Jawaban :
Untuk mengidentifikasi siawa yang diperkirakan mengalami masalah belajar dapat dilakukan dengan
cara; analisis hasil tes belajar, tes kemampuan dasar, skala pengungkapan sikap dan kebiasaan belajar, dan
observasi saat proses belajar mengajar berlangsung.
b. Jelaskanlah bagaimana gambaran identifikasi kesulitan belajar klien anda berdasarkan 4 hal
tersebut.
Jawaban :
Dengan metoda criterion referenced, yaitu tes yang mengasumsikan bahwa instrumen evaluasi atau
soal yang digunakan telah dikembangkan dengan memenuhi syarat – syarat tertentu. Tahapannya adalah
sebagai berikut :
Menetapkan angka nilai kualitatif minimal yang dapat diterima, misalnya 5,0 atau 6,0.
Membandingkan prestasi dari setiap siswa dengan angka nilai batas lulus tersebut. Secara teoritis,
mereka yang angka nilai prestasinya berada di bawah lulus sudah dapat diduga sebagai siswa yang
mengalami kesulitan belajar.
Menghimpun siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar serta mencari siswa yang mengalami
gejala terparah (yang nilainya jauh dibawah siswa penderita kesulitan belajar lainnya)
Membuat rangking atau tingkatan guna mempermudah dalam pemberian prioritas layanan
psikologis.
Dengan hasil penandaan itu maka dapat dikatakan bahwa kelas atau individu-individu tersebut
memerlukan bimbingan belajar karena prestasinya belum memenuhi harapan (seperti yang digariskan dalam
TIK).
Dengan metoda norm-references, yaitu nilai prestasi rata-rata dijadikan ukuran pembanding bagi setiap
nilai prestasi masing-masing siswa. Tahapannya adalah sebagai berikut :
Mencari dan menghitung nilai rata-rata kelas atau kelompok
Menandai siswa-siswa yang nilainya dibawah rata-rata
Jika mau diadakan prioritas layanan bimbingan, terlebih dahulu harus membuat rangking seperti
pada metoda pertama.
2. Tes Kemampuan Dasar
Setiap siswa memiliki kemampuan dasar atau kecerdasan tertentu. Tingkat kemempuan ini biasanya
diukur atau diungkap dengan menggunakan tes kecerdasan yang sudah baku. Diasumsikan bahwa anak
normal memiliki tingkat kecerdasan (IQ) antara 90 – 109. Hasil belajar yang dicapai siswa hendaknya dapat
mencerminkan tingkat kemampuan yang dimilikinya. Murid yang memiliki kemampuan dasar tinggi akan
mencapai hasil belajar yang tinggi pula. Bilamana seorang siswa mencapai hasil belajar lebih rendah dari
tingkat kecerdasan yang dimilikinya, maka yang bersangkutan digolongkan sebagai siswa yang mengalami
masalah belajar atau di sebut Undeachiever.
Senada dengan pendapat di atas, Prayitno (dalam Amti,1993) menyatakan cara belajar(yang meliputi
sikap dan kebiasaan belajar) akan mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Oleh sebab itu, jika seorang
siswa mendapat nilai yang kurang memuaskan dalam belajar, salah satu faktor penting yang perlu
diperiksa adalah bagaimana cara belajar yang ditempuh.
Untuk mengungkap sikap dan kebiasaan belajar siswa dapat dikembangkan alat berupa “ skala sikap dan
kebiasaan belajar” (contoh lihat lampiran). Melalui alat ini dapat diungkap cara siswa mengerjakan tugas-
tugas sekolah, sikap terhadap guru, sikap dalam menerima pelajaran, dan kebiasaan dalam melaksanakan
kegiatan belajar.
Dengan memperhatikan sikap dan kebiasaan belajar siswa akan dapat diketahui siswa yang sikap dan
kebiasaan belajarnya sudah memadai dan perlu dipertahankan, serta siswa yang memerlukan bantuan khusus
dalam meningkatkan sikap dan kebiasaan belajarnya yang baik.
2. Seperti yang kita ketahui seiring majunya teknologi informasi saat ini, kita mudah sekali
memperoleh informasi-informasi baru. Seperti salah satunya informasi mengenai masalahmasalah
belajar berdasarkan persfektif psikologi. Jadi kita sudah tidak asing lagi dengan istilah (Slowlearner,
Disleksia, Diskalkulia dll). Apakah guru BK boleh mendiagnosis siswa ke arah masalah- masalah
belajar tersebut? Jelaskan secara detail!
Jawaban :
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa
yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil
tanpa mengalami kesulitan, namun disisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya
mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan
tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis,
sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah
semestinya.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya: (a) learning disorder; (b)
learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities.
Pertama, Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar
seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami
kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat
oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah
dari potensi yang dimilikinya. Contoh: siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate,
tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan
lemah-gemulai.
Kedua, Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa
tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya
subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh: siswa yang yang
memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena
tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan
baik.
Ketiga, Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi
intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh: siswa
yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ =
130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
Keempat, Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar,
sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki
taraf potensi intelektual yang sama.
Kelima, Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa
tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Bila diamati, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai hasil belajar secara
tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan sekelompok siswa yang
belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat
kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus
dipelajari.
Kelompok yang lain, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan yang
diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai. Bisa pula ketuntasan belajar tak bisa dicapai
karena proses belajar yang sudah ditempuh tidak sesuai dengan karakteristik murid yang
bersangkutan. Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual
berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini
bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak
hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat
dikuasai dengan baik.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian diatas akan
tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik,
kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan
belajar, antara lain: (1) Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai
oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya, (2) hasil yang dicapai tidak seimbang
dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai
yang diperolehnya selalu rendah, (3) lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan
selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan, (4) menunjukkan sikap-sikap yang
tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya, (5) menunjukkan
perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah,
mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam
kegiatan belajar, dan sebagainya, (6) menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti:
pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi
tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal,
dan sebagainya.
Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin: 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami
kesulitan belajar, ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar.
Pertama, dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan
atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah
ditetapkan oleh guru (criterion reference). Kedua, tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi
semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya.
Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever. Ketiga, tidak berhasil tingkat penguasaan materi
(mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa
ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi
pengulang (repeater).
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami
kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan. Melalui kriteria ini dapat
ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat
ukuran untuk menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa: (1) tujuan pendidikan; (2)
kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan
(4) kepribadian.
3. Kesulitan belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
manakah yang paling berpengaruh terhadap kesulitan belajar? Jelaskan alasan saudara
berdasarkan pendapat ahli (cari minimal 3 menurut pendapat ahli ) !
Jawaban:
Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Siswa Kesulitan belajar siswa biasanya dilihat dari prestasi
belajar atau nilai akademiknya. Sugihartono (2007) menyebutkan bahwa prestasi belajar siswa yang
mengalami kesulitan belajar, prestasi belajarnya lebih rendah bila dibandingkan dengan prestasi belajar
teman-temanya, atau prestasi belajar mereka lebih rendah apabila dibandingkan dengan prestasi belajar
sebelumnya.
Kesulitan siswa dalam belajar disebabkan oleh berbagai faktor. Aunurrahman (2011)
menyebutkan penyebab kesulitan belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, diantaranya karakteristik
siswa, sikap terhadap belajar, konsentrasi belajar, kemampuan mengolah bahan belajar, kemampuan
menggali hasil belajar, rasa percaya diri, serta kebiasaan belajar, sedangkan faktor eksternal adalah
faktor yang berasal dari luar diri siswa meliputi faktor guru, lingkungan sosial, kurikulum sekolah, dan
sarana prasarana.
Senada dengan pendapat Aunurrahman, Subini (2013) juga berpendapat bahwa faktor
penyebab kesulitan belajar terbagi atas dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal dibagi menjadi dua yaitu faktor jasmaniah, dan faktor fisiologis. Faktor jasmaniah meliputi
faktor kesehatan (kemampuan mengingat, kemampuan pengindraan seperti melihat, mendengarkan dan
merasakan) dan cacat tubuh, sedangkan faktor psikologis yang meliputi usia, 13 jenis kelamin,
kebiasaan belajar, tingkat kecerdasan (inteligensi), perhatian, bakat, minat, emosi dan motivasi/cita-cita,
perilaku/sikap, konsentrasi, kemampuan, rasa percaya diri, kematangan dan kelelahan.
Faktor eksternal dibagi menjadi 3 yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Faktor keluarga yang mempengaruhi tingkat kecerdasan atau hasil belajar siswa meliputi cara mendidik
anak, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua,
dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah yang dapat mempengaruhi kesulitan belajar meliputi
guru, metode mengajar, fasilitas, kurikulum sekolah, relasi guru dengan siswa, relasi antara siswa,
disiplin sekolah, pelajaran dan waktu, standar pelajaran, kebijakan penilaian, dan keadaan gedung,
ssedangkan faktor masyarakat yang mempengaruhi hasil belajar siswa meliputi kegiatan anak dalam
masyarakat, teman bergaul dan bentuk kehidupan dalam masyarakat.
Menurut Burton (Makmun, 2007) menyebutkan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar ada
dua kategori, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terbagi atas 5 yaitu kelemahan secara
fisik, kelemahan secara mental, kelemahan secara emosional, kelemahan yang disebabkan oleh
kebiasaan dan sikap-sikap yang salah, dan tidak memiliki keterampilan-keterampilan dan pengetahuan
dasar.
Penjelasan lebih rinci terkait faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa dapat dilihat
sebagai berikut:
1. Kelemahan secara fisik seperti pancaindera (mata, telinga,alat bicara, dan sebagainya)
berkembang kurang sempurna atau sakit sehingga menyulitkan proses interaksi secara interaktif.
2. Kelemahan secara mental yaitu faktor intelegensi atau tingkat kecerdasannya kurang sehingga
dalam mengikuti pelajaran siswa, tampak kurang minat, kurang semangat, kurang usaha, dan
kebiasaan fundamental dalam belajar.
3. Kelemahan-kelemahan emosional antara lain penyesuaian yang salah terhadap orang-orang,
situasi, tuntutan-tuntutan tugas, dan lingkungan. Sehingga timbul rasa takut, benci, dan anti
dalam belajar.
4. Kelemahan-kelamahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap-sikap belajar yang salah,
diantaranya kurang menaruh minat terhadap pekerjaanpekerjaaan sekolah, mals belajar, kurang
berani dan gagal untuk berusaha mememusatkan perhatian, dan lain sebagainya.
Faktor-faktor yang terdapat di luar diri siswa yaitu faktor lingkungan seperti sekolah, dan
masyarakat antara lain:
1. Kurikulum yang terlalu padat, di atas kemampuan peserta didik dan tidak sesuai dengan
bakat, minat, dan perhatian peserta didik dalam belajar.
3. Terlalu banyak kegiatan diluar jam pelajaran sekolah atau terlalu banyak terlibat dalam
ekstrakulikuler.
5. Metode mengajar guru yang kurang baik, misalnya guru kurang persiapan dan kurang
menguasai bahan pelajaran, sehingga guru tersebut menyajikannya tidak jelas.
6. Kelemahan yang terdapat dalam kondisi keluarga (rumah tangga, pendidikan, status sosial
ekonomi, keutuhan keluarga, ketentraman dan keamanan sosial psikologis) dan sebagainya.
Berdasarkan dari beberapa ahli diatas, maka disimpulkan bahwa faktorfaktor yang menyebabkan
kesulitan belajar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yaitu faktor yang berasal dari diri siswa, faktor internal meliputi motivasi belajar siswa,
kemampuan intelektual, sikap terhadap belajar, konsentrasi belajar, kebiasaan belajar, kematangan dan
kesiapan belajar, kemampuan mengingat, kemampuan berprestasi dan kesehatan siswa, sedangkan faktor
eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, faktor eksternal meliputi sekolah, keluarga, dan
lingkungan masyarakat
4. Kemukakan beberapa kasus dari kesulitan belajar siswa melalui artikel kemudian
resume lah hasil dari penelitian artikel tersebut serta Anda sebagai calon guru BK Program BK
apa yang Anda akan berikan dari kasus kesulitan belajar tersebut ! (minimal 3 artikel dengan
menuliskan siapa nama penulis serta link dari artikel tersebut ).
Jawaban :
1.Identifikasi Kasus
Penulis menagadakan penelitian dengan menggunakan metode wawancara dan menganalisa data
khususnya kelas III ( Tiga). Masih ada beberapa murid yang mengalami kesulitan belajar.Tentunya
kesulitan belajar itu diakibatkan oleh beberapa faktor. Namun pada kesempatan kali ini penulis hanya
akan mencoba mengambil sampel pada murid yang berada di kelas III yaitu Agit Prayoga. Dimana
murid ini memiliki masalah kesulitan belajar. Agit Parayoga memiliki kesulitan belajar Under Achiever
Adapun sebab penulis menyimpulkan kesulitan belajar tersebut setelah melakukan analisis seperti yang
dijelaskan berikut ini :
1.Pengumpulan Data
Didalam pengumpulan data penulis memperoleh data tentang kesulitan belajar tersebut
menggunakan metode observasi dan wawancara (interview) dengan wali kelas III.
Dari jumlah keseluruhan murid sebenarnya kesulitan belajarnya tidak terlalu banyak hanya beberapa
macam.Namun si Agit Parayoga ini memiliki masalah apalagi nilai murid tersebut sangat rendah.Kami
juga telah memberikan beberapa layanan namun belum juga berhasil dan hasilnya nilai semester ganjil
Tahun 2010/2011 ini juga belum memuaskan.Si Agit Parayoga itu sebenarnya kalau belajar ditanya dia
pasti bisa menjawab namun dia itu sering menggangu teman dan tugas-tugas jarang dikerjakan.
2.Pengolahan Data
Setelah melakukan pengumpulan data melalui observasi dan wawancara.Penulis sudah memahami
bahwa murid tersebut mengalami kesulitan belajar yang berbeda. Seperti yang disampaikan wali kelas
III, kami menyimpulkan bahwa : Agit Parayoga itu kesulitan belajarnya adalah Under Achiever yakni
mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas
normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
3. Diagnosis
Setelah menyimpulkan masalah yang dialami kedua murid tersebut. Timbulnya masalah yang
dihadapi Agit Parayoga disebabkan oleh faktor yaitu :
Setelah melihat data-data sendiri dan mendapat hasil home visit wali kelas, dapat dilihat bahwa latar
belakang keluarga yang berasal dari buruh dan ibu hanya sebagai ibu rumah tangga. Di rumah Agit
Parayoga jarang diperhatikan belajarnya.Dan perhatian khusus kedua orang tuanya tentang
perkembangan belajarnyapun jarang.Ibunya sendiri yang hanya di rumah sibuk ngurusin adik-
adiknya.Walaupun sebenarnya masih ada waktu banyak untuk meluangkan waktu untuk memperhatikan
belajarnya Agit Parayoga, namun itupun tidak dilakukan.Selain kurang perhatian, keluarga Agit
Parayoga juga sangat sederhana dan pas-pasan. Waktu home visite Ibunya menyampaikan BZ sering
minta dibelikan perlengkapan sekolah, namun karena tidak ada uang maka tidak diberikan.
4. Prognosis
Setelah melakukan diagnosis kesulitan belajar murid tersebut, pihak sekolah melalui wali kelas telah
melakukan beberapa hal yakni :
1) Bimbingan Pribadi
2) Kunjungan Rumah (home visit)
3.3.Solusi
Setelah melakukan tahapan untuk menyimpulkan masalah kesulitan belajar pada Agit Parayoga,
penulis menyarankan kepada wali kelas III agar memberikan layanan kepada murid tersebut.
Untuk mengatasi siswa underachiever (Agit Parayoga), model trifokal yang diajukan Rimm adalah
salah satu pendekatan yang paling komprehensif untuk mengatasi siswa yang underachiever. Model ini
melibatkan individu sendiri, lingkungan rumah dan sekolah. Masing-masing pihak yang terlibat tersebut
diikutsertakan dalam program trifokal ini, sehingga setiap orang yang diperkirakan berkontribusi
terhadap masalah underachiever dapat menyelesaikan masalah anak dengan lebih komprehensif. Agar
dapat mengatasi siswa underachiever dengan tepat, maka diperlukan intervensi yang berbeda pada setiap
kasus karena menurut Hansford underachievement sangat spesifik pada individu masing-masing.
Underachievement adalah pola perilaku yang dipelajari dan tentunya dapat juga diubah dan
untuk meningkatkan prestasi anak underachiever dapat dilakukan dengan membangun self-esteem,
meningkatkan konsep diri, meningkatkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik, mengajari cara belajar (study
skills), manajemen waktu dan mengatasi kekurangannya dalam hal akademik.
https://www.journal.unrika.ac.id/index.php/journalcahayapendidikan/article/view/2381
KASUS
Ario adalah seorang siswa SMP yang sering terlambat datang ke sekolah. Nilai rapor semester
yang lalu kebanyakan berada dibawah rata-rata kelas. Ia sering berlaku kasar bila ditegur teman-
temannya. Oleh sebab itu, teman-teman sekelasnya enggan bergaul dengannya. Disamping kasar ia juga
sering mengucapkan kata-kata kotor dan menyinggung perasaan orang lain. Di rumah ia adalah anak
ketiga dari lima bersaudara. Ayahnya sering tidak di rumah karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
Demikian juga ibunya yang sering bepergian. Segala urusan rumah tangga diserahkan kepada
pembantu.
B. Analisis data
Dalam menangani kasus ini konseli berusaha mencari sumber data mengenai kliennya melalui
beberapa metode, yaitu:
1. Wawancara
Dalam hal ini konselor berupaya untuk mewawancarai kliennya dengan mengadakan tanya
jawab secara lisan yang mengarah kepada tujuan pengadaan bimingan dan konseling.
2. Observasi
Dalam usahanya mencari informasi mengenai klien, konselor juga melakukan observasi atau
pengamatan tentang aktivitas yang dilakukan oleh klien sehingga akan tampak tingkah laku dan
perkataan klien.
3. Kunjungan Rumah
Tahapan selanjutnya dalam pencarian data kliennya, seorang konselor juga mengunjungi rumah
kliennya guna mengetahui kegiatan sehari-hari di rumah, kegiatan belajar yang dilakukan klien selama
di rumah, hubungan antara klien dengan saudaranya, serta hubungannya dengan orang tua.
C. Bidang-bidang Bimbingan
Berdasarkan deskripsi masalah diatas dapat ditentukan bidang bimbingan yaitu bidang
pengembangan pribadi. Bimbingan konseling pribadi merupakan proses bantuan untuk memfasilitasi
siswa agar memiliki pemahaman tentang karakteristik dirinya, kemampuan mengembangkan potensi
dirinya, dan memecahkan masala-masalah yang dialaminya. Bimbingan dan konseling pribadi
menyangkut pengembangan:
a. Komitmen hidup beragama
b. Motivasi belajar
c. Kemampuan bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungannya
d. Konsep diri
e. Penanaman nilai dan norma
f. Kemampuan mengatasi masalah-masalah pribadi
. Perincian Kasus
a. prestasi belajar yang rendah
- kebanyakan nilai rapornya berada di bawah rata-rata
- mendapat peringkat di bawah rata-rata
b. bersikap kasar
- suka ribut dengan temannya
- tidak menerima teguran dari orang lain apabila melakukan kesalahan
c. berkata kotor
- suka mengucapkan kata-kata yang menyakiti orang lain
- tidan menghargai dan menghormati sesama teman
d. sering terlambat datang ke sekolah
- berangkat ke sekolah lebih dari jam masuk sekolah
- tidak kunjung masuk kelas ketika bel tanda istirahat berakhir berbunyi
D. Sebab-sebab
a. prestasi belajar yang rendah
- tingkat inteligensi yang rendah
- kurangnya motivasi belajar
- malas belajar
- psiko-emosional anak yang terganggu
b. bersikap kasar
- wujud pemberontakan anak karena kurangnya kasih sayang orang tua
- kurangnya moralitas anak untuk menerima pendapat orang lain
- ketidakmampuan anak untuk emngendalikan tingkat emosinya karena tidak memiliki nilai-nilai
religius
c. berkata kotor
- kurangnya penanaman moral dan sopan santun dalam bergaul dengan sesama
- wujud pemberontakan anak karena kurangnya kasih sayang orang tua
- kurangnya kemampuan anak untuk bergaul dengan baik
d. sering terlambat datang ke sekolah
- tidak memahami pentingnya mematuhi tata tertib sekolah
- kurangnya pemahaman anak tentanng nilai kedisiplinan
- tidak memiliki motivasi yang kuat untuk bersekolah
E. Pemberian Bantuan
Dalam menjalankan tugas sebagai konselor, kami memberikan layanan bimbingan secara
pribadi dengan melakukan pendekatan intensif kepada konseli yang bersangkutan dengan melakukan
wawancara dan memeberikan ruang yang penuh untuk memberi kesempatan kepada konseli untuk
menceritakan masalah yang dihadapinya dan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada konseli yang
bersangkutan (ario), namun jika konseli tersebut enggan untuk bercerita maka konselor harus melakukan
pancingan-pancingan yang membuat konseli terpancing untuk menceritakan masalahnya. Oleh karena
itu, konselor harus menciptakan suasana yang kondusif agar konseli mau menceritakan
permasalahannya, karena sebagaimana yang termaktub dalam asas bimbingan dan konseling bahwa
dalam melakukan bimbingan dan onseling harus menerapkan asas sukarela dan asas tersebut tidak akan
terlaksana jika konseli tidak merasakan kenyamanan.
Tahapan yang selanjutnya adalah melakukan pendekatan kepada konseli untuk menanamkan
pendidikan moral dan menumbuhkan sifat religius, melakukan perbaikan konsep diri dalam upaya
membantu klien untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar ia dapat diterima oleh teman-
temannya maupun masyarakat, selain itu tugas konselor adalah membimbing klien untuk bertanggung
jawab terhadap diri sendiri, lingkungan, serta masyarakat dalam upaya menerapkan segala peraturan
yang berlaku di sekolah maupun norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, memberikan
motivasi-motivasi belajar dan pemberian reinforcement untuk meningkatkan minat belajar siswa dan
memperbaiki prestasi belajarnya, pemberian pengertian kepada konseli tentang kesibukan orang tua dan
memberi pengertian bahwa setiap orang tua mewujudkan kasih sayangnya dengan cara yang berbeda.
Hal itu dimaksudkan agar konseli tidak merasa kurang kasih sayang orang tua, serta tugas konselor yang
paling utama adalah membimbing klien untuk merencanakan perubahan yang positif dimasa yang akan
datang, memberikan pengertian tentang pentingnya kehidupan di masa depan agar konseli berusaha
memperbaiki perilaku dan dan lebih menyadari pentingnya semangat belajar untuk mewujudkan cita-
citanya.
Disamping itu konselor juga memberikan sosialisasi kepada orang tua klien tentang pentingnya
peranan orang tua dalam memebentuk pribadi anak-anaknya serta pengaruh nilai-nilai afeksi dalam
keluarga terhadap perilaku anak.
A. Identifikasi
Identifikasi artinya meneliti, menelaah. Identifikasi adalah kegiatan yang mencari,
menemukan, mengumpulkan, meneliti, mendaftarkan, mencatat data dan informasi dari
“kebutuhan” lapangan. Secara intensitas kebutuhan dapat dikategorikan (dua) macam
yakni kebutuhan terasa yang sifatnya mendesak dan kebutuhan terduga yang sifatnya
tidak mendesak. Dalam kasus ini, identifikasi dilakukan dengan menggunakan metode.
f. Agama : Islam
g. Nama Ayah : JJ
i. Nama Ibu : DN
3. Identifikasi Kasus
a) Mengenal gejala
Siswa melakukan tindakan kekerasan di lingkungan sekolah
Kasus yang dilakukan siswa lebih dari 1 kali
Siswa bentrok dengan teman sebaya
Siswa melanggar tata tertib sekolah
b) Membuat deskripsi kasus
Guru BK mendapat laporan dari Petugas Sekolah yang melihat rekaman CCTV
dengan adegan Kekerasan yang dilakukan oleh seorang siswa kelas IX yaitu HF
kepada adik kelas nya yang bernama GN. Kejadian tersebut dilakukan tepat di
belakang sekolah. HF merupakan siswa yang bukan kali ini saja membuat kasus,
dalam kesempatan sebelumnya ia juga pernah melakukan hal yang sama kepada
siswa lain dan pernah memalak siswi perempuan yang lewat jalan belakang
sekolah. Rekaman tersebut sudah ditunjukan kepada Guru BK dan Wali kelas
masing-masing siswa. Karena perbuatan nya tersebut HF terancam dikeluarkan
dari sekolah karena permasalahan ini sudah sampai ke Kepala Sekolah. Dari data
wawancara yang dilakukan oleh Guru BK menunjukan bahwa kedua orang tua
HF telah bercerai. Hal ini dikarenakan orang tua HF sering melakukan KDRT
sehingga berakhir perceraian.
B. Diagnosis
1) Faktor Internal, keinginan untuk diterima oleh temannya, melihat temanteman yang
terlihat lemah, tidak dapat membagi waktu untuk belajar dan sibuk dengan bermain
diluar, subjek kasus kurang mampu mengontrol emosi, mudah marah.
2) Faktor eksternal, kurangnya ketegasan orang tua dalam mendidik anak dan anak
mencontoh apa yang dilihat dari kedua orang tua nya.
C. Prognosis
Prognosis adalah langkah yang ditempuh untuk menetapkan jenis atau tehnik bantuan
yang diberikan kepada anak didik serta memprediksi kemungkinan yang akan timbul oleh
anak sehubungan dengan masalah yang sedang dialami.
D. Treatment
1. Perencanaan :
- Lokasi : SMAN 11 Bandung
Konferensi Kasus
E. Evaluasi
Langkah ini untuk memperoleh gambaran tentang keberhasilan dari pelaksanaan konseling
yang telah diberikan pada siswa. Guru BK mengobservasi subjek kasus setelah wawancara
konseling di sekolah, Hal ini menunjukkan suatu perubuhan positif pada siswa. Pada saat
wawancara dengan siswa ia menceritakan bahwa sekarang ia merasa lebih baik sejak tidak
membuat masalah dengan teman- temannya dan ia lebih dihargai. Ketika melakukan
Konferensi kasus, kepala sekolah membuat keputusan yang positif yaitu siswa tidak jadi
dikeluarkan dari sekolah karena mempertimbangkan beberapa hal.
F. Tindak Lanjut
Tindak lanjut merupakan upaya yang dilakukan konselor untuk mengikuti perkembangan
siswa selanjutnya. Tindak lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
dan kemajuan yang dialami siswa atas bantuan yang telah diberikan. Adapun langkah-
langkah yang dilakukan dalam kegiatan ini antara lain
:
1. Siswa tetap akan meneruskan upaya yang sudah dilakukannya dan menghindari
terjadi perilaku bullying kepada teman-temannya di sekolah.
2. Orang tua diminta kerjasamanya untuk tetap mengawasi cara belajar siswa di
rumah serta perilaku dan memantau aktivitasnya agar tidak terjadi sikap yang
negatif, menanamkan nilai agama dan moral secara kontinyu.
3. Wali kelas memantau kegiatan siswa terutama di dalam kelas dan memonitor
kemajuan belajar siswa secara terus-menerus.
Guru bimbingan dan konseling, memantau perkembangan siswa agar tetap mengembangkan
perilaku positifnya dan tidak terpengaruh pada hal-hal yang kurang baik bagi diri siswa.
5 .Berdasarkan film yang sudah saudara analisis. Kemukakan :
Jawaban :
Taare Zameen Par adalah sebuah film yang menceritakan tentang seorang anak
kelas 3 yang duduk di bangku sekolah dasar bernama Ishaan Nandkishore Awasthi. Ishaan
adalah seorang anak yang tidak bisa mengikuti kegiatan di sekolahnya dengan baik, ia
dicap sebagai anak yang bodoh dan nakal. Tak hanya itu Ishaan juga memiliki kesulitan
dalam membaca maupun menulis, ia kesulitan mengenal huruf, misalnya sulit
membedakan antara "d" dengan "b" atau "p". Dia juga susah membedakan suku kata yang
bunyinya hampir sama, misalnya "Top" dengan "Pot" atau "Ring" dengan "Sing". Bukan
hanya itu, dia juga sering menulis huruf secara terbalik. Karena kekurangan Ishaan
tersebut ia pun sering mendapat nilai yang buruk di sekolah dan tidak pernah mengerjakan
pr sehingga para guru pun sering menghukumnya. Meski begitu, Ishaan memiliki suatu
kelebhan yaitu melukis. Berbanding terbalik dengan Ishaan, kakaknya, Yohan adalah
seorang anak yang sangat pintar dan cerdas. Ibu Ishaan seringkali mengajarinya pelajaran
yang sudah dipelajari di sekolah, namun Ishaan akan selalu melupakan pelajaran yang
telah diberikan sehingga lama kelamaan ibunya pun lelah. Ayah Ishaan adalah seseorang
yang keras ia sering membandingkan Ishaan dan kakaknya.
Kemudian datang seorang guru kesenian pengganti sementara yang bernama Ram
Shankar Nikumbh (Aamir Khan). Guru baru ini mempunyai cara mendidik yang baru, Ram
membuat mereka berpikir keluar dari buku-buku dan imajinasi mereka. Setiap anak di
kelasnya merespon dengan antusias yang besar kecuali Ishaan. Ram kemudian berusaha
untuk memahami Ishaan dan masalah-masalahnya. Ram menyadari bahwa Ishaan
menderita penyakit disleksia, sebuah kesulitan dalam membaca, menulis dan menghitung.
Ram menyadari kondisi Ishaan karena dulunya ia pun mengalami gejala disleksia.
Padahal, sebenarnya seseorang yang mengalami disleksia memiliki kemampuan
intelegensi yang tinggi. Jika tak diasah dengan kesabaran dan keterampilan dalam
mendidik, maka sang anak akan terus terjerat dalam ketidaktahuan dalam membaca dan
menulis. Ia mecontohkan tokoh-tokoh dunia yang mengalami disleksia sehingga melejitkan
semangat Ishaan dalam belajar. Dengan waktu, kesabaran dan perawatan Ram berhasil
dalam mendorong tingkat kepercayaan Ishaan. Dia membantu Ishaan dalam mengatasi
masalah pelajarannya dan kembali menemukan kepercayaan yang hilang. Ia mampu
mengajak anak didiknya itu memahami dan menyeberangi lautan ilmu dengan proses yang
menyenangkan.
Ram pulalah yang menyadarkan orang tua Ishaan bahwa anaknya mengalami
disleksia. Setelah menemui orang tua Ishaan, Ram kemudian memohon kepada Kepala
Sekolah (asrama) agar Ishaan diberikan kemudahan dan tidak dikeluarkan. Dimana ia
nantinya yang akan membantu Ishaan agar dapat membaca dan juga menulis. Kemudian
untuk meningkatkan kepercayaan diri Ishaan dan memperlihatkan kelebihan Ishaan dalam
melukis, Ram mengadakan lomba melukis bagi guru dan murid di asrama tersebut.
Ishaan keluar sebagai pemenang. Hasil lukisannya dan juga lukisan Nikumbh
dipakai sebagai sampul buku tahunan sekolah tersebut. Selain itu di akhir sekolah, nilai-
nilai Ishaan pun tidak lagi di bawah rata-rata. Ia sudah mampu bersaing dengan teman-
temannya.
Penulisan huruf ‘b’menjadi ‘d’, serta sebaliknya ‘d’ menjadi ‘b’. (disini dia bingung
dengan huruf yang sama ataupun mirip)
‘S’ dan ‘R’ terbalik. ‘h’ dan ‘t’ sama tapi terbalik juga penulisannya.
Penulisan ‘Animal’ terlihat di lembar buku sekolahnya terdapat 3 tulisan kata yang
berbeda pada halaman yang sama.
Penulisan kata/huruf ‘T-O-P’ menjadi ‘P-O-T’ dan ‘S-O-L-I-D’ menjadi ‘’S-O-I-L-E-D’’
Jadi sebenarnya Ihsan tidak bodoh atau malas dan Ihsaan pun bukan seolah-olah dia telah
belajar ejaan yang salah, karena disisi lain terlihat dia mencampurkan kata-kata yang sama
dengan arti yang berbeda. Pada dasarnya dalam membaca dan menulis itu penting, karena untuk
menghubungkan suara dengan symbol kita tahu arti kata tersebut ( sedangkan Ihsaan tidak
mampu memenuhi persyaratan dasar tersebut dalam pembelajaran)
1. Faktor internal
Psikis : Disleksia yang dialami oleh ishaan adalah kondisi Ia tidak dapat melihat
huruf dan angka dengan benar. Dalam penglihatannya huruf dan angka seperti
sedang menari-nari, sehingga Ishaan tidak dapat membaca dan tidak dapat
menulis dengan benar
2. Faktor Eksternal
a) Lingkungan Keluarga : Ayah isan tidak mengetahui kondisi isan yang
sebenarnya yaitu mengidap disleksia sehingga ayah Ishaan melakukan
pola asuh otorian dimana setiap kesalahan yang dilakukan oleh ishaan
harus diberikan punishment, dan sering kali ayah isan melakukan nya
dengan kekerasan secara fisik dan verbal.
b) Lingkungan teman disekitar rumah
Teman-teman disekitar rumahnya juga selalu Memperlalalukan ishaan
secara diskriminatif dan selalu menyebut isan idiot
c) Lingkungan sekolah, guru2 isan juga melakukan pengajaran secara
otoriter dan tidak pernah peduli dengan kondisi yang dihadapi oleh isan
selaku penderita disleksia.
d) Teman2 disekolah
Sama halnya teman di lingkungan rumahnya, teman-ishan sisskolah juga
ada beberapa yang sering kali membuli isan karena dianggap bodoh dan
idiot
Guru dapat menerapkan Remedial Teachingatau pengajaran perbaikan seperti yang dilakukan
Ram. Merupakan suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan, yang
bertujuan untuk membantu siswa yang memiliki kesulitan belajar mencapai prestasi belajar. Dalam
mendidik Ihsaan, Ram tidak menggunakan cara yang sama dengan cara mendidik siswa umumnya, ia
menggunakan cara khusus untuk mengetahui dan mengembangkan kemampuan Ihsaan. Jika semua
guru memiliki inisiatif dan kemampuan seperti karakter Ram dalam film ini, maka dijamin kualitas
pendidikan akan baik karena prestasi belajar peserta didik akan tercapai dengan baik.
g. Perancanaan Program BK apa yang Anda berikan dalam mengatasi kesulitan belajar klien?
Teknik layanan konseling yang perlu dilakukan kepada subjek kasus dalam film
tersebut yaitu Ishaan Awatshi adalah layanan konseling individual. Secara menyeluruh
dan umum, proses konseling individu dari kegiatan paling awal sampai kegiatan akhir,
terdapat lima tahap yaitu: tahap pengantaran (introduction), tahap penjajagan
(insvention), tahap penafsiran (interpretation), tahap pembinaan (intervention) dan tahap
penilaian (inspection). Dalam keseluruhan proses layanan konseling individu, konselor
harus menyadari posisi dan peran yang sedang dilakukannya.
Pengantaran
Penjajagan
Penafsiran
Penilaian
Ada tiga jenis penilaian yang harus dilakukan dalam konseling individu
yaitu penilaian segera, penilaian jangka pendek, penilaian jangka panjang.
Penilaian segera dilaksanakan pada setiap akhir sesi layanan, penilaian jngka
pendek yaitu penilaian selama satu minggu sampai satu bulan, dan penilaian
jangka panjang dilakukan setelah beberapa bulan.
Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampan siswa untuk dalam mengolah
informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak semua siswa
memiliki keterampilan dalam hal-hat tersebut, sehingga guru masih harus mengajarkannya kepada
siswa. Model pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi guru
Tidak hanya tentang model pembelajaran yang perlu untuk diperhatikan keefektifannya bagi
anak penderita Disleksia, tetapi juga tentang kompetensi dan pemahaman semua pihak terkait dengan
gejala Disleksia serta bagaimana Treatment yang perlu dilakukan. Seringkali guru hanya fokus pada
mengejar materi tanpa memperhatikan sejauh mana siswa telah memahamimateri yang telah
disampaikan dan apakah guru telah berhasil melakukan transfer of knowledge ketika model
pembelajaran yang dipakai tidak sesuai dengan karakteristik anak.
Simulasi dalam pengalaman belajar merupakan model yang mewakili situasi nyata. Penekanan
dalam metode simulasi adalah pada kemampuan siswa untuk berpura-pura sesuai dengan objek yang
diperankan. Dalam simulasi apa yang didemonstrasikan harus memiliki pesan moral sesuai dengan
tingkatan cara berpikir siswa. Diharapkan siswa mampu untuk mendapatkan kecakapan bersikap dan
bertindak sesuai dengan situasi sebenarnya. Melalui simulasi dapat menghasilkan keterampilan berupa
pembinaan kemampuan bekerja sama, komunikasi, dan interaksi. Siswa terlibat dan merasa mereka
belajar tentang situasi kehidupan nyata. Metode ini dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis
kontekstual dan bahan pelajaran berasal dari kehidupan sosial, nilai sosial, maupun masalah sosial.