Oleh:
1. Skripsi ini inenipakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salali sahi persyaratan memperolelii gelar straia 1 tS1 ) di Fakultas Syariah
L”IN STS Jambi.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam peniilisan ini telah saya canttunkan
sesuai dengan ketentuan vang berlaku di UlN S"I‘S Jainbi.
3. Jika dikemudian han terbukti balea karya iiii bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dan key a orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di L Ifi STS Jambi.
.lairibi.OiiTOBER 2 8
00 N In:sRi''0023
Pembimbing 1 : Dr Rahmi Hidayati, S.Ag,
M.HI Pembimbing II : Dra. Ramlah, M.Pd.I
Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi,
Jl. Jambi- Muara Bulian KM. 16 Simp. Set
Duren, Kab. Muaro Jambi 31346.
Telp. (0741 ) 582021.
Kepada:
Yth. Bapak Dekan Fakultas Syariah
IAIN Sulthan Thaha
Saifuddin Di
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi/ Tugas Akhir dengan judul “Sbnlat Gerbaoa htatabari dao Bulao (Gtudi
Komperatif Menunit Hanafiyah dan Syafi’iyah)".
Yang dipersiapkan dan disusun oleh
Nama : Abu Zar bin Adin
NIM SPM 160023
Telah dimunaqasyahkan pada : OF Nopeinber
2018 Nilai Munaqasyah : 74.33 (B)
Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
11
SclcmtañsS
EKAN{
N . PMU
Telah diteliti dan telah sesuai dengan keputusan Sidang Munaqasyah
kebenaranya, tptiggai 11
Oktober 201&
@kretaris Sidang
MOTTO
ِلل
ْل ِ وا ج9ِو ََل ل لشم َل9ِوالشم وا ُ تسج ُدوا ل ِِ ِ
َّو من آ َيات ه ال َّل ْو والن
َق س ر س ُدوا س ْل َق ر ُل َها ُر
م
م
تع ُب ُدون
َّل ِذي خ َل َق ُهن إِ َّيا ُه
إِن ا كن ُتم
”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan.
Janganlah kalian sujud (menyembah) matahari maupun bulan, tapi bersujudlah
kepada Allah yang menciptakannya, jika memang kalian beribadah hanya kepada-
Nya.”1
1
Al-Quran Tajwid Warna dan Terjemahan Humairah (Kajang, Selangor: Humairah
Bookstore Enterprise, 2012) Fushshilat(41): 37
i
PERSEMBAHAN
Kekanda Di Sayangi
Untuk kakanda (Muhammad Indera Putera Zubair bin Adin) yang banyak memberi motivasi
Abañg-abang dan Adik-adik (Muhamad Zaqwan, Abu Darda, Dayang Ayuni, Marwan, Furqan,
Farhan, Zakiyah dan Putera), yang memberi sokongan serta terima kasih di atas segala
perhatian dân dorongan yang diberikan, semoga segala sesuatu yang terjadi di antara kita
merupakan rahmat dan anugerah dari-Nya, serta
menjadi sesuatu yang indah buat selama-lamanya.
Dosen Pebimbing
Tidak lupa kepada kedua-dua pembimbing saya yaitu
ibit Dr Rahmi Hidayati, S.Ag, M.HI dan ibu Dra. Ramlah M.Pd.I karena banyak ilmu yang
dicurahkan dan banyak memberi tunjuk ajar kepada saya erti daya dan upaya untuk
menghadapi cabaran hidup.
iii
Murabbi dan Ustaz
Tidak lupa saya ucapkan ribuan dan jutaan terima kasih kepada Murabbi yang mendidik rohani
saya iaitu Al-Arifubillah Syeikh Lokeman Hazli bin Azali An-Naqsyabandiyah wa Ghazaliyah
wa Syahzuliyah, Ustaz Kaharuddin bin Nordin, Ustaz Nurjulan bin Norsaman dan seluruh
ikhwan Tareqat Al-Ghazaliyah diatas segala doa dan harapan.
Teman-Teman Seperjuangan
Serta tak lupa pula terima kasih juga untuk insan yang tercinta yaitu sahabat sejatiku Ahmad
Ridha, Fateh, Muaz, Syahmi, Rafiq, Bulqini, Afiq, Zulfadli, Hisyam, Azam, Luqman, geng
Rumah Katang serta teman-temanku lain yang tergabung dalam Persatuan Kebangsaan Pelajar-
pelajar Malaysia di Indonesia Cabang Jambi, serta teman-teman dari Indonesia maupun teman-
teman yang berada
di Malaysia, yang setia telah memberikan semangat dan dorongan di kala
suka maupun duka, semoga persahabatan kita tetap terjalin dengan baik
dan semoga ini semua menjadi kenangan yang terindah dalam hidupku.
Terima kasih atas segalanya.
iv
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Shalat Gerhana Matahari dan Bulan (Studi Komperatif
Menurut Hanafiyah Dan Syafi’yah). Skripsi ini adalah untuk mengungkap
persoalan tentang bagaimana tatacara shalat gerhana matahari dan bulan menurut
Hanafiah & Syafi’iyah dan apakah hukum melaksanakan shalat gerhana matahari
dan bulan menurut Hanafiah dan Syafi’iyah. Pendekatan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualiltatif dengan
menggunakan metode diskriptif. Instrumen pengumpulan data adalah melalui
studi dokumentasi atau studi literatur. Jenis penelitian yang digunakan dalam
kajian ini yaitu library research (kajian pustaka) supaya penulis dapat meneliti
dan membahas kajian ini secara rinci dan membahas permasalahan ini dengan
lebih mendalam. Dengan menggunkakan data primer yaitu daripada kitab-kitab
seperti al-Umm, al-Mabsuth, manakala data sekunder yang merupakan data
pelengkap atau pendukung yang diperoleh melalui buku-buku, jurnal dan juga
artikel-artikel. Ulama Hanafiyah dan Ulama Syafi’iyah telah berijtihad
berdasarkan ijtihad qiyasi yaitu mengqiyaskan shalat Gerhana kepada shalat sunat
yang lain seperti shalat sunah idul fitri, idul adha dan shalat sunah istiqah. mereka
mengambil hukum berdasarkan dalil-dalil dari Al-Quran dan Sunnah. Ulama
Hanafi mengatakan wajib menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah ra. Manakala Ulama Syafi`I mengatakan sunnah muakkadah
menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan Salam turut dilimpahkan kepada junjungan
besar Nabi Muhammad SAW yang sangat dicintai. Alhamdulillah dalam usaha
menyelesaikan skripsi ini penulis senantiasa diberi nikmat kesehatan dan kekuatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Shalat Gerhana Matahari dan
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis akui tidak terlepas dari menerima hambatan
dan halangan baik dalam masa pengumpulan data maupun penyusunannya. Situasi yang
mencabar dari awal hingga ke akhir menambahkan lagi daya usaha untuk menyelesaikan
skipsi ini agar selari dengan penjadualan. Dan berkat kesabaran dan sokongan dari berbagai
pihak, maka skripsi ini dapat juga diselesaikan dengan baik seperti yang diharapkan.
Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah jutaan terima kasih kepada
semua pihak yang turut membantu sama ada secara langsung maupun secara tidak langsung
menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
v
Perancangan dan Keuangan dan Ibu Dr. Yulianti, S,Ag.M.HI, Wakil Dekan
Kemahasiswaan dan kerjasama di lingkungan Syariah UIN STS Jambi, Indonesia.
4. AlHusni S.Ag.,M.HI selaku Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab (PM) Fakultas
Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Ibu Rahmi Hidayati, S.Ag, M.HI, selaku Pembimbing I dan Ibu Dra. Ramlah M.Pd.I,
M. Sy selaku pembimbing II skripsi ini yang telah banyak memberi kemasukan,
tunjuk ajar dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan ibu dosen yang telah mengajar sepanjang perkuliahan, asisten dosen serta
seluruh karyawan dan karyawati yang telah banyak membantu dalam memudahkan
proses menyusun skripsi di Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Indonesia.
Di samping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih ada kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan baik dari segi teknis penulisan, analisis data, penyusunan maklumat maupun
dalam mengungkapkan argumentasi pada bahan skripsi ini. Oleh karenanya diharapkan
kepada semua pihak dapat memberikan kontribusi pemikiran, tanggapan dan masukan berupa
saran, nasihat dan kritik demi kebaikan skripsi ini. Semoga apa yang diberikan dicatatkan
sebagai amal jariyah di sisi Allah SWT dan mendapatkan ganjaran yang selayaknya kelak.
vi
DAFTAR ISI SEMENTARA
HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN KE ASLIAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGESAHAN PANATIA UJIAN
MOTTO.........................................................................................................................i
ABSTRAK....................................................................................................................ii
PERSEMBAHAN.......................................................................................................iii
KATA PENGHANTAR…........................................................................................v
DAFTAR ISI….........................................................................................................viii
TRANSLITERASI…..................................................................................................x
DAFTAR SINGKATAN…......................................................................................xi
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Batasan Masalah 6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 6
E. Kerangka Teori 7
F. Tinjauan Pustaka 9
G. Metode Penetilian 11
H. Sistematika Penulisan 13
vii
2. Murid-murid Imam Abu Hanifah 16
viii
B. Saran-saran 67
C. Kata Penutup 68
ix
TRANSLITERASI
â = a panjang
î = u panjang
û = u panjang
au = او
ay= ا َى
x
DAFTAR SINGKATAN
No. : Nomor.
cet. : Cetakan.
hlm : Halaman.
xi
BAB I
PENDAHULUAN
angkasa bergerak ke dalam bayangan sebuah benda angkasa lain. Istilah ini
antara Bumi dan Matahari, atau gerhana bulan saat sebagian atau keseluruhan
penampang Bulan tertutup oleh bayangan Bumi. Namun, gerhana juga terjadi
pada fenomena lain yang tidak berhubungan dengan Bumi atau Bulan, misalnya
shalat kusuf (salat gerhana). Gerhana matahari terjadi 2-5 kali dalam setahun.
Biasanya, gerhana matahari terjadi sekitar dua minggu sebelum atau sesudah
gerhana bulan.1 jumlah gerhana Bulan dalam satu tahun bisa berkisar antara 0
yang sangat akrab dalam pandangan. Peredaran dan silih bergantinya yang sangat
1
Yuliana Ratnasari, “Gerhana Bulan Usai Muncul Gerhana Matahari”. Akses 16 July
2018
2
Riza Miftah Muharram. “Derhana Bulan Total” akses 16 Juli 2018
1
2
٥ س بان ۡ
ۡ
ٱلش هس وٱل ق ِب
ه ر
Artinya: “Matahari dan bulan beredar dengan peraturan dan hitungan yang
tertentu.”3
Maka semua yang menakjubkan dan luar biasa pada matahari dan bulan
terhadap matahari dan bulan. Yang sangat disayangkan ternyata keyakinan kufur
lalu, seperti di sebagian bangsa Cina, Jepang, Yunani, dan masih banyak lagi. 4
َّ ۡ ۡ ۡ َّ
ۡ
ِِۤ–هَّلِل ٱ لح ل هس لح–ل ق ه ت س هس ها ر ٱ ّۡل و
ْ
ح هو ش ق جدوا َل ر ٱو ش وٱل وٱنَّل ل ءا حنو
ۡ
–اودُجسٱۤوœُْۤ ۡ لي َل ل يَٰتحهح
ۡ
٧٣ عب دو ن كن ت ۡم ه ق
ت َّ
خل إح–ياه و حإن
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah malam dan siang, serta
matahari dan bulan. Janganlah kamu sujud kepada matahari dan
janganlah pula sujud kepada bulan dan sebaliknya hendaklah kamu
sujud kepada Allah yang menciptakannya, kalau betulah kamu hanya
beribadat kepada Allah.”5
diwariskan dari mulut ke mulut. Khayalan dan mitos tersebut diantaranya ialah
yang menyatakan bahwa gerhana terjadi karena matahari ditelan oleh raksasa
3
Ar-Rahman (27): 5
4
Ahmad Baiquni. “Gerhana Dalam Tinjauan Syariat Islam”, akses 15 Juli 2018
5
Fussilat (41): 37
3
mempunyai badan. Oleh sebab itu, masyarakat yang memiliki kepercayaan seperti
akan menabuh semua alat yang dapat menimbulkan bunyi, misalnya memukul
mendengar bunyi-bunyian yang ribut tersebut akan lari dan memuntahkan kembali
bulan. Dalam konteks itu, Islam menepis mitos dan pandangan primitif abad ke-7
tentang gerhana, sekaligus menekankan dimensi religius, spiritual, dan sosial pada
gerhana itu sendiri sebagai misi kenabian Nabi Muhammad S.A.W. Masyarakat
adalah pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi, baik dari kematian maupun
kelahiran.
Pandangan primitif itu masih hidup saat Islam datang. Ketika putra Nabi
kepergian putra Nabi Muhammad S.A.W. Dalam konteks itulah Nabi Muhammad
S.A.W bersabda:
6
Soetjipto, “Islam dan Ilmu Pengetahuan tentang Gerhana”, (Yogyakarta: 1983). Cit,
hlm 6-7.
4
َت َعا ََل فَ ا رَـآيْـ ُت ك م ْن َٓآَيت و ٍ َ مح َيا إ ّـَّن إمش وإْمَق َل ك ِس َم
َ
ذإ هل ِال ُمو ُ َُها َّم ـّـ د َل ِت ِو ْمس َم َر ي َفا ِن ْوت
ُن َما ٓآـي إح و م
َتا ِن
فَـ ُقو ُموإ و َصوُـّوإ
Artinya: “Sungguh, gerhana matahari dan bulan tidak terjadi sebab mati atau
hidupnya seseorang, tetapi itu merupakan salah satu tanda kebesaran
Allah ta’ala. Karenanya, bila kalian melihat gerhana matahari dan
gerhana bulan, bangkit dan shalatlah kalian,”7
Dengan pernyataan dan anjuran Nabi S.A.W tersebut, Islam jelas menepis segi
mitis dan primitif dari pandangan masyarakat Arab pra-Islam tentang gerhana.8
Ada dua istilah dalam penamaan gerhana, Kusuf dan Khusuf. Keduanya
adalah sinonim. Jika kedua nama tersebut disebutkan secara bersamaan, maka
makna kusuf untuk gerhana matahari dan khusuf untuk gerhana bulan. Dua
penyebutan dengan nama yang berbeda seperti ini lebih masyhur di kalangan
keduanya bermakna dua gerhana, yaitu matahari dan bulan. Pada dua kejadian
alam ini, gerhana matahari dan bulan, ada shalat yang disyariatkan oleh
Rasulullah S.A.W.
7
Bhukari, Shahih Bhukari Pdf, “Bab Shalat Saat Terjadi Gerhana Matahari,” hlm. 432.
No.983.
8
Fahrizal Fahmi Daulay (ed), Sejarah Gerhana Bulan dan Pandangan Islam Hingga
Turun Anjuran Shalat Nabi Muhammad, (Tribun-Medan.com, 2018) Akses 15 Juli 2018
9
Ash-Shan’ani, “Subulus Salam Syarh Bulughil Maram min Jam‟I Adillatil Ahkam”:
ll/135
5
shalat wajib hanya yang lima waktu saja.10 Imam An Nawawi rahimahullah
berkata, “para ulama bersepakat dalam kontek ijma’ bahwa shalat gerhana
Pendapat ini didasarkan pada firman Allah swt dan salah satu hadits Nabi
ك ْن ُ ُْت
وإ ْ ُْس َّ ِلل إ خوَـَقه إ وإْمَق َْتس ج ْم َ نوَْق َم و إ ه و ْم َ و ِم ْن آٓ َـ َي
ـَّّ ن ْن ُدوإ َم ُر َل ُدوإ نو ِس َل ِر إم ُ س َّـّـ ِت ِو إنوَـّ ْيل
َِّّـ ش و َنـا ُر ش ُه َت ْع ُب ُدو
َن إ
لي
َّي
Artinya: “Sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, matahari, dan
bulan. Jangan kalian bersujud pada matahari dan jangan (pula) pada
bulan, tetapi bersujudlah kalian kepada Allah yang menciptakan semua
itu, jika kamu hanya menyembah-Nya,”14
Dari permasalahan yang timbul diatas, penulis tertarik untuk meneliti dan
membahas hal ini ke dalam satu karya ilmiah yang berjudul “Shalat Gerhana
10
11
Ibid, Subulus Salam.
Syarh An Nawawi „Ala Shahih Muslim: Vl/451
12
Ibnu Hajar al-Asqolani, “Fath Al Baari Syarah al-Bhukari”, : ll/527
13
Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab, cet ke-3, (Cairo: Mathba’ah Al-
Istiqamah, 2002), hlm. 327.
14
Fushilat (41): 37
6
Syafi’iyah)”.
B. Rumusan Permasalahan
1. Bagaimana tatacara shalat gerhana matahari dan bulan menurut Hanafiah &
Syafi’iyah?
C. Batasan Masalah
karya ilmiah sehingga membawa hasil yang diharapkan, maka penulis membatasi
masalah yang akan dibahaskan dalam skripsi ini, sehingga tidak terkeluar dari
topik yaitu “Shalat Gerhana Matahari dan Bulan (Studi Komperatif Menurut
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian skripsi ini adalah sebagai
berikut :
7
2. Kegunaan Penelitian
Apabila tujuan tersebut sudah dicapai, maka jelas ada manfaat yang dapat
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Syari’ah dalam
secara baik.
d. Untuk menambah wawasan penulisan dalam penulisan karya ilmiah ini atau
tulisan-tulisan lainya.
E. Kerangka Teori
Shalat gerhana dalam bahasa arab sering disebut dengan istilah khusuf
sebenarnya punya makna yang sama. Shalat gerhana matahari dan gerhana bulan
sama-sama disebut dengan kusuf dan juga khusuf sekaligus. Namun masyhur juga
di kalangan ulama penggunaan istilah khusuf untuk gerhana bulan dan kusuf
shalat wajib hanya yang lima waktu saja.17 Imam An Nawawi rahimahullah
berkata, “para ulama bersepakat dalam kontek ijma’ bahwa shalat gerhana
Tsabit bin Zuwatha al-Kufi. Dia adalah keturunan orang-orang Persia yang
merdeka (bukan keturunan hamba sahaya). Dilahirkan pada tahun 80 hijrah dan
meninggal pada tahun 150 hijrah (semoga Allah swt merahmatinya). Dia hidup
15
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu
16
Subulus Salam: ll/135
17
Subulus Salam: ll/135
18
Syarh An Nawawi „Ala Shahih Muslim: Vl/451
19
Fath Al Baari: ll/527
9
beliau termasuk didalam golongan tabi‟in. Dia pernah bertemu dengan sahabat
Anas bin Malik r.a dan meriwayatkan hadis darinya yaitu hadits yang artinya,
Mazhab Syafi’iyah adalah aliran hukum mazhab yang diasaskan oleh Al-
ibnul Abbas bin Utsman bin Syafi’i (rahimahullah). Silsilah nasabnya bertemu
dengan datuk Rasulullah S.A.W yaitu Abdu Manaf. Dia dilahirkan di Ghazzah
Palestina pada tahun 150 hijrah, yaitu pada tahun wafatnya Imam Abu Hanifah.
bidang fiqh, hadits dan usul. Metode beliau mengabungkan dasar ilmu fiqih ulama
F. Tinjauan Pustaka
Gerhana Matahari (Kusuf Syams) dalam kaedah ini diperlukan adalah untuk
bertujuan untuk memastikan tidak ada pertindihan sama ada dari segi tajuk dan
dalam skripsi yang dituis oleh Iswahyudi. Jurusan Perbandingan Mazhab pada
tahun 2016 dari Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang yang berjudul
“Hukum Shalat Gerhana Matahari (Kusuf Syams) Menurut Mazhab Hanafiyah dan
10
Syafi’iyah Analisis Studi Shalat Gerhana Matahari Dimasjid Taqwa Desa Muara
Tawi, KEC. Jarai KAB. Lahat Sumsel” Di dalam skripsi tersebut Iswahyudi
meneliti tentang bagaimana metode instibat hukum yang digunakan oleh Mazhab
dari jamaah dan tokoh ulama tentang shalat gerhana matahari (kusuf syams) didesa
Muara Tawi dan bagaimana kesimpulan pendapat hukum shalat gerhana matahari
(kusuf syams).
khususnya tentang hukum solat gerhana. Kajian ini juga boleh memberikan
kefahaman yang lengkap mengenai perbandingan dan cara untuk mengenal pasti
hujah yang penting kepada hasil kajian secara keseluruhannya. Oleh kerana itu,
faktor-faktor penting yang harus disentuh dalam kajian ini dapat dikenal pasti.
perbandingan antara dua imam mazhab. Oleh kerana itu, penulis akan
secara khusus mengkaji tentang judul yaitu “Shalat Gerhana Matahari dan Bulan
11
yang digunakan adalah sebagai rujukan bagi mengumpul semua data upaya
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
buku rujukan yang asli atau data-data yang berkaitan dengan permasalahan yang
dibahas.
A. Sumber Data
i. Data Primer
Data pokok yang bersumberkan al-Quran dan al-Hadis shahih seperti Shahih
al-Bukhari dan Shahih Muslim. Adapun buku-buku yang digunakan sebagai data
primer pada penulisan ini antara lain adalah kitab al-Umm karya Imam al-
Imam Hanafi.
Data penunjang, dalam penulisan skripsi ini, yakni data yang diambil dari
B. Jenis Penelitian
Kaedah penelitian ini penting dalam mengumpulkan data dan informasi bagi
penelitian ini terhadap semua bab serta menjadi pendoman kepada penulis untuk
mengetahui dengan lebih rinci tentang apa yang bakal dikaji dalam penelitian ini.
Tenik yang penulis gunakan dalam pengumpulan data di sini, yaitu dengan
penyalinan dan pengutipan dari berbagai sumber data primier maupun data
a. Analisis Historis
Analisi data historis di mana telah dikumpulkan, maka data tersebut dianalisis
melalui analisa historis yang berkaitan tentang sejarah dalil-dalil yang digunakan.
Untuk melihat sejarah perlunya melihat kepada dalil-dalil yang besumberkan al-
b. Analisis Isi
Analisis Isi merupakan analisis yang paling umum digunakan dalam tiap
c. Analisis Komperatif
13
H. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini terbagi kepada lima bab yang mana setiap bab terdiri
tertentu tetapi tetap saling terkait antara satu sub dengan sub bab yang lainnya.
biografi Imam Mazhab Hanafiyah dan Syafi’iyah. Bab ketika ini terdiri dari sub
matahari dan bulan, hokum shalat gerhana matahari dan bulan dan juga cara
Syafi’iyah.
bab seperti bagaimana metode istinbat hukum dalil yang digunakannya dan
14
Bab kelima adalah akhir pembahasan yang memuat kesimpulan dari seluruh
penelitian ini serta untuk eksisnya nilai-nilai hukum Islam yang universal dalam
kehidupan masyarakat.
BAB II
Nama kecilnya ialah Nu`man bin Sabit bin Zautha bin Mah. Ayah beliau
ayah beliau sudah pindah ke Kufah. Beliau dipanggil Abu Hanifah karena sudah
berputra, ada di antaranya yang dinamakan Hanifah, maka dari itu beliau
mendapat gelar dari orang banyak dengan sebutan Abu Hanifah. Tetapi ada
riwayat lain, bahwa yang menyebabkan beliau dipanggil Abu Hanifah, karena
Bahasa Arab artinya “cenderung” atau “condong” kepada agama yang benar.
Imam Abu Hanifah sejak kecil suka kepada ilmu pengetahuan, terutama
yang ada hubungan dengan agama Islam. Beliau banyak belajar dari ulama-ulama
tabi`in seperti Ata` bin Abi Rabah dan Imam Nafi` Maula Ibnu Umar. Beliau juga
belajar ilmu hadis dan fiqh dari ulama-ulama yang terkemuka di negeri itu. Guru
yang paling berpengaruh pada dirinya ialah Imam Hammad bin Abi Sulaiman
1
K.H. Moenawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, Cet. Ke-5, (Jakarta :
PT.Bulan Bintang, 1986), hlm. 19
15
16
(wafat 120 H). Adapun para ulama yang pernah beliau ambil dan hisap ilmu
pengetahuannya pada waktu itu ada kira-kira 200 ulama. Dan di antara orang yang
pernah menjadi guru Imam Abu Hanifah adalah Imam Ahmad al-Baqir, Imam
Ady bin Sabit, Imam Abdur Ramhan bin Harmaz, Imam Amr bin Dinar, Imam
Mansur bin Mu`tamir, Imam Syu`ban bin Hajjaj, Imam Ahsim bin Abin Najwad,
Imam Salamah bin Khail, Imam Qatadah, Imam Rabi`ah bin Abi Abdur Rahman
dan lain-lain. Imam Abu Hanifah juga terkenal sebagai imam ahli ra`yi dan qiyas
dan mengerti tentang hadits-hadits yang telah diterima riwayatnya pada masa itu.2
a. Imam Abu Yusuf, Yaqub bin Ibrahim al-Ansary lahir pada tahun 113
hadits-hadits dari Nabi S.A.W yang diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah
Asy-Syaibany, Ata` bin As-Saib dan lain-lain. Imam Abu Yusuf termasuk
golongan ulama ahli hadits yang terkemuka, beliau wafat pada tahun 183
Hijriyah.
b. Imam Muhammad bin Hasan bin Farqad As-Syaibani, lahir di Iraq pada tahun
132 Hijriyah. Beliau seorang alim ahli fiqh dan furu`. Wafat pada tahun 189
2
Ibid., hlm. 23
17
c. Imam Zafar bin Huzail bin Qais al-Kufi lahir pada tahun 110 Hijriyah. Beliau
amat menyenangi untuk mempelajari ilmu akal atau ra`yi, beliau juga menjadi
seorang ahli qiyas dan ra`yi yang meninggal pada tahun 158 Hijriyah.
d. Imam Hasan bin Ziyad al-Luluy, beliau belajar pada Imam Abu Hanifah
Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Hasan, serta wafat pada tahun
204 Hijriyah.
Empat orang ulama itulah sahabat dan murid Imam Abu Hanifah, yang
akhirnya yang menyiarkan dan mengembangkan aliran dan hasil ijtihad beliau
ilmu fiqh atau soal-soal yang berkaitan dengan agama. Bahkan Imam Abu Yusuf
dan Imam Muhammad bin Hasan sejak dahulu mendapat gelaran “As-Sahabain”
Imam Abu Hanifah memang seorang ahli tentang fiqh dan ilmu kalam dan
pada saat beliau hidup banyak yang berguru padanya. Di bidang ilmu kalam
beliau menulis kitab yang berjudul al-Fiqh al-Asqar dan Fiqh al-Akbar. Tetapi
dalam bidang ilmu fiqh tidak ditemukan catatan sejarah yang menunjukkan bahwa
3
Ibid., hlm. 37
4
Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. Ke-1,
(Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van hoeve, 1997), hlm. 340
18
b. Zahir ar-Riwayah oleh Imam Muhammad bin Hasan as-Syaibani. Kitab ini
terdiri dari 6 jilid, yaitu al-Mabsut, al-Jami`, al-Kabir, al-Jami` as-Sagir, as-
c. An-Nawadir oleh Imam as-Syaibani. Terdiri dari empat judul yang terpisah
d. Al-Kafi oleh Abi al-Fadhl Muhammad bin Muhammad bin Ahmaf al-Maruzi.
Kitab ini merupakan gabungan dari enam judul bagian buku Zahir ar-Riayah,
e. Al-Mabsut adalah syarah dari al-Kafi yang disusun oleh Imam as-Sarakhsi.
f. Tuhfah al-Fuqaha` oleh Alauddin Muhammad bin Ahmad bin Ahmad as-
Samarqandi.
g. Badai` as-Sana`i oleh Alauddin Abi Bakr bin Mas`ud bin Ahmad al-Kasani
al-Hanafi.
h. Al-Hidayah qa Syarhuha fath al-Qadir oleh Ali bin Abu Bakr al-Marginani.
Ali al-Husni.
5
Ibid., Jilid II, hlm. 346
19
Imam Abu Hanifah adalah seorang ahli fiqh dan ahli hadis. Guru yang
paling berpengaruh dalam dirinya adalah Hammad bin Abi Sulaiman. Setelah
gurunya wafat, Imam Abu Hanifah tampil melakukan ijtihad secara mandiri dan
ilmunya dalam bidang fiqh, beliau dijuluki oleh murid-muridnya sebagai al-Imam
al-A`zam (Imam Agung). Lewat halaqoh pengajiannya itulah Imam Abu Hanifah
mengemukakan fatwa fiqh dan lewat ijtihad mandirinya kemudian berdiri dan
Mazhab Hanafi adalah aliran fiqh yang merupakan hasil ijtihad Imam Abu
ini banyak menggunakan ra`yu (rasio). Karena itu, mazhab ini terkenal sebagai
mazhab aliran ra`yu. Tetapi dalam kasus tertentu, mereka dapat mendahulukan
b. Sunnah Rasulullah SAW dan ashar-ashar yang shahih serta telah masyur
6
Ibid., Jilid I, hlm, 12
7
Ibid., Jilid II, hlm. 511
20
d. Qiyas
e. Istihsan
sebagai landasan pokok, kemudian sunah sebagai sumber kedua. Beliau juga
berpegang pada fatwa sahabat yang disepakati, tetapi jika suatu hukum tidak
difungsikan antara lain qiyas dan istihsan. Metode istihsan telah banyak berperan
pokok, sunnah Rasulullah S.A.W. dan asar-asar yang sahih dan tersiar di kalangan
kepada Ibrahim, asy-Sya‟bi, Hasan, Ibnu sirin dan Sa‟id bin Musayyab, maka
istihsan dan ‘urf. Untuk lebih jelasnya akan dibahas berikut ini :
1. Al-Kitab (al-Qur'an)
S.A.W. Yang merupakan sumber dari segala sumber hukum dan sumber hukum
Abu Hanifah menetapkan al-Qur'an adalah lafal dan maknanya. Sedang menurut
2. As-Sunnah
As-sunnah adalah penjelas bagi kitab Allah yang masih mujmal dan
merupakan risalah yang diterima oleh Nabi dari Allah SWT. Yang disampaikan
oleh kaumnya yang yakin dan barang siapa yang tidak mengambilnya, maka dia
11
Teungku Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, Cet. Ke-1,
(Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 146
22
tidak percaya terhadap penyampaian risalah Nabi S.A.W dari Tuhannya. Ulama
qath’i dalalahnya dinamakan fardu, sesuatu yang ditetapkan oleh as-Sunnah yang
Zanny dalalahnya, dinamakan wajib. Demikian pula yang dilarang, tiap-tiap yang
dilarang oleh al-Qur'an dinamakan haram dan tiap-tiap yang dilarang oleh Sunnah
a. Mutawatir
b. Masyhur
Hadis masyhur tidak memfaedahkan selain dari zhanni tetapi dapat diamalkan.
Sebagian yang lain menetapkan bahwa hadits masyhur adalah memberi faedah
c. Ahad
12
Ibid., hlm. 154
13
Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. Ke-1,
(Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van hoeve, 1997), hlm. 1670.
23
Hadis Ahad menurut asy-Syafi‟i dan ulama semasanya adalah yang tidak
hadis ahad yang diriwayatkan oleh orang yang adil, yang dijadikan hujjah dalam
bidang amali, tidak dalam bidang ilmu atau i‟tiqadi. Abu Hanifah mengamalkan
hadits ahad, meninggalkan pendapat yang berlawanan dengan hadits ahad itu.
Sedang syarat-syarat Abu Hanifah menerima hadis ahad adalah perawinya yang
afqah atau mendahulukan hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang afqah atas
hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang tidak afqah.14 Sedangkan menurut
mazhab Hanafi, hadits ahad dapat dijadikan landasan hukum apabila memenuhi
2) Hadis ahad itu tidak menyalahi hadits masyhur menyangkut masalah yang
sama.
3) Hadis ahad itu tidak bertentangan dengan qiyas dan kaidah-kaidah umum
5) Hadis ahad itu bertentangan dengan amal dan atau fatwa sahabat yang
meriwayatkannya.15
Abu Hanifah dalam menanggapi hadis ahad, ada yang diterima apabila tidak
berlawanan dengan qiyas, jika berlawanan dengan qiyas yang illatnya mustambat
14
Teungku Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, Cet. Ke-1,
(Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 155.
15
Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. Ke-1,
(Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van hoeve, 1997), hlm. 1671.
24
dari sesuatu asal yang zanni atau istimbathnya zanni walaupun dari asal yang
qath’i atau diistimbathkan dari asal yang qath’i, tetapi penerapannya kepada furu’
Adapun jika hadis ahad ditentang oleh asal yang umum qath’i,
menerimanya dan menetapkan hukum berdasarkan pada kaidah yang umum itu.
d. Mursal
Hadis mursal ialah hadis yang tidak disebut nama sahabi oleh tabi‟i yang
Sesungguhnya Imam Abu Hanifah menerima hadis mursal sebagai hujjah, karena
tabi’in kepercayaan yang diterima hadisnya oleh Imam Abu Hanifah, menegaskan
kepadanya bahwa mereka tidak menyebutkan nama sahabi yang memberi hadis
kepada mereka apabila yang memberi itu empat orang sahabat. Jadi, Imam Abu
berlawanan dengan kaidah umum, yang telah diijma’i oleh para ulama, Imam Abu
Hanifah menolak hadits-hadits itu dengan dasar tidak membenarkan bahwa Nabi
16
Teungku Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, Cet. Ke-1,
(Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 158.
25
mengikutinya. Jika ada suatu masalah ada beberapa pendapat sahabat, maka
beliau mengumpulkan salah satunya. Jika tidak ada pendapat sahabat pada suatu
masalah, beliau berijtihad, tidak mengikuti pendapat para tabi’in. tetapi pada
4. Al-Ijma’
kesepakatan para mujtahidin dari masa ke masa untuk menentukan suatu hukum
dan telah disepakati para ulama untuk dijadikan hujjah, tetapi ada perselisihan
dalam wujudnya setelah masa sahabat dan Imam Ahmad telah mengingkarinya
setelah masa sahabat untuk tidak menyepakatinya dan tidak mungkin ada
bahwa ijma’ menjadi hujjah. Ulama Hanafiyah menerima ijma’ qauli dan sukuti.
Juga menetapkan bahwa tidak boleh mengadakan hukum baru terhadap sesuatu
urusan yang diperselisihkan dari masa ke masa atas dua pendapat saja.
mujtahidin, tidak mau menyalahi yang telah disepakati oleh ulama-ulama Kufah.19
17
Ibid., hlm. 161
18
Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah, Juz II, Darul Fikri al-Arabi,
Beirut, tt., hlm. 163
19
Teungku Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, Cet. Ke-1,
(Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 162.
26
5. Qiyas
Abu Hanifah apabila tidak menemukan nas dalam kitabullah dan sunnatur
Rasul dan tidak menemukan pada fatwa sahabi, maka beliau berijtihad untuk
memakainya dan tidak sesuai dengan apa yang dibiasakan masyarakat. Jika tidak
baik dipakai qiyas, beliau menggunakan istihsan. Qiyas yang dipakai Abu
yang dinaskan hukumnya dengan suatu urusan lain yang diketahui hukumnya
hukum itu tentang illat hukum.”20 Pada dasarnya Abu Hanifah banyak memakai
mencukupkannya dengan tafsir dahiri, beliau melihat lebih jauh kepada maksud
tidak diperoleh nas, illat itulah yang dipandang dasar untuk menetapkan hukum
bagi hal-hal yang tidak diperoleh nas. Jika hadits sesuai dengan hukum yang telah
jika hadits itu diriwayatkan oleh orang kepercayaan, Abu Hanifah mengambil
20
Ibid., hlm. 166
27
illat sesuai dengan hadits. Hal ini bukanlah berarti mendahulukan qiyas atas hadis.
Apabila qiyas tidak dapat dilakukan karena berlawanan dengan hadits, maka Abu
hukum-hukum syara‟ yang berpautan dengan ibadah tidak dapat akal menyelami
illatnya. Maka dari itu Abu Hanifah membagi nas dalam dua bagian, yaitu:
a. Nusus Ta’abudiyah, yang tidak dibahas illatnya. Pada nas-nas ini tidak
b. Nas-nas yang dibahas illatnya dan ditetapkan hukum berdasarkan illat itu.
Nas-nas ini adalah nas-nas yang mu’allal, dipelajari illatnya dan maksudnya,
mensyaratkan pada qiyas adalah hukum asal, bukan hukum yang dikhususkan
untuk suatu hukum saja, dan nas bukanlah yang dipalingkan dari qiyas, yakni
qiyas yang menyalahi illat yang umum yang ditetapkan syara‟ sendiri. Abu
Hanifah berpegang pada umum illat kecuali apabila berlawanan dengan ‘urf
yang memegang ra’yu, bukan imam yang memegang asar dan terkenallah
6. Istihsan
21
Ibid., hlm. 171
28
Istihsan adalah salah satu metode ijtihad yang dikembangkan ulama mazhab
Hanafi ketika hukum yang dikandung metode qiyas (analogi) atau kaidah umum
e. Al-Istihsan bil al-‘urf (istihsan berdasar adat kebiasaan yang berlaku umum).
g. ‘Urf
‘Urf adalah pendapat muslimin atas suatu masalah yang tidak terdapat di
dalamnya nas dari al-Qur'an atau Sunnah atau pendapat sahabat, maka dari itu ‘urf
Dari dua ‘urf yang dapat dijadikan hujjah adalah ‘urf sahih.23
22
Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. Ke-1,
(Jakarta :23PT. Ichtiar Baru Van hoeve, 1997), hlm. 771.
Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah, Juz II, Darul Fikri al-Arabi,
Beirut, tt., hlm. 163.
29
Imam Abu Hanifah mengamalkan ‘urf bila tidak dapat menggunakan qiyas
yang tidak ada nashnya, mereka mentakhishkan nas-nas yang umum jika
menyalahi ‘urf umum. Jika qiyas meyalahi ‘urf, mereka mengambil ’urf. Begitu
pula mereka mengambil ‘urf khas dikala tidak ada dalil yang menyalahinya.24
Nama lengkap Imam Syafi'i adalah Muhammad ibn Idris ibn al-„Abbas ibn
Utsman ibn Syafi‟ ibn al-Sa‟ib ibn Ubaid ibn Abd Yazid ibn Hasyim ibn Abdal-
Muthalib ibn Abd Manaf.25 Lahir di Ghazzah, Syam (masuk wilayah Palestina)
pada tahun 150 H/767 M. Kemudian dibawa oleh ibunya ke Makkah, yang tidak
lain merupakan tanah para leluhurnya. Syafi‟i kecil tumbuh berkembang di kota
itu sebagai seorang yatim dalam pangkuan ibunya. Semasa hidupnya, ibu Imam
Syafi‟i adalah seorang ahli ibadah, sangat cerdas, dan dikenal sebagai seorang
Imam Syafi'i dengan usaha ibunya telah dapat menghafal al-Qur'an dalam
umur yang masih sangat muda (9 tahun) dan umur sepuluh tahun sudah hafal
menghafal hadis. Imam Syafi‟i belajar hadis dengan jalan mendengarkan dari para
24
Teungku Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, Cet. Ke-1,
(Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 182.
25
Ahmad Farid, Min A'lam As-Salaf, Terj. Masturi Irham dan Asmu'i Taman, "60
Biografi Ulama Salaf", (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2006), hlm. 355.
26
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i 1, terj. Muhammad Afifi, Abdul Hafiz,
(Jakarta:Almahira, 2010), hlm.6
30
untuk menghindari pengaruh bahasa ‘Ajamiyah yang sedang melanda bahasa Arab
pada saat itu, untuk pergi ke daerah Huzail untuk belajar bahasa selama sepuluh
tahun.27
pengaruh ‘Ajamiyah yang sedang melanda bahasa Arab pada masa itu. Ia pergi ke
Kabilah Huzail yang tinggal di pedusunan untuk mempelajari bahasa Arab yang
fasih. Sepuluh tahun lamanya Imam Syafi'i tinggal di Badiyah itu, mempelajari
syair, sastra dan sejarah. Ia terkenal ahli dalam bidang syair yang digubah
golongan Huzail itu, amat indah susunan bahasanya. Di sana pula ia belajar
memanah dan mahir dalam bermain panah. Dalam masa itu Imam Syafi'i
Imam Syafi'i belajar pada ulama Makkah, baik pada ulama fiqih, maupun
ulama hadis, sehingga ia terkenal dalam bidang fiqih dan memperoleh kedudukan
yang tinggi dalam bidang itu. Gurunya Muslim Ibn Khalid Al-Zanji,
menganjurkan supaya Imam Syafi'i bertindak sebagai mufti. Sungguh pun ia telah
memperoleh kedudukan yang tinggi itu namun ia terus juga mencari ilmu. Karena
27
Indal Abror, Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: TERAS, 2009), hlm. 286
28
Ahmad Farid, Min A'lam As-Salaf, Terj. Masturi Irham dan Asmu'i Taman, "60
Biografi Ulama Salaf", (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2006), hlm. 357-360.
29
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul
Jadid,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 28. Indal Abror, Dosen Tafsir Hadis
31
Sampai kabar kepadanya bahwa di Madinah ada seorang ulama besar yaitu
Malik bin Anas, yang memang pada masa itu terkenal di mana-mana dan
mempunyai kedudukan tinggi dalam bidang ilmu dan hadis. Imam Syafi'i ingin
pergi belajar kepadanya, akan tetapi sebelum pergi ke Madinah ia lebih dahulu
menghafal al-Muwattha' karya Imam Malik yang telah berkembang pada masa
itu. Ia berangkat ke Madinah untuk belajar kepada Imam Malik dengan membawa
sebuah surat dari gubernur Makkah. Mulai ketika itu ia memusatkan perhatian
Imam Malik. Di waktu Imam Malik meninggal tahun 179 H, Imam Syafi'i telah
Di antara hal-hal yang secara serius mendapat perhatian Imam Syafi'i adalah
tentang metode pemahaman Al-Qur'an dan Sunnah atau metode istinbath (ushul
fikih). Meskipun para imam mujtahid sebelumnya dalam berijtihad terikat dengan
buku sebagai satu disiplin ilmu yang dapat dipedomani oleh para peminat hukum
sebuah buku ushul fikih. Idenya ini didukung pula dengan adanya permintaan dari
Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: TERAS,
2009), hlm. 287.
30
Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab, (Semarang: PT Putaka
Rizki Putra, 1997), hlm. 480-481
32
seorang ahli hadis bernama Abdurrahman bin Mahdi (w. 198 H) di Baghdad agar
memberikan gelar padanya “Nāhir al-Hadīts. Imam Sufyan ibn „Uyainah bila
secara terang-terangan berbeda pendapat dengan Imam Malik dan Abu Hanifah,
yaitu bahwasannya ketika ada sanad yang shahih dan muttashil kepada Nabi
keterikatan dengan amal ahli Madinah sebagaimana yang disyaratkan oleh Imam
Pada tahun 195 H. beliau pergi ke Baghdad selama dua tahun, untuk
Pada tahun 198 H, beliau pergi lagi ke Baghdad hanya sebulan lamanya, dan
akhirnya pada tahun 199 H, beliau pergi ke Mesir dan memilih kota terakhir untuk
31
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadid,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 29.
32
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. 4, 2003), hlm.
233.
33
ramai. Jika kumpulan fatwa beliau ketika di Baghdad disebut dengan qaul qadīm,
maka kumpulan fatwa beliau selama di Mesir dinamakan dengan qaul jadīd.33
Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “semua masalah kami tidak pernah
terselesaikan oleh pengikut Abu Hanifah, sampai kami akhirnya kami bertemu
dengan Imam Syafi‟i. sungguh, dia orang yang paling paham tentang Kitabullah
dan as-Sunnah.” Maksud dari kata-kata itu ialah bahwa para ahli hadis dan para
ahli fiqih seakan menjadi murid Imam Syafi‟i, sebab keagungan madzhabnya,
baik oleh mereka yang sependapat maupun orang yang berbeda dengan
pendapatnya. Imam Ahmad bin Hanbal juga pernah berkata: “Imam Syafi‟i bagai
mentari bagi dunia, dan kekuatan bagi manusia. Lihatlah, apakah ada sesorang
negeri Islam. Saat itu adalah saat di mana masyarakat Islam sedang berada di
kehidupan umat Islam semakin maju dan jaya. Masa itu memiliki berbagai macam
33
Ibid, hlm. 232
34
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i 1, terj. Muhammad Afifi, Abdul Hafiz,
(Jakarta:Almahira, 2010), hlm.10
34
Yunani dan sastra Persia serta ilmu bangsa India ke masyarakat Muslim juga
Kota-kota di negeri Islam saat itu sedikit demi sedikit mulai dimasuki unsur-
unsur yang beraneka ragam, mulai dari Persia, Romawi, India dan Nabath.
Islam. Kota tersebut dipenuhi oleh masyarakat yang terdiri dari berbagai jenis
dalam.36
Dengan kondisi masyarakat yang beragam ini tentunya akan banyak timbul
aneka problema sosial. Oleh karena itu, di masyarakat Baghdad banyak muncul
kekhususan ras-ras tersebut. Setiap permasalahan yang timbul dari interaksi antar
35
Muhammad Abu Zahrah, Asy-Syāfi’i Hayātuhu wa Asruhu wa Fikruhu arāuhu wa
Fiqhuhu, Terj. Abdul Syukur dan Ahmad Rivai Utsman, “Imam al-Syafi'i Biografi
danPemikirannya Dalam Masalah Akidah, Politik dan Fiqih”, (Jakarta: PT Lentera Basritama,
2005),hlm. 84.
36
Ibid., hlm. 84
37
Ibid., hlm. 85
35
yang terjadi, baik permasalahan itu masuk dalam kategori permasalahan ringan
(solusi hukum) bagi masalah-masalah yang terjadi. Selain itu, sang faqih akan
Imam Syafi‟i menerima ilmu fiqih dan hadis dari banyak guru yang masing-
masing mempunyai manhaj serta tinggal di tempat yang saling berjauhan antara
satu dan lainnya. Imam Syafi‟i menerima ilmu dari ulama Makkah, ulama
Madinah, ulama Irak dan ulama Yaman. Ulama Makkah yang menjadi gurunya
antara lain: Sufyan Ibnu Uyainah, Muslim Ibn Khalid Az-Zamzi, Said Ibn Salim
al-Kaddah, Dawud Ibn abd-Rahman al-Atthar, dan Abdul Hamid Ibn Abdul Aziz
Ulama Madinah yang menjadi gurunya, ialah: Malik Ibn Anas, Ibrahim Ibn
Saad al-Anshari Abdul Aziz Ibn Muhammad ad-Darawardi, Ibrahim Ibn Abi
38
Ibid., hlm. 86
39
Ali Jum‟ah Muhammad, Al-Madkhol Ilā Mażāhib al-Arba’ah, (Kairo: Dar as-Salam, Cet.
II, 1428 H- 2008 M.), hlm. 2
36
Yahya al-Aslami, Muhammad Ibn Said Ibn Abi Fudaik, Abdullah Ibn Nafi‟ teman
Ulama Bagdad Irak yang menjadi gurunya ialah: Waki‟ Ibn Jarrah, Abdul
Wahab Ibn Abdul Majid Ats-Tsaqafi, Abu Usamah Hammad Ibn Usamah al-Kufi,
Ismail Ibn Ulayah. Dia juga menerima ilmu dari Muhammad Ibn Al-Hasan yaitu
mengambil perkataan sahabat karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah.
“Al-Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak;
Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za‟farani, Al-Karabisyi dari Imam Syafi‟i.
Sementara kitab “Al-Umm” sebagai madzhab yang baru yang diriwayatkan oleh
40
Hasbi Ash -Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 1997), 480-481
41
Ali Jum‟ah Muhammad, Al-Madkhol Ilā Mażāhib al-Arba’ah, (Kairo: Dar as-Salam,
37
karena banyak yang sudah hilang. Ia menulis di Makkah, Baghdad, dan Mesir. 42
Buku-bukunya yang ada di tangan para ulama saat ini adalah yang ditulisnya di
mesir. Diantara kitabnya yang paling terkenal dan banyak memuat pemikiran-
1) Kitab al-Umm
Dalam format kitab al-Umm yang dapat ditemui pada masa sekarang
terdapat kitab-kitab lain yang dibukukan dalam satu kitab al-Umm diantaranya
adalah: Al-Musnad, berisi sanad Imam Syafi‟i dalam hadis-hadis Nabi S.A.W dan
juga untuk mengetahui ulama-ulama yang menjadi guru Imam Syafi‟i, Khilāfu
Muhammad Ibn Hasan, berisi pembelaanya terhadap mazhab ulama Madinah dari
serangan Imam Muhammad Ibn Hasan, murid Abu Hanifah, Al-khilāfu Ali wa Ibn
Mas’ud, yaitu kitab yang memuat pendapat yang berbeda antara pendapat Abu
Hanifah dan ulama Irak dengan Ali Abi Thalib dan Abdullah Bin Mas‟ud, Sair al-
Auza‟i, berisi pembelaanya atas Imam al-Auza‟i dari serangan Abu Yusuf, Ikhtilāf
al-Hadīts, berisi keterangan dan penjelasan Imam Syafi‟i atas hadis-hadis yang
42
Ar-Risālah Imam Syafi’i. terj. Misbah, (Jakarta; Pustaka Azzam, 2008), hlm. 8
38
tampak bertentangan, namun kitab ini juga ada yang tercetak sendiri, Jimā’ al-
2) Kitab Ar-Risālah
sebagai kitab pertama dalam ushul fiqih, didalamnya banyak membahas rumusan-
rumusan yang berkaitan dengan ilmu hadis. Kitab ini merupakan karya Imam
penjelasan tentang nasikh dan mansukh dalam al-Qur‟an dan sunnah. Dan juga
atas dorongan dari Ali bin al-Madani agar Imam Syafi‟i memenuhi permintaan
Abdurrahman bin al-Mahdi.44 Atas permintaan dan dorongan itulah Imam Syafi‟i
Muhammad Syakir, kitab Ar-Risālah ini ditulis oleh Imam Syafi‟i pada saat beliau
Risālah ini ditulis pada saat Imam Syafi‟i berada di Baghdad. Meskipun belum
dapat dipastikan dimanakah Imam Syafi‟I menulis kitab ini, keduanya sama-sama
Imam Muhammad Abu Zahrah (w. 1394 H/1974 M.) ahli hukum Islam
43
Indal Abror, Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: TERAS, 2009), hlm. 296.
44
Ar-Risālah Imam Syafi’i. terj. Misbah, (Jakarta; Pustaka Azzam, 2008), hlm. 13
45
Ar-Risālah Imam Syafi’i. terj. Misbah, (Jakarta; Pustaka Azzam, 2008), hlm. 14
39
Syafi'i berada di Baghdad, sedangkan Abdurrahman bin Mahdi ketika itu berada
di Mekah. Imam Syafi'i menyebut bukunya dengan "al-Kitāb" (Kitab atau Buku)
atau "Kitabī" (Kitabku), yang kemudian lebih dikenal dengan "Ar-Risālah" yang
berarti "sepucuk surat" karena buku itu merupakan surat Imam Syafi'i kepada
Abdurrahman bin Mahdi. Kitab Ar-Risālah yang pertama ia susun dikenal dengan
Syafi'i sebelum pindah ke Mesir. Setelah sampai di Mesir, isinya disusun kembali
ushul fiqih sepakat menyatakan bahwa kitab Ar-Risālah karya Imam Syafi'i ini
merupakan kitab pertama yang memuat masalah-masalah ushul fiqih secara lebih
sempurna dan sistematis. Oleh sebab itu, ia dikenal sebagai penyusun pertama
ushul fiqih sebagai satu disiplin ilmu.47 Imam Syafi'i wafat pada malam jum‟at dan
dikebumikan setelah shalat ashar hari itu, pada bulan Rajab 204 H. yang
46
Ahmad Farid, Min A'lam As-Salaf, Terj. Masturi Irham dan Asmu'i Taman, "60
Biografi Ulama Salaf", (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2006), hlm. 361.
47
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadid,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 30.
48
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. 4, 2003), hlm.
234.
49
Muhammad Izzat bin Ismail, PROBLEMATIKA TAYAMMUM(Studi Komparatif
Sebagian Pendapat Hanafiyah dan Sebagian Pendapat Syafi`iyah), UIN Jambi, Mei 2017.
BAB III
Pandangan primitif itu masih hidup saat Islam datang. Ketika putra Nabi
gerhana matahari, mereka mengatakan bahwa gerhana itu terjadi karena kepergian
putra Nabi Muhammad S.A.W. Dalam konteks itulah Nabi Muhammad S.A.W
bersabda:
َث َعا ََل َف ا رَـآيْـ ُخ ك مْن آََٓيت و إ ّـَّن إمش وإْملَ َل ك ِس َم ٍ َ مح َيا
َذإ هلال
ّ ُمو ُ َُها َّم ـّـ ْمس َم َر ي َفا ِن ْوت د َل ِث ِو
ُن َما ٓآـي م إح و
َخا ِن
فَـ ُلو ُموإ و َصوُـّوإ
Artinya: “Sungguh, gerhana matahari dan bulan tidak terjadi sebab mati atau
hidupnya seseorang, tetapi itu merupakan salah satu tanda kebesaran
Allah ta‟ala. Karenanya, bila kalian melihat gerhana matahari dan
gerhana bulan, bangkit dan shalatlah kalian,”1
Dengan pernyataan dan anjuran Nabi tersebut, Islam jelas menepis segi mitis dan
Seperti yang kita ketahui fenomena gerhana matahari (kusufus syamsi) dan
kebesaran Allah swt. Shalat sunah gerhana matahari pertama kali disyariatkan
pada tahun kedua hijriyah, sedangkan shalat gerhana bulan pada tahun kelima
Hijriyah dan menurut pendapat yang kuat (rajih) pada bulan Jumadal Akhirah.
membahagikan kepada dua bahagian iaitu yang pertama tata cara shalat gerhana
dikarenakan dalam memahami teks hadis. Nabi S.A.W tidak melakukan shalat
gerhana kecuali bila gerhananya terlihat. Sabda Nabi S.A.W di atas ”Apabila
kalian melihat (gerhana) matahari atau bulan, maka berdoalah kepada Allah dan
3
Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri, Hasyiyatus Syeikh Ibrahim al-Baijuri,
Indonesia, Darul Kutub al-Islamiyyah, 1428 H/2007 M, juz I, halaman 434.
4
Ibnu Hajar Al-„Asqalani, Fath Al Baari Bisyarhi Shahih Al-Bhukari, hadits no.
1041.Mesir.
42
و
َّ ُ ْي َص ر ِ َ َّ ُ ْي و ر ِ َ خس َف ت إمش ْم ِ
َّ ِ َ َس
و َعو ُسو َّ ل ُسو َّ ل َّ ِو َعوَ َس ُس ِ ف د
َّـَّل َّل فَ ُل لل ص لل ِل لل ص لل
َّـَّل ع
إ إ إ إ ْي
ت ش ْم ُ س ِبمنَّـا ِسَُّ ...ث إهْـ وَك ْد إ
إم ْ َْنو ََص َف
Artinya: Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah S.A.W lalu Rasulullah
S.A.W mengimami shalat orang ramai… Setelah baginda S.A.W selesai
shalat matahari telah kelihatan.5
bahawa di dalam hadis dinyatakan hendaklah kamu semua shalat dan berdoa.
Dalam erti kata lain, jika kita selesai melaksanakan shalat gerhana, namun
sehingga gerhana berakhir. Ibn Daqiq al-'Id menguatkan lagi pendapat ini bahawa
had waktu tersebut (antara mula gerhana hingga matahari muncul kembali) adalah
had waktu untuk shalat dan berdoa. Malah bermungkinan doa tersebut boleh
dilakukan setelah selesai shalat hinggalah matahari muncul kembali. Oleh itu,
5
al-Bukhari, “Shahih al-Bhukari”, Kitab al-Jumu‟ah, no: 1044.
43
shalat gerhana tidak harus dilakukan terlalu lama atau mengulanginya beberapa
kali jika matahari belum kelihatan sehingga matahari muncul (gerhana berakhir).6
Jumlah rakaat dan Ruku’ dalam Shalat Gerhana Matahari dan Bulan
Nabi Muhammad S.A.W shalat gerhana dengan dua ruku‟ dalam satu rakaat; ada
yang menyebutkan dengan satu ruku‟ dalam satu rakaat. Bahkan ada yang
menyebutkan empat, enam, delapan, dan sepuluh ruku‟ dalam satu rakaat.
Tapi, setahu saya, semua hadis menyebutkan bahwa shalat gerhana dua
menganut mazhab Syafi‟i: dua ruku‟ dalam satu rakaat, dan bacaan tidak dibaca
nyaring.7
Wahai umat Muhammad S.A.W, demi Allah, tiada seseorang pun yang
lebih cemburu daripada Allah sekiranya hambanya yang lelaki berzina atau
hambanya yang wanita berzina. Wahai umat Muhammad S.A.W, demi Allah,
sekiranya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, tentu kamu akan sedikit
Menerusi hadis di atas dapat kita fahami bahawa perbedaan shalat gerhana
berbanding shalat-shalat yang lain ialah sebaik sahaja membaca al-Fatihah dan
kembali dan sekali lagi membaca al-Fatihah dan mana-mana surah dari al-Quran
8
Riwayat Muslim, “Sahih Muslim”, Kitab al-Kusuuf, 4/463, no. 1499
9
al-Bukhari, “Sahih Bhukari pdf”, Bab Sedekah Di Waktu Gerhana, hlm. 433, no. 986
45
lalu rukuk semula. Kemudian iktidal lalu sujud dan teruskan shalat sebagaimana
Ulangi perkara yang sama pada rakaat kedua. Tidak terdapat riwayat yang
menunjukkan adanya zikir-zikir atau bacaan yang khusus untuk shalat gerhana
ketika rukuk, iktidal, sujud, duduk antara dua sujud dan tahiyyat. Oleh itu, kita
boleh membaca apa jua bacaan ketika solat yang sabit daripada Rasulullah
Hal yang sebaiknya diperhatikan adalah dalam soal ruku‟nya. Ruku‟ yang
pertama dalam rakaat pertama lebih panjang dari yang kedua. Menurut
keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab fikih madzhab Syafi‟i, pada ruku‟
pertama membaca tasbih kira-kira lamanya sama dengan membaca seratus ayat
Begitu seterusnya dalam rakaat kedua. Untuk ruku‟ pertama pada rakaat
kedua membaca tasbih lamanya kira-kira sama dengan membaca tujuh puluh
ayat surat Al-Baqarah, dan ruku‟ keduanya kira-kira lamanya sama dengan
ruku‟ dan sujud pada kedua rakaat itu adalah sunat tanpa ada batas waktu.10
ruku‟ dalam shalat gerhana matahari yaitu, tidak sah dengan dua ruku‟ dan dua
kali bangkit (dari ruku‟), akan tetapi harus dengan sekali bangkit dan sekali
ruku‟ sebagaimana halnya dalam shalat sunat tanpa ada perbedaan. Hanya saja
mereka berpendapat, bahawa paling sedikitnya dua rakaat dan ia juga boleh
10
Abdurahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab, Bahagan Ibadat (Shalat 1). Peng: Ali
Yafie. Alihbahasa: Chatibul Umam & Abu Hurairah. Diterbitkan oleh: Mathba‟ah Al-Istiqomah,
Cairo.
46
melakukan empat rakaat atau lebih. Yang afdhal adalah empat rakaat dengan
dua salam.11
Mengenai sujud memang ada yang mengatakan tidak perlu lama. Tetapi
adalah pendapat yang menyatakan bahwa sujud juga lama. Pertanyaanya, berapa
lamanya sujud?
ruku‟. Dengan kata lain, sujud pertama dalam rakaat pertama membaca tasbih
lamanya kira-kira seratus ayat surat Al-Baqarah dan untuk sujud kedua kira-kira
lamanya sama dengan membaca delapan puluh ayat. Sedang sujud pertama
dalam rakaat kedua lamanya kira-kira sama dengan membaca tujuh puluh ayat
surah Al- Baqarah, dan sujud kedua dalam rakaat kedua lamanya sama dengan
membaca
lima puluh ayat. Dalam shalat gerhana tidak ada adzan dan iqamah.
س أبعني وال
ث9ِ و وال َّثال9ِ َّثا ِِن ث ََمى9ا أْلَ أد من ا أل َب َق َر ال و ُي ِف ال ُّر ُكو
َّراع
ني ِِف ِة ما َئ ٍة َر س
ّول ع ق
ّب ح
ت أق ِري ًبا ِف ا َْلمو و ُل السج َدات ِف ا صح ت الصحوح ِوي ُل َها ث أَخس
َ ب ت ِف ط ت أْلَ طو ق أل ََل ي ني
َلم فالسجود ِف ا أل ُب َو
ُ أب َل َها الص أ ِني و َى
أع
أيطِى ص ل ا ىح و ال ر ُكوع ا َّل ِذي أ وا ق حوح
ُّ َ 9َ
َّى ُه يطو
ُ ِ َدى َلُ ا َالص ََل
ة فو ا أْلَ ُّر ُكو َّول و َهك َذا َو ُتسن ع ٌة تسن ا َْل
ُة و ُيَنا َم َها ع ََجا ع ا أَْل أى كال
ّول
9ََه ُر عِ ِق َرا َء ِة كسوف ا أل َقم ِر َل الشمس َب أل ي ُِّس فِو َها ْل
نا
terbenam dalam keadaan gerhana, maka tidak perlu dishalatkan. Adapun bahawa
khutbah itu tidak disyariatkan disepakati oleh Imam Mazhab kecuali mazhab
Syafi‟iyah.13
seperti khutbah shalat „Id. Sebagaimana hadits dari Aisyah RA, beliau
menuturkan bahwa Nabi S.A.W setelah melaksanakan shalat beliau berdiri dan
َّ َيفَـا ِثا ِ َوذإ رَـآي ذ ِ َِل فَـا ْد لَلّـ،ٍ ول م ح َِّلل يَْن خ ِس َم
ّـ إ ّـَّن إم ش ْمس وإ ْمـلَ َم َر م ْن
ّ َ
ُعوإ إ ُ ْت د َل َفا ِن ْوت، آٓـ َيـ َخا ِن آََٓي
آح م تإ
و َك و َ ُ ّـُّصووإ وثَـ َص ّـَّدُكوإ
، بوإ
Artinya: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-
tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian
12
Muhammad Az-Zuhri Al-Ghamrawi, As-Sirajul Wahhaj, (Beirut, Darul Ma‟rifah, tt,
98)
13
Abdurahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab, Bahagan Ibadat (Shalat 1). Peng: Prof.
K.H. Ali Yafie. Alihbahasa: Prof. H. Chatibul Umam & Abu Hurairah. Diterbitkan oleh: Mathba‟ah
Al-Istiqomah, Cairo.
48
dalam shalat „idul fitri, shalat „idul adha, dan shalat istisqa‟. Sedangkan menurut
ulama yang lain bahwa khutbah yang beliau sampaikan tersebut, karena pada
shalat gerhana bulan. Apabila beliau selesai bertakbir lalu melaksanakan ruku‟.
matahari, empat ruku dan empat sujud ada di dalam dua rakaat.”16
14
al-Bukhari, “Sahih Bhukari pdf”, Bab Sedekah Di Waktu Gerhana, hlm. 434. no. 986
15
Ibnu Rusdy. Bidayatul Mujtahid wa nihayatul Muqtashid. Cet ke-1, (Jakarta Timur:
Akbar Media Eka Sarana, 2013) hlm. 288.
16
Ibnu Rusdy. Bidayatul Mujtahid wa nihayatul Muqtashid. Cet ke-1, (Jakarta Timur:
Akbar Media Eka Sarana, 2013) hlm. 288.
49
bahwa bacaan surat dibaca pelan ketika melaksanakan shalat gerhana di siang
hari. Sebagian lain berpendapat tetap dikeraskan. Sebagaimana shalat „Id dan
keras. Silang pendapat mereka tersebut karena adanya beragam hadis dalam bab
ini dari segi pengertian dan bentuk atau shighatnya. Menurut pengertian hadis
sahih yang bersumberkan dari Ibnu Abbas ra, ia membaca dengan suara pelan,
Rasulullah, dan aku tidak mendengar barang satu huruf pun dari beliau.” 18
Sementara itu juga terdapat beberapa hadis yang kontra dengan hadis tersebut.
salah satu rakaat shalat gerhana membaca surah An-Najm.” Ini berarti bahwa
17
Ibnu Rusdy. Bidayatul Mujtahid wa nihayatul Muqtashid. Cet ke-1, (Jakarta Timur:
Akbar Media
18
Eka Sarana, 2013) hlm.285
Imam Syafi‟i. Nail al-Authar V/276. Bidayatul Mujtahid wa nihayatul Muqtashid.
Ibnu Rusdy.
19
Ibnu Rusdy. Bidayatul Mujtahid wa nihayatul Muqtashid. Cet ke-1, (Jakarta Timur:
Akbar Media Eka Sarana, 2013) hlm. 287.
50
jami‟ah”.
matahari pada saat Rasulullah masih hidup. Lantas beliau keluar menuju masjid.
Kemudian beliau berdiri dan bertakbir, sedangkan para sahabat membuat barisan
di belakang beliau….”20
matahari secara berjamaah adalah pendapat jumhur. Apabila imam yang bertugas
jâmi'ah”
20
al-Bukhari, “Sahih Bhukari pdf”, Bab Sedekah Di Waktu Gerhana, hlm. 434. no. 986
21
Abdurahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab, Bahagan Ibadat (Shalat 1). Peng: Ali
Yafie. Alihbahasa: Chatibul Umam & Abu Hurairah. Cet. Ke-3(Cairo: Mathba‟ah Al-Istiqomah,
2002) hlm. 325
51
4. Niat melakukan shalat gerhana matahari (kusufus syams) atau gerhana bulan
6. Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku‟ dan dua kali sujud.
7. Setelah ruku‟ pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat
kembali.
8. Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat
kedua. Demikian pula pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang
perihal tata cara shalat sunah gerhana bulan. Dalam Bidayatul Mujtahid, ia
ini:
"ٕـإن إمشمس وإملمر آٓـيخان من آٓ َـيت هلال:سبب إخَتلفيم إخَتلفيم ِف مفيوم كوهل عويو إمَصلة وإمَسلم
َل َيسفان ملوت آحد َول حلياثو ف إ ذإ رٔـآيمتوىام فادعوإ هلال وصووإ حىت يكشف ما بمك وثصدكوإ" خرجو
مفن فيم ىينا من ْإلمر ِبمَصلة فهيام معَن وإحدإ ويه إمصفة إميت فعويا ِف كسوف.إمبخاري ومسّـَّل
ومن فيم من ِذل معَن خمخوفا لْ هو مل يرو عنو عويو إمَصلة وإمَسلم.إمشمس رٔـآى إمَصلة فهيا ِف جامعة
آهو َصل ِف كسوف إملمر مع كرثة دورإهو كال إملفيوم من ِذل آكل ما ينطوق عويو إمس َصلة ِف إمرشع
52
ويه إمنافةل فذإ و كن كائل ىذإ إملول يرى ٔآن لْصل ىو ٔآن حيمل إمس إمَصلة ِف إمرشع إذإ ورد ْلمر
إ إ
هبا َعل آكل ما ينطوق عويو ىذإ االمس ِف إمرشع إَل آن يدل إدلميل َعل َغي ِذل فوام دل فعهل عويو
إمَصلة وإمَسلم ِف كسوف إمشمس َعل َغي ِذل بلي إملفيوم ِف كسوف إملمر َعل آصهل وإمشافعي
وز م آبوـ.حيمل فعهل ِف كسوف إمشمس بياان جململ ما آمر بو من إمَصلة فهيام فوجب إموكوف عند ِذل
معر بن عبد إّمب آهو روي عن إبـن عباس ّـآَّنام صويا ِف إملمر ِف جامعة ركعخني ِف لك ركعة ركوعان
وعامثن مثل كول إمشافعي
Artinya, “Sebab perbedaan itu terletak pada perbedaan pandangan mereka dalam
memahami hadis Rasulullah S.A.W, „Matahari dan bulan adalah dua
tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak terjadi gerhana karena kematian
atau kelahiran seseorang. Kalau salah seorang kalian melihat keduanya,
sebutlah nama Allah dan shalatlah sampai Allah membuka gerhana itu,
dan bersedekahlah,‟ HR Bukhari. Ulama yang memahami di sini
sebagai perintah shalat pada kedua gerhana dengan sebuah pengertian
yaitu sifat shalat yang telah dikerjakan Rasulullah S.A.W ada saat
gerhana matahari, memandang bahwa shalat pada gerhana matahari
dilakukan secara berjamaah.” Sedangkan ulama yang memahami hadis
ini dengan sebuah pengertian berbeda, sementara belum ada riwayat
yang menyebutkan bahwa Rasulullah S.A.W melakukan shalat gerhana
bulan padahal fenomena itu terjadi berkali-kali semasa beliau hidup,
berpendapat bahwa pengertian yang dapat ditarik dari teks hadis ini
adalah sekurang-kurang sebutan shalat dalam syara‟, yaitu shalat sunah
sendiri. Ulama ini seakan memandang bahwa pada asalnya kata „shalat‟
di dalam syarak bila datang perintah padanya harus dipahami dengan
konsep paling minimal yang mengandung sebutan itu dalam syariat
kecuali ada dalil lain yang menunjukkan hal yang berlainan. Ketika
sikap Nabi S.A.W menghadapi gerhana matahari berbeda dengan itu,
maka konsep terkait gerhana bulan tetap dipahami sebagai aslinya.
Sedangkan Imam Syafi‟i memahami sikap Nabi S.A.W dalam melewati
gerhana matahari sebagai penjelasan atas keijmalan perintah shalat oleh
Rasulullah S.A.W pada kedua gerhana tersebut sehingga konsep atas
amaliah gerhana bulan harus berhenti di situ.
Sementara Abu Amr bin Abdil Bar meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan
Utsman radiyallahu anhu bahwa keduanya melaksanakan shalat dua rakaat secara
berjamaah saat gerhana bulan dengan dua rukuk pada setiap rakaatnya seperti
53
dalam shalat itu sendiri. Tetapi dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa para
dimulainya gerhana atau ketika bulan tertutupi hingga gerhana berakhir alias
bulan terlihat seperti kondisi normal. Shalat gerhana bulan sebenarnya boleh
dilakukan sendiri atau tanpa perlu pergi ke masjid. Namun sangat disarankan
Shalat gerhana bulan ini dikerjakan 2 rakaat dengan dalam setiap rakaat
S.A.W mengeraskan bacaannya saat shalat gerhana bulan, beliau shalat empat kali
berikutnya adalah melakukan shalat gerhana bulan tersebut dengan tata cara
1. Takbiratul Ihram.
panjang.
22
Ibnu Rusdy. Bidayatul Mujtahid wa nihayatul Muqtashid. Cet ke-1, (Jakarta
Timur: Akbar Media Eka Sarana, 2013) hlm. 289.
23
Riwayat. Bukhari
54
6. I'tidal.
7. Sujud.
9. Sujud kedua
10. Berdiri lagi (rakaat kedua), membaca surat Al Fatihah dan lainnya
13. Ruku' lagi. Disunnahkan waktu ruku' lebih pendek dari ruku' pertama.
14. I'tidal.
15. Sujud.
19. Salam.
waktu setelah shalat gerhana bulan adalah waktu yang mustajabah untuk berdoa.
Berikut adalah doa yang harus diucapkan setelah shalat gerhana bulan:
55
"Sesungguhnya matahari dan bulan itu adalah dua tanda kekuasaan Allah, agar
hamba takut kepadaNya. Terjadinya gerhana matahari dan bulan itu bukanlah
karena kematian seseorang. Maka jika engkau melihatnya, maka shalatlah dan
untuk selalu mengingat kebesaran Allah yang Maha Kuasa, bertaubat atas segala
dosa yang dilakukan, motivasi untuk selalu melakukan hal yang positif seperti
sedekah, berdoa, dan beristighfar sebagai upaya agar selalu berada di jalan Allah
SWT.25
Hukum shalat gerhana ini terbagi dua. Para ulama membedakan antara
24
Ustadz Ahmad Sarwat, “Tata Cara Shalat Gerhana dan Berbagai Macam
Ketentuannya”, HR. An Nasa'i; shahih.. akses 16 July 2018
25
Alhafiz Kurniawan, “Tata Cara Shalat Gerhana Bulan dalam Empat Madhzab”.
56
Pendapat ini didasarkan pada firman Allah swt dan salah satu hadits Nabi
ك ْن ُ ْت
جَ ْس ج ْم َ نوْلَ َم وإ ْ َُس َّ خوَـَل إ َوإه و ْم وإمْل َ و ِم ْن آٓ َـ َي
ُ ين ْ ن ََِّّل ُدوإ نو ِس َل ِر ُدوإل ـ إم ُس َم ُر َّـّـ ِث ِو إنوَـّ ْيل
َّل إ ّـ ش و نَـا ُر ش ُه َث ْع ُب ُدو
َن إ
َِّّـ
لي َّي
Artinya: “Sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, matahari, dan
bulan. Jangan kalian bersujud pada matahari dan jangan (pula) pada
bulan, tetapi bersujudlah kalian kepada Allah yang menciptakan semua
itu, jika kamu hanya menyembah-Nya,”28
َث َعا ََل َف ا رَـآيْـ ُخ ك مْن آََٓيت و إ ّـَّن إمش وإْملَ َل ك ِس َم ٍ َ مح َيا
َذإ هل ّال ُمو ُ َُها َّم ـّـ ْمس َم َر ي َفا ِن ْوت د َل ِث ِو
ُن َما ٓآـي م إح و
َخا ِن
فَـ ُلو ُموإ و َصوُـّوإ
Artinya: “Sungguh, gerhana matahari dan bulan tidak terjadi sebab mati atau
hidupnya seseorang, tetapi itu merupakan salah satu tanda kebesaran
Allah ta‟ala. Karenanya, bila kalian melihat gerhana matahari dan
gerhana bulan, bangkit dan shalatlah kalian,”29
26
Ustadz Ahmad Sarwat, “Tata Cara Shalat Gerhana dan Berbagai Macam
Ketentuannya”, akses 16 July 2018
27
Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu‟ Syarhul Muhadzdzab, Kairo, Darul Hadits,
1431 H/2010 M, juz VI, halaman 106.
28
Fushilat (4): 37
29
Riwayat Bukhari-Muslim
57
bukanlah sekedar fenomena alam biasa. Gerhana merupakan fenomena alam yang
memang Allah swt kehendaki sebagai salah satu ayat (tanda) kebesaran-Nya.
Hadis di atas memberikan pelajaran dan tuntunan kepada kaum mukminin terkait
ada informasi bahwa gerhana akan terjadi pada hari tertentu pada jam
30
Ibnu Rusdy. Bidayatul Mujtahid wa nihayatul Muqtashid. Cet ke-1, (Jakarta Timur:
Akbar Media Eka Sarana, 2013)
58
galaksi dan langit yang ada didalamnya. Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah
berkata, ”Ini bantahan terhadap ahli astronomi yang mengira bahwa gerhana
yang lainnya sesuai dengan agama asal masing-masing yang digagas oleh
diyakini sebagai tanda atau sebab (bakal) terjadi peristiwa atau bencana
besar di muka bumi. Ini semua adalah batil. Seorang mukmin yang
bencana dan lain-lain. Maka Nabi S.A.W mengajarkan bahwa itu adalah
keyakinan batil. Sungguh matahari dan bulan itu adalah dua makhluk yang
kepada kita tuntunan syariat yang mulia ketika terjadi gerhana matahari
maupun gerhana bulan, yaitu ada tujuh hal (sebagaimana dalam hadits-
1. Shalat gerhana
2. Berdoa
3. Beristighfar
4. Bertakbir
5. Berdzikir
6. Bershadaqah
7. Memerdekakan budak32
ditandai dengan kembalinya cahaya matahari atau bulan seperti sedia kala. Di
antara doa yang beliau perintahkan adalah berlindung dari adzab kubur. Karena
gerhana mengakibatkan suasana gelap meskipun pada siang hari, dan dalam
31
Al-Asqalani, “Fathul Bari Syarah Sahih al-Bhukari.” hadits no. 1040
32
Riwayat. Al-Bukhari, Muslim
60
suasana tersebut hati manusia pasti dihinggapi rasa takut. Suasana yang demikian
mengingatkan kita akan suasana di alam kubur kelak. Karena gerhana merupakan
peringatan akan adzab, maka sangat tepat dianjurkan pada kesempatan tersebut
mengajak hamba untuk menyikapi gerhana yang sedang terjadi sebagai peringatan
dari Rabbul ‟Alamin Subhanahu wa ta‟ala. Hikmah ini tidak bisa diketahui
dengan ilmu sains, namun hanya bisa diketahui melalui wahyu yang diturunkan
َّ َيفَـا ِثا ِ َوذإ رَـآي ذ ِ َِل فَـا ْد لَلّـ،ٍ ول م ح َِّلل يَْن خ ِس َم
ّـ إ ّـَّن إم ش ْمس وإ ْمـلَ َم َر م ْن
ّ َ
ُعوإ إ ُ ْت د َل َفا ِن ْوت، آٓـ َيـ َخا ِن َٓآَي
آح م تإ
و َك و َ ُ ّـُّصووإ وثَـ َص ّـَّدُكوإ
، بوإ
Artinya: ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-
tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian
seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka
berdo‟alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan
bersedekahlah.”34
33
Ibn Hajar al-„Asqalani Fath al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari hadits no. 2519
34
Ibnu Rusdy Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, cet. Ke-1, (Jakarta Timur,
2013) hlm.289; Riwayat. Bukhari dan Muslim
61
gerhana matahari dan bulan, apakah hukumnya sunat atau wajib? akan tetapi
perbedaan ini terjadi disebabkan pada memahami teks hadis yang datangnya
daripada Nabi S.A.W dan juga di karenakan tidak ada hadis lain yang menguat
pendapat mereka.
Dalam bab shalat saat terjadinya gerhana matahari yakni tetang disyariatkan
hal itu, dan hala ini disepekati. Akan tetapi yang diperselisi ialah hukum dan tata
cara shalat gerhana matahari. Ibnu al-Manayyar menukilkan dari Imam Abu
Hanifah, bahwa menurutnya hukum shalat gerhana adalah wajib. Demikian pula
sesuatu yang ditetapkan (untuk melaksanakannya) dengan dalil yang qath‟I, tidak
ada syubhat (keraguan) padanya, sperti rukun Islam yang 5 yang ditetapkan
dengan Nash Al-Quran, dan yang ditetapkan dengan sunnah mutawattir atau
masyur, seperti bacaan Al-Quran dalam shalat. Adapun wajib adalah suatu yang
keraguan padanya, seperti shadaqah al-fitri, shalat witir dan dua shalat „id, yang
ditetapkan dengan dalil zhanni yaitu khabar wahid. Bila seseorang mengingkari
sesuatu yang fardhu akan menjadikan orang tersebut kufur, tetapi bila
35
Ibnu Hajar al-Asqalani, “ Fathul Baari Syarah Shahih Al Bhukari pdf”. hlm. 10
36
Azhariah Khalida, “Melacak metode Ushul Fikih Mazhab Hanafi Dalam Kitab Al-
Mabsuth Karya As-Sarkhasi” al-Muqaranah Vol V. No.2, 2014, hlm.3
62
bulan adalah sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang ditekankan bagi setiap kaum
meninggalkan shalat gerhana, baik yang bermukim maupun mereka yang sedang
مهور عىل أىه سنة مؤكدة َلىحصار الواجبات9و ْالمر دلول الوجوب َإل أىه حـمله الـج
فـي الـخمس الصلوات
Artinya: Perintah solat gerhana melalui hadis ini menunjukkan perintah wajib,
walaubagaimana pun majoriti ulama (jumhur) menyatakannya sebagai
sunnah mu‟akkadah kerana solat yang wajib hanyalah solat fardhu yang
lima.38
Pendapat di atas berdasarkan dengan hadits dari Nabi SAW. Dari Abu Musa
shallallahu „alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut karena khawatir akan
terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian beliau
mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku‟ dan sujud yang lama. Aku belum
38
ash-Shan‟ani, “Subulus Salam al-Musilati ila bulughul maram”, Bab Shalat, Kitab Al-
Kusuf. Hlm. 319
63
atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk menakuti
Selain itu, perbedaan yang ketara pada kedua Mazhab ini ialah pada
bilangan ruku‟ pada setiap shalat gerhana matahari mahupun shalat gerhana bulan.
Ada yang mengatakan dua kali ruku‟ dan ada yang mengatakan satu ruku‟ sahaja
Abu Bakrah, Abu Bakrah membicarakan hal itu kepada penduduk Bashrah,
sementara Ibnu Abbas telah mengajarkan kepada mereka bahwa shalat Gerhana
terdiri dari dua rakaat, dimana setiap rakaatnya ada dua kali ruku‟.40
Bagi Mazhab Hanafi bila membicarakan soal ruku‟ dalam shalat gerhana
mereka berpendapat bahwa shalat gerhana itu tidak shah dengan dua ruku‟ dan
dua kali bangkit (dari ruku‟), akan tetapi harus dengan sekali bangkit dan sekali
ruku‟ sebgaimana halnya dalam shalat sunnat tanpa ada perbedaan. Hanya saja
mereka berpendapat, bahwa paling sedikitnya adalah dua rakaat dan ia juga boleh
إ ّـَّن ْم وإمَْل َم َر: ب إم َنـّا ِم َ وَـآثْ ََن عَـو كَال َ آ ّـَّن إمنَـّ ِ َّما ف من إم َكا َم
ٓآـ َيـَخا ِن إم س ْي ِو َس ف َد إ ط ّـَّب َر َغ مَ ّـَّص َل ِة
ش ُّث ح وخ
ل
ل
م ْن
ٓآ َـ
يت إ
َِّل ّـ
ل ع ّـَّز و َجل َل
يس َفا ِن م َم ْوت آح ٍد َول مح َيا ِث ِو فَـ ا َذإ رَـآ ْيـ ُ ْت ذ ِ َِل َفا ْد ُعوإ إ
ّ
َّل َّـ
ل و َك
بوإ و َصوُـّوإ
وثَـ َص ّـَّدُكوإ
Dari Aisyah ra berkata, “Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan
dua tanda kekuasaan dari tanda-tanda kekuasaan Allah, yang gerhana ini berlaku
tidaklah berlaku dengan sebab kematian seseorang atau kehidupan seseorang.
Sekiranya kamu melihat gerhana maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah,
shalatlah, dan bersedekahlah.”42
dosa serta untuk mengerjakan kebajikan dengan bersedekah, doa dan istighfar
(minta ampun).
kematian manusia.43
Dasar pendapat mereka adalah sabda Nabi SAW :
42
Riwayat Muslim, “Sahih Muslim”, Kitab al-Kusuuf, 4/463, no. 1499
43
Al-Asqalani, “Fathul Baari Syarah Shahih al-Bhukari” Jilid. 6, Hlm. 27
44
Riwayat Muslim, “Sahih Muslim”, Kitab al-Kusuuf, 4/463, no. 1499
65
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari uraian dan perbahasan dari kajian di atas, maka dapatlah
lainnya. Berbeda dengan Mazhab Syafi’iyah melakukan dengan dua rakaat dan
dua kali ruku’. Berjamaah dan dilakukan di masjid dan terdapat khutbah selepas
shalat gerhana.
B. Saran-saran
berkecimpung dalam bidang hukum Islam dewasa ini. Agar ianya terpelihara
66
67
meraka.
hokum yang muktamad dalam mazhab Syafi’iyah, ini tidak berarti kita
menolak hokum dan hujjah yang dikeluarkan oleh mazhab yang lain, maka
harus berpegang dengan yakin kepada pendapat yang kita ketahui apakah
hukum dan hujjahnya dan tidak bertaqlid dengan pendapat yang kita sendiri
C. Penutup
Allah SWT, atas selesainya penulisan Skripsi ini, berkat ketekunan dan kesabaran,
skripsi ini, walaupun demikian, penulis menyadari dalam penulisan ini tentunya
masih banyak kekurangan dan kekeliruan, namun hal ini bukanlah disengajakan
atau lainnya melainkan keterbatasan ilmu dan wawasan penulis di smaping dalam
dan luarnya kajian ini serta minimnya revensi atau kekurangannya kemampuan
penulis.
Oleh kerana itu, dengan segala kerendahan hati dan rasa keikhlasan, penulis
penulisan.
68
Berakhirnya tulisan ini bukan berarti berakhir pula tugas untuk menggali
Imam Syafi’i bahwa semakin banyak kita belajar semakin banyak terasa bahwa
penulisan dalam bidang Hukum Islam dan dalam suatu kajian tentang tata cara
serta mengenal hukum dalam mazhab yang sebenarnya.Oleh karena itu semoga
Dan harapan penulis semoga ini semua berguna dan bermanfaat untuk
kepentingan kita semua khususnya para pemikir dan pemerhati Hukum Islam.
Wabillahi Taufiq
Penulis
A. KITAB
Al-Quran Tajwid Warna dan Terjemahan Humairah (Kajang, Selangor: Humairah
Bookstore Enterprise, 2012)
Abi Bakr Mohammad Ibn Ahmad Al Sarkhasi, “Al Kitab Al Mabsut”, (Dar Al-
Kotob Al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon)
Ali Jum‟ah Muhammad, Al-Madkhol Ilā Mażāhib al-Arba‟ah, (Kairo: Dar as-
Salam, Cet. II, 1428 H- 2008 M.),
Abdul Azib Hussain, Imam Mazhab Hanafi, Manhaj Ilmu Fiqah & Usul Fiqah,
(Kuala Lumpur, Telaga Biru, 2012).
Aboe Bakar Atjeh, Perbandingan Mazhab Ilmu Fikah Islam dalam Lima Mazhab
Al-Ja‟fari, Hanafi, Maliki, Syafie & Hambali (Kuala Lumpur: Penerbit Pustaka
Antara, 1986).
Abdurahman, Fiqh Empat Mazhab, Bahagan Ibadat (Shalat 1). Peng: Ali Yafie.
Alih bahasa: Chatibul Umam & Abu Hurairah. Diterbitkan oleh: Mathba‟ah Al-
Istiqomah, Cairo.
Abu Abdullah Muhammad bin Idris Syafie, Mukhtasar Kitab al-Umm Fi al-Fiqh,
Cet, ke-3, 2015.
Dewan Redaksi Ensiklopedia Hukum Islam, Ensiklopedia Hukum Islam, Cet. Ke-
1, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van hoeve, 1997),
Ibrahim, Hasyiyah al-Baijuri, Hasyiyatus Ibrahim, Indonesia, Darul Kutub al-
Islamiyyah, 1428 H/2007 M
'Alauddin, Abu Bakar bin Mas'ud Al-Kasani Al-Hanafi, Kitab Al-Badai‟ fi Tartib
asy-Syaroi', (Darul Kutub al-Ilmiyah, Beirut,2003)
Imam Syafi‟I, “Ringkasan Kitab al-Umm”, jilid 1, Cet.12 (Jakarta, Pustaka Azzam)
Februari 2015
Ash-Shan‟ani, Subulus Salam Syarh Bulughil Maram min Jam‟I Adillatil Ahkam
Indal Abror, Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: TERAS, 2009),
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul
Jadid,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 28. Indal Abror, Dosen
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab
Hadis, (Yogyakarta: TERAS, 2009),
K.H. Moenawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, Cet. Ke-5,
(Jakarta : PT.Bulan Bintang, 1986),
Mustafa Al-Khin, Mustofa Al-Bugho dan Ali Asy-Syarbani, Fiqh Manhaji, Kitab
Fikah Mazhab Syafie.(Prospecta Printers Sdn Bhd, Kuala Lumpur, 2005)
Ahmad Farid, Min A'lam As-Salaf, Terj. Masturi Irham dan Asmu'i Taman, "60
Biografi Ulama Salaf", (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2006),
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i 1, terj. Muhammad Afifi, Abdul Hafiz,
(Jakarta:Almahira, 2010),
Koran Tribun Medan , “Sejarah Gerhana Bulan dan Pandangan Islam Hingga
Turun Anjuran Salat Nabi Muhammad,” http://medan.tribunnews.com
/2018/01/31/ sejarah gerhana bulan dan pandangan islam hingga turun anjuran
salat nabi muhammad. Akses 15 Juli 2018
C. Skripsi
Pendidikan :-