legalitas
sesungguhnya negara-negara tersebut belum memberlakukan
The International Multimodal Transport Convention of Goods dari
PBB, melainkan masih menggunakan peraturan-peraturan yang
ditetapkan asosiasi atau lembaga swasta, antara lain
International Chamber of Commerce (ICC) dan Federation
International des Associations de Transitaires et Assimiks (FIATA).
Pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia
pertumbuhan angkutan intermoda masih relatif lamban. Hal ini
disebabkan antara lain oleh keadaan/ tingkat kemajuan ekonomi
negara, pembatasan operator asing dan keperluan investor besar
dengan standar internasional. Khusus di Indonesia, dalam 10
tahun terakhir telah mulai tampak berkembang pengangkutan
untuk ekspor dan impor dengan menggunakan peti kemas, yang
merupakan bentuk penerapan awal STI.. Dalam jangka panjang
perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia yang
mengglobal diperkirakan akan meningkatkan arus barang ke
berbagai penjuru dunia, yang akan memaksa setiap negara
anggota GATT/ WTO termasuk Indonesia, untuk turut terlibat
dalam suasana perdagangan bebas secara simultan, baik
ditingkat regional maupun internasional. Bagi Indonesia yang
turut serta menandatangani perjanjian GATT/ WTO terbuka
kesempatan yang kondusif untuk meningkatkan akses ke pasar
angkutan bagi barang-barang produk nasional. Pada gilirannya
hal ini dapat berlanjut dengan peningkatan ekspor dan impor

21
serta perdagangan antar pulau, sehingga secara keseluruhan
diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran negara serta masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/view/8700

ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/view/2528

Frazila, R. B. 2005. Optimizing the Design of Freight Transport Network in


Indonesia. Doctor Thesis unpublished. Hiroshima: Department of Social and
Environmental Engineering, Graduate School of Engineering, Hiroshima
University

Lubis, H., Elim, S., Prasetyo, L., & Yohan, (2003). Multimodal freight transport
network planning.Journal of the East Asia Society of Transportation Studies, vol.
5.

Moore, Amy Marie. 2013. Estimating Freight Costs Over A Multi-Modal


Network: An Auto Industry Supply Chain Example. Georgia Institute of
Technology Thesis. Georgia Institute of Technology: Georgia

Russ, B., Castro, J., Yamada, T., & Yasukawa, H. (2005). Optimising the design of
multimodal freight transport network in Indonesia. Journal of the East Asia
Society of Transportation Studies, 6, 2894-2907.

22

Anda mungkin juga menyukai