Pengangkutan Multimoda
DISUSUN OLEH:
Aganta Haris Saputra (201410110311324)
Indra Puspa Amy S (201410110311303)
Kenang Dio Zakaria (201410110311329)
Muh Alwi (201410110311304)
Yudistira ( )
FAKULTAS HUKUM
2016-2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
2
lain mengurangi waktu pada titik transhipment, pelaksanaan
pengangkutan relatif cepat, mengurangi keruwetan formalitas
dan dokumentasi, memerlukan hanya satu agen/ operator,
penghematan biaya, sehingga dapat menekan harga barang
serta meningkatkan daya saing.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
tempat yang ditentukan untuk penerimaan barang tersebut. Dalam lingkup
internasional sesuai The International Multimodal Transport Convention of Goods
1980 dari PBB pengangkutan intermoda merupakan salah satu cara pengangkutan
barang dengan ciri, antara lain :
a) Menggunakan 2 jenis moda/ alat transpor atau lebih
b) Menggunakan hanya satu dokumen pengangkutan yang dikeluarkan oleh
satu operator yang bertanggungjawab penuh.
c) Terjadi peralihan barang dari suatu negara ke negara lain.
d) Tersedia pelayanan door to door
Dari gambaran di atas Sistem Transportasi Intermoda dapat
diartikan sebagai konsep transportasi dengan menggunakan
lebih dari satu moda transport dengan pelayanan “door to door”
dibawah tanggung jawab satu operator. Sistem ini menerapkan
penggunaan peti kemas dengan ukuran standar ISO, sehingga
sering disebut “door to door movement by container” atau
“global through freight system”. Ukuran standar tersebut
memungkinkan peti kemas diangkut secara praktis dan efisien,
bila diikuti dengan keseragaman fasilitas pendukungnya seperti
alat transportasi, alat bongkar muat, terminal, gudang, jalan
raya, jembatan dlsb. Disamping itu juga diperlukan
keseragaman pendukung lainnya antara lain administrasi
angkutan, kepabeanan, komunikasi/ informasi dll.
Ruang lingkup kegiatan transportasi intermoda meliputi
pelayanan angkutan one stop service dan door to door
( mengarah kepada Cargo Consolidation & Distribution Centre),
pengurusan dokumen barang dan dapat pula meliputi
pengoperasian fasilitas terminal dan pergudangan. Sistem ini
akan sangat berperan dalam menunjang kelancaran ekspor-
impor, terutama dari aspek lama waktu pengiriman dan biaya
pengiriman. Dalam skala makro akan memberikan dampak :
5
- Optimalisasi penggunaan infrastruktur nasional
- Penghematan devisa negara dari freight cost
(men-datangkan Mother Vesel, pergeseran FOB ke CIF)
- Akselerasi perwujudan transhipment port Indonesia
dan alih teknologi
Dalam skala mikro memberikan penghematan biaya :
per-sediaan, handling, pemeriksaan, asuransi, administrasi dll.
Pemakai jasa akan memperoleh kemudahan dari sistem ini
karena mekanisme pengiriman barang terintegrasi, dan shipper
hanya berhubungan dengan pihak operator/ penanggungjawab
saja, sehingga arus barang lancar.
2.2 Manfaat Pengangkutan Multimoda di Indonesia
6
- Menghemat waktu pada kegiatan transit meliputi
antara lain transhipment/ bongkar muat,
penyimpanan/ pergudangan dan menyederhanakan
handling serta meminimalkan kerusakan barang.
Bagi Pemerintah
- Memperlancar distribusi barang dan jasa ke seluruh
wilayah Negara
- Mendorong peningkatan daya saing produk nasional
dan ekspor serta meningkatkan penerimaan devisa
- Meningkatkan penggunaan infrastruktur nasional
serta pengawasan terhadap rantai transportasi
- Mempermudah pelaksanaan prosedur pajak pada
kegiatan perdagangan.
7
pelayaran yang memiliki armada,sedangkan MTO-NVOCC
dilakukan oleh perusahaan jasa pengurusan transportasi (freight
forwarder).Dalam hal MTO-NVOCC,freight forwarder yang
menjadi MTO dapat menguasai sarana pengangkutan atas dasar
persewaan dan sekaligus mengambil alih tanggung jawab atas
barang yang diangkut,dari perusahaan pengangkutan yang
bersangkutan.Hal ini dapat dilakukan sesuai ketentuan di dalam
The Hamburg Rules l978.
Dalam konteks Indonesia penyelenggara yang dimaksud
dapat berstatus BUMN, perusahaan swasta dan koperasi. Salah
satu BUMN yang menyandang predikat perusahaan jasa
pengurusan transportasi atau Freight Forwarder ialah PT. Varuna
Tirta Prakasya . Penyelenggaraan transportasi intermoda pada
umumnya melibatkan beberapa pihak sebagai berikut :
8
Tanggung Jawab Operator
Pengaturan tanggung jawab
Pengaturan mengenai lingkup tanggung jawab yang
dimaksud tertuang antara lain dalam The International
Multimodal Transport Convention of Goods 1980 dari PBB, di
mana ditetapkan bahwa operator tidak saja bertanggungjawab
atas tindakannya sendiri tetapi juga atas tindakan orang-orang
yang bekerja padanya (sub kontraktor) dan atau agen angkutan
yang ditunjuknya, selama barang berada dalam kekuasaannya.
Konvensi ini antara lain mengatur mengenai resiko operator,
batas waktu pengajuan ganti rugi, resiko pemilik/ pengirim
barang, dan penyelesaian sengketa. Khusus mengenai resiko
operator, ditetapkan jenis kegiatan yang dapat dituntut ganti
ruginya, meliputi physical loss or damage dan keterlambatan
penyerahan barang. Untuk jenis kehilangan atau kerusakan lain
yang tidak termasuk dalam konvensi dapat diterapkan
pengaturan perundang-undangan nasional. Dewasa ini
ketentuan dalam konvensi ini belum dapat diterapkan karena
belum diratifikasi oleh banyak negara yang bersangkutan.
9
- Memberikan kepuasan penampilan transportasi
intermoda termasuk semua pelayanan yang
diperlukan bagi operasinya.
- Menyerahkan barang kepada penerima/ consignee di
tempat tujuan dalam keadaan seperti waktu diterima
dari pengirim/ shipper.
- Menanggung perbuatan/ kesalahan yang dilakukan
agen, sub kontraktor dan karyawannya.
- Bertanggungjawab atas kehilangan/ kerusakan
barang yang terjadi selama dalam angkutan sampai
penyerahan di tujuan.
Operator tidak dapat dibebani tanggung
jawab apabila kerusakan/ kehilangan barang
disebabkan antara lain oleh kesalahan shipper/
consignee, packing/ marking tidak baik, handling
dilakukan shipper/ cosignee, dan lain-lain.
10
6. UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Keterpaduan antar moda
diatur pada paragraf 11 tanggung jawab angkutan intermoda pasal 182,
angkutan multimoda pasa; 187, 188, 189, 190 dan 191
7. UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan,
Keterpaduan antar moda diatur pada bagian kelima Angkutan Multimoda
Pasal 165.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Angkutan Multimoda
dan
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM. 8 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Multimoda
Posisi Transportasi Intermoda di Indonesia
11
karena masih dilakukan secara manual, sehingga cenderung menghambat
kelancaran arus barang.
12
Melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.15
tahun 1997 tanggal 6 Juni 1997 telah ditetapkan Sistem
Transportasi Nasional (Sistranas). Sistranas merupakan tatanan
transportasi yang terorganisasi secara sistematis, terdiri dari
moda transportasi darat (angkutan jalan raya, angkutan kereta
api, angkutan sungai, danau dan penyeberangan), moda
transportasi laut, moda transportasi udara dan transportasi pipa.
Masing-masing moda transportasi terdiri atas prasarana dan
sarana yang saling berinteraksi, membentuk satu sistem
pelayanan jasa yang efektif dan efisien dan terwujud dalam
jaringan transportasi nasional yang terpadu secara serasi dan
harmonis, menjangkau seluruh wilayah Indonesia dan luar
negeri. Ketentuan mengenai Sistranas ini dimaksudkan untuk
menjadi pedoman, baik dalam perencanaan dan pengembangan
maupun dalam penyelenggaraan serta penataan jaringan
transportasi, agar mampu mewujudkan penyediaan jasa
transportasi sesuai tingkat kebutuhan, lancar, tertib dan teratur.
Secara spesifik sasaran Sistranas adalah terciptanya
penyelenggaraan transportasi yang efektif dalam arti kapasitas
mencukupi, terpadu, tertib dan teratur, lancar, cepat dan tepat,
selamat, aman, nyaman, biaya terjangkau dan efisien, dalam arti
beban publik rendah dan utilitas tinggi. Sistranas yang efektif
dan efisien diwujudkan melalui pembentukan jaringan
transportasi yang merupakan satu kesatuan jaringan prasarana
dan jaringan pelayanan transportasi.
Penyelenggara/ penyedia jasa transportasi dapat dilakukan
oleh pemerintah melalui unit pelaksana teknis, BUMN, swasta
dan koperasi. Di samping sebagai penyelenggara, pemerintah
juga mempunyai peranan sebagai pembina sehingga
berkewajiban untuk menyusun rencana dan merumuskan
13
kebijakan, mengendalikan dan mengawasi perwujudan Sistranas.
Dihadapkan kepada pertumbuhan ekonomi yang akan terus
berkembang di masa depan, yang menuntut pertumbuhan sektor
transportasi secara memadai, maka peranserta para
penyelenggara perlu terus ditingkatkan. Peningkatan peranserta
tersebut nampaknya tidak mungkin hanya dipenuhi oleh
pemerintah/ BUMN, tetapi perlu ditanggulangi pula oleh sektor
swasta dan koperasi. Dalam hubungan ini maka peran serta
BUMN, swasta dan koperasi dalam penyelenggaraan dan
penyediaan jasa transportasi serta pengembangannya, perlu
terus didorong dan ditingkatkan antara lain melalui penciptaan
iklim usaha yang sehat/ kompetitif dan saling menghidupi.
Demikian pula peran serta penyelenggara tersebut dalam
Sistranas baik di laut maupun di udara, harus terus ditingkatkan
agar mampu memperoleh pangsa pasar yang wajar dalam
angkutan luar negeri. Dalam kaitan dengan penyelengaraan STI
dalam kerangka Sistranas, maka pangsa pelayanan suatu moda
transportasi ditentukan oleh faktor-faktor antara lain pembinaan
pemerintah, kondisi giografis, hubungan antar daerah, sistem
transportasi yang telah ada dan karakteristik teknis/ ekonomis
masing-masing moda transport.
14
- Moda transportasi kereta api bersifat kurang
fleksibel, tidak dapat melayani sampai kepelosok,
cocok untuk mengembangkan lintas yang panjang
dengan volume muatan yang besar dan
menguntungkan dari segi pelestarian alam serta
lingkungan hidup.
- Moda transportasi laut memiliki karakteristik antara
lain berkecepatan rendah, biaya relatif rendah,
menguntungkan untuk angkutan jarak jauh dengan
volume muatan yang besar.
- Moda transportasi udara memiliki karakteritik
kecepatan sangat tinggi, biaya relatif tinggi, volume
angkutan terbatas, mampu melakukan penetrasi
sampai kepelosok dan menguntungkan untuk
pelayanan lintas jarak jauh dengan kecepatan tinggi.
STI dalam kerangka Sistranas
Pengembangan sistem transportasi intermoda sebagai bagian
integral Sistranas akan mengikuti pokok-pokok arah
pengembangan Sistranas antara lain sebagai berikut :
- Pengembangan dilakukan secara terpadu baik dalam
aspek intramoda maupun intermoda serta terpadu
pula dengan sektor pembangunan lainya sesuai
kebutuhan dan perkembangan iptek serta dengan
berpedoman kepada tata ruang nasional.
- Penentuan pangsa pelayanan antar moda transport
untuk tiap lintasan transportasi ditentukan
berdasarkan variabel dan volume angkutan agar
tercapai biaya angkutan yang minimal.
15
- Pengembangan dilaksanakan dengan menerapkan
pendekatan atau prinsip dasar hierarkhis, geografis,
ekonomis dan mendukung pengembangan wilayah.
- Dalam jangka menengah dan jangka panjang perlu
mempertimbangkan faktor-faktor antara lain :
jaringan transportasi yang telah ada, tata ruang,
pola produksi dan konsumsi, serta hierarkhi kota
yang bersangkutan.
- Pengembangan mengarah kepada peningkatan daya
saing melalui peningkatan efisiensi berupa
penerapan teknologi maju, pengurangan subsidi,
kerjasama antar perusahaan (sinergi), inovasi
menajemen dan pelayanan, standardisasi pelayanan
dan teknologi.
- Penerapan berbagai kebijakan pemerintah guna
meningkatkan peran serta sektor swasta berupa
deregulasi, debirokratisasi, kemudahan perizinan,
fasilitas finansial, tarif, pengurangan intervensi,
pengutamaan penggunaan produksi dalam negeri
dan peningkatan keterpaduan pelayanan antar
moda.
Beberapa pemikiran dalam rangka reformasi kebijakan sektor
transportasi, yang kini masih dalam proses pembahasan, perlu
menjadi acuan dalam pengembangan STI, antara lain :
16
perkembangan teknologi terutama telematika, serta
antisipatif terhadap pasar bebas dan kemungkinan
aliansi global.
- Sumber daya manusia sektor transportasi
dikembangkan secara profesional agar mampu
bersaing dipasar global.
- Produk hukum transportasi harus disempurnakan
dalam kerangka deregulasi dan debirokratisasi
secara lebih efektif dan efisien.
- Pemerintah diharapkan dapat menunjang upaya :
- Menciptakan iklim investasi yang
kondusif
- Menghapus restriksi dalam pengadaan
armada
- Melaksanakan privatisasi lanjut pada
BUMN
- Pentarifan sesuai mekanisme pasar
secara bertahap
- Penerapan pola landlord pada
pengelolaanpelabuhan, yang
terintegrasi dengan pengembangan
zona industri dan hinterland
17
Perusahaan nasional seperti ini dewasa ini belum nampak
keberadaannya di Indonesia. Meskipun demikian MTO dapat
terbentuk dari pengembangan perusahaan pengangkutan
(Carrier), perusahaan ekspedisi muatan (expeditor) atau
perusahaan jasa pengurusan transportasi (freight forwarder),
baik yang beroperasi dengan moda transportasi darat, moda
transportasi laut maupun moda transportasi udara.
Sesuai peraturan perundangan transportasi yang berlaku ialah
U.U Nomor.13/1992 (Perkeretaapian), U.U Nomor.14/1992 (LLA
Jalan), U.U Nomor.15/1992 (Penerbangan) dan U.U
Nomor.21/1992 (Pelayaran), peluang swasta nasional/ badan
hukum Indonesia dalam pengusahaan penyelenggaraan
transportasi dan kegiatan pendukungnya di atur sebagai berikut :
- Angkutan Jalan
Pengusahaan angkutan orang dan/ atau
barang dengan kendaraan umum dapat
dilakukan oleh Badan hukum Indonesia
berdasarkan izin Pemerintah.
- Angkutan Kereta Api
Perkeretaapian diselenggarakan oleh
Pemerintah dan pelaksananya diserahkan
kepada badan penyelenggara yang
dibentuk untuk maksud itu. Badan usaha
lain dapat diikutsertakan atas dasar
kerjasama dengan badan penyelenggara
18
- Pelabuhan
Penyelenggara pelabuhan umum dilakukan
oleh Pemerintah dan pelaksanaannya
dapat dilimpahkan kepada BUMN yang
didirikan untuk maksud tersebut. Badan
hukum Indonesia dapat diikutsertakan
atas dasar kerjasama dengan BUMN
tersebut.
- Angkutan perairan
Penyelenggaraan angkutan perairan
termasuk usaha penunjang dilakukan oleh
badan hukum Indonesia berdasarkan izin
Pemerintah.
19
luar negeri hanya dapat diusahakan oleh
Badan hukum Indonesia berdasar izin dari
Pemerintah.
20
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
21
serta perdagangan antar pulau, sehingga secara keseluruhan
diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran negara serta masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/view/8700
ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/view/2528
Lubis, H., Elim, S., Prasetyo, L., & Yohan, (2003). Multimodal freight transport
network planning.Journal of the East Asia Society of Transportation Studies, vol.
5.
Russ, B., Castro, J., Yamada, T., & Yasukawa, H. (2005). Optimising the design of
multimodal freight transport network in Indonesia. Journal of the East Asia
Society of Transportation Studies, 6, 2894-2907.
22