Laporan SGD 2 LBM 4 Sistem Respirasi II
Laporan SGD 2 LBM 4 Sistem Respirasi II
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-
Nya penulis dapat melaksanakan dan menyusun makalah LBM 4 yang berjudul “Ada apa
dengan anakku ” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi prasyaratan sebagai syarat nilai SGD
(Small Group Discussion). Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan,
masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. M. Sadid Faizin, S. Ked, selaku tutor dan fasilitator SGD (Small Group Discussion)
kelompok penulis.
2. Bapak/Ibu Dosen Universitas Islam Al-Azhar yang telah memberikan masukan terkait
makalah yang penulis buat.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan perlu pendalaman
lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi berbagai pihak.
Penulis
KATA PENGANTAR................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................... 3
BAB I .......................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
BAB II ......................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ......................................................................................... 7
BAB III...................................................................................................... 25
PENUTUP.................................................................................................25
PENDAHULUAN
SESI II
Dokter selanjutnya melakukan pemeriksaan rontgen thoraks untuk membantu
menegakkan diagnosis.
Epidemiolog Gejala
Patofisiologi Pemeriksan
Penunjang
Bronchopneumonia
2.1 Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi klinis, dan Faktor resiko, dari
Pneumonia.
Pneumonia
Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paaru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Etiologi
Klasifikasi pneumonia secara umum terdiri dari Pneumonia Komunitas dan Pneumonia
Nosokomial yang dibedakan berdasarkan penyebabnya. Tabel 1 menunjukkan perbedaan
penyebab pada pneumonia komuniti dan nosokomial.
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas)
pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama
lain. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan
ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan
akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.11 Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan: 1) Inokulasi langsung; 2) Penyebaran melalui darah; 3)
Inhalasi bahan aerosol, dan 4) Kolonosiasi di permukaan mukosa.2 Dari keempat cara tersebut,
cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-
2,0 mikron melalui udara dapat mencapai brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi
proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian
terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil
sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung
konsentrasi bakteri yang sanagt tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret
(0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PNM mendesak
bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis
sistoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu
terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak empat zona pada daerah pasitik
parasitik terset yaitu : 1) Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan
edema; 2) Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah; 3) Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization): daerah tempat
terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak; 4) Zona resolusi E: daerah
tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag. (IPD,
2017)
Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau
produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena
pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang
sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau
penarikan dinding dada bagian bawah saat bernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil
fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura,
ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.
Faktor Risiko
Meski dapat dialami oleh siapa saja, pneumonia lebih sering terjadi pada anak berusia 2 tahun
ke bawah dan orang tua berusia 65 tahun ke atas. Kemungkinan terjadinya penyakit tersebut
bisa makin tinggi, apalagi bila Anda berurusan dengan faktor risiko pneumonia berikut ini:
• Merokok
Zat beracun yang masuk ke dalam organ paru saat merokok dapat merusak jaringan,
termasuk sistem kekebalan. Akibat melemahnya sistem kekebalan pada paru,
mikroorganisme yang terhirup masuk dapat dengan mudah menyebabkan
pneumonia.
• Penyakit kronis
Orang-orang yang sejak awal mengalami penyakit kronis memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk mengalami pneumonia. Beberapa penyakit kronis yang dimaksud,
misalnya penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), asma, penyakit jantung,
bronkiektasis, diabetes atau fibrosis kistik.
• Gangguan sistem kekebalan tubuh
Penyakit HIV/AIDS, pengguna obat kemoterapi atau golongan kortikosteroid, atau
mengalami penyakit autoimun adalah sebagian kondisi yang bikin sistem kekebalan
tubuh melemah. Kondisi tersebut membuatnya lebih rentan mengalami pneumonia.
• Perawatan di rumah sakit
Pada saat dirawat di rumah sakit, kondisi sistem kekebalan tubuh biasanya sedang
lemah. Keadaan ini membuat pasien lebih berisiko mengalami pneumonia. Apalagi jika
kualitas udara di rumah sakit tidak terjaga dengan baik sehingga mengandung banyak
mikroorganisme penyebab penyakit tersebut.
2.2 Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi klinis, dan Faktor resiko, dari
Bronkoneumonia.
Bronkopneumonia
definsi
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam- macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi
yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi
primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa (Bradley et.al., 2011).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus
atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al.,
2011).
Manifestasi Klinis
Menurut Ringel, 2017 tanda-gejala dari Bronkopneumonia yaitu :
• Gejala penyakit datang mendadak namun kadang-kadang didahului oleh infeksi
• saluran pernapasan atas.
• Pertukaran udara di paru-paru tidak lancar dimana pernapasan agak cepat dan
• dangkal sampai terdapat pernapasan cuping hidung.
• Adanya bunyi napas tambahan pernafasan seperti ronchi dan wheezing.
• Dalam waktu singkat suhu naik dengan cepat sehingga kadang-kadang terjadi
• kejang.
• Anak merasa nyeri atau sakit di daerah dada sewaktu batuk dan bernapas.
• Batuk disertai sputum yang kental.
Patofisiologi
Faktor Risiko
Bronkopneumonia umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri dan bisa menular.
Seseorang mungkin untuk terinfeksi penyakit ini jika menghirup percikan ludah yang keluar
dari bersin atau batuk penderita.
Selain itu, ada pula beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena
bronkopneumonia, yaitu:
• Usia
Anak berusia di bawah 2 tahun atau lansia (65 tahun ke atas) sama-sama lebih berisiko
menderita bronkopneumonia dan komplikasinya. Alasannya adalah karena daya tahan
2.3 Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi klinis, dan Faktor resiko, dari Sepsis
Sepsis
Definisi
Sepsis merupakan disfungsi organ akibat gangguan regulasi respons tubuh terhadap
terjadinya infeksi. Kondisi sepsis merupakan gangguan yang menyebabkan kematian. Syok
sepsis merupakan abnormalitas sirkulasi dan metabolisme seluler. Sepsis adalah kondisi
dimana bakteri menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah dengan kondisi infeksi yang
sangat berat, bisa menyebabkan organ-organ tubuh gagal berfungsi dan berujung pada
kematian.
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan
oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling
sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan
Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering
ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik
langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari
host terhadap infeksi.
Manifestasi Klinis
Demam dan menggigil merupakan gejala yang sering ditemukan pada kasus dengan
sepsis. Gejala atau tanda yang terjadi juga berhubungan dengan lokasi penyebab sepsis.
Faktor Resiko
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru total akibat berbagai
etiologi. ARDS adalah penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan
terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c blok) yang disebabkan oleh
karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intra
alveolar
Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jarinan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara
langsung dan tidak langsung melukai paruparu
Manifestasi klinis
Patologis
Epitelium alveolar normal terdiri dari 2 tipe sel, yaitu sel pneumosit tipe I dan sel
pneumosit tipe II. Permukaan alveolar 90% terdiri dari sel pneumosit tipe I berupa sel pipih
yang mudah mengalami kerusakan. Fungsi utama sel pneumosit tipe I adalah pertukaran gas
yang berlangsung secara difusi pasif. Sel pneumosit tipe II meliputi 10% permukaan alveolar
terdiri atas sel kuboid yang mempunyai aktivitas metabolik intraselular, transport ion,
memproduksi surfaktan dan lebih resisten terhadap kerusakan
Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau keduanya pada ARDS menyebabkan
peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler (terutama sel pneumosit tipe I) sehingga
cairan kapiler merembes dan berkumpul didalam jaringan interstitial, jika telah melebihi
kapasitasnya akan masuk ke dalam rongga alveoli (alveolar flooding) sehingga alveoli menjadi
kolaps (mikroatelektasis) dan compliance paru akan lebih menurun. Merembesnya cairan yang
Cairan bercampur dengan cairan alveoli dan merusak surfaktan sehingga paru menjadi
kaku, keadaan ini akan memperberat atelektasis yang telah terjadi. Mikroatelektasis akan
menyebabkan shunting intrapulmoner, ketidakseimbangan (mismatch) ventilasi-perfusi
(VA/Q) dan menurunnya KRF, semua ini akan menyebabkan terjadinya hipoksemia berat dan
progresivitas yang ditandai dengan pernapasan cepat dan dalam. Shunting intrapulmoner
menyebabkan curah jantung akan menurun 40%
1. Fase eksudatif : fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium,
inflamasi, dan eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2. Fase proliferatif : terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi
fibroblast, sel tipe II, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan
perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/ membran hialin.
Merupakan fase menentukan : cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, ada
resiko terjadi lung rupture (pneumothorax).
3. Fase fibrotik/recovery : Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami
remodeling dan fibrosis. Fungsi paru berangsur- angsur membaik dalam waktu 6 – 12
bulan, dan sangat bervariasi antar individu, tergantung keparahan cederanya.
Faktor risiko
• Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologic diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidakdiobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
Selain itu juga dilakukan pewarnaan gram untuk memastikan jenis bakteri yang
terdapat pada kelaianan di kasus ini. Karena dengan pewarnaan tersebut kita dengan
cepat mengetahui jenisnya dikarenakan terdapat warna yang cukup signifikan dalam
pewarnaan gram tersebut.
Kemudian dilakukan dilakukan pemeriksaan foto rontgen yang dimana pada gambaran
rontgen diatas menunjukkan adanya infiltrat pada bronkilolus. Innfiltrat pada bronkus ditandai
oleh hyperopacitis ( lebih putih) dibanding gambaran rontgen dada yang normal,sehingga dari
beberapa gejala dan tanda pemeriksaan diatas dokter menduka adanya penyakit
bronkipneumonia pada pasien anak berinisial Y.
Indonesia
Non Farmakologi
Dilakukan upaya Pencegahan dan Pengendalian, Karena kejadian CAP yang berat
dengan beberapa faktor risiko yang dapat dimodifikasi maka upaya pencegahan dapat
dilakukan dengan cara antara lain:
a) Berhenti merokok
b) Mengurangi konsumsi alkohol
c) Memperbaiki status nutrisi melalui diet
d) Memperhatikan kebersihan gigi
e) Vaksinasi influenza dan streptococcus pneumoniae
f) Cuci tangan dan bila perlu harus menggunakan sarung tangan
g) Menutup mulut dan hidung saat batuk
h) Posisi setengah duduk untuk mencegah aspirasi
i) Mencegah isi lambung yang berlebihan
Prognosis
Prognosis pada kasus bronkopneumonia pada pasien ini baik, umumnya penderita
bahkan dapat sembuh spontan dalam 2-3 minggu dengan pemberian antibiotika yang adekuat.
Pada pasien, berdasarkan gambaran klinis selama perawatan mula membaik. Keluhan juga
telah berkurang secara berangsur-angsur. Hal ini ditandai dengan batuk yang sudah mulai
menghilang, demikian pula dengan retraksi yang berkurang serta pernapasan cuping hidung
sudah mulai menghilang. Namun perlu diperhatikan adanya kemungkinan lain sesak pada
pasien yang diduga memiliki penyakit jantung bawaan. Prognosis penderita ini baik karena
pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat serta belum ada tanda-tanda yang
mengarah pada komplikasi.
Komplikasi
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru yang
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang.
2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm rongga pleura yang
terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endocardial.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
Edukasi
Edukasi kepada ibu dan anggota keluarga pasien yang tinggal 1 rumah mengenai
penyakit pasien berupa bronkopneumonia erat kaitannya dengan kebersihan udara sekitar.
Keluarga diharapkan memahami pentingnya memberi perhatian pada pasien bila pasien
mengalami batuk pilek.
3.1 Kesimpulan
Skenario LBM 1 yang berjudul “Aduh Kakiku Sakit” merupakan skenario yang
menstimulasi sekelompok mahasiswa dalam mendiskusikan permasalahan yang ada. Adapun
permasalahan yang dibahas kelompok 2 berdasarkan skenario ini adalah Definisi, Etiologi, dan
Epidemiologi dari Penyakit Arteri Perifer, Manifestasi klinis dan Faktor resiko dari penyakit
arteri Perifer, Patofisiologi dari penyakit arteri Perifer, Diagnosis skenario dan Diferensial
diagnosis (diagnosis banding) dari Penyakit Arteri Perifer, Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan
penunjang untuk mendukung diagnosis (Penyakit Arteri Perifer), Tatalaksana penyakit
Penyakit Arteri Perifer (Farmakologi dan Non-Farmakologi (KIE, Prognosis)).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011. P1606-10.
Wahyuni,NH.2018.Bronkopneumonia.Poltekkes Denpasar.Denpasar
Putra, Ivan Aristo Suprapto.2019. Tatalaksana Sepsis Vol.46 No.11. RSUD Surakarta
UNICEF/WHO. Pneumonia : The Forgotten Killer of Children. Geneva : United Nations Children's
Fund/World Health Organization; 2016. [11 Oktober 2018].
UNICEF/WHO. Pneumonia is The Leading Cause of Death in Children. Geneva: United Nations
Children's Fund/World Health Organization; 2016 [11 Oktober 2018].
Meta Sakina, TA Larasati. 2016. Manajemen Bronkopneumonia pada Bayi 2 Bulan dengan
Riwayat Lahir Prematur. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. Lampung.