Anda di halaman 1dari 3

Kerajaan Ternama di Indonesia! Jajahannya Sampai ke Mancanegara!

Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan Besar yang berkuasa di Indonesia. Kerajaan
Sriwijaya menganut agama budha dan dikatakan sebagai kerajaan budha pertama di Indonesia.
Sriwijaya pernah menjadi pusat pengajaran ajaran yang dirintis oleh Sidharta Gautama ini. Selain
itu, lokasi Kerajaan Sriwijaya juga masih kerap diperdebatkan. Paul Michel Munoz dalam Early
Kingdoms of the Indonesian Archipelagoand the Malay Peninsula (2006) mengungkapkan, salah
satu alasan mengapa keberadaan Sriwijaya sangat sulit dipastikan adalah karena banyaknya
nama yang dikait-kaitkan dengan penyebutan kerajaan ini.
Pendapat yang cukup populer adalah yang dikemukakan oleh G. Coedes pada tahun 1918
bahwa pusat Sriwijaya ada di Palembang. Meskipun pendapat ini juga problematis karena
sedikitnya penemuan arkeologis di Palembang. Sementara J.L. Moens misalnya, merekonstruksi
peta Asia Tenggara menggunakan berita-berita Cina dan Arab menyimpulkan bahwa Sriwijaya
tadinya berpusat di Kedah, kemudian berpindah ke Muara Takus. Soekmono, dalam pendapat
lain menyampaikan Jambi sebagai lokasi yang tepat bagi pusat Sriwijaya karena lokasinya yang
terlindung karena ada di dalam teluk namun menghadap langsung ke laut lepas.
Sampai dengan hari ini, Palembang masih dianggap sebagai pusat Sriwijaya dengan
banyak perdebatan. Jambi, Kedah, Chaiya (Thailand Selatan), dan bahkan Jawa sempat
dinyatakan sebagai pusat Sriwijaya karena penemuan dari masing-masing peneliti. Beberapa ahli
sampai pada kesimpulan bahwa Sriwijaya yang dianggap bercorak maritim memiliki kebiasaan
untuk berpindah-pindah pusat kekuasaan. Hal ini mungkin saja terjadi, mengingat teori Mandala
yang diungkapkan oleh Robert von Heine-Geldern yang menyatakan bahwa pusat dari kerajaan-
kerajaan kuno Asia Tenggara adalah raja itu sendiri dan pengaruhnya. Bukti yang menyatakan
keberadaan Kerajaan Sriwijaya, yakni Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang.
J.G. Casparis dalam Indonesian Palaeography (1975) mengungkapkan bahwa prasasti ini
berangka tahun 682 atau masih dalam perjalanan abad ke-7 M.
Pendirian Sriwijaya juga merupakan bagian yang sulit dipecahkan oleh peneliti karena
dalam sumber-sumber yang ditemukan tidak ada struktur genealogis yang tersusun rapi antar raja
Sriwijaya. Prasasti Kedukan Bukit (682 Masehi) menyebutkan nama Dapunta Hyang, dan
prasasti Talang Tuo (684 Masehi) memperjelasnya menjadi Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Kedua
prasasti ini adalah penjelasan tertua mengenai seseorang yang dianggap sebagai raja atau
pemimpin Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur (686 M) di Pulau Bangka, Sriwijaya diperkirakan telah
berhasil menguasai Sumatra bagian selatan, Bangka dan Belitung, bahkan sampai ke Lampung.
Bukti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa bahkan mencoba untuk melancarkan ekspedisi
militer menyerang Jawa yang dianggap tidak mau berbakti kepada maharaja Sriwijaya, peristiwa
ini terjadi pada waktu yang kurang lebih bersamaan dengan runtuhnya kerajaan Tarumanagara di
Jawa Barat dan Kerajaan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang bisa saja terjadi karena
serangan yang dilancarkan oleh Sriwijaya.
Balaputradewa dianggap sebagai raja yang membawa Sriwijaya ke puncak
kegemilangannya. Namun pada dasarnya, Sriwijaya mengalami masa kekuasaan yang gemilang
sampai ke generasi Sri Marawijaya. Hal ini dikarenakan raja-raja setelahnya disibukkan dengan
peperangan dengan Jawa pada 922 M dan 1016 M. Dilanjutkan oleh Kerajaan Cola pada tahun
1017 dan 1025 serta menawan raja Sri Sanggramawijaya. Pada masa kekuasaan Balaputradewa
sampai dengan Sri Marawijaya, Sriwijaya menguasai Selat Malaka yang merupakan jalur utama
perdagangan antara India dan Cina.
Sumber-Sumber Arab dan Persia menyatakan bahwa Sriwijaya dikuasai oleh maharaja
yang kaya-raya. Menghasilkan barus, gajah, cengkih, cendana, dan pala. Sri Culamani
menguasai Sumatra Timur dan Semenanjung Melayu. Memasuki abad ke-XI kekuasaan
Sriwijaya meliputi Jawa, bahkan beberapa sumber menyatakan Ceylon, Madagaskar, dan
Thailand bagian selatan. Sriwijaya terkenal dengan kapal-kapal pengawal pedagang, dan
membunuh siapa saja yang singgah tanpa izin. Secara kultural, Sriwijaya berkembang menjadi
pusat pembelajaran Buddha karena menjadi pertemuan antara pendeta India dan China yang
berlayar. Pendeta-pendeta Budha menjadi salah satu sumber mengenai keberadaan Sriwijaya
seperti I-Tsing, Sakyakirti, Dharmakrti, dan Atisa. Kerajaan Sriwijaya memegang kendali atas
perdagangan rempah-rempah di dunia selama hampir setengah abad.
Setelah menjadi kerajaan besar dan pusat ajaran Buddha selama puluhan bahkan ratusan
tahun, Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran, salah satunya lantaran invasi Kerajaan
Chola dari India Selatan pada 1025 M. Tiga kali serangan Kerajaan Cola melemahkan kekuasaan
di Selat Malaka. Kerajaan tersebut berusaha mengambil alih perdagangan di wilayah Selat
Malaka.Hal ini membuat kekuatan-kekuatan lain bermunculan untuk menggantikannya. Salah
satunya adalah Jambi yang pada tahun 1082 mengirimkan utusannya sendiri ke Cina. Memasuki
abad ke-XIII sebuah kerajaan di Sumatra kembali menguasai daerah selat namun para ahli
menyatakan bahwa itu adalah Melayu Dharmasraya yang didukung dengan adanya Ekspedisi
Pamalayu dari Singasari yang dicatat dalam kitab Pararaton. Selain itu, munculnya kerajaan-
kerajaan besar di Nusantara dan sekitarnya seperti Siam (Thailand) dan Singasari (Jawa bagian
timur) juga semakin mengikis kejayaan Sriwijaya. Pada 1275 Kerajaan Sriwijaya mendapat
serangan dari kerajaan Melayu dan Singosari dalam rangka ekspedisi Pamalayu. Kerajaan
Sriwijaya mengalami kehancuran akibat serangan kerajaan Majapahit pada tahun 1337.

Peninggalan-peninggalan yang menyatakan kerajaan Sriwijaya adalah antara lain :

1. Prasasti Kedukan Bukit (682 M), Bukti pertama pendirian kerajaan Sriwijaya dan berisi
informasi pertama mengenai rajanya Dapunta Hyang.
2. Prasasti Talang Tuo (684 M), Berisi informasi lebih lanjut mengenai nama raja pertama
Sriwijaya yang lebih jelas. Yaitu Dapunta Hyang Sri Jayanasa
3. Prasasti Ligor, Thailand (775 M), Berisi informasi mengenai kekuasaan Sriwijaya di
Ligor dan pendirian kuil. Menjelaskan mengenai nama Raja Sri Indrawarman dan
Dharanindra.
4. Prasasti Kota Kapur (686 M), Berisi kutukan terhadap mereka yang membangkang
terhadap Sriwijaya.
5. Prasasti Telaga Batu, Berisi kutukan-kutukan bagi mereka yang tidak mau mematuhi
perintah Raja. Pengkhianat, mata-mata dari penguasa wilayah di dalam mandala
Sriwijaya, bersekutu menentang Sriwijaya, serta tak patuh pada apapun yang menjadi
keputusan maharaja Sriwijaya.
6. Prasasti Leiden (1005 M), Prasasti ini menunjukkan hubungan baik antara Kerajaan
Sriwijaya dengan Kerajaan Cola/Coramandel dari daerah Tamil, India bagian selatan.
7. Candi Muara Takus, Komplek peninggalan Sriwijaya yang salah satunya merupakan
bangunan sebagai bentuk hadiah dan ketundukan kepada kaisar Cina.
8. Prasasti Nalanda, India (860 M), Pusat pembelajaran agama Budha di India, yang
merupakan lokasi pembelajaran agama Budha yang populer dan dikunjungi pendeta dari
seluruh dunia. Balaputradewa tercatat Namanya sebagai raja yang mendukung penuh
kegiatan pembelajaran di Nalanda.

Itulah sedikit sejarah tentang kerajaan Sriwijaya yang merupakan kerajaan budha pertama
di nusantara. Sebuah kerajaan besar yang berkuasa di nusantara bahkan sampai ke madagaskar
dan juga Thailand selatan. Sriwijaya juga merupakan pusat perdagangan rempah-rempah karena
memiliki lokasi yang strategis untuk melakukan perdagangan. Setelah cukup lama menjadi pusat
perdagangan, kerajaan-kerajaan lain berusaha untuk mengambil alih puncak kekuasaan di selat
malaka. Dan pada akhirnya kerajaan Sriwijaya akhirnya runtuh setelah diserang oleh beberapa
kerajaan yang ingin menguasai selat malaka. Karena mengalami banyak serangan yang menerpa
akhirnya runtuhlah kerajaan Sriwijaya oleh kerajaan Majapahit yang kala itu tengah menjelma
menjadi kerajaan besar di pulau Jawa. Hingga kini beberapa prasasti peninggalan kerajaan
Sriwijaya masih dapat kita temui.
Referensi : kompas.com
kumparan.com
studiobelajar.com
tirto.id
Wikipedia.org

Anda mungkin juga menyukai