Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman kacang merah ialah salah satu jenis kacang buncis (Phaseolus
vulgaris L.) dengan tipe pertumbuhaan tegak. Kacang merah dikenal masyarakat
Nusa Tenggara Timur dengan nama Brenebon yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat berupa biji, karena kandungan gizi yang cukup tinggi yakni protein
23,1 g/100 g dan lemak 1,7 g/100 g (Hosang, dkk., 2006). Tanaman ini masuk ke
Nusa Tenggara Timu sejak tahun 1919 namun mulai diapdosi masyarakat sebagai
salah satu tanaman budidaya pada tahun 1952. Berdasarkan hasil pengkajian
Agroecological Zone (AEZ), beberapa kawasan dataran tinggi di Kabupaten
Ngada, Ende, TTS dan TTU, komoditas kacang merah memiliki peluang yang
besar untuk dikembangkan (Basuki, dkk., 2002). Kabupaten Ngada dengan
ketinggian lebih dari 700 mdpl telah mengembangkan tanaman kacang merah
Varietas Inerie Ngada dengan total luasan produksi sebesar 1.787 ha.
Daerah dataran tinggi di Provinsi NTT sangat terbatas, dan lebih
didominasi oleh dataran rendah. Pengembangan tanaman kacang merah di NTT
kebanyakan di dataran tinggi, sedangkan di dataran rendah belum pernah
dibudidayakan oleh petani. Terbatasnya dataran tinggi yang ada, maka upaya
pengembangan tanaman kacang merah di dataran rendah dengan karakteristik di
NTT perlu dilakukan. Namun, pada pengembangannya terkendala dengan
ketinggian tempat yang berdampak pada perbedaan iklim yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan hasil kacang merah. Lewar, dkk., (2017a dan 2017b)
menyatakan bahwa tanaman kacang merah varietas Inerie berpotensi untuk
dikembangkan di dataran rendah dengan jumlah polong berisi mencapai 12,585
polong per tanaman, jumlah biji 31,710 butir per tanaman, dan berat biji kering
404,20 g/m. Potensi produksi tersebut perlu dikaji lagi untuk ditingkatkan dengan
menggunakan input teknologi lain. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan pemanfaatan pupuk organik. Pupuk merupakan salah
satu komponen penting dalam peningkatan produksi tanaman. Dewasa ini
penggunaan pupuk mulai bergeser dari kimia menjadi organik khususnya pada

1
tanaman hortikultura. Pergeseran ini salah satu penyebabnya adalah dengan
penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan
produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan (Kloepper, 1993). Pupuk
organik yang dapat digunakan bersumber dari feses kambing dalam bentuk padat
maupun cair. Kadar hara feses ternak berbeda-beda tergantung jenis makanannya.
Menurut Lingga (1991) feses kambing mengandung bahan organik 31%, Nitrogen
0,70%, P2O5 0,40%, K2O 0,25%, CaO 0,4% dan Nisbah C/N 2025%.
Feses kambing kaya akan unsur hara dapat dijadikan sebagai pupuk
organik padat (pupuk kandang) maupun pupuk organik cair. Pupuk kandang
adalah salah satu pupuk organik yang memiliki kandungan hara yang dapat
mendukung kesuburran tanah dan pertumbuhan mikroorganisme dalam tanah.
Hasil penelitian Shofi (2017) menunjukan bahwa pupuk kandang kambing
terhadap pertumbuhan kedelai (Glycine max L. Merr.), dengan dosis 30 Ton/ha
dapat meningkatkan pertumbuhan kedelai hingga mencapai berat 13.1967gram
per 100 biji kedelai. Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil penguraian
bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, feses hewan dan manusia
yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur.
Kelebihan dari pupuk organik ini adalah mampu mengatasi defisiensi
hara secara cepat, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan juga mampu
menyediakan hara secara cepat. Jika dibandingkan dengan pupuk anorganik,
pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman meskipun sudah
digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat
sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung
dimanfaatkan oleh tanaman (Hadisuwito, 2012). Hasil penelitian Suparhun (2015)
menunjukkan bahwa perlakuan bokashi feses kambing dosis 1530 Ton/ha dan
diikuti dengan pupuk organik cair feses kambing konsentrasi 2,5-5 cc/L
menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman jumlah daun, luas daun, dan berat
segar tanaman sawi (Brassica juncea L.) tertinggi.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang
kajian “Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Merah Varietas Inerie
Akibat Pemberian Pupuk Organik Feses Kambing”.

2
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan dalam penelitian ini Adalah :
a. Apakah pupuk feses padat kambing berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
dan hasil kacang merah varietas Inerie?.
b. Apakah pupuk feses cair kambing berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
dan hasil kacang merah varietas Inerie?.
c. Berapakah dosis pupuk feses padat kambing tebaik dalam pertumbuhan dan
hasil kacang merah varietas Inerie?.
d. Berapakah konsentrasi pupuk feses cair kambing tebaik dalam pertumbuhan
dan hasil kacang merah varietas Inerie?.
e. Apakah terdapat interaksi pupuk feses padat kambing dan pupuk feses cair
kambing yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kacang merah
vairietas Inerie?.

1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui pupuk feses padat kambing berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan hasil kacang merah varietas Inerie.
b. Mengetahui pupuk feses cair kambing berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan hasil kacang merah varietas Inerie.
c. Mengetahui dosis pupuk feses padat kambing tebaik dalam pertumbuhan dan
hasil kacang merah varietas Inerie.
d. Mengetahui konsentrasi pupuk feses cair kambing tebaik dalam pertumbuhan
dan hasil kacang merah varietas Inerie.
e. Mengetahui terdapat interaksi pupuk feses padat kambing dan pupuk feses
cair kambing yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kacang merah
vairietas Inerie.

3
1.4. Kegunaan
Kegunaan hasil penelitian ini adalah :
a. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
pedoman kepada pembaca tentang budidaya kacang merah varietas Inerie
dengan teknik pemberian pupuk organik padat dan cair feses kambing.
b. Guna mengembangkan ilmu budidaya kacang merah varietas Inerie dengan
teknik pemberian pupuk organik padat dan cair feses kambing.

1.5. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
a. Terdapat pengaruh nyata dari pemberian pupuk feses padat kambing terhadap
pertumbuhan dan hasil kacang merah vairietas Inerie.
b. Terdapat pengaruh nyata dari pemberian pupuk feses cair kambing terhadap
pertumbuhan dan hasil kacang merah vairietas Inerie.
c. Minimal terdapat satu dosis pupuk feses padat kambing terbaik dalam
meningkatkan pertumbuhan dan hasil kacang merah varietas Inerie.
d. Minimal terdapat satu konsentrasi pupuk feses cair kambing terbaik dalam
meningkatkan pertumbuhan dan hasil kacang merah varietas Inerie.
e. Terdapat interaksi antara pupuk feses padat kambing dan konsentrasi pupuk
feses cair kambing yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kacang
merah varietas Inerie.

4
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Dan Perkembangan Kacang Merah


Tanaman kacang merah dan kacang buncis hitam memiliki nama ilmiah
yang sama yaitu Phaseolus vulgaris L., tetapi memiliki tipe pertumbuhan dan
kebiasaan panen yang berbeda. Kacang merah sebenarkan merupakan kacang
buncis tipe tegak (tidak merambat) dan umumnya dipanen setelah polong tua.
Sedangkan kacang buncis umumnya tumbuh merambat dan dipanen pada saat
polong masih muda (Rukmana, 2009).
Klasifikasi kacang merah menurut Benson (1957) dalam Rukmana
(2009) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiosspermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Rosales (Leguminales)
Famili : Leguminosae (Papilionaceae)
Subfamili : Papilionoideae
Genus : Phaseolus
Spesies : Vulgaris
Nama ilmiah : Phaseolus vulgaris L
Kacang merah mempunyai batang pendek dengan tinggi sekitar 30 cm.
Batang tanaman umumnya berbuku-buku, yang sekaligus merupakan tempat
untuk melekat tangkai daun. Daun bersifat majemuk tiga (trifoliolatus) dan helai
daunnya berbentuk jorong segitiga (Rukmana, 2009).
Tanaman ini memiliki akar tunggang yang sebagian membentuk bintil-
bintil (nodula) yang merupakan sumber nitrogen dan sebagian lagi tanpa nodula
yang fungsinya antara lain menyerap air dan unsurs hara.
Bunga tersusun dalam karangan berbentuk tandan dengan pertumbuhan
karangan bunga yang serempak/bersamaan. Biji berwarna merah atau merah

5
berbintik-bintik putih (Rukmana, 2009).
Syarat tumbuh kacang merah yang peluh diperhatikan, yaitu iklim, media
tanam, dan ketinggian tempat (Sunarjono, 2012).
a. Iklim
Tanaman kacang merah banyak tumbuh di daerah yang mempunyai iklim
basah sampai kering dengan ketinggian yang bervariasi. Pada umumnya tanaman
kacang merah tidak membutuhkan curah hujan yang khusus, hanya ditanam di
daerah dengan curah hujan 1.500-2.500 mm/tahun.
Tanaman kacang merah memerlukan cahaya matahari yang banyak atau sekitar
400-800 feet candles. Dengan diperlukan cahaya dalam jumlah banyak, berarti
tanaman kacang merah tidak memerlukan naungan. Suhu udara ideal bagi
pertumbuhan kacang merah adalah 20-25oC. Pada suhu <20 oC, proses fotosintesis
terganggu, sehingga pertumbuhan terhambat, jumlah polong menjadi sedikit. Pada
suhu 25 oC banyak polong hampa (sebab proses respirasi lebih besar dari pada
proses fotosintesis), sehingga energi yang dihasilkan lebih banyak untuk
pernapasan dari pada untuk pengisian polong.
Kelembaban udara yang diperlukan tanaman kacang merah ± 55%
(sedang). Perkiraan dari kondisi tersebut dapat dilihat bila pertanaman sangat
rimbun, dapat dipastikan kelembapannya cukup tinggi.
b. Media tanam
Jenis tanah yang cocok untuk tanaman kacang merah adalah andosol dan
regosol karena mempunyai drainase yang baik. Tanah andosol hanya terdapat di
daerah pegunungan yang mempunyai iklim sedang dengan curah hujan diatas
2500 mm/tahun, berwarna hitam, bahan organiknya tinggi, berstektur lempung
hingga debu, remah, gembur dan permeabilitasnya sedang. Tanah regosol
berwarna kelabu, coklat dan kuning, berstekstur pasir sampai berbutir tunggal dan
permeabel.
Sifat-sifat tanah yang baik untuk kacang merah adalah gembur, remah,
subur dan keasaman (Ph) 5,5-6. Sedangkan yang ditanam pada tanah Ph <5,5 akan
terganggu pertumbuhannya (pada pH rendah terjadi gangguan penyerapan unsur
hara).

6
c. Ketinggian tempat
Tanaman kacang merah tumbuh baik di dataran tinggi, pada ketinggian
1000-1500 m dpl. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan untuk
ditanam pada daerah dengan ketinggian antara 300-600 meter. Dewasa ini banyak
dilakukan penelitian mengenai penanaman kacang merah di dataran rendah
ketinggian: 200-300 m dpl. Lewar, dkk (2017a) menyatakan bahwa kacang merah
Varietas Inerie dapat dibudidayakan di dataran rendah. Hal ini dibuktikan dengan
jumlah hasil penelitian yang telah dikembangkan sejak tahun 2013 bahwa kacang
merah Varietas Inerie dapat tumbuh dan berproduksi mencapai 0,8-1,0 Ton/ha di
dataran rendah dengan ketingiaan ± 103 m dpl.
d. Suhu
Suhu udara yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman kacang merah
adalah 20 - 25°C. Pada suhu kurang dari 20 °C tanaman tidak dapat melakukan
proses fotosintesis dengan baik, akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi
terhambat dan jumlah polong yang dihasilkan akan sedikit. Sebaliknya, pada suhu
udara yang lebih tinggi dari 25 °C banyak polong yang hampa. Hal ini terjadi
karena proses pernapasan (respirasi) lebih besar dari pada proses fotosintesis pada
suhu tinggi, sehingga energy yang dihasilkan lebih banyak untuk pernapasan dari
pada untuk pengisian kacang.
d. Curah hujan
Tanaman kacang merah dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan
curah hujan 1.500 - 2.500 mm per tahun. Tanaman ini paling baik ditanam pada
akhir musim kemarau (menjelang musim hujan) atau akhir musim hujan
(menjelang musim kemarau). Pada saat peralihan, air hujan tidak begitu banyak
sehingga sanggat cocok untuk fase pertumbuhan awal tanaman kacang merah,
fase pengisian, dan pemasakan polong. Pada fase tersebut dikhawtirkan terjadi
serangan penyakit bercak daun bila curah hujan terlalu tinggi.
e. Kelembaban udara
Kelembaban udara yang baik untuk pertumbuhan kacang merah kurang
lebih 55% (sedang). Perkiraan dari kondisi tersebut dapat dilihat bila tanaman
tumbuh sangat rimbun, dapat dipastikan kelembabannya cukup tinggi.

7
f.Cahaya
Cahaya matahari diperlukan oleh tanaman untuk proses fotosintesis.
Umumnya tanaman kacang merah membutuhkan cahaya matahari yang besar atau
sekitar 400 - 800 footcandles. Oleh karena itu, tanaman buncis termasuk tanaman
yang tidak membutuhkan naungan.
d. Kelembaban udara
Kelembaban udara yang diperlukan tanaman buncis sekitar 50 - 60 %
(sedang). Kelembapan ini agak sulit diukur, tetapi dapat diperkirakan dari lebat
dan rimbunnya tanaman. Kelembaban yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi
terhadap tingginya serangan hama dan penyakit. Beberapa jenis aphis (kutu) dapat
berkembang biak dengan cepat pada kelembaban 70 - 80 %.

2.2. Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Tanaman


Pupuk merupakan salah satu komponen penting dalam peningkatan
produksi tanaman. Dewasa ini penggunaan pupuk mulai bergeser dari kimia
menjadi organik khususnya pada tanaman hortikultura. Pergeseran ini salah satu
penyebabnya adalah dengan penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang
dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan
(Kloepper, 1993). Menurut Sutejo (2002), pupuk organik mempunyai fungsi yang
penting dibandingkan dengan pupuk anorganik yaitu dapat menggemburkan
lapisan permukaan tanah (top soil), meningkatkan populasi jasad renik,
mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang secara keseluruhan dapat
meningkatkan kesuburan tanah.
Kegiatan pertanian organik kebanyakan petani menggunakan pupuk
kandang. Pupuk kandang berasal dari feses hewan seperti sapi, kambing, ayam,
dan feses kelelawar. Salah satu ternak yang cukup berpotensi sebagai sumber
pupuk organik adalah kambing. Tekstur dari feses kambing adalah khas, karena
berbentuk butiran-butiran yang agak sukar pecah secara fisik sehingga sangat
berpengaruh terhadap proses dekomposisi dan proses penyediaan haranya. Nilai
rasio C/N pupuk kandang kambing umumnya masih di antara 20-25. Pupuk
kandang yang baik harus mempunyai rasio C/N kurang dari 20, sehingga pupuk

8
kandang kambing akan lebih baik penggunaannya bila dikomposkan terlebih
dahulu. Kadar hara pupuk kandang kambing mengandung kalium yang relatif
lebih tinggi dari pupuk kandang yang berasal dari feses sapi dan kerbau, namun
lebih rendah dibandingkan pupuk kandang yang berasal dari feses ayam, babi, dan
kuda (Hartatik dan Widowati, 2006).
Budidaya kacang merah yang sudah sering dilakukan oleh petani di
Indonesia adalah dengan menggunakan pupuk organik dan anorganik.
Penambahan pupuk kandang atau bahan organik dimaksudkan untuk memperbaiki
sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Pupuk kandang yang paling sering digunakan
adalah feses hewan sapi, kambing dan ayam petelur. Pupuk kandang dari feses
sapi memiliki kandungan N (0,29%), P (0,17%), dan K (0,35%). Pupuk kandang
sapi tergolong pupuk yang penguraiannya berjalan cukup lambat. Pupuk kandang
dari feses kambing mengandung unsur N (0,55%), P (0,31%), dan K (0,15%) serta
lebih sedikit kandungan airnya dibandingkan pupuk kandang dari kotoran sapi.
Pupuk kandang dari kotoran ayam petelur mengandung unsur N (1,70%), P
(1,90%), dan K (1,50%), serta lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang sapi dan
kambing (Mulyani dan Kartasapoetra, 1987). Pupuk kandang memiliki sifat tidak
cepat tersedia bagi tanaman sehingga untuk memaksimalkan dapat dipergunakan
agen hayati yang mengandung mikroorganisme baik bagi tanaman. Proses
dekomposisi dan mineralisasi hara yang berasal dari bahan organik dalam tanah
dan fiksasi nitrogen oleh rhizobia merupakan kegiatan mikroba tanah yang
berperan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah (Delvian, 2011).
Penggunaan mikroba yang terdapat di sekitar akar akan membantu tanaman dalam
menyerap unsur hara, sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih baik.
Pupuk organik cair adalah larutan dari fermentasi bahan-bahan organik
yang berasal dari sisa tanaman, feses hewan dan manusia yang kandungan unsur
haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik ini adalah mampu
mengatasi defisiensi hara secara cepat, tidak masalah dalam pencucian hara dan
juga mampu menyediakan hara secara cepat. Jika dibandingkan dengan pupuk
anorganik, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman
meskipun sudah digunakan seserinng mungkin.

9
2.3. Manfaat Feses Kambing
Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat
mendorong dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman, meningkatkan
daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cengkraman cuaca, dan serangan
patogen penyebab penyakit, merangsang pertumbuhan dan cabang produksi, serta
meninngkatkan pembentukan bunga dan bakal calon buah, serta menggurangi
gugurnya daun, bunga dan bakal buah.
Feses kambing dapat dijadikan pupuk kandang sebagai sumber hara
organik bagi pertumbuhan tanaman. Feses kambing memiliki struktur yang keras
dan lama diuraikan oleh tanah sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan
maksimal (Maulana, 2010). Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah
tersedianya unsur hara, juga dapat mendukung pertumbuhan mikroorganisme
serta mampu memperbaiki struktur tanah (Mayadewi, 2007). Pupuk kandang
memiliki sifat yang alami dan tidak merusak tanah. Penelitian Shofi (2017)
menunjukan bahwa pupuk kandang kambing terhadap pertumbuhan kedelai
(Glycine max (L.) Merr.), dengan dosis 30 Ton/ha dapat meningkatkan
pertumbuhan kedelai hingga mencapai berat 13.1967 gram per 100 biji kedelai.
Penelitian Muslihat (2014) menunjukan bahwa pemberian pupuk feses padat
kambing sebanyak 434,95 g/polybag dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil
tanaman terung (Solanum melongena L.). Menurut Fitri (2013), pemberian pupuk
feses ayam 200 gram dapat memberikan produktivitas cabai merah lebih banyak
dan memiliki bobot yang lebih besar.
Feses padat kambing juga dapat diolah menjadi pupuk organik cair
(POC). Sampai saat ini belum begitu banyak pemanfaatan feses padat yang diolah
menjadi pupuk organik cair, padahal dengan diolah menjadi pupuk organik cair
feses padat tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lama dan lebih efesien
(Setiawan, 2007). Penggunaan pupuk kandang atau kompos selama ini diyakini
dapat mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh pupuk anorganik.
Umumnya merupakan pupuk lengkap karena mengandung unsur makro dan mikro
meskipun dalam jumlah sedikit (Prihmantoro, 1996). Penggunaan pupuk organik
alam yang dapat dipergunakan untuk membantu mengatasi kendala produksi

10
pertanian yaitu Pupuk Organik Cair. Pupuk organik cair dapat memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah, membantu meningkatkan produksi tanaman,
meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk
anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang. Pupuk cair merupakan
larutan mudah larut berisi satu atau lebih pembawa unsur yang dibutuhkan
tanaman. Kelebihannya adalah dapat memberikan hara sesuai dengan kebutuhan
tanaman. Selain itu, pemberiannya dapat lebih merata dan kepekatannya dapat
diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman (Indrakusuma, 2000).
Pemberian POC feses kambing mampu menyediakan unsur hara N, P dan
K yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhan. Lingga & Marsono
(2004) menyatakan bahwa peranan unsur N adalah meningkatkan pertumbuhan
tanaman secara keseluruhan khususnya batang dan cabang, sehingga tinggi
tanaman dan jumlah cabang tanaman bertambah. Menurut Purwati (2013), unsur P
berperan dalam merangsang pertumbuhan akar, khususnya pertumbuhan akar
benih dan tanaman muda. Sudarmono (1997) menyatakan unsur K berperan
menguatkan dan memperkokoh tumbuh tanaman, serta merangsang pertumbuhan
batang. Penelitian Muslihat (2014) menunjukan bahwa pemberian pupuk feses
padat kambing sebanyak 434,95 g/polybag dapat meningkatkan pertumbuhan dan
hasil tanaman terung (Solanum melongena L.). Sedangkan hasil penelitian
Supharun (2015), POC feses kambing 2,5-5cc/liter memberikan pertumbuhan
tanaman sawi lebih tinggi dan nyata berbeda dengan perlakuan kontrol (tanpa
pupuk organik dan POC).

11
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan petani di Desa Kecamatan
Taebenu Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur pada bulan Juni sampai bulan
September 2019.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, ember,
gembor, jerigen, tali, meter, timbangan gantung, tong plastik 150 liter, karung,
pelastik, gelas aqua, kamera, dan alat tulis menulis. Adapun bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang merah varietas Inerie, feses
kambing, EM4, dan gula pasir.

3.3. Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial.
Perlakuan aplikasi pupuk organik padat diikuti pupuk organik cair feses kambing
(K) yang terdiri dari :
Perlakuan pupuk feses padat kambing (A) :
A0 = 0 Ton/ha
A1 = 15 Ton/ha
A2 = 30 Ton/ha
Perlakuan pupuk feses cair kambing (B) :
B0 = 0 ml/ liter air
B1 = 5 ml/liter air
B2 = 10 ml/liter air
Jumlah kombinasi perlakuan 3 x 3 = 9 kombinasi yaitu:
1. A0B0 = Tanpa pupuk feses kambing
2. A0B1 = Tanpa feses padat kambing + 5 ml/liter feses cair kambing
3. A0B2 = Tanpa feses padat kambing + 10 ml/liter feses cair kambing
4. A1B0 = 15 Ton/ha feses padat kambing + 0 ml/liter feses cair kambing
5. A1B1 = 15 Ton/ha feses padat kambing + 5 ml/liter feses cair kambing

12
6. A1B2 = 15Ton/ha feses padat kambing + 10 ml/liter feses cair kambing
7. A2B0 = 30 Ton/ha feses padat kambing + 0 ml/liter feses cair kambing
8. A2B1 = 30 Ton/ha feses padat kambing + 5 ml/liter feses cair Kambing
9. A2B2 = 30 Ton/ha feses padat kambing + 10 ml/liter feses cair kambing

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali dengan demikian


terdapat 36 unit percobaan. Penempatan perlakuan ke dalam setiap ulangan
dilakukan secara acak dengan penarikan lotre (denah penelitian terlampir).

3.4. Pelaksanaan Penelitian


1. Persiapan lahan
Lahan yang digunakan adalah lahan terbuka, lalu dibersihkan dari gulma dan
kotoran-kotoran lainnya. Tanah dicangkul dengan kedalaman sekitar 30 cm,
kemudian dibagi menjadi 4 blok bedengan sebagai ulangan, dengan jarak antar
blok 40 cm. dimana masing-masing petak berukuran 1,5 m x 1,5 m.
2. Persiapan pupuk organik feses kambing
a. Pupuk Organik Padat Feses Kambing
1 Pupuk feses kandang kambing dikumpul dan dimasukan dalam karung
kemudian di angkut menuju tempat penelitian.
2 Setelah sampai di tempat penelitian Feses kandang kambing kemudian
ditimbang sesuai perlakuan penelitian menggunakan timbangan.
3 Feses kambing kemudian di tabur pada bedengan yang telah di
siapkan.
4 Setelah itu dicampur dengan dengan tanah sampai merata kemudian di
biarkan selama seminggu setelah itu di lakukan penanaman.
b. Pupuk organik cair feses kambing
Pembuatan POC feses kambing dilakukan selama 2 minggu sebelum
penanaman, mengikuti prosedur (Suparhun, 2015). Feses padat kambing
yang digunakan dalam pembuatan POC berasal dari kambing yang
dibutuhkan adalah 50 kg. Langkah pembuatan pupuk organik cair sebagai
berikut :

13
a. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan seperti tong plastik
150 L, timbangan gantung, karung, pelastik, feses kambing 50 kg,
air, aktivator EM4, gula pasir, dan ember.
b. Feses kambing terlebih dahulu dimasukan kedalam karung dan
ditimban g sebanyak 50 kg lalu dimasukan ke dalam tong plastik.
c. Menambahkan air sebanyak 100 Liter, dan aktivator EM4 1.500 ml
yang sudah dicampurkan dengan gula pasir sebanyak 2 kg.
Kemudian diaduk rata dan ditutup rapat kemudian difermentasi
selama 14 hari.
d. Melakukan pengadukan setiap 3 hari sekali.
e. Setelah 2 minggu pupuk organik cair feses kambing sudah dapat
digunakan dengan ciri-ciri sebagai berikut: memiliki bau khas
bahan yang digunakan, memilliki pH yang rendah, dan terdapat
spot (titik) putih di permukaan cairan.
3. Aplikasi feses kotoran kambing
Pupuk kandang yang sudah dihancurkan, ditimbang sesuai perlakuan A0= (0
Ton/ha feses kambing padat), A1= (15 Ton/ha atau 3,75 kg feses kambing
padat), A2= (30 Ton/ha atau 6,75 kg feses kambing padat), dan ditaburkan
pada bedeng penelitian kemudian dicampur dengan tanah secara merata.
Setelah itu bedeng dibiar selama 1 minggu sebelum penanaman.
4. Penanaman
Penanaman benih dilakukan dengan cara membuat lubang tanam
menggunakan tugal dengan jarak tanam 40 cm x 30 cm dan kedalaman lubang
tanam sedalam 3-4 cm. Pada setiap lubang tanam dimasukan 2 benih lalu
ditutup kembali dengan tanah kemudian disiram dengan air.
5. Pemeliharaan tanaman
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari disesuaikan dengan
kelembaban tanah.

14
b. Pemupukan POC feses kambing
Pemupukan dilakukan sejak tanaman berumur 1 minggu. Pengaplikasian
dilakukan pada sore hari, pemberian POC dilakukan 7 hari sekali dengan
menyiapkan larutan POC:
B0 : 200 ml air sebagai kontrol.
B1 : 5 ml POC diencerkan dalam 995 ml air kemudian diaplikasikan

pada tanaman dengan volume 200 ml larutan POC/tanaman.


B2 : 10 ml POC diencerkan dalam 990 ml air kemudian diaplikasikan

pada tanaman dengan volume 200 ml larutan POC/tanaman


Pemberian POC dihentikan selama 1 minggu menjelang panen.

c. Penyulaman
Dilakukan dengan mengganti tanaman yang mati atau kurang baik dalam
pertumbuhannya sampai dengan 7 hari setelah tanam. Penyulaman
mengunakan bibit yang telah disiapkan pada pada bedeng penyulaman yang
telah disiapkan bersama penanaman.
d. Penyiangan dan pembumbunan
Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma atau tumbuhan liar yang
dianggap mengganggu pertumbuhan tanaman dan sekaligus dilakukan
pembubunan yang bertujuan untuk menguatkan berdirinya tanaman,
menjaga kegemburan tanah serta mendekatkan unsur hara pada akar
tanaman. Pembubunan dilakukan setelah tanaman berumur 2 MST.
e. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara fisik, mekanik, dan
pestisida nabati sesuai dengan gejala serangan yang terjadi di lapangan.
6. Panen
Panen dilakukan apabila kulit polong kacang merah sudah berubah warna dari
hijau bergaris-garis merah ke warna coklat kekuningan dengan bercak-bercak
bergaris telah berubah warna dari merah ke warna keunguan pudar. Setelah
tampak tanda-tanda ketuaan, polong dipetik satu per satu untuk selanjutnya
dijemur di bawah sinar matahari selama ± 3 hari.

15
7. Pasca panen
Polong kering dipisahkan dan dilakukan pembijian. Biji kemudian dikeringkan
di bawah sinar matahari selama 2 hari pada jam 08.00-10.00 WITA.

3.5. Variabel Pengamatan


Adapun variabel pengamatan meliputi variabel utama dan variabel
pendukung, yaitu:

3.5.1. Variabel Utama


Pengamatan variabel utama dilakukan pada tanaman sampel sebanyak
minimal 10% dari total populasi 40 tanaman dalam satu bedeng.
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tanaman
menggunakan mistar. Pengukuran dilakukan setiap sekali seminggu sejak
tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST) hingga 4 minggu setelah
tanam (MST) atau tanaman memasuki masa generatif.
2. Diameter batang (mm)
Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan jangka sorong
dengan cara menjepit pada bagian batang (1 cm di atas pangkal batang) dari
empat tanaman sampel pada setiap petak. Pengukuran dilakukan pada umur 2
minggu setelah tanam, 4 minggu setelah tanam.
3. Jumlah polong berisi per tanaman.
Dihitung jumlah polong berisi pada setiap tanaman pada saat panen.
4. Jumlah biji per tanaman
Pengamatan terhadap biji per tanaman dilakukan dengan menghitung jumlah
biji yang dihasilkan.
5. Berat biji per tanaman (g)
Pengamatan dilakukan dengan cara biji dikeringkan terlebih dahulu di bawah
sinar matahari sampai kadar air 11% kemudian ditimbasng.
6. Berat 100 biji (g)
Bobot 100 biji diperoleh dari penimbangan 100 butir biji dari jumlah biji yang

16
dihasilkan setiap petak. Seratus butir biji diambil secara acak, kemudian
ditimbang. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan analitik.
7. Jumlah polong per petak
Pengamatan terhadap jumlah polong dilakukan dengan menghitung jumlah
polong yang dihasilkan tanaman dalam satu petak.
8. Berat biji per petak
Berat biji per petak di peroleh dari penimbangan semua biji dari masing-
masing pelakuan yang sampel maupun bukan sampel. Penimbangan dilakukan
dengan menggunakan timbangan analitik.

3.5.2. Variabel Penunjang


1. Analisis tanah
Analisis tanah meliputi analisis tanah awal dan tanah akhir. Sampel tanah awal
dan tanah akhir yang dianalisis yaitu sebanyak 200 gram dan dianalisis
kandungan N, P, K, C-organik, KTK, dan pH.
2. Analisis hara pupuk
Analisis hara pupuk kandang POC feses kambing dan pupuk kandang padat
kambing dilakukan di laboratorium dengan mengambil sejumlah POC dan
dianalisis kandungan N, P, K, C-organik, KTK, dan pH.

3.6. Analisis Data


Analisis data yang digunakan menurut (Sastrosupadi, 2000) adalah sebagai
berikut:
Yij : µ + ɑi + ßj + ∑ij

Dimana:
Yij : Nilai pengamatan dari perlakuan taraf ke-i pada ulangan taraf ke-j.
µ : Nilai tengah umum.
ɑi : Pengaruh perlakuan taraf ke-i.
j : Pengaruh ulangan taraf ke- i.
ij : Pengaruh galat dari perlakuan taraf ke-i yang ditempatkan pada ulangan
taraf ke-j.
Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam, jika terdapat pengaruh nyata
maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut BNJ 5%.

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengamatan Umum Penelitian


Kegiatan penelitian ini dilakukan sejalan dengan metode penelitian yang
telah dituangkan pada sebelumnya (Bab III) yaitu pada bagian pelaksaan
penelitian dimana kegiatan diawali dari persiapan lahan sampai kegiatan pasca
panen. Pengamatan umum dalam penelitian ini adalah saat kegiatan budidaya
bagian penanaman dilakukan penyulaman dua kali yaitu pada minggu pertama
dan kedua setelah tanam. Penyulaman dilakukan karena tanaman patah akibat
angin kencang. Selama kegiatan penelitian ini berjalan cuaca tidak mendung dan
tidak terjadi hujan sehingga proses penyiraman dilakukan setiap hari yaitu
penyiraman di pagi dan sore hari. Selain itu, untuk pengendalian hama dan
penyakit tidak dilakukan karena intensitas serangan hama dan penyakit selama
kegiatan budidaya sampai panen sangat kecil.
Kegiatan pemanenan dilakukan pada minggu ke-7 sebanyak 3 kali.
Dimana tanaman sampel dipanen pada minggu pertama, sedangkan sisanya
dipanen pada minggu kedua dan ketiga. Selama kegiatan pemanenan, ditemukan
ada beberapa tanaman sampel yang memiliki polong yang kosong dan ada juga
polong yang memiliki biji abnormal (ukuran biji sangat kecil dan keriput)
sehingga mengurangi berat biji tanaman kacang merah varietas Inerie saat
ditimbang karena biji kacang merah yang abnormal dibuang dan tidak ditimbang
bersamaan dengan biji kacang merah yang normal.

4.2. Variabel Pendukung


Variabel pendukung, berupa analisis media tanam dan analisis pupuk
kandang kambing yaitu:
4.2.1. Analisis Media Tanam
Analisis media tanam meliputi analisis tanah awal dan tanah akhir, yaitu
sebagai berikut:
1. Analisis Tanah Awal
Analisis media tanam yang akan digunakan budidaya tanaman kacang

18
merah varietas Inerie dianalisis pada awal dan akhir penelitian. Pengambilan
contoh media tanam awal dilakukan sebelum penanam yaitu saat tanah belum
tercampur dengan pupuk feses padat kambing dan pupuk feses cair kambing.
Hasil analisis media tanam pada awal penelitian tertera pada Tabel 4.1
Tabel 4.1. Data Hasil Analisis Beberapa Sifat Kimia Media Tanam pada Awal
Kegiatan Tanaman Kacang Merah Varietas Inerie dan Kriteria
Penilaiannya
No Sifat Kimia Kadar Kriteria Penilaian
1 pH 7,40 Netral
2 KTK (me/100 g) 38,12 Tinggi
3 C-Organik (%) 0,81 Rendah
4 N (%) 0,10 Rendah
5 P (ppm) 12,43 Tinggi
6 K (me/100 g) 0,38 Tinggi
Sumber: Laboratorium Tanah Undana Kupang, 2019

Tabel 4.1. menunjukan bahwa media tanam yang digunakan untuk


budidaya tanaman kacang merah varietas Inerie memiliki kisaran pH netral
dengan nilai KTK tinggi namun memiliki C-organik rendah. pH yang netral
memudahkan tersedianya unsur hara bagi tanaman baik yang berada dalam tanah
maupun yang diberikan berupa pupuk, hal ini didukung oleh nilai KTK yang
tinggi yang menunjukan kemampuan koloidal tanah menahan atau menyerap
unsur hara lebih lama sehingga nilai KTK tanah akan berdampak pada tingkat
kesuburan tanah. Nilai KTK tinggi maka serapan hara tanah tinggi dan akhirnya
kesuburan tanah menjadi lebih baik. KTK tanah pada kisaran tinggi juga
memungkinkan unsur hara dalam tanah dan yang diberikan melalui pemupukan
akan lebih lama berada di daerah perakaran tanaman sehingga membantu
penyerapan hara bagi tanaman lebih besar dibanding yang terlindi (Ngelung,
2015).
Selain nilai KTK, kadar C-organik dalam tanah juga mempengaruhi
kesuburan tanah. Keberadaan bahan organik dalam tanah akan memacu reaksi
biokimia tanah yang berpengaruh pada tingkat kesuburan fisik, kimia, dan biologi
tanah, termasuk di dalamnya ketersediaan hara bagi tanaman. Musnamar (2003)
menyatakan bahwa pengembalian bahan organik ke dalam tanah adalah hal yang
sangat penting dilakukan untuk mempertahankan lahan pertanian agar tetap
produktif, karena bahan organik selain dapat menambah unsur hara juga dapat

19
meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang penting dalam memperbaiki
sifat fisik dan biologi tanah. Tabel 4.1. juga menampilkan hasil analisis beberapa
unsur hara yang juga telah dilakukan penilaian kriterianya dari laboratorium
Universitas Nusa Cendana Kupang (2019) yaitu hara nitrogen (N: 0,10 %)
memiliki nilai rendah dan kalium (K: 0,38 (me/100 g) yang dinilai kadar yang
tinggi sehingga apabila media ini digunakan dalam kegiatan budidaya tanaman
maka pemberian hara N melalui pemupukan perlu dilakukan.

2. Analisis Media Tanam Akhir


Analisis tanah akhir, sampel tanah diambil setelah panen ketiga
dilakukan, yaitu dengan mengambil tanah sekitar perakaran tanaman kacang
merah varietas Inerie sedalam 20 cm yang berada dalam setiap petak per tiap
ulangan, kemudian dikomposit untuk setiap perlakuannya, disiapkan untuk
selanjutnya dikirim ke Laboratorium Tanah Universitas Nusa Cendana Kupang
untuk dianalisis sifat kimianya. Hasil analisis media tanam pada awal penelitian
tertera pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Data Hasil Analisis Beberapa Sifat Kimia Media Tanam pada Akhir
Kegiatan Tanaman Kacang Merah varietas Inerie dan Kriteria
Penilaiannya
Unsur Hara
KTK C- K
Sampel N P
pH H (me/100 H Organik H (%)
H (ppm)
H (me/100 H
g) (%) g)
A0B0 7,46 N 30,25 R 0,63 R 0,07 R 8,95 ST 0,30 R
A0B1 7,47 N 30,27 R 0,83 R 0,07 R 8,76 ST 0,31 T
A0B2 7,44 N 29,98 R 0,62 R 0,11 R 14,01 ST 0,35 T
A1B0 7,66 AA 30,63 R 0,81 R 0,35 R 57,52 ST 0,74 ST
A1B1 7,88 AA 30,92 R 1,00 R 0,35 R 58,02 ST 0,79 ST

Lanjutan Tabel 4.2.


Unsur Hara
KTK C- K
Sampel N P
pH H (me/100 H Organik H (%)
H (ppm)
H (me/100 H
g) (%) g)
A1B2 7,73 AA 31,42 R 0,82 R 0,39 R 62,25 ST 0,80 R
A2B0 7,66 AA 30,63 R 1,20 R 0,37 R 59,81 ST 0,85 ST
A2B1 7,99 AA 31,96 R 0,81 R 0,41 T 64,84 ST 0,89 ST
A2B2 8,13 A 32,52 R 0,84 R 0,45 T 70,86 ST 0,91 ST

20
Sumber: Laboratorium Tanah Undana Kupang, 2019
Keterangan : AA : Agak Alkalis N : Netral R : Rendah
ST : Sangat Tinggi T : Tinggi H : Harkat
A : Alkalis

Berdasarkan Tabel 4.2. maka dapat disimpulkan bahwa pemberian


pupuk feses padat kambing dan pupuk feses cair kambing terbukti dapat
meningkatkan kandungan hara yang berdampak pada peningkatan kesuburan
tanah sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Hal ini terlihat dari sisa hara
akibat aplikasi pupuk feses kambing baik padat maupun cair. Pemberian pupuk
feses kambing berpengaruh pada pembentukan pH tanah dari alkalis pH tanah
yang akan membentuk menjadi agak alkalis dan alkalis. Kondisi pH tanah alkalis
ini kemungkinan di sebabkan oleh pupuk feses padat kambing yang berpengaruh
(Tabel 4.3) memiliki ph 8,71.
Pemberian pupuk feses padat kambing dan pupuk feses cair kambing
sebagai sumber hara bagi tanah-tanaman, juga akan menyumbangkan bahan
koloid tanah berupa humus yang dapat meningkatkan Kalium, Phosfor, C-Organik
sedangkan menurunkan nilai KTK dan Nitrogen. Penurunan kadar N dalam tanah
dapat disebabkan karena diambil oleh tanaman atau terlindi. Hal ini sejalan
dengan pendapat Winarso (2005) yang menyatakan bahwa apabila N ditambahkan
ke dalam tanah, maka N sebagian akan diambil tanaman, dipertahankan dalam
bentuk tersedia, diubah menjadi bentuk kurang tersedia, atau mengalami
pencucian/pelindian keluar dari sistem. Sisa hara dan tanah tersebut sangat
bermanfaat bagi tanaman yang akan ditanam nanti.

4.2.2. Analisis Pupuk Kandang Kambing


Analisis pupuk kandang kambing meliputi analisis pupuk kandang padat
kambing dan pupuk kandang cair kambing, yaitu sebagai berikut:
1. Analisis Pupuk Kandang Padat Kambing
Analisis pupuk feses padat kambing dilakukan sebelum diaplikasikan ke
tanaman kacang merah varietas Inerie yaitu diambil 200 gram pupuk kandang
kambing padat, dikirim ke Laboratorium Tanah Universitas Nusa Cendana
Kupang untuk dianalisis sifat kimianya. Hasil analisis pupuk feses kambing padat

21
tertera pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Data Hasil Analisis Beberapa Sifat Kimia Pupuk Kandang Kambing
Padat
No Sifat Kimia Kadar Kriteria Penilaian
1 pH 8,71 Minimum 4-8
2 KTK (me/100 g) 40,10 Minimum 100
3 C-Organik (%) 5,28 Minimum 15
4 N (%) 0,96 Minimum 2
5 P (ppm) 124,89 Minumum 2
6 K (me/100 g) 1,30 Minimum 2
Sumber: Laboratorium Tanah Undana Kupang, 2019

Tabel 4.3. memperlihatkan hasil analisis sifat kimia (unsur hara pH,
KTK) pupuk kandang kambing padat secara keseluruhan memiliki nilai kadar
unsur hara yang tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai pupuk untuk mensuplai
kebutuhan hara bagi tanaman kacang merah.

2. Analisis Pupuk Feses Cair Kambing


Analisis pupuk feses cair kambing, sampel feses cair kambing diambil
sekitar 350 ml, dikirim ke Laboratorium Tanah Universitas Nusa Cendana
Kupang untuk dianalisis sifat kimianya. Hasil analisis pupuk kandang kambing
padat tertera pada Tabel 4.4.
Tabel 4.3. Data Hasil Analisis Beberapa Sifat Kimia Pupuk Kandang Kambing
Cair
No Sifat Kimia Kadar Kriteria Penilaian
1 pH 6,51 Minimum 4-8
2 C-Organik (%) 1,20 Minimum 10
3 N (%) 2,01 Minimum 2
4 P (%) 1,19 Minumum 2
5 K (%) 1,27 Minimum 2
Sumber: Laboratorium Tanah Undana Kupang, 2019

Tabel 4.4. memperlihatkan hasil analisis sifat kimia N, P, K pupuk feses


kambing cair memiliki nilai kadar unsur hara yang rendah, pH netral sedangkan
memiliki kadar C-Organik yang rendah sehingga apabila dinilai dari ketersediaan
dan kandungan hara maka dapat disimpulkan bahwa pupuk feses kambing cair
masih bisa dijadikan sebagai sumber pupuk tanaman karena memiliki unsur hara
lain selain C-Organik yang tinggi yang berguna bagi pertumbuhan dan hasil
tanaman kacang merah varietas Inerie.

22
4.3. Variabel Utama
Variabel utama, terdiri atas tinggi tanaman (cm), diameter batang (mm),
jumlah polong berisi per tanaman, jumlah biji per tanaman, berat biji per tanaman
(g), berat 100 biji (g), jumlah polong per petak dan berat biji per petak yang
diuraikan sebagai berikut:
4.3.1. Tinggi tanaman (cm)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tinggi tanaman kacang merah
varietas Inerie pada minggu ke-2 dipengaruhi sangat nyata oleh pemberian pupuk
organik feses kambing padat. (Lampiran 3). Rata-rata tinggi tanaman kacang
merah varietas Inerie pada minggu ke-2 tertera pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Tinggi Tanaman Kacang Merah Varietas Inerie Minggu ke-2 Akibat
Perlakuan Pupuk Organik Feses Kambing.
Pupuk Feses Padat Kambing (A) Rata-rata

A0 (0 Ton/ha) 8,2550 b

A1 (15 Ton/ha) 8,2767 b

A2 (30 Ton/ha) 8.9700 a

Nilai BNJ 0, 464


Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda Nyata pada BNJ5%.

Pemberian pupuk organik feses kambing padat memberikan pengaruh


sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-2, (Lampiran 3), dimana
untuk perlakuan pupuk organik feses kambing padat (A) memiliki nilai F-hitung
6,54 > F-Tabel 5 %.
Berdasarkan Tabel 4.5. bahwa perlakuan pupuk organik feses kambing
padat (A2) memiliki nilai tinggi tanaman kacang merah varietas Inerie yaitu
sebesar 8.9700 cm dari perlakuan pupuk organik feses kambing padat (A0) yaitu
8,2550 cm dan (A1) yaitu 8,2767 cm .
Sedangkan di minggu ke-4, hasil analisis ragam (anova) menunjukkan
bahwa tinggi tanaman kacang merah varietas Inerie pada minggu ke-4
dipengaruhi secara nyata oleh pemberian pupuk organik feses kambing padat

23
(Lampiran 4). Rata-rata tinggi tanaman kacang merah varietas Inerie pada minggu
ke-4 tertera pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Tinggi Tanaman Kacang Merah Varietas Inerie Minggu ke-4 Akibat
Perlakuan Pupuk Organik Padat dan Pupuk Organik Cair Feses
Kambing.
Pupuk Feses Padat Kambing (A) Rata-rata

A0 (0 Ton/ha) 19.6092 c

A1 (15 Ton/ha) 21.4975 a

A2 (30 Ton/ha) 21.2292 ba

Nilai BNJ 1,557


Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda Nyata pada BNJ 5%.

Perlakuan pemberian pupuk organik feses kambing padat memberikan


pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-4, dimana untuk
perlakuan pupuk organik feses kambing padat (A) memiliki nilai F-hitung 3,67 >
F-Tabel 5 % sebesar 0,0406.
Berdasarkan Tabel 4.6. bahwa pupuk organik feses kambing padat (A1)
memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman pada minggu ke-4 yang berbeda nyata
yaitu sebesar 21,4975 cm dari perlakuan pupuk organik feses kambing padat (A0)
yaitu 19,6092 cm dan (A2) yaitu 21,2292 cm.
Hal ini karena feses padat kambing merupakan unsur hara tergolong
lengkap dengan memiliki kandungan hara N, P, K yang tinggi dan C-organik yang
tinggi (Tabel 4.3 dan Tabel 4.4), sehingga mempengaruhi pertumbuhan tinggi
tanaman. Menurut Soegiman dalam Safitri, Linda dan Rahmawati (2017)
menjelaskan bahwa tanaman akan tumbuh apabila unsur hara yang dibutuhkan
tanaman berada dalam keadaan cukup tersedia bagi pertumbuhan tanaman.
Salah satu unsur yang dibutuhkan oleh tanaman pada fase vegetatif
adalah unsur N karena unsur N merupakan unsur hara yang sangat berperan dalam
pertumbuhan fegetatif tanaman seperti mempercepat pertumbuhan tanaman,
penambahan tinggi tanaman, dan merangsang pertunasan, batang dan daun
(Kurniawan, 2013). Sehingga pemberian kotoran kambing pada jumlah yang

24
optimum saja yang mampu merangsang aktivitas dan pembelahan sel pada
jaringan meristimatik, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
(Heddy dalam Hairudi dan Edial, 2019).

4.3.2. Diameter Batang (mm)


Hasil analisis ragam (anova) menunjukkan bahwa diameter batang
tanaman kacang merah varietas Inerie pada minggu ke-2 tidak berpengaruh nyata
oleh pemberian pupuk organik feses kambing padat, pemberian pupuk organik
feses cair dan interaksinya (Lampiran 5). Rata-rata diameter batang tanaman
kacang merah varietas Inerie pada minggu ke-2 tertera pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Diameter Batang Tanaman Kacang Merah Varietas Inerie Minggu ke-2
Akibat Perlakuan Pupuk Organik Feses Kambing.
Pupuk Feses Padat Kambing (A) Rata-rata
A0 (0 Ton/ha)
3.02500 tn
A1 (15 Ton/ha) 3.14333 tn
A2 (30 Ton/ha) 3.13833 tn

Pupuk Feses Cair Kambing (B) Rata-rata


B0 (0 ml) 3.16417 tn
B1 (5 ml) 3.03583 tn
B2 (10 ml) 3.10667 tn

Pupuk Feses Padat Kambing (A) x Pupuk Feses Cair Kambing (B) Rata-rata
A0B0 3.1125 tn
A0B1 2.8750 tn
A0B2 3.0875 tn
A1 B0 3.1900 tn
A1 B1 3.0350 tn
A1 B2 3.2050 tn
A2 B0 3.1900 tn
A2 B1 3.1975 tn
A2 B2 3.0275 tn

Keterangan: Huruf yang sama menyatakan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5 %

Perlakuan pemberian pupuk organik feses kambing padat, pemberian


pupuk organik feses kambing cair dan interaksi tidak memberikan pengaruh
terhadap diameter batang tanaman pada minggu ke-2 (Lampiran 5), dimana untuk
perlakuan pupuk organik feses kambing padat (A) memiliki nilai F-hitung 2,92 <
F-Tabel 5 % sebesar 0.0731, perlakuan pupuk organik feses kambing cair (B)
memiliki nilai F-hitung 2,70 < F-Tabel 5 % sebesar 0.0879, sementara untuk

25
interaksinya (A x B) memiliki nilai F-hitung 2,47 < F-Tabel 5 % sebesar 0.0718.
Berdasarkan Tabel 4.5. bahwa semua perlakuan pupuk organik feses
kambing padat (A), pupuk organik feses kambing cair (B), dan interaksi (A x B)
memiliki nilai rata-rata diameter batang tanaman yang berpengaruh tidak nyata.
Sedangkan di minggu ke-4, hasil analisis ragam (anova) menunjukkan
bahwa tinggi tanaman kacang merah varietas Inerie pada minggu ke-4
dipengaruhi secara nyata oleh pemberian pupuk organik feses kambing padat (A)
Rata-rata diameter batang kacang merah varietas Inerie pada minggu ke-4 tertera
pada Tabel 4.8
Tabel 4.8. Diameter Batang Kacang Merah Varietas Inerie Minggu ke-4 Akibat
Perlakuan Pupuk Organik Feses Kambing.
Pupuk Feses Padat Kambing (A) Rata-rata

A0 (0 Ton/ha) 3.68000 b

A1 (15 Ton/ha) 3.92417 a

A2 (30 Ton/ha) 3.87417 ba

Nilai BNJ 0,2206


Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda Nyata pada BNJ5%.

Perlakuan pemberian pupuk organik feses kambing padat (A)


memberikan pengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman pada minggu ke-
4, dimana untuk perlakuan pupuk organik feses kambing padat (A) memiliki nilai
F-hitung 4,27 > F-Tabel 5 % sebesar 0.0260.
Berdasarkan Tabel 4.8. bahwa perlakuan pupuk organik feses kambing
padat (A1) memiliki nilai rata-rata diameter batang pada minggu ke-4 yaitu
sebesar 3,92417 mm, dari perlakuan pupuk organik feses kambing padat (A0)
yaitu 3,68000 mm dan perlakuan (A2) yaitu 3,87417 mm.
Hal ini disebabkan pada Tabel 4.3. terlihat jelas bahwa pupuk organik
feses kambing padat (A) pada tinggi tanaman minggu ke-2 memiliki ketersediaan
unsur hara makro dan mikro yang tidak lengkap sehingga dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Sutedjo dalam Hairudi dan Edial,

26
2019). Sedangkan pupuk organik feses kambing padat (A) pada tinggi tanaman
minggu ke-4 mampu menyediakan unsur hara N, P, K yang tinggi dan C-organik
yang tinggi yang dapat berguna bagi perumbuhan batang tanaman kacang merah
varietas Inerie. Selain karena tersedianya unsur N yang membantu pertumbuhan
dan perkembangan diameter batang namun ada unsur K juga yang mampu
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan diameter. Hal ini sejalan dengan
pendapat Sudarmono dalam Safitri, Linda dan Rahmawati (2017), Menyatakan
unsur K berperan menguatkan dan memperkokoh tumbuh tanaman, serta
merangsang pertumbuhan batang. Sehingga apabila dilihat dari Tabel 4.4 maka
terlihat jelas bahwa pupuk organik feses kambing padat (A) memiliki unsur hara
K sangat tinggi. Sedangkan unsur hara makro sangat dibutuhkan oleh tanaman
untuk pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti akar, batang dan
daun.

4.3.3. Jumlah Polong Berisi per Tanaman


Hasil analisis ragam (anova) menunjukkan bahwa jumlah polong berisi
per tanaman kacang merah varietas Inerie dipengaruhi secara nyata oleh interaksi
(A x B). Rata-rata jumlah polong berisi per tanaman kacang merah varietas Inerie
pada minggu ke-2 tertera pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Jumlah Polong Berisi per Tanaman Kacang Merah Varietas Inerie
Akibat Perlakuan Pupuk Organik Feses Kambing.
Pupuk Feses Padat Kambing (A) x Pupuk Feses Cair Kambing (B) Rata-rata
A0B0 10.970 ab
A0B1 9.785 ab
A0B2 12.878 a
A1 B0 10.438 ab
A1 B1 11.443 ab
A1 B2 11.815 ab
A2 B0 11.503 ab
A2 B1 12.940 a
A2 B2 9.065 b
Nilai BNJ 3,605
Keterangan: Angka-angka yang sama pada kolom yang sama Tidak Berbeda Nyata pada uji BNJ
5%

Interaksi (A x B) memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah polong

27
berisi per tanaman, dimana perlakuan interaksi (A x B) memiliki nilai F-hitung
3,89 > F-Tabel 5 % sebesar 0.0143.
Berdasarkan Tabel 4.9. bahwa interaksi (A x B) memiliki nilai rata-rata
tinggi jumlah polong berisi per tanaman yang berpengaruh nyata pada perlakuan
(A2B1) yaitu sebesar 12,940 polong dan pada perlakuan (A0B2) yaitu sebesar
12,878 polong, jumlah polong berisi per tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan
unsur hara. Hal ini karena pupuk organik feses kambing padat maupun cair
menyediakan unsur hara N, P dan K yang sangat tinggi (Tabel 4.3). Menurut
Lingga dan Marsono (2008) dalam Marviana dan Listiatie (2014) menyatakan
bahwa fosfor berfungsi membantu asimilasi dan pernapasan serta mempercepat
pembungaan, pemasakan biji dan buah, berperan dalam pembelahan sel,
memperkuat batang, menambah daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit,
transfer energi, penyusun protein, ko-enzim dan asam nukleat. Sedangkan
menurut Hardjowigeno dalam Ngelung, (2015) menambahkan bahwa unsur
kalium berfungsi mengatur berbagai mekanisme metabolik seperti fotosintesa,
translokasi karbohidrat dan sintesa protein sehingga meningkatkan ketahanan
terhadap penyakit. Kalium juga berperan dalam mencegah bunga dan buah tidak
mudah gugur (Kurniawan, 2013).

4.3.4. Jumlah Biji per Tanaman


Hasil analisis ragam (anova) menunjukkan bahwa terdapat interaksi pada
jumlah biji per tanaman kacang merah varietas Inerie yang sangat nyata akibat
pemberian pupuk organik feses kambing padat A dan diikuti oleh pupuk organik
feses kambing cair B. Rata-rata jumlah biji per tanaman kacang merah varietas
Inerie tertera pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Jumlah Biji Per Tanaman Kacang Merah Varietas Inerie Akibat
Perlakuan Pupuk Organik Feses Kambing.
Pupuk Feses Padat Kambing (A) x Pupuk Feses Cair Kambing (B) Rata-rata
A0B0 36.565 ab
A0B1 30.690 c
A0B2 38.220 a
A1 B0 31.785 bc

28
A1 B1 36.095 ab
A1 B2 38.283 a
A2 B0 36.533 ab
A2 B1 38.658 a
A2 B2 29.783 c
Nilai BNJ 5.140
Keterangan: Huruf yang sama menyatakan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5 %

Perlakuan interaksi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah


biji per tanaman, dimana interaksinya (A x B) memiliki nilai F-hitung 13,79 > F-
Tabel 5 % sebesar 0001.
Berdasarkan Tabel 4.10. bahwa interaksi pada perlakuan pupuk organik
feses kambing padat A dan di ikuti dengan pemberian pupuk organik fses
kambing cair B memiliki nilai rata-rata teringgi pada jumlah biji per tanaman
kacang merah varietas Inerie pada perlakuan A2B1 yaitu sebesar 38,658 butir.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan pupuk organik feses kambing padat
terbaik terdapat pada perlakuan interaksi A2B1 (feses padat kambing 30 Ton/ha
dan feses cair kambing 5 ml).
Jumlah biji per tanaman ditentukan oleh jumah polong berisi per
tanaman. Hal ini karena semakin banyak jumlah polong per tanaman maka akan
bertambah pula jumlah biji per tanaman. Pembentukan jumlah biji per tanaman
juga ditentukan oleh ketersediaan unsur hara. Menurut Lingga & Marsono (2004),
adanya kandungan hara mikro dan makro dapat membantu pembentukan buah dan
unsur P berfungsi sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein
tertentu, pemasakan biji, dan buah.

4.3.5. Berat Biji per Tanaman (g)


Hasil analisis ragam (anova) menunjukkan bahwa berat biji per tanaman
kacang merah varietas Inerie tidak dipengaruhi secara nyata pada pemberian
pupuk organik feses kambing padat, pemberian pupuk organik feses kambing cair

29
dan interaksinya (Lampiran 9). Rata-rata berat biji per tanaman kacang merah
varietas Inerie tertera pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Berat Biji per Tanaman Kacang Merah Varietas Inerie Akibat
Perlakuan Pupuk Organik Feses Kambing.
Pupuk Feses Padat Kambing (A) Rata-rata
A0 (0 Ton/ha) 110,001 tn
A1 (15 Ton/ha) 104,711 tn
A2 (30 Ton/ha) 110,286 tn
Pupuk Feses Cair Kambing (B) Rata-rata
B0 (0 ml) 111,546 tn
B1 (5 ml) 104,677 tn
B2 (10 ml) 108,775 tn
Pupuk Feses Padat Kambing (A) x Pupuk Feses Cair Kambing (B) Rata-rata
A0B0 120,10 tn
A0B1 91,96 tn
A0B2 117,95 tn
A1 B0 95,84 tn
A1 B1 105,66 tn
A1 B2 112,64 tn
A2 B0 118,71 tn
A2 B1 116,41 tn
A2 B2 95,74 tn

Keterangan: Huruf yang sama menyatakan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5 %

perlakuan interaksi memberikan pengaruh tidak nyata terhadap berat biji


per tanaman, pada pemberian pupuk organik feses kambing padat A dan
pemberian pupuk organik feses kambing cair B (Lampiran 9), dimana untuk
perlakuan pupuk organik feses kambing padat (A) memiliki nilai F-hitung 0,33 <
F-Tabel 5 % sebesar 0,7212 perlakuan pupuk organik feses kambing cair (B)
memiliki nilai F-hitung 0,40 < F-Tabel 5 % sebesar 0,6738, sementara untuk
interaksinya (A x B) memiliki nilai F-hitung 2,47 < F-Tabel 5 % sebesar 0,0719.
Tabel 4.11. menunjukan perbedaan perlakuan interaksi tidak berbeda nyata
pada semua perlakuan terhadap berat biji per tanaman. Berat biji per tanaman
ditentukan oleh jumah polong berisi per tanaman. Hal ini karena semakin banyak
jumlah polong per tanaman maka akan menghasilkan banyak biji yang sehingga
mempengaruhi berat biji per tanaman. Berat biji per tanaman menunjukan berapa
banyak unsur hara yang disediakan tanah yang diserap oleh tanaman saat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga berdampak kepada hasil
produksi. Menurut Wiryanta (2002) menyatakan bahwa tanaman yang sudah

30
mulai berproduksi membutuhkan unsur hara makro P dan K serta unsur hara
mikro B, Mo, Cu, Zn, Fe, dan Mn untuk membantu pemasakan buah, menguatkan
batang dan menunjang pertumbuhan generatif. Namun pada Tabel 4.11
menunjuhkan bahwa berat biji per tanaman tidak berpengaruh nyata pada semua
perlakuan dikarenakan unsur hara makro P dan K serta unsur hara mikro yang di
serap oleh tanaman kurang sehingga berdampak pada proses pengisisan polong
dan berat biji per tanaman banyak juga yang berfariasi sehingga berkurangnya
hasil berat biji per tanaman pada tanaman kacang merah varietas Inerie.

4.3.6. Berat 100 biji (g)


Hasil analisis ragam (anova) menunjukkan bahwa berat 100 biji per
tanaman kacang merah varietas Inerie dipengaruhi sangat nyata pada pemberian
pupuk organik feses kambing padat (A). Rata-rata berat 100 biji per tanaman
kacang merah varietas Inerie tertera pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Berat 100 Biji Kacang Merah Varietas Inerie Akibat Perlakuan Pupuk
Organik Feses Kambing.
Pupuk Feses Padat Kambing (A) Rata-rata

A0 (0 Ton/ha) 40.681 b

A1 (15 Ton/ha) 42.118 b

A2 (30 Ton/ha) 45.441 a

Nilai BNJ 2.845


Keterangan: Huruf yang sama menyatakan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5 %

Perlakuan pemberian pupuk organik feses kambing padat memberikan


pengaruh sangat nyata terhadap berat biji 100, dimana untuk perlakuan pupuk
organik feses kambing padat (A) memiliki nilai F-hitung 6,28 > F-Tabel 5 %
sebesar 0,0064.
Berdasarkan Tabel 4.12. bahwa perlakuan pupuk organik feses kambing
padat (A2) memiliki nilai rata-rata berat 100 biji yang berbeda sangat nyata yaitu
sebesar 45,411 gr, dari perlakuan (A0) 40,681 gr dan perlakuan (A1) yaitu 42,188
gr. Hal ini karena perakuan A2 mengandung unsur P (124,89 ppm) dan K (K

31
(me/100 g) tergolong sangat tinggi (Tabel 4.3) sehingga menghasilkan berat buah
yang optimal dibanding dengan perlakuan lain.

4.3.7. Jumlah Polong per Petak


Hasil analisis ragam (anova) menunjukkan bahwa jumlah polong per
petak dipengaruhi sangat nyata pada pupuk organik feses kambing padat (A) dan
interaksi (A x B) oleh interaksi. Rata-rata jumlah polong per petak tertera pada
Tabel 4.13.
Tabel 4.13. Jumlah Polong per Petak Akibat Perlakuan Pupuk Organik Feses
Kambing.
Pupuk Feses Padat Kambing (A) Rata-rata

A0 (0 Ton/ha) 263,42 b

A1 (15 Ton/ha) 282,58 b

A2 (30 Ton/ha) 316,92 a

Nilai BNJ 29,078

Pupuk Feses Padat Kambing (A) x Pupuk Feses Cair Kambing (B) Rata-rata
A0B0 275,50 b
A0B1 256,00 b
A0B2 258,75 b
A1 B0 297,25 ba
A1 B1 256,50 b
A1 B2 294,00 ba
A2 B0 268,75 b
A2 B1 359,25 a
A2 B2 322,75 ba
Nilai BNJ 67,267
Keterangan: Huruf yang sama menyatakan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5 %

Perlakuan pupuk organik feses kambig padat (A) dan interaksi (A x B)


terhadap jumlah polong per petak berpengaruh sangat nyata, dimana untuk
perlakuan pupuk organik feses kambing padat (A) memiliki nilai F-hitung 7,41 >
F-Tabel 5 % sebesar 0,0031, dan untuk interaksinya (A x B) memiliki nilai F-

32
hitung 4,34 > F-Tabel 5 % sebesar 0,0088.
Tabel 4.11. menunjukan pada perlakuan pupuk organik feses kambing
padat (A) dan interaksi mempengaruhi sangat nyata, dengan nilai rata-rata
tertinggi pada perlakuan pukuk organik feses kambing padat (A2) yaitu sebesar
316,92 gr dan interaksi (A x B) pada perlakuan A2B1 memiliki nilai rata-rata
tertinggi yaitu sebesar 359,25 gr. Menurut Ngelung, (2015), KTK tinggi akan
menyebabkan serapan hara tanah tinggi dan akhirnya kesuburan tanah menjadi
akan lebih baik. Sedangkan dalam pembentukan polong perlu hara makro tanaman
untuk pertumbuhan bagian-bagian generatif tanaman seperti bunga, polong dan
buah.

4.3.8. Berat Biji per Petak


Hasil analisis ragam (anova) menunjukkan bahwa berat biji per petak
dipengaruhi sangat nyata oleh pemberian pupuk organik feses padat (A) dan
interaksi (A x B). Rata-rata berat biji per petak pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14. Berat Biji per Petak Akibat Perlakuan Pupuk Organik Feses Kambing.
Pupuk Feses Padat Kambing (A) Rata-rata

A0 (0 Ton/ha) 418,33 b

A1 (15 Ton/ha) 492,50 a

A2 (30 Ton/ha) 530,00 a

Nilai BNJ 41,638

Pupuk Feses Padat Kambing (A) x Pupuk Feses Cair Kambing (B) Rata-rata
A0B0 412,50 cd
A0B1 395,00 d
A0B2 447,50 bcd
A1 B0 472,50 bcd
A1 B1 487,50 bcd
A1 B2 517,50 b
A2 B0 477,50 bcd
A2 B1 617,50 a
A2 B2 495,00 bc
BNJ 96.32
Keterangan: Huruf yang sama menyatakan berbeda tidak nyata pada uji BNj5 %

33
Perlakuan pemberian pupuk organik feses kambing padat (A) dan interaksi
dapat memberikan pengaruh sangat nyata terhadap berat biji per petak (Lampiran
12), dimana untuk perlakuan pupuk organik feses kambing padat (A) memiliki
nilai F-hitung 15,88 > F-Tabel 5 % sebesar 0,0001, dan interaksinya (A x B)
memiliki nilai F-hitung 4,42 > F-Tabel 5 % sebesar 0,0081. Sehingga disimpulkan
bahwa berat biji per petak dapat dipengaruhi sangat nyata oleh perlakuan pupuk
organik feses kambing padat (A), dan diikuti oleh pemberian pupuk organik feses
kambing cair (interaksi A x B) sehingga dapat dilakukan uji lanjut (BNJ 5%). Hal
ini karena berat biji per petak ditentukan oleh jumah polong berisi per petak.
Sebab semakin banyak jumlah polong per petak maka akan menghasilkan banyak
biji yang sehingga mempengaruhi berat biji per petak. Jumlah polong dan berat
biji per petak dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara. Namun memiliki KTK
rendah sehingga menyebabkan ketidakmampuan koloidal tanah menahan atau
menyerap unsur hara lebih lama. Namun dalam penelitian ini tidak menunjukan
bahwa tanaman kacang merah varietas Inerie mengalami kekurangan unsur hara
sehingga dapat diindikasikan bahwa tanaman kacang merah varietas inerie yang
diuji lebih dipengaruhi oleh faktor genetis. Hal ini sejalan dengan Gardner, et. al.,
(1991) dalam Safei, et. al., (2014) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman
selain ditentukan oleh faktor pertumbuhan eksternal juga oleh faktor pertumbuhan
dalam tanaman itu sendiri (faktor genetik).

34
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Pupuk feses padat kambing berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan yaitu
(tinggi tanaman, diameter batang, jumlah polongper tanaman, jumlah biji per
tanaman, berat 100 biji, berat biji per petak, jumlah polong per petak pada
kacang merah varietas Inerie.
b. Pupuk organik feses kambing cair tidak memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan kacang merah varietas Inerie.
c. Dosis pupuk organik feses kambing padat tebaik dalam pertumbuhan (tinggi
tanaman, diameter batang, berat 100 biji, berat biji per petak, jumlah polong
per petak pada kacang merah varietas Inerie.
d. Tidak terdapat konsentrasi pada pupuk organik feses kambing cair tebaik
dalam pertumbuhan dan hasil kacang merah varietas Inerie.
e. Terdapat interaksi pupuk feses padat kambing dan pupuk feses cair kambing
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan (jumlah polong berisi per tanaman,
jumlah biji per tanaman, dan jumlah polong per petak) kacang merah vairietas
inerie yang menunjukan perlakuan terbaik adalah A2B1 (feses padat kambing
30 Ton/ha dan feses cair kambing 5 ml).

5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka penulis menyarankan bahwa:
a. Pertumbuhan dan hasil kacang merah vairietas Inerie dapat meningkatkan
dengan pemberian dosis feses padat kambing 30 Ton/ha dan kosentrasi feses
cair kambing 5 ml (A2B1).
b. Perlu dilakukan penelitian menggunakan pupuk organik lainnya selain feses
kambing terhadap pertumbuhan dan hasil kacang merah vairietas Inerie.

35
DAFTAR PUSTAKA

Asharaf, Mozayani., Lionel, P, Raymon. 2012. Handbook of Drug Interaction : A


Clinical and forensic Guide. EGC : Jakarta.

Basuki, T., E. Y. Hosang, dan J. Nulik. 2002. Karakterisasi Zona Agroekolosi


(AEZ) di Kabupaten Ngada. BPTP NTT.

Delvian. 2011. Penggunaan Mikroba Tanah Sebagai Teknologi Pertanian Ramah


Lingkungan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
http://danauluttawar.

Djafar, B. 1982. Substitusi Pupuk KCl dengan Limbah Kelapa Sawit Untuk
Tanaman Cengkeh dan Kedelai. Jurnal Agrotropika Volume IV (2): 78:
1517. Bogor.

Hairuddin Rahman, Andi Arhami Edial. 2019. Pengaruh Pemberian Pupuk


Organik Cair Kotoran Kambing Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Seledri (Apium Graveolens L.). Jurnal Volume 7 No. 1. Dosen
Fakultas Pertanian, Universitas Cokroaminoto Palopo.

Hadisuwito, S. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair. Agromedia. Pustaka.


Jakarta.

Hartatik dan Widowati, 2007. Pupuk organic dan pupuk hayati organic fertilizer
and biofertilizer. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
Bogor.

Hartatik, W., L.R. Widowati.2005.Pengaruh Kompos Pupuk Organik yang


Diperkaya dengan Bahan Mineral dan Pupuk Hayati terhadap Sifat-sifat
Tanah, Serapan Hara, dan Produksi Sayuran Organik.Laporan Proyek
Program Pengembangan Agribisnis.Balai Penelitian Tanah.

Herawati MS. 2015. Kajian Status kesuburan Tanah di Lahan Kakao Kampung
Klain Distrik Mayamuk Kabupaten Sorong. Jurnal Agroforestri. Edisi
X:201-208.

Hosang E., I. G. B. Adwita Arsa. 2006. Pelepasan Benih Kacang Merah Sebagai
Varietas Unggul di Badan Benih Nasional. Laporan. Badan Bimas
Ketahanan Pangan Kabupaten Ngada, Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian NTT dan Unifersitas Nusa Cendana. Kupang.

Indrakusuma. 2000. Pupuk organik cair Supra Alam Lestari. Yogyakarta: PT


Surya Pratama Alam.

Kamil. 1996. Teknologi Benih. Angkasa Raya. Bandung.

36
Kloepper, J.W. 1993. Plant growth-promoting rhizobacteria as biological control
agents. In F.Blaine Metting, Jr. (Ed.). Soil Microbiology Ecology,
Applications in Agricultural and Environmental Management. Marcel
Dekker, Inc., New York.

Kurniawan S, 2009. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pupuk Cair Terhadap Serapan
dan Pertumbuhan Sawi (Brassica junsea L.) Pada Entisol. Universitas.
Brawijaya Malang.

Lewar, Y., dan Mochammad H. 2017b. Aplikasi Biochar dan Volume Ngada di
Dataran Rendah Lahan Kering Beriklim Kering. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan Volume 17 (3): 212-219.Eissn 2047-1781.
http://www.iursnal.polinela.ac.id/JPPT.

Lewar, Y., Yohanes H. D. H, dan Senny J. B. 2017a. Pengaruh Kerapatan


Populasi dan Dosis SP-36 Pada Tanaman Kacang Merah Varietas Inerie
di Dataran Rendah Terhadap Kualitas Fisiologis dan Kimiawi Benih.
Jurnal Partner Tahun 22 Nomor 1 Edisi Juli 2017.
http://iurnal.politanikoe.ac.id.

Lingga, P, & Marsono, 2004, Petunjuk Penggunaan Pupuk, Penebar Swadaya,


Jakarta.

Maulana, YN, 2010, Kajian Penggunaan Pupuk Organik dan Jenis Pupuk N
Terhadap Kadar N Tanah, Serapan N dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica
juncea L.) pada Tanah Litosol Gemolong, Skripsi, Jurusan Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret.

Musnamar, E.I. 2003. Pupuk Organik Padat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mayadewi, Ari. (2007). Pengaruh Jenis Pupuk Kandang dan Jarak Tanam
terhadap Pertumbuhan Gulma Hasil Jagung Manis. Agritrop, 26 (4) :
153- 159 ISSN : 0215 8620.

Mulyani dan Kartasapoetra. 1987. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta.
Jakarta.

Ngelung Ice Rambu Konga, 2015. Respon Tanaman Terung Akibat Pemberian
Pupuk Organik Cair Guano. Laporan Penelitian Terapan. Program Studi
Teknologi Industri Hortikultura Jurusan Tanaman Pangan dan
Hortikultura Politeknik Pertanian Negeri Kupang

Nurshanti, Dora Fatmawati. 2009. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi Caisim (Brassica juncea L.).
Agronobis, Vol.1, No. 1, Maret 2009.

37
Primantoro. 1996. Memupuk Tanaman Buah Penebar Swadaya. Jakarta.11 hal.

Purwati, MS, 2013, Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea braziliensis Muel. Arg.)
Asal Okulasi pada Pemberian Okulasi dan Pupuk Cair Bintang Kuda
Laut, Jurnal Agrivor ,vol. 12, no.1, hal. 35-44.

Rukmana, R. 2009. Bertanam Buncis. Penerbit Gramedia. Jakarta.

Safei, M., Abdul Rahmi, dan Noor Jannah. 2014. Pengaruh Jenis dan Dosis Pupuk
Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung (Solanum
melongena L.) varietas Mustang F-1. Jurnal Agrifor .Vol.13, No.
1.,Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas 17 Agustus 1945.
Samarinda.

Setiawan, SI, 2007, Memanfaatkan Kotoran Ternak, Penebar Swadaya, Jakarta.

Shofi. Aina Maya. 2017. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Kambing terhadap
pertumbuhan kedelai (Glycine max (L.) Merr.). http://etheses.uin-
malang.ac.id/10693/1/13620009.pdf. Akses 5 April 2019.

Sudarmono, 1997. Mengenal dan Merawat Tanaman Hias Ruangan. Yogyakarta.

Sunarjono H.H. 2012. Kacang Sayur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suparhun, S, 2015, Pengaruh Pupuk Organik dan POC dari Kotoran Kambing
terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea L.), Jurnal
Agrotekbis, vol.3 no. 5 hal. 602-611.

Sutejo, M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.

Trivana L., dan Pradhana A.Y. 2017. Optimalisasi Waktu Pengomposan dan
Kualitas Pupuk Kandang dari Kotoran Kambing dan Debu Sabut Kelapa
dengan Bioaktivator Promi dan Orgadec. Jurnal sains dan veteriner. 35
(1) : 136144.

Utami, S.N., dan S. Handayani. 2003. Sifat Kimia Entisol pada Sistem Pertanian
Organik. Ilmu Pertanian Vol.10, No. 2 : 63-69.

Widowati W, Sastiono A, RJR (2008). Efek toksik logam: Pencegahan dan


Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah dan Kualitas Tanah. Kanisius, Yogyakarta

Wiryanta, B.T.W. 2002. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Agromedia Pustaka,
Jakarta.

38
LAMPIRAN

39
Lampiran 1. Deskripsi Kacang Merah Varietas Inerie

Asal Populasi kacang merah lokal yang


diambil dari petani di Desa
Rakateda 2 Kecamatan Golewa
Kabupaten Ngada Provinsi NTT
Golongan Varietas Varietas kacang merah 30-35 Hari
Umur Berbunga Setelah Tanam 90-98 Hari Setelah
Umur Panen Polong Tua Tanam Tegak
Tipe Tumbuh Silindris Berongga 0,4-0,6 cm Hijau
Bentuk Penampang Batang Trifoliat
Diameter Batang Sedang, Panjang 12-16 cm, dan
Warna Batang Lebar 9-13 cm
Bentuk Daun Hijau Segar
Ukuran Daun Lancip Oval
Lancip
Warna Daun Tipe Daun Ujung Daun Membulat
Pangkal Daun Permukaan Daun Halus
Panjang Tangkai Daun Warna Tangkai 8-16 cm
Daun Bentuk Bunga Warna Bunga Pola Hijau
Pembungaan Kupu-Kupu
Putih
Bentuk Polong Ukuran Polong Warna Muncul di Setiap Buku Batang
Kulit Polong Utama
Lurus Melancip di Ujung
Panjang 8-10 cm
Tekstur Kulit Polong Tingkat Lekukan Muda Hijau Hampir Tua Coklat
Polong Jumlah Polong per Tanaman Bergaris-Garis Merah. Siap Panen
Jumlah Biji per Polong Kandungan Keki (Kekuningan/Coklat Muda)
Protein Kandungan Lemak Bentuk Biji Halus
Warna Biji Lurus sampai Cekung Tipis 17-20
polong 2-4 Biji
Berat 1000 Biji Potensi Hasil 23.1 gr/100 g (22,8-23,4 g/100 g)
Daya Simpan Polong pada Suhu Kamar 1,7 g/100 g (1,5-1,9 g/100 g) Ginjal
Coklat Kemerahan dengan Garis-
garis Lurik Coklat Tua
457.1 g (454,0-450,2 g)
1 Ton/ha (0,8-1,2 Ton/ha)
Tahan Simpan selama 4-5 Bulan

40
Lampiran 2. Denah Penelitian

50 cm
I II III 50 cm IV
A0B2 A2B1 ^A1B0
A1B2
A1B0 A0B0
1 A1B0 1 A1B1
A2B1 A1B2 A0B2 A0B0
A0B0 ( A1B1
A2B1 A0B2
( A0B1 ( A1B1
■ A2B0 A2B1
( A1B1 A1B0 ( A0B1 ■ A2B0
30
cm ( A0B1
A2B2 A0B0 A1B2

A1B2 A2B2 A2B2 ( A0B1

■ A2B0 AOB2 ■ A2B0 A2B2

Keterangan:
 A0BO = Tanpa pupu feses kambing (Kontrol)
 A0B1 = Tanpa feses padat kambing + 5 ml/liter feses cair kambing
 A0B2 = Tanpa feses padat kambing + 10 ml/liter feses cair kambing
 A1B0 = 15 Ton/ha feses padat kambing + 0 ml/liter feses cair kambing
 A1B1 = 15 Ton/ha feses padat kambing + 5 ml/liter feses cair kambing
 A1B2 = 15Ton/ha feses padat kambing + 10 ml/liter feses cair kambing
 A2B0 = 30 Ton/ha feses padat kambing + 0 ml/liter feses cair kambing
 A2B1 = 30 Ton/ha feses padat kambing + 5 ml/liter feses cair Kambing
 A2B2 = 30 Ton/ha feses padat kambing + 10 ml/liter feses cair kambing

41
Lampiran 3. Analisis Data Tinggi Tanaman (cm) Minggu Ke-2

Ulangan
Perlakuan Total Rerata
I II III IV
B0 8,06 7,56 8,06 8,25 31,94 7,98
A0 B1 8,30 8,23 8,63 8,30 33,45 8,36
B2 8,19 8,98 7,94 8,56 33,66 8,42
B0 8,13 8,93 8,94 7,88 33,86 8,47
A1 B1 7,81 8,75 8,94 7,88 33,38 8,34
B2 8,56 6,75 8,06 8,69 32,06 8,02
B0 8,29 9,35 9,88 9,19 36,70 9,18
A2 B1 8,68 8,38 8,50 8,75 34,30 8,58
B2 9,56 9,30 9,56 8,20 36,63 9,16
Total 75,58 76,21 78,50 75,69 305,98 8,50

Nilai Faktor Koreksi = 2.600,8


Nilai JK Total = 13.68
JK Ulangan = 0, 62
Fases Cair (B)
Fases Padat (A) Total Rata-rata
B0 B1 B2
A0 31,94 33,45 33,66 99,05 11,01
A1 33,86 33,38 32,06 99,30 11,03
A2 36,70 34,30 36,63 107,63 11,96
Total 102,50 101,13 102,35 305,98 33,9972
Rata-rata 8,54 8,43 8,53 25,50 2,83

JK (A) = 3,97
JK (B) = 0,09
JK (A x B) = 5,78
JK Galat = 3,22
F-Tabel
SK Db JK KT F-Hitung
5% 1%
Ulangan 3 0.62214444 0.20738148 0.68 0.5709 4,60
Perlakuan
A 2 3.96962222 1.98481111 6.54** 0.0054 5,49
B 2 0.09293889 0.04646944 0.8588 5,49
AXB 4 1.72552778 0.43138194 0.15tn 0.2571 4,11
Galat 24 7.28235556 0.30343148 1.42tn
Total 35 13.69258889
Keterangan : ** = bepengaruh sangat nyata
tn = berpengaruh tidak nyata

Lampiran 4. Analisis Data Tinggi Tanaman (cm) Minggu Ke-4


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
I II III IV
B0 16,45 16,25 19,75 21,88 74,33 18,58
A0 B1 17,58 22,63 19,25 19,25 78,71 19,68
B2 19,01 23,63 19,00 20,63 82,27 20,57
B0 19,50 19,38 25,75 20,88 85,51 21,38
A1 B1 21,71 21,38 23,63 20,25 86,97 21,74
B2 19,36 19,88 23,25 23,00 85,49 21,37
B0 19,59 20,13 22,63 22,88 85,23 21,31
A2 B1 21,03 20,63 21,38 22,38 85,42 21,36
B2 19,09 22,38 23,00 19,63 84,10 21,03
Total 75,58 76,21 78,50 75,69 305,98 8,50

Nilai Faktor Koreksi = 15.543,02


Nilai JK Total = 50,47
JK Ulangan = 35,02
Fases Cair (B)
Fases Padat (A) Total Rata-rata
B0 B1 B2
A0 74,33 78,71 82,27 235,31 26,15
A1 85,51 86,97 85,49 257,97 28,66
A2 85,23 85,42 84,10 254,75 28,31
Total 245,07 251,10 251,86 748,03 83,11
Rata-rata 20,42 20,93 20,99 62,34 6,93

JK (A) = 25,05
JK (B) = 2,31
JK (A x B) = 33,57
JK Galat = 54,52
F-Tabel
SK Db JK KT F-Hitung
5% 1%
0.0333
Ulangan 3 35.01603056 11.67201019 3.42 4,60
Perlakuan
A 2 25.04882222 12.52441111 3.67* 0.0406 5,49
B 2 2.30673889 1.15336944 0.34tn 0.7165 5,49
AXB 4 6.21654444 1.55413611 0.46tn 0.7674 4,11
Galat 24 81.8794944 3.4116456
Total 35 150.4676306
Keterangan : * = berpengaruh nyata
tn = berpengaruh tidak nyata

Lampiran 5. Analisis Data Diameter Batang (mm) Minggu Ke-2


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
I II III IV
B0 3,09 3,01 3,16 3,19 12,45 3,11
A0 B1 2,98 2,83 2,84 2,85 11,50 2,88
B2 3,10 3,36 2,99 2,90 12,35 3,09
B0 3,16 3,19 3,16 3,25 12,76 3,19
A1 B1 2,83 3,19 2,99 3,13 12,14 3,04
B2 3,16 3,19 3,09 3,38 12,82 3,21
B0 3,31 3,46 2,95 3,04 12,76 3,19
A2 B1 3,08 3,35 2,98 3,38 12,79 3,20
B2 3,08 3,03 2,94 3,06 12,11 3,03
Total 75,58 27,79 28,61 27,10 28,18 111,68

Nilai Faktor Koreksi = 346,46


Nilai JK Total = 0,97
JK Ulangan = 0,14
Fases Cair (B)
Fases Padat (A) Total Rata-rata
B0 B1 B2
A0 12,45 11,50 12,35 36,30 4,03
A1 12,76 12,14 12,82 37,72 4,19
A2 12,76 12,79 12,11 37,66 4,18
Total 37,97 36,43 37,28 111,68 12,41
Rata-rata 3,16 3,04 3,11 9,31 1,03

JK (A) = 0,11
JK (B) = 0,10
JK (A x B) = 0,39
JK Galat = 0,23
F-Tabel
SK Db JK KT F-Hitung
5% 1%
Ulangan 3 0.13700000 0.04566667 2.48 0.0851 4,60
Perlakuan
A 2 0.10748889 0.05374444 2.92tn 0.0731 5,49
B 2 0.09917222 0.04958611 2.70tn 0.0879 5,49
AXB 4 0.18176111 0.04544028 2.47tn 0.0718 4,11
Galat 24 0.44140000 0.01839167
Total 35 0.96682222
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata

Lampiran 6. Analisis Data Diameter Batang (mm) Minggu Ke-4


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
I II III IV
B0 3,51 3,63 3,90 3,68 14,71 3,68
A0 B1 3,78 3,61 3,63 3,64 14,65 3,66
B2 3,56 3,86 3,58 3,78 14,78 3,69
B0 3,21 3,65 4,21 4,36 15,44 3,86
A1 B1 3,55 4,06 4,09 4,10 15,80 3,95
B2 3,45 4,29 4,19 3,93 15,85 3,96
B0 3,56 4,16 4,04 3,75 15,51 3,88
A2 B1 3,70 4,01 3,90 4,05 15,66 3,92
B2 3,75 3,75 3,91 3,91 15,33 3,83
Total 75,58 32,08 35,03 35,44 35,19 137,73

Nilai Faktor Koreksi = 526,89


Nilai JK Total = 2,41
JK Ulangan = 0,83
Fases Cair (B)
Fases Padat (A) Total Rata-rata
B0 B1 B2
A0 14,71 14,65 14,78 44,14 4,90
A1 15,44 15,80 15,85 47,09 5,23
A2 15,51 15,66 15,33 46,50 5,17
Total 45,66 46,11 45,95 137,73 15,30
Rata-rata 3,81 3,84 3,83 11,48 1,28

JK (A) = 0,41
JK (B) = 0,01
JK (A x B) = 0,45
JK Galat = 0,71
F-Tabel
SK Db JK KT F-Hitung
5% 1%
Ulangan 3 0.83898889 0.27966296 5.97 0.0034 4,60
Perlakuan
A 2 0.39927222 0.19963611 4.27* 0.0260 5,49
B 2 0.00908889 0.00454444 0.10 0.9078 5,49
AXB 4 0.03434444 0.00858611 0.18 0.9447 4,11
Galat 24 1.12336111 0.04680671
Total 35 2.40505556
Keterangan : * = berpengaruh nyata

Lampiran 7. Analisis Data Jumlah Polong Berisi Per Tanaman

Perlakuan Ulangan Total Rerata


I II III IV
B0 12,00 11,88 10,00 10,00 43,88 10,97
A0 B1 9,88 9,25 9,38 10,63 39,14 9,79
B2 10,25 11,38 14,00 15,88 51,51 12,88
B0 8,75 10,00 10,25 12,75 41,75 10,44
A1 B1 9,38 11,13 13,88 11,38 45,77 11,44
B2 11,75 12,38 13,25 9,88 47,26 11,82
B0 6,50 12,63 15,13 11,75 46,01 11,50
A2 B1 13,50 15,13 12,13 11,00 51,76 12,94
B2 8,00 8,38 10,63 9,25 36,26 9,07
Total 90,01 102,16 108,65 102,52 403,34

Nilai Faktor Koreksi = 4.518,98


Nilai JK Total = 156,60
JK Ulangan = 20,32
Fases Cair (B)
Fases Padat (A) Total Rata-rata
B0 B1 B2
A0 43,88 39,14 51,51 134,53 14,95
A1 41,75 45,77 47,26 134,78 14,98
A2 46,01 51,76 36,26 134,03 14,89
Total 131,64 136,67 135,03 403,34 44,8156
Rata-rata 10,97 11,39 11,25 33,61 3,73

JK (A) = 0,02
JK (B) = 1,10
JK (A x B) = 54,26
JK Galat = 80,91
F-Tabel
SK db JK KT F-Hitung
5% 1%
Ulangan 3 20.31663333 6.77221111 1.98 0.1436 4,60
Perlakuan
A 2 0.02430556 0.01215278 0.00 0.9965 5,49
B 2 1.09673889 0.54836944 0.16 0.8527 5,49
AXB 4 53.13801111 13.28450278 3.89* 0.0143 4,11
Galat 24 82.0269667 3.4177903
Total 35 156.6026556
Keterangan : * = berpengaruh sangat nyata

Lampiran 8. Analisis Data Jumlah Biji Per Tanaman

Ulangan
Perlakuan Total Rerata
I II III IV
B0 29,50 31,63 42,25 42,88 146,26 36,57
A0 B1 30,88 29,25 27,75 34,88 122,76 30,69
B2 31,88 35,50 42,00 43,50 152,88 38,22
B0 29,13 27,88 30,88 39,25 127,14 31,79
A1 B1 33,25 36,50 37,13 37,50 144,38 36,10
B2 33,88 37,25 37,50 44,5 153,13 38,28
A2 B0 28,50 37,50 39,00 41,13 146,13 36,53
B1 35,00 37,88 40,75 41,00 154,63 38,66
B2 26,50 27,50 31,50 33,63 119,13 29,78
Total 278,52 300,89 328,76 358,27 1266,44

Nilai Faktor Koreksi = 44.551,95


Nilai JK Total = 950,13
JK Ulangan = 397,90
Fases Cair (B)
Fases Padat (A) Total Rata-rata
B0 B1 B2
A0 146,26 122,76 152,88 421,90 46,88
A1 127,14 144,38 153,13 424,65 47,18
A2 146,13 154,63 119,13 419,89 46,65
Total 419,53 421,77 425,14 1.266,44 140,716
Rata-rata 34,96 35,15 35,43 105,54 11,73

JK (A) = 0,95
JK (B) = 1,33
JK (A x B) = 385,46
JK Galat = 164,48
F-Tabel
SK db JK KT F-Hitung
5% 1%
Ulangan 3 397.9049556 132.6349852 19.09 0001 4,60
Perlakuan
A 2 0.9516722 0.4758361 0.07 0.9340 5,49
B 2 1.3290722 0.6645361 0.10 0.9091 5,49
AXB 4 383.1750111 95.7937528 13.79** 0001 4,11
Galat 24 166.7644444 6.9485185
Total 35 950.1251556
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata

Lampiran 9. Analisis Data Berat Biji Per Tanaman (gram)

Ulangan
Perlakuan Total Rerata
I II III IV
A0 B0 69,55 83,17 148,76 178,90 480,38 120,10
B1 86,35 79,39 80,74 121,34 367,82 91,96
B2 99,29 111,62 121,98 138,92 471,81 117,95
B0 79,01 94,21 87,54 122,58 383,34 95,84
A1 B1 99,45 98,83 112,09 12,28 322,65 80,66
B2 98,83 101,76 144,24 105,71 450,54 112,64
B0 67,37 115,17 158,81 133,48 474,83 118,71
A2 B1 105,37 107,42 116,04 136,82 465,65 116,41
B2 79,08 87,81 106,79 109,27 382,95 95,74
Total 784,30 879,38 1.076,99 1.059,3 3.799,97

Nilai Faktor Koreksi = 401.104,78


Nilai JK Total = 31.538,91
JK Ulangan = 6.724,07
Fases Cair (B) Rata-
Fases Padat (A) Total
B0 B1 B2 rata
A0 480,38 367,82 471,81 1.320,01 146,67
A1 383,34 322,65 450,54 1.156,53 128,50
A2 474,83 465,65 382,95 1.323,43 147,05
Total 1.338,55 1.156,12 1.305,30 3.799,97 422,219
Rata-rata 111,55 96,34 108,78 316,66 35,18

JK (A) =1.516,47
JK (B) = 1573,36
JK (A x B) = 6.806,27
JK Galat = 14.918,74
F- F-Tabel
SK Db JK KT
Hitung 5% 1%
Ulangan 3 9986.458253 3328.819418 9.32 0.0003 4,60
Perlakuan
A 2 236.583800 118.291900 0.33tn 0.7212 5,49
B 2 286.637217 143.318608 0.40tn 0.6738 5,49
AXB 4 3526.828083 881.707021 2.47tn 0.0719 4,11
Galat 24 8569.68212 357.07009
Total 35 22606.18948
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata

Lampiran 10. Analisis Data Berat 100 Biji (gram)

Ulangan
Perlakuan Total Rerata
I II III IV
B0 40,43 42,03 40,41 48,63 171,50 42,88
A0
B1 39,18 41,22 39,89 43,91 164,20 41,05
B2 41,72 39,90 39,94 45,33 166,89 41,72
B0 39,12 42,51 40,91 44,42 166,96 41,74
A1 B1 45,08 39,34 45,31 41,17 170,90 42,73
B2 37,61 40,46 41,35 43,71 163,13 40,78
B0 40,79 40,91 48,24 50,04 179,98 45,00
A2 B1 37,81 41,22 50,39 57,43 186,85 46,71
B2 39,05 43,55 46,09 49,77 178,46 44,62
Total 360,79 371,14 392,53 424,41 1.548,87

Nilai Faktor Koreksi = 66.638,84


Nilai JK Total = 637,55
JK Ulangan = 263,16
Fases Cair (B) Rata-
Fases Padat (A) Total
B0 B1 B2 rata
A0 171,50 164,20 166,89 502,59 55,84
A1 166,96 170,90 163,13 500,99 55,67
A2 179,98 186,85 178,46 545,29 60,59
Total 518,44 521,95 508,48 1.548,87 172,097
Rata-rata 43,20 43,50 42,37 129,07 14,34

JK (A) =105,23
JK (B) = 8,14
JK (A x B) = 129,59
JK Galat = 131,44
F- F-Tabel
SK Db JK KT
Hitung 5% 1%
Ulangan 3 175.8834306 58.6278102 5.15 0.0069 4,60
Perlakuan
A 2 143.0646222 71.5323111 6.28** 0.0064 5,49
B 2 17.3234056 8.6617028 0.76 0.4785 5,49
AXB 4 12.9085278 3.2271319 0.28 0.8859 4,11
Galat 24 273.4724444 11.3946852
Total 35 622.6524306
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata

Lampiran 11. Analisis Data Jumlah Polong per Petak

Ulangan
Perlakuan Total Rerata
I II III IV
B0 255 275 280 292 1102 275,50
A0
B1 234 260 264 266 1024 256,00
B2 226 261 320 228 1035 258,75
B0 275 270 379 394 1318 329,50
A1 B1 283 298 210 235 1026 256,50
B2 222 300 340 314 1176 294,00
B0 256 270 264 285 1075 268,75
A2 B1 320 330 334 324 1308 327,00
B2 325 252 346 168 1091 272,75
Total 2396 2516 2737 2506 10155

Nilai Faktor Koreksi = 2.864.556,25


Nilai JK Total = 79.504,75
JK Ulangan = 6.807,86
Fases Cair (B)
Fases Padat (A) Total Rata-rata
B0 B1 B2
A0 1.102,00 1.024,00 1.035,00 3.161,00 351,22
A1 1.318,00 1.026,00 1.176,00 3.520,00 391,11
A2 1.075,00 1.308,00 1.091,00 3.474,00 386,00
Total 3.495,00 3.358,00 3.302,00 10.155,00 1128,33333
Rata-rata 291,25 279,83 275,17 846,25 94,03

JK (A) =6.360,17
JK (B) =1.643,17
JK (A x B) = 26.381,50
JK Galat = 38.312,06
F- F-Tabel
SK Db JK KT
Hitung 5% 1%
0.2678
Ulangan 3 4988.30556 1662.76852 1.40 4,60
Perlakuan
A 2 17633.55556 8816.77778 7.41** 0.0031 5,49
B 2 926.72222 463.36111 0.39tn 0.6817 5,49
AXB 4 20652.27778 5163.06944 4.34** 0.0088 4,11
Galat 24 28559.44444 1189.97685
Total 35 72760.30556
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata
tn = berpengaruh tidak nyata
Lampiran 12. Analisis Data Berat Biji per Petak

Ulangan
Perlakuan Total Rerata
I II III IV
B0 380 430 400 440 412,50 412,50
A0 B1 450 320 380 430 395,00 395,00
B2 380 400 490 520 447,50 447,50
B0 450 350 540 550 472,50 472,50
A1 B1 420 470 530 530 487,50 487,50
B2 340 490 660 580 517,50 517,50
B0 310 390 500 610 452,50 452,50
A2
B1 550 630 540 750 617,50 617,50
B2 350 390 540 500 445,00 445,00
Total 3.630 3.870 4.580 4.910 4.247,50

Nilai Faktor Koreksi = 501.146,01


Nilai JK Total = 7.876.753,99
JK Ulangan = 7.636.442,88
Fases Cair (B)
Fases Padat (A) Total Rata-rata
B0 B1 B2
A0 412,50 395,00 447,50 1.255,00 139,44
A1 472,50 487,50 517,50 1.477,50 164,17
A2 452,50 617,50 445,00 1.515,00 168,33
Total 1.337,50 1.500,00 1.410,00 4.247,50 471,94444
Rata-rata 111,46 125,00 117,50 353,96 39,33

JK (A) =3.292,01
JK (B) =1.104,51
JK (A x B) = 8.664,93
JK Galat = 227.249,65
F-Tabel
SK Db JK KT F-Hitung
5% 1%
0.0012
Ulangan 3 53363.88889 17787.96296 7.29 4,60
Perlakuan
A 2 77505.55556 38752.77778 15.88** 0001 5,49
B 2 13338.88889 6669.44444 2.73tn 0.0852 5,49
AXB 4 43127.77778 10781.94444 4.42** 0.0081 4,11
Galat 24 58561.1111 2440.0463
Total 35 245897.2222
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata
tn = berpengaruh tidak nyata
Lampiran 13. Analisis Media Tanam dan Pupuk Kandang
Lampiran 14. Analisis Tanah Akhir
Lampiran 14. Dokumentasi Selama Kegiatan Penelitian

Anda mungkin juga menyukai